Produksi Simplisia Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan Berbagai Dosis Pupuk Kandang Kambing

PRODUKSI SIMPLISIA DAUN TEMPUYUNG
(Sonchus arvensis L.) DENGAN BERBAGAI DOSIS
PUPUK KANDANG KAMBING

YULISDA EKA WARDANI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Simplisia
Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan Berbagai Dosis Pupuk Kandang
Kambing adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Yulisda Eka Wardani
NIM A24100189

ii

ABSTRAK
YULISDA EKA WARDANI. Produksi Simplisia Daun Tempuyung (Sonchus
arvensis L.) dengan Berbagai Dosis Pupuk Kandang Kambing. Dibimbing oleh
MAYA MELATI.
Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dimanfaatkan sebagai obat herbal, karena
memiliki kandungan kalium, silika, natrium, flavonoid, taraksasterol, inositol dan
asam fenolat. Teknik budi daya tempuyung secara organik masih terbatas, namun
membudidayakan tanaman obat secara organik lebih diharapkan. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji pengaruh pupuk kandang kambing dengan berbagai
dosis terhadap produksi simplisia daun tempuyung serta menghasilkan
rekomendasi dosis pupuk kandang kambing yang tepat untuk budi daya
tempuyung. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak

dengan satu faktor, yaitu lima dosis pupuk kandang, terdiri atas 0, 5, 10, 15 dan 20
ton ha-1; setiap perlakuan memiliki tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian pupuk kandang kambing dengan berbagai dosis tidak
mempengaruhi secara signifikan seluruh peubah, walaupun pemberian pupuk
kandang kambing menyebabkan pertumbuhan tanaman yang baik. Produktivitas
maksimal simplisia daun tempuyung terdapat pada 8 MST dengan rata-rata
mencapai 120 kg ha-1.
Kata kunci: flavonoid, organik, tanaman obat

ABSTRACT
YULISDA EKA WARDANI. Production of Perennial sowthistle (Sonchus
arvensis L.) in Leaf with Sheep Manure Rates. Supervised by MAYA MELATI.
Perennial sowthistle (Sonchus arvensis L.) is utilized as herbal medicine,
because it contains potassium, silica, sodium, flavonoids, taraxasterol, inositol and
phenolic acids. The cultivation of medicinal plant in organic way is preferable, but
the technique has not been well known. Therefore, the study aimed to examine the
effect of sheep manure with various rates for simplicia production and generate
recommended rate of sheep manure. The experiment used a randomized
completely block design with one factor consisted of five rates of manure, i.e 0, 5,
10, 15 and 20 ton ha-1 and three replications. The results showed that sheep

manure did not significanly affect all variables, although the sheep manure led to
good plant growth. There was no optimum rate of sheep manure to recommend.
The maximum production of simplicia was reached at 8 MST with the average
amount of 120 kg dry leaves ha-1.
Keywords: flavonoids, medicinal plant, organic

iii

PRODUKSI SIMPLISIA DAUN TEMPUYUNG
(Sonchus arvensis L.) DENGAN BERBAGAI DOSIS
PUPUK KANDANG KAMBING

YULISDA EKA WARDANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iv

v

Judul Skripsi : Produksi Simplisia Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan
Berbagai Dosis Pupuk Kandang Kambing
Nama
: Yulisda Eka Wardani
NIM
: A24100189

Disetujui oleh

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 hingga
Maret 2014 ini ialah budidaya tempuyung, dengan judul Produksi Simplisia Daun
Tempuyung (Sonchus arvensis L.) denga Berbagai Dosis Pupuk Kandang
Kambing
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Maya Melati, MS, MSc yang
telah membimbing penulis serta saran selama penyusunan usulan penelitian
hingga penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan pada Ir
Megayani Sri Rahayu, MS selaku pembimbing akademik yang telah memberikan

motivasi dan masukan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta dan keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya, serta
pada yayasan Karya Salemba Empat atas beasiswa yang diberikan selama penulis
dalam masa kuliah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Yulisda Eka Wardani

i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2


Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Botani

2

Agroekosistem dan Penyebaran

2

Kandungan Bioaktif dan Manfaat

3


Pupuk Kandang Kambing

3

METODE

4

Bahan dan Alat

4

Lokasi dan Waktu Penelitian

4

Pelaksanaan

4


Rancangan Percobaan

5

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

6
6
19
20

Simpulan


20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

32

ii

DAFTAR TABEL
Kandungan hara dalam pupuk kandang
Data iklim bulanan wilayah Darmaga Bogor
Hasil analisis tanah
Rekapitulasi hasil sidik ragam
Rata-rata tinggi tanaman tempuyung pada umur dan dosis pupuk
yang berbeda
6 Rata-rata jumlah daun tanaman tempuyung pada umur dan dosis
pupuk yang berbeda
7 Rata-rata panjang daun terpanjang tanaman tempuyung pada
umur dan dosis pupuk yang berbeda
8 Rata-rata lebar daun terpanjang tanaman tempuyung pada umur
dan dosis pupuk yang berbeda
9 Rata-rata diameter tajuk tanaman tempuyung pada umur dan
dosis pupuk yang berbeda
10 Korelasi linear antara tinggi tanaman, jumlah daun dan biomassa
daun pada 8 MST

1
2
3
4
5

3
6
6
8
10
10
11
11
12
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Ulat dan daun yang terserang gigitan serangga
Cendawan Puccinia sp. dan daun yang terserang Puccinia sp.
Keragaan tanaman pada 1 (a) dan 8 MST (b)
Rata-rata biomassa daun total pada umur dan dosis pupuk yang
berbeda
Bagian tanaman tempuyung
Rata-rata biomassa daun 8 MST dengan dosis pupuk yang
berbeda
Rata-rata bobot kering akar pada umur dan dosis pupuk yang
berbeda
Rata-rata biomassa batang pada umur dan dosis pupuk yang
berbeda
Rata-rata biomassa bunga pada umur dan dosis pupuk yang
berbeda
Rata-rata kadar flavonoid total (dihitung sebagai quersetin) pada
umur 8 MST dengan dosis pupuk yang berbeda
Rata-rata kandungan antosianin pada umur 8 MST dengan dosis
pupuk yang berbeda
Rata-rata kandungan klorofil pada umur dan dosis pupuk yang
berbeda
Rata-rata kandungan karoten pada umur dan dosis pupuk yang
berbeda
Rata-rata kadar hara tanaman pada 8 MST dan dosis pupuk yang
berbeda

