Penularan pineapple mealybug wilt-associated virus melalui dysmicoccus brevipes(Cockerell)(Hemiptera:Pseudococcidae) pada tanaman nanas, Ananas comosus L. Merr.

PENULARAN PINEAPPLE MEALYBUG WILT-ASSOCIATED
VIRUS MELALUI Dysmicoccus brevipes (Cockerell)
(HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TANAMAN
NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.)

Oleh:
LUHUT MARASI NAINGGOLAN
A44101036

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

ABSTRAK

LUHUT MARASI NAINGGOLAN. Penularan Pineapple Mealybug Wiltassociated Virus Melalui Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera:
Pseudococcidae) pada Tanaman Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.). Dibimbing
oleh GEDE SUASTIKA dan DEWI SARTIAMI.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keefektifan D. brevipes
menularkan PMWaV pada tanaman nanas serta mempelajari pengaruh kolonisasi

kutu putih terhadap kemunculan gejala layu.
Pengamatan lapang di desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten
Subang terdapat tanaman nanas kultivar Smooth Cayenne varietas Tambakan yang
menunjukkan gejala serangan PMWaV. Gejala yang terlihat daun melengkung ke
bawah, berwarna merah muda atau merah tua, layu mulai dari ujung daun, buah
menjadi kecil dan tanaman menjadi kerdil. Pada tanaman bergejala hampir selalu
terlihat kutu putih yang merupakan vektor penyakit layu.
Kutu putih yang diambil dari lapangan dan telah diidentifikasi adalah
Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae). Kutu putih
diperbanyak pada buah kaboca (Cucurbita maxima Dutch). Penularan dilakukan
dengan periode makan akuisisi selama 4 hari dan periode makan inokulasi selama
9 hari. Jumlah kutu putih yang digunakan untuk penularan adalah 0, 1, 5 dan 10
ekor per tanaman percobaan. Penularan dilakukan pada dua kelompok tanaman
percobaan, kelompok pertama diinfestasi 10 ekor kutu putih bebas virus dengan
interval 1 bulan sebanyak 3 kali, sedangkan kelompok ke dua tidak diinfestasi
kutu putih. Kelompok tanaman yang diinfestasi memiliki masa inkubasi 82-121
dan kelompok ke dua masa inkubasi 107-121 hari setelah inokulasi. Gejala yang
muncul pada tanaman uji serupa dengan tanaman yang terinfeksi PMWaV di
lapangan. Virus lebih berperan untuk menginduksi gejala layu, karena tanaman
yang tidak diinfestasi juga menghasilkan gejala. Kolonisasi kutu putih tidak

diperlukan untuk menginduksi gejala, namun mempercepat masa inkubasi.
Deteksi serologi dengan tissue blotting immunoassay (TBIA)
menunjukkan selur uh tanaman bergejala mengandung PMWaV-1 & PMWaV-2.
Infeksi laten terjadi pada kelompok ke dua karena tidak terdapat PMWaV-2 di
dalam jaringan tanaman dan konsentrasinya tidak cukup untuk menginduksi
gejala.

PENULARAN PINEAPPLE MEALYBUG WILT-ASSOCIATED
VIRUS MELALUI Dysmicoccus brevipes (Cockerell)
(HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TANAMAN
NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.)

Oleh:
LUHUT MARASI NAINGGOLAN
A44101036

Skripsi
Sebagai salah satu sarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pa da
Departemen Proteksi Tanaman


DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa
NIM

: PENULARAN PINEAPPLE MEALYBUG WILTASSOCIATED VIRUS MELALUI Dysmicoccus
brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae)
PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus (L.)
Merr.)
: Luhut Marasi Nainggolan
: A44101036

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc.
NIP: 131669946

Dra. Dewi Sartiami, M.Si.
NIP: 131957317

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr.
NIP: 130422698

Tanggal lulus:

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di desa Kerapuh, Kecamatan Dolok Masihul,
Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara pada tanggal 18 Februari 1983,
sebagai anak ke-4 dari 4 bersaudara, dari pasangan P. Nainggolan dan R.br.
Tamba.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1
Dolok Masihul pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai
mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Ujian Masuk Pergurua n Tinggi Negeri (UMPTN).
Selama kuliah, penulis menjadi anggota english conversation club (ECC)
di Departemen Proteksi Tanaman. Penulis aktif dalam unit kegiatan mahasiswa
Kristen IPB, sebagai tenaga sukarela untuk mengajar di sekolah-sekolah yang ada
di Bogor. Penulis meraih juara pertama lomba pengetahuan serangga tahun 2005
di Departemen Proteksi Tanaman dan juara pertama cerdas cermat pada
International Crop Conference of Crops Security 2005. Penulis juga pernah
mengikuti training international bersama mahasiswa Austria untuk mempelajari
biodiversitas serangga yang ada di Jawa Barat, khususnya semut, kupu-kupu dan
burung. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Hama dan Penyakit
Tanaman Perkebunan.


PRAKATA

Segala puji sukur kepada TUHAN, karena penulis dapat melewati masamasa perkuliahan dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini merupakan bagian dari
identifikasi, penularan dan deteksi PMWaV di Indonesia. Semoga informasi awal
dalam skripsi ini dapat memberikan informasi penting bagi penelitian PMWaV
selanjutnya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan selama perkuliahan dan ketika melakukan penelitian. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada orang tua dan kakak-kakak yang telah
memberikan dukungan kepada penulis selama kuliah hingga penulisan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. dan Dra.
Dewi Sartiami, M.Si. selaku pembimbing skripsi yang memberikan arahan,
bimbingan dan perhatian selama penulisan skripsi, kepada PKBT IPB yang telah
memberikan tanaman nanas uji. Penulis mengucapkan terimakasih kepada temanteman HPT 2001 atas pertemanan selama kuliah, teman-teman satu laboratorium
(Ali, Deni, Dwinta, Elsa, Heri, Sopian dan Radix), Hendra, Simon, Tiur, Ican,
Yane, Tyas, Dian atas kerjasama yang membangun, teman-teman satu pelayanan
di Komisi Pelayanan Siswa (Ardi, Cyntia, Danang, Dorista, Eko, Oca dan
Winanda) dan teman-teman satu kos. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada para laboran, khususnya Ibu Aisah, Bapak Edi atas bantuannya selama
mengerjakan penelitian. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Djoko

Prijono, M.Agr. sebagai dosen penguji atas semua saran-saran yang diberikan
selama penulisan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi siapa saja
yang membutuhkan, Tuhan Memberkati.

Bogor, Januari 2006

Penulis

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1.

Gejala Penyakit Layu Nanas di Pertanaman Nanas Rakyat desa
Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang …………………..

10

Tanaman Nanas Bergejala Layu yang Digunakan Sebagai Sumber
Inokulum Virus ...........................................................................................


11

3.

Koloni D. brevipes pada Buah Kaboca ......................................................

12

4.

Tanaman uji yang Diberi Insektisida Deltametrin 0,6% di Sekitar
Tanaman Uji ...............................................................................................

13

Kelompok Tanaman Percobaan (a) Diinfestasi Kutu Putih Bebas Virus
dan (b) Tanpa Infestasi ...............................................................................

