Peranan strain pineapple mealybug wilt associated virusdan kutu putih dalam menginduksi gejala layu pada tanaman nanas

PERANAN STRAIN Pineapple Mealybug Wilt associated Virus
DAN KUTU PUTIH DALAM MENGINDUKSI GEJALA LAYU
PADA TANAMAN NANAS

ARTA JUNITA HUTAHAYAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

2

ABSTRACT
ARTA JUNITA HUTAHAYAN. The Role of Pineapple Mealybug Wiltassociated Virus Strain and Mealybug (Dysmicoccus spp.) in Inducing Wilt
Symptom on Pineapple Plants. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA dan SOBIR
Indonesia is a tropic country which have potential to produce exotic fruits like
pineapple. Pineapple is very important fruit for world trade. Indonesia is the third
largest pineapple tin exporter after Philippine and Thailand. The main problem in
pineapple cultivation is wilt disease. Mealybug wilt of pineapple (MWP) is
currently present in pineapple-growing areas of West Java, Indonesia. MWP is

characterized by severe tip dieback, downward curling, reddening, and wilting of
the leaves which can lead to total collapse of the plant. Mealybug feeding on the
pineapple plant has been associated with MWP symptom. Furthermore, flexuous
rod-shaped virus particles, designated Pineapple mealybug wilt-associated virus
(PMWaV) have been isolated from both symptomatic and asymptomatic
pineapple plants. PMWaV is actually a complex of at least two different viruses,
PMWaV-1 and PMWaV-2 that are transmitted by mealybug. The objectives of
this research are to study the role of PMWaV isolates infection and mealybug
feeding in inducing wilt symptom on pineapple plants, and to study the incidence
of MWP in pineapple-growing areas of Indonesia. Survey for MWP were
conducted in pineapple production areas of East Java (Blitar), West Java (Subang
and Bogor), and North Sumatera (Simalungun). The incidence of the disease in all
of the areas surveyed were found to be ranging from 50% to 90%. These results
indicated that MWP has already spread widely in pineapple-growing areas of
Indonesia. Transmission of PMWaV from infected pineapple plant to the
pineapple test plants using mealybugs Dysmicoccus spp. under greenhouse
condition were successfully conducted. The symptoms on the test plants were the
same as that on naturally infected plants. The plants inoculated with virus and
colonized by mealybug produce more severe symptoms than the plants inoculated
with virus only. This indicated that PMWaV infection and mealybug feeding play

important role in inducing wilt symptom. But, some pineapple plants surveyed on
the field showing MWP symptoms without colonized by mealybug. This finding
suggested that PMWaV likely to be the most important causal agent of the MWP,
and mealybug feeding making the symptom more severe.

3

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan mem perbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya

4

PERANAN STRAIN Pineapple Mealybug Wilt associated Virus
DAN KUTU PUTIH DALAM MENGINDUKSI GEJALA LAYU
PADA TANAMAN NANAS

ARTA JUNITA HUTAHAYAN


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Proteksi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

5

Judul Tesis

:

Peranan Strain Pineapple Mealybug Wilt associated
Virus (PMWaV) dan Kutu Putih (Dysmicoccus spp)
dalam Menginduksi Gejala Layu pada Tanaman Nanas.


Nama
NIM

: Arta Junita Hutahayan
: A451040101

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sobir, M.Si.
Anggota

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc.
Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi
Entomologi.-F itopatologi


Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc
M.S

Tanggal Ujian: 20 Juli 2006

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro,

Tanggal Lulus:

6

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, atas
kasih, setia dan penyertaan -Nya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian
ini merupakan studi terhadap “Peranan Pineapple Mealybug Wilt associated Virus
(PMWaV) dan Kutu Putih (Dysmicoccus spp.) dalam Menginduksi Gejala Layu
pada Tanaman Nanas” yang dilaksanakan sejak September 2005 sampai April

2006.
Terima kasih penulis sampaikan kepada komisi pembimbing, Dr. Ir. Gede
Suastika, M.Sc. dan Dr. Ir. Sobir, M.Si. yang telah banyak memberi arahan,
bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian sampai
penyusunan tesis ini. Demikian juga penulis sampaikan terima kasih kepada Pusat
Kajian Buah-Buah Tropika (PKBT), Institut Pertanian Bogor atas dukungan dana
yang diberikan selama penelitian, dan terima kasih penulis kepada Dra. Dewi
Sartiami M.Si. yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama
penelitian, khususnya dalam mengidentifikasi kutu putih di Laboratorium
Biosistematika Serangga.
Ungkapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada
Ayahanda&Ibunda terkasih serta keluarga besar Hutahaean dan Simanjuntak, buat
segala doa, kasih sayang dan dukungannya yang besar kepada penulis selama
perkuliahan S2 sampai penulisan tesis ini. Penulis juga ucapkan terima kasih buat
Revansius Nababan, SP. yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanan
penelitian ini, serta kepada teman -teman yang namanya tidak dapat disebut satu
per satu, penulis ucapkan terima kasih. Kiranya Tuhan senantiasa melimpahkan
kasih karunia-Nya kepada kita.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Tuhan memberkati kita.


Bogor, Juli 2006

Arta Junita Hutahayan

7

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 11 Juni 1980. Penulis
merupakan putri tunggal dari Ayah L. Hutahaean dan Ibu N. Simanjuntak.
Tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Pematangsiantar dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU)
melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Fakultas
Pertanian, Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Pada tahun 2004 penulis
memperoleh gelar Sarjana Pertanian dan pada tahun yang sama penulis masuk
Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Entomologi-Fitopatologi, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

8

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xii

PENDAHULUAN ..........................................................................................

1

Latar Belakang ......................................................................................

1


Tujuan ...... .............................................................................................

2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

3

Penyakit Layu Nanas ............................................................................

3

Organisme Penyebab Penyakit .............................................................

4

Penamaan dan klasifikasi ..................................................

4


Biologi dan ekologi ............................................................

4

Kutu Putih (Dysmicoccus spp.)...............................................................

5

Taksonomi dan sebaran geografi ......................................

5

Biologi dan ekologi ............................................................

5

BAHAN DAN METODE ..............................................................................

8


Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................................

8

Metode Penelitian .................................................................................

8

Studi penularan PMWaV melalui serangga vektor .....................
Persiapan sumber inokulum ...............................................
Identifikasi serangga vektor ...............................................
Perbanyakan serangga vektor ............................................
Persiapan tanaman nanas uji ...............................................
Studi penularan PMWaV melalui serangga vektor ............
Tissue Blott Immunoassay .................................................

8
8
8
9
9
9
10

Studi penularan PMWaV di lapangan ........................................

11

Pengamatan sebaran geografi penyakit layu nanas .....................

11

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................

12

Studi Penularan PMWaV Melalui Serangga Vektor ............................

12

Hasil identifikasi kutu putih ........................................................

12

Induksi gejala oleh PMWaV dan kutu putih pada tanaman uji ...