7
7
7
13
14
14
15
15
16
17
17
18
18
18

iii

DAFTAR LAMPIRAN
1

Hasil analisis sidik ragam

24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia sudah lama memiliki budaya mengkonsumsi obat
tradisional, karena efek sampingnya lebih rendah daripada obat kimia. Selain itu,
tanaman obat juga memiliki potensi sebagai sumber pangan fungsional yang
berfungsi sebagai pencegahan terhadap penyakit (Winarti dan Nurdjanah 2005).
Indonesia juga memiliki berbagai jenis komoditas tanaman obat baik yang
sudah dibudidayakan dengan baik, maupun masih tumbuh secara liar.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor :
511/Kpts/PD.310/9/2006, ada 66 jenis tanaman obat yang telah dikembangkan
Indonesia serta berada dalam tanaman binaan Direktorat Jenderal Hortikultura dan
salah satu dari tanaman tersebut adalah tempuyung (Sonchus arvensis L)
(Direktorat Jenderal Hortikultura 2012) yang berkhasiat sebagai pemecah batu
ginjal (Hidayati et al. 2009).
Perkembangan industri tanaman obat baik skala besar maupun menengah,
membutuhkan pasokan yang kontinu untuk mempertahankan produksinya,
sehingga dengan adanya peningkatan permintaan setiap tahun, perlu adanya
pengembangan dan penelitian budi daya dan pasca panen tanaman obat (Pribadi
2009). Petani cenderung menggunakan input anorganik yang tinggi dalam sistem
budidayanya untuk mempertahankan produksi tanaman obat, padahal penggunaan
pupuk dan pestisida anorganik yang berlebihan serta terus-menerus akan
menghasilkan residu yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Dampak
penggungaan pestisida anorganik, yaitu dapat menyebabkan keracunan akut jika
konsumen mengkonsumsi produk pertanian yang mengandung residu dalam
jumlah besar. Dampak lainnya yang berpengaruh terhadap lingkungan adalah
pencemaran lingkungan baik air, tanah, maupun udara, serta fitotoksik atau dapat
meracuni tanaman (Las et al. 2006).
Simplisia daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) sering dimanfaatkan
sebagai obat, sehingga perlu adanya teknik budi daya secara organik untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas simplisia daun tempuyung, serta mengurangi
pencemaran bahan kimia sintetik yang berasal dari pupuk dan pestisida anorganik
(Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat 2009). Salah
satu input yang yang digunakan dalam budi daya tanaman secara organik adalah
pupuk kandang. Pupuk kandang kambing memiliki kadar N dan K lebih besar dari
pupuk kandang sapi (Hardjowigeno 1989).
Informasi mengenai pemanfaatan pupuk kandang kambing untuk budi
daya tempuyung secara organik masih terbatas. Oleh karena itu perlu dipelajari
peranan pupuk kandang kambing untuk pertumbuhan tanaman dan penentuan
dosis pupuk yang tepat.
Perumusan Masalah
Apakah perbedaan dosis pupuk kandang kambing dapat menyebabkan
perbedaan produksi simplisia tempuyung?

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penggunaan pupuk
kandang kambing dengan berbagai dosis terhadap produksi simplisia daun
tempuyung (Sonchus arvensis L.) serta menghasilkan rekomendasi dosis pupuk
kandang kambing yang optimal dalam budi daya tempuyung (Sonchus arvensis
L.).
Hipotesis
Semakin tinggi dosis pupuk kandang kambing semakin tinggi produksi
simplisia daun tempuyung (Sonchus arvensis L.).

TINJAUAN PUSTAKA
Botani
Tanaman tempuyung (Sonchus arvensis L.) termasuk dalam famili
Asteraceae ini merupakan tanaman terna tahunan dengan tinggi 0.6 - 2 m (Sulasna
et al. 2004). Menurut Dalimartha (2005), tanaman tempuyung termasuk genus
Sonchus, dan spesies Sonchus arvensis L. Tempuyung memiliki ciri fisik yang
khas, yaitu daun tunggal yang berbentuk lanset atau lonjong dengan panjang 6-48
cm dan lebar 3-12 cm, tepi daun menyirip tidak beraturan dan berwarna hijau
muda. Bunga berbentuk bonggol yang tergabung dalam malai, bertangkai,
mahkota berbentuk jarum dengan warna kuning cerah. Buah tempuyung
berbentuk kotak dan berusuk lima, berwarna kuning dengan panjang hingga 4 mm.
Tanaman ini memiliki getah putih dengan batang yang berongga dan akar
tunggang yang kuat.
Tempuyung memiliki biji berwarna coklat kekuningan, ringan dan berbulu
seperti kapas yang dapat digunakan dalam perbanyakan secara generatif. Selain
itu, perbanyakan vegetatif dapat dilakukan melalui stek tunas dan menggunakan
bonggol akar (Winarto 2004).
Agroekosistem dan Penyebaran
Tempuyung (Sonchus arvensis L.) memiliki daya adaptasi besar terhadap
cekaman kekeringan. Jenis iklim yang sesuai untuk budi daya tempuyung adalah
tipe B2 dan C menurut Oldeman. Tanaman ini juga dapat ditanam di bawah
naungan 50%. Berdasarkan jenis dan tingkat kesuburan tanah, tempuyung dapat
tumbuh pada media tumbuh yang relatif lebih luas, dari kondisi tanah gembur
hingga tanah yang relatif berlempung. Bahkan pada kondisi tanah dengan
kandungan liat yang lebih tinggi dari kandungan pasirnya, tempuyung dapat
tumbuh dengan baik (Rahardjo dan Rosita 2003).
Morfologi benih tempuyung berbulu, memungkinkan tanaman ini memiliki
penyebaran yang luas karena benih mudah terbawa angin. Tempuyung dapat
tumbuh liar pada ketinggian 50 -1 650 m dpl (Dalimartha 2005).

3
Kandungan Bioaktif dan Manfaat
Kandungan kimia yang terdapat pada daun tempuyung, yaitu berupa ionion mineral, seperti Si, K, Mg, Na, dan senyawa organik flavonoid (kaempferol,
luteolin-7-O-glukosida, apigenin-7-O-glukosida) (Rohaeti et al. 2011), kumarin
(skepoletin), taraksasterol, inositol dan asam fenolat (sinamat, kumarat, vanilat)
(Yuliarti 2013). Menurut Pramono et al. (1993) terdapat dua senyawa flavonoid
dari daun Sonchus arvensis L., yaitu apigenin7-glukosida dan luteolin 7-glukosida
yang mampu memecah batu ginjal berkalsium. Wahid (1998) menambahkan,
simplisia tempuyung dapat berfungsi sebagai nefrolitiasis dan diuretik.
Selain dapat memecah batu ginjal, tempuyung juga memiliki manfaat
sebagai anti hiperurisemia atau obat asam urat (Assari 2012), anti bakteri atau
sebagai obat disentri dan diare (Sukadana dan Rahayusanti 2011), dan anti
oksidan (Khan 2012). Menurut Puteri (2009) simplisia tempuyung dapat berfungsi
sebagai anti diabetes karena memiliki aktivitas inhibitor maltase yang tinggi.
Pupuk Kandang Kambing
Terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi optimasi pemupukan,
yaitu jenis tanah (karena kebutuhan hara akan berbeda pada jenis tanah yang
berbeda) dan sifat genetik tanaman (setiap tanaman memiliki kebutuhan hara yang
berbeda) (Yusron et al. 2012). Rekomendasi pemupukan yang optimal dapat
diperoleh melalui optimasi faktor-faktor yang akan berpengaruh, seperti tujuan
pemupukan, jenis tanah, dan kadar hara tersedia dalam tanah (Izhar dan Susila
2010)
Menurut Hartatik dan Widowati (2006) pupuk kandang merupakan produk
buangan dari ternak yang berfungsi untuk menambah hara tanaman, memperbaiki
sifat biologi dan fisik tanah. Pupuk kandang adalah kotoran hewan ternak yang
telah terdekomposisi, baik berbentuk padat (feses) maupun cair (urin), sehingga
bentuk dan aromanya tidak sama dengan kotoran yang masih segar. Pupuk
kandang yang umum digunakan adalah pupuk kandang ayam, sapi, dan kambing.
Kandungan hara yang terdapat dalam berbagai jenis pupuk kandang, disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan hara dalam pupuk kandang
Sumber
Pupuk Kandang

N

P2O5

K2O

-----------------------(%)---------------------Sapi
Kambing
Kuda
Ayam
Babi

0.29
0.55
0.44
1.70
0.60

Sumber: Hardjowigeno (1989)

