Pengelolaan Kawasan Budidaya Kerang Mutiara Melalui Pendekatan Daya Dukung Di Pesisir Lombok Utara

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
BERPENGARUH TERHADAP EKSPOR KOPI INDONESIA
DAN VIETNAM DI ASEAN 5

FADHLAN ZUHDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya Saing dan
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Ekspor Kopi Indonesia dan Vietnam di
ASEAN 5 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Fadhlan Zuhdi
NIM H351140241

RINGKASAN
FADHLAN ZUHDI. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Ekspor Kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN 5. Dibimbing oleh
SUHARNO dan HARIANTO.
Selama 14 tahun terakhir, ekspor kopi Indonesia dan Vietnam terus
mengalami pertumbuhan khususnya pada jenis kopi HS 090111 (Coffee, not
roasted, not decaffeinated) ke pasar ASEAN 5. Pertumbuhan tersebut didasari pada
terus meningkatnya kuantitas serta nilai ekspor kopi Indonesia dan juga Vietnam
dalam beberapa tahun terakhir. Untuk melihat sejauh mana ekspor kopi Indonesia
dan Vietnam mampu berdaya saing di ASEAN 5, dilakukan analisis RCA
(Revealed Comparative Advantage), untuk mengetahui atau mengidentifikasi daya
saing suatu produk serta untuk mengetahui apakah suatu produk dalam performa
yang dinamis atau tidak digunakan alat analisis EPD (Export Product Dynamics)
dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor kopi
Indonesia dan Vietnam di ASEAN digunakan regresi panel.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ekspor kopi Indonesia dan Vietnam di
ASEAN 5 memiliki daya saing. Nilai RCA Indonesia hanya memiliki daya saing
terhadap tiga negara yaitu Filipina, Malaysia dan Singapura. Sedangkan nilai RCA
Vietnam menujukkan daya saing terhadap seluruh Negara yaitu Filipina, Indonesia,
Malaysia, Singapura dan Thailand. Berdasarkan nilai rata-rata, nilai RCA Indonesia
adalah 2.03 sedangkan Vietnam memiliki nilai rata-rata RCA sebesar 11.62. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ekspor kopi Vietnam lebih memiliki daya saing jika
dibandingkan dengan ekspor kopi Indonesia. Sedangkan hasil analisis EPD
menunjukkan bahwa perdagangan kopi Indonesia maupun Vietnam berada pada
kuadran rising star yang berarti bahwa kinerja perdagangan ekspor berjalan cepat
dan dinamis dimana tingkat pertumbuhan ekspor kopi Indonesia terus meningkat
seiring dengan meningkatnya pangsa ekspor di ASEAN 5 sehingga kopi jenis HS
090111 berada pada level yang kompetitif.
Hasil dari regresi panel menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap ekspor kopi Indonesia di ASEAN 5 adalah GDP per kapita, nilai tukar rill
dan harga kopi lokal di negara pengimpor. Sedangkan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap ekspor kopi Vietnam di ASEAN 5 adalah GDP per kapita,
nilai tukar rill dan jarak ekonomi. Pemerintah diharapkan mampu meningkatkan
nillai ekspor kopi ke ASEAN 5, sehingga dibutuhkan kebijakan taktis yang mampu
menstimulasi petani untuk memproduksi kopi lebih efisien.

Kata kunci: ASEAN, daya saing, ekspor, export product dynamics, kopi, regresi
panel, revealed comparative advantage

SUMMARY
FADHLAN ZUHDI. Competitiveness Analysis and Factors Affecting Indonesia
and Vietnam Coffee Export in ASEAN 5. Supervised by SUHARNO and
HARIANTO.
Last 14 years ago, Indonesian and Vietnam coffee export continued to grow
especially on the type of coffee with HS number 090111 (Coffee, not roasted, not
decaffeinated) to ASEAN 5 market. The growth based on increasing of number in
quantity and number in coffee export by Indonesia and Vietnam in recent years.
Holding of the ASEAN Economic Community (AEC) in early 2016 was to
stimulate coffee exporters such as Indonesia that was able to maintain the quantity
of its exports to ASEAN 5 and necessitating an analysis related to the
competitiveness of Indonesian coffee products in the ASEAN markets 5. Whereas,
in order to evaluate the Indonesia and Vietnam coffee export in ASEAN 5 market,
RCA (Revealed Comparative Advantage) analysis used, to identify product in a
dynamic performance, EPD (Export Product Dynamics) analysis is used and to
identify factors affecting Indonesian and Vietnam Coffee Export in ASEAN 5
market used panel regression.

The result of RCA analysis showed that Indonesian and Vietnam coffee
export in ASEAN 5 market are competitive. RCA value of Indonesia competitive
only for three countries namely Malaysia, Philippines and Singapore while RCA
value of Vietnam competitive to all countries namely Indonesia, Malaysia,
Philippines, Singapore and Thailand. Based on the average value of export,
Indonesia has 2.03 of RCA and Vietnam has 11.62 of RCA. The result also showed
that Vietnam coffee export was more competitive than Indonesia. Moreover, the
result of EPD analysis shows that the trading of Indonesian coffee and Vietnam are
in rising star quadrant which mean that the performance of export running smoothly
and dynamic where the growth of Indonesia coffee continues to rise concomitant
with the increasing the market share of export in ASEAN 5 market, so that the type
of coffee with HS number 090111 (Coffee, not roasted, not decaffeinated) are at
competitive level.
The result of panel regression analysis show that the factors affecting
Indonesian Coffee Export in ASEAN 5 are GDP per capita, real exchange rate and
local price whereas the factors affecting Vietnam Coffee Export in ASEAN 5
market are GDP per capita, real exchange rate and economic distances. The
government is expected to improve the value of Indonesian coffee export to
ASEAN 5 market, so required the tactical policy which can stimulate farmers to
produce coffee more efficiently.

