Perencanaan Lanskap Pantai Pangandaran Berbasis Mitigasi Bencana Tsunami

PERENCANAAN LANSKAP PANTAI PANGANDARAN
BERBASIS MITIGASI BENCANA TSUNAMI

RIZKY RAHADIAN RAMDHANY

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap
Pantai Pangandaran Berbasis Mitigasi Bencana Tsunami adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir penelitian ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016
Rizky Rahadian Ramdhany

ABSTRAK
RIZKY RAHADIAN RAMDHANY. Perencanaan Lanskap Pantai Pangandaran
Berbasis Mitigasi Bencana Tsunami. Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW.
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki panjang garis pantai sekitar
81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2. Oleh karena itu, sekitar 80 persen
kegiatan ekonomi Indonesia terkait dengan wilayah pesisir. Beberapa wilayah
pesisir di Indonesia termasuk pada daerah yang beresiko tinggi terhadap ancaman
tsunami apabila mengacu kepada peta Indeks Resiko Bencana Indonesia yang
dikeluarkan oleh Badan Nasional Penaggulangan Bencana. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengembangkan perencamaam kawasan Pangandaran dan
memberikan rekomendasi terkait mitigasi bencana tsunami. Bencana tsunami
pernah terjadi dilokasi yang diteliti, yaitu pada tahun 2006. Penelitian ini
menggunakan metode perencanaan modifikasi (Gold 1980) yang terdiri dari tahap
persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Analisis yang dilakukan
adalah analisis kerentanan kawasan terhadap bencana tsunami. Analisis kerentanan
dilakukan guna mengetahui strategi mitigasi yang perlu diterapkan pada daerah
dengan kerentanan yang sangat tinggi terhadap bencana tsunami dalam upaya

mengurangi tingkat resiko yang terjadi ketika bencana tsunami terjadi. Hasil
analisis menyatakan bahwa Pantai Pangandaran dapat diklasifikasikan pada
kawasan dengan tingkat kerentanan terhadap ancaman tsunami yang sangat tinggi
berdasarkan penilian terhadap kemiringan, ketinggian, tata guna lahan, jarak dari
sungai dan jarak dari pantai. Analisis kesesuaian area untuk evakuasi bencana
dilakukan guna menentukan area yang tepat dijadikan sebagai tempat evakuasi
bencana tsunami. Konsep perencanaan dibagi menjadi konsep ruang, konsep
aktivitas, konsep sarana prasarana, konsep sirkulasi dan konsep vegetasi. Konsep
yang ada kemudian dikembangkan sehingga menghasilkan suatu rencana lanskap,
rencana aktivitas, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, dan rencana fasilitas sarana
prasarana.
Kata kunci: pesisir, mitigasi, Pangandaran, perencanaan, tsunami

ABSTRACT
RIZKY RAHADIAN RAMDHANY. Coastal Planning in Pangandaran Based on
Tsunami Disaster Mitigation. Supervised by AFRA DN MAKALEW.
The Indonesian archipelago has a long coastline of about 81,000 km and the
sea area of about 3.1 million km2. Therefore, about 80 percent of Indonesia's
economic activities are associated with coastal areas. Some coastal areas in
Indonesia, classified in areas with high risk of tsunami, referring to a map of

Indonesia Disaster Risk Index released by the National Board for Disaster
Management. The objective of this research was to develop a coastal planning in
Pangandaran and provide recommendations related to tsunami disaster mitigation.
The tsunami ever occurred at the site studied, namely in 2006. The method used in
this study is a modification of the method of planning (Gold 1980) which comprise
the step of preparation, inventory, analysis, synthesis, and planning. Analysis is

conducted analysis of regional vulnerability to tsunamis. Vulnerability analysis was
conducted to determine the mitigation strategies that need to be implemented in
areas with very high vulnerability to the tsunami disaster in an effort to reduce the
level of risk that occurs when the tsunami struck. The results from the analysis
found that Pangandaran beach is classified as an area highly vulnerable to tsunami,
based on an assessment of the slope, elevation, land use, distance from the river and
distance from the coast. Analysis of the suitability of the area for evacuation was
conducted to determine the exact area used as a tsunami evacuation.. The concept
of planning is divided into space concept, the concept of activity, the concept of
infrastructure, circulation concept and the concept of vegetation. The concept that
there is then developed to produce a landscape plan, plan activities, circulation plan,
vegetation plans, and plan infrastructure facilities.
Keywords: coastline, mitigation, Pangandaran, planning, tsunami


PERENCANAAN LANSKAP PANTAI PANGANDARAN
BERBASIS MITIGASI BENCANA TSUNAMI

RIZKY RAHADIAN RAMDHANY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Arsitektur Lanskap
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2016
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau
menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Pantai Pangandaran Berbasis Mitigasi
Bencana Tsunami
Nama
: Rizky Rahadian Ramdhany
NIM
: A44110055

Disetujui oleh

Dr. Ir. Afra DN Makalew, M.Sc
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh


Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini. Penelitian
dengan judul Perencanan Lanskap Pantai Pangandaran Berbasis Mitigasi Bencana
Tsunami ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari
Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat masukan, arahan dan bimbingan
serta kritik dan saran dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta ayah dan mama, serta adikku Rizal Rahadian
Ramdhany, S. KH yang memberikan doa, kesempatan, kepercayaan,
arahan, nasehat, dukungan penuh serta kasih sayang;
2. Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah
sabar membimbing dan berbagi ilmu yang sangat berguna selama masa

penelitian ini;
3. Bapak Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si selaku Pembimbing Akademik, atas
nasehat dan bimbingannya;
4. Segenap dosen Departemen Arsitektur Lanskap atas ilmu dan
bimbingannya; segenap staf kependidikan Departemen Arsitektur Lanskap
atas bantuan dan kemudahan administrasi yang telah diberikan kepada
penulis;
5. Segenap keluarga besar Paguyuban Mahasiswa Bandung dan Angklung
PAMAUNG Institut Pertanian Bogor
6. Teman-teman ARL Angkatan 48 untuk pahit-manisnya pertemanan serta
pertualangan dan perjuangan di ARL yang telah memberi makna dan
warna dalam kehidupan;
7. Keluarga besar ARL dari semua angkatan dan semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan pada penulis, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, permohonan maaf dan rasa terima kasih untuk
semuanya.
Penulis menyadari masih terdapatnya kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
penulis terbuka terhadap berbagai masukan, saran dan kritik untuk kelengkapan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.


