Eliminasi PMWaV (Pineapple Mealybug Wilt associated Virus) dari jaringan tanaman nanas melalui perlakuan air panas dan ribavirin

ELIMINASI PMWaV
P
(PINEAPPLE MEALYBUG WILTW
ASSOCIATED-VI
VIRUS) DARI JARINGAN TANAMAN
N NANAS
MELALUI PER
ERLAKUAN AIR PANAS DAN RIBAV
VIRIN

MIMI SUTRAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
S
INS
NSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI


Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ELIMINASI PMWaV (PINEAPPLE
MEALYBUG WILT-ASSOCIATED VIRUS) DARI JARINGAN TANAMAN
NANAS MELALUI PERLAKUAN AIR PANAS DAN RIBAVIRIN adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Mimi Sutrawati

NRP A451060061

ABSTRACT
MIMI SUTRAWATI. Elimination of
PMWaV (Pineapple Mealybug Wiltassociated Virus) at Pineapple Tissue by Hot Water Treatment and Ribavirin.
Under direction of GEDE SUASTIKA and SOBIR.
Mealybug wilt of pineapple (MWP) is the devastating disease found in all the

major pineapple growing regions of the world. The disease is characterized by severe
tip dieback, downword curving of the leaf margins, reddening, and wilting of the
leaves that can cause total collapse of the plant. Closterovirus particles were detected
in both MWP symptomatic and asymptomatic pineapple worldwide. The particles,
referred to as Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus-1 and PMWaV-2. Both
viruses are mealybug transmitted. Two species of mealybug, the pink mealybug
Dysmicoccus brevipes (Cockerell), and the grey mealybug Dysmicoccus neobrevipes
(Beardsley) have been associated with MWP. One method for managing MWP
disease is rogue symptomatic plant, but this method remain PMWaV at asymptomatic
plant. Use of pesticide to control mealybug and ants is not efficient and high cost. The
research was conducted to develop elimination method for PMWaV-free plant by hot
water treatment and ribavirin. PMWaV infected plant (leave, stem, crown) were given
two hot water treatment consisting of 35 ºC for 24 hour as pre-treatment followed
immediately by hot water treatment either 56 ºC for 60 minute or 58 ºC for 40 minute
in a water bath. Infected plant without hot water treatment as positive control, and
healthy plant without hot water treatment as negative control. Ribavirin were added to
medium culture 10 mg/l medium. PMWaV infection can be eliminated from
propagative material through hot water treatment 58 ºC 40 minute in a water bath
without decrease propagative material viability.
Keyword: Pineapple mealybug wilt-associated virus, heat treatment, ribavirin.


RINGKASAN
MIMI SUTRAWATI. Eliminasi PMWaV (Pineapple Mealybug Wilt-associated
Virus) dari Jaringan Tanaman Nanas melalui Perlakuan Air Panas dan Ribavirin.
Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA dan SOBIR.
Penyakit layu nanas merupakan penyakit yang sangat merugikan di sentra
budidaya nanas di seluruh dunia. Gejala penyakit layu berupa mati ujung daun, daun
menggulung, kemerahan, dan kelayuan daun dapat menyebabkan penurunan hasil
panen, bahkan kematian tanaman. Penyakit layu nanas berasosiasi dengan Pineapple
Mealybug Wilt-associated Virus (PMWaV) dan ditularkan oleh Dysmicoccus brevipes
dan D. neobrepives (Hemiptera: Pseudococcidae). Pengendalian penyakit dengan
eradikasi tanaman bergejala tidak menjamin lahan bebas dari sumber inokulum,
karena infeksi PMWaV juga dapat terjadi pada tanaman tanpa menimbulkan gejala.
Penggunaan pestisida untuk pengendalian kutu putih tidak efisien dan meningkatkan
biaya produksi. Penggunaan varietas tahan belum dapat dilakukan karena hingga saat
ini belum ada varietas nanas yang tahan terhadap kutu putih dan PMWaV. Salah satu
cara pengendalian yang perlu dikaji yaitu dengan penggunaan bibit bebas PMWaV.
Penggunaan bibit bebas PMWaV akan menekan jumlah sumber inokulum PMWaV di
lapang sehingga menurunkan laju penyebaran penyakit, dan pada akhirnya
mengurangi resiko kehilangan hasil, serta meningkatkan peluang bagi petani untuk

membudidayakan nanas dengan ratoon crop sampai beberapa generasi. Sistem
perbanyakan massal nanas dapat dilakukan dengan cara teknik kultur jaringan in vitro,
dan stek. Kedua cara ini dapat menghasilkan bibit nanas dalam jumlah besar dalam
waktu singkat, dan seragam. Penelitian ini bertujuan mengeliminasi PMWaV pada
bahan perbanyakan bibit nanas melalui perlakuan air panas dan ribavirin untuk
memperoleh bibit bebas PMWaV. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan
metode eliminasi PMWaV dari jaringan tanaman nanas untuk memproduksi bibit
bebas PMWaV. Perbanyakan bibit nanas bebas PMWaV secara massal dengan
metode kultur jaringan dan stek diharapkan dapat menghasilkan bibit bebas PMWaV
dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat sehingga memungkinkan untuk
dapat segera diaplikasikan di lapang sebagai langkah pengendalian penyakit layu
nanas.
Penelitian ini meliputi tiga kegiatan yaitu: (1) Eliminasi PMWaV melalui
perlakuan air panas dan ribavirin pada planlet; (2) Eliminasi PMWaV melalui
perlakuan air panas dan ribavirin pada eksplan; dan (3) Eliminasi PMWaV melalui
perlakuan air panas pada stek nanas.
Pengamatan penyakit layu pada tanaman nanas telah dilakukan di sentra
produksi nanas di Jawa Barat yaitu di Desa Bunihayu, Kec. Jalancagak, Kab. Subang.
Gejala awal penyakit layu dimulai dengan perubahan warna daun terutama pada daun
bagian tengah menjadi merah. Perkembangan gejala selanjutnya adalah semakin

banyak daun yang berwarna merah, terutama daun bagian bawah sampai pada
akhirnya semua daun menjadi merah. Kebugaran daun menurun sehingga tanaman
layu dan terlihat nekrotik pada ujung daun. Bila sudah kering, umumnya tepi daun
menggulung ke bawah dan layu. Kejadian penyakit layu cenderung lebih tinggi pada