Keywords: ASEAN, coffee, competitiveness, export, export product dynamics,
panel regression; revealed comparative advantage.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
BERPENGARUH TERHADAP EKSPOR KOPI INDONESIA
DAN VIETNAM DI ASEAN 5

FADHLAN ZUHDI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis

: Dr Ir Anna Fariyanti, M.Si

iv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2015 ini ialah daya
saing, dengan judul Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Ekspor Kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN 5.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suharno, M.ADev dan
Bapak Dr Ir Harianto, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan
dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, M.Si selaku penguji
luar komisi dan Bapak Dr Ir Burhanuddin, MM selaku penguji dari program studi
yang telah memberi saran dan masukan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada bapak, ibu, kakak dan seluruh keluarga besar serta para temanteman penulis atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya. Terakhir penulis
ucapakan terima kasih atas segala doa dan dukungan kepada Barokah Indonesia dan
rekan-rekan Magister Sains Agribisnis angkatan V. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, Juni 2016
Fadhlan Zuhdi

v


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian


1
1
6
8
8
8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Daya Saing
Integrasi Ekonomi

9
9
10
11

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka Pemikiran Operasional
Hipotesis Penelitian

11
11
18
21

4 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis
Definisi Operasional
Data Panel
Pemilihan Model

21
21
21
26
27

29

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Ekonomi ASEAN
Ekspor Kopi Indonesia ke Negara ASEAN
Daya Saing Kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN

32
32
36
38

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

50
50
51

DAFTAR PUSTAKA

53

LAMPIRAN

57

RIWAYAT HIDUP

63

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Neraca perdagangan Indonesia tahun 2010-2014 (Juta US$)
Jenis dan sumber data
Indikator kesimpulan nilai Durbin Watson
Nilai RCA (Revealed Comparative Advantage) produk kopi Indonesia
jenis HS 090111 ke ASEAN 5 tahun 2001-2014
Nilai RCA (Revealed Comparative Advantage) produk kopi Vietnam
jenis HS 090111 ke ASEAN 5 tahun 2001-2014
Sumbu X dan sumbu Y matriks Export Product Dynamics kopi jenis
HS 090111 Indonesia dan Vietnam
Hasil uji Chow model keseluruhan model
Hasil uji normalitas
Matriks korelasi keseluruhan model
Hasil uji heteroskedastisitas
Hasil uji autokorelasi
Hasil analisis regresi model nilai ekspor kopi Indonesia dan Vietnam
dengan data panel model efek tetap (Fixed effect)
Hasil analisis regresi model kuantitas ekspor kopi Indonesia dan
Vietnam dengan data panel model efek tetap (Fixed effect)

2
21
30
42
43
44
45
46
46
47
47
48
48

DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan total ekspor sektor pertanian Indonesia tahun 2004
hingga tahun 2012
2 Perkembangan total ekspor kopi Indonesia ke dunia dan ASEAN serta
share ekspor kopi ASEAN tahun 2007-2014
3 Perkembangan nilai ekspor kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN
tahun 2007-2014
4 Total ekspor Indonesia ke dunia, total ekspor Indonesia ke ASEAN dan
share ekspor Indonesia ke ASEAN tahun 2007-2014
5 Kurva Ekspor
6 Kerangka pemikiran analisis daya saing kopi dan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap ekspor kopi Indonesia dan Vietnam di ASEAN 5
7 Daya tarik pasar dan kekuatan bisnis dalam EPD
8 GDP negara anggota ASEAN tahun 2014 (US Dollar)
9 GDP per kapita negara anggota ASEAN tahun 2004-2014 (US Dollar)
10 Nilai total ekspor dan impor negara ASEAN tahun 2013 (%)
11 Populasi Indonesia dan negara-negara ASEAN tahun 2010-2014
12 Pertumbuhan ekspor kopi Indonesia ke negara tujuan tahun 2008-2013
(%)
13 Pertumbuhan ekspor kopi Vietnam ke negara tujuan tahun 2008-2013
(%)
14 Total produksi kopi dan total ekspor kopi Indonesia ke ASEAN (ton)
15 Total produksi kopi dan total ekspor kopi Vietnam ke ASEAN (ton)

3
5
6
7
15
20
23
33
33
34
36
37
37
39
39

16 Total nilai ekspor kopi HS 090111 ke ASEAN tahun 2003-2014
(US$ 000)
17 Matriks Export Product Dynamics (EPD) kopi jenis HS 090111
Indonesia dan Vietnam

40
44

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Hasil uji estimasi model A1
Hasil uji estimasi model A2
Hasil uji estimasi model B1
Hasil uji estimasi model B2
Hasil uji Chow model A1
Hasil uji Chow model A2
Hasil uji Chow model B1
Hasil uji Chow model B2

57
58
59
60
61
61
61
62

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdagangan merupakan salah satu kegiatan yang menentukan bagi
perekonomian suatu negara. Selain itu, perdagangan juga dapat menjadi sebuah
indikator untuk menentukan kemakmuran suatu negara. Negara dengan masyarakat
yang memiliki aktivitas jual beli yang tinggi mencerminkan bahwa negara tersebut
lebih makmur daripada negara dengan masyarakat yang memiliki aktivitas jual beli
lebih rendah. Secara lebih luas, aktivitas perdagangan ini dilakukan oleh suatu
negara melewati batas-batas teritorialnya yang meliputi kegiatan ekspor dan impor
(Sunardi 2015). Negara maju umumnya melakukan kegiatan ekspor dan impor yang
lebih banyak daripada negara berkembang yang cenderung belum mampu
memaksimalkan kegiatan ekspor dan impornya.
Dewasa ini, perdagangan di dunia semakin berkembang. Hal tersebut
dikarenakan semakin terbukanya negara-negara di dunia dalam melakukan
perdagangan dengan negara lain. Perbaikan dalam sektor infrastruktur dan
teknologi mendorong perpindahan barang atau pun jasa dari satu tempat ke tempat
lainnya semakin mudah sehingga hambatan dalam hal transportasi dapat
diminimalisir. Hal ini juga dapat membuktikan bahwa batas-batas wilayah bukan
lagi menjadi kendala dalam melakukan kegiatan perdagangan, ditambah lagi
dengan adanya kerjasama antar negara baik itu secara bilateral maupun multilateral
sehingga kendala yang terkait dengan perizinan dan regulasi pun dapat
diminimalisir.
Semakin terbukanya setiap negara dalam melakukan perdagangan
mendorong terciptanya arus globalisasi yang semakin deras. Menghadapi
kenyataan ini, Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian
terbuka harus dapat mengantisipasi dan memanfaatkan situasi sehingga
mendapatkan manfaat yang maksimal. Negara-negara di dunia dalam
perekonomian terbuka sangat mengandalkan ekspor dalam hal peningkatan
perekonomian. Hal ini dikarenakan kegiatan ekspor akan mempengaruhi laju
perekonomian di dalam negeri, dimana dengan semakin tingginya ekspor maka
akan menarik investor dalam ataupun luar negeri untuk berinvesatsi di Indonesia
dan dengan demikian akan meningkatkan peluang terbukanya lapangan pekerjaan
baru. Dampak lainnya adalah konsumsi masyarakat di Indonesia pun akan
bertambah sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi.
Secara garis besar, untuk meningkatkan ekspor maka yang dapat dilakukan
adalah memaksimalkan segala macam potensi yang ada dari berbagai macam
sektor. Secara umum, ekspor Indonesia ditopang oleh dua jenis sektor utama yaitu
migas dan non migas. Pada sektor migas, Indonesia memiliki keunggulan dalam hal
mengekspor gas alam dikarenakan Indonesia memiliki stock gas alam yang
melimpah. Pada sektor non migas, Indonesia memiliki berbagai macam komoditas
yang diunggulkan di dunia internasional seperti kelapa sawit, karet, kopi, produk
tekstil, elektronik maupun otomotif. Saat ini, pemerintah Indonesia memfokuskan
untuk meningkatkan ekspor di sektor non migas. Hal ini dikarenakan ekspor
Indonesia dalam sektor migas dalam beberapa tahun ini mengalami defisit. Pada

