Pertumbuhan Vegetatif Dan Generatif Tanaman Jambu Biji (Psidium Guajava L.) Kristal Asal Sambungan Dengan Perlakuan Pupuk Daun

PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF TANAMAN
JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) KRISTAL ASAL SAMBUNGAN
DENGAN PERLAKUANPUPUK DAUN

KIKI ANDRIYANI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan Vegetatif
dan Generatif Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava L.) Kristal Asal Sambungan
dengan Perlakuan Pupuk Daun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Kiki Andriyani
NIM A24110063

ABSTRAK
KIKI ANDRIYANI. Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Jambu Biji
(Psidium guajava L.) Kristal Asal Sambungan dengan Perlakuan Pupuk Daun.
Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi pupuk daun
terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman jambu biji (Psidium guajava
L.) kristal. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Dramaga,
Kabupaten Bogor dan Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB pada bulan Februari-Juni 2015 dengan menggunakan tanaman
muda berumur ±1 tahun dan telah berproduksi. Percobaan menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi pupuk daun yang terdiri
dari empat perlakuan yakni konsentrasi 1 g l-1, 2 g l-1, 3 g l-1, dan tanpa perlakuan
(kontrol). Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi pupuk daun
berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun dan jumlah bunga mekar,

dan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah kuncup bunga dan jumlah buah.
Perlakuan pupuk daun dengan konsentrasi 1 g l-1 memperlihatkan pertumbuhan
vegetatif tanaman jambu biji kristal yang lebih baik dibandingkan dengan
konsentrasi 2 g l-1, 3g l-1, dan kontrol. Pemberian pupuk daun dengan konsentrasi 2
g l-1 dan 3 g l-1 memperlihatkan pertumbuhan generatif tanaman jambu biji kristal
yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi 1 g l-1 dan kontrol.
Kata kunci : konsentrasi, pemupukan, pertumbuhan tanaman, Psidium guajava L.

ABSTRACT
KIKI ANDRIYANI. Vegetative and Generative Growth of ‘Kristal’ Guava
(Psidium guajava L.) Originated from Grafting with Foliar Fertilizer Treatment.
Supervised by SLAMET SUSANTO.
This study was aimed to analyze the concentration effect of foliar fertilizer
on the vegetative and generative growth of ‘Kristal’ guava (Psidium guajava L.).
The experiment was conducted at Cikabayan Experimental Field, IPB Dramaga,
Bogor District, and Agronomy and Horticulture Postharvest Laboratory of IPB,
from February to June 2015 by using the 1-year-old bearing trees. The method of
this research using Completely Randomized Design with single factor that was the
concentration of foliar fertilizer that consisted of four application: 1 g l-1, 2 g l-1, 3
g l-1, and no application (as control). The result indicated that the concentration of

foliar fertilizer gave a significant difference on the number of leaf and flowers
opened, and gave a very significant different on the number of flower buds and
fruits. The kind of application of foliar fertilizer with 1 g l-1 concentration showed
that the vegetative growth of ‘Kristal’ guava was better compared to concentration
of 2 g l-1, 3 g l-1, and control. The application of foliar fertilizer with concentration
of 2 g l-1and 3 g l-1 showed better on the generative growth of ‘Kristal’ guava than
the concentration of 1 g l-1 and control.
Keywords : concentration, fertilization, plant growth, Psidium guajava L.

PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF TANAMAN
JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) KRISTAL ASAL SAMBUNGAN
DENGAN PERLAKUANPUPUK DAUN

KIKI ANDRIYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, kemudahan,
rahmat, dan hidayah sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pertumbuhan Vegetatif
dan Generatif Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava L.) Kristal Asal Sambungan
dengan Perlakuan Pupuk Daun” dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan
nasihat selama penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Dr Ir Hajrial
Aswidinnoor, MSc selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan
nasihatnya. Terima kasih kepada Dr Ir Supijatno, MSi dan Anggi Nindita, SP, MSi
selaku dosen penguji atas segala saran dan arahannya. Ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada keluarga, Bapak Ramelan, Ibu Mardiyah, kakak

Wikaniati, SE, kakak Nofiasari, SE, dan adik Dimas Hasyim Khotibul Umam atas
doa, dukungan, dan nasihatnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Akmal Fajar Firdaus, serta teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 48
atas segala doa, bantuan, dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2015
Kiki Andriyani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Jambu Biji (Psidium guajava L.)
Syarat Tumbuh Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Perbanyakan Vegetatif Sambungan (Grafting)
Pupuk dan Pemupukan
Pupuk Daun
Unsur Hara N, P, dan K
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Percobaan
Prosedur Percobaan
Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jambu Kristal
Pertumbuhan Generatif Tanaman Jambu Kristal
Kualitas Buah Jambu Kristal
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

viii
viii
viii
1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
5
6
6
6
7

7
8
10
10
12
16
20
21
21
21
21
24
25

DAFTAR TABEL
1
2
3
4


Kebutuhan pupuk urea, SP-36, dan KCl yang digunakan
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap
pertumbuhan vegetatif dan generatif pada 16 MSP dan kualitas buah
Pengaruh pupuk daun terhadap kandungan klorofil dan unsur N total
daun tanaman jambu kristal
Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap kualitas buah jambu kristal

7
11
16
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

8
9
10
11
12
13
14
15
16

Pertumbuhan panjang cabang tanaman jambu kristal dengan
perlakuan pupuk daun
Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap panjang cabang tanaman
jambu kristal
Pertumbuhan diameter cabang tanaman jambu kristal dengan
perlakuan pupuk daun
Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap diameter cabang tanaman
jambu kristal
Pertumbuhan jumlah daun tanaman jambu kristal dengan perlakuan
pupuk daun

Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap jumlah daun tanaman jambu
kristal
Pertumbuhan luas daun tanaman jambu kristal dengan perlakuan
pupuk daun
Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap luas daun tanaman jambu
kristal
Pertumbuhan jumlah kuncup bunga tanaman jambu kristal dengan
perlakuan pupuk daun
Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap jumlah kuncup bunga
tanaman jambu kristal
Pertumbuhan jumlah bunga mekar tanaman jambu kristal dengan
perlakuan pupuk daun
Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap jumlah bunga mekar
tanaman jambu kristal
Pertumbuhan jumlah buah tanaman jambu kristal dengan perlakuan
pupuk daun
Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap jumlah buah tanaman jambu
kristal
Pertumbuhan diameter buah tanaman jambu kristal dengan perlakuan
pupuk daun
Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap diameter buah tanaman
jambu kristal

12
12
13
13
14
14
15
15
17
6
17
17
18
18
19
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1

