Model Pengelolaan Kawasan Budidaya Udang Berkelanjutan Di Pesisir Teluk Banten

(1)

BERKELANJUTAN DI PESISIR

TELUK BANTEN

MOCHAMMAD FARKAN

MOCHAMMAD FARKAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016


(2)

BERKELANJUTAN DI PESISIR

TELUK BANTEN

MOCHAMMAD FARKAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016


(3)

Dengan ini menyatakan bahwa disertasi Model Pengelolaan Kawasan Budidaya Udang Berkelanjutan di Pesisir Teluk Banten, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Mochammad Farkan NRP.P062120234


(4)

Berkelanjutan di Pesisir Teluk Banten. Dibimbing oleh DANIEL DJOKO SETIYANTO, R. SJARIEF WIDJAJA, KHOLIL DAN WIDIATMAKA.

Kawasan budidaya tambak di pesisir Teluk Banten telah ditetapkan sesuai dengan RUTR yaitu mulai dari desa Banten dengan titik koordinat 05°57ˊ13˝ LS

106°6ˊ6˝ BT sampai sungai Ciujung desa Tengkurak yang terletak di koordinat 05°57ˊ48˝ LS 106°21ˊ26˝ BT. Budidaya udang di tambak yang kurang tepat akan menyebabkan in efisisen dan in efektif dalam operasionalnya. Pada perkembangannya, pembangunan di kawasan pesisir lebih pesat dibandingkan pembangunan diwilayah daratan lainnya. Berbagai aktivitas industri, perumahan, pelabuhan dan pertumbuhan penduduk yang cepat menyebabkan pesisir menjadi tumpuan, sehingga sering terjadi kontradiksi berbagai kepentingan sosial, ekonomi, keamanan dan gangguan lingkungan. Kawasan pantai utara Serang merupakan daerah yang mempunyai pertumbuhan yang sangat pesat antara lain industri, pertambakan, pelabuhan, pertanian, pemukiman dan konservasi. Jenis udang yang dibudidayakan disini adalah udang windu atau Tiger Prawn (Penaeus monodon) dan Udang Vaname (Litopenaeus vaname ). Produksi udang di kawasan ini berfluktuatif dan sejak tahun 2005 cenderung terus menurun. Namun demikian tahun 2014 terjadi trend naik karena perbaikan sarana dan prasarana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi saat ini (existing), kesesuaian lahan, daya dukung, kelembagaan kawasan, merancang bangun peneglolaan budidaya udang. Penelitian kesesuaian lahan bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan budidaya udang. Parameter yang diukur adalah (1). Kualitas air meliputi pH air, suhu, salinitas, kelarutan Oksigen (DO), BOD

5,

COD, TSS, Ammonia (NH ), Fe, pasang surut. (2). Kualitas tanah meliputi pH tanah, tekstur tanah, potensial redoks, KTK, unsur hara (K,Ca, Mg, Fe), kemiringan lahan dan elevasi. (3) Pendukung (infrastruktur) budidaya udang terdiri dari ketersediaan jalan dan listrik, jarak dari laut, sungai dan curah hujan. Metoda yang digunakan adalah pembobotan dan skoring (weight linier combination). Untuk menentukan skala prioritas dilakukan pembobotan dengan metode perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Hasil penelitian menunjukkan luas total 5.028,3 ha dan dibagi dalam dua kelas yaitu sangat sesuai (S1) sebesar 141,7 ha (2,8 %); sesuai (S2) sebesar 4.886,6 ha (97,2 %). Penelitian daya dukung bertujuan untuk menilai daya dukung kawasan. Metoda penelitian menggunakan dua pendekatan analisis, yaitu: metode pembobotan kesesuaian lahan dan metode ketersediaan air. Hasil analisis menunjukkan kawasan Teluk Banten dapat diterapkan untuk teknologi budidaya tradisional seluas 4.173,5 ha (83 %), semi intensif 698,93 ha (13,9) dan intensif 155,87 ha (3,1%). Sedangkan potensi produksi budidaya udang dengan kondisi saat ini dapat mencapai 12.341,46 ton/tahun.

Kelembagaan merupakan unsur penting dalam pengelolaan tambak, tidak hanya berpengaruh terhadap efisiensi dan efektifitas, tetapi juga kebelanjutannya. Penelitian kelembagaan bertujuan untuk merancang model kelembagaan yang mendukung keberlanjutan kawasan tambak budidaya udang di pesisir Teluk Banten. Metoda yang digunakan adalah Interpretative Structural Modeling


(5)

program, kendala utama dan lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program. Hasil analisis menunjukan penyediaan sarana dan prasarana, SDM yang unggul dan pemanfaatan lahan yang seimbang merupakan elemen kunci pada tujuan program. Sub elemen ini mempunyai peran besar terhadap tujuan program. Sektor masyarakat yang berpengaruh adalah pertanian dan transportasi laut. Pada kebutuhan program yang diperlukan sub elemen yang mempunyai peran besar adalah infrastruktur yang memadai, permodalan yang tersedia, pemasaran, teknologi yang inovatif dan menguntungkan. Kendala dalam pengelolaan kawasan tambak yang berkelanjutan adalah penegakan regulasi masih rendah, kerjasam antar sektor masih rendah, saluran air belum memadai, konstruksi dan tata letak petakan masih sederhana, infrastruktur masih terbatas. Sedangkan lembaga yang mempunyai peranan besar terhadap kawasan budidaya udang di pesisir Teluk Banten adalah perguruan tinggi dan lembaga penelitian.

Merancang model pengelolaan kawasan menggunakan model dinamik dengan aplikasi powersim. Keberlanjutan kawasan digunakan output–input, diagram balok (black box), simpang causal dan skenario model. Diagram permodelan terdiri dari model produksi, daya dukung dan kesesuaian lahan. Analisa simpang kausal (causal loope) terdiri dari tiga bidang yaitu kesesuaian lahan, produksi dan daya dukung. Hubungan ini sangat erat sehingga berubahnya satu parameter ini akan merubah parameter yang lain. Permodelan dibuat tiga skenario yaitu pesimis (kondisi saat ini), moderat dan optimis. Dasar permodelan adalah hasil pengukuran penelitian yang terdiri dari kondisi eksisting, kesesuian lahan, daya dukung, kelembagaan, teknologi, kompetensi SDM. Peningkatan dari pesimis menjadi moderat pada tambak intensif dan semi intensif dicapai dengan meningkatkan sarana dan prasarana, teknologi, SDM dan modal sebesar 30 % dan skenario optimis dengan meningkatkan variabel ini sebesar 70 %. Hasil menunjukan setelah 20 tahun skenario moderat dapat meningkatkan produksi sebesar 59 % dan pada optimis dapat meningkatkan produksi sebesar 63 % dari konsisi eksisiting. Pada tambak semi intensif pada skenario moderat kenaikan produksi sebesar 38 % dan 64 % dari kondisi eksisting.

Untuk memudahkan dalam penilaian dan perencanaan kawasan budidaya udang dibangun aplikasi (software). Nama dari aplikasi ini adalah penilaian kawasan budidaya udang berkelanjutan (shrimp framing area management asssesment). Variabel yang digunakan membangun aplikasi ini terdiri dari kesesuaian lahan yang terdiri dari kualitas air, kualitas tanah dan pendukung (infrastruktur) serta variabel daya dukung, kelembagaan dan sosial. Kesimpulan yang diperoleh pada aplikasi ini adalah kawasan lahan dengan kriteria sangat layak, layak, kurang layak dan tidak layak. Tindak lanjut dari hasil assesment dapat digunakan bahan referensi evaluasi dan perencanaan serta implementasi membangun kawasan. Pada bagian akhir aplikasi tindak lanjut yang akan dilakukan untuk pengelolaan kawasan yang berkelanjutan. Hasil tersebut ditindak lanjuti sesuai kesimpulan untuk menghasilkan pengelolaan kawasan keberlanjutan.


(6)

Management in the Coastal of Banten Bay. Supervised by DANIEL DJOKO SETIYANTO, R. SJARIEF WIDJAJA, KHOLIL and WIDIATMAKA.

The fishponds area in the coastal of Banten Bay has been stipulated

according to RUTR, starts from Banten village with a coordinate of 05°57ˊ13˝ S 106°6ˊ6˝ E until Ciujung river in Tengkurak village on 05°57ˊ48˝ S 106°21ˊ26˝ E. Inappropriate shrimp farming will result in inefficient and ineffective in operations. The development in coastal area is more rapid than other mainlands. There are various activities conducted, such as industrial, housing, ports and rapid population growth that result the coastal area to be a supporting area, so that there are many conflicts of interests in social, economic, security and environmental disruption. The northern coastal area of Serang is an area that has a very rapid growth in some fields, such as industry, aquaculture, port, agriculture, housing and conservation. The kind of shrimp cultivated here are Tiger Prawn (Penaeus monodon) and Vaname Shrimp (Litopenaeus vaname). Shrimp production in this area that is fluctuated since 2005 is likely to continue to decline. However, there was a rising trend in 2014 occurred due to the improved facilities and infrastructures.