2

tahun 2014, defisit neraca ekspor migas Indonesia mencapai US$ 2,3 miliar.
Sedangkan pada sektor non migas defisit neraca ekspor mencapai US$ 3,9 miliar.
Namun, jika dilihat trend selama lima tahun terakhir, maka sektor migas mengalami
penurunan yang cukup tinggi dibandingkan dengan sektor non migas. Pada Tabel 1
dapat terlihat bahwa sektor migas mengalami trend yang menurun yaitu sebesar 0.82 persen pada tahun 2010 hingga tahun 2014 sedangkan pada sektor non migas
mengalami trend yang meningkat yaitu sebesar 1.59 persen pada tahun yang sama
(Kementerian Perdagangan 2015).
Tabel 1 Neraca perdagangan Indonesia tahun 2010-2014 (Juta US$)
No

Uraian

2010

2011

2012

1

Export
 Oil &
Gas
 Non
Oil &
Gas
Import
 Oil &
Gas
 Non
Oil &
Gas
Total
 Oil &
Gas
 Non
Oil &
Gas
Balance
 Oil &
Gas
 Non
Oil &
Gas

157 779.10

203 496.60

190 020.30

182 551.80

176 292.50

Trend
(%)
20102014
1.14

28 039.60

41 477.00

36 977.30

32 633.00

30 331.90

-0.82

129 739.50
135 663.30

162 019.60
177 435.60

153 043.00
191 689.50

149 918.80
186 628.70

145 960.60
178 178.80

1.59
6.14

27 412.70

40 701.50

42 564.20

45 266.40

43 459.90

10.83

108 250.60
293 442.40

136 734.00
380 932.20

149 125.30
381 709.70

141 362.30
369 180.50

134 718.90
354 471.30

4.82
3.53

55 452.30

82 178.60

79 541.40

77 899.40

73 791.80

5.32

237 990.10
22 115.80

298 753.60
26 061.10

302 168.30
-1 669.20

291 281.10
-4 076.90

280 679.50
-1 886.30

3.09
0

626.9

775.5

-5 586.90

-12 633.30

-13 128.00

0

21 488.90

25 285.50

3 917.70

8 556.40

11 241.70

21.17

2

3

4

2013

2014

Sumber: Kementerian Perdagangan (2015)

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa kegiatan ekspor Indonesia
lebih didominasi oleh sektor non migas daripada sektor migas. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa sektor non migas di Indonesia lebih memiliki potensi
untuk pengembangan ekspor lebih lanjut dan hal tersebut juga tidak terlepas dari
sumbangan ekspor perkebunan yang relatif lebih besar dibandingkan subsektor
lainnya seperti tanaman pangan, holtikultura dan peternakan. Selama periode 20042012, kegiatan ekspor dari subsektor perkebunan tumbuh dengan laju 18.1 persen
per tahun. Selama periode tersebut, subsektor perkebunan memiliki neraca
perdagangan surplus dengan nilai sekitar US$ 30 021 juta pada tahun 2012.
Menyusul di bawahnya adalah laju pertumbuhan ekspor subsektor peternakan
sebesar 13.5 persen per tahun, holtikultura sebesar 13.1 persen per tahun, dan
terakhir tanaman pangan sebesar 1.7 persen per tahun. Subsektor perkebunan

3

mengandalkan sebanyak dua belas jenis hasil tanaman perkebunan sebagai
komoditas ekspor yaitu kakao, tembakau, teh, kelapa sawit, karet, kopi, kelapa,
lada, kapas, cengkeh, tebu dan pinang (Kementerian Pertanian 2012). Berikut
adalah pertumbuhan ekspor subsektor perkebunan dibandingkan subsektor lainnya
pada sektor pertanian periode 2004-2012 yang disajikan pada Gambar 1.
20

18.1

Laju Perkembangan (%)

18

16
13.5

13.1

14
12
10
8
6
4
2

1.7

0

Tanaman Pangan

Hortikultura

Perkebunan

Peternakan

Subsektor

Gambar 1 Perkembangan total ekspor sektor pertanian Indonesia tahun 2004
hingga tahun 2012
Sumber: Kementerian Pertanian 2012

Berdasarkan Gambar 1, dapat dilihat bahwa subsektor perkebunan memiliki
laju perkembangan ekspor yang lebih tinggi dibandingkan subsektor lainnya. Hal
tersebut dikarenakan hasil perkebunan banyak digunakan sebagai komoditas ekspor
dan hasil perkebunan juga dapat digunakan untuk perdagangan maupun industri
sehingga banyak menarik minat luar negeri untuk melakukan impor. Salah satu
tanaman perkebunan yang menjadi komoditas ekspor yaitu tanaman kopi dan
Indonesia merupakan salah satu negara produsen ekspor kopi terbesar di dunia.
Berdasarkan data statistik International Coffee Organization (ICO), Indonesia
menempati urutan terbesar keempat sebagai negara pengekspor kopi terbesar di
dunia di bawah Brazil, Vietnam dan Kolombia sejak tahun 2014, bahkan saat ini,
ekspor kopi Indonesia mencapai 1 150 000 ton atau meningkat sebesar 71.1 persen
dari tahun sebelumnya (ICO 2015). Tujuan ekspor kopi Indonesia sendiri tersebar
ke banyak negara di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kopi Indonesia telah
mendunia sehingga banyak peminat dari luar negeri yang ingin mengonsumsi kopi
Indonesia. Saat ini, pengimpor kopi Indonesia terbesar di dunia adalah Eropa diikuti
oleh Amerika Serikat, Jepang dan ASEAN. Pada tahun 2013, sebesar 17.6 persen
dari total ekspor kopi Indonesia telah diekspor ke Amerika Serikat, sebesar 33.9
persen diekspor ke Eropa, 8.9 persen diekspor ke Jepang dan sebesar 15.4 persen
telah diekspor ke ASEAN, dengan demikian dapat terlihat bahwa nilai ekspor kopi
Indonesia sangat besar untuk Eropa dan diikuti oleh Amerika Serikat, ASEAN dan
Jepang. Namun demikian, pangsa pasar kopi Indonesia di negara tersebut tidaklah