Data iklim tahun 2015 wilayah Dramaga, Kabupaten Bogor

24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan tanaman buah yang berasal dari
benua Amerika Tengah, sekitar Meksiko dan Peru. Tanaman jambu biji kemudian
menyebar ke negara-negara di Asia terutama di daerah tropik, termasuk di
Indonesia (Ashari 1995). Produksi buah jambu biji di Indonesia pada tahun 2013
mencapai 181 644 ton, dengan produsen terbesar adalah provinsi Jawa Barat yaitu
47 764 ton (BPS 2013). Apabila dibandingkan dengan produksi buah-buahan
lainnya, produksi jambu biji nasional masih tergolong rendah, sehingga perlu
dilakukan peningkatan produksi. Peningkatan produksi suatu tanaman dapat
dilakukan melalui pemilihan bibit unggul dan pemupukan.
Bibit tanaman jambu biji dapat diperoleh melalui perbanyakan secara
generatif maupun vegetatif. Perbanyakan secara generatif adalah perbanyakan yang
dilakukan melalui biji (Jumin 2005). Perbanyakan tanaman melalui biji ini hanya
dapat mempertahankan sifat-sifat dari induknya sekitar 70% (Soetopo 1997).
Kelebihan dari perbanyakan generatif yaitu dihasilkan tanaman dengan sistem
perakaran yang kuat, masa produktif lebih lama, dan lebih mudah diperbanyak,
sedangkan kelemahannya yaitu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
pertumbuhan tanaman baru dan sifat tanaman yang dihasilkan berbeda dengan sifat
tanaman induknya, sehingga tidak cocok untuk perbanyakan yang membutuhkan
keseragaman (Jumin 2005). Perbanyakan vegetatif merupakan tipe pembiakan
tanaman secara aseksual yang memanfaatkan bagian-bagian dari tanaman induk.
Kelebihan dari perbanyakan ini yaitu diperoleh tanaman yang identik atau memiliki
sifat yang sama dengan tanaman induknya dan memiliki waktu pertumbuhan yang
lebih cepat, namun dalam perbanyakannya harus memiliki keahlian (Hartmann et
al. 1990).
Tanaman jambu biji yang ditanam guna pengembangan agrobisnis untuk
konsumsi buah segar umumnya diperbanyak secara vegetatif (Soetopo 1997).
Perbanyakan secara vegetatif dilakukan karena bibit yang berasal dari biji
mengalami segregasi sifat sehingga hasil panen tidak sesuai dengan induknya
(Cahyono 2010). Perbanyakan vegetatif pada jambu biji dilakukan melalui cangkok
(air layering) dan sambungan (grafting) (Ridwan 2013). Cangkok merupakan cara
pembiakan vegetatif dimana akar dibentuk pada batang ketika batang masih
menempel atau bersatu dengan pohon induk. Bibit yang berasal dari cangkok
umumnya memiliki perakaran yang kurang kuat karena hanya memiliki perakaran
serabut (Hartmann et al. 1990). Sambung (grafting) adalah metode perbanyakan
tanaman dengan menyambungkan dua tanaman yaitu batang atas (scion) dan batang
bawah (rootstock) (Hartmann et al. 1990). Perbanyakan secara grafting pada
dasarnya dimaksudkan untuk menggabungkan dua sifat, yaitu batang atas dan
batang bawah, sesuai dengan keunggulan sifat masing-masing. Batang atas harus
berasal dari tanaman dengan tajuk yang baik, mempunyai potensi hasil tinggi,
kualitas buah baik, dan cepat berbuah, sedangkan batang bawah harus mempunyai
sistem perakaran yang baik (Sugito 1994). Kelebihan dari grafting yaitu tanaman
yang dihasilkan dapat berproduksi lebih cepat, memperoleh sifat-sifat unggul dari
batang atas dan batang bawah, serta memiliki perakaran yang kuat karena batang
bawah berasal dari biji (Jumin 2005).

2
Pemupukan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan pertumbuhan dan produksi suatu tanaman (Purnama 2006).
Pemupukan dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk akar maupun pupuk daun.
Pupuk akar adalah segala macam pupuk yang diberikan ke tanaman melalui akar,
sedangkan pupuk daun merupakan jenis pupuk yang diaplikasikan melalui daun
dengan cara penyemprotan pada mahkota tanaman (Sutedjo 1987). Keunggulan
dari pupuk daun yaitu penyerapan haranya berjalan lebih cepat dibandingkan
dengan pupuk melalui akar, sehingga tanaman akan lebih cepat menumbuhkan
tunas dan tanah tidak mengalami kerusakan akibat pemupukan (Lingga dan
Marsono 2007). Kelebihan dari aplikasi pupuk daun tersebut menjadi dasar
dilakukannya penelitian ini dengan harapan mampu meningkatan pertumbuhan dan
produksi tanaman jambu biji. Agar diperoleh hasil yang baik, maka perlu diketahui
konsentrasi pupuk daun yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman jambu biji.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh aplikasi pupuk daun
dengan berbagai macam konsentrasi terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman jambu biji kristal asal sambungan (grafting).
Hipotesis
Aplikasi pupuk daun dengan konsentrasi tertentu berpengaruh terhadap
pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman jambu biji kristal.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Jambu Biji (Psidium guajava L.)
Jambu biji (Psidium guajava L.) termasuk dalam famili Myrtaceae dengan
genus Psidium (Singh 2011). Bentuk tanamannya berupa semak atau perdu yang
memiliki kanopi pendek, percabangan dekat dengan tanah, dan sering tumbuh tunas
liar di dekat pangkal batang. Kayunya keras dan memiliki kulit kayu bertekstur
halus serta mengelupas apabila sudah tua. Tunasnya berbentuk segi empat, dengan
dua daun setiap ruas. Duduk daun berlawanan, dan ukuran daun antara 5-15 cm x
3-7 cm. Bunganya berkelompok dengan jumlah bunga 2-13 setiap kelompoknya.
Mahkota bunga berwarna putih cerah sebanyak 4-5 buah dengan kepala sari yang
sangat banyak dan muncul pada ketiak daun. Buah jambu biji yang telah matang
berwarna hijau pucat atau kuning cerah (Ashari 1995). Buahnya memiliki
kandungan vitamin dan mineral yang tinggi. Setiap 100 g buah jambu biji
mengandung 8.92 g gula, 228.3 mg vitamin C, 624 IU vitamin A, 0.73 mg vitamin
E, 2.6 μg vitamin K, 417 mg potassium, 40 mg fosfor, 22 mg magnesium, dan 18
mg kalsium (Singh 2011).
Pertumbuhan tunas tanaman bersifat indeterminan, dan batang atau cabang
dapat tumbuh terus memanjang yang kadang-kadang dapat menekan pertumbuhan
tunas lateral. Penampilan tersebut mempersulit pengelolaan tajuk tanaman, kecuali
dengan pemangkasan. Pembungaannya serupa dengan apel, yaitu berkaitan dengan

