Kajian Terhadap Kinerja Saham Pt Waskita Karya (Persero), Tbk Berbasis Analisis Teknikal Dan Fundamental

KAJIAN TERHADAP KINERJA SAHAM PT WASKITA
KARYA (PERSERO) TBK BERBASIS ANALISIS
TEKNIKAL DAN FUNDAMENTAL

GRACE LOURENZA SEMBIRING

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Terhadap
Kinerja Saham PT Waskita Karya (Persero), Tbk Berbasis Analisis Teknikal dan
Fundamental adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015

Grace Lourenza Sembiring
NIM H24110146

ABSTRAK
GRACE LOURENZA SEMBIRING. Kajian Terhadap Kinerja Saham PT Waskita
Karya (Persero), Tbk Berbasis Analisis Teknikal dan Fundamental. Dibimbing
oleh ABDUL KOHAR IRWANTO.
PT Waskita Karya (Persero), Tbk merupakan salah satu perusahaan milik
pemerintah di sektor konstruksi yang berperan dalam program Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Penelitian
dilakukan menggunakan analisis teknikal dengan Exponential Moving Average
(EMA) dan Double Exponential Smoothing (DES) dan analisis fundamental
dengan Dividend Discount Model (DDM). Hasil penelitian pada saham Waskita
periode Februari – Juli 2013 menunjukkan tren meningkat, Agustus 2013 – Januari
2014 menunjukkan tren menurun, Februari – Juli 2014 menunjukkan tren mendatar,
dan Agustus 2014 – Januari 2015 menunjukkan tren menaik. Peramalan 90 hari ke

depan menunjukkan tren meningkat. Kondisi perusahaan periode 2012 – 2014
mengalami peningkatan pendapatan dan laba bersih. Namun mengalami laju yang
menurun yang disebabkan oleh faktor makro ekonomi. Harga pasar saham Waskita
selama periode Februari 2014 – Januari 2014 sebesar Rp 784,37 sedangkan nilai
intrinsik saham Waskita sebesar Rp 2138,22 per lembar. Hal ini berarti saham
Waskita di jual undervalued karena harga pasar lebih kecil dari pada nilai intrinsik.
Kata kunci : analisis fundamental, analisis teknikal, peramalan, saham

ABSTRACT
GRACE LOURENZA SEMBIRING. Study on PT Waskita Karya (Persero), Tbk
Stock Performance based on Technical and Fundamental Analysis. Supervised by
ABDUL KOHAR IRWANTO.
PT Waskita Karya (Persero), Tbk is one of the state-owned companies in
the construction sector which has been contributing in Masterplan for Acceleration
and Expansion of Indonesia Economic Development (MP3EI). This research was
conducted using technical analysis with Exponential Moving Average (EMA) and
Double Exponential Smoothing (DES) and fundamental analysis with Dividend
Discount Model (DDM). Based on the research of Waskita’s stock on February –
July 2013 showed uptrend, August 2013 – January 2014 showed uptrend, February
– July 2014 showed sideways trend, and August 2014 – January 2015 showed

uptrend. Forecasting for the next 90 days shows an uptrend. Company’s income
and net profit increased in period 2012 – 2014 but showed decreased rate in
income and net profit caused by macro economic factor. Waskita’s market price in
period February 2014 – January β015 was Rp 784,γ7 while Waskita’s intrinsic
value was Rp β1γ8,ββ per sheet. This meant Waskita’s stock was sold undervalued
because market price was less than intrinsic value.
Keywords : forecasting, fundamental analysis, technical analysis, stock

KAJIAN TERHADAP KINERJA SAHAM PT WASKITA
KARYA (PERSERO) TBK BERBASIS ANALISIS
TEKNIKAL DAN FUNDAMENTAL

GRACE LOURENZA SEMBIRING

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah kinerja
saham, dengan judul Kajian Terhadap Kinerja Saham PT Waskita Karya
(Persero), Tbk Berbasis Analisis Teknikal dan Fundamental.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto,
MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah (Darta Sembiring), ibu (Acin Br. Ginting),
adik-adik (Kevin dan Michael Sembiring), seluruh keluarga, dosen, staff
Departemen Manajemen IPB, serta sahabat dan teman atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, April 2015
Grace Lourenza Sembiring

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian Terdahulu
METODE

1
2
2
2
3
3
4

Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel

Pengolahan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

4
4
4
4
5
8

Gambaran Umum Perusahaan
Manajemen
Pemegang Saham
Ringkasan Keuangan
Analisis Teknikal
Analisis Fundamental
Implikasi Manajerial
SIMPULAN DAN SARAN

8

9
9
9
10
13
23
24

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

24
25
25

LAMPIRAN

29


RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1
2
3

Penelitian terdahulu yang relevan
3
Ringkasan kondisi keuangan PT Waskita Karya (Persero), Tbk selama
2012-2014
9
Matriks hubungan profitabilitas dengan kondisi ekonomi
17

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kerangka Pemikiran
Exponential Moving Average (EMA) Waskita Periode Februari – Juli
2013
Exponential Moving Average (EMA) Waskita Periode Agustus 2013
– Januari 2014
Exponential Moving Average (EMA) Waskita Periode Februari – Juli
2014
Exponential Moving Average (EMA) Waskita Periode Agustus 2014
– Januari 2015
Uji autokorelasi data historis saham Waskita

Double Exponential Smoothing (DES) Waskita
Pergerakan PDB, nilai tukar, inflasi, suku bunga, harga saham
sektoral, dan harga saham Waskita 2012 - 2014
Laju pertumbuhan PDB per kuartal 2012 – 2014
Perbandingan tingkat pengembalian sektor konstruksi dan tingkat
pengembalian pasar per bulan Periode Jan 2012 – Jan 2015
Harga penutupan saham per bulan sektor konstruksi Periode Januari
2012 – Januari 2015

5
10
10
11
11
12
13
19
19
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Tabel Struktur PDB nasional menurut kontribusi lapangan usaha tahun
2011 - 2013 (persen)
Laju pertumbuhan PDB per kuartal 2012 – 2014
Daftar harga saham Waskita periode Februari 2013 – Januari 2015
Daftar Indeks Saham Gabungan periode Februari 2013 – Januari 2015
Suku Bunga SBI periode 2013 – 2014
Tabel tingkat return IHSG

