Pemetaan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Bencana Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran, Jawa Barat

PEMETAAN TINGKAT KERENTANAN PANTAI TERHADAP
BENCANA TSUNAMI DI WILAYAH PANTAI
PANGANDARAN, JAWA BARAT

IQOH FAIQOH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Tingkat
Kerentanan Pantai Terhadap Bencana Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran,
Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skipsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Iqoh Faiqoh
NIM C54090046

2

ABSTRAK
IQOH FAIQOH. Pemetaan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Bencana
Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Dibimbing oleh JONSON
LUMBAN GAOL.
Indonesia berada pada wilayah jalur gempa aktif yang dapat menyebabkan
terjadinya tsunami. Salah satu wilayah Indonesia yang rawan terjadi tsunami
adalah pesisir pantai selatan Jawa, satu diantaranya adalah pesisir pantai
Pangandaran, Jawa Barat. Salah satu tindakan utama dalam mitigasi bencana
tsunami adalah dengan membuat peta tingkat kerentanan pantai terhadap tsunami.
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan April – Desember 2013 yang mencakup
tiga kecamatan di wilayah Pangandaran. Analisis pengkajian kerentanan tsunami

dilakukan dengan menggunakan metode tumpang susun (overlay) parameterparameter kerentanan pantai dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Parameter
yang digunakan untuk menganalisis tingkat kerentanan tsunami adalah elevasi,
topografi, landuse, sempadan pantai, dan sempadan sungai. Tingkat kerentanan
dibagi menjadi 5 kelas yaitu kerentanan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan
sangat rendah. Dari seluruh wilayah kajian penelitian, Desa Pananjung, Babakan,
Pangandaran (Kecamatan Pangandaran) dan Desa Sukaresik serta Cikembulan
(Kecamatan Sidamulih) merupakan daerah tingkat kerentanan tsunami sangat
tinggi dengan luasan wilayah sebesar 737.703 Ha. Sementara daerah dengan
tingkat kerentanan rendah yaitu Desa Pagergunung, Putrapinggan, Kersaratu
dengan luasan wilayah sebesar 4816.204 Ha.
Kata kunci : kerentanan, tsunami, SIG

3

ABSTRACT
IQOH FAIQOH. Coastal Vulnerability Mapping of Tsunami Disaster along the
Coast of Pangandaran Beach, West Java. Supervised by JONSON LUMBAN
GAOL.
Indonesia are on the path of seismically active region and can cause a tsunami
disaster. One of the area inIndonesia that is prone to tsunami disaster is

Pangandaran Coast, West Java on southern coast of Java . One of the prime action
in the tsunami disaster mitigation is to create a map of coastal vulnerability to the
tsunami disaster. The research was conducted from April to December 2013
including three districts in Pangandaran. Analysis of tsunami vulnerability
assessment was performed by using merger or overlay method with Geographic
Information Systems (GIS). The parameters that used to analyze the vulnerability
of tsunami is elevation, topography, landuse, coastal border, and the river banks.
The vulnerability level is divided into five classes, that is very high, high,
medium, low , and very low . From the entire area of research, Pananjung village,
Babakan, Pangandaran (Pangandaran sub-district) and village Sukaresik and
Cikembulan (Subdistrict Sidamulih) are the areas that have very high levels of
tsunami vulnerability amounting to 737.703 ha. While the areas that have low
vulnerability are Pagergunung Village, Putrapinggan, Kersaratu region with an
area of 4816.204 hectares.
Key words: GIS, tsunami, vulnerability

PEMETAAN TINGKAT KERENTANAN PANTAI TERHADAP
BENCANA TSUNAMI DI WILAYAH PANTAI
PANGANDARAN, JAWA BARAT


IQOH FAIQOH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pemetaan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Bencana
Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran, Jawa Barat
Nama
: Iqoh Faiqoh
NIM
: C54090046


Disetujui oleh

Dr.Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 24 Januari 2014

Judul Skripsi: Pemetaan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Bencana
Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran, Jawa Barat
: Iqoh Faiqoh
Nama
: C54090046
NIM

Disetujui oleh


nson Lumban Gaol M.Si
Pembimbing I

Tangga1 Lulus: 24 Januari 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan atas rahmat dan karunia Allah SWT
yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan
penelitian hingga penyusunan skripsi ini dengan lancar. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah Tsunami,
dengan judul Pemetaan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Bencana
Tsunami di Wilayah Pantai Pangandaran, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang membantu dalam
penyelesaian skripsi ini, diantaranya adalah :
1. Dr.Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan arahan dan bimbinganya selama penyelesaian
penelitian.
2. Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku dosen penguji tamu yang telah
memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

3. Seluruh Pegawai dan Staff Bappeda Ciamis, Dinas Cipta Karya
Ciamis, BPBD Ciamis, dan Kesbangpolinmas Ciamis, yang telah
memberikan bantuan kepada penulis dalam perolehan data sekunder
di lapangan.
4. Ayah, Ibu, dan seluruh keluarga atas dukungannya baik secara moril
maupun materil selama penyusunan skripsi ini.
5. Fadhila Anisa Aunur Rahman, S.Ik, Muhammad Sudibjo, S.Ik,
Ahmad Ibnu Riza, S.Ik, Aldino R Wicaksono, S.Ik, Mhd. Idris, S.Ik
yang telah membantu penulis dalam melaksanakan kegiatan survei
lapang serta pengolahan data.
6. Bagus Bastian, S.Ik, terima kasih atas dukungan dan semangat yang
telah diberikan.
7. Keluarga besar ITK 46 atas semua semangat, bantuan, nasehat, dan
kerjasamanya selama masa perkuliahan.
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.

Bogor, Februari 2014
Iqoh Faiqoh


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iv
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang..................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
METODE ................................................................................................................ 2
Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................................... 2
Bahan ................................................................................................................... 2
Alat ...................................................................................................................... 3
Survei Pengumpulan Data Lapang ...................................................................... 3
Pemrosesan Penelitian ......................................................................................... 3
Penentuan Tingkat Kerentanan Tsunami ......................................................... 4
Analisis Data ....................................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9
Parameter tingkat kerentanan tsunami ................................................................. 9
Elevasi daratan ................................................................................................. 9
Kemiringan daratan ........................................................................................ 10

Penggunaan lahan .......................................................................................... 12
Jarak dari garis pantai (sempadan pantai) ...................................................... 14
Jarak dari sungai (sempadan sungai) ............................................................. 15
Faktor pendukung tingkat kerentanan tsunami .................................................. 18
Batimetri ........................................................................................................ 18
Morfometri pantai .......................................................................................... 20
Ekosistem pesisir ........................................................................................... 20
Analisis tingkat kerentanan tsunami .................................................................. 21
Peta kerentanan tsunami ................................................................................ 21
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 24
Simpulan ............................................................................................................ 24