The purpose of this research is to find out the existing condition, land suitability, carrying capacity, institutional of the area, management design of shrimp farming. The purpose of land suitability research is to evaluate the land suitability for shrimp farming. The parameters measured were (1) water quality, including water pH, salinity, Dissolved Oxygen (DO), BOD

5, COD, TSS,

Ammonia (NH4), Fe, ebb and flow. (2) Soil quality, including soil pH, texture, redox potential, KTK, nutrient (K,Ca, Mg, Fe), land slope and elevation, (3) Infrastructures of shrimp farming, including road and electricity availability, sea distance, river, and rainfall. The methods used were weight linier combination. In order to decide the priority scale, the weight was conducting by using pairwise comparisons method. The results showed that the total area of 5.028,3 ha is classified into 2 classes, they are very suitable (S1) for 141,7 ha (2,8 %) and suitable (S2) for 4.886,6 ha (97,2 %). The purpose of carrying capacity research is to assess the carrying capacity of the area. There were 2 methods of analysis approach used, they were land suitability weight and water availability methods. The results analysis based on carrying capacity showed that the fishponds area in Banten Bay is 5.028,3 ha, of which 141,7 Ha (2,8 %) is very suitable and 4.886,6 ha (97,2 %) is suitable for shrimp farming. The implementation of traditional farming for 4.173,5 ha (83 %), semi-intensive for 698,93 ha (13,9) and intensive for 155,87 ha (3,1%). Meanwhile, the potential for shrimp farming production in the existing condition can reach 12.341,46 tonnes/year.

The institutional is an important element of farming management. It is not only affecting the efficiency and effectiveness but also the sustainability. The purpose of institutional research is to design the institutional model that supports the sustainability of shrimp farming area in the coastal of Banten Bay. The method used is Interpretative Structural Modeling (ISM). The data collection methods used are survey, laboratory test, interview and focus group discussion


(7)

analysis showed the provision of facilities and infrastructure, superior human resources and balanced land use is a key element in the program's objectives. Sub this element has a major role to the program objectives. Influential sectors of society that are agricultural and marine transportation. In the program needs the necessary sub elements that have a large role is adequate infrastructure, capital available, marketing, technology innovative and profitable. Obstacles in the pond area of sustainable management is still poor enforcement of regulations, research agreement between sectors is still low, inadequate drains, construction and lay out ponds is still simple, the infrastructure is still limited. While the institutions have a major role to the shrimp farming area in the Gulf coast of Banten are universities and research institutes.

The design of areal management model used the dynamic model with application powersim. Sustainability used output-input area, a block diagram (black box), the intersection of causal and scenario models. Modeling diagram consists of the production model, carrying capacity and suitability of land. Analysis intersection causal (causal loope) consists of three areas: land suitability, production and carrying capacity. This relationship is so close that the change of one parameer this will change other parameters. Modeling made three scenarios ie pessimistic (at present), moderate and optimistic. Basic modeling is the measurement results of research that consists of the existing condition, land suitability, carrying capacity, institutional, technological, human resource competencies. An increase of pessimism to be moderate in intensive and semi-intensive pond is achieved by improving infrastructure, technology, human resources and capital by 30% and an optimistic scenario with increasing this variable by 70%. The results showed after 20 years of moderate scenario could increase production by 59% and on optimistic to increase production by 63% from konsisi eksisiting. In the semi-intensive pond in the moderate scenario the increase in production by 38% and 64% of the existing condition.

To facilitate the assessment and planning of shrimp cultivation areas built applications (software). The name of this application is a regional assessment of sustainable shrimp aquaculture (shrimp framing asssesment management area). The variables used to build this application consists of the suitability of land consisting of water quality, soil quality and support (infrastructure), carrying capacity, institutional and social. The conclusion in this application is the area of land with the criteria very worthy, worthy, less feasible and not feasible with the description of the land according to the feasibility level. The conclusion in this application is the area of land with the criteria very worthy, worthy, less worthy and unworthy. Follow-up of the results of the assessment can be used reference materials evaluation and planning and implementation of building the region. At the end of the follow-up application will be made for the sustainable management of the region. The results followed the appropriate conclusion to produce a sustainability area management.


(8)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2016

Hak cipta dilindungi undang

undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB.

Dilarang mencantumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya ilmiah dalam bentuk apa pun tanpa ijin IPB.


(9)

TELUK BANTEN

MOCHAMMAD FARKAN

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016


(10)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Eddy Supriyono,M.Sc.

2. Dr- Ing Ir. Widodo Setiyo Pranowo, M.Sc,

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Eddy Supriyono,M.Sc.


(11)

Nrp :P062120234

DisetLrjui Oleh

Komisi Pembimbing

J

Ketua

Dr.Ir. Widiatrnaka. DEA

Anggota

Diketahui Oleh Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumber daya Alam

Dan Lingkungan

Prof Dr. lr. Cecep Kusman4 MS

Tanggal Ujian Tertutr-rp : I 3 Agustus 201 6 Tanggal Ujian Terbuka : 26 Agustus 2016

flr.

R.

w

x Ph.D

Anggota

Angg

I

Pascasarjana

iK,e"-..\.

,.-'6:

F

o-1 n+

;

ao

o z

4

yah, M.Sc.Agr

Ta';rggalLulus,

2

3

AUG 2016

FRINA

--20

.i

\

K


(12)

Judul Disertasi : Model Pengelolaan Kawasan Budidaya Udang Berkelanjutan di Pesisir Teluk Banten.

Nama : Mochammad Farkan Nrp : P062120234

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Daniel Djokosetiyanto, DEA Prof.Ir. R. Sjarief Widjaja, Ph.D, FRINA

Ketua Anggota

Dr.Ir. Widiatmaka, DEA Prof. Dr.Ir. Kholil, M.Kom

Anggota Anggota

Diketahui Oleh Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumber daya Alam Dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana Program Doktor

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian Tertutup : 13 Agustus 2016 Tanggal Lulus : Tanggal Ujian Terbuka : 26 Agustus 2016


(13)

(14)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmatNya, penulisan disertasi yang berjudul Model Pengelolaan Kawasan Budidaya Udang Berkelanjutan di Pesisir Teluk Banten dapat diselesaikan. Penelitian ini dilakukan mulai Maret sampai dengan Desember 2015. Terimakasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya, kami sampaikan kepada Para Komisi Pembimbing atas arahan dan bimbingan dalam penulisan disertasi ini yaitu Bapak Prof.Dr.Ir. Daniel Djokosetiyanto, DEA, Bapak Prof.Ir. R. Sjarief Widjaja, Ph.D,FRINA; Bapak Dr.Ir. Widiatmaka, DEA; Bapak Prof. Dr.Ir. Kholil, M.Kom. Terimakasih kepada penguji luar komisi atas arahannya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS; Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono,M.Sc.; Bapak Dr. Ing. Ir. Widodo Setiyo Pranowo, M.Sc, Ibu Dr. Ir. Lina Karlinasari, MS; Dr. Ir. Saiful Anwar, MSc. Kepada Direktur Pasca Sarjana Bapak. Dr. Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Kepada Ketua Program Studi PSL Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. beserta staf.

Atas segala bantuannya penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof.Sjarief Widaja Ph.D Frina, Dr Suseno Sukoyono, Ir Rifky Effendy sebagai Kepala Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan. Bapak Ir. Balok Budiyanto,MM; Dr. Santoso, Drs. Mulyoto MM selaku Kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan. Pimpinan dan Staf BAPPL-STP Serang. Bapak Sinung Raharjo, M.Si, Suharyadi Api, M.Si, Margono APi, Erni Marlina Spi, M.Si, staf Dosen BAPPL-STP dan Pengelola Tambak. Para Taruna/i Sekolah Tinggi Perikanan. Bapak Ir. Irawan Noor M.Si Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang. Pimpinan dan Staf Laboratorium Lingkungan Hidup Kabupaten Serang. Bapak Ir. Budi Mulyono M.Si Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang. Bapak Ir. Suhardjo, M.Si Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan. Kepala dan Staf Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Serang. Kepala dan Staf Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. Kepala dan Staf BPS Kota Serang dan Kabupaten Serang. Kepala dan Staf BPS Provinsi Banten. Bapak, Dr. Wartono Hadi, Prof. Prof. Dr. Fatuchri Sukadi, Prof. Dr. I. Ketut Sugama Peneliti Kelautan dan Perikanan. Ir. Haliem Staf konsultan lingkungan. Ibu Nurhayati, SP. Staf Studi Pengembangan Sumberdaya Manusia IPB. Ketua dan Staf Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sahid Jakarta. Para Kepala Desa dan Camat pesisir Teluk Banten. Dr. Indarti Ketua Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Pakuan. Dr. Coco Kokarkin dan Maskur MSc. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP. Istri yaitu Ibu Hj. Atikah AmKeb, dan anak-anak yaitu Alif Frizqi F. Cendekia S.Ak, Friza Fika Adhia S.E, Moch Falih F Maulana. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian disertasi ini.

Semoga disertasi ini bermanfaat khusunya bagi pembangunan di Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraaan masyarakat.