3
tumbuhnya tunas lateral. Apabila daun jambu biji dirompes dan dirundukkan maka
tunas lateral yang tumbuh akan terus berbunga. Perompesan dan pemangkasan
dapat digunakan untuk mengatur tajuk tanaman agar lebih produktif (Ashari 1995).
Syarat Tumbuh Jambu Biji (Psidium guajava L.)
Syarat tumbuh tanaman selalu berkaitan dengan keadaan lingkungan, yaitu
kondisi iklim dan keadaan tanah. Ashari (1995) menjelaskan bahwa tanaman jambu
biji pada daerah tropik dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1 500 m
di atas permukaan laut, sedangkan ketinggian ideal untuk pertumbuhan dan
produksi adalah 3-500 m di atas permukaan laut (Cahyono 2010). Tanaman jambu
biji dapat tumbuh pada suhu antara 15-45 oC, namun hasil terbaik diperoleh pada
suhu 23-28 oC (Ashari 1995). Curah hujan optimum bagi pertumbuhan tanaman
jambu biji berkisar antara 1 000-2 000 mm tahun-1 (Paull dan Duarte 2012) dengan
kelembaban udara 30-50% (Balitbu 2014).
Jambu biji memiliki adaptasi yang luas terhadap jenis tanah, tetapi untuk
pertumbuhan yang baik jambu biji menghendaki tanah dengan tekstur liat berpasir,
berstruktur gembur, mudah merembaskan air, solum tanah dalam (1.5-10 m),
memiliki daya menahan air cukup baik, tahan erosi, dan banyak mengandung bahan
organik, serta memilki pH antara 5.5-7.5 (optimal pada pH 6.5), sedangkan untuk
kedalaman air tanah berkisar 0.5-1.5 m (Cahyono 2010).
Unsur cahaya harus mendapat perhatian serius karena hampir semua objek
agronomi berupa tanaman memiliki kegiatan fotosintesis yang memerlukan cahaya,
khusunya cahaya matahari. Pengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, dan lama
penyinaran (Jumin 2005). Tanaman jambu biji dapat tumbuh dengan baik dan
berproduksi maksimum, serta memiliki rasa buah yang manis memerlukan
penyinaran matahari langsung sepanjang hari (Cahyono 2010).
Perbanyakan Vegetatif Sambungan (Grafting)
Tanaman jambu biji dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif.
Tanaman jambu biji guna pengembangan agrobisnis dan konsumsi segar biasanya
diperbanyak secara vegetatif (Soetopo 1997), yaitu secara cangkok (air layering)
atau sambung (grafting) (Ridwan 2013). Secara umum jambu biji diperbanyak
secara vegetatif karena bibit yang berasal dari biji mengalami segregasi sifat
sehingga hasil panen tidak sesuai dengan induknya (Cahyono 2010).
Perbanyakan vegetatif adalah perbanyakan yang digunakan untuk
menghasilkan tanaman yang identik dalam hal genotiope dengan sumber atau
tanaman induknya. Perbanyakan vegetatif merupakan tipe pembiakan tanaman
secara aseksual yang memanfaatkan bagian-bagian dari tanaman induk.
Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan cara cangkok (air layering),
menyambung (grafting), penempelan mata tunas (budding), stek batang atau daun,
dan struktur khusus (Hartmann et al. 1990).
Menyambung (grafting) adalah upaya menggabungkan dua jenis tanaman,
kemudian kedua tanaman akan tumbuh dan berkembang menjadi satu tanaman baru.
Salah satu persyaratan untuk grafting adalah kecocokan jaringan kalus yang
memproduksi lapisan kambium, sehingga umumnya grafting terbatas pada tanaman

4
dikotil angiosperma dan gymnosperma (Hartmann et al. 1990). Tujuan dari grafting
adalah untuk mendapatkan tajuk yang baik dan perakaran yang kuat (Jumin 2005).
Perbanyakan vegetatif dengan grafting pada dasarnya dimaksudkan untuk
menggabungkan dua sifat, yaitu batang atas dan batang bawah, sesuai dengan
keunggulan sifat masing-masing (Sugito 1994). Batang bawah berasal dari biji yang
berumur sekitar 6 bulan, dimaksudkan agar perkembangan sistem perakarannya
lebih kuat dan dalam karena memiliki akar tunggang, sehingga relatif tahan
terhadap kekeringan (Harimurti 2008), serta tahan terhadap serangan hama dan
penyakit dalam tanah (Sugito 1994). Batang atas harus berasal dari tanaman dengan
tajuk yang baik, mempunyai potensi hasil dan kualitas buah serta biji yang tinggi,
serta cepat berbuah (Sugito 1994).
Pupuk dan Pemupukan
Pupuk adalah senyawa yang mengandung unsur hara yang diberikan pada
tanaman guna mencukupi kebutuhan hara tanaman (Jumin 2005). Pupuk dibagi
menjadi beberapa jenis berdasarkan kriterianya, antara lain: (1) berdasarkan asalnya,
terdiri dari pupuk organik dan pupuk anorganik, (2) berdasarkan cara pemberiannya,
terdiri dari pupuk akar dan pupuk daun, (3) berdasarkan unsur hara yang
dikandungnya, terdiri dari pupuk tunggal, pupuk majemuk, dan pupuk lengkap
(Lingga dan Marsono 2007). Purnama (2006) menambahkan, berdasarkan proses
pembuatannya pupuk dikelompokkan menjadi pupuk alam dan pupuk buatan.
Pemupukan merupakan pemberian atau penambahan bahan-bahan atau zatzat kepada kompleks tanah-tanaman untuk melengkapi keadaan unsur hara dalam
tanah yang tidak cukup terkandung di dalamnya. Pemberian zat hara pada proses
pemupukan tidak boleh salah, berlebihan/kurang, atau tidak tepat pada waktunya
karena akan menimbulkan akibat-akibat yang fatal atau sangat merugikan, seperti
kematian tanaman, timbul gejala penyakit tanaman baru, kerusakan fisik tanah, dan
tidak ekonomis (Sutedjo 1987). Pemupukan tidak berhasil apabila tanaman tidak
memberi respon terhadap pemupukan yang diberikan. Efisiensi pemupukan akan
berkurang akibat hilangnya pupuk dari tanah sebagai akibat erosi, leaching, dan
diikat senyawa lain (Jumin 2005).
Aplikasi pemupukan dapat meningkatkan pertumbuhan suatu tanaman serta
mampu meningkatkan produksi suatu tanaman. Purnama (2006) menjelaskan
bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa produksi pertanian akan berlipat
ganda apabila menggunakan pupuk yang unsur haranya lengkap. Semakin lengkap
unsur hara tanaman, maka akan semakin tinggi produksinya, dan sebaliknya.
Pupuk Daun
Pupuk daun yaitu bahan-bahan atau unsur-unsur yang diberikan melalui daun
dengan cara penyemprotan atau penyiraman kepada mahkota tanaman agar
langsung dapat diserap guna mencukupi kebutuhan bagi pertumbuhan dan
perkembangannya (Sutedjo 1987). Pemberian pupuk daun ini lebih efisien diserap
tanaman dibandingkan dengan pupuk akar, namun pemberiannya harus dilakukan
dalam jumlah yang tepat karena pupuk daun yang diberikan secara berlebihan dapat
menyebabkan daun seperti terbakar dan akan merusak tanaman. Hal ini disebabkan
selang antara dosis optimum dan berlebih relatif sempit, sehingga ukuran

