Revitalisasi Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan

REVITALISASI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI
DI SETU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH,
JAKARTA SELATAN

NURUL FAJRIYAH

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Revitalisasi
Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan, Srengseng Sawah, Jakarta
Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Nurul Fajriyah
NIM A44090043

ii

ABSTRAK
Revitalisasi Perkampungan Budaya Betawidi Setu Babakan,
Srengseng Sawah, Jakarta Selatan
NURUL FAJRIYAH. Revitalisasi Perkampungan Budaya Betawi di Setu
Babakan, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Dibimbing oleh ARIS
MUNANDAR.
Perkampungan Budaya Betawi yang terletak di Setu Babakan, Kelurahan
Srengseng Sawah, Jakarta Selatan merupakan kampung reka cipta yang ditetapkan

oleh pemerintah Jakarta sebagai lokasi pelestarian dan pengembangan budaya
Betawi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi keberadaan dari
komponen fisik, non fisik, dan nilai, serta mengusulkan upaya revitalisasi
berdasarkan pada potensi dan assessment lanskap yang terdapat di kampung.Hasil
peneilitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah dan dapat
memberikan rekomendasi model (template) revitalisasi kota Jakarta. Penelitian
ini dilakukan pada tiga unit wilayah RW (RW 07, 08, 09) di Kelurahan Srengseng
Sawah, Jakarta Selatan. Metode yang digunakan yaitu inventarisasi/survei lapang,
uji reliabilitas Kappa dan assesement lanskap sejarah dan budaya. Nilai koefisien
Kappa menunjukkan adanya potensi kawasan untuk di konservasi (0.819).
Berdasarkan assessement lanskap sejarah dan budaya, wilayah RW 08 sebagai
embrio kampung memiliki nilai keaslian dan keunikan tertinggi dibandingkan
dengan RW 07 dan RW 09. Rekomendasi berupa konsep revitalisasi yang
berkelanjutan sehingga tercipta keseimbangan antara karakter fisik, pemanfaatan
potensi ekonomi, dan kelestarian nilai sosial budaya kawasan Perkampungan
Budaya Betawi. Revitalisasi juga melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga
upaya revitalisasi yang dilakukan tidak hanya bertahan dalam kurun waktu singkat
akan tetapi dapat berkelanjutan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kata kunci : Assessment Lanskap, Budaya Betawi, Lanskap Budaya, Revitalisasi


ABSTRACT
Revitalization Perkampungan Budaya Betawi at Setu Babakan,
Srengseng Sawah, South Jakarta
NURUL FAJRIYAH. Revitalization Perkampungan Budaya Betawi at Setu
Babakan, Srengseng Sawah, South Jakarta. Supervised by ARIS MUNANDAR.
Perkampungan Budaya Betawi is located in Setu Babakan an engineered
village, Srengseng Sawah Village, South Jakarta established by the government as
the site of preservation and Betawi cultural development. The purpose of this
research is to evaluate the existence of physical component, non-physical and
value as well as proposing a revitalization efforts based on potential and
assessment landscape. The result of this research are expected to be input for the
government as well as provide recommendations on model (template) of Jakarta’s
revitalization. This research is done in three community (RW) (7th, 8th,9th) at
Srengseng Sawah village, South Jakarta. The method that is used in the
inventory/survey, Kappa statistic and assessment of historical and cultural
landscape. The research show that kappa coefficients value of region shows the
potential areas of conservation (0.819). Based on historical and cultural landscape
assessment, the 8th community as a village embryo have the highest value in

iii


originality and uniqueness of the highest compared with 7th and 9th. Therefore it
is recommended that develoved based on balance between phsyical character and
socio-cultural value of Perkampungan Budaya Betawi instead of potensial
economic activity. Revitalizing it is also recomended that development
community participation, so that the efforts taken not only survived in a short time
period, but can be sustainable and meet the community needs.
Keyword: Betawi Culture, Cultural Landscape, Landscape Assessment,
Revitalization,

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau peninjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB


v

REVITALISASI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI
DI SETU BABAKAN. SRENGSENG SAWAH,
JAKARTA SELATAN

NURUL FAJRIYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vi


vii

Judul Skripsi : Revitalisasi Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan,
Srengseng Sawah, Jakarta Selatan
Nama
: Nurul Fajriyah
NIM
: A44090043

Disetujui oleh

Dr Ir Aris Munandar, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara M, Agr
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap


Tanggal Lulus:

viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.Tema yang dipilih
dalam penelitian dan dilaksanakan sejak Februari hingga September 2013 ini ialah
pengelolaan lanskap, dengan judul Revitalisasi Perkampungan Budaya Betawi di
Setu Babakan, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir
Aris Munandar, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing
dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen penguji atas saran dan masukan yang
diberikan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini dan kepada Bapak Dr
Ir Andi Gunawan, MAgr Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama perkuliahan di Departemen Arsitektur
Lanskap.Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bang Indra sebagai Kepala
Pengelola Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan yang telah banyak
membantu penulis dalam memperoleh data dan dan bimbingannya selama di

lapangan., Kepala Dinas Tata Kota DKI Jakarta, dan Kepala BMKG Pusat beserta
para staf atas bantuannya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua
orang yang tak hentinya memberikan doa, semangat serta dukungan baik moril
maupun materil.Untuk adikku Ummah atas dukungan dan perhatiannya.Untuk
Adab Pradipta terimakasih atas waktu, semangat, perhatian, masukan, serta
kebersamaannya selama penulis menyelesaikan skripsi. Kepada Amira, Chika,
Bule, Tibel terimakasih atas dukungan dan persahabatannya selama ini. Untuk
teman-teman seperjuangan Landscapers46 terimakasih atas semangat dan
dukungannya; kakak-kakak dan adik-adik kelas ARL angkatan 44, 45, dan 49;
serta para staf pengajar, perpustakaan, Komisi Pendidikan, dan Tata Usaha
Departemen Arsitektur Lanskap atas bantuannya selama penulis menempuh
pendidikan di IPB.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna. Semoga tulisan ini
dapat memberikan manfaat bagi khalayak, terutama sebagai masukan bagi
Pengelola Perkampungan Budaya Betawi, Pemerintah DKI Jakarta dan dinasdinas terkait .

Bogor, Februari 2014

Nurul Fajriyah


ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan

1

Manfaat

2

Kerangka Pikir Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3


Revitalisasi

3

Lanskap Budaya

3

Perkampungan Betawi

4

Pola Ruang Kampung Tradisional Betawi

4

Orang Betawi

6

Rumah Tradisional Betawi

6

Vitality

6

Keteritorialan

7

METODE

7

Lokasi dan Waktu Penelitian

7

Alat dan Bahan

8

Metode Penelitian

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Kondisi Umum

12

Komponen Fisik

21

Komponen Non Fisik

27

Komponen Nilai

33

Keberadaan/Eksistensi Komponen Fisik, Non Fisik, dan Nilai (value)

35

Persepsi Masyarakat terhadap Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu
Babakan
36
Assessment Lanskap Budaya Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
Rekomendasi Revitalisasi

40
47

x

SIMPULAN DAN SARAN

48

SIMPULAN

48

SARAN

49

DAFTAR PUSTAKA

50

LAMPIRAN

52

RIWAYAT HIDUP

59

xi

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan Bentuk Data
2 Koefisien Kappa
3 Penilaian Keaslian (Originality) Lanskap Budaya Perkampungan
Budaya Betawi Setu Babakan
4 Penilaian Keunikan (Uniqeness) Lanskap Budaya Kawasan
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
5 Jumlah Penduduk tahun 2013 di Setu Babakan
6 Komposisi Jenis Profesi di Kawasan Perkampungan Budaya Betawi
7 Data Iklim Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
8 Penggunaan Lahan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
9 Jenis Pagelaran Kesenian Betawi di Setu Babakan
10 Jenis Industri Rumah Tangga di Perkampungan Budaya Betawi
11 Kelompok Tani di Perkampungan Budaya Betawi
12 Statistik Kappa dari Keberadaan komponen Fisik, Non Fisik, dan nilai
13 Tabel penilaian Keaslian (Originality) Lanskap Budaya Perkampungan
Budaya Betawi Setu Babakan
14 Tabel Penilaian Keunikan (Uniqueness) Lanskap Budaya Kawasan
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
15 Tabel Penilaian Gabungan Aspek Keaslian dan Keunikan Lanskap
Budaya Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