sistem budidaya ratoon crop dibandingkan plant crop. Kutu putih ditemukan baik
pada tanaman bergejala layu maupun tanaman sehat. Kutu putih ditemukan baik pada
tanaman bergejala layu maupun tanaman sehat. Kutu putih mengkoloni tanaman
nanas terutama pada bagian pangkal daun, crown, atau pada akar.
Perlakuan air panas sebagai teknik eliminasi virus tidak dapat diaplikasikan
pada planlet karena lemahnya jaringan planlet untuk menerima perlakuan suhu tinggi.
Planlet nanas diduga sangat sensitif terhadap ribavirin, sehingga tidak mampu tumbuh
pada media dengan ribavirin 10 mg/l.
Tunas apikal mulai tumbuh dengan membentuk daun sejak 1 msi, sedangkan
tunas lateral belum menunjukkan tanda pertumbuhan tunas. Pertumbuhan eksplan
tunas lateral mulai terjadi sejak 2 msi ditandai dengan terjadinya pembengkakan mata
tunas dan penebalan pada mata tunas sehingga terlihat berwarna gelap. Eksplan
berumur 4 msi mata tunas dari eksplan tunas lateral mulai pecah dan berwarna hijau
menunjukkan calon tunas akan muncul. Selama 12 msi pada media B2N1, eksplan
tidak menunjukkan pertumbuhan yang berarti namun mata tunas tetap hijau,

menandakan eksplan tersebut hidup. Terhambatnya pertumbuhan eksplan dapat
disebabkan oleh banyak faktor antara lain ketidak sesuaian jenis dan konsentrasi zat
pengatur tumbuh, maupun penurunan viabilitas eksplan.
Stek yang disemai pada media sekam bakar mulai memperlihatkan
pertumbuhan tunas sejak 2 minggu setelah semai (mss). Perlakuan air panas 56°C
selama 60 menit menyebabkan penurunan daya tumbuh stek daun dan batang.
Sedangkan perlakuan air panas 58°C 40 menit tidak mengurangi viabilitas stek.
Perlakuan air panas 58°C selama 40 menit pada tanaman sakit mampu menekan
infeksi PMWaV-2. Perlakuan air panas 56°C selama 60 menit pada tanaman sakit
tidak berpengaruh nyata terhadap infeksi PMWaV-1 maupun PMWaV-2. Berdasarkan
penelitian ini diketahui bahwa perlakuan air panas 58 ºC selama 40 menit memenuhi
persyaratan dalam ”treatment window” karena perlakuan tersebut mampu menekan
infeksi PMWaV-2 pada stek tanpa daya tumbuh dan vigor stek.

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Penyutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

ELIMINASI PMWaV (PINEAPPLE MEALYBUG WILTASSOCIATED-VIRUS) DARI JARINGAN TANAMAN NANAS
MELALUI PERLAKUAN AIR PANAS DAN RIBAVIRIN

MIMI SUTRAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi-Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Giyanto, M.Si.

Judul Penelitian

Nama Mahasiswa
NRP

: Eliminasi PMWaV (Pineapple Mealybug Wilt-associated
Virus) dari Jaringan Tanaman Nanas Melalui Perlakuan Air
Panas dan Ribavirin
: Mimi Sutrawati
: A451060061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Sobir, M.Si

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Entomologi-Fitopatologi

Dekan
Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 18 Februari 2009

Tanggal lulus: 23 Februari 2009

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Eliminasi PMWaV
(Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus) dari Jaringan Tanaman Nanas Melalui
Perlakuan Air Panas dan Ribavirin”. Penelitian dan penulisan tesis dilaksanakan sejak
Agustus 2007 hingga Januari 2009. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Program studi Entomologi-Fitopatologi
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. dan Dr. Ir.
Sobir, M.Si., selaku komisi pembimbing atas bimbingan, saran, dan masukannya
selama penelitian hingga penulisan tesis ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr.
Ir. Giyanto, M.Si., selaku penguji luar komisi atas koreksi, saran, dan kritiknya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium Virologi
Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB atas izin penggunaan bahan
dan peralatan laboratorium yang digunakan selama penelitian. Terimakasih kepada
Kepala Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB atas bantuan dana penelitian dan izin
penggunaan Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika
(PKBT) serta terimakasih kepada Kepala Kebun Percobaan Tajur II atas izin
penggunaan rumah kasa di kebun percobaan Tajur II. Terimakasih juga kepada Tuti
Legiastuti, Rai Maya Temaja, Irwan Lakani, Endang Opriana, Devi Agustina, Ifa
Manzilla dan teman-teman di Laboratorium Virologi Tumbuhan, terimakasih kepada

Sulassih, Pipit, dan teman-teman di Laboratorium Kultur Jaringan PKBT, serta
kepada Bapak Ibram dan Bu Yuyun di kebun percobaan PKBT Tajur II atas bantuan
dan kerjasamanya selama pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga kepada Bu Rita
Noveriza yang telah membantu penulis dalam pengolahan data dengan analisis
statistik.
Ungkapan terima kasih yang tulus untuk kedua orangtuaku tercinta, Bapak
Sudardjat dan Ibu Dalemawati atas perhatian, kasih sayang, doa yang tak pernah
henti, serta dukungan untuk selalu berjuang mengejar impian dan cita-cita putraputrinya. Terimakasih kepada adik-adikku tersayang Sari, Neli, dan Medi, terima
kasih juga pada Kakak-kakakku Renville, Dedi, Anto, Nozy atas kasih sayang,
dukungan, dan doa yang selalu menyertaiku. Ungkapan terima kasih yang tulus untuk
Deden Dani, SP. yang selalu membantu selama pelaksanaan penelitian, selalu
memberi dukungan, pengertian dan doa selama ini. Terima kasih kepada semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis
selama penelitian hingga penulisan tesis ini, semoga Allah SWT membalas kebaikan
Bapak/Ibu dan teman-teman semua. Amin.
Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat dalam menambah khazanah ilmu
pengetahuan.
Bogor, Februari 2009

Mimi Sutrawati

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Curup, Bengkulu pada tanggal 23 Mei 1982 dari ayah
Sudardjat dan ibu Dalemawati sebagai putri sulung dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMUN 1
Curup pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen
Proteksi Tanaman IPB melalui jalur USMI. Pendidikan Sarjana diselesaikan oleh
penulis pada September 2004. Sejak Januari 2005 penulis bekerja sebagai staf
pengajar di Program Studi Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas
Bengkulu. Tahun 2006 penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Program Studi Entomologi-Fitopatologi dengan Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana dari DIKTI.

Bogor, Februari 2009

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

xvi

PENDAHULUAN ....................................................................................
Latar Belakang ................................................................................
Tujuan penelitian ............................................................................
Manfaat Penelitian ..........................................................................

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
Nanas (Ananas comosus L. (Merr.)) ................................................
Perbanyakan Tanaman Nanas ..........................................................
Kultur Jaringan ........................................................................
Stek (sectioning) .....................................................................
Gejala Penyakit Layu dan Kisaran Inang PMWaV .........................
Karakteristik PMWaV ......................................................................
Kutu Putih dan Penularan PMWaV ..................................................
Pengendalian Penyakit Layu .............................................................
Eliminasi Virus dengan Perlakuan Panas ...............................
Eliminasi Virus dengan Perlakuan Ribavirin ..........................