12

9

Verifikasi infeksi PMWaV pada tanaman uji melalui TBIA .....

17

Studi Hasil Pengamatan Penularan PMWaV di Lapangan ..................

20

Pengamatan Sebaran Geografi Penyakit Layu Nanas ...........................

24

Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Jawa Barat .... ....

25

Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Jawa Timur .......

28

Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Sumatera Utara....

30

PEMBAHASAN UMUM ...............................................................................

36

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................

38

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

39

LAMPIRAN

41

.............................................................................................

10

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

2.

3.

4.
5.

6.

7.

Frekuensi tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu dan kisaran
masa inkubasinya setelah mendapat PMWaV pada keempat
perlakuan tanaman uji inokulasi PMWaV dan/atau investasi kutu
putih........................................................................................................

14

Keparahan penyakit (KP) pada keempat perlakuan tanaman nanas uji
yang diinokulasi PMWaV dan/atau diinvestasi kutu putih....................

15

Frekuensi tanaman terinfeksi PMWaV-1 dan/atau PMWaV-2 pada
studi penularan PMWaV melalui serangga vektor (Dysmicoccus spp.)
setelah diverifikasi dengan TBIA .........................................................
Deskripsi gejala layu yang terinfeksi PMWaV di rumah kaca melalui
verifikasi TBIA ....................................................................................
Persentase tanaman nanas di lapangan yang memperlihatkan gejala
layu dan/atau terkolonisasi kutu putih (hasil pengamatan di Subang)...

23

Persentase tanaman nanas di lapangan yang memperlihatkan gejala
layu dan/atau terkolonisasi kutu putih (hasil pengamatan di
Simalungun) .........................................................................................

23

Pengamatan Kejadian Penyakit (KP) pada ke tiga daerah sentra
produksi nanas dan pengaruhnya terhadap iklim daerah pengamatan...

34

18
20

11

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

2.

3.

4.

Dysmicoccus spp (a) Kutu putih betina dewasa (b) Preparat
mikroskopik tubuh kutu putih betina d ewasa (c) Diagram tubuh kutu
putih betina dewasa menurut Williams dan Watson (1988)
…………..............................................................................................

12

1. Perlakuan tanaman nanas dengan inokulasi dan in festasi kutu. 1a)
Gejala curling, 1b) Gejala mati ujung daun, 1c) Gejala merah; 2.
Perlakuan tanaman nanas dengan inokulasi tanpa infestasi kutu
(tanda panah merah menunjukkan gejala layu kuning) ; 3. Perlakuan
dengan infestasi kutu tanpa inokulasi PMWaV; 4. Kontrol ...............

13

Perakuan tanaman nanas uji yang hanya diinfestasi kutu tanpa
diinokulasi PMWaV ...........................................................................

15

Kondisi tanaman uji yang: diinokulasi PMWaV dan diin festasi kutu
putih (a), diinokulasi PMWaV namun tidak diin festasi dengan kutu
putih (b), diinfestasi kutu putih tanpa diinokulasi PMWaV (c), tidak
diinokulasi PMWaV dan tidak diinfestasi kutu putih (kontrol) (d).......
Gejala layu sebagai interaksi antara virus Pineapple Mealybug Wilt
associated Virus 2 (PMWaV-2) dan aktivitas makan kutu putih
Dysmicoccus spp ………………………………………....................

16

6.

Hasil TBIA perlakuan tanaman uji di rumah kaca ………………….

18

7.
8.

Lokasi pertanaman nanas di dae rah Subang dan Simalungun ...........
Tanaman nanas bergejala layu merah di pertanaman nanas Subang...

9.
10.

Perbedaan daun tanaman nanas sehat dan terkena gejala layu ………
1 & 2, Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih namun tidak
terdapat gejala layu. 3 & 4. Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih
dan terdapat gejala layu ......................................................................

21
22
22

5.

11.

12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

17

23

Hasil TBIA. 1&2: Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih namun
tidak terdapat gejala layu. 3&4: Tanaman nanas terkolonisasi kutu
putih dan terdapat gejala layu .............................................................

24

a) Lokasi pertanaman nanas di Subang, b) Gejala layu merah,
c) Gejala layu kuning …………………………………………
Lokasi pertanaman nanas di daerah Ciomas ………………………...
Tanaman nanas bergejala layu merah di pertanaman nanas ..............
Variasi gejala layu ………………………………………..................
Hasil TBIA gejala layu di daerah Ciomas, Bogor …………..............
Lokasi pertanaman nanas di Kecamatan Ponggok …………..............
Tanaman nanas bergejala layu di pertanaman nanas ……………….

25
25
26
26
27
29
29

12

19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

Variasi gejala layu. 1. Kuning; 2. Merah; 3. Mati ujung ...................
Hasil TBIA. 1) PMWaV-1; 2) PMWaV-2 …………………………
Lokasi pertanaman nanas di daerah Girsang Sipangan Bolon ...........
Tanaman nanas bergejala layu di pertanaman nanas .........................
Variasi gejala layu. 1. Merah; 2. Kuning ………………..................
Koloni kutu putih (Dysmicoccus spp.) ...............................................
Hasil TBIA sampel daun nanas dari Simalungun .............................
Variasi genetik ysng terdapat pada tanaman nanas di lapangan. 1) Di
daerah Simalungun, Sumatera Utara dan 2) Di daerah Ciomas,
Bogor ..................................................................................................

29
30
31
31
32
32
33

35

13

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1.

Data hasil pengamatan studi penularan PMWaV melalui kutu putih
di rumah kaca Cikabayan ................................................................... 41

14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah
Ananas comosus. Tanaman ini juga dikenal sebagai danas (Sunda), neneh
(Sumatera), pineapple (Inggris), atau pina (Spanyol). Tanaman nanas sudah lama
dikenal di Indonesia, namun bukan merupakan tanaman asli Indonesia
(Muljohardjo 1983).
Tanaman nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) dan telah
dibudidayakan di sana sebelum masa Colombus. Pada tahun 1505 bangsa Portugis
membawanya ke pulau St. Helena dan pada tahun 1548 ke India. Kemudian pada
tahun 1599 bangsa Spanyol membawa nanas ke Filipina dan Semenanjung
Malaysia, termasuk Indonesia (Laufer 1929 dalam Muljohardjo 1983).
Di Indonesia nanas pada mulanya dibudidayakan hanya sebagai tanaman
pekarangan, kemudian dikebunkan secara luas terutama di lahan kering (tegalan)
di seluruh wilayah nusantara. Indonesia pernah tercatat sebagai salah satu
produsen nanas kaleng terbesar ketiga di dunia setelah Thailand dan Filipina
(Collins 1960). Dalam hubungannya dengan perkembangan industri nanas dunia,
Hawaii tercatat sebagai negara perintis dalam industri nanas.
Melihat nanas sebagai salah satu produk hortikultura yang sangat
dibutuhkan, khususnya masyarakat Indonesia, maka perlu dilakukan perbaikan
kwalitas dan kwantitas tanaman nanas. Faktor-faktor penentu produksi seperti
tanah, iklim, varietas nanas, teknik budidaya serta pengendalian hama dan
penyakit menjadi penting untuk diketahui.
Salah satu permasalahan utama dalam budidaya tanaman nanas adalah
penyakit layu (pineapple mealybug wilt disease). Penyakit ini memiliki arti
penting karena kerugian yang ditimbulkannya cukup besar (Petty et al.
2002). Penyebaran penyakit ini sudah hampir di seluruh daerah pertanaman nanas
dunia, tak terkecuali Indonesia (CABI 2003). Namun demikian belum tersedia
informasi yang cukup banyak mengenai penyakit ini. Berdasarkan pengamatan
penulis, penyakit ini sudah menjadi masalah penting di perkebunan nanas PT
Great Giant Pineapple Company di Lampung. Hal yang sama juga sudah terjadi