9
10
10
11
17
17
18
21
31
32
34
36
40
42
45

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Kerangka Pikir Penelitian
Pola Perkampungan di Perkotaan
Suasana perkampungan Betawi di bagian dalam (hinterland)
Pola permukiman Betawi di bagian dalam (hinterland)
Rumah Tradisional Betawi
Peta Lokasi Setu Babakan
Aksesibiltas Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
Peta Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
Peta Zona Permukiman Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
Hidrologi di Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
Vegetasi di Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
Rumah Gudang
Denah Rumah Joglo Betawi
Rumah Bapang/Kebaya
Detail Arsitektur Rumah Betawi
Beberapa Jenis Ragam Hias
Ragam Hias
Pola Permukiman Tradisional Betawi
Bentuk Personalisasi di Setiap RW
Acara “Gebyar Betawi” Memperlihatkan Bentuk Kebanggaan
(Stimulasi) warga terhadap RWnya/wilayahnya
21 Bentuk Keamanan yang Terdapat di Setiap Wilayah RW

2
4
5
5
6
7
14
15
16
20
21
22
23
23
24
25
25
26
28
29
29

xii

22 Salah Satu Kegiatan Pagelaran Kesenian Di Perkampungan Budaya
Betawi Setu Babakan
23 Bentuk kegiatan home industry di Perkampungan Budaya Betawi Setu
Babakan
24 Karakteristik Responden berdasarkan rentang usia dan jenis kelamin
25 Alasan responden menetap di Kampung Budaya Betawi
26 Lamanya responden menetap di Kampung Betawi Setu Babakan
27 Pendapat responden mengenai perubahan dan situasi di Setu Babakan
28 Pandangan responden terhadap Kampung Betawi Setu Babakan
29 Karakter budaya pembentuk kampung Betawi Setu Babakan menurut
responden
30 Pendapat responden mengenai hal yang perlu di revitalisasi
31 Gambar Peta Zona Keaslian Lanskap Budaya Perkampungan Budaya
Betawi Setu Babakan
32 Gambar Peta Keunikan Lanskap Budaya Perkampungan Budaya Betawi
Setu Babakan
33 Peta Peta Signifikansi Sejarah dan Budaya Lanskap Perkampungan
Budaya Betawi
34 Peta Komposit Assessment Lanskap Perkampungan Budaya Betawi

32
33
37
37
37
38
39
39
39
41
44
45
46

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan interval dalam penilaian struktur lanskap pada
Perkampungan Budaya Betawi :
2 Wawancara terhadap Ketua RT mengenai Keberadaan artefak di
Kampung Betawi Setu Babakan
3 Wawancara terhadap Ketua RT mengenai Perkampungan Budaya
Betawi Setu Babakan
4 Wawancara mengenai persepsi masyarakat kampung Betawi terhadap
wilayah Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

52
53
53
55

1
T

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keaneka-ragaman budaya
yang tinggi. Letak geografisnya yang strategis dan kemajuan teknologi yang pesat,
menyebabkan pengaruh kebudayaan lain dapat dengan mudah masuk dan
mempengaruhi kebudayaan asli Indonesia.Jakarta sebagai Ibu kota telah menjadi
tempat interaksi manusia yang berasal dari berbagai suku, daerah, dan
kebudayaan. Pertumbuhan dan perkembangan kota Jakarta yang sangat pesat dan
tidak terkendali sangat mempengaruhi nilai-nilai budaya masyarakat, terutama
masyarakat Betawi yang merupakan embrio masyarakat Jakarta. Keadaan ini
menjadikan ciri khas budaya masyarakat Betawi sulit dikenali.
Perkampungan Budaya Betawi merupakanpermukiman reka cipta yang
bertujuan untuk menyelamatkan budaya Betawi dan tempat ditumbuhkembangkan
keasrian alamtradisi Betawi yang meliputi keagamaan, kebudayaan, dan kesenian
Betawi. Hal ini dibuat dengan tujuan memberikan perlindungan dan pembinaan,
guna melestarikan dan mengembangkan potensi lingkungan bagi peningkatan
kesejahteraan sosial masyarakat. (Imron, et. al. 2002)
Keberlanjutan dari suatu kampung, khususnya Perkampungan Budaya
Betawi saat ini ditunjukkan dengan tingkat kebetahan (be home) dari
masyarakatnya, karena jika rasa betah (be home) tidak dirasakan oleh masyarakat
pada suatu kampung maka keberlanjutan dari kampung tersebut akan relatif
sulit untuk diwujudkan. Kebetahan (be home) masyarakat pada suatu kampung
akan terwujud jika kebutuhan dasar keteritorialan mereka terpenuhi.
Revitalisasi diperlukan untuk meningkatkan kawasan Perkampungan
Budaya Betawi yang memiliki potensi serta untuk mengembalikan vitality
perkampungan yang telah atau mengalami penurunan, agar kawasan
Perkampungan Budaya Betawi ini mendapatkan kembali nilai tambah yang
optimal terhadap produktivitas ekonomi, sosial dan budaya. Menurut Lynch
(1981), vitality merupakan kriteria dimensi pembentuk kota. Kampung merupakan
embrio atau cikal bakal suatu kota, maka revitalisasi Perkampungan Budaya
Betawi ini merupakan usaha yang relevan untuk menjadi model (template) dari
revitalisasi kota Jakarta.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. mengidentifikasikomponen artefak fisik, non fisik dan nilai (values)
yang terdapat di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan,
2. mengevaluasi keberadaan atau eksistensi komponen artefak fisik,
non fisik dan nilai (values) terhadap potensi kawasan,
3. mengusulkan upaya revitalisasi berdasarkan pada potensi dan
assesement lanskap.