4
4
5
6
6
7
9
10
11
12
13

BAHAN DAN METODE .........................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................
Metode Penelitian ...........................................................................
Pengamatan Penyakit Layu dan Kutu Putih di Lapang ............
Eliminasi PMWaV melalui Perlakuan Air Panas dan Ribavirin
pada Planlet .............................................................................
Penyiapan Planlet Nanas ...............................................
Inokulasi PMWaV pada Planlet ...................................
Eliminasi PMWaV dengan Perlakuan Air Panas dan
Ribavirin .......................................................................
Eliminasi PMWaV dengan Perlakuan Air Panas dan Ribavirin
pada Eksplan .............................................................................
Penyiapan Bahan Tanaman Nanas ................................
Perlakuan Air Panas ......................................................
Kultur Jaringan Nanas ...................................................
Eliminasi PMWaVdengan Perlakuan Air Panas pada Bahan
Stek ..........................................................................................
Penyiapan Bahan Tanaman Nanas ................................
Eliminasi PMWaV dengan Perlakuan Air Panas ..........
Penanaman Stek ............................................................
Verifikasi Infeksi PMWaV dengan Tissue Blot Immunoassay .

15
15
15
15
15
15
16
16
17
17
17
18
18
18
18
18
19

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
Penyakit Layu Nanas di Sentra Produksi Nanas Jawa Barat ...........
Eliminasi PMWaV dengan Perlakuan Air Panas dan Ribavirin pada
planlet ..............................................................................................
Pengaruh Perlakuan Air Panas terhadap Pertumbuhan Planlet .
Pengaruh Perlakuan Ribavirin terhadap Pertumbuhan Planlet..
Pengaruh Perlakuan Air Panas dan Ribavirin terhadap
Infektifitas PMWaV pada Planlet ...........................................
Eliminasi PMWaV dengan Perlakuan Air Panas dan Ribavirin pada
eksplan ............................................................................................
Pengaruh Perlakuan Air Panas terhadap Daya Tumbuh Eksplan
Eliminasi PMWaV dengan Perlakuan Air Panas pada Bahan Stek ..
Keadaa Umum ..........................................................................
Pengaruh Perlakuan Air Panas terhadap Daya Tumbuh Stek ...
Pengaruh Perlakuan Air Panas terhadap Infektifitas PMWaV ..

21
21

27
27
29
29
30
33

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
Kesimpulan .....................................................................................
Saran ...............................................................................................

38
38
38

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

39

LAMPIRAN ..............................................................................................

43

23
23
24
26

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Pengaruh perlakuan air panas terhadap pertumbuhan planlet nanas
selama 7 hari setelah perlakuan air panas ..............................................

23

2 Pengaruh perlakuan ribavirin terhadap pertumbuhan planlet nanas
selama 11 hari setelah perlakuan ribavirin .............................................

25

3 Persentase daya tumbuh stek nanas berumur 7 minggu setelah semai
(mss) ......................................................................................................

33

4 Persentase stek terinfeksi PMWaV setelah mendapat perlakuan air panas .

36

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur kimia ribavirin...........................................................................

14

2 Stek daun (a) dan stek batang (b) tanaman nanas ..................................

19

3 Gejala penyakit layu pada tanaman nanas di Desa Bunihayu, Kecamatan
Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Gejala dicirikan dengan
daun berwarna kuning kemerahan (a), kebugaran daun menurun sampai
layu (b) ujung daun mengalami nekrotik (c), dan tepi daun menggulung
ke bawah (d). ...........................................................................................

21

4 Hasil pengamatan koloni kutu putih (Dysmicoccus brevipes
Cockerell) pada pangkal batang (a) dan perakaran (b) tanaman nanas di
Lapang ......................................................................................................

22

5 Pertumbuhan eksplan tunas apikal (a) dan tunas lateral (b) berumur 1
minggu setelah inisiasi (msi) .................................................................

27

6 Daun induk pada stek daun dengan perlakuan panas (a) dan tanpa
perlakuan panas (b) ................................................................................

30

7 Stek daun (a), stek batang (b), dan stek crown (c) berumur 2 mst; stek
daun (d), stek batang (e), crown (f) berumur 4 mst; stek daun (g), stek
batang (h), crown (i) berumur 5 mst. ......................................................

31

8 Bibit nanas berumur 2 mst (a) dan 3 mst (b) ..........................................

33

9 Membran hasil deteksi PMWaV-1 dengan metode TBIA. Daun stek
kontrol positif (K+), daun stek kontrol negatif (K-), daun stek tanaman
sakit yang diberi perlakuan suhu 56 ºC (H56), daun dari stek tanaman
sakit yang diberi perlakuan air panas 58 ºC (H58). Sinyal berwarna ungu
(ditunjuk oleh tanda panah) pada jaringan pembuluh menunjukkan bahwa
sampel daun positif terinfeksi PMWaV-1............................................

34

10 Membran hasil deteksi PMWaV-2 dengan metode TBIA. Daun stek
kontrol positif (K+), daun stek kontrol negatif (K-), daun stek tanaman
sakit yang diberi perlakuan suhu 56 ºC (H56), daun dari stek tanaman
sakit yang diberi perlakuan air panas 58 ºC (H58). Sinyal berwarna ungu
(ditunjuk oleh tanda panah) pada jaringan pembuluh menunjukkan bahwa
sampel daun positif terinfeksi PMWaV-2..............................................
35

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Komponen Larutan Media Inisiasi..........................................................