Saran .................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 25
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 28

DAFTAR TABEL
1
2
3

4
5
6
7
8

Informasi dan Sumber Perolehan Data ........................................................... 3
Matriks parameter tingkat kerentanan tsunami .............................................. 8
Selang kelas kerentanan tsunami .................................................................... 9
Luasan (Ha) kelas elevsi daratan (m dpl) ..................................................... 10
Luasan (Ha) kelas kemiringan daratan (%) .................................................. 11
Luasan (Ha) Jenis Penggunaan Lahan .......................................................... 13
Luasan (Ha) tingkat kerentanan landuse terhadap tsunami .......................... 14
Luasan (Ha) daerah tingkat kerentanan tsunami .......................................... 23

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian beserta daerah pengamatan......................................... 2
2 Diagram alir pengolahan dan analisis data .................................................... 5
3 Diagram alir penentuan kerentanan tsunami ................................................. 6
4 Peta elevasi daratan di wilayah pantai Pangandaran ................................... 10

5 Peta Kemiringan daratan wilayah pantai Pangandaran ............................... 11
6 Peta penggunaan lahan di wilayah Pangandaran ......................................... 12
7 Peta kerentanan penggunaan lahan terhadap bencana tsunami ................... 13
8 Peta jarak dari garis pantai di wilayah Pantai pangandaran ........................ 16
9 Peta jarak dari sungai di wilayah pantai Pangandaran ................................ 17
10 Peta 3D batimetri wilayah pantai Pangandaran .......................................... 18
11 Peta limpasan gelombang tsunami 7,6 m di wilayah Pangandaran ............ 19
12 Wilayah rendaman tsunami 7,6 m di Kec.Sidamulih dan Pangandaran..... 19
13 Peta tingkat kerentanan tsunami di wilayah pantai Pangandaran ............... 22
14 Peta kerentanan infrastruktur terhadap tsunami ......................................... 23

DAFTAR LAMPIRAN
1 Titik posisi pengamatan survei lapang ......................................................... 24
2 Titik sampel karakteristik fitur pesisir dan pantai Pangandaran .................. 27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia berada pada wilayah jalur gempa aktif yang dapat menyebabkan
terjadinya tsunami. Salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terjadi tsunami
adalah pesisir pantai selatan Jawa, satu diantaranya adalah wilayah pesisir Pantai
Pangandaran. Sudrajat (1997) memasukkan wilayah Jawa bagian selatan ke dalam
kelompok pantai yang rawan terhadap bencana tsunami berdasarkan tektonik
penyebab gempa bumi. Secara geologis wilayah ini berada di jalur subduksi atau
pertemuan dua lempang besar yang saling bertumbukan, yaitu lempang Eurasia
dan lempeng Indo-Australia. Pergerakan lempeng di kawasan ini, sering kali
menyebabkan kejadian gempa besar yang dapat menimbulkan tsunami. Dalam
kurun waktu kurang lebih 18 tahun telah terjadi 2 kali tsunami yang cukup besar
di Selatan Jawa, yaitu tsunami Banyuwangi (Jawa Timur) tahun 1994 dan
Pangandaran (Jawa Barat) tahun 2006. Data Indeks Rawan Bencana Indonesia
yang diterbitkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun
2011, menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Ciamis (termasuk Pangandaran)
merupakan daerah rawan potensi ancaman gempa bumi dan tsunami tinggi dengan
peringkat Nasional No.3 setelah Kabupaten Kota Banda Aceh dan Kabupaten
Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Wilayah pesisir Pangandaran telah mengalami gempa bumi disertai tsunami
pada 5 tahun yang lalu. Pada tanggal 17 Juli 2006 tepatnya pukul 15:19 WIB telah
terjadi gempa bumi di sebelah selatan pantai Pangandaran. Gempa tersebut terjadi
di koordinat 9,33 LS dan 107,26 BT pada kedalaman 10 km berkekuatan 7,7 SR
dan titik pusat gempa terjadi di Samudera Hindia sebelah selatan Kabupaten
Ciamis, serta lokasi pusat gempa terletak 245 km di sebelah selatan Tasikmalaya
(Kongko 2011). Gempa tersebut diikuti peristiwa tsunami dengan kedalaman air
(Flow Depth) sekitar 1 – 2 m dan jarak limpasan tsunami ke daratan sekitar 50 –
200 m dari pantai (Bappeda Ciamis 2012). Bencana tsunami tersebut telah
menimbulkan kerusakan pada enam kecamatan di wilayah Kabupaten Ciamis
yaitu, Kecamatan Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cijulang, Cimerak, dan
Kalipucang, dengan kerusakan terparah berada pada Kecamatan Pangandaran, dan
Sidamulih. Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ciamis,
tercatat data korban meninggal dunia sebanyak 405 jiwa, luka-luka 274 jiwa,
korban hilang 27 jiwa, dan pengungsi sebanyak 13.198 jiwa. Data tersebut
menunjukkan jelas bahwa tsunami merupakan bencana yang bersifat destruktif
(merusak) dan menimbulkan banyak kerugian. Oleh karena itu, perlu adanya suatu
upaya mitigasi bencana tsunami yaitu suatu proses untuk mengupayakan berbagai
tindakan preventif yang bertujuan meminimalkan dampak negatif bencana
tsunami yang diperkirakan akan terjadi, dan salah satu langkah mitigasi bencana
tsunami adalah dengan membuat peta kerentanan pantai akibat bencana tsunami.
Pemetaan tingkat kerentanan tsunami harus dilakukan dengan pendekatan
multikriteria sesuai dengan daerah yang dikaji. Oleh karena itu, diperlukan suatu
perangkat analisis spasial untuk membuat peta kerentanan tsunami tersebut.
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu perangkat yang dapat
memvisualisasikan tingkat resiko tsunami secara spasial. Salah satu metode
aplikasi SIG yang dapat melakukan fungsi tersebut adalah metode teknik

2
penggabungan atau tumpang susun (overlay). Prinsip metode ini adalah
menggabungkan beberapa parameter yang kemudian akan dikalkulasikan bobot
dan skor dari setiap parameter sehingga akan didapatkan suatu selang kelas
tingkat kerentanan tsunami di wilayah kajian.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah memetakan tingkat kerentanan pantai akibat
bencana tsunami di wilayah pantai Pangandaran, Jawa Barat.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan survei lapang yang dilaksanakan pada bulan
April 2013, dan pengolahan data dari bulan Mei – Desember 2013 di
Laboratorium Komputer, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi kajian penelitian
ini terletak di sekitar wilayah pantai pangandaran, tepatnya pada koordinat 7.625 –
7.75 LS dan 108.5 – 108.75 BT (Gambar 1).