13


6.

Preparat Mikroskop D. brevipes ………………………………………….

16

7.

Gejala Serangan PMWaV di Lapangan (a) Fase Vegetatif dan (b) Fase
Generatif ………………………………………………………………….

2.

5.

17
8.

9.


Gejala Serangan PMWaV pada Tanaman Uji (a) Gejala Awal Warna
Merah dan (b) Ujung Daun Mengalami Kematian ………………………

18

Hasil Deteksi Virus Melalui TBIA dengan Antiserum (1) PMWaV-1 dan
(2) PMWaV-2 …………………………………………………………...

21

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1.

Gejala Serangan PMWaV pada Tanaman Nanas uji (a) Ujung Daun
Mengalami Kematian, (b) Seluruh daun Mengalami Layu, (c) Daun
Melengkung ke Bawah dan (d) Tanaman yang Kerdil …………………...


27

2.

Tanaman Uji (a) Mengalami recovery, (b) Tidak Bergejala dan (c) Sehat

28

3.

Gejala di Lapangan (a) Buah Sehat, (b) Buah Sakit dan (c) Daun Sakit …

29

4.

Bagian Tubuh D. brevipes ………………………………………………..

30

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR GAMBAR .............................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................

viii

PENDAHULUAN ..................................................................................

1

Latar Belakang ...........................................................................

1

Tujuan .........................................................................................

3

Manfaat Penelitian ......................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

4

Penyakit Layu Nanas dan Pineapple Mealybug Wilt-associated
Virus ..........................................................................................

4

Dysmicoccus brevipes ................................................................

5

Nanas ..........................................................................................

7

BAHAN DAN METODE ......................................................................

10

Tempat dan Waktu .....................................................................

10

Metode Penelitian .......................................................................

10

Pengamatan Gejala dan Pengambilan Inokulum PMWaV
Identifikasi Kutu Putih ...................................................
Perbanyakan Kutu Putih ................................................
Persiapan Tanaman Uji ..................................................
Penularan Virus ..............................................................
Deteksi PMWaV dengan TBIA ......................................

10
11
12
12
13
14

HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................
Identifikasi Serangga Vektor ......................................................

16
16

Gejala Serangan PMWaV di Lapangan .....................................

17

Gejala PMWaV pada Tanaman Uji dan Masa Inkubasi Virus ....

18

Deteksi Serologi PMWaV ............................................................

20

SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

22

Simpulan .....................................................................................

22

Saran ..........................................................................................

22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

23

LAMPIRAN ..........................................................................................

26

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) berasal dari Brazil. Buah ini
sering disebut sebagai raja dari segala buah, karena memiliki mahkota daun
seperti mahkota raja (Collins 1968). Nanas adalah salah satu jenis tanaman
hortikultura yang memiliki banyak kegunaan secara ekonomi. Buah nanas
diketahui banyak mengandung vitamin A, B, C dan sejumlah mineral seperti
kalium, kalsium, magnesium, besi dan enzim bromealin. Enzim bromealin dapat
digunakan sebagai pelunak daging, pencegah radang akibat penyumbatan saluran
pembuluh darah, bahan baku kosmetik, mengobati tumor, kutil dan infeksi saluran
pencernaan (Duke 1983). Buah nanas dapat dikonsumsi segar dan olahan seperti
keripik, permen, sari buah, selai dan es krim.
Di Indonesia nanas dibudidayakan terutama di daerah Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Riau, Bangka, Lampung, Jawa Barat dan Jawa Timur (BPS
2003). Kultivar nanas di Indonesia umumnya diberi nama sesuai dengan nama
daerah pertanaman asalnya. Sebutan lokal yang terkenal adalah nanas bogor,
subang, palembang, blitar dan bangka. Produksi nanas di Indonesia pada tahun
2003 sebesar 677.089 ton, menempati urutan ke-4 produksi buah-buahan nasional
(BPS 2003). Ekspor nanas kaleng Indonesia pada tahun yang sama bernilai
68.363.000 dollar AS, berada pada urutan ke-14 di dunia (FAO 2003). Dari data
di atas memungkinkan nanas untuk dikelola lebih baik sehingga meningkatkan
pendapatan nasional.
Kendala utama dalam budidaya nanas adalah serangan hama dan penyakit.
Hama penting pada tanaman nanas antara lain: Dolichotetranychus floridanus
(Banks) (Acarina: Tenuipalpidae), Locusta migratoria (Orthoptera: Acrididae),
Thrips tabaci (Thysanoptera: Thripidae), Dysmicoccus brevipes (Cockerell) &
Dysmicoccus neobrevipes Beardsley (Hemiptera: Pseudococcidae) (Petty et al.
2002). Penyakit penting pada nanas antara lain: layu akibat Pineapple mealybug
wilt-associated virus (PMWaV), busuk buah akibat Penicillium sp & Fusarium
sp, busuk batang & busuk akar akibat Phythopthora cinnamomi (Collins 1968).

Penyakit layu atau disebut juga Pineapple Mealybug Wilt (PMW) pertama
kali ditemukan di perkebunan nanas Hawaii pada tahun 1910 (Borroto et al.
1998). PMWaV dapat ditularkan oleh D. brevipes dan D. neobrevipes. Menurut
Kalshoven (1981) spesies kutu putih yang ditemukan di Indonesia pada tanaman
nanas khususnya di Pulau Jawa adalah D. brevipes. Berbagai survei yang telah
dilakukan beberapa tahun yang lalu menunjukkan bahwa PMWaV telah menyebar
ke seluruh dunia (Sether et al. 2001). Menurut Sether & Hu (2002a) terdapat dua
strain PMWaV, yaitu PMWaV-1 & PMWaV-2 dan yang paling berperan
menginduksi gejala layu adalah PMWaV-2.
Borroto et al. (1998) juga melaporkan bahwa PMWaV telah menjadi
patogen yang sangat berbahaya bagi tanaman nanas di Kuba karena dapat
menurunkan hasil hingga 40%. Menurut Sether & Hu (2002b) PMWaV di
lapangan dapat menurunkan hasil panen hingga 35%. Penurunan hasil ini akibat
ukuran buah yang mengecil, tanaman yang terinfeksi di awal pertumbuhan tidak
menghasilkan buah dan akar yang tidak berkembang dengan baik sehingga
penyerapan unsur hara menjadi terganggu.
Gejala serangan PMWaV muncul bila faktor lingkungan mendukung
replikasi virus, populasi kutu putih melimpah pada tanaman dan genotipe tanaman
rentan (Collins 1968). Penyebaran penyakit layu yang cepat di areal pertanaman
nanas berhubungan erat dengan pola hidup D. brevipes. Instar tiga dan empat kutu
putih ini sangat aktif bergerak dan dapat menularkan virus dari tanaman sakit ke
tanaman sehat di lapangan. Kutu putih yang selalu mengelompok mengakibatkan
jumlah PMWaV yang ditularkan ke tanaman sehat lebih banyak dan menginduksi
gejala layu lebih cepat (Collins 1968).
Populasi kutu putih yang banyak pada tanaman nanas sangat mendukung
munculnya gejala layu. Populasi kutu putih sangat dipengaruhi keberadaan semut
pada tanaman. Semut dapat melindungi kutu putih dari musuh alami seperti
predator dan parasitoid dan semut juga mengkonsumsi embun madu yang
dihasilkan kutu putih sehingga tidak mengganggu perkembangan kutu putih (Jahn
& Beardsley 1996).
Survei ya ng dilakukan di desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak,
Kabupaten Subang menemukan tanaman nanas kultivar Smooth Cayenne varietas