15

di Bogor. Penyakit ini menyebabkan kerusakan pada perakaran. Tanaman yang
terserang menjadi layu, daun berwarna merah yang dimulai dari daun terluar,
bahkan tanaman dapat mengalami kematian.
Hu et al. (1996) melaporkan bahwa penyakit layu pada tanaman nanas
berasosiasi dengan Pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV -1) dan
PMWaV-2. Disebutkan juga bahwa gejala penyakit hanya muncul sebagai hasil
interaksi

antara

virus

PMWaV-2

dan

aktivitas

makan

kutu

putih

Dysmicoccus spp.
Selama ini tindakan pengendalian penyakit layu masih bertumpu pada
cara-cara kimiawi. Sasaran utamanya adalah untuk pengendalian serangga vektor
Dysmicoccus spp dan semut sebagai simbion kutu. Namun cara ini dapat berakibat
buruk terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu tuntutan konsumen
pada saat ini menghendaki penggunaan pestisida seminimal mungkin, terutama
untuk konsumen di negara maju. Pengendalian hayati menjadi alternatif dan
komponen pengendalian yang penting dalam pengelolaan hama terpadu. Namun
demikian informasi keberadaan musuh alami hama ini di Indonesia masih sangat
terbatas. Untuk itu diperlukan suatu kajian tentang deteksi dan penyebaran
penyakit tersebut demi menunjang usaha pengendalian yang efektif.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peranan strain PMWaV dan
kutu putih (Dysmicoccus spp.) dalam menginduksi penyakit layu pada tanaman
nanas serta mengetahui penyebaran penyakit layu nanas di Indonesia.

16

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Layu Nanas
Penyakit layu nanas pertama kali dikenal pada tahun 1910 di Hawaii. Pada
tahun 1920-an dan 1930-an hampir menghancurkan industri pengalengan nanas di
Hawaii. Beberapa data di bawah ini menyebutkan bahwa penurunan produksi
yang diakibatkan oleh penyakit layu ini cukup tinggi. Petty et al. (2002) di Kuba
mengemukakan kehilangan hasil sebesar 40%, menurut Sether et al. (2001),
kehilangan hasil sebesar 35%, bahkan penurunan hasil juga dapat dialami oleh
tanaman terinfeksi yang tidak bergejala. Selain menyebabkan penurunan hasil,
penyakit layu ini juga dapat menyebabkan pemasakan buah terlalu dini (Sipes
et al. 2002).
Pada tanaman yang terinfeksi penyakit layu terjadi penurunan bobot
rata-rata buah sebesar 55% jika dibandingkan dengan tanaman bebas penyakit
layu. Jika penyakit layu berkembang 14 bulan setelah penanaman, buah yang
dihasilkan rata-rata beratnya berkurang ± 7% dari tanaman yang bebas penyakit
layu (Sether & Hu 2002a).
Gejala penyakit pertama kali muncul pada perakaran yang mengalami
gangguan pertumbuhan dan membusuk, kemudian diikuti dengan gejala layu pada
daun. Collins (1960) membagi gejala penyakit layu pada nanas ini menjadi empat
tahapan. Tahapan pertama berupa daun berwarna kemerahan yang dimulai dari
daun terluar, tepi daun menggulung, ujung daun tidak melengkung dan tanaman
masih tampak normal. Tahapan kedua, daun-daun berwarna kemerahan, turgiditas
mulai menghilang, ujung daun agak kecoklatan, kadang daun mengeriting dan
terjadi nekrotis dengan ukuran tanaman masih normal. Tahapan ketiga, daun
lingkar keempat dan kelima menekuk ke bawah, tepi-tepi daun kuning atau
kemerahan, ujungnya mengeriting kebelakang dan tanaman mengalami
kekerdilan. Fase keempat, daun tengah tampak tegak namun telah kehilangan
turgiditas, ujung daun menekuk dan berwarna coklat, daun keriting dan tanaman
kerdil.
Berdasarkan hasil survei bahwa 80% PMWaV-1 ditemukan pada tanaman
yang menunjukkan gejala layu dan 78% pada tanaman yang tidak menunjukkan

17

gejala layu. Sedangkan PMWaV-2 ditemukan 100% pada tanaman bergejala layu
dan 12% pada tanaman yang tidak menunjukkan gejala layu (Sether et al. 2001).

Organisme Penyebab Penyakit
Penamaan dan klasifikasi
Virus penyebab penyakit layu pada nanas termasuk ke dalam famili
Closteroviridae dan genus Closterovirus. Pada saat pertama kali diketahui,
penyakit ini diduga karena keberadaan toksin yang dihasilkan oleh kutu
Dysmicoccus spp pada saat makan (Carter 1973), kemudian lebih lanjut
ditemukan adanya faktor laten yang ditularkan oleh kutu, dan pada sekitar tahun
1980-an berhasil di isolasi virus dari tanaman nanas sakit (CABI 2003).
Nama lain yang biasa digunakan adalah Pineapple Mealybug Wilt
associated Closterovirus, tetapi karena penyakit layu nanas ini selalu berasosiasi
dengan kutu putih, maka penyakit ini disebut mealybug wilt of pineapple (MWP),
yang kemudian direvisi menjadi pineapple mealybug wilt associated virus 1 dan 2
(PMWaV-1 dan PMWaV-2). Dua strain ini dibedakan berdasarkan analisis sequen
dan filogenetik (Melzer et al. 2001; Sether et al. 2001; Sether & Hu 2002b).
PMWaV merupakan virus golongan ssRNA, kisaran inang sempit dan nanas
merupakan inang utama, virion virus diperoleh dari daun, floem dan akar
(Gunasinghe & German 1989).
Penularan virus tidak bisa terjadi secara mekanik, namun harus dengan
bantuan vektor. Serangga yang dapat menjadi vektor virus adalah D. brevipes,
D. neobrevipes dan Pseudococcus longispinus. Penularan bersifat semi persisten
dan tidak transovarial (Brunt & Gunasinghe 1991).