29
30
31
34
37
37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara di Asia Tenggara berusaha
mempercepat dan memperluas pembangunan ekonominya. Hal ini berusaha
direalisasikan dengan kebijakan Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dijalankan mulai tahun 2011.
Dalam upaya peningkatan ekonomi diperlukan dukungan sarana dan prasarana
berupa infrastruktur yang memadai. Kondisi yang di hadapi Indonesia adalah
ekonomi bertumbuh relatif tinggi (6,26%) namun investasi infrastuktur masih
kurang.
Pertumbuhan sektor konstruksi cenderung bersamaan dengan fluktuasi
pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor konstruksi sebagai salah satu sektor yang
mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia telah menyumbang sebesar
10,16% pada tahun 2011, 10,26% pada tahun 2012, dan 9,99 % terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) nasional Indonesia pada tahun 2013 (BPS 2014).
Pembangunan infrastruktur yang memadai akan mendukung sektor ketahanan
pangan dan kelancaran proses produksi, meningkatkan aksesibilitas dan ruang
mobilitas kepada masyarakat terhadap kegiatan sosial dan ekonomi.
Pemerintah melalui MP3EI mengalokasikan investasi besar dengan total
belanja sebesar Rp 1 786 triliun pada sektor konstruksi yang merupakan
penggerak roda pertumbuhan ekonomi dan lokomotif pembangunan nasional
serta daerah. Perusahaan-perusahaan konstruksi milik pemerintah yang di listing
di Bursa Efek Indonesia akan mengerjakan proyek pembangunan infrastruktur
dengan nilai yang besar akibat program MP3EI.
PT Waskita Karya (Persero), Tbk merupakan salah satu perusahaan milik
negara di sektor konstruksi yang baru melakukan Initial Public Offering (IPO)
pada tanggal 19 Desember 2012 namun memiliki tingkat likuiditas yang paling
tinggi di sektornya dilihat dari volume saham (IDX 2013). Waskita dulunya
merupakan perusahaan yang sakit, atau bahkan boleh dikatakan sudah mati,
karena kasus penggelembungan aset yang terjadi di masa lalu. Barulah setelah
melalui restrukturisasi yang dilakukan oleh Perusahaan Pengelola Aset (PPA),
sebuah BUMN yang secara khusus menangani aset-aset bermasalah milik negara,
Waskita mulai menggeliat kembali. Restrukturisasi tersebut dilaksanakan pada
tahun 2010 lalu, dimana PPA menyuntikkan modal sebesar Rp 475 milyar ke
dalam kas Waskita.
Setelah dipegang oleh PPA, Waskita perlahan tapi pasti mulai
menunjukkan perbaikan kinerja, minimal itu bisa dilihat dari pendapatannya yang
terus naik sejak tahun 2010 lalu. Saldo defisit yang disebabkan oleh akumulasi
kerugian di masa lalu juga terus berkurang. Meski demikian, kehadiran PPA
tidak serta merta menjadikan Waskita bersih dari berbagai kasus. IPO Waskita ini
lebih merupakan kelanjutan dari upaya perbaikan kinerja perusahaan yang
dimulai sejak tahun 2010 lalu. Harapannya dengan menjadi perusahaan terbuka,
maka Waskita minimal menjadi lebih transparan terhadap publik, dan juga
memiliki kinerja yang lebih baik, karena perusahaan bertanggung jawab tidak
hanya kepada Pemerintah namun juga kepada pemegang saham publik

2
(http://www.teguhhidayat.com/2012/12/waskita-karya.html). Perbaikan dan
perubahan citra Waskita yang lebih positif diharapkan dapat menarik minat dan
kepercayaan investor pada saham Waskita.
Dengan adanya peluang investasi ini, bagi para investor, saham di
perusahaan ini merupakan pilihan untuk berinvestasi. Sebelum melakukan
investasi saham diperlukan analisis teknikal dan analisis fundamental dan
melakukan peramalan saham ke depan sehingga para investor dapat menentukan
kapan akan membeli dan menjual saham pada waktu yang tepat.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan penelitian yang
akan dikaji sebagai berikut:
1. Bagaimana pergerakan saham pada PT Waskita Karya (Persero), Tbk selama
periode Februari 2013 – Januari 2015 ?
2. Bagaimana peramalan pergerakan saham PT Waskita Karya (Persero), Tbk ?
3. Bagaimana kondisi PT Waskita Karya (Persero), Tbk selama periode 2012 –
2014 ?
4. Bagaimana nilai intrinsik saham PT Waskita Karya (Persero), Tbk selama
periode Februari 2014 – Januari 2015 ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, adapun tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pergerakan pada PT Waskita Karya (Persero), Tbk selama
periode Februari 2013 – Januari 2015
2. Menganalisis peramalan pergerakan saham PT Wakita Karya (Persero), Tbk
3. Menganalisis kondisi PT Waskita Karya (Persero), Tbk selama periode 2012 –
2014
4. Menganalisis nilai intrinsik saham pada PT Waskita Karya (Persero), Tbk
selama periode Februari 2014 – Januari 2015
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam
melakukan investasi, peramalan, dan pergerakan harga saham di pasar modal
maupun nilai intrinsik saham.
2. Pihak-pihak yang ingin melakukan kajian lebih dalam mengenai analisis
teknikal dan fundamental
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dan landasan bagi penelitian
selanjutnya.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada kinerja PT Waskita Karya
(Persero), Tbk melalui analisis teknikal berupa Exponential Moving Average
(EMA) dan peramalan dengan Double Exponential Smoothing (DES) dan analisis
fundamental berupa Dividend Discount Model (DDM). Data yang diambil untuk
analisis teknikal terbatas pada periode Februari 2013 – Januari 2015 dan analisis
fundamental terbatas pada data laporan keuangan periode 2012 – 2014.
Penelitian Terdahulu
Tabel 1 Penelitian terdahulu yang relevan
Peneliti
Variabel
Alamsyah, Pergerakan
2010
saham, PDB,
Pengangguran,
Inflasi,
Tingkat
Bunga, Defisit
anggaran,
Sentimen

Alat Analisis
Analisis
teknikal
(SMA
dan
MAE)
dan
Analisis
Fundamental
(DDM)

Denny,
2010

Pergerakan
saham,
Kondisi
Perekonomian

Analisis
teknikal
(EMA) dan
Analisis
Fundamental
(PER
dan
Present
Value)

Abrahams, Pergerakan
2011
saham, PDB,
Nilai Tukar,
Inflasi,
Pengangguran,
Tingkat bunga

Analisis
teknikal
(SMA
dan
MAE)
dan
Analisis
Fundamental
(DDM)

Hasil penelitian
Analisis Teknikal pada empat
perusahaan pertambangan pada
indeks
Kompas
100
menunjukkan saham ANTM dan
TINS menunjukkan sinyal jual
dan saham BUMU dan PTBA
menunjukkan
sinyal
beli.
Berdasarkan
analisis
fundamental, saham ANTM dan
TINS mengalami overvalued
dan saham BUMI dan PTBA
mengalami undervalued.
Analisis kondisi perusahaan
pertambangan
menunjukkan
bahwa
saham
PTBA
menunjukkan kinerja
yang
paling baik. Hasil analisis
teknikal
dan
fundamental
menunjukkan hasil yang tidak
jauh berbeda yitu bahwa kinerja
perusahaan
pertambangan
searah dengan ketertarikan
investor di pasar.
Krisis ekonomi global 2008 –
2010 sangat mempengaruhi
kondisi perbankan sehingga
nilai intrinsik saham lebih tinggi
dari pada nilai aktual rata-rata
(undervalued). Tren saham
emiten yang dinilai mengalami
kondisi cenderung menurun
meskipun dalam kecepatan yang
berbeda.