Tambakan yang menunjukkan gejala daun memerah, ujung daun mati dan vigor
tanaman lemah. Gejala ini serupa dengan gejala penyakit layu nanas akibat infeksi
PMWaV secara alami di lapangan (Rohrbach et al. 1988). Menurut petani di desa
tersebut, penyakit ini telah menjadi permasalahan besar bagi produktivitas nanas
mereka, karena banyak tanaman yang tidak berproduksi dan ukuran buah me njadi
lebih kecil. PMWaV merupakan virus baru bagi pertanaman nanas di Indonesia
dan data mengenai peranan kutu putih yang ditemukan berlimpah di lapangan
dalam menularkan PMWaV di Indonesia belum tersedia.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mene ntukan keefektifan D. brevipes dalam
menularkan PMWaV pada tanaman nanas serta mempelajari pengaruh kolonisasi
kutu putih terhadap kemunculan gejala layu.

Manfaat Penelitian
Memberikan informasi tentang efektivitas penularan PMWaV melalui
serangga vektor D. brevipes dan sebagai dasar pengendalian kutu putih di
lapangan dalam mencegah meluasnya penyakit layu nanas.

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Layu dan PMWaV
Penyakit layu nanas pertama kali dilaporkan di Hawaii pada tahun 1910
(Borroto et al. 1998). Penelitian awal menjelaskan bahwa gejala layu nanas
disebabkan senyawa fitotoksik yang disekresikan D. brevipes (Rohrbach et al.
1988), penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa virus berperan dalam
menimbulkan gejala layu pada nanas (Wakman et al. 1995).
PMWaV dapat ditularkan oleh D. brevipes dan perbanyakan vegetatif.
Tunas-tunas yang digunakan sebagai bibit dapat menularkan PMWaV, jika
tanaman induk sebelumnya telah terinfeksi PMWaV. Ciri khas gejala penyakit
layu adalah warna daun memerah, melengkung ke bawah, layu mulai dari
ujungnya dan pada serangan lebih lanjut tanaman menjadi mati akibat
pertumbuhan akar yang terhambat sehingga tidak mampu menyerap unsur hara
dari tanah dan terjadi kematian daun yang mengakibatkan proses fotosintesis
terganggu (Collins 1968). Ketika nanas ditanam secara terus menerus pada daerah
yang telah terinfeksi PMWaV maka penyakit la yu dapat menjadi faktor pembatas
produksi hingga 40% (Borroto et al. 1998).
Deteksi PMWaV-1 dan PMWaV-2 dapat dilakukan dengan berbagai
metode antara lain: enzyme linked immunosorbant assay (ELISA), tissue blotting
immunoassay (TBIA), polymerase chain reaction (PCR), dan immune electron
microscopy (ISEM) (Hu et al. 1996). TBIA merupakan metode serologi yang
mengkonjugasikan antiserum dengan enzim, sehingga bila substrat ditambahkan
maka kompleks antigen-antibodi dapat tervisualisasi dengan adanya perubahan
warna menjadi ungu pada membran yang menangkap protein virus (Hu et al.
1997).
Berbagai survei yang telah dilakukan beberapa tahun lalu menunjukkan
bahwa penyakit layu nanas telah tersebar di seluruh dunia (Sether et al. 2001).
Deteksi virus pada tanaman yang disurvei menggunakan uji TBIA. Tanaman
contoh diambil dari beberapa negara yang mewakili 5 benua di dunia (Sether et al.

2001). Munculnya gejala layu berkorelasi positif dengan keberadaan virus
PMWaV-2 pada tanaman di lapangan (Sether et al. 2001).
Pengendalian

PMWaV

harus

memperhatikan

aspek

distribusi,

epidemiologi dan keragaman virus. Distribusi PMWaV hampir meluas di seluruh
dunia (Sether et al. 2001). Oleh karena itu perpindahan plasma nutfah dari satu
daerah ke daerah lain harus diperhatikan sehingga dapat mencegah penyebaran
penyakit layu yang lebih luas.
Penyebaran PMWaV melalui vektor D. brevipes dapat terjadi dalam jarak
dekat maupun jarak sedang dengan bantuan semut. Semut berasosiasi dengan kutu
untuk mendapatkan embun madu yang dihasilkan kutu putih (Rohrbach et al.
1988). Melihat peranan semut yang dapat menyebarkan kutu putih ke daerah
pertanaman nanas yang lain maka semut perlu dikelola dengan tepat.
Pengendalian semut yang berasosiasi dengan kutu putih dengan menggunakan
insektisida pernah dilakukan, namun hanya efektif untuk Araucomyrmex sp.
sedangkan untuk spesies lain kurang efektif (Rai & Sinha 1980).
Pengendalian secara teknis dapat dilakukan dengan mencelupkan mahkota
tanaman yang telah terinfeksi ke dalam air bersuhu 35 °C selama 24 jam
kemudian dicelupkan kembali ke dalam air bersuhu 56 °C selama 1 jam dan
tanaman dijaga bebas dari kutu putih yang membawa PMWaV-1 dan PMWaV-2,
sehingga gejala tidak muncul (Sether et al. 2001). Pengendalian mekanis dapat
dilakukan dengan cara sanitasi lahan, karena D. brevipes dapat hidup dan
berkembangbiak pada gulma di sekitar areal pertanaman. Penggunaan bibit nanas
dari hasil kultur jaringan menggunakan tunas mahkota dan aksilar dapat
mencegah tanaman terinfeksi PMWaV (Sether et al. 2001).
Berdasarkan morfologi partikel virus, PMWaV dikelompokkan ke dalam
famili Closteoviridae, genus Vinivirus (Melzer et al. 2001). PMWaV merupakan
virus yang kompleks, karena memiliki dua strain yaitu PMWaV-1 dan PMWaV2. Gejala infeksi PMWaV-2 akan muncul bila terdapat D. brevipes pada tanaman
yang terinfeksi, sedangkan infeksi PMWaV-1 tidak menunjukkan gejala. Kedua
strain virus dapat ditularkan oleh D. brevipes (Sether & Hu 2002a).
Virus familli Closteoviridae memiliki genom RNA utas tunggal. Genom
PMWaV terdiri dari 10 open reading frames (ORFs) dan yang paling besar

mengkodekan poliprotein. Berat genom lebih dari 20 kb dan dapat ditularkan oleh
kutu putih (Melzer et al. 2001). Partikel virus berbentuk batang dengan panjang
partikel 12 X 1200 nm dan memiliki berat utas tunggal RNA sebesar 8.35 X 106
Da (Gunasinghe & German. 1989).