Bogor, September 2016 Hormat kami Mochammad Farkan


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR xiii xv

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR LAMPIRAN xvii

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Kerangka Pemikiran 5

1.5 Kegunaan Penelitian 9

1.6 Kebaharuan (Novelty) 9

2 METODA PENELITIAN 11

2.1 Tempat dan Waktu Penelitian 11

2.2 Tahapan Penelitian 11

2.3 Metoda Pengumpulan Data 14

2.4 Metoda Analisis Data 14

3 KONDISI SAAT INI (EXISTING) KAWASAN BUDIDAYA UDANG

DI PESISIR TELUK BANTEN 16

3.1 Geografis 16

3.2 Pelabuhan 17

3.3 Kondisi Geofisik 17

3.4 Jenis Tanah 18

3.5 Tekstur Tanah 18

3.6 Klasifikasi Lahan 19

3.7 Hutan Bakau 19

3.8 Teknologi Budidaya 20

3.9 Sungai 21

3.10 Pasang Surut Air Laut 22

3.11 Kependudukan 24

3.12 Kualitas Sumber Daya Manusia 24

3.13 Pertumbuhan Industri 25

3.14 Iklim 26

3.15 Kondisi Umum Pertambakan 27

3.16 Produksi Perikanan Di Tambak Pesisir Teluk Banten 28 4 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA UDANG DI

PESISIR TELUK BANTEN INDONESIA

31

Abstrak 31

4.1 Pendahuluan 31

4.2 Metodologi Penelitian 32

4.3 Hasil Dan Pembahasan 40


(16)

5 ANALISIS DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA UDANG PESISIR TELUK BANTEN

69

Abstrak 69

5.1 Pendahuluan 69

5.2 Metodologi Penelitian 70

5.3 Hasil dan Pembahasan 71

5.4 Simpulan 76

6

MODEL KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN

BUDIDAYA UDANG DI PESISIR TELUK BANTEN

77

Abstrak 77

6.1 Pendahuluan 77

6.2 Metodologi Penelitian 78

6.3 Hasil dan Pembahasan 82

6.4 Simpulan 93

7

MERANCANG BANGUN PENGELOLAAN KAWASAN

BUDIDAYA UDANG BERKELANJUTAN

94

Abstrak 94

7.1 Pendahuluan 94

7.2 Metoda Penelitian 95

7.3 Hasil dan Pembahasan 98

7.4 Simpulan 111

8 PEMBAHASAN UMUM 112

8.1 Permodelan Pengelolaan Kawasan Budidaya Udang 112 8.2 Pembuatan Berbasis MS Excel Aplikasi Penilaian Pengelolaan

Kawasan Budidaya Udang Yang Berkelanjutan

118 8.3 Simulasi Penerapan Pembuatan Aplikasi Penilaian Kawasan

Budidaya Udang Berkelanjutan

132

9 KESIMPULAN DAN SARAN 143

9.1 Kesimpulan 143

9.2 Saran 143

DAFTAR PUSTAKA


(17)

DAFTAR TABEL

2.1 Data, teknik analisis dan output mencapai tujuan penelitian 14 3.1 Luas kecamatan di pesisir Teluk Banten 16 3.2 Tutupan Lahan di Pesisir Teluk Banten Tahun 2010 20 3.3 Sungai dan debit alirannya yang bermuara di Teluk Banten 22 3.4 Perkiraan pasut di Karangantu, Banten tahun 2015 23 3.5 Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Serang dan Kota

Serang Tahun 2005-2010

24 3.6 Perkembangan Jumlah Penduduk di Kecamatan Pesisir Teluk

Banten Tahun 2005-2010

25 3.7 Curah hujan (mm) di Utara Serang tahun 2013 26 3.8 Suhu (°C) udara di Kabupaten Serang tahun 2013 27 3.9 Jumlah Produksi Perikanan di Kabupaten Serang Tahun

2005-2009 (Ton)

28

3.10 Produksi udang di Pesisir Teluk Banten (ton) tahun 2005 – 2014 29 3.11 Produksi perikanan budidaya tambak di Pesisir Teluk Banten

(ton) tahun 2005-2014

30 4.1 Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian 34 4.2 Teknik dan alat pengukuran paremeter fisika, kimia (SNI 01-

7246-2006 tentang produksi udang vaname)

36

4.3 Lokasi pengukuran kualitas air 36

4.4 Kriteria kualitas air, kualitas tanah dan pendukung untuk budidaya tambak udang

37 4.5 Tolak ukur dan kategori daya dukung pertambakan 39

4.6 Kriteria lokasi penilaian lahan 39

4.7 Kualitas air DAS di kabupaten Serang, Banten tahun 2005 dan 2008

40 4.8 Rekapitulasi kisaran hasil pengukuran parameter kualitas air 40 4.9 Rekapitulasi hasil pengukuran kualitas air tambak 43 4.10 Kriteria Nilai dan pendapat kualitatif 45 4.11 Rekapitulasi hasil pengukuran parameter kualitas tanah 46 4.12 Perbandingan berpasangan Parameter kualitas tanah untuk

pemeliharaan budidaya udang

46

4.13 Matrik perbandingan berpasangan parameter kualitas air 48 4.14 Hasil penilaian kualitas air tambak 49 4.15 Luas lahan yang didasarkan pada kualitas air dan prosentase

kesesuaian lahan untuk budidaya udang di tambak

50 4.16 Hasil pengukuran kualitas tanah di Pesisir Teluk Banten 51 4.17 Parameter kualitas tanah untuk pemeliharaan budidaya udang 47 4.18 Luas kesesuaian lahan budidaya udang di tambak yang

didasarkan pada kualitas tanah

55 4.19 Hasil penilaian bobot kualitas tanah di Pesisir Teluk Banten 56 4.20 Rekapitulasi hasil pengukuran pendukung budidaya udang di

tambak


(18)

4.21 Perbandingan berpasangan faktor pendukung 58 4.22 Hasil penilaian pendukung budidaya udang di tambak 59 4.23 Luas kesesuaian lahan budidaya udang di tambak lahan yang

didasarkan pada pendukung

60 4.24 Perbandingan berpasangan Parameter kualitas air, tanah dan

pendukung budidaya udang

60

4.25 Hasil Penilaian kesesuaian tambak berdasarkan titik pengamatan di Pesisir Teluk Banten

60

4.26 Luas kesesuaian lahan budidaya udang di tambak yang didasarkan pada perbandingan kualitas air, kualitas tanah dan pendukung

61

4.27 Rekapitulasi luasan kelas kesesuaian lahan untuk tambak udang di Teluk Banten

62

4.28 Penghitungan konsistensi ratio (CR) 63

5.1 Produktivitas Tambak udang di pesisir Teluk Banten 74 6.1 Analisis kebutuhan pemangku kepentingan yang berpartisipasi

pada pengelolaan budidaya udang di tambak yang berkelanjutan

80 6.2 Tujuan program yang ingin dicapai kawasan budidaya udang

berkelanjutan di pesisir Teluk Banten

82 6.3 Hasil reachability matrix final elemen tujuan program

pengelolaan kawasan budidaya udang berkelanjutan di Pesisir Teluk Banten

83

6.4 Elemen yang berpengaruh terhadap sektor masyarakat 85 6.5 Hasil reachability matrix final elemen hubungan sektor

masyarakat

85

6.6 Elemen kebutuhan program 86

6.7 Hasil reachability matrix final elemen kebutuhan program yang diperlukan

86 6.8 Lembaga yang berperan pada kawasan budidaya udang

berkelanjutan di persisir Teluk Banten

88 6.9 Hasil reachability matrix final elemen lembaga dalam

pengelolaan kawasan budidaya udang berkelanjutan di pesisir Teluk Banten

89

6.10 Kendala – kendala untuk mencapai tujuan dan kebutuhan program

90 6.11 Hasil reachability matrix final elemen kendala dalam pengelolaan

kawasan budidaya udang berkelanjutan di pesisir Teluk Banten

91 7 .1 Skenario perkembangan variabel tambak intensif 100 7.2 Hasil simulasi produksi tambak intensif skenario pesimis (intensif

2), moderat (intensif ) dan optimis (intensif 1).