4

METODE
Kerangka Pemikiran
Bagi perusahaan yang membutuhkan modal dan masyarakat yang memiliki
kelebihan modal, pasar modal merupakan suatu fasilitas untuk mempertemukan
kebutuhan ini. Pasar modal selain memberikan keuntungan berupa deviden dan
capital gain juga memberikan risiko yang tinggi bagi investor. PT Waskita Karya
(Persero), Tbk menerbitkan saham dengan tujuan mendapatkan tambahan modal
dan bagi investor merupakan suatu sarana untuk melakukan investasi.
Sebagai investor, sebelum melakukan investasi pada saham Waskita harus
melakukan penilaian terhadap saham. Penilaian saham dilakukan menggunakan
analisis teknikal dan fundamental. Analisis teknikal oleh para investor untuk
menentukan strategi yang tepat kapan akan membeli, menjual atau menyimpan
saham. Analisis teknikal ini dapat dilakukan dengan pendekatan Exponential
Moving Average (EMA). Hasil dari analisis teknikal ini berupa peramalan
pergerakan harga saham yang akan terjadi selanjutnya.
Analisis fundamental dilakukan untuk melakukan keputusan investasi untuk
jangka panjang. Analisis fundamental yang dilakukan melalui pendekatan
Dividend Discounted Model (DDM). Dari hasil pendekatan ini investor dapat
membandingkan apakah saham yang akan dibeli undervalued atau overvalued
terhadap harga yang berlaku di pasar.
Hasil yang diperoleh dari analisis teknikal dan fundamental sebagai
informasi pertimbangan dalam rekomendasi strategi. Kerangka pemikiran
penelitian terlihat pada Gambar 1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Bogor pada bulan Januari – Maret 2015. Data yang
digunakan adalah data sekunder berupa data time series harian harga saham dari
bulan Januari 2013 sampai Januari 2015 dan laporan keuangan 2012 – 2014.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder diperoleh dari buku, jurnal, artikel, skripsi yang relevan dengan
penelitian ini dan internet.
Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
purposive sampling terhadap perusahaan konstruksi BUMN yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Sampel yang digunakan yaitu PT Waskita Karya (Persero)
Tbk. Perusahaan ini dipilih berdasarkan urutan tingkat atau frekuensi transaksi,
ketersediaan laporan tahunan perusahaan, dan data historis harga saham
perusahaan tersebut pada periode Februari 2013 – Januari 2015 dan laporan
keuangan 2012 – 2014.

5
PT Waskita Karya (Persero), Tbk

Saham

Investor

Penilaian Harga Saham

Analisis Teknikal

Exponential
Moving
Average

Analisis Fundamental :
1. Analisis Ekonomi Makro
2. Analisis Industri
3. Analisis Perusahaan

Double
Exponential
Smoothing

Pergerakan Nilai
Saham

Dividend Discount
Model

Nilai Intrinsik
Saham

Informasi

Rekomendasi Strategi
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak
Microsoft Excel 2013 dan Minitab 14. Analisis yang digunakan adalah analisis
teknikal berupa Exponential Moving Average dan analisis fundamental berupa
Dividend Discount Model.

6
Exponential Moving Average
Exponential Moving Average (EMA) dihitung dengan memberikan
persentase dari harga penutup hari ini ke nilai moving average kemarin. EMA
memberikan berat lebih banyak ke harga penutup yang lebih baru (Salim 2003).
Perhitungan EMA:
Perhitungan EMA pada hari pertama :
�� = � ×

+ ��

=

+



×



Perhitungan EMA pada hari kedua dan seterusnya :
�� =

��



+

× � −

��

Keterangan :
EMAs = EMA sekarang / hari ini
Ps
= Harga saham sekarang / hari ini
ESF
= Exponential Smoothing Factor
MAs-1 = MA sebelumnya
n
= Jumlah hari yang diperhitungkan dalam MA
EMAs-1 = EMA sebelumnya



Double Exponential Smoothing
Metode Double Exponential Smoothing akan menyesuaikan faktor tren
yang ada pada pola data. Dipopulerkan oleh C.C. Holt, metode ini menambah
faktor pertumbuhan (growth) atau faktor tren (trend factor) pada persamaan dasar
dari smoothing (Santoso 2009). Metode Holt memperhalus tren dan slopenya
secara langsung dengan menggunakan konstanta - konstanta pemulusan yang
berbeda (Arsyad 2001).
Persamaan Double Exponential Smoothing :
1. Rangkaian pemulusan secara eksponential :
� =

2. Estimasi tren :

� +
=

3. Ramalan pada periode p :



�− +

� −� −

̂ t+p = At + pT1


+







Keterangan:
At
= Nilai baru yang telah dimuluskan
α
= Konstanta pemulusan untuk data (0 ≤ α ≤ 1)
Yt
= Data yang baru atau yang sebenarnya pada periode t
β
= Konstanta pemulusan untuk estimasi tren (0 ≤ β ≤ 1)
Tt
= Estimasi tren

7
p
̂ t+p


= Periode yang diramalkan
= Nilai ramalan periode p

Dividend Discount Model
Dividend Discount Model (DDM) adalah model untuk menghitung nilai
intrinsik saham yang mendasarkan pertumbuhan dividen. DDM mengasumsikan
bahwa nilai saham merupakan present value semua aliran dividen di masa yang
akan datang. Penentuan nilai intrinsik saham dengan DDM berarti memprediksi
harga saham agar investor terhindar dari saham yang mahal (overpriced). Karena
saham-saham yang sudah mahal (overpriced), maka kemungkinan investor
mendapat keuntungan yang layak akan sulit (Sulistyastuti 2002).
Model ini dirumuskan sebagai berikut :
� =

+
�−

Keterangan :
V0
= Nilai intrinsik saham (value of stock)
D0
= Dividen yang dibagikan pada periode tersebut (dividend payment
in the related period)
g
= Pertumbuhan dividen secara konstan (constant growth rate of
dividends)
k
= Tingkat pengembalian yang diharapkan (required rate of return
on stock)
Dengan diketahuinya nilai intrinsik suatu saham selanjutnya dapat
dibandingkan dengan harga pasar saat ini. Dari perbandingan tersebut, suatu
saham dapat dianalisis apakah underpriced atau overpriced. Apabila analisis suatu
saham tersebut menghasilkan nilai intrinsik lebih kecil daripada harga pasar maka
saham tersebut disebut underpriced / undervalued. Dengan demikian, seorang
investor harus mencari saham-saham yang underpriced / undervalued yaitu saham
yang memiliki nilai intrinsik lebih tinggi dari harga pasar. Sebaliknya investor
harus menghindari saham yang sudah overpriced. saham yang overpriced berarti
mahal karena nilai intrinsiknya di bawah harga pasar. Saham-saham yang
undervalued diharapkan mampu memberikan keuntungan (Sulistyastuti 2002).
Nilai k atau tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor, ditentukan
dengan menggunakan Capital Asset Pricing Model.
Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Model CAPM ditulis sebagai berikut :
�=

+



Keterangan :
k
= Tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor
Rf
= Tingkat pengembalian bebas resiko (risk free)
= Beta saham (indikator risiko sistematis)
Rm
= Tingkat pengembalian pasar (return market)