Gambar 1 Peta lokasi penelitian beserta daerah pengamatan
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data
hasil survei lapang untuk validasi hasil pengolahan data. Data citra, elevasi, data
batimetri yang diperoleh dengan cara mengunduh dari beberapa situs resmi
penyedia data (Tabel 1). Data kependudukan dan spasial wilayah Pangandaran
diperoleh dari instansi yang terkait Bappeda Kabupaten Ciamis.

3
Tabel 1 Informasi dan sumber perolehan data
No Jenis Data
Sumber Data
1
Data
- Peta kemiringan daratan Kab.
kemiringan
Ciamis 2009
daratan
- Data spasial Bappeda kabupaten
(slope)
Ciamis 2009
2
Data elevasi
Global Digital Elevation Model
daratan
(GDEM)
dari
Advanced
Spaceborn Thermal Emission and
Reflection Radiometer (ASTER)
3
Penggunaan
- Peta
penggunaan
lahan
lahan
Kabupaten Ciamis
(landuse)
skala
- Peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI) skala
4
Data
SRTM 30
Batimetri
5
Data Citra
Landsat 7/ETM+ path/row 121/65
tahun 2010 dan Alos tahun 2011

Skala/Resolusi
1 : 150.000

30 X 30 m

1 : 150.000

1 : 25.000
90 X 90 m
30 m dan 10 m

Alat
Penelitian ini menggunakan peralatan berupa perangkat keras yaitu laptop
HP Pavilion 431 core i3, hand Global Positioning System (GPS) Garmin eTrex,
dan kamera digital serta perangkat lunak diantaranya, ArcViewGIS 3.3 dan
ArcGIS 10, Global Mapper 13, Er Mapper 6.4, Surfer 9, dan Ms. Word 2010.
Survei Pengumpulan Data Lapang
Survei lapang dilakukan pada tanggal 17 - 22 April 2013 bertempat pada
tiga kecamatan yaitu kecamatan Pangandaran, Kalipucang, dan Sidamulih. Survei
lapang ini bertujuan memperoleh data kondisi wilayah kajian penelitian dan data
spasial dari Bappeda setempat. Survei dilakukan secara acak pada 20 titik daerah
pesisir dari tiga kecamatan tersebut. Posisi dan koordinat titik pengamatan
selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Pengamatan yang dilakukan saat survei
lapang adalah melihat kenampakan fitur pantai dan pesisir secara visual, seperti
bentuk garis pantai, vegetasi penutup, dan tata guna lahan (Lampiran 2).
Pemrosesan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pengintegrasian antara data penginderaan jauh dan
SIG. Alur kerja penelitian ini meliputi input data (data citra, survei lapang, dan
data sekunder yang telah terkumpul), pemrosesan dan analisis. Setelah itu,
dilakukan penyusunan basis data yang kemudian akan dibuat suatu peta-peta
tematik untuk parameter kerentanan tsunami. Penyusunan peta-peta tematik
tersebut dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10 dan peta
tingkat kerentanan tsunami dilakukan dengan menggabungkan semua parameter
kerentanan pantai terhadap tsunami yaitu elevasi daratan (topografi), kemiringan

42
daratan (slope), jarak dari garis pantai (sempadan pantai), jarak dari sungai
(sempdadan sungai), dan penggunaan lahan (landuse) (Mardiyanto et al 2013).
Kelima parameter tersebut kemudian digabungkan dengan mengkalkulasikan
bobot dan skor tiap parameter menggunakan metode tumpang susun sehingga
didapatkan peta spasial tingkat kerentanan tsunami. Peta spasial tingkat
kerentanan tsunami tersebut kemudian ditumpang susunkan dengan data
infrastruktur untuk melihat tingkat resiko infrastruktur terhadap bencana tsunami.
Alur penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Penentuan Tingkat Kerentanan Pantai Terhadap Tsunami
Analisis kerentanan tsunami yang dikaji dalam penelitian ini adalah
kerentanan lingkungan dan kerentanan infrastruktur. Kerentanan lingkungan
berupa jarak dari garis pantai (sempadan pantai), jarak dari sungai (sempadan
sungai), penggunaan lahan, elevasi daratan, kemiringan daratan yang akan
dikelaskan dalam matriks. Klasifikasi pemetaan kerentanan lingkungan
berdasarkan matriks parameter kerentanan pantai terhadap tsunami yang telah
disusun (Tabel 2). Penentuan jarak dari garis pantai didasarkan pada nilai Mean
Sea Level (MSL) sehingga jarak dari pantai tidak dipengaruhi oleh pasang
tertinggi maupun surut terendah. Kerentanan infrastruktur tidak dikelaskan dalam
matrik karena tidak dapat dispasialkan sehingga hanya akan ditumpang susunkan
dengan peta kerentanan tsunami untuk mendapatkan peta kerentanan infrastruktur
terhadap tsunami. Penentuan tingkat kerentanan pantai terhdapap tsunami dapat
dilihat pada Gambar 3.
Analisis Data
Analisis pengkajian tingkat kerentanan tsunami ditentukan dengan
menggunakan metode penggabungan atau tumpang susun. Teknik penggabungan
tersebut berdasarkan parameter matriks kerentanan yang telah disusun. Parameter
matrik tersebut disusun berdasarkan studi pustaka serta bersifat tidak mutlak
melainkan dapat disesuaikan dengan kondisi wilayah kajian penelitian.
Parameter yang digunakan dalam penetuan kerentanan tsunami adalah
kemiringan daratan, elevasi daratan, penggunaan lahan, jarak dari garis pantai
(sempadan pantai), dan jarak dari sungai (sempadan sungai). Berdasarkan kelima
parameter tersebut, maka dapat disusun matrik untuk menentukan tingkat
kerentanan tsunami seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.