100

7.3 Daya Dukung Lahan Tambak (satuan %) 105

7.4 Produksi skenario tambak semi intensif pesimis (eksisting), moderat dan optimis

108 7.5 Perkembangan Luas Lahan Kawasan Budidaya Udang di Pesisir

Teluk Banten selama 20 tahun


(19)

8.1 Luas pengelolaan kawasan barat, tengah dan timur 118 8.2 Kriteria standar kualitas air, kualitas tanah dan pendukung 119 8.3 perbandingan berpasangan parameter kualitas air 120 8.4 Matriks perbandingan berpasangan Parameter kualitas air 120 8.5

8.6

perbandingan berpasangan parameter kualitas tanah

Matriks Perbandingan berpasangan Parameter Kualitas Tanah

121 121 8.7 Perbandingan berpasangan pendukung (infrastruktur) 121 8.8 Matrik perbandingan berpasangan faktor pendukung 122 8.9 Perbandingan berpasangan parameter kualitas air, tanah dan

pendukung

122 8.10 Nilai kawasan tambak budidaya udang dengan indikator

kesesuaian lokasi

122 8.11 Penilaian kriteria pembobotan berpasangan kualitas air, tanah dan

infrastruktur

122

8.12 Kriteria daya dukung lahan 123

8.13 Kriteria dan deskripsi lokasi berdasarkan daya dukung 123 8.14 Kriteria Kelembagaan Budidaya udang 124 8.15 Perbandingan berpasangan parameter tata kerja 125 8.16 Matrik perbandingan berpasangan parameter tata kerja 125 8.17 Perbandingan berpasangan organisasi 125 8.18 Matrik Perbandingan berpasangan organisasi 125

8.19 Perbandingan berpasangan SDM 126

8.20 Matrik Perbandingan berpasangan SDM 126

8.21 Perbandingan berpasangan sosial 126

8.22 Kelembagaan pemeliharaan budidaya udang 126 8.23 Kriteria Kelembagaan dalam pengelolaan kawasan budidaya 126

8.24 Kriteria Sosial Budidaya udang 127

8.25 Matrik perbandingan berpasangan indikator keamanan 129 8.26 Matrik perbandingan berpasangan keamanan 129 8.27 Matrik perbandingan berpasangan parameter budaya 129 8.28 Matrik perbandingan berpasangan budaya 129 8.29 Matrik perbandingan berpasangan dukungan stake holder 130 8.30 Perbandingan berpasangan dukungan stake holders 130 8.31 Perbandingan berpasangan keamanan, Budaya, dukungan stake

holders

130 8.32 Nilai perbandingan berpasangan keamanan, Budaya, dukungan

stake holders

130 8.33 Kriteria sosial dalam penyelenggaraan budidaya 130 8.34 Tabel hasil pengukuran kesesuian lahan, daya dukung,

kelembagaan dan sosial

131 8.35 Kriteria berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan, daya

dukung, kelembagaan dan keamanan

131 8.36 Rekapitulasi kisaran hasil pengukuran paremeter kualitas air 132 8.37 Matrik perbandingan berpasangan parameter kualitas air 133


(20)

8.38 Rekapitulasi hasil pengukuran parameter kualitas tanah 133 8.39 Perbandingan berpasangan Parameter kualitas tanah 134 8.40 Rekapitulasi hasil pengukuran pendukung budidaya udang di

tambak

134 8.41 Perbandingan berpasangan faktor pendukung 135 8.42 Hasil Penilaian kesesuaian tambak berdasarkan titik pengamatan

di Pesisir Teluk Banten

135 8.43 Penilaian kriteria pembobotan berpasangan kualitas air, tanah dan

infrastruktur

135

8.44 Kriteria daya dukung lahan 136

8.45 Kriteria dan deskripsi lokasi berdasarkan daya dukung 136

8.46 Hasil pengukuran kelembagaan 137

8.47 Matrik perbandingan berpasangan parameter tata kerja 138

8.48 Perbandingan berpasangan organisasi 138

8.49 pembandingan berpasangan SDM 138

8.50 Kelembagaan pemeliharaan budidaya udang 138

8.51 Kriteria sosial budidaya udang 139

8.52 Matrik perbandingan berpasangan keamanan 139 8.53 Matrik perbandingan berpasangan budaya 140 8.54 Perbandingan berpasangan dukungan stake holders 140 8.55 Perbandingan berpasangan keamanan, budaya, dukungan

stakeholder

140

8.56 Nilai perbandingan berpasangan keamanan, budaya, dukungan, stakeholder

140 8.57 Kriteria sosial dalam penyelenggaraan budidaya 140 8.58 Hasil pengukuran kesesuaian lahan, daya dukung, kelembagaan

dan sosial

141 8.59 Kriteria berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan, daya

dukung, kelembagaan dan keamanan


(21)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Skema perumusan masalah penelitian 7

1.2 Kerangka pemikiran penelitian 10

2.1 Peta lokasi penelitian pertambakan Pesisir Teluk Banten 12 2.2 Skema tahapan penelitian pengelolaan kawasan budidaya udang

di tambak berkelanjutan

13 2.3 Bagan alir tahapan analisa pengelolaan kawasan budidaya

udang

15 3.1 Pelabuhan Perikanan Samudra Karangantu 17 3.2 Pertambakan dan hutan mangrove disisi Barat Pelabuhan

Karangantu

20 3.3 Petakan budidaya udang dengan teknologi intensif di pesisir

Teluk Banten

21 3.4 Grafik curah hujan (mm) di Utara Serang tahun 2013 26 3.5 Grafik suhu (°C) udara di Kabupaten Serang tahun 2013 27 3.6 Pertambakan di sebelah timur Pelabuhan Karangantu 28 3.7 Grafik produksi udang di pesisir Teluk Banten 30 4.1 Bagan alir analisa kesesuaian lahan untuk tambak 35 4.2 Lokasi penelitian dan penyebaran titik pengamatan kualitas

tanah, air dan pendukung budidaya udang

37 4.3 Peta kesesuaian lahan berdasarkan parameter kualitas air 64 4.4 Peta kesesuaian lahan berdasarkan parameter pendukung 65 4.5 Peta kesesuaian lahan berdasarkan parameter kualitas tanah 66 4.6 Peta kesesuaian lahan kawasan tambak di pesisir Teluk Banten 67 5.1 Garis lurus dari pantai sampai titik ketinggian air 1 m saat surut

terendah

72

5.2 Bangun bidang pengukuran di laut 72

5.3 Peta tingkat intensitifitas lahan tambak di pesisir Teluk Banten 75 6.1 Skema merancang model kelembagaan pengelolaan kawasan

budidaya udang berkelanjutan

79 6.2 Hubungan antar elemen untuk mencapai tujuan kawasan

budidaya udang berkelanjutan di pesisir Teluk Banten

82 6.3 Matriks Driver Power dan Dependence untuk elemen tujuan

yang ingin dicapai

83 6.4 Skema Interpretasi mencapai tujuan program 84 6.5 Matriks driver power dan dependence untuk elemen sektor

masyarakat

85 6.6 Interpretasi sektor masyarakat yang berpengaruh 86 6.7 Matriks driver power dan dependence untuk elemen kebutuhan

program

87

6.8 Skema intepretasi kebutuhan program 88

6.9 Matriks driver power dan dependence untuk elemen lembaga yang terlibat

89 6.10 Skema intepretasi lembaga yang berperan dalam pengelolaan 90


(22)

tambak yang berkelanjutan

6.11 Matriks driver power dan dependence untuk elemen lembaga yang berperan

91 6.12 Skema intepretasi elemen kendala dalam pengelolaan kawasan

tambak yang berkelanjutan

93 7.1 Diagram Input Output model pengelolaan kawasan budidaya

tambak udang berkelanjutan di Teluk Banten

96 7.2 Diagram alir skema analisa model pengelolaan kawasan

budidaya udang yang berkelanjutan

97 7.3 Skema hubungan antar submodel pengelolaan kawasan tambak 98

7.4 Hubungan simpang kausal antar variabel yang mempengaruhi keberlanjutan kawasan budidaya udang

99 7.5 Grafik sekenario produksi tambak udang intensif di pesisir Teluk

Banten

101 7.6 Model skenario tambak budidaya udang intensif di pesisir Teluk

Banten

103 7.7 Grafik kualitas air model skenario tambak budidaya udang mulai

tahun 2015 – 2035.

104 7.8 Grafik daya dukung tambak intensif (satuan %) mulai tahun

2015-2035

104 7.9 Model skenario tambak budidaya udang semi intensif di pesisir

Teluk Banten

106 7.10 Grafik produksi tambak skenario tambak semi intensif pesimis,

moderat dan optimis

107

7.11 Model Skenario tambak budidaya udang tradisional 109 8.1 Wilayah dan kegiatan pengelolaan kawasan budidaya udang di

Teluk Banten


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta administrasi Kabupaten Serang 151

2 Peta tata ruang Kabupaten Serang (Pemda Kab. Serang, 2011) 152 3 Peta administrasi Kota Serang (BPS Kota Serang, 2014) 153 4 Peta Provinsi Banten (BPS Prov. Banten,2014) 154 5 Persyaratan kualitas air pasok budidaya udang 155 6 Parameter kualitas air petak tandon budidaya udang 155 7 Parameter kualitas air pemeliharaan budidaya udang 156 8 Hasil pengukuran kualitas air di pertambakan Pesisir Teluk

Banten

157 9 Hasil pengukuran kualitas tanah di Pesisir Teluk Banten 159 10 Peta geologi Kabupaten Serang (Pemda Kab. Serang, 2011) 160 11 Peta cekungan air tanah di kabupaten Serang Pemda Kab. Serang,

2011)

161 12 Peta jenis tanah di kabupaten Serang (Pemda Kab. Serang, 2011) 162 13 Peta Penutupan lahan di Kabupaten Serang (Pemda Kab. Serang,

2011).

163 14 Peta aliran sungai yang bermuara di Teluk Banten (Pemda Kab.