Dysmicoccus brevipes
Dysmicoccus brevipes termasuk ordo Hemiptera, sub ordo Sternorrhyncha,
Famili Pseudococcidae. D. brevipes dikenal sebagai kutu putih, karena seluruh
tubuh imago ditutupi dengan lilin yang berwarna putih. Bentuk tubuh oval
dengan panjang 3-4 mm, ruas-ruas pada tubuh dapat terlihat dengan jelas dan
terseklerotisasi. Imago relatif tidak aktif bergerak karena perkembangan tubuh
melebihi perkembangan kaki dan melebar pada bagian mesotoraks. Ostiol
berkembang dengan baik, jumlah ruas antena 8, cincin anal terdiri dari 6 seta serta
jumlah serari ada 17 pasang (Williams & Watson 1988).
Kutu putih ini berasal dari bagian tropis Amerika, kemudian menyebar ke
seluruh pertanaman nanas di dunia (Rohrbach et al. 1988 & Sether et al. 2001) D.
brevipes berkembangbiak secara partenogenetik dan dapat menghasilkan
keturunan sebanyak 19-137 ekor (Kalshoven 1981). Betina memiliki 3 instar
nimfa antara 6-10 hari dan jantan memiliki 2 instar nimfa yaitu pra pupa dan pupa
yang berlangsung selama 2-9 hari. Kutu dapat hidup rata-rata selama 90 hari
Stadia nimfa merupakan stadia kutu putih yang paling aktif bergerak dan dapat
berpencar dengan bantuan angin sampai ratusan meter di lapangan (Ro hrbach et
al. 1988).
D. brevipes mempunyai kisaran inang yang luas, 53 famili tanaman dapat
menjadi inang, termasuk gulma jenis rumput (Ben Dov 1994). Tanaman yang
dapat menjadi inang kutu putih ini antara lain: Theobroma cacao Pod (kakao),
Saccharum officinarum (tebu), Cocos nucifera (kelapa), Zea mays (jagung),
Arachis hypogea (kacang tanah), Coffea arabica (kopi), Elaeis guineensis (kelapa
sawit), Cucurbita maxima Dutch (kaboca), Psidium guajava (jambu biji), Cyperus
rotundus (teki), dan Eleusine indica (rumput berulang) (Williams & Watson
1988).

D. brevipes merupakan hama utama pada tanaman nanas, karena dapat
menjadi vektor penyakit layu nanas, yang mengakibatkan kerusakan langsung
pada tanaman. Di Hawaii, ditemukan dua spesies Dysmicoccus sp. yang
berasosiasi dengan gejala layu pada tanaman nanas, spesies tersebut adalah D.
brevipes dan D. neobrevipes. Perbedaan yang dapat dilihat langsung dari dua
spesies ini adalah D. brevipes berwarna merah jambu, berkembangbiak secara
partenogenetik, menyukai akar dan bagian bawah tanaman, dapat hidup pada
tanaman famili Graminae, sklerotisasi pada bagian ventral berbentuk kuadrat dan
seta pada bagian dorsal ruas ke-8 lebih panjang dari seta-seta yang lain. Spesies D.
neobrevipes berwarna abu-abu, berkembangbiak secara biseksual, lebih menyukai
buah, mahkota dan bagian atas tanaman, tidak hidup pada famili Graminae,
sklerotisasi pada bagian ventral memanjang dan seta pada bagian dorsal tidak
lebih panjang dari seta bagian lainnya (Rohrbach et al. 1988).
Stadia D. brevipes yang paling baik untuk melakukan penularan adalah D.
brevipes instar tiga, karena instar ini lebih aktif bergerak untuk menularkan virus
ke seluruh bagian tanaman nanas (Sether et al. 1998). Pengendalian secara
biologis terhadap D. brevipes dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami.
Musuh alami yang berpotensi untuk mengendalikan D. brevipes antara lain
Hambletonia pseudococcina dan Anagyrus ananatis Gahan (Hymenoptera:
Encyrtidae) yang sangat efektif mengendalikan kutu putih ketika semut tidak
berasosiasi dengan kutu (Petty et al. 2002).

Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.)
Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) termasuk dalam Famili Bromeliaceae,
Sub famili Bromelioideae. Nanas pada umumnya diploid, namun ada juga yang
triploid (Cabezona) dan tetraploid (Pseudananas sagenarius) (Collins 1968).
Nanas merupakan herba tahunan, tingginya 50-100 cm. Daun panjang dan
sempit tersusun secara spiral pada batang yang pendek sehingga membentuk roset
dan jumlah daun dapat mencapai 70-80 helai (Samson 1980). Daun tua lebih
pendek dari daun muda, daun melengkung seperti kurva. Pada permukaan atas
daun terdapat lapisan lilin berwarna hijau terang atau coklat kemerahan dan pada
permukaan bawah daun terdapat garis-garis linear berwarna putih keperakan yang

mudah dilepas dari epidermis dan berwarna terang. Stomata berada di bagian
permukaan bawah daun di antara garis- garis linear dan tersusun dalam garis
putus-putus (Collins 1968).
Bunga nanas termasuk ke dalam bunga sempurna mengalami penyerbukan
sendiri atau penyerbukan silang. Bunga muncul dari titik tumbuh batang, jumlah
bunga nanas dalam satu tanaman dapat mencapai 100-200 buah, tumbuh secara
spiral mengelilingi tangkai buah (Collins 1968). Buah nanas merupakan buah
majemuk yang terdiri dari 100 atau lebih komponen buah (Fruitlet/Berry) yang
bersatu membentuk satu buah yang bersifat sinkarpus (Samson 1980). Buah
dihiasi daun-daun yang pendek, tersusun secara spiral yang disebut mahkota.
Buah nanas yang biasanya dibudidayakan dapat dikelompokkan menjadi 4
(Collins 1968) yaitu:
1. Smooth Cayenne: jenis ini heterozigot, memiliki duri hanya beberapa di
pangkal, ujung daun dan ada yang tidak memiliki duri. Daging buahnya
kuning pucat sampai kuning.
2. Queen: tinggi tanaman 60-80 cm, buah biasanya dijual untuk dikonsumsi
segar, warna buah kuning sampai kemerahan dengan rasa yang manis. Buah
lebih kecil dari Smooth Cayenne dan daunnya berduri tajam.
3. Red spanish: daun berduri, mengandung serat yang sangat kuat sehingga dapat
digunakan untuk membuat kain dan daging buahnya kuning pucat.
4. Singapore spanish: ditanam di Malaysia hanya untuk industri pengalengan
buah dan daunnya hanya sedikit.
Akar nanas dalamannya tidak lebih dari 50 cm (Samson 1980). Panjang
batang nanas 20-25 cm dengan diameter yang semakin membesar ke bagian
bawah batang yaitu 5,5-6,5 cm dan semakin mengecil ke ujung batang. Batang
terdiri dari ruas-ruas yang panjangnya bervariasi dari 1-10 cm. Nanas pada
umumnya diperbanyak secara vegetatif. Bagian tanaman yang digunakan untuk
perbanyakan adalah tunas anakan yang tumbuh pada batang di bawah tanah
(ratoon sucker), tunas samping yang tumbuh pada batang (sucker), tunas mahkota
di atas buah (crown) dan tunas-tunas yang tumbuh di tangkai buah (slip) (Collins
1968).