Bogor, 2016
Rizky Rahadian Ramdhany

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Kerangka Pikir

1
1
2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan lanskap
Tsunami
Mitigasi Bencana
Mitigasi Tsunami

4
4
4
7
8


METODE
Lokasi dan Waktu
Batasan Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Penelitian

12
12
12
13
13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Keadaan pra-pasca tsunami
Aspek Biofisik
Topografi
Geologi dan Jenis Tanah
Iklim
Sarana dan Prasarana

Tata Guna Lahan
Vegetasi
Visual
Aspek Fungsional
Jenis Wisata
Fasilitas
Tingkat Kunjungan Wisata
Aspek Sosial Ekonomi Budaya
Demografi Penduduk
Keadaan Ekonomi dan Pendidikan
Analisis Tingkat Kerentanan (Vulnerability) terhadap Tsunami
Analisis Kerentanan Kemiringan Daratan (slope) terhadap Tsunami
Analisis Kerentanan Ketinggian (Elevasi) terhadap Tsunami
Analisis Kerentanan Penggunaan Lahan terhadap Tsunami
Analisis Kerentanan Jarak dari Garis Pantai terhadap Tsunami
Analisis Kerentanan Jarak dari Sungai terhadap Tsunami
Kerentanan Kawasan Kecamatan Pangandaran terhadap Tsunami
Analisis Kesesuaian Area untuk Evakuasi Bencana Tsunami

18
18
19
21
21
24
25
25
26
27
28
28
28
29
31
31
31
31
32
34
35
36
37
38
39
41

Sintesis
Konsep
Konsep Ruang
Konsep Aktivitas
Konsep Fasilitas, Sarana dan Prasarana
Konsep Sirkulasi
Konsep Vegetasi
Perencanaan
Rencana Tata Ruang
Rencana Aktivitas
Rencana Fasilitas, Sarana dan Prasarana
Rencana Sirkulasi
Rencana Vegetasi
Rencana Daya Dukung

44
44
44
46
47
48
48
49
49
57
58
60
61
62

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

65
65
65

DAFTAR PUSTAKA

66

RIWAYAT HIDUP

68

DAFTAR TABEL
1 Intensitas tsunami
2 Waktu pelaksanaan penelitian
3 Bentuk dan jenis data
4 Klasifikasi kemiringan untuk kawasan wisata dan evakuasi bencana
5 Data ketinggian dari permukaan laut di Kecamatan Pangandaran
6 Penggunaan lahan berdasarkan desa di Kecamatan Pangandaran
7 Luas penggunaan lahan di Kecamatan Pangandaran
8 Jumlah penduduk menurut kewarganegaraan di Kecamatan Pangandaran
9 Matriks kerentanan bencana tsunami
10 Selang kelas kerentanan terhadap tsunami
11 Kesesuaian ketinggian untuk area evakuasi bencana tsunami
12 Kesesuaian ruang untuk area evakuasi bencana tsunami
13 Jenis dan fungsi tanaman
14 Rencana tata ruang, aktivitas dan fasilitas
15 Rencana jalur sirkulasi
16 Daya dukung

6
13
15
22
23
24
27
31
33
40
41
41
49
54
61
62

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian
2 Ilustrasi break water system
3 Tetrapod
4 Shelter tsunami
5 STATIM shelter tsunami
6 Seawall
7 Peta lokasi penelitian, Pantai Pangandaran-Jawa Barat
8 Bagan alir penelitian berdasarkan proses perencanaan
9 Peta administrasi Kecamatan Pangandaran
10 Peta Indeks Resiko Bencana Tsunami Indonesia (IRBI)
11 Kerusakan akibat tsunami di Pantai Pangandaran
12 Ketinggian run-up tsunami Pangandaran 17 Juli 2006 di berbagai
lokasi pesisir selatan Jawa (IOC-ITIC, 2006)
13 Peta kemiringan Kecamatan Pangandaran
14 Peta ketinggian Kecamatan Pangandaran
15 Peta jenis tanah Kecamatan Pangandaran
16 Peta geologi Kecamatan Pangandaran
17 Peta penggunaan lahan Kecamatan Pangandaran
18 Good view Pantai Pangandaran
19 Bad view Pantai Pangandaran
20 Peta fasilitas di objek wisata Pantai Pangandaran
21 Fasilitas wisata objek wisata Pantai Pangandaran
22 Rambu evakuasi di objek wisata Pantai Pangandaran
23 Peta kerentanan kemiringan terhadap tsunami
24 Peta kerentanan ketinggian terhadap tsunami
25 Peta kerentanan penggunaan lahan terhadap tsunami
26 Peta kerentanan jarak dari pantai terhadap tsunami
27 Peta kerentanan jarak dari sungai terhadap tsunami
28 Peta kerentanan Kecamatan Pangandaran terhadap tsunami
29 Peta kerentanan objek wisata Pantai Pangandaran terhadap tsunami
30 Peta kesesuaian ketinggian untuk area evakuasi bencana tsunami
31 Peta kesesuaian untuk area evakuasi bencana tsunami
32 Diagram konsep ruang
33 Alur konsep
34 Rencana Blok
35 Konsep sirkulasi
36 Diagram konsep vegetasi
37 Perbesaran area escape building
38 Rencana lanskap
39 Perbesaran area wisata, konservasi dan escape building
40 Strategi cara pencegahan
41 Strategi cara memperlambat
42 Strategi cara pengendalian
43 Strategi cara merintangi
44 Sistem kerja Tsunami Early Warning System (TEWS)
45 Contoh rambu evakuasi

3
9
9
10
10
11
12
14
18
19
20
21
22
23
24
25
27
28
28
29
30
30
34
35
36
37
38
39
40
42
43
44
45
46
48
49
50
51
53
55
55
55
56
58
59

46 Escape Building
47 Menara sirine peringatan tsunami
48 Jalur evakuasi bencana tsunami pantai Pangandaran
49 Ilustrasi vegetasi pelindung pantai barat Pangandaran
50 Ilustrasi vegetasi pelindung pantai timur Pangandaran