-

Citra Landsat
7/ETM+ 2010
Citra Alos 2011

-

Peta Rupa Bumi Indonesia
Peta Penggunaan Lahan
Peta Kemiringan Daratan
(slope)

Data DEM (GDEM)
dan Batimetri
(SRTM 30)

Komposit citra
(RGB 421 dan 453)
Digitasi

Vegetasi
mangrove

-

Ekstraksi data spasial
topografi
batimetri

Terumbu
karang

Verifikasi
& editing

Basis data
spasial

Ya

Parameter
kerentanan
tsunami

Tidak

Tumpang susun (overlay)

Peta kerentanan tsunami

Gambar 2 Diagram alir pengolahan dan analisis data
5

Peta RBI skala 1:25000

-

Peta kemiringan lahan
Data spasial Bappeda

Digitasi

Garis pantai

Jarak dari garis
pantai
- < 500 m
- 500 – 1000 m
- 1000 – 1500 m
- 1500 – 3000 m
- > 3000 m

Data DEM
(GDEM)

Ekstraksi data
topografi

Jaringan
sungai

Penggunaan
lahan

Jarak dari sungai
- < 100 m
- 100 – 200 m
- 200 – 300 m
- 300 – 500 m
- > 500 m

-

Hutan
Hutan rawa
Ladang
Lahan kosong
Pemukiman
Sawah irigasi
Semak belukar
Vegetasi darat

Kemiringan lahan
- 0–2%
- 2–5%
- 5 – 15 %
- 15 – 40 %

Pemetaan secara spasial

Peta tematik

Gambar 3 Diagram alir penentuan kerentanan tsunami

Topografi daratan
- 1 – 10 m
- 10 – 25 m
- 25 – 50 m
- 50 – 100 m
- 100 – 350 m

6

6

7
Pembuatan matrik ditentukan dengan pembobotan dan skoring. Pemberian
skor dimaksudkan untuk menilai faktor pembatas pada setiap parameter.
Pemberian bobot untuk setiap parameter dalam kajian ini berkisar dari 15 – 25 %
dan pemberian nilai (skor) dalam kisaran 1 – 5 yang menunjukkan kelas tingkat
kerentanan tsunami (kerentanan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat
rendah). Nilai kelas didasarkan pada perhitungan rumus berikut (Muzaki 2008) :


Keterangan : N = Total bobot nilai
Bi = Bobot pada tiap kriteria
Si = Skor pada tiap kriteria
Secara matematis, perhitungan teknik analisis tumpang susun adalah
sebagai berikut :
[(elevasi*0,25) + (slope*0,2) + (landuse*0,15) + (jarak dari garis pantai*0,20) +
(jarak dari sungai*0,20)]
Perhitungan teknik analisis tumpang susun merupakan perkalian antara
bobot dengan skor pada lima parameter di setiap selnya. Perkalian bobot dan skor
ini kemudian menghasilkan total bobot nilai (N) untuk setiap parameternya. Nilai
N tersebut digunakan untuk menentukan selang kelas tingkat kerentanan.
Perhitungan selang tiap kelas diperoleh dari jumlah perkalian nilai maksimum tiap
bobot dan skor (Nmaksimum) dikurangi jumlah perkalian nilai minimumnya
(Nminimum ) yang kemudian dibagi lima (5) sesuai dengan jumlah parameter yang
digunakan, seperti yang dituliskan dengan formula berikut (Muzaki 2008) :

Keterangan : L = Lebar selang kelas
n = Jumlah kelas parameter



8

8
Tabel 2 Matriks parameter tingkat kerentanan tsunami
No Parameter
Bobot Rentan Skor Rentan
Skor Rentan
(%)
Sangat
Tinggi
Sedang
Tinggi
1
Slope (%)
20
0 – 2% 5
2 – 5% 4
5 – 15%
2
Elevasi daratan 25
10-25
4
>25-50
(m)
3
Landuse
15
Pemuki 5
Kebun/
4
Ladang/
man,
vegetasi
tegalan
sawah,
darat
hutan
rawa
4
Jarak dari garis 20
500
5
>5004
>1000Pantai (m)
1000
1500
5
Jarak dari
20
100
5
100-200 4
>200sungai (m)
300
Jumlah bobot x skor
100
5
4
(Sumber : RPBD Kabupaten Ciamis 2012, Sengaji 2009, Setiawan 2006)

Skor

Rentan
Rendah

Skor

Rentan Sangat Skor
Rendah

3
3

15 – 40%
>50-100

2
2

> 40%
100 - 350

1
1

3

Hutan, batuan
cadas dan
gamping

1

>3000

1

3

Semak
2
belukar,
rumput,
tanah
kosong
>15002
3000
>300-500 2

>500

1

3

2

3

1

9

Berdasarkan perhitungan menggunakan formula diatas (2), diperoleh nilai
lebar selang kelas sebesar 0.95 dengan nilai Nminimum sebesar 0.25 dan Nmaksimum
sebesar 5. Nilai tingkat kerentanan sangat rendah (R1) didapatkan dari nilai
Nminimum yaitu 0.25 ditambah dengan lebar selang kelas yaitu 0.95. Nilai
kerentanan rendah (R2) didapatkan dari selang kelas maksimum R1 yaitu 1,2
ditambah 0.95. Begitupun seterusnya untuk nilai kerentanan sedang, tinggi, dan
sangat tinggi. Secara singkat selang kelas masing-masing kelas kerentanan
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Selang kelas kerentanan tsunami
Kelas
1
2
3
4
5

Kerentanan
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

Selang
0.25 – 1.2
1.21 – 2.16
2.17 – 3.12
3.13 – 4.08
4.09 – 5.04

HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter tingkat kerentanan tsunami
Elevasi daratan
Hasil pemetaan topografi menunjukkan bahwa wilayah penelitian sebagian
besar merupakan dataran rendah dengan ketinggian daratan antara 10 – 25 m di
sepanjang pantai Pangandaran, terutama di Kecamatan Sidamulih dan
Pangandaran. Dataran tinggi di wilayah penelitian terdapat di daerah utara pesisir
Pangandaran, dengan ketinggian daratan antara 100 – 350 m. Dataran tinggi juga
terdapat di desa Pangandaran (Kec. Pangandaran), dimana pada daerah tersebut
merupakan kawasan perbukitan yang membentuk tanjung dan merupakan
kawasan Cagar Alam. Pemetaan kelas elevasi di wilayah pantai Pangandaran
ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4 menunjukkan kerentanan tsunami untuk kelas elevasi daratan
(topografi) terbagi menjadi lima kelas yaitu kelas kerentanan sangat tinggi (1- 10
m), tinggi (10 – 25 m), sedang (25 – 50 m), rendah (50 – 100 m), dan sangat
rendah (100 – 350 m). Luasan masing-masing kelas kerentanan disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa daerah yang memiliki ketinggian daratan
antara 1 – 10 m termasuk kelas kerentanan sangat tinggi. Daerah tersebut
mempunyai luas sebesar 1559.422 Ha berada di desa Pajaten, Sukaresik,
Cikembulan (Kec. Sidamulih) dan desa Wonoharjo, Pananjung, Babakan (Kec.
Pangandaran). Daerah dengan ketinggian 10 – 25 m memiliki luas wilayah sebesar
3911.379 Ha dan termasuk dalam kelas kerentanan tinggi, dominan di daerah
utara Kecamatan Pangandaran dan Sidamulih yang memiliki jarak sangat dekat
dengan laut.