Kondisi lingkungan mempengaruhi pertumbuhan nanas. Nanas tumbuh
dan berproduksi dengan baik pada kisaran curah hujan yang cukup luas yaitu 6003500 mm/tahun dengan curah hujan optimum untuk pertumbuhan adalah 10001500 mm/tahun. Nanas biasanya dibudidayakan di daerah dengan kelembaban
cukup tinggi untuk mencegah proses transpirasi yang berlebihan dari daun nanas
(Collins 1968). Pertumbuhan nanas berhubungan positif dengan kenaikan suhu
sampai 29 o C (Nakasone & Paull 1998). Pada suhu yang lebih tinggi daun lebih
besar dan lentur, teksturnya halus dan umumnya lebih gelap. Cahaya yang terlalu
banyak pada saat proses pematangan buah mengakibatkan kulit buah terbakar.
Nanas dapat tumbuh dengan baik sampai ketinggian 800 m dpl, nanas juga
dapat tumbuh di berbagai jenis tanah namun harus memiliki irigasi dan aerasi
yang baik, karena nanas tidak toleran terhadap genangan air (Samson 1980).
Nanas biasanya ditanam pada tanah merah atau coklat kemerahan dengan pH
maksimal 4,5. Pada pH lebih besar dari 4,5 dapat terjadi klorosis pada daun
(Collins 1968). Jarak tanam mempengaruhi pertumbuhan nanas, karena tanaman
bersaing dalam mendapatkan nutrisi, air dan cahaya. Jarak tanam yang umum
digunakan adalah 30 cm x 60 cm x 90 cm, yang berarti 30 cm dalam baris, 60 cm
antar baris dan 90 cm antar lorong. Nanas dapat dikonsumsi segar dan olahan
olahan seperti keripik, permen, selai, sari buah, es krim, sirup, cuka dan dapat
digunakan sebagai media penanaman jamur (Collins 1968).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga,
Laboratorium Virologi Tumbuhan, Rumah Kaca Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Pusat Kajian Buahbuahan Tropika (PKBT), IPB mulai Januari-Oktober 2005.

Metode Penelitian
Pengamatan gejala layu nanas dan pengambilan inokulum PMWaV
Pengamatan gejala layu nanas dilakukan di daerah sentra produksi nanas
Jawa Barat, yaitu desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang.
Pengamatan dilakukan pada petak kebun nanas rakyat dengan memperhatikan
penampilan tanaman sakit kemudian dibandingkan dengan tanaman sehat. Gejala
yang muncul pada tanaman sakit antara lain, daun mengalami perubahan warna
menjadi merah jambu atau merah tua, ujung daun mengalami kematian dan dapat
menyebar ke seluruh daun serta serangan lanjut dapat mengakibatkan tanaman
menjadi mati (Gambar 1). Daun yang sehat warnanya hijau dan tidak terdapat
kematian pada ujung daun. Lima tanaman nanas yang bergejala dipindahkan ke
dalam polibag (40 cm x 40 cm) yang telah berisi media tanah dan pupuk kandang
(2:1) (Gambar 2). Tanaman dipelihara di rumah kaca dan digunakan sebagai
sumber inokulum virus.

Gambar 1 Gejala penyakit layu nanas di pertanaman nanas rakyat desa Bunihayu,
Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang

Gambar 2 Tanaman nanas bergejala layu yang digunakan sebagai sumber
inokulum virus

Identifikasi kutu putih
Pada pengamatan gejala layu di lapangan ditemukan kutu putih yang
hampir selalu terlihat berasosiasi dengan gejala layu nanas. Imago dan nimfa kutu
putih diambil dari tanaman yang menunjukkan gejala layu, karena diduga kutu
putih tersebut merupakan vektor penyakit layu, kemudian dibuat preparat
mikroskopnya. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi
Williams & Watson (1988).
Pembuatan preparat mikroskop dilakukan sebagai berikut (Williams &
Watson 1988): kutu putih dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi ± 5 ml
alkohol 95% dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit. Setelah
pemanasan, alkohol bersama kutu putih dituang ke cawan sirakus, pada dorsal
abdomen bagian tengah dilubangi. Setelah itu serangga dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang berisi larutan KOH 10% dan direbus sampai transparan, lalu
dituang ke cawan sirakus bersama larutan KOH dan isi tubuh serangga
dikeluarkan. Setelah bersih, kutu putih dicuci dengan aquades sebanyak 2 kali.
Serangga kemudian direndam dalam larutan asam alkohol 50% selama 10 menit,
lalu ditambahkan pewarna asam fuksin kemudian didiamkan selama 1 malam.
Setelah 1 malam ditambah asam asetat glasial sebanyak 1 tetes kemudian
didiamkan selama 5 menit, larutan kemudian diganti dengan larutan alkohol 80%
selama 5 menit, setelah itu alkohol 80% dibuang dan diganti dengan akohol
absolut dan perendaman kutu putih dilakukan selama 10 menit. Setelah 10 menit

alkohol absolut dibuang dan kutu direndam dalam karbol xylene selama 2 menit
sehingga lemak kutu menjadi larut, kutu kembali direndam dalam alkohol absolut
selama 10 menit, setelah itu kutu diangkat ke gelas objek yang telah ditetesi
dengan minyak cengkeh untuk ditata dengan rapi, di sekitar gelas objek diberi
balsam kanada untuk merekatkan preparat dan kemudian dilakukan mounting.

Perbanyakan kutu putih
Kutu putih yang diperoleh dari lapang diperbanyak dengan menggunakan
buah kaboca (Cucurbita maxima Dutch) di laboratorium pada kelembaban 6275% dan suhu 26-30 °C (Sether et al. 1998). Kutu putih tersebut diletakkan diatas
buah kaboca (Gambar 3) kemudian buah kaboca dimasukkan ke dalam kotak yang
terbuat dari kertas yang tidak tembus caha ya untuk membuat kondisi gelap. Hal
ini disesuaikan dengan kebiasaan kutu putih yang menyukai bagian akar tanaman
yang hanya mendapat penyinaran sedikit (Khan et al. 1998).

Gambar 3 Koloni D. brevipes pada buah kaboca

Persiapan tanaman uji
Tanaman uji yang digunakan untuk penularan PMWaV adalah tanaman
nanas kultivar Smooth Cayenne varietas Tambakan yang diperbanyak dengan
teknik kultur jaringan menggunakan tunas mahkota yang berumur tujuh bulan
aklimatisasi oleh PKBT. Tanaman nanas ditanam dengan menggunakan polibag
berukuran 10 cm x 10 cm dengan media penanaman tanah, kompos dan pasir
(1:1:1). Polibag diletakkan di lantai dengan jarak 25 cm x 20 cm. Di lantai tempat
meletakkan pot tanaman uji diberi insektisida dengan kandungan bahan aktif

deltametrin 0,6% (Gambar 4) untuk mencegah semut datang dari satu tanaman
nanas ke tanaman nanas lain untuk membawa kutu putih (Rohrbach et al.1988).