0.17
0.31
0.17
1.90
0.41

0.35
0.15
0.35
1.50
0.13

4

METODE
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan untuk percobaan ini adalah bibit tempuyung
yang berumur ± 4 minggu hasil dari stek anakan. Bahan tanam diperoleh dari
kebun Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Bahan lainnya yang digunakan
adalah pupuk kandang kambing, arang sekam, kapur dan amplop coklat. Peralatan
yang digunakan adalah alat budi daya pertanian, meteran, timbangan analitik,
oven 60 oC, alat tulis dan gunting.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Percobaan lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan Organik di
Cikarawang, Darmaga, Bogor dengan ketinggian ± 250 m dpl. Pengamatan pasca
panen di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, IPB serta pengamatan kandungan bioaktif di Laboratorium
Pengujian, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Percobaan ini dilaksanakan
dari bulan November 2013 hingga Maret 2014.
Pelaksanaan
Persiapan lahan dilakukan dengan penyiangan gulma dan pengolahan
lahan menggunakan cangkul. Setelah tanah cukup gembur, dibuat petakanpetakan percobaan sebanyak 15 petak dengan ukuran petak 1.2 m X 2.7 m.
Sebulan sebelum penanaman setiap petakan percobaan diberi pupuk kandang
kambing dengan dosis yang telah ditentukan. Pupuk kandang diaplikasikan
dengan cara disebar pada bedengan.
Petak percobaan juga diberi kapur dan arang sekam padi dengan dosis 1
ton ha-1 pada 7 hari sebelum transplanting dengan cara ditebar pada permukaan
tanah. Menurut Burhanudin dan Nurmansyah (2010) pemberian kapur
dimaksudkan untuk meningkatkan pH tanah dan dapat memberikan kondisi yang
baik bagi aktivitas mikroba tanah. Pembibitan tempuyung dilakukan selama satu
bulan setelah distek dengan naungan 40%. Bibit tempuyung ditanam ke lahan
setelah berumur empat minggu dengan jarak tanam 30 cm X 30 cm mengacu pada
Nurhayati et al. (2013).
Pemeliharaan yang dilakukan, yaitu penyulaman pada 1 MST, penyiraman
dan penyiangan gulma (dengan cara mencabut gulma) hingga 9 MST, serta
pemangkasan bunga pada 6 MST. Pemangkasan bunga dilakukan dengan cara
menggunting batang yang berbunga pada buku ke tiga di bawah pangkal bunga,
hal ini bertujuan untuk memacu pertumbuhan vegetatif tanaman.
Tanaman dipanen secara destruktif (dengan mengambil seluruh bagian
tanaman) pada umur 4, 6 dan 8 MST, dan panen dengan cara memotong pangkal
batang pada 9 MST. Setelah dipanen tanaman dicuci dan dikeringanginkan selama
beberapa menit, kemudian bagian daun, batang, bunga dan akar dipisahkan dan
ditimbang untuk memperoleh data bobot segar tanaman. Selanjutnya bagian
tanaman tersebut dijemur di bawah sinar matahari selama 1-2 hari (tergantung
kondisi cuaca) untuk mempercepat pengeringan dalam oven. Setiap bagian

5
tanaman dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 oC agar kandungan bioaktif
dalam daun terjaga. Setelah 2 hari pengeringan dalam oven, bobot kering tanaman
ditimbang.
Peubah vegetatif yang diamati setiap minggu adalah tinggi tanaman,
jumlah daun (dihitung pada daun yang sudah membuka secara penuh), panjang
dan lebar daun terpanjang serta diameter tajuk. Saat tanaman berumur 4, 6 dan 8
MST dilakukan pengamatan biomassa tanaman melalui penimbangan bobot basah
dan bobot kering daun, batang, bunga dan akar dengan mengambil 2 tanaman
dalam setiap petak percobaan. Pengamatan terhadap sampel tanaman pada 9 MST
juga pada peubah tersebut di atas dilakukan, namun tanpa pengukuran biomassa
akar, karena akar tidak dipanen.
Analisis pasca panen yang dilakukan yaitu analisis kandungan klorofil,
antosianin dan karoten menggunakan metode Sims and Gamon (2002) pada daun
muda percabangan dan daun tua ketika 6 dan 8 MST. Dilakukan pula analisis
kandungan flavonoid menggunakan metode AlCl3 dan analisis kadar NPK pada
daun ketika tanaman berumur 8 MST.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan model rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT) satu faktor dengan perlakuan lima dosis pupuk kandang, yaitu 0, 5, 10,
15 dan 20 ton ha-1. Setiap satuan percobaan terdiri atas tiga ulangan dengan lima
taraf perlakuan, sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Masing-masing satuan
percobaan terdiri atas 36 tanaman termasuk 10 tanaman contoh, sehingga total
tanaman berjumlah 540 tanaman. Model aditif linear dari percobaan ini adalah:
Yij = µ + αi + βj + εij
Keterangan :
Yij : Produksi tanaman dari perlakuan (dosis pupuk) ke-i dan ulangan ke-j
µ : Rataan umum hasil pengamatan
αi : Pengaruh aditif perlakuan (dosis pupuk) ke-i
βj : Pengaruh aditif ulangan ke-j
εij : Pengaruh galat percobaan pada perlakuan (dosis pupuk) ke-i dan
ulangan ke-j
Prosedur Analisis Data
Data pengamatan yang diperoleh, dianalisis menggunakan uji F pada α =
5%. Apabila terdapat pengaruh yang signifikan dari perlakuan terhadap peubah
yang diamati, maka setiap taraf perlakuan dibandingkan dengan menggunakan uji
lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf kesalahan 5%, analisis
regresi dan korelasi.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Umum
Rata-rata suhu bulanan selama percobaan dilaksanakan adalah 25.1 oC
dengan kisaran 23.2 oC hingga 28.2 oC, sedangkan rata-rata curah hujan bulanan
selama percobaan, yaitu 440 mm dengan kisaran 281 mm hingga 702 mm. Ratarata kelembaban bulanan adalah 88 % ( Tabel 2).
Tabel 2 Data iklim bulanan wilayah Darmaga Bogor
Bulan

Temperatur
Maks

Kelembaban
Udara rata-rata
(%)

Curah hujan
(mm)

23.7

29.0

86

411

23.1
23.1
23.3

27.1
27.7
29.7

89
89
87

702
337
281

Min
o

Desember 2013
Januari 2014
Februari 2014
Maret 2014

C

Sumber: Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor
Sebelum percobaan dilaksanakan, contoh tanah diambil secara komposit
untuk dilakukan analisis kandungan hara tanah. Kondisi tanah pada lokasi
percobaan memiliki pH sebesar 6.40, sedangkan kadar N-total sebesar 0.12%, PBray I sebesar 8.0 ppm dan K sebesar 1.15 me/100 g. Hal ini menunjukan kondisi
lahan percobaan yang agak masam dan memiliki kadar N dan P yang rendah akan
tetapi memiliki kadar K yang sangat tinggi (Tabel 3).
Tabel 3 Hasil analisis tanah
Karakter
H2O (pH 1:1)
C-org
N-total
K
P-Bray I

Satuan
%
%
me/100 g
ppm

Nilai
6.40
1.34
0.12
1.15
8.0

Kriteria
Agak masam
Rendah
Rendah
Sangat tinggi
Rendah

Hama dan penyakit yang menyerang tempuyung selama percobaan
berlangsung adalah ulat, belalang, kutu daun (Aphid sp.) dan cendawan Puccinia
sp. Kutu daun menyerang pangkal daun bagian bawah dan sekitar titik tumbuh
mulai 3 MST, sedangkan ulat dan belalang menyerang daun (Gambar 1). Curah
hujan bulanan pada umur tanaman 1 hingga 3 MST mencapai 702 mm, tingginya
curah hujan dan kelembaban menyebabkan 30% tanaman tempuyung terserang
cendawan Puccinia sp. dengan gejala ringan berupa bintik kuning pada daun tua
yang dekat tanah (Gambar 2). Bahkan pada 8 MST persentase daun yang rusak
mencapai 93.14%. Menurut Wahyuno (2012) karat daun yang disebabkan oleh
Puccinia sp. memiliki gejala bercak coklat kehitaman dengan warna kuning di
bagian tepi dan tersebar secara acak.