5
konsentrasi ataupun dosis yang tertera dalam kemasan sebaiknya diikuti dengan
cermat (Marsono dan Sigit 2001).
Apabila dibandingkan dengan pupuk akar, pupuk daun dikatakan lebih
unggul karena penyerapan hara oleh tanaman berjalan lebih cepat, sehingga dapat
meningkatkan hasil fotosintesis. Hal ini disebabkan pada daun terdapat stomata
yang mampu membuka dan menutup secara mekanis yang diatur oleh tekanan
turgor dari sel-sel penutup. Apabila tekanan turgor meningkat, maka stomata akan
membuka dan sebaliknya. Salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan turgor
tersebut adalah banyak air yang terbuang lewat penguapan daun. Jika air dalam
daun cepat berkurang akibat penguapan oleh matahari dan angin, maka tekanan
turgor berkurang dan menyebabkan stomata menutup. Kemudian, jika daun
tersebut disemprot air maka tekanan turgor akan naik sehingga stomata membuka
dan menyerap air tersebut untuk menggantikan cairan yang hilang lewat penguapan.
Apabila cairan yang disemprotkan adalah pupuk, maka tanaman akan menyerap air
dan zat hara pada pupuk yang dibutuhkan tanaman. Hal tersebut menyebabkan
penyerapan hara melalui daun lebih cepat dibandingkan melalui akar (Lingga dan
Marsono 2007). Walaupun demikian, pemberian pupuk daun saja kurang cukup
untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga dalam aplikasinya pupuk akar
harus tetap diberikan (Wulandari dan Susanti 2012).
Pemberian pupuk daun dengan konsentrasi yang tepat dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Pupuk daun NPK (20:20:20) memberikan hasil berbeda
nyata terhadap peubah pertumbuhan vegetatif tanaman cabai merah, dimana
konsentrasi 2 g l-1 optimum untuk pertambahan tinggi tanaman, konsentrasi 3 g l-1
optimum untuk pertambahan panjang percabangan, dan konsentrasi 1 g l-1 optimum
untuk pertambahan jumlah daun (Yasin 2009). Mulyono (2003) menjelaskan bahwa
penggunaan pupuk daun NPK (19:6:20) secara tunggal juga berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman lada, dengan konsentrasi yang digunakan
yaitu 1 g l-1. Selain itu, pemberian pupuk daun NPK (14:12:14) dengan konsentrasi
2 g l-1 air juga memberikan pengaruh pertumbuhan yang besar pada pertumbuhan
vegetatif bibit jabon merah (Palemba et al. 2012). Wulandari dan Susanti (2012)
menambahkan bahwa bibit jabon mengalami peningkatan pertumbuhan yang lebih
baik dengan adanya penambahan pupuk daun organik dibandingkan dengan kontrol.
Unsur Hara N, P, dan K
Salah satu usaha untuk mengatasi ketersediaan hara bagi tanaman adalah
dengan memberikan tambahan unsur hara yang diperlukan sesuai dengan yang
dibutuhkan tanaman (Soedradjad 2005). Unsur hara yang diserap oleh tanaman
secara fisiologi akan memiliki fungsi tertentu di dalam tanaman. Tanaman
mengandung 90 jenis unsur dalam jumlah kecil, namun dari 90 unsur tersebut hanya
16 unsur yang diketahui bersifat esensial, termasuk unsur hara N, P, dan K (Wijaya
2008). Unsur hara esensial adalah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Tanpa
unsur hara tersebut organisme hidup tidak dapat bertahan hidup (Agustina 2004).
Unsur hara N (nitrogen) berperan dalam pertumbuhan tanaman baik vegetatif
maupun generatif. Pemberian N pada tanaman akan mendorong pertumbuhan
organ-organ yang berkaitan dengan fotosintesis yaitu daun. Tanaman yang cukup
mendapat suplai N akan membentuk daun yang memiliki helaian yang lebih luas
dengan kandungan klorofil yang tinggi, sehingga tanaman mampu menghasilkan

6
karbohidrat/asimilat dalam jumlah cukup untuk menopang pertumbuhan vegetatif.
Selain itu, N juga berperan penting dalam pertumbuhan akar tanaman dan
memperbaiki resistensi alami tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Peran
N dalam pertumbuhan generatif tanaman yaitu berkaitan dengan inisiasi
pembungaan, yang diinduksi oleh rasio C dan N (Wijaya 2008).
Unsur P pada tanaman umumnya berbentuk fosfat, yang berperan dalam
hampir semua proses reaksi biokimia. Unsur P mampu menangkap energi cahaya
matahari dan kemudian mengubahnya menjadi energi biokimia. Selain itu, unsur P
juga memacu pembentukan bunga dan biji serta menentukan kemampuan
berkecambah biji yang akan dijadikan benih. Defisiensi unsur P dapat menekan
jumlah bunga dan menunda inisiasi pembungaan dikarenakan oleh keseimbangan
phytochrome yang berubah (Wijaya 2008).
Unsur K sangat berperan dalam mengaktifasi enzim-enzim yang berperan
dalam metabolisme dan biosintesis, serta berperan dalam menjaga tekanan osmosis
dan turgor sel. Jika kandungan K pada tanaman turun, tekanan turgor sel-sel
tanaman termasuk sel penutup stomata berkurang dan akibatnya stomata akan
menutup, sehingga penyerapan air melalui tarikan transpirasi akan berkurang. Hal
ini dapat menyebabkan tanaman mengalami kelayuan (Wijaya 2008).

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB Dramaga,
Kabupaten Bogor. Analisis kualitas buah dan analisis kandungan klorofil daun
dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPB, sedangkan analisis kandungan N total daun dilaksanakan di Laboratorium
Pengujian Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Pelaksanaan penelitian
dimulai dari bulan Februari hingga awal bulan Juni 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: tanaman jambu
kristal asal sambungan (grafting) yang berumur sekitar 11 bulan pada awal
percobaan; pupuk daun NPK (20:20:20) yang dibuat dari kombinasi pupuk urea,
SP-36, dan KCl; sulfaktan berbahan aktif alkil gliserol ftalat 750 g l-1; herbisida
berbahan aktif isopropilamina glifosat 486 g l-1; insektisida berbahan aktif
profenofos 500 g l-1; dan fungisida berbahan aktif propinep 70%; serta bahan untuk
pengamatan kualitas buah yaitu larutan NaOH 0.1 M dan indikator phenoftalin (PP)
untuk mengukur kandungan total asam terlarut (TAT); larutan iodin 0.01 N dan
indikator amilum untuk mengukur vitamin C; serta akuades. Alat yang digunakan
adalah hand sprayer, gelas kimia, ember, meteran, timbangan digital, jangka sorong
digital, penetrometer, hand refraktometer, alat-alat titrasi, spektrophotometer, dan
alat tulis.