2

Manfaat
Hasil peneilitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta serta dinas-dinas terkait dan dapat memberikan
rekomendasi model (template) revitalisasi kota kepada pihak pengembang serta
pengelola kawasan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kawasan
Perkampungan Budaya Betawi.

Kerangka Pikir Penelitian
Kampung Betawi

Kampung Budaya
KomponenNon
fisik

Komponen Fisik

 Bentuk Bangunan
Rumah
 Pola Permukiman

 Fungsi keteritorialan
(Personalisasi,
keamanan dan
stimulasi)
 Kegiatan
kebudayaan
 Kegiatan Ekonomi

Komponen Nilai
(values)
 Nilai Sosial
(keguyuban)
 Nilai ekologi/
konservasi

Identifikasi terhadap komponen fisik, non fisik,
dan nilai di Kampung Betawi
setiap

Evaluasi keberadaan dari komponen artefak fisik,
non fisik, dan nilai (values) terhadap potensi
kawasan
Potensi komponen fisik, non fisik, dan nilai (values) di Kampung
Betawi
Assessment lanskap Perkampungan
Budaya Betawi
Konsep Revitalisasi Perkampungan Budaya Betawi
berdasarkan pada potensi dan Assessment lanskap

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA
Revitalisasi
Revitalisasi menurut Piagam Burra (1988) dalam Solikhah (2010), adalah
menghidupkan kembali kegiatan sosial dan ekonomi bangunan atau lingkungan
bersejarah yang sudah kehilangan vitality fungsi aslinya, dengan memasukkan
fungsi baru ke dalamnya sebagai daya tarik, agar bangunan atau lingkungan
tersebut menjadi hidup kembali. Menurut Ichwan (2004) proses revitalisasi bukan
hanya berorientasi pada keindahan fisik, tetapi juga harus mampu meningkatkan
stabilitas lingkungan, pertumbuhan perekonomian masyarakat, pelestarian dan
pengenalan budaya.
Revitalisasi adalah upaya untuk mengembalikan serta menghidupkan
kembali vitality yang pernah ada pada kawasan kota yang mengalami degradasi,
melalui intervensi fisik dan nonfisik (rehabilitasi ekonomi, rekayasa sosial-budaya
serta pengembangan institusional). Selain itu, pendekatan revitalisasi harus
mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna (tata
nilai), keunikan lokasi dan citra tempat). Dengan dukungan mekanisme kontrol/
pengendalian rencana revitalisasi harus mampu mengangkat isu-isu strategis
kawasan, baik dalam bentuk kegiatan/aktivitas sosial-ekonomi maupun karakter
fisik kota (Danisworo dan Martokusumo 2000).
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum N0: 18/PRT/M/2010 tentang
pedoman revitalisasi kawasan Bab 1 pasal 1, revitalisasi adalah upaya untuk
meningkatkan nilai lahan/kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu
kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya.