Biologi dan ekologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi epidemik sangat komplek, meliputi
multi interaksi antara mealybug, semut, predator, parasit, virus, tanaman nanas
dan tanaman lain sebagai inang alternatif seperti Agavae americana dan gulma
Paspalum. Ekspresi gejala juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan
keragaman populasi kutu putih (Rohrbach & Schmitt 1994).

18

Kutu putih biasanya berasosiasi dengan semut. Semut menjaga dan
melindungi kutu putih dari predator dengan cara memakan embun madu yang
dihasilkan oleh kutu putih, juga mencegah perkembangan penyakit embun jelaga
yang disebabkan oleh cendawan (Beardsley et al. 1982).
PMWaV dapat disebarkan oleh Dysmicoccus spp. dengan adanya semut
ataupun tidak, namun penyebaran akan sangat tinggi dengan adanya semut.
Pengendalian semut di lapangan akan berkorelasi positif dengan pengendalian
penyakit layu nanas (Sether et al. 2001).

Kutu Putih (Dysmicoccus spp.)
Taksonomi dan sebaran geografi
Kutu putih nanas (Dysmicoccus spp.) adalah serangga yang tergolong ke
dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Coccoidea dan famili
Pseudococcidae. Kutu putih ini berasal dari daerah tropik Amerika (Petty et al.
2002) yang umum ditemukan di Amerika Tengah dan Amerika Utara dan
menyebar luas terutama di daerah tropik dan subtropik. Dysmicoccus spp. juga
terdapat di Eropa, Asia, Afrika, bagian barat Hemisphere, Oceania dan Australia
(CABI 2003).
Biologi dan ekologi
Dysmicoccus spp. umumnya ditemukan pada tanaman nanas dan hampir
selalu ada pada setiap pertanaman nanas. Kutu ini juga ditemukan pada tanaman
tebu dan merusak beberapa tanaman pertanian penting di bagian tropik Australia
(William & Watson 1988).
Menurut Sether et al. 1998, terdapat dua tipe kutu putih yang berbeda di
pertanaman nanas di Hawaii, yakni pink mealybug dan grey mealybug. Pink
mealybug bereproduksi secara partenogenetik dan grey mealybug secara
biparental.
Beardsley (1996) menyatakan bahwa ada dua bentuk Dysmicoccus spp.,
bentuk

pertama

adalah

partenogenetik

yang

menyebabkan

gejala

layu

(pineapple wilt) pada tanaman nanas di Hawaii, sedangkan bentuk kedua adalah
biparental yang menyebabkan gejala bercak hijau (green spotting) pada tanaman

19

nanas di Brazil. Beardsley juga menyatakan bahwa dari kedua Dysmicoccus spp
tersebut, pink mealybug adalah D. brevipes dan grey mealybug adalah
D. neobrevipes.
Perbedaan penting antara kedua kutu ini terletak pada perilakunya. Bentuk
partenogenetik D. brevipes sebagian besar terdapat pada bagian bawah tanaman
nanas, dekat permukaan tanah atau di bawahnya, sedangkan bentuk biparental
D. brevipes, bersama-sama D. neobrevipes berada pada mahkota dan pada buah
yang sedang berkembang. Secara morfologi, perbedaan kedua kutu ini disamping
warna tubuh yakni merah jambu (pink) dan abu-abu (grey), juga jumlah ruas
antena. D. brevipes memiliki 8 ruas antena dan D. neobrevipes memiliki 10 ruas
antena (CABI 2003).
Kutu betina D. brevipes sebelum menjadi dewasa, melalui tiga kali
tahapan nimfa yang disebut crawlers, yaitu instar pertama memerlukan waktu
perkembangan antara 10-26 hari, instar kedua antara 6-22 hari dan instar ketiga
antara 7-24 hari. Total periode nimfa mulai dari instar satu hingga instar tiga
bervariasi yakni antara 26-55 hari dengan rata-rata sekitar 34 hari. Periode hidup
kutu betina dewasa berkisar antara 31 -80 hari dengan rata-rata 56 hari. Kutu
betina dewasa mampu melahirkan nimfa hingga 1000 crawler. Siklus hidup
D. brevipes mulai dari instar pertama hingga mencapai dewasa dan kemudian
mati, mencapai rata-rata 95 hari. Siklus hidup kutu betina D. neobrevipes tidak
berbeda jauh dari siklus hidup kutu betina D. brevipes yakni berkisar antara 59
sampai 117 hari dengan rata-rata 90 hari (Ito 1938 dalam Mau & Kessing 1992).
Kutu jantan D. brevipes memiliki dua instar nimfa dengan masa
perkembangan masing-masing instar 9-24 hari dan 5-19 hari. Stadia prapupa dan
pupa masing-masing memerlukan waktu 2-5 hari dan 3-7 hari. Dewasa jantan
hanya mampu bertahan hidup 1-3 hari (CABI 2003).
Kutu jantan D. neobrevipes sebelum menjadi jantan dewasa bersayap,
melalui empat kali tahapan ganti kulit, yaitu instar pertama, kedua, ketiga dan
keempat masing-masing berkisar antara 11-19 hari, 7-19 hari, 2-7 hari dan 2-8
hari. Total periode nimfa jantan berkisar antara 22 -53 hari. Siklus hidup kutu
jantan dewasa bersayap ,berkisar antara 2-7 hari (Ito 1938 dalam Mau & Kessing
1992).

20

Kutu Dysmicoccus spp. memiliki arti penting karena kisaran inangnya
sangat luas (polifag). Hama ini memiliki inang lebih dari 100 genus yang berasal
dari 53 famili tumbuhan (CABI 2003) dan penyebarannya juga sangat luas, dari
daerah subtropika sampai ke tropika dan selalu terdapat di seluruh pertanaman
nanas (William & Watson 1988; CABI 2003).
Peranan kutu dalam penyakit layu adalah sebagai vektor yang mampu
menularkan virus dalam populasi yang rendah (CABI 2003). Menurut Harris
(1981) Dysmicoccus spp. merupakan hama nanas kosmopolit yang tersebar di
seluruh dunia dan merupakan vektor mealybug pineapple wilt disease yang sangat
penting pada produksi nanas komersial. Dysmicoccus spp. juga merupakan hama
pada berbagai tanaman selain nanas dan mampu menyebabkan kerugian sebesar
25% pada kacang tanah di Tripura, India (Das 1998 dalam CABI 2003).

21

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian

ini

dilakukan

di

Laboratorium

Virologi

Tumbuhan,

Laboratorium Biosistematika Serangga dan Rumah Kaca Cikabayan , Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor mulai
bulan September 2005 sampai dengan bulan April 2006.

Metode Penelitian
Studi penularan PMWaV melalui serangga vektor
Persiapan sumber inokulum
Tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu diambil dari Desa
Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang. Tanaman tersebut ditanam
dalam pot plastik berdiameter 50 cm dan dipelihara di Rumah Kaca Cikabayan,
Departemen Proteksi Tanaman, IPB Bogor. Tanaman ini digunakan sebagai
sumber inokulum pada percobaan selanjutnya. Verifikasi infeksi PMWaV pada
tanaman sumber inokulum dilakukan dengan Tissue Blott Immunoassay (TBIA).