Serang,2011)

164 15 Bagan alir pembuatan aplikasi penilaian pengelolaan kawasan

budidaya udang berkelanjutan

165 16 Petunjuk penggunaan aplikasi asessment pengelolaan kawasan

budidaya udang berkelanjutan di pesisir Teluk Banten

170


(24)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) dengan jumlah pulau 17.504 buah, panjang pantai 104.000 km, luas wilayah laut territorial 0,28 juta km2, 2.981.211 km² ZEEI dan 279.322 km² laut 12 mil (KKP 2013). Panjang pantai mencerminkan wilayah pesisir yang luas. Wilayah pesisir merupakan tempat keanekaragaman hayati (biodiversitas) dan pertumbuhan ekonomi antara lain pertambakan, pariwisata, pertambangan, industri, pelabuhan, aktivitas ekonomi, jasa dan pertumbuhan penduduk, sehingga sering terjadi kontradiksi dari berbagai kepentingan.

Pada perkembangannya, pembangunan di kawasan pesisir lebih pesat dibandingkan pembangunan di wilayah daratan lainnya. Pertambahan penduduk, industri, transportasi dan sektor lainnya yang memanfaatkan sumberdaya alam yang terbatas mengakibatkan pergeseran pemanfaatan lahan yang berdampak negatif terhadap lingkungan secara ekologi, sosial, ekonomi, dan keamanan (Kholil, Komala 2015). Konflik sosial, kepentingan ekonomi, keamanan dan bahkan eksploitasi sumberdaya alam di daerah hulu sungai dapat menjadikan kemunduran atau degradasi sumberdaya alam di pesisir. Pertambahan penduduk dari kelahiran dan urban, dengan sumberdaya alam yang terbatas mengakibatkan pergeseran pemanfaatan lahan yang berdampak negatif terhadap lingkungan secara ekologi, sosial, ekonomi, budidaya perikanan dan keamanan.

Kawasan pantai utara Kabupaten Serang merupakan daerah yang mempunyai pertumbuhan sangat pesat dengan adanya, pembangunan industri, usaha, pertambakan, nelayan, pelabuhan, pertanian, pemukiman dan berbagai kegiatan lainnya. Sebagian kawasan ini adalah kawasan pesisir Teluk Banten yang juga memiliki peranan sangat strategis karena berfungsi sebagai penyangga ekosistem perairan dan penghasil udang di Indonesia. Tekanan ekologi di kawasan ini sangat besar karena merupakan tempat bermuaranya beberapa sungai besar yaitu Sungai Ciujung, Cibanten, Cikamayung, Ciujung Rawa, Cisadane, Sawah Luhur, yang mempunyai hulu di seluruh kabupaten dan kota Provinsi Banten. Sungai ini membawa segala macam bentuk bahan yang larut atau tidak larut dalam air. Sebagai contoh Sungai Ciujung, aliran airnya melewati Kabupaten Bogor, Lebak, Pandeglang, Kabupaten dan Kota Serang. Bahan pencemar yang masuk ke Sungai Ciujung berasal dari industri, domestik, pertanian dan peternakan (Hindriani 2013). Teluk Banten juga menerima limbah industri, perumahan dan aktivitas lainnya di wilayah pesisir kawasan barat, timur dan tengah. Pada musim hujan terlihat perairan yang berwarna kuning sebagai indikasi bahwa telah terjadi penebangan hutan di kawasan hulu. Beberapa industri dan kepentingan domestik di sekitar kawasan iniyang menjadikan Teluk Banten sebagai tumpuan antara lain industri pengolahan gula (raw sugar), industri perkapalan, pengolahan minyak, pembangkit listrik tenaga uap, pengolahan pulp, Pelabuhan Internasional Bojonegara (PIB) dan pengerukan pasir laut. Demikian juga pembangunan infrastruktur di wilayah barat dan timur Teluk Banten yang tidak berdasarkan kharakteristik alam seperti pola arus air laut, topografi pantai, hubungan sungai yang bermuara di Teluk Banten dan pesisir menyebabkan abrasi, dan penimbunan pantai, pengendapan pencemaran yang


(25)

memperparah kerusakan lingkungan pesisir Teluk Banten.

Wilayah pesisir merupakan tempat produksi sumberdaya pangan pertanian dan perikanan. Demikian juga di wilayah pesisir Teluk banten, yang digunakan untuk budidaya berbagai jenis ikan, rumput laut, udang dengan berbagai level teknologi. Udang salah satu komoditas unggulan budidaya air payau di wilayah pesisir. Jenis udang yang banyak dibudidayakan saat ini adalah udang windu atau Tiger Prawn (Penaeus monodon) dan Udang Vaname (Litopenaeus vaname). Masuknya varietas ini dikarenakan para pembudidaya udang windu banyak mengalami gagal panen akibat penyakit. Permintaan pasar domestik maupun internasional untuk udang semakin meningkat, hal ini terlihat dari semua produksi udang terserap pasar. Potensi budidaya air payau (tambak) di wilayah pesisir seluas 1,3 juta ha (KKP 2012). Berdasarkan data DJPB (2014), produksi udang windu, putih, vaname dan udang lainnya tahun 2004 adalah sebesar 238.567 ton, sementara produksi pada tahun 2013 sebesar 590.258 ton atau naik 247 %. Saat ini produksi udang di Indonesia masih belum mencapai target yang telah ditetapkan meskipun mengalami kenaikan. Sedangkan produksi pada masing – masing provinsi cukup berbeda. Produksi budidaya udang windu di Provinsi Banten tahun 2003 sebesar 938 ton dan tahun 2012 sebesar 294 ton. Udang putih sebesar 819 ton dan tahun 2012 sebesar 444 ton. Udang vaname tahun 2003 sebesar 0 ton dan tahun 2012 sebesar 294 ton. Jadi produksi udang total provinsi Banten tahun 2003 sebesar 1.757 ton dan tahun 2012 sebesar 1032 ton (DJPB 2013).

Pada tahun 1987 jumlah industri yang dibangun di kawasan ini hanya 20 buah, tetapi saat ini sudah mencapai lebih dari 130 buah. Penduduk kawasan utara Serang yang terdiri dari 5 kecamatan sebanyak 130.000 jiwa, saat ini mejadi 250.000 jiwa. Luas budidaya tambak pada tahun 1987 sekitar 8.050 ha dan pada tahun 2015 luas tambak adalah 5.028,3 ha. Namun pada tahun 2015 lahan yang digunakan untuk budidaya udang hanya 90 ha. Areal pertambakan pesisir Teluk Banten telah berkurang terutama di bagian barat kawasan yang beralih fungsi menjadi pelabuhan, indutri, pembangkit listrik, dan aktivitas lainya. Tercatat lebih dari 351 industri yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak bagi kawasan pesisir Teluk Banten. Penurunan luas areal pertambakan bagi usaha budidaya perikanan di kawasan Teluk Banten disebabkan karena produksi yang terus menurun. Produksi yang terus menurun disebabkan oleh penurunan kualitas lingkungan, sosial dan budaya. Penurunan produksi tersebut telah menyebabkan devisa yang hilang ditaksir senilai 487,2 milyar rupiah. Kerugian ini belum termasuk hilangnya multiplier effect dari kegiatan budidaya udang di Teluk Banten (Farchan 2008).

Produksi budidaya udang mengalami penurunan akibat perubahan daya dukung dan kesesuaian lahan. Pada tahun 1992, luas areal budidaya udang sekitar 1.200 ha dan mampu berproduksi udang bisa sampai 6.000 ton/tahun, namun tahun 2015 hanya sekitar 90 ha yang dioperasikan budidaya udang dan pada tahun 2014 hasil 925,62 ton (DKP Prov Banten 2015). Indikator daya dukung kawasan lingkungan pertambakan budidaya udang diantaranya adalah kecenderungan perkembangan produksi dan luas lahan (Prasita et al. 2008). Hasil penelitian Supendi et al. (2014), pencemaran DAS Cibanten menyebabkan penurunan produksi tambak tradisonal di desa-desa sebesar 86-92%, dan penurunan produksi tambak sebesar 77-78%. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh penurunan


(26)

kualitas lingkungan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai kapasitas daya dukung kesesuaian lahannya. Praktek budidaya yang tidak memperhatikan keberlanjutan dan daya dukung merupakan pemicu kegagalan usaha budidaya (Ahmad 2006).

Lembaga yang menangani kawasan pesisir Teluk Banten dan lembaga yang mempunyai kontribusi kawasan ini terkesan belum ada berkoordinasi secara baik. Sebagai indikator diantaranya partisipasi masyarakat masih belum menyeluruh sehingga gangguan keamanan masih besar terutama tambak yang berbatasan dengan pemukiman. Perbaikan saluran dan prasarana jalan belum sesuai dengan daerah prioritas pembangunan kawasan pesisir. Implementasi dan pengawasan tata ruang pesisir belum dapat dilakukan dengan baik dan terlihat adanya pembangunan fisik di beberapa tempat yang berpotensi menurunkan kualitas lingkungan. Faktor yang mempengaruhi daya dukung dalam budidaya udang di tambak diantaranya penataan wilayah atau ruang pengembangan budidaya (Suparjo 2008). Penerapan teknologi budidaya udang dan kegiatan lain terkesan kurang mengikut sertakan lembaga yang mempunyai andil dalam pengelolaan sumberdaya Teluk Banten dan tidak ada koordinasi yang baik. Pengelolaan perikanan melibatkan banyak pihak, antara lain nelayan, pemerintah, lembaga/institusi, akademisi, pelaku perikanan (pedagang, pengolah ikan, pembudidaya) dan lain-lain (Andrianto et al. 2011). Untuk itu pengelolaan pesisir harus dilakukan secara komprehensif antar sektor dan pemangku kepentingan (stake holders).