44

2 Komponen Larutan Media B2N1............................................................

45

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman nanas (Ananas comosus L. (Merrill)) cv. Smooth Cayenne
merupakan tanaman buah tropika yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Produksi
nanas Indonesia pada tahun 2000 yaitu 399,299 ton meningkat menjadi 1.427.781 ton
pada tahun 2003 (Deptan 2008). Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,
nanas merupakan komoditas ekspor yang penting. Volume ekspor nanas kaleng
Indonesia mencapai 11% dari total ekspor dunia dan menempati urutan ketiga setelah
Thailand dan Filipina (CABI 2005). Potensi pengembangan produksi nanas Indonesia
dapat lebih ditingkatkan jika faktor-faktor pembatas produksi nanas dapat
diminimalkan.
Salah satu kendala utama dalam produksi nanas adalah serangan penyakit layu
nanas yang juga telah menjadi masalah serius dalam budidaya nanas di seluruh dunia.
Penyakit layu nanas berasosiasi dengan infeksi Pineapple mealybug wilt-associated
virus (PMWaV) (Tryono 2006; Sether & Hu 2002a). Di lapangan, virus ini dengan
efektif dapat ditularkan oleh dua spesies kutu putih yaitu Dysmicoccus brevipes
Cockerell dan D. neobrevipes Cockerell (Hemiptera : Pseudococcidae) (Sether et al.
1998).
Penyakit layu nanas pertama kali dilaporkan tahun 1910 di Hawaii dan disebut
dengan pineapple mealybug wilt disease karena pada tanaman yang menunjukkan
gejala umumnya terkolonisasi kutu putih (mealybug) (Carter 1933). Namun kemudian
diketahui bahwa gejala layu tersebut terutama akibat infeksi PMWaV (Sether & Hu
2002a). Penyakit layu telah dilaporkan menyebabkan banyak kerugian pada industri
nanas dunia seperti di Hawaii mencapai 35% (Sether & Hu 2002b) atau di Kuba
mencapai 40% (Anonim 1989 dalam Borroto et.al. 2007). Di Indonesia, penyakit ini
telah menjadi masalah serius di sentra-sentra produksi nanas nasional. Kejadian
penyakit layu di beberapa pertanaman nanas di Blitar sudah mencapai 90%, Subang
60-70%, Simalungun 50-60%, dan Bogor 50% (Hutahayan 2006). Penyakit layu
menyebabkan petani mengalami gagal panen, karena buah yang dihasilkan berukuran
sangat kecil dan matang prematur. Rata-rata bobot buah dari tanaman bergejala layu
35% lebih rendah dari pada bobot buah tanaman bebas virus, dan 30% lebih rendah
dari pada tanaman terinfeksi PMWaV-1 (Sether & Hu 2002b).

Beberapa teknik pengendalian telah diterapkan untuk mengurangi kejadian
penyakit layu di lapang, namun belum dapat memberikan hasil yang diharapkan.
Pengendalian penyakit layu dengan eradikasi tanaman sakit di lapang ternyata tidak
menjamin lahan tersebut terbebas dari sumber inokulum karena tidak semua tanaman
terinfeksi PMWaV menunjukkan gejala. Pengendalian populasi kutu putih dan semut
juga kurang berhasil. Simbiosis semut dengan kutu putih (Rohrbach et at. 1988;
Beardsley 1996) dan tempat hidup (nice) kutu putih di bagian yang tertutup dari
tanaman nanas (di ketiak daun dan pangkal batang di bawah tanah) (Beardsley 1996)
menyebabkan parasit atau predator alami (maupun yang diinnundasi) tidak dapat
bekerja optimal dan tetap menyisakan populasi kutu putih yang potensial
menyebarkan PMWaV. Sedangkan pengendalian kutu putih dengan aplikasi
insektisida kimia kurang berhasil karena tubuh serangga ini diselimuti lilin.
Pengendalian dengan varietas tahan juga belum dapat dilakukan karena semua
varietas tanaman nanas di Indonesia rentan terhadap PMWaV maupun kutu putih
(Hidayat 2006). Salah satu cara pengendalian penyakit layu yang memberi harapan
serta perlu dikaji adalah penggunaan bibit bebas virus.
Penggunaan bibit bebas PMWaV akan menekan jumlah sumber inokulum
PMWaV di lahan sehingga peluang penyebarannya menjadi kecil meskipun ada
serangga vektor. Perkembangan penyakit layu pada 3 bulan pertama pertumbuhan
tanaman nanas dapat menyebabkan penurunan bobot buah sampai 55% ( Sether & Hu
2002b). Dengan demikian, penggunaan bibit bebas PMWaV diharapkan dapat
mencegah terjadinya penyakit layu pada fase awal pertumbuhan tanaman nanas
sehingga dapat mengurangi resiko kehilangan hasil akibat penyakit layu. Rendahnya
laju penyebaran penyakit layu akan mengurangi resiko kehilangan hasil dan
memberikan banyak peluang bagi petani untuk membudidayakan nanas dengan
tanaman ratoon sampai beberapa generasi.
Umumnya

perbanyakan

tanaman

nanas

dilakukan

secara

vegetatif

menggunakan tunas akar, tunas batang, tunas tangkai buah, tunas dasar buah, stek
batang, dan mahkota (crown). Petani biasanya menggunakan bibit yang berasal dari
anakan dengan status kesehatan bibit yang tidak diketahui, dan tidak seragam. Selain
itu, ketersediaan bibit dari anakan sangat terbatas yaitu dua sampai sepuluh anakan
per tanaman per tahun.

Sistem perbanyakan massal tanaman nanas dapat dilakukan melalui teknik
kultur jaringan in vitro dan stek. Kedua cara ini dapat menghasilkan bibit nanas yang
seragam dalam jumlah besar dan dalam waktu relatif singkat. Cara perbanyakan
tanaman ini apabila dikombinasikan dengan metode eliminasi PMWaV akan dapat
digunakan untuk menghasilkan bibit nanas bebas virus. Pada penelitian ini dilakukan
eliminasi PMWaV dari jaringan tanaman dengan perlakuan air panas atau ribavirin
pada kultur jaringan dan stek.
Dalam penelitian ini eliminasi PMWaV dilakukan dengan termoterapi yaitu
perlakuan air panas, dan kemoterapi yaitu dengan perlakuan ribavirin. Banyak virus
yang dapat dieliminasi dari tanaman inangnya dengan cara perlakuan panas (heat
treatment). Eliminasi PMWaV-1 dapat dilakukan dengan cara crown tanaman nanas
yang terinfeksi di beri pre-treatment

pada suhu 35°C selama 24 jam kemudian

dilanjutkan dengan suhu 58°C selama 40 menit atau 56°C selama 60 menit (Sether et
al. 2001). Selain perlakuan air panas, eliminasi virus dapat dilakukan dengan cara
kemoterapi menggunakan ribavirin. Penambahan 10-50 mg/L ribavirin ke dalam
media kultur efektif mencegah infeksi beberapa virus yaitu PVX, PVY, PVS, dan
PVM pada kentang dan tembakau, juga mencegah CMV pada kultur meristem
Nicotiana rustika (Hadidi et al. 1998).