8
Beta ( ) diartikan sebagai risiko sistematis.
> 1 = Menunjukkan harga saham perusahaan lebih mudah berubah
dibandingkan indeks di pasar
< 1 = Menunjukkan tidak terjadinya kondisi yang mudah berubah
berdasarkan kondisi pasar
= 1 = Menunjukkan bahwa kondisinya sama dengan indeks pasar
Pada saat > 1 ini menunjukkan kondisi saham menjadi lebih berisiko,
dalam artian jika pada saat terjadinya perubahan pasar sebesar 1% maka harga
saham X akan mengalami perubahan lebih besar 1% atau saham X > 1% (Fahmi
2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Perusahaan
PT Waskita Karya (Persero), Tbk didirikan pertama kali sebagai Perseroan
asing dengan nama “Volker Aaneming Maatschappij NV” yang kemudian
dinasionalisasikan menjadi Perseroan Negara (PN) Waskita Karja berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 62 Tahun 1961 pada tanggal 29 Maret 1961.
Nasionalisasi Waskita diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
No. 83 Tahun 1961 dan Tambahan Lembaran Negara No. 2217, yang berlaku
surut hingga tanggal 1 Januari 1961.
Setelah dinasionalisasi, Waskita kemudian berubah menjadi Perseroan
Terbatas dengan nama PT Waskita Karya berdasarkan Akta Pendirian No. 80
tanggal 15 Maret 1973 sebagaimana diubah dengan Akta Perubahan No. 20
tanggal 8 Agustus 1973, yang keduanya dibuat di hadapan Kartini Muljadi, SH,
pada waktu itu Notaris di Jakarta dan telah memperoleh persetujuan dari Menteri
Hukum sesuai dengan Surat Keputusannya No. Y.A.5/300/2 tanggal 20 Agustus
1973, telah didaftarkan di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta di
bawah No. 3062 dan 3063 tanggal 27 Agustus 1973, serta telah diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia No. 91 tanggal 13 November 1973 Tambahan
No. 822.
PT Waskita Karya (Persero), Tbk melakukan penawaran saham publik
perdana pada tahun 2012. Pemegang saham Waskita terbesar adalah pemerintah
dengan 67,78%. Waskita melaksanakan kegiatan usaha sebagai pekerjaan
pelaksanaan konstruksi, jasa pertambangan, pekerjaan terintegrasi EPC, rancang
bangun (design and build), layanan jasa konsultansi (konsultan) manajemen,
building manajemen, pabrikasi bahan dan komponen bangunan, pabrikasi
komponen peralatan konstruksi, pabrikasi barang logam, kayu, karet, dan plastik,
penyewaan peralatan konstruksi, layanan jasa keagenan dan bahan dan komponen
bangunan, serta peralatan konstruksi, investasi dan/atau pengelolaan usaha di
bidang prasarana dan sarana dasar, serta industri, melakukan usaha di bidang agro
industri, ekspor – impor, perdagangan umum, pengelolaan kawasan,
pengembangan sistem, layanan jasa bidang teknologi informasi dan
kepariwisataan dan pengembangan realty.

9
Manajemen
Manajemen PT Waskita Karya (Persero), Tbk terdiri dari :
Direktur Utama
: M. Choliq
Direktur Pemasaran
: Didi Triyono
Direktur Keuangan dan SDM
: Tunggul Rajagukguk
Direktur Operasi I
: Desi Arryani
Direktur Operasi II
: Adi Wibowo
Direktur Operasi III
: Agus Sugiono
Komisaris Utama
: Mohamad Hasan
Komisaris
: Satya Arinanto
Komisaris
: Imam Majdi Achid
Komisaris
: Arif Baharudin
Komisaris Independen
: Iwan Nursyirwan Diar
Komisaris Independen
: Kohirin Suganda Saputra
Pemegang Saham
PT Waskita Karya (Persero), Tbk melakukan penawaran saham publik
perdana pada tahun 2012. Pemegang saham Waskita terbesar adalah pemerintah
dengan 67,78%, Employees Provident Fund sebesar 4,15%, PT AIA Financial –
Equity sebesar 1,70%, JPMCB – Norges Bank sebesar 1,19%, JPMCB – JP
Morgan Funs sebesar 1,04%, Syailendra Equity Oppotunity Fund sebesar 0,84%,
PPA Investasi Efek sebesar 0,77%, PT Asuransi Jiwa Manulife sebesar 0,54%,
Reksadana Schroder Dana Prestasi Plus 9 sebesar 0,51%, dan masyarakat sebesar
21,51%.
Ringkasan Keuangan
PT Waskita Karya (Persero), Tbk pada tahun 2012 mencatat laba bersih
sebesar Rp 254,03 Miliar. Laba bersih Rp 367,97 Miliar pada tahun 2013 dan
tercatat sebesar Rp 501,21 Miliar pada tahun 2014.
Tabel 2 Ringkasan kondisi keuangan PT Waskita Karya (Persero), Tbk selama
2012-2014
Deskripsi
2012
2013
Pendapatan Usaha (Rp)
8 808,42
9 686,61
Laba Kotor (Rp)
628,52
910,69
Laba Bersih (Rp)
254,03
367,97
ROA (%)
3,036%
4,187%
ROE (%)
12,66%
15,44%
EPS (Rp/lembar saham)
26,37
38,20
PER (x)
17,06
10,60
DPS (Rp/lembar saham)
2,11
11,46
Ket
: dalam Miliar Rupiah
Sumber : waskita.co.id dan idx.co.id, data diolah (2015)

2014
10 286,81
1 108.90
501,21
3,996%
17,59%
51,90
28,53
11,46

10
Analisis Teknikal
Exponential Moving Average
Selama periode Februari 2013 hingga Januari 2015, pergerakan harga
saham PT Waskita Karya (Persero), Tbk menunjukkan berbagi aktivitas jual beli
yang terbentuk melalui Exponential Moving Average (EMA). Teknik Exponential
Moving Average (MA) yang digunakan dalam penelitian ini adalah EMA (10).
Pada semester I (Gambar 2) periode Februari – Juli 2013, saham Waskita
menunjukkan tiga kali sinyal beli (bullish) yang terjadi pada 13 Februari hingga 4
April , 17 April hingga 4 Juni, dan 15 Juli hingga 26 Juli. Sinyal jual (bearish)
terjadi tiga kali yaitu pada 5 April hingga 16 April, 5 Juni hingga 14 Juli, dan 27
Juli yang terus berlanjut hingga semester II periode Agustus 2013 – Januari 2014
yaitu tanggal 10 September. Selama periode Februari – Juli 2013, grafik
menunjukkan garis tren yang meningkat (uptrend).
1200

Harga (Rp)

1000
800
600
400
200
0
2/1/2013 3/1/2013

4/1/2013 5/1/2013
Price

6/1/2013 7/1/2013

EMA (10)

Gambar 2 Exponential Moving Average (EMA) Waskita Periode Februari –
Juli 2013
Sumber : data diolah (2015)

900
800

Harga (Rp)

700
600
500
400
300
200
100
0
8/1/2013

9/1/2013 10/1/2013 11/1/2013 12/1/2013 1/1/2014
Price

EMA (10)