Gambar 4 Tanaman uji yang diberi insektisida deltametrin 0,6% di sekitar
tanaman uji

Penularan virus
Kutu putih yang sudah diperbanyak di laboratorium dan memiliki ukuran
tubuh yang sama digunakan untuk penularan. Kutu putih diberi makan akuisisi
pada tanaman nanas sakit selama 4 hari, kemudian dipindahkan ke tanaman nanas
uji dan dibiarkan makan inokulasi selama 9 hari. Jumlah kutu putih yang
digunakan untuk penularan adalah 0, 1, 5 dan 10 ekor per tanaman. Hari ke-9
serangga vektor dibunuh secara mekanis.

(a)

(b)

Gambar 5 Kelompok tanaman percobaan (a) Diinfestasi kutu putih bebas virus
dan (b) Tanpa infestasi

Penularan dilakukan pada dua kelompok tanaman percobaan yang masingmasing terdiri dari 20 individu tanaman ( Gambar 5). Pada kelompok pertama
tanaman uji dilakukan infestasi 10 kutu putih bebas virus pada masing- masing

individu tanaman pada hari ke-10, 30 dan 60 setelah penularan, sedangkan pada
kelompok kedua tidak dilakukan infestasi kutu putih. Perkembangan gejala pada
tanaman nanas diamati setiap 2 hari sekali.

Deteksi PMWaV dengan menggunakan tissue blotting immunoassay (TBIA)
Keberadaan virus pada tanaman uji sebelum dilakukan penularan tidak di
deteksi dengan tissue blotting immunoassay (TBIA), karena menurut Sether et al.
(2001) tanaman nanas yang diperbanyak dengan menggunakan teknik kultur
jaringan menggunakan tunas mahkota sudah bebas virus. TBIA dilakukan sesuai
dengan petunjuk dari Agdia. Inc. (USA). Daun nanas dari tanaman uji diambil
secara acak mewakili ke-2 kelompok percobaan dengan jumlah vektor 0, 1, 5 dan
10 ekor. Daun yang diambil adalah daun yang menunjukkan gejala layu dan yang
tidak menunjukkan gejala. Daun yang diambil adalah daun bagian bawah nanas
yang memiliki warna putih pada dasar daun.
Membran selulosa yang digunakan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam
metanol selama 10 detik, kemudian dikeringkan. Bagian dasar daun yang
memiliki warna putih kemudian dipotong sedikit, sehingga dapat mengeluarkan
cairan pada saat akan ditekan pada membran selulosa. Di bawah membran
diletakkan alas sehingga ketika dilakukan penekanan daun nanas ke atas membran
tidak terjadi kerusakan membran. Daun nanas yang masih segar dan memiliki
cairan sel pada bagian pangkal daun ditekan ke atas membran sampai pada
membran terlihat bekas tekanan daun nanas, setelah itu membran disimpan pada
wadah plastik.
Ke dalam wadah plastik yang telah berisi membran diberi larutan susu
bebas lemak dengan konsentrasi 2% yang dilarutkan dalam Phosphat buffer salin
(PBS) dengan pH 7,4 kemudian digoyang pada kecepatan 50 rpm selama 10
menit. Larutan susu dibuang, kemudian membran diberi antibodi monoklonal
yang dilarutkan dalam PBS dengan perbandingan 1:10, digoyang selama 1 malam
dengan kecepatan 50 rpm pada suhu 5 °C di dalam inkubator.
Membran dicuci dengan PBS + tween-20 (PBST) selama 5 menit pada
kecepatan 100 rpm, kemudian direndam dalam konjugat IgG alkaline phosphatase
yang diencerkan dalam PBS dengan perbandingan 1:1000 selama 3 jam sambil

digoyang. Membran kemudian dicuci dengan PBST sebanyak 5 x 5 menit pada
kecepatan 100 rpm. Setelah pencucian selesai ditambahkan pewarna BCIP/NBT
(Sigma B-5655) yang dilarutkan dalam AP buffer dengan pH 9,5 sampai terjadi
perubahan warna menjadi ungu pada membran. Setelah terjadi perubahan warna,
membran dicuci dengan air dan dikeringkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi serangga vektor
Kutu putih yang ditemukan

mempunyai 8 ruas antena dan 17 pasang

serari. Pori multilokular terdapat pada bagian vulva dan segmen abdomen ke-7,
pori trilokular tersebar di seluruh bagian tubuh dan memiliki ukuran yang sama,
seta pada bagian dorsal ramping, ostiol berkembang dengan baik, sirkulus besar
dan terbentuk di seluruh bagian sisi tubuh.
Tungkai terlihat pendek dan membengkok pada serangga yang sudah
dewasa. Pada tibia terdapat banyak pori translusen. Tubuh kutu putih berbentuk
oval dan melebar, tersklerotisasi pada daerah lobus anal dan ruas ke-2 dari
belakang, saluran berbentuk pipa terdapat pada ruas abdomen ke-1 dan ke-4. Ciri
khas dari preparat kutu putih yang diamati ada 2 seta yang besar pada bagian
lobus anal, 2 porus discoidal dekat mata dan di ruas ke-8 bagian dorsal terdapat
seta-seta panjang yang diantaranya terdapat pori granular (Lampiran 4).
Berdasarkan ciri-ciri yang diamati menurut deskripsi Williams & Watson 1988,
dapat disimpulkan bahwa kutu putih yang ditemukan di lokasi survei adalah
Dysmicoccus brevipes (Gambar 6).

Gambar 6 Preparat mikroskop D. brevipes

Gejala serangan PMWaV di lapangan
Pengamatan penyakit layu nanas di desa Bunihayu, Kecamatan
Jalancagak, Kabupaten Subang, dilakukan di petak perkebunan nanas rakyat.
Tanaman nanas yang diamati adalah kultivar Smooth Cayenne varietas Tambakan.
Pada petak yang diamati ditemukan gejala serangan PMWaV. Gejala yang terlihat
berupa daun memerah, melengkung kebawah dan layu mulai dari ujungnya. Buah
yang dihasilkan berukuran kecil dan lebih cepat masak (Lampiran 3). Gejala yang
diamati menyebar hampir di setiap stadia perkembangan nanas dan di seluruh
petak pengamatan (Gambar 7).

(a)

(b)

Gambar 7 Gejala serangan PMWaV di lapangan (a) fase vegetatif dan
(b) fase generatif
Penyakit layu nanas pada petak perkebunan nanas yang diamati terlihat
mengelompok. Pola pengelompokan pada satu petak mungkin berkaitan dengan
perilaku kutu putih yang hidup berkelompok dalam satu area dan menginduksi
gejala layu nanas karena zat fitotoksik yang dikeluarkan kutu putih saat makan
dan konsentrasi virus yang ditularkan lebih banyak apabila kutu berkelompok.
Widyanto (2005) mengatakan pola penyebaran penyakit layu cenderung
mengelompok pada satu titik pertanaman di lapangan. Penelitian lapang yang
pernah dilakukan di Srilanka juga menunjukkan suatu pola pengelompokan gejala
layu nanas di lapangan (Hughes & Samita 1998). Petani mengendalikan penyakit
layu di lapangan dengan cara mencabut lalu membakar tanaman sakit.