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeliminasi PMWaV pada bahan
perbanyakan bibit nanas melalui perlakuan air panas dan ribavirin untuk memperoleh
bibit bebas PMWaV.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan metode eliminasi PMWaV
dari jaringan tanaman nanas untuk memproduksi bibit bebas PMWaV. Penggunaan
bibit bebas PMWaV diharapkan dapat menekan kejadian penyakit layu nanas di
lapang dan meningkatkan produksi nanas di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Nanas (Ananas comosus L. (Merr.))
Nanas dibudidayakan untuk dikonsumsi sebagai buah segar maupun buah
kaleng. Nanas merupakan penghasil bromelein, enzim yang diperlukan dalam industri
farmasi juga sebagai agen pelunak daging dalam proses pengolahan makanan. Buah
ini merupakan komoditas ekspor yang penting bagi Indonesia. Indonesia merupakan
produsen nanas menempati posisi ketiga di Asia Tenggara setelah Thailand dan
Filipina (CABI 2005).
Tanaman nanas berupa herba tahunan atau dua tahunan dengan tinggi 50-150
cm, terdapat tunas merayap pada bagian pangkalnya. Daun berkumpul dalam roset
akar dan pada bagian pangkalnya melebar menjadi pelepah. Helaian daun berbentuk
pedang, tebal, panjang 80-120 cm, lebar 2-6 cm, ujung lancip menyerupai duri. Bunga
majemuk tersusun dalam bulir yang sangat rapat, letaknya terminal dan bertangkai
panjang. Buahnya buah buni majemuk, bulat panjang, berwarna hijau, jika masak
warnanya menjadi kuning. Tanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr. merupakan
anggota family Bromeliaceae dari kelas Angiospermae (Dalimartha, 2004).
Tanaman nanas membentuk suatu roset yang lambat laun daun-daunnya yang
lebih besar mencapai ukuran yang mencerminkan pertumbuhan normal. Setelah itu,
ukuran daun konstan dan jika meristem pucuknya telah menghasilkan 70-80 lembar
daun, dengan kecepatan satu lembar daun per minggu selama perode pertumbuhan
yang cepat itu, meristem pucuk itu berubah menjadi bongkol bunga dan bongkol
tanaman, yaitu poros tengah yang memanjang ke bunga dan buah (Wee &
Thongtham, 1997).
Tanaman nanas merupakan herba perennial monokotil. Setelah pematangan
buah pertama, pada tanaman berkembang tunas baru dari pucuk aksilar, yang
kemudian berkembang dan mampu menghasilkan buah. Pada budidaya nanas
komersial, sebaiknya tanaman nanas dipelihara hanya 2-3 generasi, sehingga petani
dapat memperoleh buah yang seragam dengan kualitas yang baik (Bartholomew et. al
2003). Selanjutnya harus dilakukan penanaman bibit baru secara regular.
Sistem budidaya nanas dengan cara pemeliharaan tanaman sampai pemanenan
kedua dan seterusnya setelah pemanenan pertama disebut ratoon crop. Sedangkan

cara budidaya dengan penggunaan bibit baru pada awal masa tanam disebut plant
crop. Sistem ratoon crop sangat penting dalam manajemen budidaya nanas karena
dapat menekan biaya produksi daripada melakukan penanaman ulang atau plant crop
(Bartholomew et. al 2003).

Perbanyakan Tanaman Nanas
Perbanyakan tanaman nanas umumnya dilakukan dengan menggunakan
mahkota buah (crown), tunas akar (sucker), tunas batang (shoot), tunas tangkai buah
(hapas), tunas dasar buah (slips), dan stek batang (Collin 1960). Petani biasanya
menggunakan bibit dari tunas-tunas tersebut dengan status kesehatan bibit yang tidak
diketahui, dan tidak seragam. Sejumlah besar crown dapat dengan mudah
dikumpulkan bersamaan dengan pemanenan buah. Namun, crown tidak dapat
dijadikan sebagai bibit jika produksi nanas ditujukan untuk pemasaran buah segar.
Hal ini dikarenakan pada produksi nanas untuk pemasaran buah segar buah dijual
utuh dengan mahkota buah yang masih melekat pada buah nanas. Hapas dan slips
merupakan diferensiasi tunas-tunas lateral yang berkembang pada tangkai buah
(peduncle) selama pembentukan buah (Bartholomew et al. 2003). Biasanya hapas
dan slips dipanen dari tanaman beberapa minggu setelah pemanenan buah, sehingga
membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga kerja dibandingkan penanganan crown.
Tidak semua varietas nanas menghasilkan slips, sedangkan keberadaan slips dalam
jmlah besar pada tanaman dapat mereduksi rata-rata bobot buah (Collin 1960);
(Wang & Chang 1960 dalam Bartholomew et al. 2003). Sucker tumbuh pada
tanaman nanas beberapa minggu setelah pemanenan buah, sehingga membutuhkan
tenaga kerja untuk pemanenan dengan cara memotong sucker dari tanaman induk.
Kelemahan lain penggunaan sucker sebagai bibit yaitu adanya diferensiasi
pembungaan sehingga tanaman dari bibit sucker menghasilkan buah yang berukuran
lebih kecil (Bartholomew et al. 2003). Ketersediaan bibit dari mahkota buah (crown),
tunas akar (sucker), tunas batang (shoot), tunas tangkai buah (hapas), tunas dasar
buah (slips) sangat terbatas yaitu dua sampai sepuluh tunas per tanaman per tahun
(Bartholomew et al. 2003); Smith et al. (2002).
Ketersediaan bibit merupakan faktor penting dalam produksi nanas. Sistem
budidaya nanas komersial membutuhkan 60000 bibit nanas per hektar (Bartholomew
et al.

2003). Oleh karena itu, berbagai penelitian dilakukan dalam rangka

pengembangan metode perbanyakan bibit nanas untuk mendapatkan bibit nanas
dalam jumlah besar dalam waktu relatif singkat. Sistem perbanyakan massal nanas
dapat dilakukan dengan teknik kultur jaringan in vitro dan stek (sectioning)
(Bartholomew et al. 2003).

Kultur Jaringan
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bahan tanaman yaitu
sel, kelompok sel, jaringan, dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi
tanaman lengkap (Gunawan, 1988). Tujuan dari teknik kultur jaringan antara lain
menciptakan tanaman baru bebas penyakit, memperbanyak tanaman yang sukar
diperbanyak secara seksual dan memproduksi tanaman dalam jumlah besar dalam
waktu singkat (Katuuk, 1989). Perbanyakan nanas dengan kultur jaringan dapat
menghasilkan 1 juta tanaman dari satu tunas aksilar selama 2 tahun (Pannetier &
Lanaud 1976 dalam Bartholomew et al. 2003).
Aplikasi kultur jaringan untuk perbanyakan dan pengembangan nanas meliputi
mikropropagasi melalui proliferasi tunas aksilar, proliferasi tunas adventif, regenerasi
dari kultur kalus, konservasi plasma nutfah in vitro serta kultur protoplas, ovule, dan
anter (Bartholomew et al.

2003). Menurut Roostika dan Mariska (2003) sistem

regenerasi tanaman nanas pada kultur in vitro dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu
organogenesis dan embriogenesis.
Eksplan yang umum digunakan untuk inisiasi kultur nanas yaitu tunas aksilar
yang dipotong dari crown (Bartholomew et al.