Gambar 3 Exponential Moving Average (EMA) Waskita Periode Agustus
2013 – Januari 2014
Sumber : data diolah (2015)

11
Pada semester II (Gambar 3) terjadi dua kali sinyal beli (bullish) yang
terjadi pada tanggal 11 September hingga 25 September 2013 dan tanggal 9
Januari 2014 yang terus berlanjut hingga semester I periode Februari – Juli 2014
yaitu tanggal 21 Maret. Sinyal jual (bearish) terjadi satu kali pada tanggal 26
September 2013 hingga 8 Januari 2014. Selama periode Agustus 2013 – Januari
2014, grafik menunjukkan garis tren yang menurun (downtrend).
900
800

Harga (Rp)

700
600
500
400
300
200
100
0
2/3/2014 3/3/2014

4/3/2014
Price

5/3/2014

6/3/2014

7/3/2014

EMA (10)

Gambar 4 Exponential Moving Average (EMA) Waskita Periode Februari –
Juli 2014
Sumber : data diolah (2015)
Pada Semester I (Gambar 4) terjadi satu kali sinyal beli (bullish) pada
tanggal 4 Juli hingga 25 Juli. Sinyal jual (bearish) terjadi dua kali yaitu pada
tanggal 22 Maret hingga 3 Juli dan 26 Juli yang berlanjut hingga Semester II
periode Agustus 2014 – Januari 2015, yaitu tanggal 7 Agustus. Selama periode
Februari – Juli 2014, grafik menunjukkan tren mendatar (sideways trend).
2000

Harga (Rp)

1500

1000

500

0
8/1/2014

9/1/2014 10/1/2014 11/1/2014 12/1/2014 1/1/2015
Price

EMA (10)

Gambar 5 Exponential Moving Average (EMA) Waskita Periode Agustus 2014
– Januari 2015
Sumber : data diolah (2015)

12
Pada Semester II (Gambar 5) terjadi tiga kali sinyal beli (bullish) pada
tanggal 8 Agustus hingga 26 Agustus, 14 Oktober 2014 hingga 5 Januari 2015,
dan 20 Januari hingga semester I periode Februari – Juli 2015. Sinyal jual
(bearish) terjadi dua kali yaitu pada tanggal 27 Agustus hingga 13 Oktober 2014
dan tanggal 6 Januari hingga 19 Januari 2015. Selama periode Agustus 2014 –
Januari 2015, grafik menunjukkan tren meningkat (uptrend).
Berdasarkan EMA, dapat dievaluasi bahwa selama periode Februari 2013 –
Januari 2015, saham Waskita bergerak fluktuatif. Apabila pergerakan saham
semakin berfluktuatif maka risiko yang dihasilkan juga besar. Semakin besar
risiko, semakin tinggi tingkat keuntungan yang diinginkan (Husnan 2005). Secara
keseluruhan saham Waskita mengalami tren naik (bullish).
Double Exponential Smoothing
Berdasarkan data harga saham periode Februari 2013 – Januari 2015,
dilakukan peramalan pergerakan harga saham ke depan dengan asumsi (1) bahwa
harga saham mencerminkan informasi yang relevan, (2) bahwa informasi tersebut
ditunjukkan oleh perubahan harga di waktu yang lalu, dan (3) karenanya
perubahan harga saham akan mempunyai pola tertentu, dan pola tersebut akan
berulang (Husnan 2005).
Dalam menentukan peramalan harga saham ke depannya, perlu dilakukan
uji pola data dengan uji autokerlasi sehingga dapat ditentukan metode peramalan
yang tepat. Berdasarkan uji autokorelasi (Gambar 6), ada 30 hasil korelasi yang
melawati garis batas merah. Hal ini menunjukkan adanya autokorelasi anatara
data pada lag 1 hingga lag 30. Besar korelasi (disimbolkan dengan bar biru)
mengalami penurunan secara gradual. Hal tersebut menguatkan tampilan grafik
data bahwa data tidak stasioner dan terdapat tren pada data tersebut.

Gambar 6 Uji autokorelasi data historis saham Waskita
Sumber : data diolah (2015)
Karena data tidak stasioner, maka peramalan dengan Moving Average atau
Simple Exponential Smoothing tidaklah tepat digunakan. Untuk itu dapat

13
digunakan metode Double Exponenetial Smoothing; adanya tren pada data
menunjukkan penggunaan metode Holt dianggap tepat (Santoso 2009).
Dengan analisis deret waktu menggunakan Double Exponential Smoothing
pada data historis harga saham Waskita, terlihat hasil peramalan harga saham dan
tren untuk 90 hari ke depan pada Gambar 7. Nilai peramalan didapat melalui nilai
α dan optimal dengan metode trial and error, α = 0,999 dan = 0,0050 dengan
nilai MAPE, MAD, MSD yang paling kecil yaitu 2,178; 16,159 ; 527,253.

Gambar 7 Double Exponential Smoothing (DES) Waskita
Sumber : data diolah (2015)
Tren yang terlihat pada grafik adalah tren menaik. Hasil ini sesuai dengan
tren data pada semester sebelumnya periode Agustus 2014 – Januari 2015 yang
akan terus menaik. Melihat kecenderungan tren yang menaik maka investor
disarankan untuk membeli saham pada semester berikutnya yang dimulai pada
Februari 2015.
Analisis Fundamental
Analisis Ekonomi Makro
Perekonomian makro merupakan lingkungan dimana seluruh perusahaan
beroperasi. Faktor makro adalah faktor yang berada di luar perusahaan, namun
mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa faktor ekonomi penting yang
digunakan untuk menggambarkan kondisi perekonomian makro adalah sebagai
berikut
Produk Domestik Bruto (PDB)
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menurun. Setelah mencapai
pertumbuhan ekonomi 6,26% pada tahun 2012 dan 5,78% pada tahun 2013,
pertumbuhan ekonomi 2014 sebesar 5,02%. Penurunan ini disebabkan oleh
penurunan komponen pada PDB, yakni konsumsi rumah tangga yang menurun