Gejala serangan PMWaV pada tanaman uji dan masa inkubasi virus
Gejala layu ditemukan pada tanaman yang diinokulasi, baik yang
diinfestasi maupun yang tidak diinfestasi kutu putih (Tabel 1). Hal ini agak
berbeda dengan hasil penelitian Sether & Hu (2002a) yang menyatakan bahwa
gejala layu muncul hanya jika tanaman nanas yang diinokulasi PMWaV dan
diinfestasi kutu putih.
Tabel 1 Tanaman uji yang menunjukkan gejala penyakit la yu nanas
Jumlah vektor
(ekor)/tanaman
uji

Infestasi D. brevipesx

1
+
+
+

0
1
5
10

Ulangan
2
3
+
+
+
+
+
+

Tanaman uji
Tanpa infestasi D. brevipes

4
+
+
+

5
+
+
+

1
+

Ulangan
2
3
+
+
+
+
+
+

4
+
+
+

5
+
+

x

= Tiga kali sebanyak 10 ekor per tanaman dengan interval 1 bulan.
+ = Gejala muncul.
- = Gejala tidak muncul.

Gejala yang teramati pada tanaman uji sama dengan tanaman nanas yang
terinfeksi PMWaV secara alami di lapangan. Gejala awal yang terlihat pada
tanaman uji adalah perubahan warna menjadi merah dan layu mulai dari ujung
daun (Gambar 8). Gejala yang muncul setelah itu daun melengkung ke bawah
(Lampiran 1c). Setelah dua bulan menunjukkan gejala, beberapa tanaman
mengalami recovery dan terlihat seperti tanaman sehat (Lampiran 2a).

(a)

(b)

Gambar 8 Gejala serangan PMWaV pada tanaman uji (a) Gejala awal warna
merah dan (b) Ujung daun mengalami kematian

Pada kelompok tanaman yang diinfestasi kutu putih, gejala muncul
berkisar antara 82-121 hari dan pada kelompok tanaman yang tidak diinfestasi
berkisar antara 107-121 hari setelah inokulasi (Tabel 2). Gejala awal untuk kedua
kelompok tanaman percobaan pertama sekali muncul pada tanaman yang
diinokulasi dengan menggunakan 10 ekor kutu putih, kemudian 5 ekor dan 1 ekor
(Tabel 2). Hal ini terjadi karena konsentrasi virus awal lebih tinggi pada tanaman
yang diinokulasi dengan menggunakan 10 kutu putih dibandingkan dengan 5 dan
1 ekor kutu putih. Infestasi kutu putih tampaknya berpengaruh pada masa
inkubasi, terbukti dari tanaman yang telah diinokulasi dan diinfestasi kutu putih
masa inkubasinya lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak diinfestasi (Tabel
2). Lebih banyak infestasi kutu putih mengakibatkan lebih banyak zat fitotoksik
yang dikeluarkan oleh kutu putih pada saat makan dan menginduksi gejala layu
lebih cepat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan virus dalam
jaringan tanaman lebih berperan menginduksi gejala dibanding dengan zat
fitotoksik yang disekresikan kutu putih saat makan pada tanaman nanas.

Tabel 2 Masa inkubasi dan tingkat keberhasilan penularan PMWaV pada
tanaman nanas dengan vektor D. brevipes
Jumlah vektor
(ekor)/tanaman
uji

x

0
1
5
10

Masa inkubasi (hari)
Infestasi x
D.brevipes
107-121
93-101
82-99

Kejadian penyakit (%)

Tanpa infestasi Infestasi x Tanpa infestasi
D.brevipes
D.brevipes D.brevipes
119-121
100
60
107-119
100
75
107-121
100
100

= Tiga kali sebanyak 10 ekor per tanaman dengan interval 1 bulan.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa setelah dilakukan infestasi
kutu putih yang bebas virus gejala akan lebih cepat muncul pada tanaman yang
diinokulasi lebih dari 10 ekor D. brevipes daripada menggunakan D. brevipes
dalam jumlah sedikit (Sether & Hu 2002a). Collen et al. (2001) menemukan
bahwa 0,6 individu D. brevipes dapat menularkan virus dan menimbulkan gejala
pada tanaman nanas.
Kejadian penyakit pada kelo mpok tanaman yang diinfestasi lebih tinggi
dari pada kelompok tanaman yang tidak diinfestasi. Pada kelompok tanaman yang
tidak diinfestasi kutu putih terdapat tanaman yang tidak menunjukkan gejala layu.

Gejala yang tidak muncul mungkin disebabkan tanaman tidak mengandung
PMWaV-2 atau konsentrasi PMWaV-2 di dalam jaringan tanaman sangat sedikit
dan tidak dapat menginduksi gejala layu. Menurut Sether & Hu (2002a) faktor
yang dapat menginduksi gejala layu adalah terdapatnya PMWaV-2 di dalam
jaringan tanaman na nas dengan konsentrasi yang cukup, populasi kutu putih yang
banyak, kondisi lingkungan yang mendukung replikasi virus di dalam jaringan
tanaman dan genotipe nanas yang rentan.

Deteksi PMWaV
Hasil deteksi serologi virus dengan menggunakan TBIA menunjukkan
bahwa seluruh tanaman yang bergejala mengandung PMWaV-1 dan PMWaV-2
(Gambar 9). Melalui pengujian TBIA diketahui bahwa tanaman yang tidak
bergejala setelah diinokulasi ada yang mengandung PMWaV-1 dan PMWaV-2.
Tanaman yang mengandung PMWaV-2 (Gambar 9.2a & 9.2c) namun tidak
menunjukkan gejala mungkin terjadi karena tanaman mengalami infeksi laten
akibat konsentrasi virus yang sangat rendah dan tidak dapat menginduksi gejala
layu.
(+) Kutu (-) Kutu

(+) Kutu (-) Kutu

0
1
5
10

a
d

d

b

d

0
1
5
10

c
0
1
5
10

a
d

b
d

c
d

Keterangan :
0,1,5 dan 10 = Jumlah vektor
(+) Kutu
= Infestasi D. brevipes tiga kali
b
= (-) Jumlah vektor 5 ekor dan tidak bergejala

0
1
5
10

a
d

a
d

b
d

b
d

c
d

c
d

(-) Kutu = Tanpa infestasi D. brevipes
a,c
= (-) Jumlah vektor 1 ekor dan tidak bergejala
d
= Sumber inokulum

Gambar 9 Hasil deteksi virus melalui TBIA dengan antiserum (1) PMWaV-1
dan (2) PMWaV-2