Penurunan produksi dan lingkungan ini akan merugikan masyarakat sendiri terutama yang menggantungkan tambak sebagai mata pencaharian. Apabila dikembangkan dengan baik pengembangan pesisir sebagai perikanan budidaya mempunyai prospek yang cukup cerah, dapat memenuhi kebutuhan protein, sosial, ekonomi dan lapangan kerja (Hossain, Das 2010). Pengelolaan pesisir Teluk Banten dapat dimulai dari pengelolaan faktor keterbatasan menjadi unggulan. Sebagai contoh pemanfaatan pola arus Teluk Banten yang berhubungan dengan Selat Sunda dan terhubng Samudra Hindia, maka manajemen pembuangan limbah yang sudah diolah dan sesuai ambang batas lingkungan hidup, diatur pada saat pasang dan pola arus yang mengarah ke Samudara Hindia. Koordinasi antar pemangku kepentingan (stakeholders) menjadi penting untuk membangun bersama secara berkelanjutan. Permasalahan semakin komplek, dan dinamis, sehingga harus dicarikan solusi kebijakan pengelolaan yang keberlanjutan. Kendala yang terjadi sangat beragam karena akuakultur merupakan kegiatan yang mempunyai sistem sosial – ekologi, interaksi antar ekosistem komplek, namun menghasilkan ekonomi masa depan yang cerah (Schmitt, Brugere 2013). Pembangunan pesisir untuk perikanan harus dikelola dalam budidaya yang berkelanjutan. Akuakultur berkelanjutan adalah sistem teknologi produksi akuakultur yang dapat diadaptasikan, yang kelayakannya secara ekologi dan ekonomis berlangsung tak terbatas dan banyak menentukan adalah kemampuan para pembudidaya (Schmittou 2004). Pembangunan pesisir Teluk Banten harus memperhatikan komponen pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial (Munasighe 2003 dalam Alauddin 2010). Disamping aspek ekologi terdapat komponen sosial yang harus dikelola dengan baik. Variabel sosial yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur akuakultur berkelanjutan seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, partisipasi politik, dan


(27)

kemiskinan, (McDowell, Hess 2012). Akuakultur berkelanjutan ditandai dengan produksi optimum dengan mengelola kualitas air yaitu parameter fisika, kimia dan biologi (Bhatnagar, Devi 2013) dan perawatan kualitas tanah (Caipang et al. 2012).

Berdasarkan uraian diatas, untuk dapat memproduksi udang optimal dan berkelanjutan serta toleransi tinggi terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi, perlu adanya sinergitas antar varibel yang mempengaruhi untuk mencapai tujuan pengelolaan kawasan budidaya udang yang berkelanjutan. Untuk itu maka dilaksanakan penelitian tentang model pengelolaan kawasan budidaya udang berkelanjutan di Pesisir Teluk Banten.

1.2 Perumusan Masalah

Potensi perikanan budidaya di wilayah pesisir pada tahun 2010 adalah 9.587.577 ha yang terdiri dari potensi tambak seluas 1.224.076 ha dan potensi budidaya laut seluas 8.363.501 ha (KKP 2013). Pengembangan pesisir sebagai perikanan budidaya mempunyai prospek yang cukup cerah. Budidaya di kawasan ini dapat mencukupi kebutuhan protein, sosial, ekonomi dan lapangan kerja (Hossain, Das 2010). Pembangunan di kawasan pesisir lebih pesat dibandingkan di wilayah daratan lainnya, sehingga sering mengakibatkan kontradiktif berbagai kepentingan. Pembangunan di pesisir Teluk Banten untuk perindustrian, perikanan, pemukiman, pertanian, cagar alam, pelabuhan menyebabkan perubahan kualitas air, tanah dan lingkungan. Pertambahan penduduk, pertumbuhan industri, transportasi dan sektor lainnya yang memanfaatkan sumberdaya alam yang terbatas mengakibatkan pergeseran pemanfaatan lahan yang berdampak negatif terhadap lingkungan secara ekologi, sosial, ekonomi, dan keamanan (Kholil, Komala 2015).

Areal pertambakan di kawasan pesisir Teluk Banten terus berkurang akibat konversi menjadi kawasan industri, sehingga luas saat ini 5.028,3 ha. Pada tahun 1992, luas areal budidaya udang sekitar 1.200 ha dan mampu berproduksi tidak kurang dari 6.000 ton/tahun, namun tahun 2015 yang digunakan untuk budidaya udang hanya sekitar 90 ha. Kondisi ini disebabkan akibat penurunan kualitas lingkungan, sosial dan budaya. Demikian juga, abrasi di Pantai Karangantu, sebelum tahun 1992 terjadi penambahan pantai, namun saat ini sudah terjadi abrasi yang menghancurkan daratan dengan panjang lebih dari 5 km dan menggerus kearah tambak mencapai lebih dari 100 m. Dampaknya pada pertambakan pantai Karangantu sampai Pantai Grenyang telah terjadi pengikisan pantai 200.000 m² atau 20 ha. Cagar Alam Pulau Dua dan Pulau Satu juga mengalami degradasi pesisir dan penurunan biologi pantai (Farchan 2008). Untuk mewujudkan keberlanjutan tersebut, perlu adanya pengelolaan yang sesuai dengan potensi spesifik lokasi. Pemilihan lokasi adalah kunci suksesnya budidaya perikanan (Hossain et al. 2009).

Budidaya udang di tambak agar berkelanjutan harus diintegrasikan berbagai faktor yang mempengaruhi dan saling terkait satu sama lain seperti lingkungan, sosial dan ekonomi dengan berbagai unsur didalamnya (Soemarwoto 1994). Pada akhirnya manusialah yang menentukan berhasil atau gagal nya pembangunan. Untuk menghasilkan penelitian yang optimal telah dibuat skema rumusan masalah. Gambar 1.1 menjelaskan tentang skema rumusan masalah


(28)

penelitian. Berdasarkan perumusan masalah tersebut disusun pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian antara lain :

1. Bagaimana kondisi saat ini kawasan pertambakan di pesisir Teluk Banten ? 2. Apa persyaratan budidaya udang yang sesuai dengan lahan budidaya udang

yang ada di Pesisir Teluk Banten ?

3. Apakah aplikasi kapasitas produksi budidaya udang yang selama ini dilakukan dan yang diharapkan sesuai dengan daya dukung ?

4. Bagaimana kelembagaan yang ada sudah sesuai dengan pengelolaan kawasan budidaya udang yang berkelanjutan di pesisir Teluk Banten ?

5. Bagaimana model pengelolaan kawasan budidaya udang berkelanjutan di pesisir Teluk Banten ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membuat model pengelolaan kawasan tambak yang berkelanjutan di Teluk Banten. Sedangkan tujuan khususnya dapat dirinci sebagai berikut:

1. Menilai kondisi saat ini (existing) kawasan pertambakan udang di pesisir Teluk Banten.

2. Menilai kesesuaian lahan tambak budidaya udang

3. Menganalisa daya dukung kawasan pertambakan budidaya udang.

4. Mengevaluasi kelembagaan pengelolaan kawasan budidaya budidaya udang berkelanjutan

5. Merancang bangun model pengelolaan kawasan budidaya udang berkelanjutan.

1.4 Kerangka Pemikiran

Wilayah pesisir merupakan daerah yang mempunyai potensi sumberdaya alam besar karena merupakan tempat pertemuan air tawar dan air laut, sehingga di wialayah ini terdapat biodiversitas flora dan fauna, kesuburan tanah, dan berbagai aktivitas pembangunan yang potensial. Pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir cukup pesat, dengan kharakeristik budaya masyarakat pesisir yang spesifik. Pesisir Teluk Banten merupakan areal kontradiksi dari berbagai kepentingan, aktivitas di kota dan pedesaan, terpengaruh oleh ekosistem di daratan yang jauh karena merupakan tempat bermuaranya tujuh sungai besar. Pada musim hujan, pesisir laut dari pantai sampai ke tengah laut sejauh 1 km air berwarna kuning. Hal ini disebabkan adanya larutan tanah yang terbawa arus sungai dari daerah hulu yang juga merupakan indikator bahwa telah banyak terjadi kerusakan tutupan lahan di wilayah hulu. Tekanan terhadap ekosistem pesisir semakin kuat seiring dengan berkembangnya penduduk baik dari kelahiran atau urban.

Pemanfaatan wilayah pantai untuk budidaya udang menghasilkan produksi yang berfluktuasi. Selama kurun waktu sebelas tahun 2004 – 2014 produksi udang windu terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu 116.311 ton dan tertinggi pada tahun 2013 yaitu 168.318 ton , udang vaname terendah pada tahun 2004 yaitu 53.217 ton dan tertinggi tahun 2014 sebesar 442.380 ton. Produksi udang putih terendah pada tahun 2011 yaitu 10.757 ton dan terbesar pada tahun 2006 yaitu 36.187 ton (DJPB 2014; DJPB 2015). Produksi budidaya udang windu di Provinsi Banten pada tahun 2003 sebesar 938 ton dan pada tahun 2012


(29)

sebesar 294 ton. Produksi udang putih sebesar 819 ton dan tahun 2012 sebesar 444 ton. Udang vaname pada tahun 2003 sebesar 0 ton dan pada tahun 2012 sebesar 294 ton. Dengan demikian produksi udang total Provinsi Banten pada tahun 2003 sebesar 1757 ton dan pada tahun 2012 sebesar 1032 ton dan tahun 2013 sebesar 1.382 ton (DJPB 2013; DJPB 2014).