59
59
60
63
64

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki panjang garis pantai sekitar
81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2. Oleh karena itu, sekitar 80 persen
kegiatan ekonomi Indonesia terkait dengan wilayah pesisir. Diperkirakan 22%
jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 41 juta jiwa tinggal dan mata
pencahariannya memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di daerah pesisir dan
laut (Nurududja, Aminah, dan Sukarman 2004 dalam Chomariyah 2007). Kawasan
pesisir juga merupakan salah satu daerah yang rawan terhadap bencana alam.
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011, sebagian besar
desa yang terletak di kawasan pesisir akan sangat rawan terkena bencana gempa
bumi dan tsunami. Selain itu, 700 desa Sumatra dan Jawa dan 2000 desa di pesisir
Indonesia rawan rob atau gelombang pasang. Sementara Sunarto dan Marfai (2012),
menyampaikan bahwa daerah yang rawan terhadap ancaman bencana tsunami
meliputi sepanjang pantai barat Sumatra, Pantai selatan Jawa hingga ke timur Bali
dan ke utara meliputi kawasan pesisir Papua dan Sulawesi.
Sudrajat (1997) memasukkan wilayah Jawa bagian selatan ke dalam
kelompok pantai yang rawan terhadap bencana tsunami berdasarkan tektonik
penyebab gempa bumi. Salah satu dari wilayah pesisir yang rawan akan bencana
yaitu Pantai Pangandaran. Pantai Pangandaran merupakan salah satu objek wisata
yang terkenal di Indonesia. Menurut data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Ciamis, Pantai Pangandaran termasuk dalam salah satu tempat tujuan
wisata Indonesia favorit di tahun 2012 dengan jumlah pengunjung sebanyak
936,616 orang atau mengalami kenaikan jumlah pengunjung sebesar 12,42%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara geografis Pangandaran terletak
antara 07041’15,8” LS dan 108039’33,2” BT. Keadaan topografinya landai dengan
ketinggian rata–rata berkisar 0 – 20 m di atas permukaan laut. Berdasarkan
klasifikasi Schmidt & Ferguson pangandaran memiliki curah hujan rata – rata 3196
mm/tahun. Suhu berkisar antara 25°C-35°C dengan kelembaban 80-90% (Nandi
2007).
Wilayah pesisir Pangandaran telah mengalami gempa bumi disertai tsunami
pada 5 tahun yang lalu. Pada tanggal 17 Juli 2006 tepatnya pukul 15:19 WIB telah
terjadi gempa bumi di sebelah selatan pantai Pangandaran. Gempa tersebut terjadi
di koordinat 9,33 LS dan 107,26 BT pada kedalaman 10 km berkekuatan 7,7 SR
dan titik pusat gempa terjadi di Samudera Hindia sebelah selatan Kabupaten
Ciamis, serta lokasi pusat gempa terletak 245 km di sebelah selatan Tasikmalaya
(Kongko 2011). Mengacu pada peta resiko tsunami di Pangandaran dari
Kementrian Pekerjaan Umum tahun 2007, Pantai Pangandaran tergolong kedalam
kawasan dengan resiko kerentanan terhadap tsunami yang tinggi. Pantai
Pangandaran merupakan salah satu kawasan di selatan Jawa yang memiliki potensi
terjadinya bencana tsunami disebabkan adanya aktivitas tektonik di selatan Jawa
yaitu adanya tujaman ke utara lempeng Indo-Australia dibawah lempeng Eurasia
dengan arah mendekati normal terhadap palung (Rohadi, 2009). Bentuk mitigasi
seperti jalur evakuasi dan acuan terkait pemanfaatan ruang di Pantai Pangandaran

2
sebenarnya sudah pernah dibuat oleh Kementrian Pekerjaan Umum Indonesia pada
tahun 2007, namun bentuk mitigasi bencana tsunami seperti pemanfaatan dan
penataan vegetasi sebagai salah satu elemen dalam lanskap untuk menunjang
mitigasi bencana belum dilakukan serta diperlukannya penataan ulang terkait
pemanfaat lahan berbasis mitigasi bencana di Pantai Pangandaran. Oleh karena itu,
perlu adanya perencanaan kawasan berbasis mitigasi bencana tsunami sebagai
upaya pencegahan dan menyiapkan Pangandaran dengan lebih baik untuk
menghadapi tsunami berikutnya yang tidak dapat diduga kapan datangnya. Hal ini
perlu dilakukan mengingat pantai Pangandaran yang terletak di Kecamatan
Pangandaran memiliki populasi yang cukup padat yaitu sebesar 56.998
(Pangandaran dalam angka, 2013). Perencanaan lanskap berbasis mitigasi bencana
yang menyesuaikan dengan jalur evakuasi yang telah dibuat oleh pemerintah
dengan memanfaatkan vegetasi sebagai salah satu elemen dalam perencanaan
diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang bersifat berkelanjutan.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan rekomendasi terkait
mitigasi bencana tsunami di Pantai Pangandaran. Tujuan khusus penelitian dalam
merencanakan Pantai Pangandaran adalah :
1. mengidentifikasi fisik, biofisik, sosial budaya, fungsional, dan aspek legal di
Pantai Pangandaran, dan
2. menyusun perencanaan pantai Pangandaran serta rekomendasi terkait mitigasi
bencana tsunami.

Manfaat Penelitian
1.

2.

3.

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
bagi pemerintah: untuk menciptakan suatu kawasan yang berfungsi sebagai
area mitigasi bencana selain fungsinya sebagai kawasan wisata yang dapat
meningkatkan devisa daerah Pangandaran,
bagi masyarakat: sebagai wadah untuk belajar lebih banyak tentang bagaimana
mengantisipasi dan menanggulangi bencana serta hal yang harus dilakukan
ketika bencana terjadi, dan
bagi mahasiswa: sebagai sarana untuk pengabdian masyarakat dengan ilmu
yang telah dimiliki yang dipergunakan untuk kepentingan orang banyak. Serta
mengembangkan ide-ide dan kreasi langsung kepada masyarakat.
Kerangka Pikir

Pangandaran sebagai kawasan yang berpotensi mengalami bencana tsunami
tentunya harus selalu siaga dalam menghadapi ancaman bencana tsunami. Pantai
Pangandaran sebagai salah satu tempat wisata dengan tingkat pengunjung wisata
yang tinggi di Provinsi Jawa Barat tentunya harus mampu menyediakan suatu ruang
wisata yang siaga terhadap potensi bencana tsunami yang terjadi. Sehingga guna
mempersiapkan Pantai Pangandaran yang siaga terhadap bencana tsunami
diperlukan suatu perencanaan terkait kebutuhan ruang mitigasi. Aspek mitigasi

3
yang dinilai berupa topografi, penggunaan lahan dan jarak dari garis pantai guna
mengetahui tingkat kerentanan Pantai Pangandaran terhadap bencana tsunami.
Tingkat kerentanan Pantai Pangandaran terhadap tsunami dapat dijadikan sebagai
acuan guna menyusun perencanaan lanskap di Pantai Pangandaran berbasis mitigasi
bencana tsunami. Alur kerangka pemikiran penelitan perencanaan lanskap Pantai
Pangandaran berbasis mitgasi bencana tsunami dapat dilihat pada gambar 1.
Pantai Pangandaran Rawan Bencana Tsunami