7

Gambar 1 Ulat dan daun yang terserang gigitan serangga

Gambar 2 Cendawan Puccinia sp. dan daun yang terserang Puccinia sp.
Tanaman tempuyung mulai berbunga pada 5 MST, akan tetapi nilai dari
peubah vegetatif terus bertambah hingga 8 MST. Secara umum dalam penelitian
ini, tanaman tempuyung memiliki keragaan yang baik (Gambar 3). Pemangkasan
bunga pada percobaan ini, yang dilakukan saat tanaman berumur 6 MST justru
meningkatkan jumlah cabang dan bunga, sehingga pada budi daya tempuyung
sebaiknya tidak perlu melakukan pemangkasan bunga. Padahal menurut
Wahyuningsih (2005) pemangkasan tangkai bunga pada awal pembungaan dapat
meningkatkan jumlah daun tempuyung karena merangsang pertumbuhan tunas
lateral (anakan).

(a)

(b)

Gambar 3 Keragaan tanaman pada 1 (a) dan 8 MST (b)
Pemberian pupuk kandang kambing dengan berbagai dosis dalam percobaan
ini tidak menunjukan pengaruh yang nyata terhadap seluruh peubah yang diamati
(Tabel 4).

8
Tabel 4 Rekapitulasi hasil sidik ragam
Peubah
Tinggi tanaman

Jumlah daun

Diameter tajuk

Lebar daun terpanjang

Panjang daun terpanjang

Umur tanaman (MST)
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
5
6
7
8

Pengaruh dosis
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

KK (%)
14.73
16.43
13.97t
20.04t
19.05t
20.34t
19.00
24.70
8.4
7.8
5.1
8.1
17.9
21.4
23.4
27.3
9.75
8.98
6.55
5.53
5.93
6.57
6.42
5.82
5.52
4.52
6.33
6.13
3.21
5.61
5.96
5.45
8.39
9.00
5.69
5.03
19.57
5.97
6.26
5.58

9
Tabel 4 Rekapitulasi hasil sidik ragam (lanjutan)
Peubah
Bobot segar daun total.tanaman-1

Bobot kering daun total.tanaman-1

Bobot segar akar

Bobot kering akar

Bobot segar batang
Bobot kering batang
Bobot segar bunga
Bobot kering bunga
Bobot segar daun muda
Bobot segar daun tua
Bobot kering daun muda
Bobot kering daun tua
Kandungan klorofil
Kandungan klorofil (daun muda)
Kandungan klorofil (daun tua)
Kandungan karoten
Kandungan karoten (daun muda)
Kandungan karoten (daun tua)
Kandungan antosianin
Kandungan antosianin (daun muda)
Kandungan antosianin (daun tua)
Kandungan flavonoid (daun tua)
Kadar nitrogen
Kadar fosfor
Kadar kalium
tn

Umur tanaman (MST)
4
6
8
9
4
6
8
9
4
6
8
4
6
8
8
9
8
9
8
9
8
9
8
8
8
8
6
8
8
6
8
8
6
8
8
8
8
8
8

menunjukan hasil yang tidak berpengaruh nyata,
dengan rumus √(x+1)

t

Pengaruh dosis
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

KK (%)
23.75
19.24t
31.52
21.19t
23.26
26.57
20.27t
21.88t
23.24
28.57
31.55
9.58t
30.40
16.26t
27.08t
27.09t
26.66t
31.22t
20.07t
25.58t
13.34t
15.32t
12.98t
16.70t
16.62t
19.25t
9.73
10.79
11.18
7.98
10.66
11.65
1.64t
1.52t
1.25t
28.72
14.33
14.33
21.10

menunjukan KK hasil transformasi data

10
Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Kambing terhadap Peubah Vegetatif
Ketika tanaman tempuyung memasuki fase generatif (5 MST) tanaman
cepat tumbuh tinggi, hal ini dapat dilihat dari selisih tinggi tanaman pada 5 dan 6
MST yang berkisar antara 6.37 hingga 13.28 cm. Secara statistik, tidak ada
pengaruh dosis pupuk terhadap tinggi tanaman meskipun pada 3-6 MST nilai
tinggi tanaman dengan aplikasi 15 ton ha-1 lebih tinggi daripada perlakuan lainnya
(Tabel 5).
Tabel 5 Rata-rata tinggi tanaman tempuyung pada umur dan dosis pupuk yang
berbeda
Dosis Pupuk kandang kambing (ton ha-1)

Umur
tanaman
(MST)

0

5

10

15

20

Tinggi tanaman (cm)
1

1.27 ± 0.20

1.30 ± 0.03

1.19 ± 0.06

1.40 ± 0.06

1.25 ± 0.06

2

1.68 ± 0.15

1.49 ± 0.07

1.51 ± 0.10

1.88 ± 0.26

1.54 ± 0.11

3

1.95 ± 0.09

1.83 ± 0.12

1.92 ± 0.05

3.35 ± 1.48

1.94 ± 0.11

4

2.36 ± 0.16

2.19 ± 0.05

2.21 ± 0.06

4.69 ± 2.63

2.37 ± 0.32

5

4.00 ± 0.43

3.53 ± 0.31

3.62 ± 0.44

7.11 ± 3.74

4.26 ± 1.24

6

14.85 ± 2.85

9.90 ± 0.79

12.02 ± 3.53

20.39 ± 9.14

13.92 ± 6.52

7

37.43 ± 10.63

30.37 ± 7.82

29.71 ± 9.51

38.55 ± 15.13

41.14 ± 14.86

8

69.98 ± 11.08

55.84 ± 7.49

61.38 ± 12.14 59.11 ± 16.66

64.49 ± 15.05

Keterangan : ± adalah standard error (n=3)
Tidak ada perbedaan nyata jumlah daun akibat perbedaan dosis pupuk,
meskipun pada 7-8 MST ada selisih yang lebih besar antara jumlah daun dengan
aplikasi pupuk kandang 20 ton ha-1 dan tanpa pupuk (Tabel 6).
Tabel 6 Rata-rata jumlah daun tanaman tempuyung pada umur dan dosis pupuk
yang berbeda
Umur
tanaman
(MST)

Dosis Pupuk kandang kambing (ton ha-1)
0

5

10

15

20

Jumlah daun
1

4.4 ± 0.3

4.6 ± 0.7

4.5 ± 0.5

4.5 ± 0.5

4.4 ± 0.4

2

5.6 ± 0.3

5.8 ± 0.6

5.5 ± 0.4

5.8 ± 1.8

5.5 ± 0.5

3

7.4 ± 0.5

7.8 ± 0.7

7.5 ± 0.6

7.3 ± 0.9

7.4 ± 0.8

4

10.1 ± 0.6

10.6 ± 0.9

10.3 ± 0.8

10.5 ± 1.6

10.5 ± 1.3

5

17.5 ± 2.3

16.4 ± 0.9

16.2 ± 1.7

18.3 ± 2.1

19.2 ± 4.0

6

25.0 ± 3.5

22.5 ± 3.1

21.2 ± 1.6

25.3 ± 2.3

27.1 ± 3.8

7

33.8 ± 5.1

27.4 ± 4.7

29.4 ± 1.8

34.4 ± 1.7

39.0 ± 6.1

8

43.2 ± 6.2

35.1 ± 9.1

37.0 ± 3.9

44.6 ± 3.7

48.3 ± 6.4

Keterangan : ± adalah standard error (n=3)