7
Metode Percobaan
Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan perlakukan acak
lengkap (RAL) satu faktor, yaitu perlakuan pupuk daun yang terdiri dari empat
taraf : (1) kontrol (P0); (2) pupuk daun NPK (20:20:20) dengan konsentrasi 1 g l-1
(P1); (3) pupuk daun NPK (20:20:20) dengan konsentrasi 2 g l-1 (P2); dan (4) pupuk
daun NPK (20:20:20) dengan konsentrasi 3 g l-1 (P3). Masing-masing perlakuan
diulang sebanyak empat kali, sehingga terdapat 16 satuan percobaan. Model aditif
linier dalam percobaan ini (Mattjik dan Sumertajaya 2006) adalah:
Yij = µ + αi + εij
Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan pupuk daun ke-i, dan ulangan ke-j
µ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh perlakuan pupuk daun ke-i
εij
= Galat percobaan perlakuan pupuk daun ke-i, pada ulangan ke-j
Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan bantuan perangkat lunak
Microsoft Excel 2013 untuk rekapitulasi data dan pembuatan grafik, STAR
(statistical tool for agricultural research) IRRI untuk analisis ragam (uji F) untuk
mengetahui pengaruh antar perlakuan. Jika terdapat beda nyata pada taraf α = 5%,
maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Prosedur Percobaan
Persiapan tanaman
Pelaksanaan percobaan dimulai dari persiapan tanaman dengan memilih
tanaman yang seragam berdasarkan tinggi tanaman dan jumlah daun, lalu memberi
label dan melakukan tagging pada lima cabang sekunder setiap tanamannya. Lima
cabang tersebut digunakan sebagai cabang contoh untuk mengamati pertumbuhan
panjang cabang, diameter cabang, dan diameter buah tanaman jambu kristal pada
setiap minggu pengamatan. Tanaman jambu kristal yang digunakan dalam
penelitian ini berumur sekitar 11 bulan pada awal percobaan.
Persiapan pupuk NPK (20:20:20)
Pupuk yang digunakan merupakan kombinasi dari pupuk tunggal urea, SP-36,
dan KCl, yang sebelumnya dihitung terlebih dahulu kebutuhan pupuk untuk
masing-masing perlakuan (Tabel 1). Setelah diketahui kebutuhan pupuk, kemudian
pupuk ditimbang, dikemas, dan diberi label sesuai dengan perlakuan pemupukan.
Tabel 1 Kebutuhan pupuk urea, SP-36, dan KCl yang digunakan
Perlakuan
Urea (g)
SP-36 (g)
Kontrol (P0)
0.00
0.00
Konsentrasi 1 g l-1 (P1)
0.44
0.55
-1
Konsentrasi 2 g l (P2)
0.89
1.11
-1
Konsentrasi 3 g l (P3)
1.33
1.67

KCl (g)
0.00
0.33
0.67
1.00

Perlakuan pemupukan
Perlakuan yang dilakukan yaitu aplikasi pemupukan melalui daun
menggunakan pupuk NPK (20:20:20) dengan konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu
1 g l-1, 2 g l-1, 3 g l-1 ditambah sulfaktan dengan konsentrasi 1 ml l-1, dan perlakuan
tanpa pemupukan (kontrol). Aplikasi pemupukan dilakukan dengan cara

8
disemprotkan pada tajuk tanaman menggunakan hand sprayer sampai tajuk
tanaman basah secara merata, terutama sisi permukaan bawah daun dengan volume
aplikasi sebanyak 1 l tanaman-1. Waktu aplikasi dilakukan setiap seminggu sekali
yaitu pada pagi atau sore hari untuk menghindari penguapan oleh sinar matahari.
Khusus untuk tanaman kontrol dilakukan penyemprotan pada tajuk tanaman
menggunakan air biasa dengan volume yang sama, yaitu 1 l tanaman-1.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi pembumbunan, pemupukan
rutin, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Pembumbunan
dilakukan dengan meninggikan area tumbuh tanaman dengan tanah di sekitarnya
dengan tujuan untuk menguatkan perakaran tanaman dan menggemburkan tanah.
Pemupukan rutin dilakukan 3 bulan sekali dengan menggunakan pupuk kandang
dengan dosis ±20 kg tanaman-1, serta pupuk NPK dengan dosis 250 g tanaman-1.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan melakukan penyiangan di
sekitar radius 0.5 m di sekeliling tanaman menggunakan cangkul, dilakukan kurang
lebih sebulan sekali. Pengendalian gulma juga dilakukan secara kimia dengan cara
penyemprotan menggunakan herbisida berbahan aktif isopropilamina glifosat 486
g l-1 sebanyak 100 ml yang diencerkan ke dalam 15 liter air. Pengendalian gulma
secara kimia dilakukan sebanyak dua kali, yaitu di awal percobaan dan pertengahan
percobaan ketika pertumbuhan gulma sudah terlalu banyak. Pengendalian hama dan
penyakit dilakukan secara manual dan kimia. Pengendalian hama dan penyakit
tanaman secara manual dilakukan dengan cara membuang bagian tanaman yang
terserang. Pengendalian hama secara kimia dilakukan dengan penyemprotan
insektisida kontak, berbahan aktif profenofos 500 g l-1 dengan konsentrasi 4 ml l-1,
sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan cara penyemprotan fungisida
berbahan aktif propinep 70% dengan konsentrasi 3 g l-1.
Pembungkusan buah
Pembungkusan buah dilakukan pada buah berdiameter ±20 mm dengan
menggunakan plastik putih. Pembungkusan buah ini harus dilakukan pada waktu
yang tepat karena apabila pembungkusan buah dilakukan pada buah yang masih
terlalu kecil ukurannya dapat menyebabkan buah rontok di dalam plastik
pembungkus, sedangkan apabila terlambat dapat menyebabkan buah terserang
hama dan penyakit tanaman, terutama lalat buah. Pembungkusan buah dilakukan
hingga buah siap dipanen dengan tujuan agar dihasilkan buah yang lebih mulus,
tidak terserang hama dan penyakit, dan warna buah lebih menarik.
Panen
Pemanenan dilakukan ketika buah jambu kristal telah berwarna hijau
kekuningan atau telah berumur sekitar 12 minggu dari terbentuknya set buah atau
14-15 minggu setelah anthesis. Panen dilakukan pada pagi hari untuk menjaga
kesegaran buah. Setelah panen, buah dibawa ke Laboratorium Pascapanen AGH
untuk dianalisis kualitas buahnya.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman, serta kualitas buah setelah panen. Pengamatan pada setiap parameter
pertumbuhan vegetatif tanaman dilakukan dengan cara sebagai berikut:

9
1. Panjang cabang (cm), dilakukan dengan cara mengukur cabang contoh dari
pangkal cabang hingga ujung cabang setiap dua minggu sekali.
2. Diameter cabang (mm), dilakukan dengan mengukur diameter cabang contoh
yang berada 5 cm dari pangkal cabang dengan menggunakan jangka sorong
digital, dilakukan setiap dua minggu sekali.
3. Jumlah daun (helai), dilakukan dengan cara menghitung semua daun yang
terbuka sempurna pada setiap tanaman, diamati setiap minggu sekali.
4. Luas daun (cm2), diukur satu bulan sekali dengan metode gravimetri, yaitu
mencetak daun pada kertas koran kemudian digunting dan ditimbang. Luas
koran yang digunakan untuk perhitungan luas daun adalah 20 cm x 20 cm.