Kebutuhan Ruang Mitigasi

Aspek Mitigasi Bencana Tsunami

Topografi

Penutupan Lahan

Jarak dari garis pantai

Zona Kerentanan Pantai Pangandaran

Lanskap Pantai Berbasis Mitigasi

Perencanaan Lanskap Pantai Pangandaran Berbasis
Mitigasi Bencana Tsunami
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan lanskap
Perencanaan merupakan langkah atau cara yang dilakukan secara sistematik
untuk mencapai kondisi lanskap yang ideal. Menurut Arsyad (1999), perencanaan
adalah suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan
atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk emncapai
tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Sedangkan menurut Tarigan
(2005) perencanaan secara umum adalah menetapkan suatu tujuan yang dapat
dicapai setelah memperhatikan faktor-faktor pembatas dalam mencapai tujuan
tersebut memilih serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan
tersebut. Maka perencanaan harus memperhatikan upaya pengelolaan lingkungan
hidup yang lestari (Subroto, 2003). Langkah-langkah yang dilakukan dalam
perencanaan lanskap adalah:
1. identifikasi potensi ruang,
2. identifikasi faktor penghambat pengembangan ruang,
3. identifikasi kebutuhan dan kepentingan pengembangan,
4. identifikasi spesifikasi kegiatan pembangunan dan dampaknya terhadap
5. komponen lanskap,
6. identifikasi koneksitas antar kegiatan dengan daya dukung ruang, dan
7. identifikasi dan analisis kebijakan dan peraturan yang relevan mendukung
pemanfaatan ruang secara sustainable (Subroto, 2003).
Begen (2004) mendefinisikan bahwa wilayah pesisir di daratan sebagai
wilayah daratan yang berbatasan dengan laut, yang masih dipengaruhi oleh prosesproses laut seperti pasang surut, angin laut, dan intrusi garam. Lanskap pesisir
merupakan peralihan antara daratan dan lautan. Definisi wilayah pesisir yang
digunakan di Indonesia adalah pertemuan antara daerah darat dan laut, ke arah darat
wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang
masih di pengaruhi sifat –sifat laut seperti pasang laut, angin laut dan perembesan
air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan
aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto 1976 dalam Dahuri et all. 2004)
Perencanaan lanskap pesisir merupakan suatu bentuk alat yang sistematis
yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan,
pengarahan atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan pembangunan.
Perencanaan lanskap pesisir ini akan menghasilkan suatu kawasan yang saling
terintegrasi satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan manusia dan alam sekitar.

Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang: 津 波 ; tsu = pelabuhan, name =
gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan (D.C Walter, 1988).
Tsunami adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan
laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa

5
disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi
bawah laut, longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami
dapat merambat ke segala arah. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena
tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh
aliran gelombang tsunami (HanimU, 2012).
Menurut Beni (2006), Tsunami adalah istilah yang berasal dari bahasa Jepang
yang kini telah menjadi istilah internasional. Tsunami adalah istilah untuk
menyatakan gelombang besar luar biasa yang datang menyerang tiba-tiba
menghempas ke pantai dan mampu menjalar dengan kecepatan hingga lebih dari
900 km/jam, terutama diakibatkan oleh gempa bumi yang terjadi di dasar laut.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
No. 4 tahun 2008, Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya
gempa bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut. Namun
tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami. Syarat utama
timbulnya tsunami adalah adanya deformasi (perubahan bentuk yang berupa
pengangkatan atau penurunan blok batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam skala
yang luas) di bawah laut. Terdapat empat faktor pada gempa bumi yang dapat
menimbulkan tsunami, yaitu: 1) pusat gempa bumi terjadi di Iaut, 2) Gempa bumi
memiliki magnitude besar, 3) kedalaman gempa bumi dangkal, dan 4) terjadi
deformasi vertikal pada lantai dasar laut. Gelombang tsunami bergerak sangat
cepat, mencapai 600-800 km per jam, dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20
m.
Menurut Arnold (1986) dalam Diposaptono dan Budiman (2005) Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan tinggi di dunia.
Tsunami merupakan gelombang yang disebabkan oleh adanya pergerangan
lempeng bumi di bawah laut. Pergeseran lempeng bumi pada bawah laut yang
menyebabkan terjadinya tsunami dapat disebabkan oleh tiga tipe aktivitas geologi
bumi: gempa bumi, longsor, dan lentusan vulkanik. Tsunami umumnya terjadi
karena gempa bumi dilaut, longsornya dasar laut, meletusnya gunung api, dan
kejatuhan meteor. Aktivitas kegempaan di selatan Jawa dekade ini lebih aktif
dibandingkan dengan dekade sebelumnya berdasarkan katalog kegempaan.
Subduksi di selatan Jawa masih akttif, hal itu bisa dilihat dari aktivitas gempa yang
terjadi di Jawa selama kurun waktu 1976 sampai 2012 pernah terjadi gempa mulai
dari 6,4 Mw sampai 7,8 Mw (Sofyan, 2012) . Beberapa gempa pernah menyebabkan
terjadinya tsunami yaitu gempa Banyuwangi 1996 yang mengakibatkan kerusakan
yang masif di wilayah Lumajang, Jember, dan Banyuwangi serta Pangandaran pada
tahun 2006 (Maramai dan Tinti, 1997). Menurut hasil inventarisasi korban dan
kerusakan, yang diperoleh dari Bappeda kabupaten yang terkena dampak bencana
di Pangandaran sejumlah 659 korban jiwa. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 6/PRT/M/2009. Secara tipikal tsunami terbagi atas:
1. Tsunami lokal
Tsunami lokal berhubungan dengan episentrum gempa tsunami di sekitar
pantai, sehingga waktu tempuhnya mulai dari awal sumber ke tempat masyarakat
pantai dapat berlangsung antara 5 sampai 30 menit. Lokasi di atas daerah
episentrum, akan menerima peringatan tsunami kira-kira 5 menit setelah kejadian
gempa, yang merupakan waktu peringatan paling sesuai dengan teknologi terkini.
Korban jiwa dan yang terluka akan berkurang, jika masyarakat dapat lari
berevakuasi ke tempat yang lebih tinggi segera setelah merasakan gempa tanpa