Identifikasi serangga vektor
Sebelum dilakukan perbanyakan, serangga vektor (kutu putih) terlebih
dahulu diidentifikasi untuk memastikan bahwa vektor yang digunakan dalam
penelitian adalah Dysmicoccus spp. Identifikasi dilakukan dengan mengamati kutu
putih yang telah diawetkan pada preparat mikroskop dengan menggunakan kunci
identifikasi Williams & Watson (1988). Pembuatan preparat mikroskop dilakukan
sebagai berikut: kutu putih dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi ± 2 ml
alkohol 95% dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit. Selanjutnya
alkohol dipindahkan bersama kutu putih tersebut ke dalam cawan sirakus,
kemudian toraks bagian dorsal ditusuk dengan jarum untuk membuat lubang di
bagian dorsal serangga. Kutu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi larutan
KOH 10% dan direbus sampai terlihat transparan, lalu dituang ke dalam cawan
sirakus dan isi tubuh serangga dikeluarkan. Setelah bersih, kutu dicuci dengan

22

akuades sebanyak dua kali, kemudian direndam dalam larutan acid alcohol 50%
selama 10 menit. Kemudian ditambahkan larutan asam fukhsin ke dalam larutan
acid alcohol 50% tersebut. Setelah beberapa menit, preparat diinkubasi dalam
glacial acetic acid semalam. Langkah selanjutnya, kutu putih didehidrasi dengan
merendamnya dalam alkohol 80% selama 5 menit, alkohol 100% selama 10
menit, larutan carbol xylene selama dua menit, dan terakhir dalam alkohol 100%
selama 10 menit. Selanjutnya preparat direndam dalam minyak cengkeh selama
10 menit, ditetesi dengan balsam kanada dan siap diamati di bawah mikroskop
cahaya. Penentuan genus kutu putih mengikuti kunci identifikasi dari Williams &
Watson (1988).

Perbanyakan serangga vektor
Setelah benar bahwa kutu putih tersebut adalah D. brevipes, maka
dilakukan perbanyakan kutu putih dengan menggunakan labu parang hijau
(kabocha). Kutu putih betina dewasa yang siap meletakkan telur dipindahkan ke
kabocha yang diletakkan dalam kotak kardus dan disimpan pada ruangan bersuhu
25-30oC. Nimfa-nimfa yang diletakkan oleh imago betina kutu putih tersebut
dipelihara pada kabocha sedangkan imagonya dibunuh. Serangga generasi kedua
digunakan sebagai agen penularan virus pada penelitian ini.

Persiapan tanaman nanas uji
Tanaman nanas uji yang digunakan adalah nanas varietas Smooth Cayenne
hasil kultur jaringan yang diperoleh dari Pusat Kajian Buah -buahan Tropika, IPB,
Bogor. Tanaman nanas uji ditanam dalam kantong plastik berukuran 35 cm x 35
cm yang telah berisi tanah dan pupuk kandang steril (1:1). Tanaman uji dipelihara
di Rumah Kaca Cikabayan.

Studi penularan PMWaV melalui serangga vektor
Kutu putih dewasa generasi kedua dibiarkan makan akuisisi pada tanaman
nanas sumber virus, selama 48 jam, kemudian dipindahkan dan dibiarkan makan
inokulasi pada tanaman nanas uji selama 7 hari. Jumlah kutu putih yang
digunakan adalah 10 ekor per tanaman uji. Pada hari ke-7 setelah inokulasi, kutu

23

putih dibunuh dan tanaman nanas uji diinfestasi dengan 10 ekor kutu putih per
tanaman sesuai perlakuan, sehingga dalam percobaan ini terdapat empat perlakuan
yaitu:
1. Tanaman nanas yang diinokulasi PMWaV dan diinfestasi kutu putih
2. Tanaman nanas yang diinokulasi PMWaV namun tidak diin festasi
dengan kutu putih
3. Tanaman nanas yang hanya diin festasi dengan kutu putih tanpa
diinokulasi PMWaV
4. Tanaman nanas uji yang tidak diinokulasi PMWaV dan tidak
diin festasi kutu putih.
Setiap perlakuan dilakukan pada 10 individu tanaman nanas sebagai ulangan.
Tanaman nanas uji yang telah diberi perlakuan dipelihara dalam rumah kawat
kedap serangga untuk diamati gejala yang muncul sampai tiga bulan setelah
inokulasi. Verifikasi infeksi PMWaV pada tanaman uji dilakukan dengan
menggunakan TBIA.

Tissue Blott Immunoassay
TBIA dilakukan mengikuti Hu et al. (1996). Pangkal daun yang masih
berwarna putih dipotong melintang dengan menggunakan pisau, kemudian ditekan
kuat pada membran selulosa [0.45 µm Nitro ME nitrocelulose membrane (Micron
Separation, Inc., Westboro, MA)] yang dialasi dengan kertas tisu dan gabus
selama 3-5 detik sampai menimbulkan bekas pada membran. Cetakan berkas
jaringan pembuluh daun akan tetap pada membran setelah dibloting. Membran
kemudian disimpan kering pada suhu ruang sampai akan dianalisis. Membran
yang telah diblot ditempatkan dalam wadah plastik dan diblok dengan 2% (b/v)
susu bubuk (skim milk non fat) dalam PBS (Na 2HPO4 1,15 g; KCl 0,2 g; KH2PO 4
0,2 g; NaCl 8,0 g; NaN 3 0,2 g, dilarutkan dalam akuades 1000 ml, pH 7,4) dan
digoyang dengan kecepatan 50 rpm pada suhu ruang selama 3 x 10 menit.
Membran dipindahkan dalam wadah plastik baru yang telah berisi larutan antibodi
monoklonal spesifik PMWaV -1 atau PMWaV-2 (Agdia, USA) dalam PBS (1:1)
dan diinkubasi selama 4 jam dalam suhu ruang sambil digoyang. Membran dicuci
3 x dalam PBST (PBS + 0,05% Tween-20) masing-masing selama 5 menit.

24

Selanjutnya membran diinkubasi dalam konjugat (Goat anti-mouse IgG alkaline
phosphatase) (Agdia, USA) yang dilarutkan dalam PBS dengan perbandingan
1:1000 selama 2 jam. Setelah dicuci dengan PBST, membran diinkubasi larutan
substrat BCIP/NBT (Sigma B-5655), satu tablet substrat dilarutkan dalam 10 ml
AP buffer (10 ml Tris HCl 1 M; 1 ml MgCl2 0,5 M dilarutkan dalam akuades
1000 ml dengan pH 9,5), selama 15 menit hingga 1 jam. Bila sudah terjadi
perubahan warna, membran dicuci dengan akuades untuk menghentikan reaksi,
kemudian dikeringanginkan.