11
Peubah panjang dan lebar daun serta diameter tajuk juga tidak berbeda
antar dosis pupuk (Tabel 7, 8 dan 9). Nilai peubah panjang dan lebar daun yang
fluktuatif disebabkan oleh daun terpanjang yang diamati pada minggu sebelumnya
mati dan atau disebabkan daun terpanjang yang diamati tidak selalu pada daun
yang sama. Penelitian ini menghasilkan keragaan tanaman yang lebih baik
daripada hasil penelitian Gatari (2014) yang menggunakan polybag dan
menunjukkan bahwa tanaman tempuyung dengan penggunaan berbagai media
tanam yang dicampur pupuk kandang sapi memiliki rata-rata panjang daun
tertinggi 19.79 cm, sedangkan rata-rata diameter tajuk terpanjang 36.20 cm.
Tabel 7 Rata-rata panjang daun terpanjang tanaman tempuyung pada umur dan
dosis pupuk yang berbeda
Umur
tanaman
(MST)

Dosis Pupuk kandang kambing (ton ha-1)
0

5

10

15

20

Panjang daun (cm)
1

13.53 ± 1.47

13.60 ± 2.32

14.44 ± 1.89

13.67 ± 2.76

14.04 ± 1.91

2

14.47 ± 1.09

14.10 ± 2.26

14.86 ± 1.78

14.42 ± 2.59

14.28 ± 1.59

3

17.80 ± 1.10

16.38 ± 1.68

17.04 ± 1.15

17.37 ± 1.86

17.32 ± 1.76

4

23.26 ± 1.05

21.74 ± 1.59

22.30 ± 1.10

22.96 ± 2.08

23.28 ± 1.86

5

25.01 ± 0.89

24.33 ± 1.40

30.97 ± 7.52

24.85 ± 1.61

26.19 ± 1.90

6

27.32 ± 1.18

26.33 ± 1.20

26.10 ± 1.10

26.28 ± 0.97

28.33 ± 1.36

7

30.25 ± 0.74

28.58 ± 1.16

28.11 ± 1.08

28.97 ± 0.28

30.54 ± 1.39

8

30.53 ± 1.05

29.07 ± 0.99

29.19 ± 0.86

29.46 ± 0.26

30.53 ± 0.92

Keterangan : ± adalah standard error (n=3)
Tabel 8 Rata-rata lebar daun terpanjang tanaman tempuyung pada umur dan dosis
pupuk yang berbeda
Umur
tanaman
(MST)

Dosis Pupuk kandang kambing (ton ha-1)
0

5

10

15

20

Lebar daun (cm)
1

4.09 ± 0.25

3.69 ± 0.32

4.31 ± 0.34

4.16 ± 0.55

4.02 ± 0.32

2

4.60 ± 0.21

4.12 ± 0.26

4.57 ± 0.15

4.64 ± 0.38

4.46 ± 0.26

3

5.81 ± 0.26

5.33 ± 0.27

5.46 ± 0.06

5.61 ± 0.39

5.92 ± 0.50

4

7.19 ± 0.08

6.71 ± 0.28

7.02 ± 0.26

7.06 ± 0.20

7.36 ± 0.39

5

7.59 ± 0.14

7.17 ± 0.14

7.38 ± 0.09

7.38 ± 0.03

7.56 ± 0.20

6

7.28 ± 0.25

7.16 ± 0.31

7.19 ± 0.09

7.37 ± 0.20

7.35 ± 0.20

7

7.87 ± 0.26

7.17 ± 0.34

7.46 ± 0.26

7.37 ± 0.08

7.60 ± 0.17

8

7.78 ± 0.11

7.35 ± 0.34

7.73 ± 0.18

7.36 ± 0.08

7.74 ± 0.27

Keterangan : ± adalah standard error (n=3)

12
Tabel 9 Rata-rata diameter tajuk tanaman tempuyung pada umur dan dosis pupuk
yang berbeda
Umur
tanaman
(MST)

Dosis Pupuk kandang kambing (ton ha-1)
0

5

10

15

20

Diameter tajuk (cm)
1

23.61 ± 2.40

23.66 ± 3.98

25.09 ± 3.90

24.28 ± 5.73

24.66 ± 3.27

2

25.84 ± 2.20

25.26 ± 4.05

26.45 ± 3.50

26.67 ± 5.48

25.69 ± 3.61

3

33.71 ± 2.55

30.93 ± 3.20

32.24 ± 1.98

32.62 ± 3.93

33.36 ± 3.33

4

44.62 ± 1.94

41.49 ± 2.94

43.16 ± 2.21

44.01 ± 4.07

45.28 ± 4.04

5

49.50 ± 1.68

47.83 ± 2.56

47.87 ± 1.88

49.06 ± 3.07

51.70 ± 3.90

6

54.37 ± 2.52

51.82 ± 2.37

51.94 ± 2.25

52.58 ± 1.82

56.32 ± 3.15

7

59.27 ± 2.05

55.90 ± 2.56

55.56 ± 2.10

56.92 ± 0.41

61.13 ± 2.33

8

60.75 ± 1.71

57.86 ± 2.68

58.24 ± 1.73

58.89 ± 0.38

61.98 ± 1.73

Keterangan : ± adalah standard error (n=3)
Nilai peubah tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter tajuk mencapai nilai
tertinggi pada 8 MST. Hal ini dapat diartikan, walaupun pemberian pupuk
kandang kambing tidak memberikan pengaruh yang nyata, tanaman tempuyung
tetap dapat tumbuh dengan baik.
Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Kambing terhadap Peubah Bobot Segar
dan Bobot Kering Tanaman Tempuyung
Pemberian pupuk kandang kambing dengan berbagai dosis tidak
berpengaruh terhadap bobot segar dan bobot kering tanaman. Peubah bobot segar
dan bobot kering daun mencapai nilai maksimal pada 8 MST, akan tetapi ketika 9
MST terjadi penurunan hasil hingga 78.52% dari hasil panen 8 MST (Gambar 4).
Hal ini dikarenakan gejala serangan cendawan Puccinia sp. yang semakin tinggi,
sehingga banyak tanaman yang busuk.
Tanaman tempuyung memiliki dua jenis daun yang dilihat berdasarkan
umur dan letaknya, yaitu daun tua dan daun muda. Daun tua merupakan daun
yang tumbuh sejak masa pembibitan dan letaknya dekat permukaan tanah,
sedangkan daun muda merupakan daun yang mulai tumbuh pada 2 atau 3 MST
dan letaknya di atas buku ke 4 batang serta percabangan (Gambar 5). Apabila
daun tua dan daun tua dibandingkan (Gambar 6), daun muda memiliki biomassa
yang lebih tinggi daripada daun tua, ini disebabkan oleh daun muda memiliki
ukuran daun yang hampir sama dengan daun tua. Selain itu, menurut Wahyuno
(2012) cendawan Puccinia sp. banyak menyerang daun tua, sehingga banyak daun
tua yang busuk. Akan tetapi pada peubah bobot segar dan bobot kering akar
menunjukan penambahan bobot pada setiap dua minggu (Gambar 7 dan 8). Hal ini
menunjukan cendawan Puccinia sp. tidak mempengaruhi perakaran tanaman,
karena menurut Wahyuno (2012) cendawan Puccinia sp. hanya menyerang daun.