6
menunggu peringatan dari petugas setempat. Oleh karena itu, diperlukan informasi
dan program pelatihan masyarakat secara efektif.
2. Tsunami berjarak
Tsunami berjarak adalah jenis tsunami yang paling umum terjadi di
sepanjang Pantai Pasifik dari Amerika Serikat. Contohnya gelombang di daerah
Pasifik yang melintasi lautan sehingga energinya agak berkurang sebelum
menghempas pesisir pantai Amerika Serikat. Jarak untuk mencapai pantai
bervariasi antara 5.5 jam sampai 18 jam, bergantung pada pusat tsunami, struktur
tsunami, jarak sumber dan arah pendekatan. Skala intensitas yang sering
digunakan adalah skala intensitas magnitude tsunami Abe (1993). Abe
memperkenalkan suatu cara untuk mengukur tsunami berjarak (distant tsunami)
dengan data tsunami yang terjadi di Samudera Pasifik dan Jepang. Skala intensitas
tersebut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Intensitas Tsunami
I

Tinggi
run up (m)
0.5

II

1

III

2

IV

4

V

8

VI

16

Intensitas

Sumber : Menpu, 2009

Deskripsi Tsunami
Amat kecil. Gelombang sangat lemah dan
hanya terdeteksi pada catatan pasang
surut
Kecil. Gelombang dapat terlihat oleh
orang yang tinggal disekitar pantai.
Tsunami menyebabkan banjir pada pantai
yang landai. Perahu kecil terdorong ke
pantai. Terjadi kerusakan ringan pada
bangunan yang terletak dekat pantai. Pada
daerah muara arus sungai berbalik.
Besar. Terjadi banjir di daerah pantai.
Terjadi penggerusan ringan pada tanah.
Tanggul rusak, keruskan ringan pada
bangunan dekat pantai. Perahu besar
terhempas ke daratan atau terbawa arus ke
laut.
Amat besar. Seluruh bagian pantai
tergenang. Dermaga dan bangunan
6 tructural dekat pantai rusak. Terjadi
penggerusan pada tanaman darat. Pantai
dikotori oleh benda mengapung, ikan dan
bintang laut. Semua perahu terdampar ke
daratan atau terbawa arus ke laut.
Manusia tenggelam dan gemuruh suara
gelombang
Menghancurkan.
Semua
struktur
bangunan mengalami kerusakan total atau
sebagian besar rusak. Banjir di pantai
yang cukup dalam. Kapal-kapal besar
mengalami kerusakan. Pohon-pohon
tercabut dan rusak oleh gelombang.

Frekuensi
1 kali tiap 4
bulan
1 kali tiap 4
bulan
1 kali tiap 8
bulan

1 kali per 10
tahun

7
Mitigasi Bencana
Mitigasi merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak
yang terjadi akibat bencana terhadap manusia, struktur bangunan, ekonomi, sistem
sosial dan lingkungan (Pardeep, 2001). Mitigasi dibuat untuk mengurangi resiko
terhadap bahaya kerentanan maupun kerusakan. Mitigasi fokus terhadap bencana
yang disebabkan oleh alam dan usaha untuk meminimalisir kerugian bencana
kepada masyarakat. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21
Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Mitigasi
didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari
bencana, Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. (UU No 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum,
Pasal 1 angka 9) (PP No 21 Tahun 2008, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 6)
Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk
mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan
bencana. (UU No 24 Tahun 2007 Pasal 47 ayat (1). Mitigasi bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak
yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan
rawan bencana. (PP No 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat (1)baik bencana alam, bencana
ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau
masyarakat. Dalam konteks bencana, dekenal dua macam yaitu (1) bencana alam
yang merupakan suatu serangkaian peristiwa bencana yang disebabkan oleh faktor
alam, yaitu berupa gempa, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan tanah longsor, dll. (2) bencana sosial merupakan suatu bencana yang
diakibatkan oleh manusia, seperti konflik sosial, penyakit masyarakat dan teror.
Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu
titik tolak utama dari manajemen bencana. Ada empat hal penting dalam mitigasi
bencana, yaitu :
a) tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana,
b) sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam
menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana,
c) mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara
penyelamatan diri jika bencana timbul, dan
d) pengauran dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman
bencana.
Alasan untuk fokus terhadap mitigasi bencana termasuk untuk meningkatkan
perekonomian dan biaya sosial terhadap suatu bencana. Eksistensi terhadap usaha
untuk mengurangi dampak bencana dan kerugian biaya merupakan suatu mitigasi
yang secara integral menuju pada “sustainable development”. Menurut Pardeep
(2001) ada lima prinsip dasar yang dapat mendukung dalam upaya mitigasi bencana,
yaitu:
1. pre Mitigasi Bencana dapat membantu mempercepat proses recorvery pada
suatu masyarakat dalam hal permasalahan ekonomi akibat becana,

8
2. tindakan untuk mengurangi dampak suatu bencana akan berakibat pada
besarnya keberagaman suatu bencana terhadap masyarakat, termasuk bencana
yang diakibatkan teknologi,
3. kekuatan tindakan mitigasi akan memberikan evaluasi terhadap kerugian yang
timbul dan akan bersesuaian dengan prioritas terdapat masyarakat yang terkena
dampak,
4. tindakan mitigasi akan melindungi Sumber Daya Alam dan budaya pada suatu
masyarakat, dan
5. program mitigasi yang efektif berdasarkan pada kerjasama antara masyarakat,
pemerintah dan sektor-sektor privat yang terkait.
Menurut UU Republik Indonesia No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana terhadap dua pendekatan dalam mitigasi bencana, yaitu pendekatan secara
struktural dan non struktural. Kedua pendekatan ini meletakkan manusia atau
masyarakat sebagai fokus upaya mitigasi tersebut. Eisner (2005) menguraikan tujuh
prinsip dasar dari mitigasi bencana tsunami yang berasosiasi pada pengurangan
jumlah korban jiwa. Ketujuh prinsip tersebut adalah :
1. mengetahui tingkat risiko komunitas terhadap tsunami, ancaman, kerentanan,
dan tingkat keterpaparan,
2. menghindari pembangunan yang baru di kawasan yang diduga akan mengalami
rambatan gelombang tsunami,
3. mengkaji secara seksama cara membangun di daerah yang diduga akan
mengalami rambatan gelombang tsunami,
4. membangun bangunan dengan desain yang mempertimbangkan kerusakan
akibat tsunami,
5. melindungi pembangunan yang telah ada dengan cara retrofit dan penataan
ulang lahan,
6. memberikan perhatian khusus terhadap infrastruktur dan fasilitas kritis lainnya
untuk mengurangi kerusakan akibat tsunami, dan
7. membuat perencanaan evakuasi.
Mitigasi Tsunami
Ilmu dan teknik tsunami telah dimulai di Jepang, negara yang paling sering
terkena tsunami. Pintu gerbang ilmu pengetahuan tentang tsunami dimulai pada
tahun 1896 oleh akibat tsunami raksasa dengan ketinggian run-up tertinggi 38 m
yang memakan korban 22.000 jiwa. Kunci penting tercatat untuk menyimpulkan
bahwa tsunami ini adalah dihasilkan oleh sebuah "gempa tsunami". Pada tahun
1933, daerah yang sama terkena lagi oleh tsunami raksasa lain. Sebuah sistem
mitigasi total bencana tsunami diusulkan. Relokasi rumah tinggal ke dataran tinggi
adalah yang utama. Penanggulangan tsunami adalah dengan konstruksi struktur
termasuk pemecah gelombang tsunami yang merupakan pertama di dunia.
(Krembesz 2011) menambahkan, gempa dan tsunami susah untuk diprediksi
kedatangannya, namun manusia harus tetap berusaha untuk menjawab tantangan
alam ini, Negara secanggih Jepang dengan berbagai pengalaman menghadapi
gempa dan tsunami membuat Jepang terus belajar untuk mengurangi dampak yang
diakibatkan oleh gempa dan tsunami. Berikut adalah beberapa mitigasi bencana
berupa structural yang pernah diterapkan:

9
1. Break Water
Pemecah gelombang tsunami adalah struktur lepas pantai yang membatasi
masuknya gelombang tsunami dan badai ke pelabuhan dengan
mempersempit pintu masuk. Seperti pemecah gelombang yang dapat
ditemukan di Ofunato Bay Pantai Sanriku dan di Iwate, Jepang Utara.
Pemecah gelombang dibangun sebagai tanggul bawah air untuk
menghilangkan energi gelombang datang. Selain itu Kyoto University
sedang mengembangkan suatu inovasi baru terkait mitigasi bencana
tsunami yang rencananya akan diterapkan di Nankai Jepang sebagai salah
satu tempat di Jepang yang pernah hancur akibat bencana tsunami. Illustrasi
mitigasi berupa break water dapat dilihat melalui gambar 2.

Sumber : www.kyoto-u.ac.jp

Gambar 2 Ilustrasi break water system
2. Tsunami Early Warning System (TEWS)
Mitigasi bencana gempa yang dilakukan oleh pemerintah ialah memberi
peringatan dini saat terjadi gempa bumi. Sedangkan untuk mendeteksi
kemungkinan adanya bahaya tsunami, telah dipasang beberapa alat
peringatan tsunami di beberapa perairan Indonesia di antaranya di Samudra
Hindia sepanjang pantai barat Sumatera, Selat Sunda, Utara dan Pulau
Komodo. Saat ini telah terpasang lebih dari 90 alat pendeteksi tsunami yang
dipasang di perairan Indonesia. Tsunami Early Warning System (TEWS) adalah
upaya untuk mitigasi bencana tsunami. Hal sederhana yang dapat dilakukan untuk
memberi peringatan dini bagi penduduk yang berada di sekitar kota/pantai yang
memiliki potensi tsunami adalah memberi peringatan melalui sirene atau
televisi/radio lokal yang dapat dengan segera mensosialisasikan akan terjadinya
tsunami.

3. Tetrapod
Tetrapod adalah salah satu jenis unit batu besi beton dengan empat kaki,
namun perlu diingat bahwa gelombang tsunami yang besar mampu
memindahkan tetrapod. Gambar tetrapod disajikan pada gambar 3.

Sumber : Wikipedia.org

Gambar 3 Tetrapod

10
4. Shelter
Gambar 4 merupakan sebuah shelter ini dibangun disebuah resor pantai di
Shirahama, Prefektur Tokushima, Jepang. Shelter ini dapat diisi sampai
dengan 700 orang di area seluas 7535 m2. Sedangkan gambar lainnya
merupakan shelter tsunami yang di bangun di Nang Thong, Khao Lak di
Thailand

Sumber : Wikipedia.org

Gambar 4 Shelter tsunami
5. STATIM Shelter
Sebuah system penampungan baru yang disebut STATIM (Storm, Tornado
dan Tsunami Rehabilitasi Modul) sistem penampungan, telah diresmikan
oleh seorang penemu Amerika Serikat. Miguel A. Serrano, seorang
konsultan pengembangan lahan dari Puerto Riko. STATIM shelter boat
disajikan pada gambar 5.

Sumber : newscasemedia.com

Gambar 5 STATIM shelter boat
6. Hutan bakau
Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat
pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak,
pelindung daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan
kandungan logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah
migrasi burung, dan sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung
lainnya bagi manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan
mangrove selebar 200 m dengan kerapatan 30 pohon/100 m2 dengan
diameter batang 15 cm dapat meredam sekitar 50% energi gelombang
tsunami (Harada dan Fumihiko, 2003 dalam Diposaptono, 2005).
Gelombang laut setinggi 1,09 m di Teluk Grajagan, Banyuwangi dengan
energi gelombang sebesar 1.493,33 Joule tereduksi gelombangnya oleh
hutan mangrove menjadi 0,73 m (Pratikno et al., 2002).

11

7. Sea Wall
Sea Wall merupakan sebuah tembok laut merupakan bentuk pertahanan
pesisir yang dibangun dalam upaya mengurangi dampak kerusakan akibat
bencana yang kemungkinan terjadi seperti gelombang pasang dan tsunami.
Tujuan dari seawall adalah untuk melindungi daerah dari kegiatan huni,
konservasi dan rekreasi manusia dari aksi pasang surut dan gelombang.
Gambar sea wall disajikan pada gambar 6.

Sumber : www.wikipedia.org

Gambar 6 Sea Wall

12

METODE
Lokasi dan Waktu
Kegiatan perencanaan berbasis mitigasi bencana akan dilakukan di kawasan
wisata Pantai Pangandaran, Desa Pangandaran-Desa Panajung, Kecamatan
Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat (Gambar 7). Kegiatan
penelitian tersebut dilaksanakan mulai Juni 2015 hingga Oktober 2015.

Gambar 7 Peta lokasi penelitian, Pantai Pangandaran-Jawa Barat
Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung selama 5 bulan dengan pembagian
3 bulan kegiatan berlangsung ditapak dan 2 bulan kegiatan pengolahan data. Waktu
pelaksanaan penelitian dijelaskan pada Tabel 2.