4

sebanding dengan besarnya nilai ekspor kopi Indonesia. Pada tahun yang sama,
pangsa pasar kopi Indonesia di Eropa hanya sebesar 1 persen, Amerika Serikat
hanya sebesar 3.8 persen, dan sebesar 6.4 persen di Jepang. Sedangkan untuk
pangsa pasar kopi Indonesia di ASEAN mencapai 36 persen (Trade Map 2015).
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa pasar ASEAN memiliki
potensi yang sangat tinggi, khususnya untuk peningkatan ekspor kopi Indonesia ke
luar negeri mengingat dengan tingginya pangsa pasar ekspor kopi Indonesia ke
ASEAN. Diberlakukannya AEC (ASEAN Economic Community)di akhir tahun
2015 secara tidak langsung mewajibkan setiap anggota ASEAN harus mampu
bersaing terutama dalam hal perekonomian, dan yang termasuk indikator untuk
mendukung hal tersebut adalah dengan melakukan ekspor. AEC menstimulus
negara-negara di ASEAN untuk melakukan persaingan secara terbuka dengan
negara-negara lainnya di Asia Tenggara dan memperbanyak eskpor merupakan
salah satu cara bagi Indonesia terlibat dalam persaingan tersebut. Berdasarkan data
Kementerian Perdagangan (2015), negara-negara ASEAN juga memiliki angka
yang besar dalam hal impor sektor non migas secara statistik dari Indonesia.
Singapura menjadi salah satu negara yang masuk ke dalam lima besar negara
pengimpor terbesar sektor non migas dari Indonesia. Selain itu, Malaysia, Thailand
dan Filipina secara berturut-turut menempati posisi enam, delapan dan sepuluh
sebagai negara pengimpor sektor non migas terbesar dari Indonesia. Hal tersebut
mencerminkan bahwa negara-negara ASEAN menjadi pasar yang potensial bagi
Indonesia untuk mengembangkan pasar ekspornya terlebih dalam rangka
menyambut AEC. Potensi ASEAN juga dapat dilihat dari segi populasi dan
perekonomiannya dimana jumlah seluruh penduduk ASEAN yaitu sebanyak 9
persen dari seluruh populasi dunia yang mencapai 7 miliar orang (United Nations
2015). Meskipun perdagangan bebas akan barang telah dilakukan semenjak
terjalinnya AFTA (ASEAN Free Trade Area), bukan berarti pada era AEC ini
perdagangan akan barang menjadi tidak penting lagi. Peningkatan ekspor akan
produk berupa barang tetap harus dijadikan sebagai ujung tombak ekspor Indonesia
dan perkebunan menjadi produk barang yang sangat diandalkan dalam kaitannya
untuk melakukan ekspor. Kopi merupakan produk perkebunan yang selama ini
memiliki nilai ekspor tinggi setiap tahunnya. Pada tahun 2007, ekspor kopi
Indonesia ke dunia mencapai angka US$ 636 417 000 dan pada tahun 2014, ekspor
kopi Indonesia ke dunia mencapai angka US$ 1 039 609 000 atau meningkat
sebesar 63.35 persen. Sedangkan eskpor kopi Indonesia ke ASEAN pada tahun
2007 mencapai angka US$ 61 403 000 dan meningkat pada tahun 2014 menjadi
US$ 118 238 000 atau meningkat sebesar 48.06 persen. Berikut adalah
perkembangan ekspor Indonesia ke dunia dan ke ASEAN pada tahun 2007 hingga
tahun 2014 (Trade Map 2015) yang disajikan pada Gambar 2.

5

18

1400000

16

1200000

14
12

800000

10

600000

8

Persen (%)

US$ Thousand

1000000

6

400000

4
200000

2
0

0

2007

2008

Ekspor ke ASEAN

2009

2010

2011

Ekspor ke Dunia

2012

2013

2014

Share Ekspor Kopi ASEAN

Gambar 2 Perkembangan total ekspor kopi Indonesia ke dunia dan ASEAN serta
share ekspor kopi ASEAN tahun 2007-2014
Sumber: Trade Map 2015

Meskipun nilai ekspor kopi Indonesia ke ASEAN masih tergolong rendah,
ekspor kopi tetap menjadi peluang yang potensial bagi Indonesia. Terus
meningkatnya ekspor kopi Indonesia ke ASEAN sudah menjadi pertanda yang
bagus bagi Indonesia bahwa kopi Indonesia telah banyak diminati oleh sebagian
besar masyarakat ASEAN. Dalam rangka menyambut AEC tahun 2016, pemerintah
Indonesia harus dapat mengambil keuntungan mengingat kopi Indonesia memiliki
potensi untuk dapat terus tumbuh nilai ekspornya ke ASEAN. Namun di sisi lain,
pemerintah Indonesia juga perlu waspada mengingat setiap negara di ASEAN tentu
memiliki keinginan yang sama dengan Indonesia yaitu untuk memperbesar nilai
ekspornya. Salah satu Negara di ASEAN yang akan menjadi pesaing terbesar bagi
Indonesia adalah Vietnam. Hal tersebut didasari pada kenyataan bahwa ekspor kopi
Vietnam ke ASEAN mengalami trend yang meningkat dengan nilai sebesar 5
persen dalam kurun waktu 13 tahun terakhir. Meskipun peningkatan yang terjadi
tidak terlalu signifikan, namun nilai ekspor yang dimiliki oleh Vietnam ke ASEAN
berada pada angka yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai eskpor kopi
Indonesia. Sejak tahun 2001, nilai ekspor kopi Vietnam ke ASEAN memang selalu
lebih besar dari Indonesia, hanya pada tahun 2013 saja ekspor kopi Vietnam ke
ASEAN lebih rendah dibandingkan dengan ekspor kopi Indonesia ke ASEAN.
Namun, hal tersebut juga selaras dengan penurunan ekspor kopi Vietnam ke dunia
di waktu yang bersamaan. Perkembangan nilai ekspor kopi Indonesia dan Vietnam
ke ASEAN sejak tahun 2007 hingga tahun 2013 disajikan dalam Gambar 3.