2003). Tunas aksilar tersebut

kemudian ditanam pada media padat Murashige & Skoog (1962) (MS) dengan
penambahan sitokinin, biasanya berupa benzyladenine (BA) dengan konsentrasi
antara 2-5 mg/l media. Ketika tunas telah tumbuh dan bermultiplikasi, maka eksplan
dipindahkan ke media MS padat yang mengandung auksin, misalnya indole butyric
acid (IBA) dengan konsentrasi 2-5 mg/l media atau ke media tanpa ZPT untuk
pembentukan akar (Bartholomew et al. 2003). Penambahan ZPT eksogen BA (2
mg/L) dan napthalene acetic acid /NAA ( 2 mg/L) merupakan konsentrasi terbaik
untuk menginduksi pembentukan nodul pada bonggol nanas, dan selanjutnya terjadi
akumulasi N6 (2-isopentenyl) adenin (iP) dan IAA untuk menginduksi organogenesis
tunas (Auer et al. 1999).

Stek (Sectioning)
Salah satu alternatif perbanyakan massal bibit nanas yang dapat mengatasi
kebutuhan bibit nanas adalah dengan stek (sectioning) (Bartholomew et al. 2003;
PKBT 2008). Teknik sectioning dalam sistem perbanyakan nanas merupakan cara
baru yang belum umum digunakan. Teknologi perbanyakan massal dengan
sectioning, antara lain dengan stek daun, dan

stek batang dapat lebih mudah

ditransfer ke petani, karena tidak membutuhkan keahlian khusus dan biayanya relatif
murah.
Tunas-tunas vegetatif dari tanaman nanas dapat dipotong untuk perbanyakan
bibit dengan stek daun jika setiap potongan mempunyai minimal satu atau dua tunas
aksilar dan sebagian daun tanaman induk. Penggunaan stek batang dapat dilakukan
dengan melepaskan bagian daun dari batang tersebut, kemudian batang dipotong
menjadi empat bagian. Crown juga dapat dipotong menjadi 4 potongan stek atau
lebih. Bahan stek tersebut kemudian diberi perlakuan fungisida, selanjutnya bahan
stek ditanam pada media semai yang telah dipersiapkan (Bartholomew et al. 2003).
Semua bahan stek pada media semai harus ditumbuhkan hingga mencapai
ukuran yang cukup dan vigor yang baik untuk siap dipindah tanam ke lahan. Bibit
stek akan tumbuh dan berkembang dengan baik di lahan jika bibit tersebut
pertumbuhan perakarannya optimal saat dipindah tanam (Bartholomew et al. 2003).

Gejala Penyakit Layu dan Kisaran Inang PMWaV
Penyakit layu nanas melibatkan tiga faktor penting yaitu virus, serangga
vektor yaitu kutu putih (mealybug) dan keadaan lingkungan yang mendukung
munculnya gejala pada tanaman. Virus yang berasosiasi dengan penyakit ini yaitu
pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) dan PMWaV-2 yang telah
berhasil diekstrak dari tanaman nanas yang menunjukkan gejala penyakit layu
maupun tanaman nanas yang tidak bergejala (Sether & Hu 2001). Hu et al. (1996)
menyatakan bahwa gejala layu tidak akan muncul jika pada tanaman hanya ada virus
saja atau kutu putih saja. Hal ini berbeda dengan penelitian penyakit layu nanas di
Indonesia oleh Hutahayan (2006) bahwa hasil pengamatan baik di rumah kaca
maupun di lahan nanas di Simalungun, Sumatra Utara menunjukkan bahwa tanaman
menunjukkan gejala layu meskipun tidak terkolonisasi oleh kutu putih.

Serangan penyakit layu oleh PMWaV telah dilaporkan menyebabkan kerugian
industri nanas di Hawaii mencapai 35% (Sether & Hu 2002b) serta kehilangan hasil
sampai 40% di Kuba (Anonim 1989 dalam Borroto et.al. 2007). Dalam beberapa
tahun terakhir penyakit layu nanas oleh PMWaV menjadi masalah serius di sentra
budidaya nanas di Indonesia, antara lain di Subang dengan kejadian penyakit layu 6070%, Blitar 90%, Simalungun 50-60%, dan Bogor 50% (Hutahayan 2006). Penyakit
layu menyebabkan petani mengalami gagal panen, karena buah yang dihasilkan
berukuran sangat kecil dan matang prematur. Rata-rata bobot buah dari tanaman
bergejala layu 35% lebih rendah daripada bobot buah tanaman bebas virus, dan 30%
lebih rendah daripada tanaman terinfeksi PMWaV-1 (Sether & Hu 2002b).
Tanaman induk yang terlihat sehat belum tentu terbebas dari PMWaV karena
infeksi PMWaV pada nanas tidak selalu

menunjukkan gejala. Tryono (2006)

melaporkan hasil deteksi TBIA pada sampel tanaman bergejala maupun tidak
bergejala menunjukkan adanya variasi infeksi PMWaV-1 dan PMWaV-2 di lapang.
Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Sether et al. (2001) bahwa tanaman nanas yang
tidak bergejala layu umumnya terinfeksi PMWaV-1, dan pada tanaman yang
bergejala layu umumnya terinfeksi PMWaV-2. Walaupun tidak menunjukkan gejala
layu, infeksi PMWaV-1 menyebabkan reduksi hasil tanaman nanas.
Infeksi awal biasanya terjadi pada tanaman di tepi lahan kemudian menyebar
ke tanaman di bagian dalam lahan. Gejala penyakit ini berupa nekrotik di ujung daun,
tepi daun menggulung ke bawah dan warna daun menjadi kemerahan. Kemudian
gejala berkembang menjadi kehilangan kebugaran daun dan menjadi layu. Pada
serangan yang parah, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan akar
terhambat hingga perakaran lemah, kemudian tanaman roboh. Jika tanaman terinfeksi
pada fase awal pertumbuhan maka tanaman tersebut tidak mampu menghasilkan
buah, atau hanya menghasilkan buah berukuran kecil (Sether & Hu 2002b).
Tryono (2006) telah melakukan pengujian terhadap tumbuhan yang berada di
sekitar pertanaman nanas dengan metode uji serologi TBIA. Dua jenis gulma yang
berbeda yaitu Panicum sp. dan Chloris sp. dan beberapa tanaman pisang (Musa spp.)
merupakan tumbuhan yang banyak ditemukan di sekitar pertanaman nanas di
kabupaten Subang. Hasil pengujian terhadap ketiga tumbuhan tersebut menunjukkan
hasil negatif terhadap infeksi PMWaV. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman nanas
merupakan satu-satunya tanaman yang diketahui sebagai inang bagi PMWaV.