10

Gambar 4 Peta elevasi daratan di wilayah pantai Pangandaran
Tabel 4 Luasan (Ha) kelas elevasi daratan
No
1
2
3
4
5

Tingkat Kerentanan
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Total

Elevasi (m)
1 - 10 m
10 - 25 m
25 - 50 m
50 - 100 m
100 - 350 m

Luas (Ha)
1559.422
3911.379
2173.124
2320.955
4236.830
14201.710

Secara umum wilayah utara pesisir pantai Pangandaran yang berjarak
dekat dengan laut dan berelevasi rendah membuat tingkat kerentanan tsunami di
wilayah ini lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya yang berjarak jauh
dari laut. Semakin rendah elevasi daratan suatu wilayah, tingkat kerentanan
terhadap bahaya tsunami semakin besar (Oktariadi 2009). Semakin besar tingkat
kerentanan, semakin besar resiko, dan sebaliknya. Rendahnya elevasi daratan
suatu wilayah berkaitan erat dengan besarnya masukan limpasan tsunami ke
daratan.
Kemiringan daratan
Kemiringan daratan merupakan ukuran kemiringan lahan relatif terhadap
bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen (%) atau derajat (0).
Pada penelitian ini, satuan kemiringan yang digunakan adalah persen (%).
Kemiringan daratan akan mempengaruhi tinggi gelombang tsunami (run up) yang
terjadi. Semakin curam suatu daratan, maka tinggi gelombang tsunami akan
semakin rendah (Sengaji 2009).

11
Pemetaan kemiringan daratan (Gambar 5), menunjukkan bahwa kemiringan
daratan di wilayah Pangandaran cukup bervariasi yaitu antara 2 – 40 %. Pada
Kecamatan Sidamulih (Desa Sukaresik, Pajaten, Cikembulan) dan Kecamatan
Pangandaran (Desa Wonoharjo, Pananjung, Babakan) kemiringan daratan relatif
datar yaitu sekitar 0 – 2% dan tergolong dalam kelas lereng 1 (datar) (Arifianti
2011), sedangkan untuk Kecamatan Kalipucang kemiringan daratan relatif landai
dan bergelombang yaitu 5 – 15% dan tergolong dalam kelas lereng III
(bergelombang) (Arifianti 2011).

Gambar 5 Peta kemiringan daratan wilayah pantai Pangandaran
Kemiringan daratan di lokasi penelitian sebagian besar didominasi oleh
kelas lereng 1 dengan kemiringan lereng berkisar 0 – 2% yang mempunyai luas
mencapai 5.686,725 Ha dan tergolong dalam tingkat kerentanan sangat tinggi
terhadap bencana tsunami (Tabel 5). Hal tersebut, jelas terlihat bahwa wilayah
pesisir pantai Pangandaran (Kecamatan Sidamulih dan Pangandaran) memiliki
tingkat kerentanan sangat tinggi terhadap bencana tsunami dilihat dari faktor
kemiringan daratan.
Tabel 5 Luasan (Ha) kelas kemiringan daratan (%)
No
1
2
3
4
5

Tingkat Kerentanan
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Total

Slope (%)
0 - 2%
2 - 5%
5 - 15%
15 - 40%
> 40%

Luas (Ha)
5685.725
3203.709
5308.910
10.011
0
14208.356

12

Penggunaan lahan
Penggunaan lahan merupakan suatu penggunaan yang kompleks secara
alamiah atau campur tangan manusia sesuai dengan keperluannya untuk
memenuhi kebutuhan jasmani secara finansial (Vink 1975). Wilayah sekitar
pantai Pangandaran yaitu Kecamatan Kalipucang, Pangandaran, dan Sidamulih
terdiri dari 8 jenis penggunaan lahan yaitu hutan, hutan rawa, ladang, lahan
kosong, pemukiman, sawah irigasi, semak belukar, dan vegetasi darat (Gambar 6).
Jenis penggunaan lahan yang dominan di tiga kecamatan tersebut adalah vegetasi
darat dengan luasan sebesar 9292 Ha, sawah irigasi seluas 2087 Ha, dan
pemukiman seluas 1352 Ha (Tabel 7). Penggunaan lahan berupa pemukiman
terlihat cukup padat di Kecamatan Sidamulih (Desa Cikalong, Sidamulih, Pajaten)
dan Kecamatan Pangandaran (Desa Babakan, Pananjung, Pangandaran). Hasil
pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa jenis penggunaan lahan untuk
wilayah pantai Pangandaran tidak mengalami banyak perubahan bila
dibandingkan dengan kondisi yang tergambar pada peta penggunaan lahan
Kabupaten Ciamis tahun 2006.

Gambar 6 Peta penggunaan lahan di wilayah Pangandaran
Dampak yang ditimbulkan tsunami terhadap masing-masing jenis
penggunaan lahan tidak sama. Hal ini disebabkan masing-masing penggunaan
lahan memiliki tingkat reduksi tertentu saat terkena gelombang tsunami. Jenis
penggunaan lahan seperti pemukiman, sawah irigasi, dan vegetasi darat (kebun)
merupakan jenis penggunaan lahan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, akan
tetapi memiliki tingkat reduksi yang rendah dari terpaan gelombang tsunami.
Sawah irigasi apabila terkena limpasan gelombang tsunami, maka sawah tersebut
akan tergenang air laut dan tanahnya akan mati, sehingga sawah tersebut tidak
bisa lagi digunakan untuk bercocok tanam dan menimbulkan kerugian yang besar
serta akan menyebabkan perubahan lahan. Selain sawah irigasi, pemukiman juga

13
termasuk jenis penggunaan lahan dengan tingkat reduksi rendah terhadap
limpasan tsunami.
Apabila pemukiman terkena limpasan tsunami, maka akan menimbulkan
kerugian jiwa dan harta benda dengan jumlah yang sangat besar. Luasan dari
masing-masing jenis penggunaan lahan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Luasan (Ha) jenis penggunaan lahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis Penggunaan Lahan
Hutan
Hutan rawa
Ladang
Lahan kosong
Pemukiman
Sawah irigasi
Semak belukar
Vegetasi darat
Total

Luas (ha)
927
36
305
19
1352
2087
127
9292
14145

Bencana tsunami yang melanda suatu wilayah tertentu dapat menyebabkan
terjadinya perubahan lahan di wilayah tersebut. Oleh karena itu, perlu dilihat
tingkat kerentanan penggunaan lahan terhadap tsunami. Pemetaan tingkat
kerentanan penggunaan lahan di wilayah pantai Pangandaran ditunjukkan oleh
Gambar 7.