6

300

US$ Million

250
200
150
100

50
0
2007

2008

2009
Indonesia

2010

2011

2012

2013

Vietnam

Gambar 3 Perkembangan nilai ekspor kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN
tahun 2007-2013
Sumber: Trade Map 2015

Data di atas merefleksikan terhadap nilai ekspor kopi Indonesia dan
Vietnam ke ASEAN pada periode waktu yang sama yaitu tahun 2007 hingga tahun
2013. Namun, tidak semua negara yang tergabung di ASEAN melakukan ekspor
yang besar dari Indonesia maupun Vietnam, hanya beberapa negara saja di ASEAN
yang menjadi pengimpor terbesar kopi dari Indonesia dan Vietnam. Negara tersebut
adalah Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina serta Indonesia dan Vietnam
yang juga menjadi negara pengimpor kopi di kawasan ASEAN. Hampir lebih dari
90 persen jenis kopi yang diimpor oleh negara-negara tersebut adalah dalam bentuk
biji kopi (Trade Map, 2015)
Perumusan Masalah
Secara keseluruhan dapat terlihat bahwa neraca perdagangan Indonesia ke
ASEAN terus mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari data yang
menunjukkan bahwa share ekspor Indonesia baik dari sektor migas maupun non
migas ke ASEAN terus meningkat setiap tahunnya (periode 2008-2014) jika
dibandingkan dengan ekspor Indonesia ke dunia. Terlihat pada Gambar 4, tahun
2014, share ekspor Indonesia ke ASEAN telah mencapai 22.16 persen atau
meningkat sebesar 2.86 persen dari tahun 2007 (Trade Map 2015). Peningkatan
nilai ekspor ini patut menjadi perhatian pemerintah sebagai langkah untuk
memperluas pasar ekspor Indonesia. Mengingat semakin dekatnya pelaksanaan
AEC, maka sudah selayaknya pemerintah Indonesia untuk melakukan evaluasi dan
pembenahan untuk menyambut AEC. Hal tersebut diperlukan karena ASEAN
merupakan salah satu pasar potensial bagi Indonesia dalam melakukan ekspor kopi
terlebih dengan adanya perdagangan bebas AEC di tahun 2016 mendatang.

7

250

22,50

21.98

22.16
22,00

21,58

200

21,50

150

21,00

20.69

20,50
20,00

100

19.71

19,50

19.30

Persen (%)

US$ Miliar

21.02
20.69

19,00
50

18,50

18,00
0

17,50

2007

2008

2009

2010

Total Ekspor ke Dunia

2011

2012

2013

2014

Total Ekspor ke ASEAN

Share Ekspor ke ASEAN

Gambar 4 Total ekspor Indonesia ke dunia, total ekspor Indonesia ke ASEAN dan
share ekspor Indonesia ke ASEAN tahun 2007-2014
Sumber: Trade Map 2015

Dalam rangka menjaga kinerja perdagangan agar terus positif, maka
diversifikasi produk harus ditingkatkan. Diversifikasi produk erat kaitannya dengan
kemampuan suatu produk untuk bersaing dengan produk dari negara lain. Produk
yang memiliki tingkat daya saing lebih tinggi tentu akan menjadi prioritas bagi
negara pengimpor sehingga neraca ekspor Indonesia pun akan meningkat dan
menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pula. Selain daya saing,
keterkaitan perdagangan juga menjadi faktor yang penting sebagai penunjang
peningkatan ekspor, dimana tingkat keterkaitan perdagangan yang tinggi akan
memperlancar arus perdagangan suatu negara.
Salah satu produk ekspor Indonesia yang memiliki potensi dalam hal ekspor
adalah kopi. Hal tersebut dapat dilihat dari trend ekspor kopi yang meningkat di
setiap tahunnya. Adanya rencana untuk menyelenggarakan AEC pada akhir tahun
2015 mendatang akan menjadi penerus dari kebijakan AFTA yang mengatur tidak
hanya pergerakan barang dan jasa namun juga tenaga kerja serta modal yang akan
menjadi lebih bebas. Hal tersebut tercermin dari beragamnya tarif bea masuk yang
diberlakukan setiap negara terhadap komoditas kopi khususnya. Bagi negara yang
tidak memproduksi kopi secara massal maka tarif bea masuk kopi pun menjadi
rendah dan bagi negara yang memproduksi kopi maka tarif bea masuk yang
diterapkan pun semakin tinggi. Negara-negara seperti Singapura dan Malaysia telah
menetapkan tarif bea masuk kopi ke negaranya sebesar 0 persen sejak tahun 2011.
Sedangkan Filipina menetapkan tarif bea masuk sebesar 40 persen dan Thailand
sebesar 90 persen. Indonesia sendiri menetapkan tarif bea masuk sebesar 5 persen
sejak tahun 2012 dan meningkat pada tahun 2015 menjadi sebesar 20 persen.
Vietnam sendiri telah menetapkan tarif bea masuk sebesar 25 persen sejak tahun
2012 (WTO 2015). Melihat kenyataan bahwa salah satu negara di ASEAN yaitu
Vietnam juga memiliki daya saing kopi yang tinggi, maka Indonesia perlu

8

setidaknya untuk mengevaluasi kinerja ekspor kopi karena dengan rendahnya tarif
bea masuk kopi yang telah ditetapkan oleh negara pengimpor kopi seperti
Singapura dan Malaysia akan lebih memudahkan negara pengekspor kopi untuk
mengekspor kopinya. Oleh sebab itu, maka kajian mengenai kondisi perdagangan
dan komoditi eskpor kopi yang berdaya saing perlu untuk dilakukan dan kajian
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap ekspor kopi Indonesia dan
Vietnam ke ASEAN juga perlu dilakukan karena hal tersebut dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi pemerintah Indonesia sebelum melakukan ekspor. Oleh karena
itu. penelitian ini memiliki beberapa perumusan masalah, antara lain:
1. Bagaimana potensi ekonomi negara-negara anggota ASEAN sebagai pasar
potensial untuk ekspor kopi?
2. Bagaimana perkembangan daya saing kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi aliran ekspor kopi Indonesia dan
Vietnam ke negara-negara ASEAN?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan potensi ekonomi negara-negara anggota ASEAN sebagai pasar
tujuan ekspor kopi.
2. Menganalisis tingkat daya saing kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN
3. Menaganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor kopi Indonesia
dan Vietnam ke negara-negara anggota ASEAN.
Manfaat Penelitian
Hasil dari analisis terkait perdagangan Indonesia dengan ASEAN
diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah Indonesia untuk menyusun
strategi kebijakan ekspor kopi dalam kaitannya menyambut AEC tahun 2016
sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi oleh arus perdagangan Indonesia dan
anggota ASEAN-5. Negara-negara tersebut adalah Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand dan Vietnam.
Komoditas yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini adalah komoditas
kopi dengan HS 6 digit yaitu 090111 (Coffee, not roasted, not decaffeinated) dan
untuk menganalisis faktor penentu ekspor kopi Indonesia dan Vietnam ke ASEAN
akan digunakan data panel selama 14 tahun yaitu dari periode tahun 2001 hingga
tahun 2014.