Hasil penelitian Sether et al. (2001) menunjukkan tidak semua tanaman
yang mengandung PMWaV-2 menunjukkan gejala, namun kebanyakan tanaman
yang menunjukkan gejala juga mengandung PMWaV-2. Menurut Sether & Hu
(2002a) jika di dalam jaringan tanaman nanas tidak terdapat PMWaV-2 atau
konsentrasi PMWaV-2 rendah, maka tanaman tidak akan menunjukkan gejala.
Tanaman yang tidak bergejala ada juga yang hanya mengandung PMWaV-1 saja
(Gambar 9.1b). Hal ini merupakan kejadian yang sudah umum karena menurut
Sether & Hu (2002a) hanya PMWaV-2 yang diketahui dapat menginduksi gejala.
Menurut Sether & Hu (2002b) walaupun hanya PMWaV-2 saja yang menginduksi
gejala namun infeksi masing- masing strain virus dapat menurunkan hasil panen
nanas. Infeksi PMWaV-1 dapat menurunkan hasil hingga 12%, penuruna n hasil
ini akibat pertumbuhan akar yang terganggu, sedangkan infeksi PMWaV-2 dapat
menurunkan produksi nanas hingga 35% (Sether & Hu 2002b).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Dysmicoccus brevipes adalah vektor yang sangat efektif menularkan
PMWaV-1 dan PMWaV-2. Keberadaan virus lebih berperan dalam menimbulkan
gejala dibandingkan dengan infestasi kutu putih, sedangkan infestasi kutu putih
dapat mempercepat kemunculan gejala.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengendalian kutu putih yang
efektif di lapangan melalui varietas tahan PMWaV.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Produksi buah-buahan di Indonesia tahun
1995-2003. http://www.bps.go.id/sector/agri/horti/table8.shtml. [19 April
2005].
Ben Dov Y. 1994. A Systematic of the Mealybugs of the World (Insecta:
Homoptera: Coccoidea: Pseudococcidae and Putoidea) with Data on
Geographical Distribution, Host Plant, Bio logy and Economic Importance.
UK: Intercept Ltd.
Borroto EG, Mayra C, Justo G, Carlos B. 1998. First report of a ClosteovirusLike particle associated with pineapple plants (Ananas comosus cv.
Smooth cayenne) affected with pineapple mealybug wilt in Cuba [abstrak].
Plant Disease 82:263.
Collen KGF, Santa CLVC, Moraes JC, Reis PR. 2001. Determination of injuries
and damages of the mealybug Dysmicoccus brevipes (Cockerell, 1893)
(Hemiptera: Pseudococcidae) on pineapple. Cienc Agrotech 25(3): 525532.
Collins JL. 1968. The Pineapple: Botany, Cultivation, and Utilization. London:
Leonard Hill.
Duke AJ. 1983. Ananas comosus (L.) ( Merr.)
http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_energy/Ananas_comosus.html
[14 September 2005].
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2003. Top trade agriculture in
Indonesia. http://www.fao.org/es/ess/toptrade/trade.asp?dir=exp. [14
Oktober 2005].
Gunasinghe UB, German TL. 1989. Purification and partial characterization of a
virus from pineapple. Phytopathology 79(12): 1337-1341.
Hu JS, Sether DM, Ullman DE. 1996. Detection of pineapple closteovirus in
pineapple plants and mealybugs using monoclonal antibodies. Plant
Disease 45:829-836.
Hu JS, Sether DM, Liu XP, Wang M, Zee F, Ullman DE. 1997. Use of a tissue
blotting immunoassay to examine the distribution pineapple closteovirus
in Hawaii. Plant Disease 81(10): 1150-1154.
Hughes G, Samita S. 1998. Analysis of patterns of Pineapple mealybug wilt
disease in Srilanka. Plant Disease 82(8): 885-890.

Jahn CG, Beardsley JW. 1996. Effects of Pheidole megacephala (Hymenoptera:
Formicidae) on survival and dispersal of Dysmicoccus neobrevipes
(Homoptera; Pseudococcidae). J. of Economic Entomology 85(5): 11241129.
Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Laan PA Vander,
penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru- Van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewasen in Indonesie.
Khan AA, Avesi GM, Masud SZ, Rizvi SWA. 1998. Incidence of mealybug
Dysmicoccus brevipes (Cockrell) on pineapple. Tr. J. of Zoology 22:159161.
Melzer MJ, Karasev AV, Sether DM, Hu JS. 2001. Nucleotide sequence, genom
organization and phylolgenetic analysis of pineapple mealybug wiltassociated virus-2. Journal of General Virology 82:1-7.
Nakasone HY, Paull RE. 1998. Tropical Fruits. London: CABI. Pineapple; hlm
292-326.
Petty GJ, Stirling GR, Bartholomew DP. 2002. Pest of Pineapple. Di dalam
Pena JE, Sharp JL, Wyoski M, editor. Tropical Fruit Pest and Pollinators.
London: CAB International. Hlm 157-195.
Rai BK, Sinha K. 1980. Pineapple: Chemical ontrol of mealybug and associated
Ants in Guyana. J. Econ. Entomo 73: 41-45.
Rohrbach KG, Beardsley JW, German TL, Reimer NJ, Sanford WG. 1988.
Mealybug wilt, mealybugs, and ants on pineapple. Plant Disease
72(7):558-565.
Samson JA . 1980. Tropical Fruits. New York: J Wiley. Pineapple; hlm 293327.
Sether DM, Hu JS. 2002a. Closteovirus infection and mealybug exposure are
necessary for the development of mealybug wilt of pineapple disease.
Phytopathology 92(9):928-935.
Sether DM, Karasev AV, Okumura C, Arakawa C, Zee F, Kislan MM, Busto JL,
Hu JS. 2001. Differentiation, distribution, and elimination of two
pineapple mealybug wilt-associated viruses found in pineapple. Plant
Disease 85(8): 856-864.
Sether DM, Ullman DE, Hu JS. 1998. Transmission of Pineapple mealybug wiltassociated virus by two spesies of mealybug (Dysmicoccus spp.).
Phythopathology 88(11): 1224-1229.

Sether DM, Hu JS. 2002b. Yield impact and spread of pineapple mealybug wilt
associated virus-2 and mealybug wilt of pineapple in Hawaii. Plant Disease
86(8): 867-874.
Sipes BS, Sether DM, Hu JS. 2002. Interactions between Rotylenchus reniformis
and Pineapple mealybug wilt associated virus in pineapple. Plant Disease
86(9): 933-938.
Wakman W, Teakle DS, Thomas JE, Dietzgen RG. 1995. Presence of a
closteovirus- like virus and bacilliform virus in pineapple plants in
Australia. Aust. J. Agric. Res 46:947-958.
Widyanto H. 2005. Pola penyebaran penyakit layu dan kutu putih pada
perkebunan nanas (Ananas comosus (Linn.) Merr.) rakyat di desa Bunihayu
Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Williams DJ, Watson GW. 1988. The Mealybugs (Pseudococcidae). London:
CAB International Institute of Entomology.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Gejala serangan PMWaV pada tanaman nanas uji (a) Ujung daun mengalami kematian, (b) Seluruh daun mengalami
layu, (c) Daun melengkung ke bawah dan (d) Tanaman yang kerdil

(a)

(b)

(c)

(d)

Lampiran 2 Tanaman uji (a) mengalami recovery, (b) tidak bergejala dan (c) sehat

(a)

(b)

(c)

Lampiran 3 Gejala di lapangan (a) Buah sehat, (b) Buah sakit dan (c) Daun sakit

(b)
(a)

(c)

(d)

Lampiran 4 Bagian tubuh D. brevipes
Spirakel
17 Pasang serari

Ostiol posterior
Tungkai

Antena
8 ruas antena

Mata
Sepasang porus discoidal

.

Vulva

Seta lobus anal