Gambar 7 Peta kerentanan penggunaan lahan terhadap bencana tsunami

14
Gambar 7 menunjukkan bahwa wilayah lokasi penelitian tergolong memiliki
tingkat kerentanan yang tinggi terhadap tsunami yang ditinjau dari jenis
penggunaan lahan. Hal tersebut disebabkan jenis penggunaan lahan di wilayah
tersebut sebagian besar vegetasi darat (kebun). Wilayah yang termasuk ke dalam
kerentanan sangat tinggi berada pada Kecamatan Sidamulih dan Pangandaran. Hal
ini karena pada daerah tersebut banyak dimanfaatkan sebagai daerah pemukiman
dan sawah irigasi. Sebagian besar daerah pemukiman berada di daerah pesisir dan
dekat dengan laut sehingga berpotensi tinggi terhadap bahaya tsunami. Luas dari
masing-masing kelas kerentanan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Luasan (Ha) tingkat kerentanan landuse terhadap tsunami
No
1
2
3
4
5

Tingkat Kerentanan
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Total

Jenis Penggunaan Lahan
Pemukiman, sawah irigasi, hutan rawa
Vegetasi darat
Ladang
Lahan kosong, semak belukar
Hutan

Luas (Ha)
3475.569
9295.096
307.543
144.836
928.670
14151.714

Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa luasan tingkat kerentanan tinggi dan
sangat tinggi berturut-turut adalah 9295.096 Ha dan 3475.569 Ha. Pada daerah ini
tingkat resikonya akan semakin besar, sehingga diperlukan adanya konsep
penataan ruang dalam penggunaan lahan pada kawasan pesisir.
Jarak dari garis pantai (sempadan pantai)
Bencana tsunami bersifat merusak, oleh karena itu diperlukan adanya
kawasan penyangga (buffer zone) dalam penataan ruang. Dalam hal ini, penataan
ruang dengan menerapkan kawasan penyangga pada lokasi penelitian dilakukan
dengan membuat jarak dari garis pantai. Pembuatan jarak dari garis pantai
dilakukan untuk mengetahui wilayah mana saja yang aman dari terpaan
gelombang tsunami jika ditinjau dari segi lahan terbangun yang terukur dari jarak
garis pantai. Jarak dari garis pantai atau biasa disebut dengan sempadan pantai
merupakan daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan
bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah
darat. Pada peneilitian ini, sempadan pantai dibuat pada jarak minimal 500 m ke
arah darat. Penentuan sempadan pantai 500 m ke arah darat ini mengacu pada
Rencana Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten (RPBD) Ciamis. Pemetaan
jarak dari garis pantai ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8 menunjukkan bahwa daerah yang berwarna merah muda
menunjukkan daerah yang paling rentan terhadap tsunami yang berada pada jarak
500 m dari garis pantai. Semakin dekat suatu wilayah terhadap laut semakin tinggi
tingkat kerentanan dan resiko wilayah tersebut terhadap tsunami (Diposaptono
dan Budiman 2006).

20

15

Pengamatan di lapangan menunjukkan pemukiman yang sangat
rentan terhadap tsunami yaitu pemukiman di desa Wonoharjo, Pananjung,
dan Babakan karena berada pada dataran sempit diantara dua teluk (Teluk
Pangandaran dan Teluk Parigi). Pada umumnya sarana-sarana penting
seperti pemukiman di lokasi tersebut memiliki jarak yang relatif dekat
dengan garis pantai, yaitu pada jarak 100 – 200 m dari garis pantai. Hal ini
yang menjadikan pemukiman di wilayah tersebut tergolong sangat rentan
terkena gelombang tsunami. Oleh karena itu, perlu adanya penataan ruang
yang baik untuk mengurangi resiko tsunami.
Jarak dari sungai (sempadan sungai)
Selain jarak dari garis pantai, jarak dari sungai (sempadan sungai)
juga merupakan parameter penting dalam penentuan tingkat resiko tsunami.
Sempadan sungai minimal 50 m kanan dan kiri sepanjang aliran sungai.
Sempadan sungai pada penelitian ini berjarak minimal 100 m sepanjang
aliran sungai. Pada umumnya tsunami yang melewati sungai akan
menimbulkan kerusakan yang besar. Saat tsunami melewati daerah yang
sempit seperti sungai, akan terjadi peningkatan kecepatan dan ketinggian
muka air karena debit massa air yang sama harus menjalar melalui celah
yang sempit dalam waktu yang bersamaan (Pedersen and Glimsdal 2010).
Berdasarkan hal tersebut, penempatan daerah yang aman dari tsunami harus
berada jauh dari sungai. Pemetaan jarak dari sungai disajikan oleh Gambar 9.
Gambar 9 memperlihatkan bahwa wilayah Pangandaran yang
mencakup Kecamatan Kalipucang, Sidamulih, dan Pangandaran memiliki 4
sungai besar, yaitu Sungai Cikidang bagian barat dan timur, Sungai
Cikembulan, serta Sungai Ciambulungan. Desa Sukaresik dan Cikembulan
(Kecamaatan Sidamulih) merupakan wilayah yang memiliki tingkat
kerentanan sangat tinggi terhadap tsunami, karena pada daerah tersebut
terdapat dua sungai besar (Sungai Cikembulan dan Ciambulungan) yang
dekat dengan muaranya (muara Citonjong), dimana kedua sungai tersebut
saling berhadapan. Kondisi seperti itulah yang menyebabkan daerah tersebut
memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi. Saat limpasan tsunami ke daratan,
jika jarak antara dua sungai saling berdekatan akan menimbulkan kerusakan
yang besar karena terjadi akumulasi energi gelombang tsunami dan massa
air (Pedersen and Glimsdal 2010). Hal tersebut mengakibatkan tsunami
dapat masuk ke daratan lebih jauh pada daerah yang dekat dengan sungai,
dibandingkan dengan daerah yang jauh dari sungai (Mardiyanto B et al
2013). Oleh karena itu, penempatan area pemukiman padat penduduk dan
area ekonomi penting sebaiknya dibangun pada jarak yang relatif jauh dari
sungai yaitu sekitar > 500 m dari sungai.