13

Bobot segar daun (g.tanaman-1)

4 MST

6 MST

150

150

100

100

93.32

50

18.64

18.13

13.87

80.3
64.03

66.78

5

10

50

15.53

11.44

0

0
0

5

10

15

20

0

136.58
120.78

20

150

100.63 98.04 103.40

100

100

50

50

40.60

40.77

32.84
21.05

29.17

10

15

20

4.88

4.13

15

20

0

0
0

5

10

15

0

20

5

6 MST

4 MST
Bobot kering daun (g.tanaman-1)

15

9 MST

8 MST
150

55.18

30

30

20

20
10

10
2.05

1.24

2.01

1.64

1.46

0

5

10

15

20

6.34

5.11

6.43

5

10

0

0

0

8MST

9MST

30

30
19.69

20

18.49

17.56
15.16

16.25

20
10.09

9.72

10

10

0

0
0

5

10

15

20

0

6.45

5.54

6.47

5

10

15

20

Dosis pupuk kandang (ton ha-1)
Gambar 4

Rata-rata biomassa daun total pada umur dan dosis pupuk yang
berbeda, garis vertikal pada histogram menunjukan s.e., n=3

14

Bobot segar daun (g.tanaman-1)

Gambar 5 Bagian tanaman tempuyung
Daun muda
100

100
83.44

80

80

68.98
56.62 57.35 54.74

60

60

40

40

20

20

0

67.96
49.05
29.66

5

10

15

20

0

Daun muda

5

10

15

20

Daun tua

20
15

47.91 43.71

0
0

Bobot kering daun (g.tanaman-1)

Daun tua

20
12.23

12.03 11.44

10.92
8.97

10

15
10

7.45

7.31

6.92

5.97
5

3.92

5

0

0
0

5

10

15

20

0

5

10

15

20

Dosis pupuk kandang (ton ha-1)
Gambar 6 Rata-rata biomassa daun 8 MST dengan dosis pupuk yang berbeda,
garis vertikal pada histogram menunjukan s.e., n=3

Bobot segar akar (g)

15
8 MST

40

40

40
25.52
24.88
18.8321.33 19.03

20

20

33.54
28.88
30.32
28.53
28.18

20

6.27 3.39 6.15 5.3 4.51

0

0
0

Bobot keirng akar (g)

6 MST

4 MST

5

0
0

10 15 20

15
12
9
6
3
0

1.04 0.72 1.06 0.72 0.81

0

5

10 15 20

0

6 MST

4 MST
15
12
9
6
3
0

5

0

5

10 15 20

8 MST
11.76
12.27
15 10.86
10.32
9.46
12
9
6
3
0
0 5 10 15 20

4.11 3.4 3.93 3.25 4.24

10 15 20

5

10 15 20

Dosis pupuk kandang (ton ha-1)
Gambar 7 Rata-rata bobot kering akar pada umur dan dosis pupuk yang berbeda,
garis vertikal pada histogram menunjukan s.e., n=3

Bobot keirng batang (g)

Bobot segar batang (g)

Tanaman tempuyung memasuki fase generatif pada 5 MST dan
pemangkasan bunga dilakukan pada 6 MST, sehingga pengamatan bobot segar
dan bobot kering batang dan bunga baru dilakukan pada 8 MST. Tidak ada
perbedaan nyata biomassa batang dan bunga akibat perbedaan dosis pupuk,
meskipun tanaman yang dipupuk dengan dosis 20 ton ha-1 memiliki selisih yang
lebih besar daripada tanaman yang tidak dipupuk (Gambar 9 dan 10).
8 MST
100

9MST
92.77

72.52

100

54.85

82.04
67.67

66.82

64.74

60.64
49.30

48.28

50

50

0

0
0

5

10

15

20

0

5

8 MST

10

15

20

9 MST

60

60

40

40

40.18

20

15.12

11.70

16.15

15.69
9.08

0

27.21

23.31
17.01

20

21.50

0
0

5

10

15

20

0

5

10

15

20

Dosis pupuk kandang (ton ha-1)

Gambar 8 Rata-rata biomassa batang pada umur dan dosis pupuk yang berbeda,
garis vertikal pada histogram menunjukan s.e., n=3

Bobot keirng bunga (g)

Bobot segar bunga (g)

16

9 MST

8 MST
20

20

10.56

10

8.32
5.22

5.70

5.38

5.20

10

7.32

6.43

6.38

7.53

0

5

10

15

0

0
0

5

10

15

20

8 MST

20

9 MST

4

4
2.68

2

1.38

1.38
0.87

0.82

0.78

5

10

15

0

1.80

1.39

0

5

2

1.61

1.79

10

15

0
0

20

20

Dosis pupuk kandang (ton ha-1)
Gambar 9 Rata-rata biomassa bunga pada umur dan dosis pupuk yang berbeda,
garis vertikal pada histogram menunjukan s.e., n=3
Tinggi tanaman berkorelasi positif terhadap jumlah daun, hal ini
menunjukan bahwa semakin tinggi tanaman maka semakin banyak jumlah daun.
Korelasi positif juga terdapat pada peubah jumlah daun dengan bobot segar daun,
serta peubah bobot segar daun dengan bobot kering daun (Tabel 10).
Tabel 10 Korelasi linear antara tinggi tanaman, jumlah daun dan biomassa daun
pada 8 MST
Jumlah daun
Bobot segar daun
Bobot kering daun

Tinggi tanaman
0.681**
0.490tn
0.240tn

Jumlah daun
0.772**
0.499tn

Bobot segar daun
0.649**

**menunjukan hasil yang berbeda nyata pada taraf 1%, tntidak berbeda nyata

Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Kambing terhadap Peubah Kandungan
Bioaktif dan Hara Tanaman Tempuyung
Pemberian pupuk kandang kambing dengan berbagai dosis tidak
memberikan pengaruh terhadap kadar flavonoid meskipun pada daun tua ada
selisih yang lebih besar antara kadar flavonoid dengan pemupukan 20 ton ha-1
dengan tanpa pupuk. Kandungan flavonoid total tertinggi yang terdapat dalam
daun tempuyung adalah 11.67 mg (g bobot kering)-1, sedangkan menurut Khan
(2012) kandungan kandungan flavonoid total daun tempuyung dapat mencapai
23.40 mg (g bobot kering)-1.
Daun muda memiliki kandungan flavonoid yang lebih tinggi dibandingkan
daun tua dengan selisih mencapai 8.18 mg (g bobot kering)-1 (Gambar 11), diduga
asimilat pada daun tua mengalami translokasi pada daun muda karena stress pada

17
daun muda lebih besar daripada daun tua. Menurut Taiz (1991) kandungan
metabolit sekunder dipengaruhi oleh cekaman lingkungan.
Kandungan klorofil, karoten dan antosianin juga tidak dipengaruhi oleh
pemberian pupuk kandang kambing, sehingga nilai peubah daun muda dan daun
tua yang hampir sama untuk seluruh perlakuan dosis pupuk. (Gambar 12, 13 dan
14). Selain itu, adanya kadungan antosianin yang rendah menunjukan bahwa
tingginya kandungan flavonoid total tidak didominasi oleh antosianin yang
merupakan sub golongan flavonoid. Hasil penelitian Khan (2012) menyebutkan
bahwa kandungan flavonoid total pada tempuyung didominasi oleh orientin,
quersetin dan kaempferol.
8 MST daun tua

Quersetin (mg/g)

8 MST daun muda
11.67

12

10.75

12
7.77

9

6.95

9

5.68

6

6

3.49

4.17

0

5

4.81
3.12

3.60

10

15

3

3

0

0
0

5

10

15

20

20

-1

Dosis pupuk kandang (ton ha )

Antosianin (mg/100g)

Gambar 10 Rata-rata kadar flavonoid total (dihitung sebagai quersetin) pada
umur 8 MST dengan dosis pupuk yang berbeda (daun muda diambil
secara komposit, sehingga tidak ada analisis statistik), garis vertikal
pada histogram menunjukan s.e., n=3
8 MST daun muda

8 MST daun tua

0.15

0.15
0.10

0.1

0.1
0.05

0.05

0.04

0.05

0.06

0.07

0.07
0.04

0.05

0

0.05

0.06

0
0

5

10

15

20

0

5

10

15

20

-1

Dosis pupuk kandang (ton ha )
Gambar 11 Rata-rata kandungan antosianin saat umur 8 MST pada dosis pupuk
yang berbeda, garis vertikal pada histogram menunjukan s.e., n=3