Batasan Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Pantai Pangandaran, Kecamatan Pangandaran,
Kabupaten Pangandara, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian ini akan dibatasi di
kawasan Pantai Pangandaran yang meliputi dua desa yaitu Desa Pangandaran dan
Desa Pananjung. Penelitian ini akan dibatasi sampai terbentuknya sebuah produk
arsitektur lanskap berupa rencana lanskap Pantai Pangandaran terkait dengan
penerapan bentuk mitigasi bencana tsunami peta potensi kerusakan serta kerentanan
kawasan, rencana spasial, dan rencana mitigasi bencana. Perencanaan berupa
rekomendasi tata ruang berbasis mitigasi bencana serta rekomendasi terkait bentuk
mitigasi terhadap tsunami yang dapat diterapkan di lokasi penelitian merupakan

13
output yang diharapkan dari penelitian ini. Penelitian ini menekankan pada aspek
geologi, tata ruang, fisik dan biofisik dalam perencanaanya.
Tabel 2 Waktu pelaksanaan penelitian
Kegiatan
1

2

3
4

5

6
7

8

1

Juni
2 3

4

1

Juli
2 3

4

1

Agustus
2 3 4

September
1 2 3 4

1

Oktober
2 3 4

Persiapan
administratif
penelitian
Survey dan
Inventariasi
tapak
Analisis
tapak
Sintesis dari
perolehan
data
Pembuatan
konsep
perencanaan
Perencanaan
zonasi ruang
Pembuatan
rencana
lanskap
Penyusunan
skripsi

Alat dan Bahan
Penelitian ini akan menggunakan data yang dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survey lapang,
wawancara masyarakat yang hidup disekitar zona kerentanan terhadap bencana
tsunami. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, pengumpulan data dan
informasi dari instansi pemerintahan seperti BAPPEDA, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), Dinas Pekerjaan Umum dan BPS serta sumber
internet. Alat yang yang digunakan berupa GPS (Global Positioning System),
kamera digital, program komputer (Microsoft Word, Microsoft Excel, MapSource,
Global Mapper, ArcGIS, AutoCAD, Photoshop, Corel Draw, dan Sketch Up).
Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan dalam perencanaan ini adalah dengan
menggunakan proses perencanaan Gold (1980). Proses Perencanaan tersebut
digunakan dengan mempertimbangkan bahwa Pantai Pangandaran merupakan
kawasan wisata, sehingga perencanaan berbasis mitigasi bencana tsunami akan
mempertimbangkan aspek rekreasi dan wisata yang sudah ada. Proses perencanaan
tersebut melalui pendekatan sumber daya dan aktifitas yang menitik beratkan pada
faktor alam dan faktor sosial sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan yang
dilakukan, sedangkan pendekatan aktifitas menitik beratkan pada pengguna dan
menawarkan kesempatan agar pengguna dapat memperoleh tempat yang aman dari
ancaman bencana tsunami dan sesuai dengan yang diharapkan.

14
Metode Gold (1980) digunakan sebagai dasar proses perencanaan yang
terdiri dari tahap: persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan yang
dapat dilihat pada Gambar 8 Metode Gold (1980) yang biasa digunakan untuk
perencanaan kawasan wisata dimodifikasi untuk dapat digunakan pada penelitian
ini dengan pertimbangkan kawasan Pantai Pangandaran yang akan diteliti tergolong
dalam kawasan wisata.

Gambar 8 Bagan alir penelitian berdasarkan proses perencanaan modifikasi
(Gold, 1980)
Persiapan
Tahap persiapan merupakan kegiatan persiapan administrative penelitian, pra
pengumpulan data, seperti kegiatan mencari data sekunder tapak, mencari atau
membuat peta dasar, merumuskan masalah dan konsep perencanaan mitigasi
bencana Pantai Pangandaran. Selain itu tahap persiapan juga meliputi kegiatan
membuat rencana kerja, serta studi mengenai peraturan terkait lokasi penelitian.
Inventarisasi
Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data terkait Pantai
Pangandaran baik data fisik, biofisik, maupun sosial budaya. Data yang
dikumpulkan berupa data primer dan sekunder yang diperoleh melaui survey lapang.
tahap inventarisasi dilakukan pencarian data dan informasi terhadap tujuan
perencanaan dari instansi terkait yakni: Badan Perencanaan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Pangandaran, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Pangandaran, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Pangandaran. Pengumpulan informasi terhadap aspek yang berhubungan dengan
pariwisata, pengelolaan dan aspek sosial dari kawasan pantai Pangandaran. Data
yang dikumpulkan berupa data fisik dan bio-fisik. Tahap ini dilakukan melalui
pengamatan secara langsung di lapang, wawancara dan studi pustaka agar dapat
diketahui keadaan tapak yang sebenarnya. Data yang diperoleh dengan pengamatan
berupa data vegetasi, satwa, kualitas visual, aktivitas pengunjung dan pengelolaan
tapak. Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak terkait dengan kawasan tersebut
seperti: pihak Bappeda Kabupaten Pangandaran dan BPBD Kabupaten
Pangandaran guna mengetahui terkait mitigasi bencana tsunami yang telah
diterapkan serta rencana kawasan yang dapat menunjang pengembangan kawasan
tersebut. Studi pustaka diperoleh dari buku-buku acuan, laporan dan bahan bacaan
lainnya yang mendukung untuk mendapatkan data iklim, tanah, topografi dan

15
hidrologi. Bentuk dan jenis data yang diperoleh selama proses inventarisasi
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Bentuk dan jenis data
No.

Jenis Data

ASPEK BIOFISIK
1.
Letak geografis dan administratif
tapak
2.
Hidrologi
3.
Topografi lahan
4.
Jenis dan karakterisitik tanah
5.
Geologi (aktivitas lempeng bumi)
6.
Vegetasi
7.
Iklim
ASPEK FUNGSIONAL
1.
Jenis wisata

2.

Fasilitas

3.