=









��



5. Kandungan klorofil daun (mg g-1), dilakukan dengan mengambil sampel daun
tanaman secara komposit pada akhir percobaan. Analisis klorofil ini
menggunakan metode Sims dan Gamond (2002). Sampel daun ditimbang
dengan bobot segar lebih kurang 0.02 g. Daun tersebut dihaluskan dengan mortar
dan ditambahkan larutan acetris (aceton 85% ditambah dengan tris 1%) sebanyak
1 ml. Daun yang sudah halus dimasukkan ke dalam microtube ukuran 2 ml,
kemudian mortar dibilas dengan acetris sampai microtube penuh 2 ml. Setelah
itu microtube disentrifugasi dengan kecepatan 14 000 rpm selama 10 detik.
Supernatan diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambah acetris 3 ml, lalu tabung reaksi ditutup dengan kelereng. Absorbansi
diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 470 nm, 537 nm,
647 nm, dan 663 nm.
6. Kandungan unsur N total daun (%), dilakukan di akhir percobaan dengan
mengambil sampel daun tanaman secara komposit. Analisis dilakukan di
Laboratorium Pengujian Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.
Pengamatan pada setiap parameter pertumbuhan generatif tanaman dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Jumlah kuncup bunga (buah), dengan menghitung jumlah kuncup bunga yang
muncul pada setiap tanaman, dihitung setiap minggu sekali.
2. Jumlah bunga mekar (buah), dengan menghitung jumlah bunga yang sudah
mekar pada setiap tanaman, dihitung setiap minggu sekali.
3. Jumlah buah (buah), dengan menghitung jumlah buah yang ada pada setiap
tanaman, dihitung setiap minggu sekali.
4. Diameter buah (mm), diukur menggunakan jangka sorong secara horizontal
(melingkari buah) setiap minggu sekali. Buah yang diamati adalah buah yang
berada pada cabang contoh.
Pengamatan terhadap kualitas buah dilakukan setelah panen, meliputi:
1. Bobot buah (g), diukur dengan menimbang buah dengan timbangan digital.
2. Diameter buah (mm), diukur menggunakan jangka sorong secara horizontal
(melingkari buah).
3. Tingkat kelunakan buah (mm g-1 s-1), diukur dengan alat penetrometer dengan
menggunakan beban 50 g dan waktu 5 detik.
4. Padatan terlarut total (PTT) (oBrix), diukur dengan alat hand refraktometer.
5. Total asam tertitrasi (TAT) (%), diukur dengan metode titrasi NaOH 0.1 M
dengan indikator phenoftalin. Bobot contoh buah yang digunakan yaitu 10 g,
kemudian dihaluskan menggunakan mortar. Sari buah disaring dan ditera dengan

10
menggunakan akuades hingga volumenya 100 ml. Filtrat buah sebanyak 25 ml
ditambahkan indikator phenoftalin sebanyak 3 tetes, kemudian dititrasi dengan
larutan NaOH 0.1 M hingga larutan berubah warna menjadi menjadi merah
muda/pink. Perhitungan total asam terlarut sebagai berikut (Syafutri et al. 2006):


TAT (%) =







� ℎ

� . 64 �

6. Kandungan vitamin C (mg/100 g), diukur dengan metode titrimetri, yaitu titrasi
iodin 0.01 N dengan indikator amilum (Syafutri et al. 2006). Bobot contoh buah
yang digunakan yaitu 25 g, kemudian dihaluskan menggunakan mortar. Sari
buah disaring dan ditera dengan menggunakan akuades hingga volumenya 100
ml. Filtrat buah sebanyak 25 ml ditambahkan indikator amilum sebanyak 3 tetes,
kemudian dititrasi dengan larutan iodin 0.01 N hingga larutan berubah warna
menjadi biru tua. Perhitungan vitamin C dengan standarisasi larutan iodine yaitu
setiap 1 ml iodine 0.01 N ekuivalen dengan 0.88 mg asam askarbot. Kandungan
vitamin C dapat dihitung menggunakan rumus :
Vitamin C (mg/100 g) =





.



� .88 �
� ℎ



HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB Dramaga,
Kabupaten Bogor, dari bulan Februari hingga Juni 2015. Data iklim bulan FebruariJuni 2015 di lokasi percobaan yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMKG 2015) wilayah Dramaga, Bogor, menunjukan bahwa rata-rata
suhu bulanan selama masa percobaan berkisar antara 25.0-26.2 oC, dengan rata-rata
curah hujan bulanan adalah 90-374 mm, dan rata-rata kelembaban udara yaitu 7988%. Ashari (1995) menjelaskan bahwa tanaman jambu biji di daerah tropik dapat
tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1 500 m di atas permukaan laut,
sedangkan ketinggian tempat yang ideal untuk pertumbuhan dan produksi adalah
3-500 m di atas permukaan laut (Cahyono 2010). Jambu biji dapat tumbuh pada
suhu 15-45 oC, sedangkan suhu optimum berkisar antara 23-28 oC (Ashari 1995).
Curah hujan optimum untuk pertumbuhan jambu biji yaitu 1000-2000 mm tahun-1
(Paull dan Duarte 2012) dengan kelembaban udara 30-50% (Balitbu 2014). Hal ini
menunjukkan bahwa lokasi percobaan cocok untuk dilakukan budidaya tanaman
jambu biji.
Kondisi tanaman jambu kristral selama penelitian baik dengan tingkat
serangan hama dan penyakit yang tergolong rendah, sehingga tidak mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Hama yang terlihat selama penelitian diantaranya belalang,
kutu putih, dan ulat daun. Hama belalang dan ulat daun menyerang tanaman dengan
cara memakan daun-daun muda, sedangkan kutu putih menyerang tanaman dengan
cara menghisap cairan pada daun. Beberapa spesies kutu putih yang ditemukan
pada tanaman jambu biji di Bogor antara lain Cataneococcus hispidus, Ferrisia
virgata, Nipaecoccus nipae, dan Planococcus minor (Sartiami et al. 1999).
Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida kontak, berbahan
aktif profenofos 500 g l-1 dengan konsentrasi 4 ml l-1. Penyakit yang menyerang

11
pada saat penelitian adalah bercak daun. Semangun (2004) menjelaskan bahwa
penyakit bercak daun dapat disebabkan oleh Cercospora spp., Pestalotiopsis spp.,
dan Colletotrichum sp. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit bercak daun yaitu
pada daun terdapat bercak-bercak bulat atau kurang teratur bentuknya dan berwarna
merah kecoklatan, kemudian daun akan mengering dan akhirnya gugur.
Pengendalian penyakit pada tanaman dilakukan dengan cara penyemprotan
fungisida berbahan aktif propinep 70% dengan konsentrasi 3 g l-1. Pengendalian
hama dan penyakit tanaman juga dilakukan secara manual dengan membuang
bagian tanaman yang terserang hama maupun penyakit.
Hasil rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan tanaman jambu kristal
ditunjukkan pada Tabel 2. Perlakuan pupuk daun pada percobaan menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun dan jumlah bunga mekar, serta
menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah kuncup bunga dan jumlah
buah, sedangkan pada peubah lainnya, yaitu panjang cabang, diameter cabang, luas
daun, kandungan klorofil (klorofil a, klorofil b, dan klorofil total), kandungan N
total daun, diameter buah, dan kualitas buah menunjukkan pengaruh yang tidak
berbeda nyata.
Tabel 2