18
8 MST daun muda

klorofil (mg/g)

6 MST

2

2
1.20

1.5

1.22 1.18

1.32 1.35

1.46

1.5

1.31

8 MST daun tua

1.52 1.45 1.55

2
1.46

1.5

1

1

1

0.5

0.5

0.5

0

0
0

5

1.40 1.46 1.42
1.18

0
0

10 15 20

5 10 15 20

0

5 10 15 20

-1

Dosis pupuk kandang (ton ha )
Rata-rata kandungan klorofil pada umur dan dosis pupuk yang
berbeda, garis vertikal pada histogram menunjukan s.e., n=3

Gambar 12

8 MST daun muda

karoten (mg/g)

6 MST

0.4

0.4

0.30 0.31
0.27 0.29 0.29

0.3

0.3

0.30 0.28 0.32 0.31 0.31

8 MST daun tua
0.4

0.2

0.2

0.2

0.1

0.1

0.1

0

0
0

5

10 15 20

0.32

0.31 0.32 0.30
0.26

0.3

0
0

5 10 15 20

0

5 10 15 20

-1

Dosis pupuk kandang (ton ha )
Gambar 13

Rata-rata kandungan karoten pada umur dan dosis pupuk yang
berbeda, garis vertikal pada histogram menunjukan s.e., n=3

Secara statistik, kadar nitrogen, fosfor dan kalium dalam tanaman
tempuyung tidak dipengaruhi oleh pemberian pupuk kandang kambing, meskipun
kadar fosfor dalam tanaman memiliki selisih yang tinggi antara tanaman yang
dipupuk dengan dosis 10 ton ha-1 dengan tanpa pemupukan. Begitu pula kadar
kalium pada tanaman tempuyung yang dipupuk dengan dosis 20 ton ha-1 memiliki
selisih yang tinggi dengan tanaman yang tidak dipupuk (Gambar 13).

Hara daun (%)

3

0.6

2.48 2.29

3

0.43 0.47 0.45

2.18
1.79 1.75

2

Kalium

Fosfor

Nitrogen
0.37

0.36

0.4

2

1

0.2

1

0

0

0

0

5

10 15 20

0

5

10 15 20

2.34
1.62

0

5

2.5
2.08 1.86

10 15 20

Dosis pupuk kandang (ton ha-1)
Gambar 14 Rata-rata kadar hara tanaman pada 8 MST dan dosis pupuk yang
berbeda, garis vertikal pada histogram menunjukan s.e., n=3

19
Pembahasan
Secara umum tanaman tempuyung memiliki pertumbuhan yang baik selama
8 MST yang ditandai oleh penambahan nilai peubah vegetatif, bahkan ketika
memasuki fase generatif penambahan nilai peubah vegetatif masih terjadi. Hal ini
berbeda dengan penelitian Gatari (2014) yang menunjukkan penurunan nilai
tengah peubah vegetatif ketika telah memasuki fase generatif, karena menurut
Heldt (2005) ketika tanaman memasuki fase generatif, terdapat pemindahan
penyimpanan fotosintat dari daun menjadi bunga atau buah. Akan tetapi, pada
penelitian Wahyuningsih (2005) dengan dilakukanya pemangkasan bunga di awal
pembungaan, jumlah daun tempuyung terus bertambah meskipun tanaman
tempuyung sudah memasuki fase generatif.
Bobot kering daun pada fase vegetatif (4 MST) berkisar antara 1.24 hingga
2.05 g tanaman-1, sedangkan pada fase generatif (6 MST) bobot kering daun
mengalami peningkatan hingga 4.42 g tanaman-1, bahkan pada 8 MST
peningkatan bobot kering daun hingga 13.38 g tanaman-1 (Gambar 3), sedangkan
produktivitas simplisia daun total pada 8 MST mencapai rata-rata 120 kg ha-1.
Hal ini menunjukkan produksi simplisia daun terus bertambah walaupun
tanaman sudah memasuki fase generatif. Seluruh daun tanaman tempuyung dapat
dipanen dengan cara memanen daun tua terlebih dahulu karena letaknya dekat
tanah dan umurnya lebih tua, daun muda pun dapat dipanen karena memiliki
ukuran yang hampir sama dengan daun tua. Selain itu, bobot kering akar, batang
dan bunga juga mengalami peningkatan setiap minggunya.
Kandungan flavonoid total yang tinggi dalam daun tempuyung terdapat
pada tanaman dengan biomassa yang rendah (Gambar 4 dan 7). Hal ini
dimungkinkan karena adanya cekaman biotik (serangan cendawan Puccinia sp.)
dan abiotik (curah hujan dan kelembaban yang tinggi) selama percobaan
mengakibatkan rendahnya biomassa dan tingginya kandungan flavonoid total.
Menurut Taiz (1991) kandungan metabolit sekunder dipengaruhi oleh cekaman
lingkungan, karena salah satu fungsi metabolit sekunder sebagai pertahanan bagi
pertumbuhan.
Percobaan di lapangan ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari
pemberian pupuk kandang kambing terhadap peubah kadar nitrogen dan
kandungan klorofil. Bahkan saat umur tanaman 8 MST, tanaman tempuyung yang
tidak dipupuk memiliki biomassa akar yang tinggi, serapan nitrogen yang tinggi,
yaitu 0.48 g tanaman-1, serta kandungan klorofil yang tinggi pada daun tua sebesar
1.46 mg/g. Menurut Heldt (2005) nitrogen memiliki peran dalam pembentukan
klorofil, sehingga semakin tinggi kadar nitrogen akan tinggi pula kandungan
klorofilnya.
Penyebab kadar nitrogen yang rendah pada tanaman yang dipupuk diduga
karena pupuk kandang kambing yang digunakan belum terdekomposisi dengan
baik, sehingga kadar hara N dalam tanah digunakan mikroba tanah untuk
melakukan proses minerasisasi, dampaknya tanaman tempuyung tidak bisa
menyerap hara (imobilisasi). Akan tetapi, pada tanaman yang dipupuk dengan
dosis 20 ton ha-1 memiliki kadar N yang tinggi (Gambar 14) yang diduga karena
kebutuhan hara bagi mikroba tanah berlebih, sehingga hara telah tersedia bagi
tanaman. Menurut Paul dan Clark (1989) mineralisasi N organik merupakan
proses imobilisasi NH4+ dikarenakan N organik digunakan untuk pertumbuhan