14
hingga 55,71% pada 2014 jika dibandingkan dengan 2013 sebesar 55,82% dan
54,64% pada tahun 2012, pengeluaran pemerintah yang menurun dari 9,11% pada
tahun 2013 dan 8,91% pada 2012 menjadi 8,04% pada tahun 2014, pembentukan
modal tetap domestik bruto menurun dari 31,66% pada tahun 2013 dan 32,67%
tahun 2012 menjadi 31,04% pada tahun 2014, ekspor barang dan jasa yang terus
menurun dari tahun 2012 sebesar 25,86%, 25,74% pada tahun 2013, dan menurun
menjadi 24,77% pada tahun 2014 (BPS 2014).
Walaupun mengalami laju pertumbuhan yang lambat, namun nilai PDB
tetap mengalami peningkatan dari Rp 7 419 triliun pada tahun 2011, menjadi Rp 8
229 triliun pada tahun 2012, Rp 9 083 triliun pada tahun 2013, dan Rp 10 094
triliun pada tahun 2014. Pada tahun 2012, pertumbuhan tertinggi terjadi pada
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 9,98%, diikuti oleh Sektor Perdagangan,
Hotel, dan Restoran 8,11%, Sektor Konstruksi 7,50%, Sektor Keuangan, Real
Estat dan Jasa Perusahaan 7,15%, Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih 6,40%,
Sektor Industri Pengolahan 5,73%, Sektor Jasa-Jasa 5,24%, Sektor Pertanian
3,97%, dan Sektor Pertambangan dan Penggalian 1,49%. Pertumbuhan PDB tanpa
migas pada tahun 2012 mencapai 6,81% yang berarti lebih tinggi dari
pertumbuhan PDB (BPS 2013).
Pada tahun 2013, Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sektor Pengangkutan
dan Komunikasi 10,19%, diikuti oleh Sektor Keuangan, Real Estat, dan Jasa
Perusahaan 7,56%, Sektor Konstruksi 6,57%, Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran 5,93%, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5,58%, Sektor Industri
Pengolahan 5,56%, Sektor Jasa-jasa 5,46%, Sektor Pertanian 3,54%, dan Sektor
Pertambangan dan Penggalian 1,34%. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun
2013 mencapai 6,25% yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB (BPS
2014).
Pada tahun 2014, Informasi dan Komunikasi merupakan lapangan usaha
yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 10,02%, diikuti oleh Jasa
Perusahaan sebesar 9,81% dan Jasa Lainnya sebesar 8,92% (BPS 2015).
Nilai Tukar
Sepanjang tahun 2012, nilai tukar rupiah mengalami tekanan depresiasi
terkait dengan dinamika perekonomian dunia dan berdampak pada kinerja
perekonomian domestik. Nilai tukar rupiah secara rata-rata melemah 6,3 % ke
level Rp 9 358 per dolar AS dari Rp 8 768 per dolar AS pada tahun sebelumnya.
Sumber tekanan terutama berasal dari masih tingginya risiko ketidakpastian
pemulihan ekonomi dan keuangan global terkait dengan proses penyelesaian krisis
utang dan fiskal di kawasan Eropa, melemahnya pertumbuhan ekonomi di
kawasan Asia, khususnya China, serta resolusi fiskal di AS (BI 2013).
Pada 2013, tren pelemahan nilai tukar rupiah mulai terjadi sejak awal
tahun, meskipun masih terbatas. Pada triwulan I 2013, rupiah ditutup pada level
Rp 9 718 per dolar AS. Tekanan depresiasi nilai tukar rupiah bertambah besar
karena pada saat bersamaan defisit transakasi berjalan di triwulan II 2013 menjadi
Rp 9 925. Pada triwulan III 2013, tekanan pelemahan rupiah semakin membesar
dengan nilai Rp 11 580. Tekanan depresiasi rupiah mereda pada triwulan IV 2013
karena membaiknya kondisi fundamental ekonomi sejalan dengan respons yang
ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah. Pada triwulan IV 2013, defisit

15
transaksi berjalan menurun tajam menjadi 2,0 % dari PDB sejalan dengan
melambatnya permintaan domestik (impor turun) dan membaiknya permintaan
eksternal (ekspor naik) sehingga berkontribusi pada menurunnya permintaan valas.
Seiring dengan perbaikan fundamental ekonomi domestik dan
membaiknya persepsi risiko investor global terhadap Indonesia, nilai tukar
mengalami penguatan pada triwulan I 2014. Rupiah menguat 7,13% dibandingkan
dengan level pada akhir 2013 dan ditutup pada level Rp 11 360. Penguatan
tersebut terutama terjadi sejak Februari 2014 sejalan dengan meningkatnya aliran
masuk modal asing. Pada triwulan II 2014, rupiah melemah 4,18% ke level Rp 11
855. Meskipun secara umum mengalami tekanan depresiasi, volatilitas nilai tukar
rupiah tetap terjaga. Pada triwulan III 2014, rupiah melemah ke level Rp 11 770
per dolar AS dan pada triwulan IV 2014, rupiah kembali melemah ke level Rp 12
581.
Tekanan terhadap rupiah dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun
internal. Tekanan eksternal dipicu oleh kekhawatiran terhadap normalisasi
kebijakan The Fed, dinamika geopolitik, dan perlambatan ekonomi global.
Tekanan eksternal tersebut dialami oleh mata uang di negara kawasan, termasuk
Indonesia. Sementara dari faktor internal, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh
perilaku investor yang menunggu pembentukan kabinet baru dan program kerja
pemerintah ke depan (BI 2014).
Inflasi
Pada tahun 2012, inflasi mencapai 4,3% atau berada di dalam kisaran
sasarannya sebesar 4,5%±1%. Realisasi inflasi yang cukup rendah tersebut
didukung oleh ketiga komponennya, inflasi inti 4,4%, volatile food 5,7%, dan
administered prices 2,7% (BI 2013).
Tekanan inflasi meningkat cukup kuat pada tahun 2013 dipicu kenaikan
harga pangan dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Pada triwulan I
2013, tekanan inflasi banyak dipengaruhi kenaikan harga pangan akibat kebijakan
pembatasan impor produk hortikultura dan anomali cuaca. Tekanan inflasi
semakin kuat sejak Juni 2013 saat Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi,
sebagai upaya menjaga ketahanan fiskal. Kenaikan harga BBM bersubsidi
tersebut juga memberikan dampak lanjutan (second round effect) kepada harga
kelompok barang-barang lain seperti tarif transportasi. Pada saat bersamaan,
inflasi volatile food pada bulan Juni-Agustus 2013 juga meningkat akibat dampak
lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi dan gangguan produksi dalam negeri
akibat masa panen yang mundur. Kenaikan harga di kedua kelompok tersebut
pada gilirannya memberikan dampak lanjutan kepada inflasi inti yang kemudian
secara keseluruhan mendorong inflasi pada Agustus 2013 naik menjadi 8,8%.
Perkembangan inflasi 2013 tersebut juga mengangkat beberapa
permasalahan struktural yang kemudian turut berkontribusi pada meningkatnya
tekanan inflasi. Tekanan inflasi volatile food tidak terlepas dari pengaruh
ketahanan pangan yang belum cukup kuat sehingga perkembangan harga pangan
domestik menjadi rentan terhadap harga global dan pasokan dari impor. Selain itu,
masalah distribusi akibat infrastruktur yang belum memadai juga menambah
tekanan harga, terutama di daerah-daerah yang kurang terjangkau. Tekanan inflasi
yang mereda mulai September 2013. Berdasarkan komponennya, kenaikan inflasi