Produksi perikanan khususnya udang di wilayah pertambakan pesisir optimal dan berkelanjutan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik bersifat positif maupun negatif yang penilaiannya tergantung perspektif yang dipakai. Konsekuensi positif umumnya adalah dampak sesuai dengan harapan, sementara konsekuensi negatif adalah dampak yang tidak diharapkan. Kawasan pertambakan pesisir Teluk Banten mempunyai kharakteristik oseanografis, bentukan tanah, flora, fauna dan kondisi lingkungan yang hampir terdapat di kawasan budidaya udang di seluruh Indonesia, sehingga kasus seperti disini banyak dijumpai di daerah lainnya. Tekanan ekologi di kawasan ini sangat besar, dinamis dan merupakan sentra berbagai aktivitas melalui aliran sungai mulai dari hulu sampai muara, perindustrian, pelabuhan, kawasan pemukiman, aktivitas kota dan desa. Kondisi ini menyebabkan menurunnya daya dukung, produksi dan meningkatnya pencemaran. Berkenaan dengan hal tersebut peran tata ruang dan kesesuaian lahan sangat penting dalam budidaya udang yang berkelanjutan.

Di kawasan Teluk Banten, tekanan terhadap ekosistem di wilayah ini merupakan konsekuensi dari dinamika pembangunan yang berlangsung di kawasan darat. Dinamika pembangunan tersebut tidak lepas dari pengelolaan yang diterapkan oleh otoritas wilayah sebagai pengambil kebijakan. Pengelolaan kawasan ini sangat ditentukan oleh kebijakan yang dijadikan referensi para pelaksana dan pengambil keputusan termasuk masyarakat yang berinisiatif memenuhi kebutuhannya. Aktifitas stakeholder seringkali memicu terjadinya konflik dalam pemanfaatan sumberdaya pantai. Pertumbuhan ekonomi pesisir sering tidak sejalan dengan lingkungan. Ekspolitasi oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam mengelola sumberdaya alam pesisir yang tidak terarah sering memicu konflik sosial. Pengelolaan perikanan tidak terlepas dari banyak pihak antara lain: nelayan, pemerintah, lembaga/institusi, akademisi, pelaku perikanan (pedagang, pengolah ikan) dan lain – lain serta kerjasama antar stakeholders. Koordinasi ini menjadi sangat penting dalam memecahkan permasalahan pengelolaan pesisir Teluk Banten. Pengelolaan bersama (ko-manajemen perikanan) dapat menjadi alternatif bagi pengelolaan perikanan di Indonesia karena pada dasarnya menitik beratkan pada pembagian tanggung jawab antara pemerintah dan pengguna sumberdaya (Andrianto et al. 2011).

Salah satu program pengelolaan kawasan kelautan dan perikanan adalah industrialiasi. Yang dimaksud dengan indusrialisasi kelautan dan perikanan adalah proses perubahan sistem produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas dan skala produksi sumberdaya kelautan dan perikanan melalui modernisasi yang didukung dengan arah kebijakan terintegrasi antara kebijakan ekonomi makro, pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi, ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumberdaya manusia untuk kesejahteraan masyarakat (KKP 2013). Industrialisasi perikanan budidaya udang diharapkan dapat menghasilkan udang yang terus meningkat dan berkelanjutan. Faktor yang mempengaruhi berkelanjutan usaha akuakultur yaitu ketersediaan benih unggul, implementasi cara budidaya yang baik, pengelolaan lingkungan


(30)

budidaya, pengelola kesehatan ikan dan mutu produk dan pemasaran (Sukadi 2006). Implementasi operasional budidaya udang windu juga diselenggarakan dengan baik yaitu maksimal 3 kali setahun dan memperhatikan musim dan metoda atau teknologi budidaya (WWF Indonesia 2011).


(31)

Penerapan teknologi dan pelaku kerja di budidaya udang juga sangat menentukan agar tambak mampu berproduksi secara berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berbagai penelitian telah dilaksanakan untuk menghasilkan produksi yang optimal. Balitbang KP (2011) menyatakan bahwa untuk meningkatkan produktivitas tambak dapat melalui penerapan polikultur dan hasil riset dengan padat tebar per Ha, udang windu 20.000 ekor pada post larva 30, ikan bandeng 4.000 ekor, rumput laut 1,5 ton. Setelah pemeliharaan 105 hari dapat produksi sebanyak udang 96,6 kg, ikan nila 644 kg dan rumput laut 4.000 kg. Untuk mengelola kawasan tambak yang berkelanjutan ini, pembangunan diarahkan yang dapat mengakomodir berbagai kepentingan. Pengelolaan diarahkan pada kesesuaian lahan, daya dukung dan dibuat model pengelolaan berkelanjutan yang dimulai dari kondisi yang ada (existing). Untuk mengetahui kondisi saat ini perlu suatu dilakukan survei lokasi lapangan dan analisis.

Budidaya udang di pesisir Teluk Banten, masih terpencar – pencar dan berdasarkan kepemilikan lahan dan kemudahan akses menuju lokasi budidaya udang. Kondisi ini menyebabkan pembangunan sarana dan prasarana khususnya saluran air dan sistem suplai air tidak terkoordinasi dengan baik. Akibatnya besar kemungkinan air supali pemeliharaan berasal dari air pembuangan limbah budidaya yang belum mengalami proses pemuliaan dengan baik. Untuk itu kesesuaian lahan menjadi penting karena kegiatan budidaya sesuai kapasitas lahan. Budidaya Udang dimulai dari penelitian tentang potensi wilayah dan aplikasi komoditas yang dipelihara, karena kesalahan penerapan dapat menyebabkan masalah diantaranya meningkatnya biaya konstruksi, operasional dan lingkungan (Syaugi et al. 2013). Berbagai parameter yang digunakan menentukan kesesuaian lahan antara lain parameter topografi, suhu, salinitas, pH air, tekstur tanah, bahan organik, pasang surut, iklim serta faktor pendukung seperti konstruksi, kenyamanan, ketersediaan benih dan aksesibilitas (Wahyudi et al. 2013). Sedangkan Syaugi et al. (2012) parameter yang digunakan adalah penggunaan lahan, tekstur tanah, jenis tanah, kelerengan lahan, jarak pembatas sempadan sungai dan pantai, pH air dan salinitas, selanjutnya dianalisa dengan hasil tingkat keseuaian yaitu sangat sesuai, sesuai, dan tidak sesuai. Untuk meneliti kesesuaian lahan digunakan integrasi data dengan metode skoring (weight linier combination) selanjutnya diaplikasi dalam sistem infomasi geografi (SIG).

Kesesuaian lahan sangat erat hubungannya dengan adaya dukung lahan. Budidaya udang diimplementasikan sesuai dengan potensi dan besaran produksi disesuaikan dengan daya dukung lahan. Untuk mengetahui daya dukung digunakan metoda sistem pembobotan kesesuian lahan dan hasil dapat diperkuat dengan metoda ketersediaan air budidaya udang. Pengelolaan kawasan tidak terlepas dari lembaga atau individu yang mempunyai kontrubusi terhadap keberlanjutan kawasan pesisir Teluk Banten. Teknologi dan SDM merupakan unsur yang mengatur dan merencanakan suatu kawasan untuk dapat terkelola dengan optimal dan berkelanjutan. Untuk mengetahui peran dan kendala serta tujuan program pengelolaan kawasan digunakan metoda dan perangkat lunak Interpretative Structural Modeling (ISM). Model ISM dipilih untuk merancang kelembagaan pengelolaan budidaya udang yang berkelanjutan di kawasan pesisir Teluk Banten. Model dinamik dipilih untuk merancang bangun pengelolaan


(32)

budidaya udang berkelanjutan di kawasan pesisir Teluk Banten. Metoda pengumpulan data dilakukan dengan survei, uji laboratorium, wawancara, focus group discussion (FGD). Berbagai unsur dan parameter dalam mengelola kawasan ini sangat beragam mulai dari potensi dan permasalahan kawasan dan upaya untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan. Untuk mengetahui predeksi yang akan datang dengan data dasar (data base) saat ini digunakan skenario antar waktu dan perubahan parameter yang berpenagruh pada unsur pemeliharaan. Untuk itu sistem dinamik dipilih untuk merancang bangun pengelolaan budidaya udang berkelanjutan di kawasan pesisir Teluk Banten. Gambar 1.2 menjelaskan kerangka pemikiran penelitian.

1.5. Kegunaan penelitian :

Penelitian ini berguna untuk :

1) Pengembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi para peneliti lain, akademisi dalam pengembangan budidaya udang yang berkelanjutan.