20
mikroorganisme dalam penguraian pupuk organik dalam tanah. Martajaya et al.
(2010) menambahkan bahwa kesesuaian hara dipengaruhi oleh waktu antara
ketersediaan hara dalam tanah dan kebutuhan tanaman akan unsur hara, apabila
bahan organik yang diberikan dalam tanah belum terdekomposisi dengan baik
maka perlu waktu dalam tanah agar hara dapat diserap tanaman.
Perbedaan dari pemberian pupuk juga tidak terdapat dalam serapan fosfor
dan kalium, walaupun terlihat selisih yang besar antara tanaman yang dipupuk
dengan dosis 10 ton ha-1 dan tanaman yang tidak dipupuk, nilai serapan fosfor
tersebut mencapai 0.08 mg/g. Selain itu, terdapat selisih serapan kalium yang
tinggi antara tanaman dengan dosis pemupukan 20 ton ha-1 dan tanaman yang
tidak dipupuk, nilai serapan kalium tersebut sebesar 0.42 mg/g.
Tidak terdapatnya pengaruh dalam pemberian pupuk kandang kambing
terhadap seluruh peubah yang diamati diduga karena tingginya curah hujan dan
kelembaban mengakibatkan tingginya serangan cendawan Puccinia sp. Dugaan
lainnya karena tanaman tempuyung merupakan tanaman yang adaptif tumbuh liar,
sehingga tidak responsif terhadap pemupukan. Hasil penelitian Januwati (1993)
menunjukan bahwa pemberian pupuk kandang sapi tidak berpengaruh terhadap
produksi daun segar per tanaman, sedangkan hasil penelitian Gatari (2014) yang
menggunakan polybag menunjukan bahwa penggunaan berbagai media tanam
yang dicampur pupuk kandang sapi tidak mempengaruhi peubah vegetatif dan
biomassa daun tempuyung. Bahkan, hasil penelitian Nurhayati et al. (2013)
menunjukan bahwa pemberian pupuk NPK juga tidak memberikan pengaruh
terhadap keragaan tanaman dan biomassa daun tempuyung, karena dosis pupuk
kandang yang diberikan sudah terlalu tinggi.
Adanya nilai peubah yang beragam dikarenakan ukuran bibit yang diperoleh
sudah beragam dengan umur yang sama, sehingga penanaman dikelompokan
berdasarkan ukuran bibit. Pada ulangan 1 dan 3 bibit yang digunakan berukuran
sedang, sedangkan bibit yang ditanam pada ulangan 2 adalah bibit yang berukuran
besar.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian pupuk kandang kambing dengan berbagai dosis tidak
mempengaruhi peubah vegetatif, biomassa, kandungan bioaktif serta kadar hara
tanaman, walaupun pemberian pupuk kandang kambing menyebabkan
pertumbuhan tanaman yang baik. Selain itu, produktivitas maksimal simplisia
daun tempuyung terdapat pada 8 MST dengan nilai tengah mencapai 120 kg ha-1.
Tidak terdapat dosis pupuk kandang kambing optimal yang dapat
direkomendasikan dalam budi daya tempuyung.
Saran
Budi daya tempuyung sebaiknya dilakukan di awal musim hujan atau ketika
curah hujan belum terlalu tinggi untuk mencegah serangan cendawan Puccinia sp..
Apabila budi daya dilakukan pada musim hujan supaya menggunakan jarak tanam
lebar. Keterbatasan bahan tanam juga menjadi salah satu kendala dalam produksi

21
simplisia daun tempung, sehingga perlu adanya kajian mengenai penyediaan
bahan tanam dalam perbanyakan tempuyung.

DAFTAR PUSTAKA
Assari A. 2012. Uji aktivitas antihiperurisemia ekstrak etanol daun tempuyung
pada mencit jantan [skripsi]. Jatinangor (ID): Fakultas Farmasi, Universitas
Pajajaran.
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2014. Data iklim
bulanan wilayah Darmaga Bogor (ID): BMKG
Burhanudin, Nurmansyah. 2010. Pemberian pupuk kandang dan kapur terhadap
pertumbuhan dan produksi nilam pada tanah podsolik merah kuning.
Bul.littro. 21(2):138 – 144.
Dalimartha S. 2005. Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar. Cet. 4. Jakarta (ID):
Puspa Swara.
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat. 2009.
Sosialisasi GAP dan Registrasi Lahan Usaha Tanaman Obat.
http://ditsayur.hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_content&vie
w=article&id=123:reg-lu&catid=34:berita-terbaru [8 Maret 2013]
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Keputusan Menteri Pertanian.
http://ditsayur.hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_wrapper&vie
w=wrapper&Itemid=78 [9 maret 2013]
Gatari DD. 2014. Pertumbuhan dan produksi tanaman tempuyung (Sonchus
arvensis L.) dengan komposisi media tanam yang berbeda [skripsi]. Bogor
(ID): Program studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Heldt HW. 2005. Plant Biochemistry. Ed ke-3. California (US): Elsevier Science.
hlm 339-345.
Hardjowigeno S. 1989. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. hlm 128129.
Hartatik W, Widowati LR. 2006. Pupuk Kandang. Simanungkalit RDM et al
(Eds.). Pupuk Organik dan Hayati. Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. hlm 59-82.
Hidayati A, Yusrin, Anggraini H. 2009. Pengaruh frekuensi penggunaan teh daun
tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap daya larut kalsium okasalat
(CaC2O4). Jurnal Kesehatan. 2(2):30 – 37.

22
Izhar L, Susila AD. 2010. Rekomendasi pemupukan fosfor dan potasium
berdasarkan analisis hara tanah pada tanaman sayuran. J. Hort. Indonesia.
1(2):81-88.
Januwanti M. 1993. Pengaruh jenis bibitdan pupuk kandang terhadap produksi
daun tempuyung (Sonchus arvensis L.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia.
2(3): 14-15.
Khan RA. 2012. Evaluation of flavonoids and diverse antioxidant activities of
Sonchus arvensis. Chemistry Central Journal. 6(126): 1-7. doi: 10.1186/1752153X-6-126.
Las I, Subagyono K, Setiyono AP. 2006. Isu dan pengelolaan lingkungan dalam
revitalisasi pertanian. Jurnal Litbang Pertanian. 25(3):106 – 114.
Martajaya M, Agustina L, Syekhfani. (2010). Metode budi daya organic jagung
manis di Tlogomas, Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. 1(1):1-8.
Nurhayati H, Darwati I, Rosita SMD. 2013. Pengaruh pola tanam dan dosis pupuk
NPK terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Sonchus arvensis L.). Bul.
Littro. 24(1):8-13.
Paul EA, Clark FE. 1989. Soil Microbiology and Biochemistry. California (US):
Academic Press. hlm 135-141.
Pramono S, Sumarno, Wahono S. 1993. Flavonoid daun Sonchus arvensis L.
senyawa aktif pembentuk kompleks dengan batu ginjal berkalsium. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia. 2(3):5 – 7.
Pribadi E R. 2009. Pasokan dan permintaan tanaman obat Indonesia serta arah
penelitian dan pengembangannya. Perspektif 8(1):52 – 64.
Puteri MG, Bhandar MR, Jun. 2009. Indonesian Medical Plants and Their anti
Diabetic Potencies. Martirosyan DM, editor. Funcitional Foods for Cronic
Diseases Ed ke-4. Los Angeles (US): FI Publishing.
Rahardjo M, Rosita SMD. 2003. Agroekosistem tanaman obat. Jurnal Bahan
Alam Indonesia. 2(3):89-95.
Rohaeti E, Heryanto R, Rafi M, Wahyuningum, Darusman L K. 2011. Prediksi
kadar flavonoid total tempuyung (Sonchus arvensis L.) menggunakan
kombinasi spektroskopi IR dengan regresi kuadrat terkecil parsial. Jurnal
Kimia. 5(2):101-108.
Sims DA, Gamon JA. 2002. Relationships between leaf pigment content and
spectral reflectance across a wide range of species, leaf structures and
developmental stages. Remote Sensing of Environment. 81(2):337-354. doi:
10.1016/S0034-4257(02)00010-X.

23
Sukadana IM, Rahayusanti S. 2011. Senyawa antibakteri BIS (2-Etil Heksil) Ester
dan triterpenoid dalam ekstrak n-Heksana daun tempuyung. Majalah Obat
Tradisional. 16(1): 1-6.
Sulasna J, Santoso B, Iskandar D. 2004. Tempuyung: Budidaya dan Pemanfaatan
untuk Obat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 115 hlm.
Taiz L. 1991. Plant Physiology. California (US): Cummings Publishing. 565 hlm.
Wahid P. 1998. Budidaya dan pemuliaan tanaman obat. Warta Tumbuhan Obat
Indonesia. 4(1): 4-8.
Wahyuningsih APS. 2005. Pengaruh kombinasi aplikasi pupuk N dan waktu
pemangkasan tangkai bunga terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
tempuyung (Sonchus arvensis L.) [skripsi]. Bogor (ID): Program Stud