16
terutama dipengaruhi oleh tingginya inflasi administered prices 16,7%dan inflasi
volatile food 11.8% dan inflasi inti masih cukup terkendali yakni sebesar 5,0%.
Inflasi pada triwulan I 2014 tercatat 7,32%. dan pada triwulan II 2014
tercatat sebesar 6,70%. Tren penurunan tekanan inflasi tersebut antara lain
ditopang oleh menurunnya tekanan inflasi volatile food, administered prices, dan
terjaganya inflasi inti sejalan dengan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia
dan Pemerintah. Penurunan inflasi masih terus berlanjut pada triwulan III 2014
sebesar 4,53% sehingga mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014
yakni 4,5±1%. Inflasi yang tetap terjaga tersebut didukung oleh inflasi inti dan
volatile food yang terkendali (BI 2014).
Suku Bunga
Pada awal semester I 2012, kekhawatiran atas dampak rambatan
(spillover) dari perlambatan ekonomi global terhadap prospek ekonomi nasional
semakin mengemuka. Kondisi ini kemudian mendorong Bank Indonesia untuk
menurunkan BI rate pada Februari 2012 menjadi 5,75% serta menurunkan koridor
bawah suku bunga operasi moneter Bank Indonesia menjadi 3,75%.
Memasuki semester II 2012, perekonomian Indonesia dihadapkan pada
meningkatnya risiko ketidakseimbangan eksternal. Di satu sisi, defisit neraca
transaksi berjalan cenderung melebar, sementara di sisi lain, pembiayaan defisit
terkendala oleh keterbatasan arus masuk modal asing menyusul memburuknya
sentimen global serta harga aset rupiah yang dipersepsikan terlalu mahal.
Menanggapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia mengambil langkah di area
moneter berupa penyempitan koridor bawah suku bunga operasi moneter Bank
Indonesia menjadi 4,00% pada Agustus 2012 (BI 2013).
Bank Indonesia dari bulan Januari sampai dengan Mei 2013
mempertahankan BI Rate pada level 5,75%. Tingkat BI rate tersebut dinilai masih
konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi 2013 dan 2014 sebesar 4,5%±1%,
serta sasaran inflasi 2015 sebesar 4,0±1%. Namun mulai bulan Juni, Bank
Indonesia menaikkan BI Rate sehingga menjadi 7,50% di akhir tahun 2013.
Kenaikan BI Rate yang cukup signifikan selama 2013 merupakan langkah
penting untuk mengembalikan inflasi ke lintasan sasarannya menyusul tekanan
yang meningkat. Peningkatan tekanan inflasi terutama bersumber dari kenaikan
harga BBM bersubsidi pada Juni 2013 yang dapat memicu akselerasi kenaikan
ekspektasi inflasi dan dampak lanjutan (second round effect) berupa peningkatan
tekanan inflasi inti. Selain itu, tekanan inflasi juga muncul akibat kenaikan harga
pangan yang dipengaruhi gangguan pasokan serta dampak tekanan nilai tukar
yang ditransmisikan melalui peningkatan harga barang dengan kandungan impor
yang dikonsumsi masyarakat.
Kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia sepanjang tahun 2014 adalah
mempertahankan suku bunga kebijakannya (BI Rate) pada level 7,50%. Kebijakan
ini dinilai masih konsisten dengan upaya mengarahkan inflasi tetap berada pada
lintasan sasaran 4,5+1% pada 2014 dan 4,0+1% pada 2015, sekaligus menurunkan
defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat (BI 2014).

17
Pengaruh Faktor Makro Ekonomi terhadap Sektor Konstruksi
Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan hubungan faktor ekonomi makro
yang berpengaruh terhadap investasi berupa PDB, inflasi, tingkat suku bunga, dan
nilai tukar menurut Harianto dalam Tandelilin (2010).
Tabel 3 Matriks hubungan profitabilitas dengan kondisi ekonomi
Indikator
Ekonomi
PDB

Dampak

Meningkatnya
PDB adalah signal
yang baik (positif)
untuk investasi dan
sebaliknya
jika
PDB menurun.
Nilai Tukar Menguatnya kurs
rupiah
terhadap
mata uang asing
merupakan sinyal
positif
bagi
perekonomian
yang mengalami
inflasi.
Inflasi
Peningkatan inflasi
secara
relatif
merupakan sinyal
negatif
bagi
pemodal di pasar
modal.
Tingkat
Tingkat
bunga
Bunga
yang
tinggi
merupakan sinyal
negatif
terhadap
harga saham.

Penjelasan
Meningkatnya PDB berpengaruh positif
terhadap daya beli konsumen sehingga
dapat meningkatkan permintaan
terhadap produk perusahaan.

Menguatnya kurs rupiah terhadap mata
uang asing akan menurunkan biaya
impor bahan baku untuk produksi, dan
akan menurunkan tingkat suku bunga
yang berlaku.

Inflasi meningkatkan pendapatan dan
biaya perusahaan. Jika peningkatan
biaya produksi lebih tinggi dari
peningkatan harga yang dapat dinikmati
oleh perusahaan maka profitabilitas
perusahaan akan turun.
Tingkat suku bunga yang meningkat
akan menyebabkan peningkatan suku
bunga yang disyaratkan atas investasi
pada suatu saham. Disamping itu tingkat
suku bunga yang meningkat bisa juga
menyebabkan
investor
menarik
investasinya
pada
saham
dan
memindahkannya pada investasi berupa
tabungan atau deposito.

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh masing-masing faktor makro
atau secara keseluruhan dilakukan dengan analisis regresi berganda yaitu suatu
alat analisis peramalan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap
variabel terikat untuk membuktikan ada tidaknya hubungan fungsi atau hubungan
kausal antara dua variabel bebas atau lebih (X1), (X2), (X3),...,(Xn) dengan suatu
variabel terikat (Y) (Riduwan dan Sunarto 2011).
Variabel terikat (Y) adalah harga saham sektoral, variabel bebas adalah
variabel PDB (X1), nilai tukar (X2), inflasi (X3), dan suku bunga (X4).