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap
pertumbuhan vegetatif dan generatif pada 16 MSP dan kualitas buah

Peubah
A. Pertumbuhan vegetatif
Panjang cabang
Diameter cabang
Jumlah daun
Luas daun
Klorofil a
Klorofil b
Klorofil total
Kandungan N total daun
B. Pertumbuhan generatif
Jumlah kuncup bunga
Jumlah bunga mekar
Jumlah buah
Diameter buah
C. Kualitas buah
Bobot buah
Diameter buah panen
Kelunakan buah
PTT
TAT
Vitamin C

Analisis sidik ragam

KK (%)

tn
tn
*
tn
tn
tn
tn
tn

19.77
14.63
9.57
19.44
14.87
17.77
15.56
8.26

**
*
**
tn

10.84
14.26
13.92
8.43

tn
tn
tn
tn
tn
tn

19.80
6.72
10.83
10.61
14.97
18.30

Keterangan : MSP: minggu setelah perlakuan; KK: koefisien keragaman; *: berpengaruh
nyata pada taraf 5%; **: berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%; tn: tidak
berpengaruh nyata

12
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jambu Kristal
Terdapat 8 peubah yang diamati pada pertumbuhan vegetatif tanaman jambu
kristal, yaitu panjang cabang, diameter cabang, jumlah daun, luas daun, klorofil a,
klorofil b, klorofil total, dan kandungan unsur N total daun. Hasil menunjukkan
bahwa perlakuan pupuk daun berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, namun
tidak berpengaruh nyata terhadap peubah pertumbuhan vegetatif lainnya.
Perlakuan pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap panjang cabang
tanaman jambu kristal (Gambar 2), namun secara umum panjang cabang terus
meningkat pada setiap minggu pengamatan (Gambar 1). Rata-rata panjang cabang
pada 16 MSP yaitu 95.5 cm, dengan rata-rata laju pertumbuhan 2.3 cm minggu-1.
Cabang tanaman jambu biji dapat tumbuh terus menerus memanjang yang kadangkadang dapat menekan pertumbuhan tunas lateral (Ashari 1995). Pertambahan
panjang tanaman sebagai salah satu ciri pertumbuhan tanaman disebabkan oleh
aktivitas pembelahan sel pada meristem apikal, yang diawali dengan pertumbuhan
pucuk (Herdiana et al. 2008). Pertumbuhan panjang cabang tersebut dipengaruhi
oleh auksin yang dihasilkan oleh ujung apikal tunas lateral dan sitokinin yang
ditransport dari akar tanaman. Sitokinin akan merangsang pembelahan sel melalui
peningkatan laju sintesis protein sehingga jumlah sel menjadi banyak dan adanya
auksin mengakibatkan sel dapat membesar dan memanjang (Lakitan 1996).
Panjang Cabang (cm)

120
100
80
Kontrol (P0)
P0

60

Konsentrasi 1 g l-1 (P1)
P1

40

P2
Konsentrasi 2 g l-1 (P2)

20

P3
Konsentrasi 3 g l-1 (P3)

0
0

2

4

6

8

10

12

14

16

MSP (Minggu Setelah Perlakuan)

Panjang Cabang (cm)

Gambar 1 Pertumbuhan panjang cabang tanaman jambu kristal dengan perlakuan
pupuk daun
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

a

Kontrol (P0)
P0

a
a a

Konsentrasi 1 g l-1 (P1)
P1
Konsentrasi 2 g l-1 (P2)
P2

a a a a

Konsentrasi 3 g l-1 (P3)
P3
a

0 MSP

16 MSP

a
a a

Pertambahan

Gambar 2 Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap panjang cabang tanaman
jambu kristal

13
Perlakuan pupuk daun juga tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
diameter cabang (Gambar 4). Rata-rata ukuran diameter cabang pada 16 MSP yaitu
10.1 mm, dengan laju pertumbuhan sebesar 0.3 mm minggu-1. Grafik pertumbuhan
diameter cabang tanaman jambu kristal selama percobaan dapat dilihat pada
gambar 3. Pertumbuhan diameter cabang pada tanaman terjadi karena adanya
aktivitas kambium pembuluh. Kambium menghasilkan sel-sel baru yang
memperluas diameter cabang dengan membentuk xilem sekunder ke bagian dalam
dan floem sekunder ke bagian luar (Darmandi et al. 2008)
Diameter Cabang (Mm)

12
10
8
Kontrol (P0)
P0

6

Konsentrasi 1 g l-1 (P1)
P1

4

Konsentrasi 2 g l-1 (P2)
P2

2

Konsentrasi 3 g l-1 (P3)
P3

0
0

2

4

6

8

10

12

14

16

MSP (Minggu Setelah Perlakuan)

Gambar 3 Pertumbuhan diameter cabang tanaman jambu kristal dengan perlakuan
pupuk daun
a

Diameter Cabang (mm)

12

a a

10
8

Kontrol (P0)
P0

a

Konsentrasi 1 g l-1 (P1)
P1
Konsentrasi 2 g l-1 (P2)
P2

a a a a

Konsentrasi 3 g l-1 (P3)
P3

6

a a
a a

4
2
0

0 MSP

16 MSP

Pertambahan

Gambar 4 Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap diameter cabang tanaman
jambu kristal
Jumlah daun merupakan salah satu peubah pengamatan yang penting dalam
pertumbuhan suatu tanaman karena proses fotosintesis terjadi di daun. Jumlah daun
pada suatu tanaman akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya
umur tanaman, seperti pada percobaan dimana jumlah daun tanaman jambu kristal
untuk semua perlakuan mengalami peningkatan di setiap minggu pengamatan
(Gambar 5).