9

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional mengemukakan bahwa sebuah negara akan
memperoleh keuntungan jika melakukan perdagangan dengan lebih terbuka, pada
saat tidak terdapat hambatan pada arus barang yang masuk baik itu hambatan tarif
atau hambatan non tarif. Nguyen (2010) melakukan penelitian untuk mengkaji
faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap aliran perdagangan Vietnam
Penelitian ini menggunakan model gravitasi dengan data penel sejak tahun 1986
hingga tahun 2006 dengan melibatkan 15 negara mitra dagang terbesar. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat antara aliran
ekspor Vietnam tahun ini terhadap aliran ekspor Vietnam di tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekspor Vietnam secara positif berkorelasi terhadap pertumbuhan
pemasukan di negara mitra dagang. Biaya transportasi juga memiliki dampak yang
signifikan terhadap performa ekspor Vietnam serta faktor penting lainnya seperti
nilai tukar mata uang dan keanggotaan negara mitra dagang dengan ASEAN.
Selain itu, perdagangan internasional juga memiliki dampak terhadap suatu
negara ketika negara tersebut mengikuti suatu organisasi baik itu yang bersifat
bilateral maupun multilateral. Huot dan Kakinaka (2007) melakukan penelitian
yang bertujuan untuk menganalisis dampak perdagangan Kamboja dengan mitra
dagang setelah mengikuti ASEAN Free Trade Area (AFTA). Data yang digunakan
dalam penelitian adalah data panel sejak tahun 2000 hingga tahun 2004. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa tingkat komplementaritas perdagangan yang tinggi
memiliki hubungan yang searah dengan aliran perdagangan. Selain itu, Shrerif
(2013) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi aliran perdagangan bilateral
antara Uni Emirat Arab terhadap dua grup negara, yaitu grup A (Bahrain dan Qatar)
dan grup B (Oman dan Kuwait). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model gravitasi dengan menggunakan data panel sejak tahun 1991 hingga tahun
2009. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa koefisien GDP di masing-masing
negara importir dan eksportir adalah positif, hal tersebut mengindikasikan bahwa
perdagangan meningkat di bawah GDP proporsional negara importir namun
meningkat di atas GDP proporsional negara eksportir (UEA). Sedangkan jarak
berpengaruh positif terhadap perdagangan bilateral tersebut. hal ini juga selaras
dengan penelitian Nuroglu dan Dreca (2011) melakukan penelitian untuk
menganalisis aliran perdagangan Bosnia dan Herzegovina dengan mitra dagangnya.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model gravitasi dengan
menggunakan data penel sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 dan melibatkan 32
negara mitra. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa GDP memiliki dampak
yang positif terhadap aliran perdagangan. Jarak merupakan faktor yang signifikan
berpengaruh negatif terhadap perdagangan Bosnia dan Herzegovina. Sedangkan
Ullah dan Inaba (2012) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mencari tahu
sejauh mana Regional Trade Aggrements (RTA) dan Preferential Trade Aggrement
(PTA) mampu mempengaruhi aliran ekspor di Bangladesh. Model yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model gravitasi dengan menggunakan data panelsejak
tahun 1992 hingga tahun 2002 dan melibatkan 40 negara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara RTA dan PTA

10

terhadap aliran ekspor Bangladesh. Hal tersebut diyakini terjadi karena terdapat
hambatan ketika melakukan perdagangan dengan mitra dagang seperti hambatan
administratif dan quality control.
Daya Saing
Daya saing merupakan sesuatu hal yang penting bagi suatu negara untuk
mengukur sejauh mana negara tersebut dapat bersaing dengan negara lain dalam
segi makro ekonomi.Dalam pasar yang semakin mengglobal, keberhasilan pelaku
usaha suatu negara sangat ditentukan oleh daya saing. Daya saing global pada
dasarnya berhubungan dengan biaya produksi sehingga yang memenangkan
kompetisi adalah negara yang mampu memasarkan produk dengan harga paling
rendah atau berkualitas baik. Penelitian Boansi et al (2014) menunjukkan bahwa
ekspor industri nanas segar Ghana memiliki daya saing dan lebih dipicu oleh harga
daripada volume ekspor. Baik volume maupun nilai ekspor memiliki hubungan
positif dengan produksi. Sedangkan penelitian Ragimun (2012) menyatakan bahwa
untuk mendorong ekspor kakao Indonesia di pasar internasional maka perlu adanya
peningkatan daya saing kakao dan salah satu caranya adalah dengan
diberlakukannyakebijakan fiskal berupa penerapan bea keluar berjenjang, subsidi
ke petani, perbaikan infrastruktur serta riset dan pengembangan kakao nasional.
Sejatinya, eskpor Indonesia ke ASEAN khususnya di bidang pertanian
memiliki daya saing yang tinggi di banding negara lainnya. Hadi dan Mardianto
(2004) dalam penelitiannya yang berjudul analisis komparasi daya saing produk
ekspor pertanian antar negara ASEAN dalam era perdagangan bebas AFTA,
menyatakan bahwa daya saing ekspor lndonesia pada periode 1997-1999 paling
kuat di antara negara-negara ASEAN, tetapi pada periode 1999-2001 melernah dan
kalah dari Filipina dan Thailand. Namun ketika produk Indonesia diekspor ke
negara lain (luar ASEAN), produk Indonesia tidak menjadi kompetitif lagi karena
tidak memiliki daya saing atau kalah dengan negara pengekspor lain. Hal tersebut
selaras dengan penelitian Nurlatifah (2011) menyatakan bahwa produk-produk
Indonesia di China tidak memiliki daya saing yang tinggi karena kalah bersaing
dengan produk-produk dari negara lain. Hal tersebut juga diperkuat oleh penelitian
Drajat et al (2007) tentang eskpor dan daya saing biji kopi Indonesia di pasar
internasional yang menunjukan bahwa kinerja ekspor kopi Indonesia tidak
memuaskan dan berdasarkan nilai RCA yang diperoleh, nilai RCA kopi Indonesia
selalu mengalam penurunan hampir di setiap tahunnya. Selain itu, peneliti
menyimpulkan bahwa ekspor biji kopi Indonesia belum berorientasi pasar
melainkan berorientasi produksi. Begitupun penelitian Purnamasari et al (2014)
tentang daya saing kopi Indonesia di pasar dunia yang menunjukkan bahwa
Indonesia belum memiliki keunggulan komparatif jika dibandingkan negara
eksportir lainnya seperti Brazil, Kolombia dan Vietnam. Hal ini disebabkan oleh
orientasi ekspor kopi Indonesia yang cenderung ke bahan mentah dan bukan produk
olahan serta penanganan pasca panen yang cenderung kurang tepat serta minimnya
teknologi yang diterapkan.