Lanskap Budaya
Lanskap budaya (cultural landscape) merupakan suatu model atau bentuk
dari lanskap binaan, yang dibentuk oleh suatu nilai budaya yang dimiliki suatu
kelompok masyarakat, yang dikaitkan dengan sumberdaya alam dan lingkungan
yang ada pada tempat tersebut. Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi antara
manusia dan alam lingkungannya, yang merefleksikan adaptasi manusia dan
juga perasaan serta ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya
alam dan lingkungan yang terkait erat dengan kehidupannya. Hal ini
diekspresikan kelompok-kelompok masyarakat dalam bentuk dan pola
pemukiman dan perkampungan, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi,
arsitektur bangunan dan struktur serta lainnya (Simonds, 1983).
Nurisyah dan Pramukanto (2001) menambahkan lanskap budaya (cultural
landscape) merupakan suatu model atau bentuk dari lanskap binaan, yang
dibentuk oleh suatu nilai budaya yang dimiliki yang ada pada tempat tersebut.
Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam
lingkungannya yang merefleksikan adaptasi manusia dan juga perasaan dan
ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya alam dan lingkungan
yang terkait erat dengan kehidupannya. Hal ini diekspresikan kelompok-kelompok
masyarakat dalam bentuk dan pola permukiman dan perkampungan, pola
penggunaan lahan, sirkulasi, arsitektur dan struktur bangunan serta lainnya.

4

Tishler dalam Nurisyah dan Pramukanto (2001) menyatakan bahwa lanskap
budaya memiliki hubungan yang erat dengan aktivitas manusia, performa budaya
dan juga nilai dan tingkat estetika, termasuk kejadian-kejadian kesejarahan yang
dimiliki kelompok tersebut. Dinyatakan bahwa kebudayaan merupakan agen atau
perantara dalam proses pembentukan lanskap tersebut, kawasan alami merupakan
medium atau wadah pembentukannya dan lanskap budaya merupakan hasil atau
produknya yang dapat dilihat dan dinikmati keberadaanya baik secara fisik
maupun psikis.

Perkampungan Betawi
Pada tahun 1840, istilah “ mpung” (compound) digunakan untuk
mengindi si  “permu an pendudu asli” yang dibeda n dari istilah “ 
untuk permukiman Belanda. Sejak saat ini dikenal istilah kampung Melayu,
kampung Bali dan sebagainya, yang menandai latar belakang etnis masing-masing
permukimanya yang berkembang sejak abad 17, salah satu kampung tersebut yang
kemudian saat ini kenal adanya kampung-kampung Betawi
Kampung pada umumnya tumbuh dan berkembang pada jalur komunikasi
dan pusat perdagangan yang dibangun Belanda pada saat itu. Bentukan kampug
secara tipologi diklasifikasikan menjadi tiga (Harun, et al.1999), yaitu :
1. Kampung Kota berada di daerah pusat-pusat kegiatan kota yang biasanya
berkepadatan sangat tinggi.
2. Kampung Pinggiran berada di daerah pinggiran kota tetapi masih termasuk ke
dalam batas wilayah dan kegiatan kota, berkepadatan antara rendah dan sedang
tetapi terkadang ada yang tinggi
3. Kampung Pedesaan kebanyakan berada di luar batas wilayah dan kegiatan
perkotaan, berkepadatan rendah dan kebanyakan kampung pedesaan ini
bertumpu pada kegiatan pertanian dan perkebunan.

a
b
c
Gambar 2 Pola Perkampungan di Perkotaan (a) Kampung Kota,
(b) Kampung Pinggiran, dan (c) Kampung Perdesaan
(Sumber : Harun, et al. 1983)

Pola Ruang Kampung Tradisional Betawi
Menurut Harun, et al (1999), keadaan lingkungan permukiman Betawi
dikelompokkan ke dalam dua rona, yaitu lingkungan di bagian dalam (hinterland)
dan lingkungan di bagian pesisir dari Jakarta. Permukiman yang berada dibagian

5

dalam umumnya didominasi oleh kebun dan hunian dengan pekarangan yang
ditumbuhi oleh pohon buah-buahan. Suasana pedesaan dengan pertanian kebun
(agrikultural-rural) terasa sekali di wilayah ini.