Studi penularan PMWaV di lapangan
Pengamaatn dilakukan dipertanaman nanas di Desa Bunihayu, Kecamatan
Jalancagak, Kabupaten Subang dan di Desa Huta Parhonasan, Kecamatan Girsang
Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun. Kebun nanas yang diamati adalah kebun
yang mempunyai kejadian penyakit layu lebih dari 30%. Pada kebun yang dipilih
diamati sejumlah tanaman yang bergejala layu dan yang tidak bergejala. Pada
setiap tanaman contoh, baik yang bergejala maupun yang tidak bergejala, diamati
kolonisasi kutu putih. Infeksi isolat PMWaV pada tanaman contoh diverifikasi
melalui TBIA.

Pengamatan sebaran geografi penyakit layu nanas
Pengamatan sebaran penyakit layu nanas oleh kutu putih dilakukan
melalui survei ke pertanamaan nanas di beberapa propinsi sentral produksi nanas
Indonesia yakni Jawa Barat (Subang dan Bogor), Jawa Timur (Blitar) dan
Sumatera Utara (Simalungun). Pada setiap daerah sentra produksi nanas tersebut
diamati beberapa kebun nanas milik petani setempat. Pada setiap kebun terpilih
diamati tingkat kejadian penyakit dan tipe gejala layu pada tanaman nanas. Data
ini diharapkan dapat memetakan penyebaran penyakit layu oleh kutu putih di
beberapa daerah pertanaman nanas di Indonesia.

25

HASIL DAN PEMBAHASAN
Studi Penularan PMWaV Melalui Serangga Vektor
Hasil identifikasi kutu putih
Hasil pengamatan preparat kutu putih di bawah mikroskop cahaya
memperlihatkan bahwa kutu putih yang digunakan dalam penelitian ini
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Pada tubuh kutu putih tersebut terdapat
sejumlah porus translusen pada femur belakang dan tibia, mempunyai 8 segmen
antena, dua buah porus diskoidal di bagian posterior disekitar mata, terdapat
sirkulus, sepasang lobus anal dan 17 pasang serari. Ostiol berkembang baik tanpa
penebalan. Serari dengan 3-4 seta terdapat pada segmen abdomen posterior,
protoraks dan kepala. Dua serari besar juga terdapat pada kedua lobus anal. Kutu
yang mempunyai karakteristik seperti ini, menurut kunci identifikasi Williams &
Watson (1988), termasuk ke dalam kelompok famili Pseudococcidae dan genus
Dysmicoccus (Gambar 1).

(a)
Gambar 1

(b)

(c)

Dysmicoccus spp (a) Kutu putih betina dewasa (b) Preparat mikroskopik tubuh kutu
putih betina dewasa dan (c) Diagram tubuh kutu putih betina dewasa menurut
Williams & Watson (1988)

Induksi gejala oleh PMWaV dan kutu putih pada tanaman uji
Hasil penelitian studi penularan PMWaV melalui vektor kutu putih di
rumah kaca menunjukkan pengaruh yang positif pada dua perlakuan dari empat
perlakuan yang di uji. Pengaruh positif tersebut, ditunjukkan dengan adanya
gejala penyakit layu. Gejala yang muncul pada tanaman uji bervariasi. Perlakuan
tanaman nanas uji yang diinokulasi dan diin festasi dengan 10 ekor kutu putih per

26

tanaman, memberikan beberapa variasi gejala penyakit layu yang berbeda, yakni
gejala merah (reddening), mengeriting (curling), mati ujung daun (tip leaf die
back) dan kuning (yellowing). Perlakuan tanaman nanas uji yang diinokulasi tanpa
diinfestasi kutu putih, menunjukkan gejala layu yang sama, yakni gejala layu
kuning. Sedangkan perlakuan dengan diin festasi kutu putih dan kontrol tidak
menimbulkan gejala layu. Namun, daun tanaman nanas pada perlakuan tanaman
nanas uji dengan diinfestasi kutu putih, menunjukkan perubahan warna daun
menjadi hijau pucat (tidak segar seperti daun tanaman nanas kontrol). Gejala yang
terjadi pada keempat perlakuan tersebut, dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini:

1a

1b

1c

2

3

4

Gambar 2

1. Perlakuan tanama n nanas dengan inokulasi PMWaV dan infestasi kutu. 1a) Gejala
curling, 1b) Gejala mati ujung daun, 1c) Gejala merah; 2. Perlakuan tanaman nanas
dengan inokulasi PMWaV tanpa infestasi kutu (tanda panah merah menunjukkan
gejala layu kuning) ; 3. Perlakuan dengan infestasi kutu tanpa inokulasi PMWaV;
4. Kontrol

Munculnya gejala (masa inkubasi) pada tanaman nanas uji tidak seragam. Kisaran
munculnya gejala antara minggu ke-6 hingga minggu ke-11 setelah inokulasi
(Tabel 1).

27

Tabel 1

No

1

2
3

4

Frekuensi tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu dan kisaran
masa inkubasinya setelah mendapat PMWaV pada keempat perlakuan
tanaman uji inokulasi PMWaV dan/atau infestasi kutu putih
Perlakuan

Frekuensi tanaman nanas yang
menunjukkan gejala layu

Tanaman nanas uji yang diinokulasi
PMWaV dan diinfestasi dengan 10 ekor
kutu putih per tanaman nanas uji
Tanaman nanas uji yang diinokulasi
PMWaV tanpa infestasi kutu putih
Tanaman nanas uji yang tidak diinokulasi
PMWaV tetapi diinfestasi 10 ekor kutu
putih per tanaman nanas uji
Tanaman nanas uji tanpa diinokulasi virus
dan diinfestasi kutu putih (kontrol)

10/10

Kisaran masa
inkubasi
(MSI)
6-7

10/10

9-10

0/10

-

0/10

-

Ket: MSI = minggu setelah inokulasi

Gejala muncul pertama kali pada tanaman nanas uji yang diinokulasi dan
diinfestasi dengan 10 ekor kutu per tanaman nanas uji, yaitu pada minggu
keenam. Daun tanaman nanas uji mulai kekuningan dan ujung daun mulai layu
seperti kekurangan air. Pada minggu ketujuh, daun tanaman nanas uji mulai
menunjukkan gejala mengeriting, ujung daun tanaman mulai menggulung ke
dalam dan pertumbuhan tanaman mulai terhambat. Kemudian pada mingguminggu selanjutnya, tanaman nanas uji semakin banyak menunjukkan variasi
gejala layu dan pertumbuhan tanaman terhambat sampai pengamatan terahir.
Pada perlakuan tanaman nanas uji yang diinokulasi namun tidak diinfestasi
dengan kutu putih, mulai menunjukkan gejala layu pada pengamatan minggu ke
sembilan. Gejala layu yang muncul terjadi pada daun tanaman nanas uji yang
dimulai dari pemucatan ujung daun tanaman hingga warna daun berubah menjadi
kuning pada pengamatan minggu kesebelas.
Perlakuan tanaman nanas uji yang diin festasi 10 ekor kutu per tanaman
nanas uji tanpa diinokulasi PMWaV, tidak ditemukan adanya gejala layu sampai
pada pengamatan terakhir. Namun, daun tanaman nanas uji menunjukkan warna
hijau yang tidak merata dan tidak segar (gambar 3). Hal ini mungkin dikarenakan
terdapatnya kolonisasi kutu putih pada tanaman nanas uji, sehingga menyebabkan
tanaman tidak normal.