Jumlah Daun (Helai)

14
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0

Kontrol (P0)
P0
Konsentrasi 1 g l-1 (P1)
P1
Konsentrasi 2 g l-1 (P2)
P2
Konsentrasi 3 g l-1 (P3)
P3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
MSP (Minggu Setelah Perlakuan)

Gambar 5 Pertumbuhan jumlah daun tanaman jambu kristal dengan perlakuan
pupuk daun

Jumlah daun (helai)

Perlakuan pupuk daun berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman
jambu kristal. Pupuk daun dengan konsentrasi 1 g l-1 memiliki jumlah daun tertinggi
dibandingkan dengan konsentrasi 2 g l-1, 3 g l-1, maupun kontrol pada 16 MSP, yaitu
sebanyak 1 699.8 helai, kemudian diikuti oleh konsentrasi 3 g l-1, 2 g l-1, dan kontrol
(Gambar 6). Hal ini sesuai dengan penelitian Yasin (2009) yang menyatakan bahwa
pupuk daun NPK (20:20:20) dengan konsentrasi 1 g l-1 optimum untuk
pertambahan jumlah daun tanaman cabai. Konsentrasi pupuk daun 1 g l-1 pada
percobaan diduga mampu merangsang pertambahan panjang cabang dan
pertumbuhan tunas baru, sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan daun baru
pada setiap minggunya. Adanya peningkatan jumlah daun diduga disebabkan oleh
respon tanaman yang diberikan pupuk daun berlangsung lebih cepat dibandingkan
dengan kontrol. Lingga dan Marsono (2007) menjelaskan bahwa salah satu
keuntungan pemupukan melalui daun adalah penyerapan haranya berjalan lebih
cepat daripada pemupukan melalui akar.
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0

P0
Kontrol (P0)

a
b

P1
Konsentrasi 1 g l-1 (P1)

b b

P2
Konsentrasi 2 g l-1 (P2)

a
b

b b

P3
Konsentrasi 3 g l-1 (P3)

a a a a

0 MSP

16 MSP

Pertambahan

Gambar 6 Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap jumlah daun tanaman jambu
kristal
Perlakuan pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman
jambu kristal pada 4 bulan setelah perlakuan (BSP) maupun pertambahannya
(Gambar 8). Rata-rata luas daun sebelum percobaan (0 BSP) yaitu 18 991.7 cm2 23 035.5 cm2 dan pada akhir percobaan 70 291.3 cm2 - 82 500.8 cm2, dengan ratarata pertambahan luas daun sebesar 51 744.5 cm2. Luas daun mengalami
peningkatan di setiap bulan pengamatan pada semua perlakuan (Gambar 7).

Luas daun (cm2)

15
90000
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0

Kontrol (P0)
P0
Konsentrasi 1 g l-1 (P1)
P1
Konsentrasi 2 g l-1 (P2)
P2
Konsentrasi 3 g l-1 (P3)
P3
0

1
2
3
BSP (Bulan Setelah Perlakuan)

4

Luas daun (cm2)

Gambar 7 Pertumbuhan luas daun tanaman jambu kristal dengan perlakuan pupuk
daun
90000
80000
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0

P0
Kontrol (P0)

a
a

P1
Konsentrasi 1 g l-1 (P1)

a a

Konsentrasi 2 g l-1 (P2)
P2

a
a a
a

Konsentrasi 3 g l-1 (P3)
P3

a a a a

0 BSP

4 BSP

Pertambahan

Gambar 8 Pengaruh perlakuan pupuk daun terhadap luas daun tanaman jambu
kristal
Perlakuan pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil
daun, baik klorofil a, klorofil b, maupun klorofil total, serta kandungan N total daun
tanaman jambu kristal pada akhir percobaan (Tabel 3). Hal ini terjadi karena
klorofil daun dipengaruhi oleh luas daun yang berkaitan dengan penangkapan
cahaya oleh daun (Nursyiva 2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan
klorofil daun, antara lain: gen, cahaya, dan unsur N, Mg, Fe sebagai pembentuk dan
katalis dalam sintesis klorofil (Salisbury dan Ross 1995). Kandungan klorofil a dan
b pada daun akan tinggi apabila daun memiliki kemampuan dalam menangkap
energi radiasi cahaya secara efisien, yang biasanya dikaitkan dengan luas daun
(Setiari dan Nurchayati 2009). Luas daun yang besar dengan bentuk tajuk tanaman
serta susunan daun yang ideal akan mampu menyerap cahaya lebih besar
(Soedradjad 2005). Luas daun pada percobaan memiliki rata-rata yang sama pada
setiap perlakuan, sehingga untuk kandungan klorofil daun juga memiliki rata-rata
yang sama (tidak berbeda nyata) antar perlakuannya.
Kandungan N pada daun juga dipengaruhi oleh penerimaan cahaya oleh daun,
dalam hal ini adalah luas daun, dimana penerimaan cahaya yang tinggi
menyebabkan kandungan N daun rendah, dan penerimaan cahaya rendah (contoh
pada tanaman ternaungi) menyebabkan kandungan N daun tinggi (Pradnyawan et
al. 2005). Luas daun pada percobaan memiliki rata-rata yang sama pada setiap

16
perlakuan, sehingga kandungan N total daun juga memiliki rata-rata yang sama
(tidak berbeda nyata) antar perlakuannya, seperti pada kandungan klorofil daun.
Tabel 3 Pengaruh pupuk daun terhadap kandungan klorofil dan unsur N total daun
tanaman jambu kristal
N Total
Klorofil a
Klorofil b
Klorofil total
Konsentrasi
-1
pupuk daun
(%)
................mg g daun segar ................
2.28 a
P0 (Kontrol)
1.41 a
0.52 a
1.93 a
2.35 a
P1 (1 g l-1)
1.55 a
0.55 a
2.10 a
2.30 a
P2 (2 g l-1)
1.48 a
0.52 a
2.00 a
P3 (3 g l-1)
KK (%)

1.58 a
14.87

0.58 a
17.77

2.16 a
15.56

2.37 a
8.26

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf α=5%

Rata-rata kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total daun bertututturut adalah 1.51 mg g-1, 0.54 mg g-1, dan 2.05 mg g-1, sedangkan kandungan unsur
N total daun berkisar antara 2.28-2.37% (Tabel 3). Nilai kandungan klorofil total
dan N total daun tersebut berkorelasi positif dengan nilai korelasi sebesar 0.992,
yang berarti semakin tinggi kandungan klorofil total daun maka semakin tinggi pula
kandungan unsur N total pada daun. Hal ini sesuai dengan penelitian Effendi et al.
(2012) yang menyatakan bahwa nilai klorofil meter berkorelasi positif dengan
kadar N total daun pada tanaman jagung hibrida.
Pertumbuhan Generatif Tanaman Jambu Kristal
Terdapat 4 peubah yang diamati pada pertumbuhan generatif tanaman jambu
kristal, yaitu jumlah kuncup bunga, jumlah bunga mekar, jumlah buah, dan
diameter buah. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi pupuk daun
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah kuncup bunga dan jumlah buah, serta
berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga mekar, namun tidak berpengaruh nyata
terhadap diameter buah. Data jumlah kuncup bunga, jumlah bunga mekar, dan
jumlah buah diperoleh dari data akumulasi pengamatan dari 0 MSP hingga 16 MSP,
sedangkan data diameter buah diperoleh dari buah yang berumur 1 hingga 12
minggu dari terbentuknya set buah.
Jumlah kuncup bunga pada tanaman jambu kristal mengalami pertambahan
di setiap minggunya (Gambar 9), dimana jumlah kuncup bunga tertinggi diperoleh
pada perlakuan pupuk daun konsentrasi 2 g l-1. Jumlah kun