Karakteristik PMWaV
Penyakit layu nanas berasosiasi dengan partikel virus dengan asam nukleat
berupa ssRNA, partikel berbentuk batang lentur yang tidak beramplop dengan ukuran
1200-1500 nm x 12 nm. Virus tersebut adalah pineapple mealybug wilt-associated
virus (PMWaV). PMWaV terdiri atas kompleks dua virus yang berbeda yaitu
PMWaV-1 dan PMWaV-2. Berdasarkan morfologi partikel dan karakteristik genom,
PMWaV-1 dan PMWaV-2 termasuk genus Ampelovirus Famili Closteroviridae
(Melzer et. al

2001, Martelli et. al 2005, Sether et. al 2005). Berdasarkan

karakterisasi genom dilaporkan bahwa PMWaV-1 terdiri dari 10,7 kb (7 ORF nomor
aksesi AF4141119), sedangkan PMWaV-2 terdiri dari 14,8 kb (10 ORF nomor aksesi
AF283103) (Melzer et. al 2001). Partikel virus yang diwarnai dengan uranyl formate
jenuh dalam metanol menunjukkan suatu struktur lubang pada sub unit selubung
protein yang merupakan karakteristik Closterovirus (Gunasinghe & German 1989).
Deteksi dan identifikasi virus merupakan langkah penting untuk mengetahui
keberadaan virus

dan asosiasinya dengan tanaman inang. Cara terbaik untuk

mendeteksi PMWaV adalah dengan mengisolasi dsRNA yang diikuti dengan separasi
RNA pada gel elektroforesis (Gunasinghe & German 1989). Deteksi dan identifikasi
virus dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain deteksi serologi dan deteksi
asam nukleat. Deteksi serologi dengan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
dan

Serological Spesific Electron Mycroscopy (SSEM) dapat dilakukan, namun

dengan metode Tissue Blot Immunoassay (TBIA) dapat diperoleh hasil deteksi yang
lebih baik. Deteksi asam nukleat dilakukan dengan pengujian reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Kedua PMWaV berbeda dengan 50% asam
nukleat yang homolog berdasarkan sekuensi genom yang telah dilakukan.
Berdasarkan hasil deteksi dan identifikasi Tryono (2006) PMWaV yang ada di
Indonesia mirip dengan PMWaV yang ada di Hawaii dan partikel virus ini hanya ada
pada jaringan pembuluh.
PMWaV berhasil diisolasi dari tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu
maupun tanaman nanas yang tidak bergejala. Tanaman nanas yang bergejala layu
lebih banyak terinfeksi PMWaV-2, sedangkan tanaman nanas yang tidak bergejala
layu lebih banyak terinfeksi oleh PMWaV-1 (Tryono 2006). Deteksi dengan metode
TBIA menunjukkan bahwa distribusi PMWaV pada jaringan tanaman nanas
terlokalisir pada jaringan tertentu yaitu jaringan pembuluh (Tryono 2006). Kutu putih

mengintroduksikan PMWaV ke jaringan floem tanaman, kemudian virus tersebut
menyebar secara sistemik di dalam tanaman. Sifat virus yang terbatas pada floem
merupakan salah satu karakteristik Closteroviridae. Hu et al. (1997) melaporkan
bahwa antigen PMWaV terdeteksi dengan TBIA daun berumur sedang, juga pada
akar tetapi tidak pada daun muda.

Kutu Putih dan Penularan PMWaV
Kutu putih Dysmicoccus brevipes Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) dan
Dysmicoccus neobrevipes Cockerell (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan hama
utama tanaman nanas yang menjadi masalah serius dalam budidaya nanas (Sether &
Hu 1998). Selain sebagai hama yang merusak karena aktivitas makannya, serangga
ini juga berperan sebagai vektor PMWaV yang menjadi penyebab penyakit layu nanas
(Sether et al. 1998). Kutu putih ditemukan selalu berasosiasi dengan beberapa jenis
semut (Rohrbach et at. 1988) sehingga mobilitasnya meningkat demikian juga dengan
penyebaran PMWaV di lapangan.
Penyakit layu nanas dilaporkan dapat ditularkan melalui perbanyakan vegetatif
tanaman nanas dan melalui vektornya yaitu Dysmicoccus brevipes (pink mealybug)
(Hemiptera: Pseudococcidae) dan D. neobrevipes (grey mealybug) (Hemiptera:
Pseudococcidae) (Sether et al.

1998). Kutu putih tersebut merupakan hama

kosmopolitan pada tanaman nanas (Rorhbach et al. 1988). D. brevipes bersifat
polifagus dengan kisaran inang lebih dari 100 genus dari 53 famili tanaman, termasuk
beberapa gulma yang tumbuh di sekitar tanaman nanas.
PMWaV dapat ditularkan oleh dua spesies kutu putih sebagai vektor yaitu D.
brevipes dan D. neobrevipes. Kedua kutu putih ini menularkan PMWaV secara semi
persisten, kemampuan menularkan PMWaV akan berkurang beberapa hari setelah
akuisisi. Beberapa spesies semut berasosiasi dengan kutu putih. Semut membantu
kelangsungan hidup koloni kutu putih dengan mengkonsumsi embun madu yang
dihasilkan kutu putih sehingga mencegah kolonisasi cendawan tempat hidup kutu
putih, semut juga melindungi kutu putih dari parasitoid dan predatornya (Lim 1985,
Sether et al. 1998). Keberadaan semut di lahan nanas sangat berpengaruh terhadap
penyebaran kutu putih di lahan tersebut, sekaligus penyebaran PMWaV karena
perpindahan kutu putih dibantu oleh semut.

Perbanyakan tanaman nanas yang umum dilakukan hanya dengan cara
vegetatif. Jika tanaman induk terinfeksi PMWaV maka tanaman anakannya akan ikut
terinfeksi karena penyebaran PMWaV dalam tanaman yaitu secara sistemik pada
pembuluh. Petani menggunakan bibit nanas dari ratoon, jika ratoon tersebut berasal
dari tanaman induk terinfeksi PMWaV maka bibit yang diperoleh juga terinfeksi
PMWaV.
Sether et al.

(1998) melaporkan bahwa tidak ada infeksi PMWaV pada

sampel tanaman yang dikumpulkan dari lapang, yaitu gulma, tumbuhan semak, dan
pohon yang tumbuh di sekitar lahan nanas. Sether et. al (2002) juga melaporkan tidak
ada infeksi PMWaV pada Agave, pisang, ketela pohon, Chenopodium, tembakau, dan
rumput-rumputan, di mana tanaman nanasnya sendiri terinfeksi setelah diinokulasi
dengan D. brevipes yang viruliferous, meskipun beberapa dari tanaman non nanas ini
dapat dijadikan inang oleh D. brevipes.