16

20

Gambar 8 Peta jarak dari garis pantai di wilayah Pantai Pangandaran

Gambar 9 Peta jarak dari sungai di wilayah Pantai Pangandaran

18
Faktor pendukung tingkat kerentanan tsunami
Batimetri
Batimetri perairan merupakan salah satu faktor pendukung yang bersifat
penting dalam analisis kerentanan tsunami di suatu wilayah, karena
mempengaruhi pembelokan atau penerusan gelombang tsunami yang menjalar ke
pantai dan tinggi gelombang tsunami. Semakin dalam suatu perairan, kecepatan
dan energi gelombang tsunami akan meningkat, akan tetapi tinggi gelombang
tsunami semakin menurun (Sengaji 2009). Kondisi batimetri di lokasi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Peta 3D batimetri wilayah pantai Pangandaran
Gambar 10 secara umum menunjukkan bahwa batimetri di wilayah pantai
Pangandaran termasuk dalam perairan dangkal. Kedalaman di perairan tersebut
berkisar antara 0 – 160 m. Kedalaman perairan dekat pantai cenderung dangkal
yaitu sekitar 20 – 80 m, dan semakin ke arah lepas pantai kedalaman perairannya
semakin meningkat. Pada daerah yang dekat dengan pantai seperti Desa Sukaresik,
Cikembulan, Wonoharjo, Pananjung, dan Babakan merupakan daerah yang lebih
beresiko mengalami kerusakan yang lebih parah karena gelombang tsunami yang
menerjang daerah tersebut lebih tinggi, dimana kedalaman perairan di wilayah
tersebut tergolong dangkal ( 20 – 80 m). Pada saat memasuki perairan dangkal,
gelombang mengalami gesekan dengan dasar laut. Hal ini menyebabkan
kecepatan dan energi gelombang menurun drastis dengan berkurangnya
kedalaman tetapi tinggi gelombang akan semakin meningkat (Diposaptono dan
Budiman 2006).
Faktor pendukung tingkat kerentanan tsunami selain batimetri adalah
tinggi gelombang tsunami. Ketinggian gelombang tsunami (run up) di
Pangandaran berkisar antara 1,6 – 7,6 m. Gelombang tsunami minimum berada

19
pada wilayah yang berjarak jauh dari laut dan gelombang tsunami maksimum
berada pada wilayah yang jaraknya berdekatan dengan laut. Semakin menjauhi
pantai, tinggi tsunami akan semakin berkurang (Rahmawan 2012). Ketinggian
gelombang tsunami di wilayah pesisir Pangandaran ditunjukkan pada Gambar 11.
Analisis ketinggian gelombang tsunami di wilayah Pangandaran dikaji dengan
menggunakan tools 3D Analysis (water level) pada perangkat lunak Global
Mapper yang dispasialkan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.

Gambar 11 Peta limpasan gelombang tsunami 7.6 m di wilayah
Pangandaran

Gambar 12 Wilayah rendaman tsunami 7.6 m di Kec.
Sidamulih dan Pangandaran

20
Ketinggian gelombang tsunami di suatu wilayah perlu diketahui karena
merupakan ancaman di wilayah tersebut. Wilayah dengan tingkat ancaman tinggi
terhadap tsunami merupakan wilayah dengan tingkat kerentanan dan resiko tinggi
terhadap tsunami, dan sebaliknya. Analisis limpasan dan ketinggian gelombang
tsunami di wilayah Pangandaran yang dikaji dalam penelitian ini menggunakan
input utama berupa data topografi (DEM). Tinggi gelombang tsunami yang
dijadikan contoh pada penelitian ini adalah 7.6 m. Hal tersebut berdasar pada
ketinggian gelombang tsunami maksimum yang terjadi di Pangandaran.
Gambar 12 menunjukkan bahwa wilayah Pangandaran yang terkena
limpasan gelombang tsunami 7.6 m adalah daerah Kecamatan Sidamulih dan
Kecamatan Pangandaran, yang ditunjukkan oleh warna biru pada gambar.
Kecamatan Kalipucang merupakan daerah yang relatif aman dari gelombang
tsunami 7.6 m karena topografi di wilayah tersebut relatif tinggi (100 – 350 m).
Morfometri pantai
Bentuk morfometri pantai sangat mempengaruhi tingkat energi gelombang
tsunami yang akan terhempas ke daratan. Namun dalam hal ini, morfometri pantai
tidak dikaji dalam penelitian ini disebabkan kondisi morfometri pantai di lokasi
penelitian cenderung homogen, jika ditinjau dari cakupan wilayah penelitian yang
relatif sempit (skala kecamatan).
Wilayah pesisir pantai Pangandaran memiliki bentuk garis pantai yang
unik karena adanya daratan tinggi yang termasuk kawasan cagar alam yang
mengarah ke Samudera Hindia. Selain itu wilayah ini diapit oleh dua teluk yaitu
Teluk Pangandaran di sebelah Timur dan Teluk Parigi di sebelah Barat Desa
Pangandaran. Keberadaan teluk di wilayah tersebut akan mempengaruhi
ketinggian gelombang tsunami yang mengarah ke daratan, karena dengan adanya
teluk akan memfokuskan gelombang tsunami yang sedang berjalan ke arah teluk
tersebut, sehingga energi gelombang akan terakumulasi pada cekungan teluk dan
mampu meningkatkan ketinggian gelombang tsunami yang sampai di pantai
(Diposaptono dan Budiman 2006).
Karakteristik pantai di wilayah Pangandaran sebagian besar merupakan
pantai landai berpasir yang terdapat disepanjang garis pantai Kecamatan
Sidamulih dan Pangandaran. Pantai dengan karakteristik curam berbatu terdapat
di Kecamatan Kalipucang. Wilayah dengan karakteristik pantai landau berpasir
lebih beresiko mengalami kerusakan paling tinggi dibandingkan pantai curam
berbatu, karena memiliki morfologi landau dengan relief rendah hingga menengah
serta memiliki pedataran pantai yang cukup luas sehingga gelombang tsunami
yang mencapai daratan akan semakin tinggi (Yudhicara 2008).
Ekosistem pesisir
Ekosistem pesisir merupakan ekosistem penting yang berperan sebagai
peredam energi gelombang tsunami sehingga dapat meminimalisir dampak
bencana tsunami. Penelitian ini telah dilakukan pengolahan ekstraksi data citra
untuk mengetahui ekosistem pesisir yang ada di wilayah pantai Pangandaran.
Namun, hasil pengolahan dari data Citra Landsat 7/ETM+ dan Citra Alos, tidak
ditemukan adanya ekosistem pesisir baik itu berupa mangrove, lamun, maupun
terumbu karang. Hal ini sesuai dengan pengamatan survei lapang bahwa tidak
ditemukan adanya mangrove, lamun, dan terumbu karang.