Tingkat kunjungan wisata

Sumber

Jenis Data

Bappeda

Studi Pustaka

Sekunder

Bappeda
Bappeda
Bappeda
Bappeda
Literatur

Studi Pustaka
Studi Pustaka
Studi Pustaka
Studi Pustaka
Studi Pustaka
Studi Pustaka

Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder

Studi pustaka

Sekunder

Studi pustaka

Sekunder

Studi pustaka

Sekunder

Studi Pustaka

Sekunder

Studi pustaka

Sekunder

Studi Pustaka

Sekunder

Dinas
Pariwisata
Kabupaten
Pangandaran
Dinas
Pariwisata
Kabupaten
Pangandaran
Dinas
Pariwisata
Kabupaten
Pangandaran

ASPEK SOSIAL EKONOMI BUDAYA
1.
Demografi penduduk
BPS Kabupaten
Ciamis
2.
Keadaan ekonomi dan pendidikan BPS Kabupaten
Ciamis
ASPEK LEGAL
1.
RTRW Provinsi Jawa Barat
Bappeda
Keterangan
Bappeda
BPS
BPBD

Cara Pengambilan
Data

:
: Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah
: Badan Pusat Statistik
: Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Tahapan inventarisasi yang dilakukan menghasilkan data sebagai berikut:
1. Aspek Fisik dan Biofisik
Analisis yang dilakukan pada komponen fisik meliputi topografi dan
kemiringan lahan, jenis dan karakteristik tanah, hidrologi dan iklim. Analisis
yang dilakukan pada komponen biofisik meliputi elemen satwa dan vegetasi
yang ada di tapak. Parameter yang dijadikan aspek utama dalam aspek fisik
adalah topografi dan kemiringan lahan yang dapat dijadikan sebagai acuan arah
aliran air yang diakibatkan oleh gelombang tsunami.
2. Aspek Fungsional
Aspek fungsional dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif
yang diperoleh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran.
Jenis data yang diperoleh dari aspek fungsional berupa data jenis wisata,

16
fasilitas serta tingkat kunjungan wisata. Melalui data tersebut dapat diketahui
jumlah fasilitas yang tersedia apakah sudah sesuai dengan kebutuhan jumlah
pengunjung yang ada.
3. Aspek Sosial Ekonomi Budaya
Parameter yang menjadi aspek utama dalam aspek sosial ekonomi
budaya adalah demografi penduduk. Jumlah penduduk dan mata pencaharian
penduduk merupakan suatu dasar untuk mengetahui pemanfaatan ruang
budidaya yang tepat untuk penduduk di lokasi penelitian. Selain demografi
penduduk aspek sosial ekonomi budaya diperoleh data berupa keadaan
ekonomi dan pendidikan penduduk di lokasi penelitian.
4. Aspek Legal
Aspek legal merupakan data yang dijadikan sebagai acuan dasar terkait
perencanaan yang dibuat. Aspek legal yang digunakan merupakan RTRW
Provinsi Jawa Barat. Perencanaan yang dibuat dilokasi penelitan akan mengacu
pada RTRW terkait pemanfaatan ruang yang akan direncanakan.
Analisis
Analisis yang dilakukan dibagi menjadi dua analisis, yaitu analisis tingkat
kerentanan terhadap bencana tsunami serta analisis kesesuaian area untuk evakuasi
bencana tsunami. Analisis kerentanan dilakukan dengan kriteria kerentanan yang
terdiri dari kerentanan tata guna lahan, ketinggian, lereng, jarak dari garis pantai,
dan jarak dari sungai. Matriks kerentanan terhadap bencana tsunami yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Matriks kerentanan terhadap bencana tsunami
Kriteria
Elevasi

Tata Guna Lahan

Kemiringan
(Slope)

Jarak dari pantai

Jarak dari sungai

Parameter
100 m
Lahan terbangun dan sawah
Kebun, tambak danau
Ladang dan tegalan
Semak dan lahan kosong
Vegetasi darat dan hutan
45%
3000 m
500 m

Skor
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1

Tingkat kerentanan
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah

Sumber: Bappeda Kab. Ciamis (2004), Sengaji (2009), RPBD Kabupaten Ciamis

17
Analisis data dilakukan dengan metode analisis spasial melalui Simple
Additive Weight. Salah satu metode perumusan kerentanan dapat menggunakan
metode Simple Additive Weight dengan formulasi sebagai berikut:
V = a(A) + b(B) + c(C) + d(D) +....
keterangan:
V
a,b,c,d
A,B,C,D

= Tingkat kerentanan
= Bobot masing-masing kriteria
= Kriteria kerentanan

Bobot masing-masing kriteria dibuat memiliki bobot yang sama dengan
mempertimbangkan setiap kriteria yang memiliki kontribusi yang sama dalam
analisis kerentanan dilokasi penelitian. Terdapat lima parameter yang akan nilia.
Kelas kerentanan dibagi menjadi lima, yaitu kelas kerentanan sangat tinggi, tinggi,
sedang, rendah, sangat rendah. Selanjutnya kelima parameter akan di overlay
sehingga menghasilkan peta komposit yang berisikan informasi tingkat kerentanan
kawasan yang diteliti berdasarkan lima parameter yang dinilai.
Sintesis
Tahap sintesis merupakan tahap pemecahan masalah berdasarkan potensi
dan kendala yang ditemukan pada tahap analisis. Hasil analsis aspek fisik, biofisik,
sosial dan budaya dapat menjadi acuan untuk mencari penyelesaian permasalahan
terkait potensi dan kendala.
Perencanaan
Tahap ini adalah hasil akhir dari proses yang telah dilakukan sebelumnya
yang terbagi kedalam dua tahap perencanaan, yaitu:
1. Praperencanaan, tahap untuk menentukan alternatif terpilih dari beberapa
alternatif perencanaan melalui perbandingan dengan kriteria penilaian yang
telah ditentukan.
2. Perencanaan, disajikan dalam bentuk landscape plan tata ruang kawasan Pantai
Pangandaran, berdasarkan analisis terkait zona kerentanan kawasan, serta studi
terkait bentuk mitigasi bencana tsunami yang sesuai untuk diterapkan di tapak.

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Menurut data Pangandaran dalam Angka dari Kabupaten Ciamis tahun 2014,
Kecamatan Pangandaran berada pada Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat.
Secara geografis Kecamatan Pangandaran terletak diantara 07041'15,8 "LS dan
108039'33,2" BT dengan luas wilayah sebesar 52,39 km2. Kecamatan Pangandaran
merupakan daerah pesisir pantai dengan ketinggian di atas permukaan laut sekitar
611,25 m yang memliki batas wilayah sebagai berikut :
a) Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kecamatan Sidamulih
b) Sebelah Timur : berbatasan dengan kecamatan Kalipucang
c) Sebelah Utara
: berbatasan dengan kecamatan Kalipucang
d) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia
Kondisi umum Kecamatan Pangandaran dibagi menjadi dua yaitu aspek
biofisik dan aspek sosial. Aspek biofisik menjelaskan tentang kondisi fisik yang
berkaitan dengan kondisi topografi serta tata guna lahan secara spasial yang
berkaitan dengan upaya mitigasi terhadap tsunami. Aspek sosial menjelaskan
tentang kondisi sosial masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi perkembangan serta dinamika masyarakat di Kecamatan
Pangandaran. Peta administrasi Kecamatan Pangandaran disajikan pada Gambar 9.

Sumber: BAPPEDA Kabupaten Pangandaran (2014)

Gambar 9