18
Berdasarkan analisis regresi berganda, nilai adjusted R square sebesar 59.6%. Hal
ini menunjukkan bahwa variabel X memberikan kontribusi sebesar 59.6% untuk
menjelaskan setiap perubahan harga saham sektoral, sedangkan sisanya 40.4%
dijelaskan oleh variabel-variabel yang lain.
Persamaan linear yang terbentuk dari hasil perhitungan analisis linear
berganda dengan uji parsial adalah Y = 1102 - 12447X1 - 0.0129X2 - 171X3 +
4792X4. Konstanta menunjukkan angka sebesar1102 yang berarti tanpa variabel
bebas harga saham sektoral sudah mencapai nilai 1102. PDB menunjukkan angka
- 12447 mempunyai arti bahwa jika nilai tukar, inflasi, dan suku bunga konstan
maka setiap peningkatan PDB sebesar Rp 1 akan menurunkan harga saham
sektoral sebesar 12447. Nilai tukar menunjukkan angka - 0.0129 mempunyai arti
bahwa jika PDB, inflasi, dan suku bunga konstan maka setiap peningkatan nilai
tukar sebesar Rp 1 akan menurunkan harga saham sektoral sebesar 0.0129. Inflasi
menunjukkan angka -171 mempunyai arti bahwa jika PDB, nilai tukar, dan suku
bunga konstan maka setiap peningkatan inflasi sebesar 1% akan menurunkan
harga saham sektoral sebesar 171. Suku bunga menunjukkan angka 4792
mempunyai arti bahwa jika PDB, nilai tukar, dan inflasi konstan maka setiap
peningkatan 1% akan meningkatkan harga saham sektoral sebesar 4792.
Peningkatan PDB akan menyebabkan menurunnya harga saham sektoral
karena para investor lebih memilih untuk berinvestasi di sektor lainnya dengan
nilai PDB lebih tinggi daripada PDB sektor konstruksi. Nilai tukar yang
meningkat akan menurunkan harga saham sektoral karena menurunnya investasi
asing. Pengaruh inflasi terhadap harga saham sektoral sangat terkait dengan
penurunan kemampuan daya beli perusahaan maupun individu. Sehingga
peningkatan inflasi penyebabkan permintaan saham akan turun. Pengaruh tingkat
suku bunga yang signifikan terhadap harga saham sektoral menandakan bahwa
meningkatnya suku bunga menjadi faktor yang diperhitungkan oleh investor
dalam menginvestasikan modalnya ke saham properti.
Kinerja sektor konstruksi mengalami penurunan dengan adanya perubahan
faktor makro terutama dalam hal biaya konstruksi yang berisiko tinggi. Bagi
Waskita tidak terlalu berdampak karena tidak terjadi perubahan harga bahan baku
yang signifikan dan berdampak pada penjualan dan pendapatan maupun kinerja
saham. Risiko kenaikan bahan baku telah diperhitungkan dalam nilai kontrak
maupun dengan memberikan ruang bagi penyesuaian nilai kontrak. Dalam
menghadapi faktor-faktor makro, Waskita juga telah melakukan penyesuaian
dengan kebijakan pemerintah, melakukan klaim penyesuaian harga konstruksi,
mempercepat pekerjaan di lapangan, pengendalian cash flow, mengoptimalkan
manajemen persediaan, mengurangi pembelian dan pengadaan mata uang asing,
menjalin kerjasama dengan supplier untuk mengadakan kontrak “paying” atas
bahan baku konstruksi seperti besi dan semen, mengajukan penambahan modal
negara (PMN), menerbitkan obligasi berkelanjutan senilai Rp 2 triliun dengan
tingkat kupon 10,4% (Waskita 2014). Melalui obligasi tersebut, diperkitakan
dapat mengurangi risiko atas kenaikan suku bunga tiga tahun mendatang. Pada
Gambar 8 dapat dilihat bahwa pergerakan harga saham Waskita tidak selalu
berjalan searah dengan harga saham sektoral.

14000

0.1

PDB, Iflasi, Suku Bunga

0.09

12000

0.08
0.07

10000

0.06

8000

0.05
0.04

6000

0.03

4000

0.02

2000

0.01

0
Nov-14

Jul-14

Sep-14

May-14

Mar-14

Jan-14

Nov-13

Sep-13

Jul-13

Mar-13

May-13

Jan-13

Nov-12

Jul-12

Sep-12

May-12

Mar-12

Jan-12

0

Inflasi

Suku Bunga

PDB

Nilai Tukar

Harga Saham Sektoral

Harga Saham Waskita

Nilai Tukar, Saham Sektoral, Saham WSKT

19

Gambar 8 Pergerakan PDB, nilai tukar, inflasi, suku bunga, harga saham
sektoral, dan harga saham Waskita 2012 - 2014
Sumber : data diolah (2015)

Persentase

Analisis Industri
Sektor konstruksi sebagai salah satu sektor prioritas pemerintah demi
mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri sejalan dengan Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) khususnya
dalam peningkatan konektivitas antar pulau dan koridor ekonomi. Investasi yang
direncanakan pemerintah mencapai Rp 1,786 triliun. Investasi yang tumbuh
meningkat tercermin dari aktivitas konstruksi sebagai respon pertumbuhan
ekonomi. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan Sektor Konstruksi
selama tahun 2012 – 2014 berada di atas laju pertumbuhan PDB.

8
7
6
5
4
3
2
1
0

6.56

6.03

6.97
6.11
5.58
5.02

2012
Pertumbuhan Konstruksi

2013

2014
Pertumbuhan PDB

Gambar 9 Laju pertumbuhan PDB per kuartal 2012 – 2014
Sumber : bps.co.id, data diolah (2015)

20
40.00%

20.00%
10.00%

Jan-15

Oct-14

Jul-14

Apr-14

Jan-14

Oct-13

Jul-13

Apr-13

Jan-13

Oct-12

Jul-12

-10.00%

Apr-12

0.00%
Jan-12

Persentase

30.00%

-20.00%
Sectoral Return

Market Return

Gambar 10 Perbandingan tingkat pengembalian sektor konstruksi dan tingkat
pengembalian pasar per bulan Periode Jan 2012 – Jan 2015
Sumber : finance.yahoo.com, data diolah (2015)
Pada Gambar 10 dapat dilihat persentase tingkat pengembalian sektor
konstruksi dan tingkat pengembalian pasar per kuartal periode 2013 – 2014.
Analisis sektor konstruksi adalah :
1. Tingkat pengembalian sektor dan tingkat pengembalian pasar dan berjalan
searah, terlihat dari tingkat pengembalian yang searah mulai awal tahun
2012 (Gambar 10). Namun pada bulan Maret 2013 hingga September
2013, sektor konstruksi mengalami perubahan fluktuatif yang sangat tajam.
Hal ini disebabkan keadaan ekonomi yang tidak stabil, sehingga banyak
investor yang menarik sahamnya dari sektor konstruksi.
2. Hubungan antara kemampuan operasi perusahaan dalam sektor konstruksi
dengan kondisi perekonomian makro tidak selalu berjalan searah. Pada
bulan Maret 2013, tingkat pengembalian sektor meningkat tajam, diikuti
oleh penurunan yang cukup tajam juga dari bulan Mei 2013 hingga Juli
2013 sama dengan tingkat pengembalian pasar. Pada bulan September,
tingkat pengembalian sektor dan tingkat pengembalian pasar mulai
meningkat kembali dan sama – sama mengalami penurunan di bulan
November 2014. Di mulai pada bulan Januari 2014, tingkat pengembalian
pasar dan sektor mulai mengalami peningkatan kembali walaupun tetap
terjadi beberapa penurunan, namun dapat dilihat bahwa perubahan tingkat
pengembalian sektor dan pasar berjalan searah.
3. Menganalisis lingkungan persaingan industri sektor konstruksi diperlukan
untuk menggambarkan bagaimana kondisi suatu industri. Hasil analisis
dilakukan dengan Five’s force analysis adalah :
a. Persaingan antar pesaing yang ada
Persaingan dalam industri jasa konstruksi cukup tajam, karena jumlah
pesaing sekitar 125 Perseroan dalam klasifikasi yang sama di seluruh
Indonesia. Persaingan perusahaan dimulai sejak pengurusan Surat Izin
Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK). Perusahaan konstruksi yang ingin
mengerjakan proyek-proyek milik pemerintah harus memenuhi syarat dan
kualifikasi sehingga dapat mengikuti persaingan dalam pelelangan proyek.

21

ACST

ADHI

DGIK

NRCA

SSIA

TOTL

WIKA

WSKT

Jan-15

Nov-14

Sep-14

Jul-14

May-14

Mar-14

Jan-14

Nov-13

Sep-13

Jul-13

May-13

Mar-13

Jan-13

Nov-12

Sep-12

Jul-12

May-12

Mar-12

5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
100