21

Analisis tingkat kerentanan tsunami
Peta kerentanan tsunami
Klasifikasi tingkat kerentanan tsunami di wilayah pantai Pangandaran
terbagi menjadi lima kelas berdasarkan tingkat kerentanan wilayahnya terhadap
tsunami. Klasifikasi tersebut terdiri dari kelas kerentanan sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Wilayah dengan kerentanan rendah dan sangat
rendah dominan berada di bagian utara Pangandaran, namun daerah dengan resiko
rendah juga terdapat di Desa Pangandaran lebih tepatnya berada pada daerah yang
merupakan Cagar Alam di wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan wilayah Cagar
Alam memiliki topografi tinggi (100 – 350 m) dan kemiringan daratan yang besar
sehingga wilayah tersebut termodelkan sebagai daerah yang tingkat kerentanan
rendah.
Wilayah dengan tingkat kerentanan sedang dominan berada pada bagian
tengah wilayah penelitian. Zona tersebut berada pada jarak 2000 – 3000 m dari
garis pantai. Akan tetapi di sebelah utara Desa Cibuluh, Banjarharjo, dan
Kalipucang serta dipinggiran kawasan Cagar Alam juga terdapat warna kuning
yang menunjukkan daerah resiko sedang. Hal ini disebabkan oleh topografi di
daerah tersebut tergolong rendah (10 - 25 m) sehingga daerah tersebut
termodelkan sebagai daerah dengan tingkat kerentanan sedang.
Wilayah dengan tingkat resiko tinggi dan sangat tinggi berada di sebelah
selatan Pangandaran, yaitu Desa Cikembulan, Pananjung, Babakan, Wonoharjo,
dan Sukaresik. Daerah tersebut berbatasan langsung dengan laut dan berada pada
zona 500 – 1000 m dari garis pantai. Selain itu, daerah tersebut merupakan daerah
terkena limpasan tsunami ke daratan sejauh 400 m dengan ketinggian gelombang
tsunami yang terukur di wilayah tersebut sebesar 4 – 6 m (Fritz 2007).
Keberadaan sungai atau muara di daerah tersebut memberikan pengaruh
terhadap terpaan gelombang tsunami, dimana gelombang tsunami akan masuk ke
daratan lebih jauh. Terlihat bahwa di Desa Cikembulan dan Sukaresik terdapat
dua sungai besar yaitu sungai Cikembulan dan Ciambulungan, serta di Desa
Babakan terdapat sungai Cikidang. Sebaran spasial tingkat resiko tsunami di
wilayah pantai Pangandaran disajikan pada Gambar 13.
Daerah dengan tingkat kerentanan tinggi dan sangat tinggi terhadap
tsunami merupakan daerah yang berpotensi paling besar dalam hal kerusakan,
baik itu dari segi kerusakan fisik lingkungan, kerusakan infrastruktur, serta korban
jiwa. Wilayah tersebut memiliki karakteristik pantai dan pesisir dengan
kemiringan daratan yang landai, elevasi daratan rendah, vegetasi lahan berupa
vegetasi darat (kebun), semak belukar, sawah, jarak dari garis pantai yang relatif
dekat, adanya sungai, serta jumlah pemukiman yang tergolong padat.
Daerah dengan tingkat kerentanan rendah dan sangat rendah merupakan
daerah yang aman dari terpaan gelombang tsunami, yaitu berada di sebelah utara
wilayah Pangandaran tepatnya di Desa Putrapinggan, Pagergunung, dan Kersaratu.
Daerah ini memiliki karakteristik dengan topografi tinggi, kemiringan daratan
yang besar, jarak dari pantai dan sungai yang relatif jauh, vegetasi lahan berupa
hutan dan lahan kosong, serta pemukiman yang tidak terlalu padat.

22

Gambar 13 Peta tingkat kerentanan tsunami di wilayah pantai Pangandaran
Desa Babakan, Pangandaran, Pananjung, Sukaresik, Cikembulan
merupakan daerah kerentanan sangat tinggi yang termasuk ke dalam Zona Bahaya
Tsunami I. Desa Pajaten, Wonoharjo, dan sebagian wilayah utara di Desa
Babakan serta Pananjung merupakan daerah kerentanan tinggi terhadap tsunami
yang termasuk dalam Zona Bahaya Tsunami II. Wilayah ini berpotensi mengalami
kerusakan paling besar terhadap terpaan gelombang tsunami karena wilayahnya
yang dekat dengan laut serta daerah padat pemukiman. Desa Cikalong, Purbahayu,
Sidomulyo, Sukahurip serta daerah lain yang memiliki tingkat kerentanan sedang
digolongkan pada Zona Bahaya Tsunami III dengan tingkat kerusakan sedang
atau tidak terlalu parah.
Luasan wilayah tingkat kerentanan tsunami di pesisir pantai Pangandaran
disajikan pada Tabel 8. Terlihat bahwa wilayah dengan tingkat kerentanan sangat
tinggi mempunyai luasan sebesar 737.703 Ha. Wilayah dengan tingkat kerentanan
sedang mempunyai luasan wilayah sebesar 4875.773 Ha, dan wilayah dengan
tingkat kerentanan rendah seluas 4816.204 Ha. Walaupun wilayah dengan
kerentanan sangat tinggi mempunyai luasan yang relatif kecil dari total wilayah
kajian yang terdiri dari tiga kecamatan, namun lokasi tersebut berada pada
wilayah yang padat penduduk serta pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut
masih dekat dengan pantai, serta topografi yang relatif rendah (1 – 10 m) sehingga
wilayah tersebut tergolong memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana
tsunami. Oleh karena itu diperlukan strategi dan kebijakan yang mengatur hal
tersebut agar kerusakan maupun korban jiwa yang ditimbulkan akibat bencana
tsunami dapat diminimalisir.

23
Tabel 8 Luasan (Ha) daerah tingkat kerentanan tsunami
No
1
2
3
4
5
Total

Kelas
R1
R2
R3
R4
R5

Kerentanan
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

Luas (Ha)
0.654
4816.204
4875.773
4395.755
737.703
14826.090

Gelombang tsunami yang menerpa suatu wilayah akan berakibat pada
kerusakan sarana dan prasarana (infrastruktur) penting yang berada di wilayah
tersebut. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui tingkat kerentanan tsunami
terhadap infrastruktur, maka dilakukan tumpang susun layer peta kerentanan
tsunami dengan data infrastruktur yang ada di wilayah Pangandaran. Infrastruktur
penting yang dipetakan antara lain kantor pemerintahan, sarana ekonomi, sarana
kesehatan, sarana pendidikan, sarana peribadatan, dan tempat wisata. Peta
kerentanan infrastruktur terhadap tsunami ditunjukkan oleh Gambar 14.

Gambar 14 Peta kerentanan infrastruktur terhadap tsunami
Gambar 14 menunjukkan infrastruktur penting seperti sarana peribadatan,
sarana pendidikan, sarana kesehatan, serta tempat wisata berada pada daerah yang
memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap bahaya tsunami. Infrastruktur penting
di wilayah Pangandaran masih dibangun pada daerah yang dekat dengan pantai
dan berbatasan langsung dengan laut yaitu pada zona 500 m dari garis pantai,
sehingga ketika gelombang tsunami menerpa wilayah tersebut maka tingkat
kerusakan infratruktur akan tergolong tinggi. Dampak bencana tsunami berupa
kerusakan infrastruktur merupakan kerusakan langsung (Direct Damage) yang
ditimbulkan oleh terpaan gelombang tsunami. Kerusakan langsung didefinisikan
sebagai