28

Gambar 3 Perlakuan tanaman nanas uji yang diinfestasi kutu tanpa diinokulasi PMWaV
: Warna hijau daun yang tidak merata
: Koloni kutu putih pada tanaman nanas

Perlakuan kontrol, sama sekali tidak menunjukkan gejala layu dan hingga
akhir pengamatan, tanaman nanas pada pelakuan kontrol ini sehat dengan daun
hijau segar.
Tabel 2 Keparahan penyakit (KP) pada keempat perlakuan tanaman nanas uji
yang diinokulasi PMWaV dan/atau diin festasi kutu putih
Perlakuan
Tanaman nanas uji yang
diinokulasi PMWaV dan
diinfestasi kutu putih

KP
+++

Keterangan
Gejala diawali dengan memucatnya warna daun,
ujung daun mulai merah dan semakin lama seluruh
daun tanaman nanas uji mengalami layu yang cukup
parah dan pertumbuhan terhambat. Daun -daun
memerah, melengkung ke bawah, dengan variasi
merah, curling dan ujung daun mengalami kematian.

Tanaman nanas uji yang
diinokulasi PMWaV tetapi
tidak diinfestasi kutu putih

++

Gejala diawali dengan pemucatan warna daun yang
cukup lambat dengan perubahan warna daun semakin
lama menjadi kuning, tetapi tanaman tidak begitu
menjadi layu.

Tanaman
nanas
uji
yang tidak
diinokulasi
PMWaV tetapi diinfestasi
kutu putih

+

Tanaman tidak mengalami gejala layu tetapi akhirnya
daun tanaman berwarna hijau tidak merata dan
pertumbuhan sedikit terhambat.

Tanaman nanas uji tanpa
diinokulasi PMWaV dan
diinfestasi
kutu
putih
(kontrol)

-

Tanaman tidak mengalami gejala layu dan daun
tanaman berwarna hijau segar dengan pertumbuhan
tanaman normal.

29

Hasil pengamatan di rumah kaca, diketahui kutu putih merupakan faktor
yang mampu memperparah gejala layu (Tabel 2). Hal ini ditemukan pada
perlakuan tanaman dengan inokulasi PMWaV dan infestasi kutu putih yang
menunjukkan gejala yang lebih parah dibandingkan dengan perlakuan yang hanya
diinokulasi PMWaV tanpa diinfestasi kutu putih, tetapi kutu putih bukan
merupakan faktor utama dalam memicu gejala layu pada tanaman nanas, seperti
yang ditemukan pada perlakuan dengan hanya infestasi kutu putih tanpa inokulasi
PMWaV. Hasilnya, semua tanaman uji tidak menunjukkan adanya gejala layu.
Perbandingan pertumbuhan dan gejala layu pada setiap perlakuan tanaman nanas
uji dapat dilihat pada gambar 4 berikut:

a
Gambar 4

b

c

d

Kondisi tanaman uji yang: diinokulasi PMWaV dan diinfestasi kutu putih (a),
diinokulasi PMWaV namun tidak diinfestasi dengan kutu putih (b), diinfestasi kutu
putih tanpa diinokulasi PMWaV (c), tidak diinokulasi PMWaV dan tidak
diinfestasi kutu putih (kontrol) (d).

Dari gambar 4 di atas dapat dilihat, bahwa perlakuan dengan inokulasi
PMWaV dan investasi kutu putih (a), pertumbuhannya lebih terhambat dan
menunjukkan gejala layu yang lebih parah dibanding dengan perlakuan lainnya.
Hal ini membuktikan bahwa gejala penyakit layu akan semakin parah bila ada
interaksi antara virus dan aktivitas makan kutu putih Dysmicoccus spp, seperti
yang terlihat pada gambar 5 berikut ini:

30

Gambar 5

Gejala layu akibat interaksi antara virus Pineapple Mealybug Wilt associated Virus 2
(PMWaV-2) dan aktivitas makan kutu putih Dysmicoccus spp
: Gejala layu (daun merah dan mengeriting)
: Koloni kutu putih pada tanaman

Tanaman nanas uji (gambar 4), dengan inokulasi PMWaV tanpa infestasi
kutu putih (b), menunjukkan gejala layu dengan daun tanaman nanas hijau
kekuningan, namun gejala layu tersebut lebih rendah daripada perlakuan inokulasi
PMWaV dan diinfestasi kutu putih (a). Hasil ini sesuai dengan pernyataan Brunt
& Gunasinghe (1991) yang menyatakan bahwa penularan virus PMWaV harus
dengan bantuan serangga vektor. Disinilah pentingnya peranan kutu putih sebagai
faktor yang dapat memperparah dan mempercepat timbulnya gejala layu (gambar
5), tetapi kutu putih bukan merupakan faktor utama dalam memicu gejala layu
pada tanaman nanas, seperti perlakuan dengan infestasi kutu putih tanpa
diinokulasi PMWaV (c) yang tidak menimbulkan gejala layu.

Verifikasi infeksi PMWaV pada tanaman uji melalui TBIA
Adanya gejala pada tanaman nanas uji, belum cukup akurat untuk
menyatakan bahwa tanaman nanas uji tersebut mengandung virus, karena itu perlu
dilakukan uji serologi dengan metode TBIA untuk mengetahui keberadaan virus
dalam tanaman nanas uji.

31

Tabel 3 Frekuensi tanaman terinfeksi PMWaV-1 dan/atau PMWaV-2 pada studi
penularan PMWaV melalui serangga vektor (Dysmicoccus spp.) setelah
diverifikasi dengan TBIA
Perlakuan

Diinokulasi PMWaV&diinfestasi dengan kutu putih
Diinokulasi PMWaV namun tidak diinfestasi dengan kutu putih
Diinfestasi kutu putih namun tidak diinokulasi PMWaV
Tanpa diinokulasi PMWaV dan tanpa diinfestasi kutu putih (kontrol)

Frekuensi tanaman
terinfeksi
PMWaV-1 PMWaV-2
10/10
10/10
10/10
10/10
10/10
0/10
8/10
0/10

TBIA yang dilakukan dalam penelitian ini berhasil mendeteksi keberadaan
virus, sehingga diperoleh hasil TBIA perlakuan tanaman uji di rumah kaca seperti
gambar 6 berikut ini:

A

B
Gambar 6.1. Hasil TBIA perlakuan tanaman diinokulasi dan diinfestasi dengan kutu

A

B
Gambar 6.2. Hasil TBIA perlakuan tanaman diinokulasi tanpa diinfestasi dengan kutu

32

A

B
Gambar 6.3. Hasil TBIA perlakuan tanaman diinfestasi kutu

A

B
Gambar 6.4. Hasil TBIA perlakuan tanaman kontrol

Keterangan: A. Membran PMWaV-1 dan gambar ulangnya
B. Membran PMWaV -2 dan gambar ulangnya)
: Tidak terdeteksi virus
: Terdeteksi virus

Dari

gambar 6 dan tabel 3 dapat dilihat bahwa semua tanaman yang

menunjukkan gejala berasosiasi dengan virus PMWaV-2. Hal ini sesuai dengan
hasil survei Sether et al. (2001) yang menyatakan bahwa tanaman yang terinfeksi
PMWaV-2 100% menunjukkan gejala dan 12% tidak menunjukkan gejala.
Pada tabel berikut (tabel 4) diperoleh deskripsi gejala layu tanaman nanas
uji di rumah kaca akibat terinfeksi PMWaV melalui verifikasi TBIA.