11

Integrasi Ekonomi
Integrasi ekonomi menjadi komponen yang penting dalam perdagangan
Internasional. Hal tersebut didasari pada kenyataan bahwa integrasi ekonomi akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penelitian Nasrudin (2014)
menunjukkan bahwa dalam kondisi domestik seperti sekarang ini, integrasi
ekonomi regional berdampak negatif terhadap kinerja sektor pertanian Indonesia.
Pertumbuhan sektor pertanian diprediksi lebih rendah jika integrasi ekonomi
regional China-ASEAN Free Trade Area (CAFTA) diberlakukan sepenuhnya.
Kinerja sektor pertanian bisa meningkat dalam integrasi ekonomi regional jika
kebijakan fiskal yang diambil pemerintah efektif, serta pre-kondisi infrastruktur
yang memadai. Meskipun masih efektif untuk peningkatan kinerja sektor pertanian,
namun efektivitas kebijakan fiskal lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum
pemberlakuan integrasi, sehingga dibutuhkan besaran fiskal yang lebih tinggi untuk
stabilisasi dan stimulus perekonomian. Faktor eksternal seperti suku bunga, nilai
tukar dan kebijakan tarif negara lain juga turut berpengaruh terhadap kinerja sektor
pertanian Indonesia. Selain itu, penelitian Sunardi (2015) menyatakan bahwa
tingkat integrasi perdagangan Indonesia dan OKI masih termasuk ke dalam kategori
perdagangan satu arah. Sebagian besar komoditas ekspor Indonesia ke OKI adalah
produk pertanian dan pertambangan berupa bahan mentah (raw material) yang
selama ini menjadi keunggulan dari Indonesia, sedangkan perkembangan industri
antar negara tersebut belum berkembang dan masih perlu ditingkatkan agar tercipta
perdagangan dua arah.
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional mengemukakan bahwa sebuah negara akan
memperoleh keuntungan jika melakukan perdagangan dengan lebih terbuka, pada
saat tidak terdapat hambatan pada arus barang yang masuk baik itu hambatan tarif
atau hambatan non tarif. Tujuan diberlakukannya perdagangan internasional tidak
lain untuk meningkatkan volume perdagangan suatu negara, dengan demikian maka
suatu negara akan memiliki neraca perdagangan yang lebih besar ketika melakukan
perdagangan internasional dan tentu akan meningkatkan pertumbuhan ekonominya.
Hal tersebut selaras dengan pernyataan Salvatore (1997) yang menyatakan bahwa
dengan melakukan kegiatan ekspor (perdagangan) secara intensif, maka suatu
negara akan mengalami kemajuan pesat dalam pertumbuhan dan pembagunan
ekonomi karena mendapatkan keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara.
Selain itu, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk
meningkatkan Gross Domestic Product (GDP) serta turut mendorong
industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan
multinasional karena perdagangan internasional dapat memberi kontribusi yang
berharga bagi proses pembangunan suatu negara. Setiap negara yang terlibat dalam
hubungan dagang antar negara akan terdorong untuk melakukan spesialisasi

12

produksi dan ekspor komoditi tertentu yang memiliki keunggulan komparatifnya.
Masing-masing negara akan terfokus pada bidang keahlian atau keunggulannya
sehingga output dunia akan menjadi lebih besar dan setiap negara yang terlibat akan
diuntungkan walaupun masih terdapat perdebatan di antara ekonom dunia terkait
dampak dari perkonomian terbuka, namun beberapa data telah menunjukkan bahwa
negara dengan perekonomian terbuka ternyata memiliki pertumbuhan ekonomi
yang lebih baik dibandingkan dengan negara yang menganut perekonomian
tetrtutup.
Secara garis besar ada dua alasan khusus negara-negara di dunia melakukan
perdagangan internasional dan kedua alasan tersebut berkontribusi untuk
perekonomian. Pertama, suatu negara melakukan perdagangan internasional karena
masing-masing negara memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut dapat berupa
perbedaan geografis maupun perbedaan budaya, dimana hal tersebut yang membuat
masing-masing negara memiliki ketergantungan antara satu sama lain. Kedua, suatu
negara melakukan perdagangan internasioanal untuk mencapai skala ekonomi
(Economic of Scale). Setiap negara akan memaksimalkan berproduksi terhadap
barang yang dapat diproduksi secara optimal. Hal tersebut dilakukan atas dasar
efisiensi daripada harus memproduksi semua barang. Terlepas dari kedua faktor
utama tersebut, terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan suatu negara
melakukan perdagangan internasional, selain untuk memenuhi kebutuhan akan
barang dan jasa dalam negeri, juga karena adanya perbedaan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumberdaya ekonomi. Perdagangan
internasional memiliki manfaat seperti akan terjadi transfer teknologi modern yang
memungkinkan suatu negara mempelajari suatu metode produksi yang lebih
efisien. Hubungan kerjasama perdagangan antar negara dapat berimplikasi pada
kerjasama politik serta perolehan dukungan dari negara lain. Era globalisasi seperti
saat ini, setiap negara tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan negara lain. Hal itu
dikarenakan semakin meningkatnya jumlah populasi penduduk suatu negara yang
berdampak pada meningkatnya kebutuhan dan berkembangnya selera masyarakat
yang beragam. Kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam negeri,
maka suatu negara akan memperolehnya dari negara lain. Berdasarkan hal tersebut
maka dapat dijelaskan bahwa suatu negara akan bergantung pada negara lain dalam
memenuhi kebutuhan penduduknya.
Secara teori, terdapat beberapa konsep yang dapat menjelaskan tentang
perdagangan internasional. Pertama, teori keunggulan mutlak (Absolute
Advantage) yang dikemukakan oleh Adam Smith. Teori ini menjelaskan bahwa
untuk dapat melakukan perdagangan internasional hendaknya suatu negara
melakukan spesialisasi akan barang dan jasa yang dihasilkan. Keunggulan mutlak
menurut Adam Smith adalah kemampuan suatu negara untuk menghasilkan suatu
barang atau jasa per unit dengan menggunakan sumber daya yang jumlahnya lebih
sedikit dibanding kemampuan negara lain. Oleh sebab itu suatu negara akan
melakukan spesialisasi terhadap barang yang memiliki potensi untuk diproduksi
lebih efisien di dalam negeri dan mengekspornya ke luar negeri namun di sisi lain
suatu negara akan melakukan impor untuk barang yang tidak mampu diproduksi
secara efisien di dalam negeri. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Deliarnov
(1996) yang menegaskan bahwa keunggulan mutlak adalah keunggulan yang
diperoleh karena negara yang bersangkutan bisa menghasilkan barang-barang atau
jasa yang lebih murah atau lebih efisien dibanding negara lain, disebabkan