Gambar 3Suasana perkampungan Betawi di bagian dalam (hinterland)
Sumber : Harun et al.1999
Lebih lanjut, Harun et.al (1999) mengemukakan bahwa di dalam tata
letaknya, rumah-rumah yang berada di bagian hinterland (bagian
dalam)dibedakan menjadi rumah yang berada agak jauh dari jalan (di bagian
dalam) dan yang dekat atau yang langsung menempel pada jalan (dibagian luar).
Pada bagian dalam, rumah-rumah dibangun di tengah kebun atau bidang lahan
yang kering sehingga memiliki pola yang terpencar (Gambar 4). Pada bagian luar,
rumah-rumah memiliki pola yang mengelompok padat atau berjejer di sepanjang
jalan dan hanya dikelilingi oleh pekarangan yang sempit. Namun hal tersebut
bukan berarti bahwa pemilik rumah memiliki lahan yang sempit, karena seringkali
kebun buah-buahan atau lahan kering yang dimilikinya terdapat dilokasi lain.
Ruchiat, et. al (2000) menyatakan rumah tradisional Betawi, secara
geografis, umumnya berada di lingkungan yang berdekatan dengan air, baik
pantai ataupun daerah aliran sungai. Tata letak rumah Betawi tidak berorientasi
terhadap mata angin tetapi lebih mengutamakan alasan-alasan praktis, seperti
bentuk dan orientasi pekarangan serta fungsi-fungsinya. Menurut Harun, et. al
(1999), tidak ada suatu kepercayaan tertentu yang harus diikuti dalam menentukan
arah mata angin mana suatu rumah harus menghadap. Selain itu, tidak ada
hubungan atau ruang tertentu yang menjadi pusat perkampungan yang berfungsi
sebagai pusat orientasi rumah-rumah yang ada.

Gambar 4Pola permukiman Betawi di bagian dalam (hinterland)
Sumber : Harun et al.1999

6

Orang Betawi
Wangrea, et. al (1985) menyatakan bahwa orang betawi merupakan hasil
sejarah, dimana terjadi perpaduan biologis (asimilasi) dan akulturasi unsur-unsur
budaya antar suku dan bangsa. Mereka merupakan masyarakat yang mempunyai
ciri-ciri adat istiadat yang khas dan sangat terikat pada adat isitiadat tersebut dan
etika agama Islam. Menurut Budiman, et.al (2000), hampir seluruh adat
masyarakat Betawi diwarnai oleh unsur agama Islam, sehingga sukar untuk
memisahkan antara tradisi yang menurut adat dan yang berdasarkan agama,
karena keduanya telah berpadu dalam setiap aspek kehidupannya.
Rumah Tradisional Betawi
Secara umum rumah tradisional Betawi dipengaruhi oleh rumah adat Sunda
dan Jawa. Bentuk bangunan arsitektur khas Betawi dilengkapi dengan ornamenornamen dan mempunyai beberapa ciri khusus seperti: dinding terbuat dari
“Jaro” atau bambu dan jendela terbuat dari papan masif dengan jalusi (krepyak)
dari kayu, langkan pada paseban, gigi balang dan lain-lain. Dalam keragaman
bentuk atap, rumah Betawi dibedakan menjadi tiga, dimana masing-masing jenis
membedakan tingkatan sosial masyarakatnya seperti yang terlihat pada Gambar 5.
Jenis rumah Betawi terdiri atas :
1. Bapang atau Kebaya, denah empst persegi panjang dan atap berbentuk
seperti kebanyakan atap di daerah Jawa Timur. Bentuk ini biasanya
dimiliki oleh masyarakat kelas atas (Gambar 5a).
2. Rumah Joglo, denah bujur sangkar dan atap berbentuk menyerupai atap
pelana agak memanjang dengan penutup atap genteng, umumnya dihuni
oleh masyarakat kelas menengah (Gambar 5b).
3. Rumah Gudang, denah segi empat panjang, atap berbentuk pelana ditutup
bahan alang-alang, umumnya dihuni oleh masyarakat kelas bawah
(Gambar 5c).

Gambar 5Rumah Tradisional Betawi (a) Rumah Bapang/Kebaya, (b) Rumah Joglo
Betawi, (c) Rumah Gudang
Sumber: Harun et al. 1983
Vitality
Menurut Lynch (1981), terdapat 5 kriteria yang harus dipenuhi untuk
mencapai suatu kota yang baik (A Good City Form). Salah satu kriteria tersebut