33

Tabel 4

Deskripsi gejala layu yang terinfeksi PMWaV di rumah kaca melalui
verifikasi TBIA

Uraian

Deskripsi

Bebas PMWaV

Dua tanaman uji berdaun hijau segar,
tumbuh sehat tanpa gejala layu
PMWaV dan tidak mengandung virus
PMWaV

PMWaV-1

1. Delapan tanaman uji berdaun
hijau segar, tumbuh sehat tanpa
gejala layu PMWaV, hanya
mengandung PMWaV-1
2. Sepuluh tanaman uji tidak
bergejala layu, tetapi daun
berwarna hijau tak merata dan
hanya mengandung PMWaV-1

PMWaV-2
PMWaV-1&PMWaV -2

Tidak ada tanaman uji yang hanya
mengandung virus PMWaV-2 saja
Terdapat 20 tanaman uji yang
mengandung
PMWaV-1
dan
PMWaV-2 sekaligus dengan gejala
layu PMWaV sbb:
1.
2.
3.
4.

Layu merah
Curling
Mati ujung daun
Layu kuning

Gambar

1

2
-

1

2

3

4

Studi Hasil Pengamatan Penularan PMWaV di Lapangan
Daerah survei yang ditentukan untuk mengamati penularan PMWaV di
lapangan adalah di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang
dan di Desa Huta Parhonasan, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten

34

Simalungun (gambar 7). Di kedua daerah tersebut, nanas yang ditanami
kebanyakan adalah nanas varietas Smooth Cayenne, dan disana ditemukan gejala
layu yang cukup luas dan gejala layu yang paling banyak adalah gejala layu merah
untuk daerah Subang dan gejala kuning untuk daerah Simalungun.

a

b

Gambar 7 Lokasi pertanaman nanas di daerah Subang (a) dan Simalungun (b)

Kultivar Smooth Cayenne ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut, tinggi
batang dan tangkai buah 20-50 cm. Jumlah daun berkisar antara 60-80 helai. Daun
berbentuk palung yang dangkal dengan tepi lurus, tidak bergelombang. Buah
terdapat pada ujung tangkai buah dengan bagian bawah lebih besar daripada
bagian ujung. Buah dengan ukuran berat di atas rata-rata bentuknya meruncing
dari dasar ke ujung, sedangkan buah dengan berat di bawah rata-rata bentuknya
mendekati silinder. Pada umumnya kandungan gula dan asamnya berkisar antara
12-16% dan 0,5-0,9%. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua dengan
tambahan warna merah kecoklatan yang tidak teratur yang disebabkan adanya
pigmen antosianin dalam epidermis.
Di lokasi pengamatan Subang, ditemukan adanya gejala layu yang cukup
luas dan gejala layu yang paling banyak adalah gejala layu merah (gambar 8).

35

Gambar 8 Tanaman nanas bergejala layu merah di pertanaman nanas Subang

Cara membedakan gejala layu merah dengan warna merah kecoklatan
akibat adanya pigmen antosianin dalam epidermis pada permukaan daun nanas
varietas Smooth Cayenne ini adalah dengan mengamati penyebaran warna merah
pada daun tanaman nanas tersebut. Gejala layu merah dimulai dari bagian ujung
daun yang runcing hingga ke pangkal daun bagian dalam, seperti gambar 9
berikut:

a

b
Gambar 9 Perbedaan daun tanaman nanas sehat dan terkena gejala layu
a) Daun sehat (merah kecoklatan akibat adanya pigmen antosianin);
b) Daun bergejala layu (gejala merah)

Pada tanaman nanas bergejala layu yang diamati di daerah ini ditemukan adanya
kolonisasi kutu putih (Dysmicoccus spp) seperti pada gambar 10 berikut:

36

1

2

3

4

Gambar 10 1 & 2. Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih namun tidak terdapat gejala layu.
3 & 4. Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih dan terdapat gejala layu.

Kutu putih tersebut terdapat pada bagian pangkal daun dekat batang
tanaman nanas dan juga terdapat di bagian bawah pangkal batang tanaman nanas
dekat dengan akar tanaman nanas. Pada beberapa tanaman nanas yang diamati,
ditemukan adanya koloni kutu putih, tetapi tanaman nanas tersebut tidak
menunjukkan gejala layu (gambar 10 [1&2]).
Tabel 5 Persentase tanaman nanas di lapangan yang memperlihatkan gejala layu
dan/atau terkolonisasi kutu putih (hasil pengamatan di Subang)
No. Individu tanaman nanas yang diamati
Persentase
1
Memperlihatkan gejala layu dan terkolonisasi kutu putih
60
2
Memperlihatkan gejala layu tetapi tidak terkolonisasi kutu putih
3
Terkolonisasi kutu putih tetapi tampak sehat (tidak memperlihatkan
5
gejala layu)
4
Tidak memperlihatkan gejala layu dan kolonisasi kutu putih
35
Tabel 6 Persentase tanaman nanas di lapangan yang memperlihatkan gejala layu
dan/atau terkolonisasi kutu putih (hasil pengamatan di Simalungun)
No. Individu tanaman nanas yang diamati
Persentase
1
Memperlihatkan gejala layu dan terkolonisasi kutu putih
30
2
Memperlihatkan gejala layu tetapi tidak terkolonisasi kutu putih
15
3
Terkolonisasi kutu putih tetapi tampak sehat (tidak memperlihatkan
5
gejala layu)
4
Tidak memperlihatkan gejala layu dan kolonisasi kutu putih
50

37

Setelah dilakukan pengujian terhadap sampel tanaman nanas yang diamati
di Desa Bunihayu, Kecamatan Subang dengan menggunakan TBIA, diperoleh
hasil bahwa tanaman nanas dengan koloni kutu putih dan menunjukkan gejala
layu, positif mengandung virus PMWaV -1 dan PMWaV -2. Sampel daun tanaman
nanas dengan koloni kutu putih dan tanpa adanya gejala layu, virus PMWaV tidak
dapat dideteksi, dengan kata lain tidak terda