Pengendalian Penyakit Layu
Eradikasi tanaman sakit di lahan dapat menjadi strategi pengendalian penyakit
layu di lapang (Sether & Hu et al.

2002b). Namun, teknik eradikasi tanaman

memerlukan banyak tenaga kerja dan tidak efisien karena tidak semua tanaman sakit
menunjukkan gejala layu, akibatnya tujuan eradikasi untuk menghilangkan inokulum
di lapangan tidak tercapai. Populasi kutu putih yang tinggi sepanjang tahun sangat
mendukung penyebaran inokulum di alam. Penanggulangan penyakit layu melalui
pengendalian populasi kutu putih juga kurang berhasil. Simbiosis semut dengan kutu
putih (Rohrbach et at. 1988; Beardsley 1996) dan tempat hidup (nice) kutu putih di
bagian yang tertutup dari tanaman nanas (di ketiak daun dan di pangkal batang bawah
tanah) (Beardsley 1996) menyebabkan parasit atau predator alami (maupun yang
diinnundasi) tidak dapat bekerja optimal dan tetap menyisakan populasi kutu putih
yang potensial menyebarkan PMWaV.
semut dengan

Sedangkan pengendalian kutu putih dan

aplikasi insektisida kimia tidak ekonomis karena biaya produksi

semakin tinggi dan juga tidak dapat menjamin populasi kutu putih selalu pada tingkat
aman bagi penyebaran PMWaV.
Semua varietas tanaman nanas di Indonesia rentan terhadap virus maupun kutu
putih (Hidayat 2006) sehingga penanggulangan penyakit ini belum dapat dilakukan

melalui tanaman varietas tahan. Salah satu cara pengendalian penyakit layu yang
sangat menjanjikan dan perlu dikaji adalah penggunaan bibit bebas virus.
Penggunaan bibit bebas PMWaV dapat menekan sumber inokulum sehingga
dapat mengurangi laju infeksi pada tanaman nanas di lahan. Jika infeksi PMWaV
dapat dicegah sampai tanaman melewati fase vegetatif,

maka petani dapat

mengurangi resiko penurunan hasil panen. Berdasarkan penelitian Sether & Hu
(2002b), tanaman nanas yang terinfeksi PMWaV lebih awal yaitu saat tanaman
berumur 3-6 bulan (fase vegetatif) maka tanaman akan menghasilkan buah berukuran
relatif lebih kecil dari pada tanaman yang terinfeksi PMWaV setelah berumur lebih
dari 10 bulan (fase generatif).

Eliminasi Virus dengan Perlakuan Panas
Dalam beberapa tahun terakhir, perlakuan panas (heat treatment) menjadi
metode yang umum digunakan untuk memproduksi propagasi tanaman yang bebas
virus, viroid dan fitoplasma (Hadidi et al. 1998). Banyak virus yang dapat dieliminasi
dari tanaman inangnya dengan cara heat treatment. Awalnya perlakuan panas
diperlakukan pada keseluruhan tanaman pada suhu konstan yang berkisar dari 3540°C. Meskipun banyak tanaman yang mati setelah mendapatkan perlakuan ini,
beberapa tanaman yang bertahan dapat menjadi tanaman yang bebas virus. Bagian
tanaman dorman yang biasa digunakan adalah biji, umbi dan tunas. Secara umum
bagian tanaman tersebut lebih tahan terhadap suhu tinggi dari pada jaringan tanaman
lainnya. Setelah beberapa tahun, metode heat treatment dimodifikasi, yaitu
dikombinasikan dengan kultur meristem apikal untuk memperbesar peluang
mendapatkan tanaman bebas virus.
Perlakuan panas dapat dilakukan dengan penggunaan air panas (hot wáter
treatment) maupun udara panas (hot air treatment). Perlakuan air panas dengan
waktu yang lebih singkat lebih sering digunakan daripada perlakuan udara panas.
Selain menyebabkan terjadinya dehidrasi tanaman, perlakuan udara panas kurang
efektif dibandingkan perlakuan air panas. Perlakuan air panas umumnya diperlakukan
pada bagian tanaman dorman seperti biji, maupun tunas. Namun untuk tanaman yang
sedang tumbuh lebih sering digunakan perlakuan udara panas pada suhu 35-40°C
selama beberapa hari atau beberapa minggu (Hadidi et al. 1998)

Perlakuan panas in vivo menghambat replikasi virus di dalam tanaman,
translokasi virus, dan proses-proses dalam tanaman. Perlakuan panas dengan suhu di
atas 37 °C

mampu menghambat multiplikasi banyak virus, merusak movement

protein yang sangat berperan dalam transportasi virus dalam tanaman, serta merusak
coat protein virus yang juga berperan dalam translokasi sistemik virus dalam tanaman
( Hadidi et.al 1998). Perlakuan panas in vivo tidak hanya berpengaruh terhadap virus
di dalam tanaman, tetapi juga menghambat proses fotosintesis, meningkatkan
respirasi gelap, dan mereduksi translokasi karbohidrat, mempengaruhi sintesis
protein, mempengaruhi pembelahan sel, pertumbuhan sel dan hormon tumbuhan.
Perubahan proses dalam tumbuhan juga dapat mempengaruhi virus dalam tumbuhan
tersebut ( Hadidi et.al 1998).
Salah satu cara mengeliminasi keberadaan PMWaV pada tanaman nanas
adalah dengan perlakuan panas pada bibit nanas yang terinfeksi. Beberapa laporan
menyebutkan PMWaV dapat dieliminasi dengan cara bibit nanas diberi perlakuan air
panas 50°C selama 120 menit (Hadidi et al. 1998). Sedangkan Sether et al. (2001)
menyebutkan bahwa

PMWaV dapat dieliminasi melalui perbanyakan vegetatif

dengan kultur jaringan meristem apikal dan meristem lateral dari crown tanaman
nanas yang terinfeksi. Eliminasi PMWaV-1 dapat dilakukan dengan cara crown
tanaman nanas yang terinfeksi di beri perlakuan air panas di dalam penangas air pada
suhu 35°C selama 24 jam kemudian dilanjutkan dengan suhu 58°C selama 40 menit
atau 56°C selama 60 menit (Sether et al. 2001).

Eliminasi Virus dengan Ribavirin
Kemoterapi dapat diaplikasikan baik pada meristem yang dikulturkan secara
in vitro, maupun pada tanaman sebelum pengambilan meristem (Hadidi et al. 1998).
Ribavirin merupakan salah satu bahan kimia yang dapat digunakan untuk
mengeliminasi beberapa jenis virus. Perlakuan kemoterapi pada meristem kultur
bahan kimia langsung diaplikasikan pada medium kultur, dan dapat mempengaruhi
pertumbuhan meristem tersebut. Beberapa b