7

adalah Vitality yang merupakan elemen dimana secara harfiah diartikan sebagai
ketahanan, atau dimaksudkan untuk menggambarkan fungsi vital kehidupan,
kebutuhan dan kelangsungan hidupnya. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum N0: 18/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan Bab 1 pasal
1, vitalitas kawasan adalah kualitas suatu kawasan yang dapat mendukung
kelangsungan hidup warganya, dan mendukung produktivitas sosial, budaya , dan
ekonomi dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan fisik, dan/atau
mencegah kerusakan warisan budaya.
Keteritorialan
Menurut Gifford (1997), keteritorialan (teritoriality) adalah pola perilakudan
sikapyang dimiliki olehseorang individu atau kelompokyang didasarkan pada apa
dirasakan, yang diusahakan, ataucontrol nyata dari sebuahruang fisik, objek, atau
gagasanyang mungkin melibatkanpekerjaan sehari-hari, pertahanan, personalisasi,
danpenandaan. Keteritorialan menurut Porteous (1977), adalah pengendalian
secara eksklusif suatu lahan oleh individu, pasangan atau kelompok, Intraspesifik,
Intraspesies, agresi atau defend, dan hak untuk berbiak. Porteous (1977) juga
berpendapat suatu unit teritorial memiliki unsur keamanan, identitas dan stimulasi
(kebanggaan) yang disebut home base (tempat tinggal). Home Base merupakan
teritorial manusia di skala ruang menengah (mesospace) Fungsi keteritorialan
diantaranya makan, identitas, kemanan,dan stimulasi. Mekanisme pengendalian
teritorial yaitu penandaan (marking), pertahanan (defense) dan personalisasi

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di tiga wilayah RW ( RW 07, RW 08,
dan RW 09) di kawasan Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan yang
terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, wilayah Jakarta
Selatan. Pengamatan kondisi tapak dan pengumpulan data tapak serta pengolahan
data dilakukan pada bulan Maret 2013.

Gambar 6 Peta Lokasi Perkampungan Budaya Betawi
Setu Babakan
Sumber : Google Earth

8

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah: buku lapang,
papan jalan, kamera digital, dan alat tulis. Jenis software pembantu untuk
menunjang pengolahan data antara lainMicrosoft Office Word 2010, Microsoft
Excel 2010, AutoCAD 2011, dan Adobe Photoshop CS5.Bahan yang digunakan
yaitu peta lokasi dan kuesioner.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan evaluasi terhadap komponen artefak fisik, non
fisik, dan nilai (values) pada tiga wilayah RW (RW 07, RW 08, RW 09) di
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Setelah evaluasi kemudian mencari
nilai potensi dari keberadaan atau eksisting setiap komponen artefak dengan
menggunakan statistik Kappa. Kemudian dilakukan assessment terhadap artefak
fisik, non fisik, dan nilai untuk mengetahui nilai keaslian dan keunikan wilayah
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.
Pengumpulan data
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari pengamatan langsung dilapangan, sedangkan data sekunder
diperoleh dari data yang telah dipublikasikan sebelumnya. Data sekunder yang
diperoleh disesuaikan dengan kebutuhan dalam pencapaian tujuan dari
perencanaan. Tabel 1 memperlihatkan jenis data beserta sumber data yang
digunakan dalam pencapaian tujuan penelitian.
Dalam memperoleh data primer dilakukan melalui pendekatan partisipasi
aktif masyarakat setempat, wawancara terstruktur dan mendalam (in depth
interview), penyebaran kuesioner dan survei lapang secara langsung. Adapun
dalam proses wawancara dilakukan pada narasumber yang telah ditentukan
sebelumnya berdasarkan rekomendasi yang valid (purposive sampling).
Wawancara dilakukan untuk menggali informasi yang secara validitas lebih
terjamin karena diperoleh secara langsung dari sumber informasi (informant).
Wawancara dilakukan terhadap beberapa tokoh masyarakat, para ahli dan
perwakilan dari masyarakat baik yang terkait langsung secara administratif
wilayah (Ketua RT dan Ketua RW) maupun kelembagaan (Kepala Pengelolaa
Perkampungan Budaya Betawi).
Dalam perolehan data melalui kuesioner dilakukan probability sampling
dengan menggunakan cara sampel acak sederhana. Cara ini dipilih karena anggota
populasi dianggap sama (homogen), sehingga cara pengambilan sampel dilakukan
secara acak sederhana, tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.
Penyebaran kuesioner dilakukan terhadap 30 orang responden. Responden
kuesioner tersebar merata (33%) disetiap wilayah RW yaitu, RW 07, RW 08, dan
RW 09. Laki-laki (40%) dan perempuan (60%) yang merupakan masyarakat yang
menetap di kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, khususnya di
wilayah fokus penelitian (RW 07, RW 08, RW 09). Hal-hal yang ditanyakan
meliputi pendapat responden mengenai kawasan Perkampungan Budaya Betawi
dan keteritorilan wilayah tempat tinggal dalam skala RW (Rukun Warga).