13

produktifitas tenaga kerja di negara tersebut lebih tinggi dibanding produktivitas
tenaga kerja di negara lainnya.
Adanya keunggulan mutlak yang dimiliki suatu negara terhadap negara lain
(kasus dua negara) tidak mencerminkan bahwa terjadi ketidakseimbangan
keuntungan diantara keduanya, selama di antara kedua negara tersebut memiliki
efisiensi relatif yang berbeda. Konsep ini yang dikatakan sebagai teori keunggulan
komparatif yang mengacu pada kemampuan suatu negara untuk menghasilkan
barang atau jasa tertentu dengan biaya yang lebih rendah daripada negara lain
(O’Sullivan and Sheffrin 2003; Baumol 2009; δee et al 2013). Teori keunggulan
komparatif (Comaparative Advantage) ini adalah teori kedua yang dikemukakan
oleh David Ricardo pada tahun 1817, dimana Ricardo menjelaskan tentang pola
perdagangan yang mungkin antara dua negara (Inggris dan Portugal) yang
melibatkan dua komoditas (kain dan anggur).
Teori lain yang menjelaskan tentang konsep perdagangan internasional
adalah teori Heckscher-Ohlin (H-O) yang dikemukakan pada tahun 1993 dan
merupakan pengembangan dari teori keunggulan komparatif yang dikemukakan
oleh David Ricardo. Menurut H-O, sebuah negara akan mengekspor komoditi yang
produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah serta
murah di negara itu dan dalam waktu yang bersamaan negara tersebut akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif
langka dan mahal dalam memproduksinya.
Pada saat ini, era globalisasi telah masuk dengan sangat pesatnya. Oleh
sebab itu perdagangan internasional menjadi berkembang dengan sangat cepat dan
membuat negara-negara di dunia harus melakukan antisipasi namun di sisi lain
harus juga dapat memanfaatkan momentum tersebut. Hal tersebut pula yang
membuat banyak negara di dunia membentuk sebuah koalisi dengan tujuan
melakukan kerjasama dalam hal perdagangan. Kerjasama yang dibentuk pun sangat
beragam, mulai dari kerjasama antar dua negara (bilateral), kerjasama antar
regional hingga kerjasama banyak negara (multilateral). Bentuk dari kerjasama ini
tentu saja berbeda, masing-masing kerjasama memiliki kesepakatan atau kebijakan
yang berbeda terkait dengan perdagangan yang dilakukan. Perdagangan yang
dilakukan dalam konteks kerjasama tentu memiliki keuntungan dibandingkan
dengan perdagangan yang tidak memiliki konteks atau naungan kerjasama. Salah
satu keuntungan yang didapat adalah tarif yang dikenakan pada barang yang
diperdagangkan bagi negara anggota lebih rendah dibanding dengan tarif yang
diperdagangkan dengan negara diluar anggota (Bhagwati dan Panagariya 1996), hal
ini disebut dengan perjanjian perdagangan preferensial (Preferential Trade
Agreement). Perjanjian kerjasama ini terbentuk tidak terlepas dari naungan World
Trade Organization (WTO) dimana setiap negara bebas melakukan kerjasama
bilateral, regional maupun multilateral asalkan tetap berada pada koridor yang telah
ditetapkan oleh WTO. Perjanjian kerjasama ini pula yang menginisiasi
terbentuknya perdagangan bebas seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan
ASEAN Economic Community (AEC) yang akan diselenggarakan pada tahun 2016.
Daya Saing
Daya saing telah menjadi komponen penting perdagangan suatu negara
sebagai tolak ukur sejauh mana negara tersebut dapat bersaing dengan negara lain
khususnya dari segi makro ekonomi. Adapun definisi dari daya saing

14

(competitiveness) adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau
antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang
relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional
(OECD 2015). Definisi lain menjelaskan bahwa kemampuan suatu negara untuk
mengolah sumber daya yang ada dengan berbagai cara dalam rangka mencapai
spesialisasi produk perdagangan sehingga tujuan akhir yaitu peningkatan standar
hidup dan standar produk domestik dapat tercapai (Petrovic et al 2008).
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa daya saing adalah
sebuah konsep yang diperlukan oleh setiap negara dengan tujuan untuk
meningkatkan standar hidup serta standar produk domestik sehingga mampu
menghadapi persaingan internasional. Pada dasarnya di tingkat internasional, daya
saing ditentukan oleh dua faktor yaitu aitu faktor keunggulan komparatif
(comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive
advantage). Lebih lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai
faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai
faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan / diciptakan (Tambunan
2003) dan kedua faktor tersebut dapat secara mendasar dapat diukur berdarakan
perdagangan internasional yaitu melalui volume ekspor dan volume impor (OECD
2015).
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu diadakannya perhitungan mengenai
daya saing suatu negara. Meskipun sulit untuk mengukur benyaknya faktor-faktor
yang mempengaruhi keunggulan komparatif suatu negara, terutama untuk
membandingkan pola spesialisi di suatu negara, pendekatan mengenai keunggulan
komparatif tetaplah penting. Oleh sebab itu telah banyak dikembangkan mengenai
metode-metode untuk mengukur tingkat daya saing suatu negara dan salah satunya
adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) index. RCA index secara luas
digunakan untuk menilai keunggulan komparatif suatu bangsa dalam produk,
kelompok produk atau industri (UNIDO 1986; Parry 1975; Hillman 1980; Aquino
1981; Crafts and Thomas 1986; Marchese and De Simone 1989; Rana 1990; Yeats
1985; van Hulst et al 1991; Lee 1995; Lim 1997; Richardson et al 1997; Laursen
1998; Yang 1999; Li and Bender 2002). RCA adalah sebuah index yang bertujuan
untuk mengungkapkan apakah kelompok komoditas yang dipilih adalah penting
untuk ditambahkan guna menambah total ekspor suatu negara terhadap mitra
dagangnya baik secara individual maupun kolektif . Metode RCA juga dapat
digunakan oleh pemerintah untuk menentukan arah kebijakan terhadap suatu
komoditi sehingga mampu mempengaruhi posisi suatu suatu komoditi di dalam
negeri maupun di luar negeri. Hal ini didasari pada kemampuan metode RCA untuk
mengetahui komoditi ekspor unggulan dan sejauh mana perkembanganya setiap
tahun yang tercermin dari trend yang terbentuk. Selain itu, untuk mengukur dan
mengetahui atau mengidentifikasi daya saing suatu produk serta untuk mengetahui
apakah suatu produk dalam performa yang dinamis atau tida