9

Tabel 1Jenis dan Bentuk Data
Komponen
Kondisi
Umum

Jenis Data
Tata Guna Lahan

Bentuk Data
Primer
Sekunder



Peta Wilayah

Fisik

Non Fisik

Nilai

Iklim
Bentuk Bangunan Rumah
Betawi
Pola
Permukiman
Tradisional Betawi
Fungsi
Keteritorialan
(Identitas,
keamanan,
stimulasi)
Kegiatan Kebudayaan















Kegiatan Ekonomi





Nilai Sosial (keguyuban)



Nilai Ekologi



Sumber Data
Kelurahan
Srengseng
Sawah, Jakarta Selatan
Dinas Tata Kota DKI
Jakarta
BMKG Pusat
Survei
Lapang,
Studi
Pustaka
Survei
Lapang,
Studi
Pustaka
Survei
Lapang,
Studi
Pustaka,
Wawancara,
Kuesioner
Survei
Lapang,
Studi
Pustaka,
Wawancara,
Kuesioner,
Survei Lapang, Kelurahan
Srengseng
Sawah,
Wawancara, Kuesioner
Survei
Lapang,
Wawancara, Kuesioner
Survei
Lapang,
Wawancara, Kuesioner

Analisis
Metode yang digunakan dalan tahap analisis meliputi metode deskriptif,
kualitatif, kuantitatif, dan spasial. Analisis deskriptif digunakan untuk membuat
deskripsi dari karakter lanskap pada tapak penelitian secara sistematis, faktual dan
akurat yang meliputi fakta dan sifat fisik maupun sosial pada tapak (Suryabrata,
1992).
Analisis deskriptif digunakan dalam mengidentifikasi komponen artefak
fisik yang terdiri dari bentuk bangunan rumah dan pola permukiman, komponen
nonfisik meliputi fungsi keteritorialan (personalisasi, keamanan, dan stimulasi),
kegiatan kebudayaan, serta kegiatan ekonomi, dan komponen nilai berupa nilai
sosial (keguyuban) dan nilai ekologi yang terdapat di Perkampungan Budaya.
Adapun untuk analisis kualitatif dan atau kuantitatif digunakan untuk
mengetahui nilai potensi dari keberadaan sebuah artefak fisik, nonfisik, dan nilai
yang terdapat di Perkampungan Budaya Betawi. Nilai ini akan menunjukkan ada
atau tidaknya potensi dari suatu kampung untuk di konservasi atau dilindungi
dengan menggunakan metode uji reliabilitas.
Metode uji reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas Cohenn Kappa.
Eksistensi dari artefak di Perkampungan Budaya Betawi diperoleh dengan
konsistensi analisis frekuensi pengulangan ungkapan parameter tiap komponen
artefak dengan rumus Cohenn Kappa (Hengky,2006), yaitu:

10

Keterangan :
K
PA
PC

= Koefisien Kappa
= Perbandingan unit yang disetuji responden
= Perbandingan unit yang dengan persetujuan diharapkan akan
berubah, perubahantersebut berupa keraguan peniaian,
persepsi, dan pemahaman responden.

Menurut Cohenn (dalam Hengy,2006) nilai K = 0 artinya “tida ada
potensi”, Kvalseth (1989) dan Aheeloc et al (dalam Hengy, 2006) mengarti

 fisien Kappa = 0.61 sebagai “cu
 ada potensi”. Selanjutnya, Landish and
Koch (dalam Hengky,2006) mengartikan kemungkinan beberapa perbandingan
untuk menginterpretasikan koefisien Kappa (Tabel 2)
Tabel 2 Koefisien Kappa
Kappa Statistik
50%
Tidak terdapat elemen
lanskap yang menjadi
pusat permukiman Pola
permukiman tradisional
Betawi bagian luar
lebih dominan
(modern).
Arsitektur bangunan
mengalami perubahan
struktur dan elemen.
Tidak mewakili

Skor
2 (Sedang)
Mengalami perubahan
penggunaan lahan 2550%
Terdapat elemen lanskap
yang menjadi pusat
permukiman. Pola
permukiman tradisional
Betawi bagian luar dan
dalam (Hinterland)
Arsitektur bangunan
mengalami asimilasi
struktur dan elemen
namun masih mewakili

3 (Tinggi)
Tidak mengalami
perubahan lahan atau
berubah