2) Kegunaan praktis

a. Bagi masyarakat khususnya pembudidaya udang, dunia industri dan usaha, masyarakat sekitar kawasan budidaya udang di tambak, penyuluh, dengan memanfaatkan hasil penelitian untuk berkolaborasi dalam implementasi budidaya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan.

b. Bagi pemerintah yaitu pemerintah pusat dan daerah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam merumuskan kebijakan pembangunan kawasan pesisir yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

1.6. Novelty (Kebaruan)

Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu dan yang membedakan adalah lokasi dan variabelnya yaitu rangkaian analisa kesesuaian lahan, daya dukung, kelembagaan dan sosial untuk mengahasilkan pengelolaan budidaya udang di pesisir yang keberlanjutan dan merancang aplikasi atau perangkat lunak (software) model pengelolaan kawasan budidaya udang. Meskipun demikian penelitian ini juga menggunakan acuan penelitian terdahulu yang pernah dilaksanakan. Beberapa penelitian terdahulu yang terkait adalah Sitorus (2005) yang meneliti pengembangan areal tambak berkelanjutan di pesisir Teluk Banten Kabupaten Serang dengan menggunakan metode estimasi daya dukung lingkungan. Rachmansyah et.al (2012) yang meneliti tentang faktor yang harus dipertimbangkan karaktersitik, kesesuaian dan pengelolaan lahan tambak di Brebes, Jawa Tengah adalah tanah, topografi, hidrologi dan iklim. Hasilnya dalam pengembangan tambak upaya remediasi pada areal tambak yang kurang sesuai untuk tambak perlu pemupukan yang mengandung Nitrogen seperti Urea, dan pemupukan kandang untuk untuk memperbaiki struktur tanah. Asbar (2007) telah meneliti optimalisasi pemanfaatan kawasan pesisir untuk pengembangan budidaya tambak berkelanjutan di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan dengan memadukan kharateristik biofisik dan daya dukung lingkungan yang pada akhirnya menyimpulkan luasan lahan berdasarkan teknologi intensif, semi intensif dan ekstensif. Sedangkan dalam pengolahan data kelembagaan juga telah dilakukan oleh Kholil, Tangian (2012) yaitu mengevaluasi kelembagan taman nasional


(33)

Bunaken yang berkelanjutan berdasarkan ekologi dan ekonomi menggunakan ISM.

Penelitian ini memadukan secara terintegrasi kesesuaian lahan, daya dukung, kelembagaan, sosial yang dilakukan di kawasan pesisir Teluk Banten yang mempunyai kharakteristik lingkungan dan permasalahannya dan mempunyai produksi udang serta luas tambak udang yang menurun. Hasil penelitian ini dijadikan dasar untuk merancang pengelolaan kawasan budidaya udang keberlanjutan. Metoda yang digunakan dalam merancang keberlanjutan digunakan sistem dinamik powersim. Untuk memudahkan pada perencanaan dan penilaian kawasan budidaya serta tindak lanjut telah dihasilkan aplikasi penilaian pengelolaan kawasan udang berkelanjutan (shrimp farming area managemnet assesment). Berdasarkan penelitian ini ditemukan kebaruan (novelty) yaitu Penilaian pengelolaan kawasan budidaya udang di pesisir Teluk Banten dengan model dinamik dan sistem aplikasi berbasis daya dukung, sosial, ekonomi dan lingkungan.


(34)

2 METODA PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan pertambakan yang terletak di pesisir Teluk Banten, mulai dari Desa Banten pada titik koordinat 05°57ˊ13˝ LS

106°6ˊ6˝ BT sampai Sungai Ciujung Desa Tengkurak yang terletak di koordinat 05°57ˊ48˝ LS 106°21ˊ26˝ BT. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - Desember 2015. Peta dasar yang digunakan adalah peta rupa bumi skala 1 : 25.000 (Bakosurtanal 2007) dan peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2011 – 2031 (Pemda Kabupaten Serang 2011). Gambar 2.1 menjelaskan tentang lokasi penelitian.

2.2 Tahapan Penelitian

Tahapan dalam pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :: a. Perencanaan penelitian

Kegiatan ini terdiri dari menyusun proposal, penetapan lokasi dan strategi pelaksanaanya.

b. Persiapan penelitian

Persiapan penelitian terdiri dari persiapan alat dan bahan, petugas lapang, kuesioner, pengambilan data dan uji laboratorium.

c. Pengumpulan data primer dan sekunder.

Terdiri dari wawancara, diskusi dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD), hasil pengujian laboratorium dan lapangan dan telaah kepustakaan.

d. Analisis kesesuaian lahan kawasan budidaya udang di pesisir Teluk Banten. Tahapan ini terdiri dari pengukuran parameter air, tanah dan pendukung atau infrastruktur yang kemudian dianalisis dengan pembobotan dan tumpang susun (overlay) dengan mengggunakan GIS. e. Analisis daya dukung

Tahapan ini terdiri dari perbandingan kesesuaian lahan dan ketersediaan air budidaya udang.

f. Analisis kelembagaan

Kegiatan dimulai dengan identifikasi kelembagaan yang mempengaruhi pengelolaan kawasan budidaya udang dengan menggunakan dasar dari Saxena (1978). Selanjutnya dilakukan analisis untuk menentukan kelembagaan yang paling berpengaruh untuk mencapai tujuan dan program.

g. Analisis keberlanjutan

Kegiatan diawali dengan identifikasi variabel lingkungan, sosial, ekonomi, SDM, teknologi dan parameter lainnya. Selanjutnya dilakukan analisis dengan diagram output dan input dan tumpang susun kausal (causal loope). Untuk menentukan pengelolaan kawasan budidaya udang yang keberlanjutan dilakukan analisis menggunakan powersim. Hasil analisis tersebut dapat diketahui sistem pengelolaan tambak tradisional, semi intensif dan intensif Tahapan proses analisa sistem yaitu analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, permodelan, verifikasi dan validasi model serta implementasi (Eriyatno 1999).


(35)

PERTAMBAKAN TELUK BANTEN


(36)

Perencanaan

Penelitian

Persiapan :

v Bahan & alat

v Kuisioner

v Peta

v Personel

Data Primer

Data Sekunder

Sosial

v Budaya

v Kerjasama

v Pekerjaan Insfrastruktur

Biologi,Fisika, Kimia

v Air

v Tanah

Ekonomi

v Pasar

v Modal

v Pendapatan

Tehonologi Budidaya Kompetensi SDM

v Literatur

v Laporan

v Jurnal

v Analisa lapangan v Laboratorium v GIS

v MDS v Model v ISM

v Kesesuaian lahan v Daya dukung

Pengelolaan Kawasan

Budidaya Udang di tambak

yang berkelanjutan

T a h a p a n P e r e n c a n a a n T a h a p a n P e r s i a p a n P e n g u m p u l a n D a t a A n a l i s a K e s i m p u l a n

Gambar 2.2 Skema tahapan penelitian pengelolaan kawasan budidaya udang di tambak berkelanjutan


(37)

h. Pembahasan umum

Hasil penelitian dibahas secara umum (general) untuk menentukan kegiatan yang dilakukan dalam mengelola kawasan budidaya udang keberlanjutan.

i. Pembuatan aplikasi asesmen pengelolaan kawasan budidaya udang.

Aplikasi digunakan untuk memudahkan dalam penilaian dan perencanaan kawasan budidaya udang.

Gambar 2.2 menjelaskan tentang rangkaian penelitian digambarkan dalam skema tahapan penelitian pengelolaan kawasan budidaya udang di tambak berkelanjutan.

2.3Metoda Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan survei langsung di lapangan yang meliputi pengukuran parameter kualitas air, data tanah, pendukung atau infrastruktur dan berbagai kondisi eksisting lainnya. Metoda yang digunakan adalah survei lapangan, pengukuran parameter langsung lapangan dan di laboratorium, wawancara serta kelompok diskusi (focus group discussion = FGD). Data sekunder diperoleh data dengan telaah kepustakaan dan laporan. Metoda penelitian dan jenis data yang diperlukan setiap tujuan penelitian diuraikan pada sub bab 2.4 dibawah ini. 2.4Metoda Analisis Data

Jenis data dan teknis analisa perlu diidentifikasi untuk mencapai tujuan penelitian disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Data, teknik analisis dan output mencapai tujuan penelitian No Tujuan Penelitian Jenis Data

Teknik Analisis

Alat dan

Bahan Output

1 Menilai kondisi

saat ini (existing) kawasan budidaya udang

Peta lahan

Kondisi lahan

saat ini

(produksi, sosial, ekonomi, ekologi)

Survei Laporan,

Peta, Pengukuran parameter lapangan Kondisi kawasan tambak saat ini

2. Menilai kesesuaian

Lahan kawasan tambak

Kualitas air,

tanah sesuai dan pendukung/infra struktur

budidaya udang Koordinat lokasi pengukuran Peta wilayah Metode skoring (weight linier combination ) Sistem infomasi geografi (SIG).

Alat ukur

kualitas air (fisika,

kimia dan

biologi),

Alat ukur

kualitas tanah, dan Peta pertambakan Teluk Banten GPS Kesesuaian dan kapasitas produksi budidaya tambak udang

3 Estimasi daya

dukung lahan tambak udang Kesesuaian lahan, ketersediaan air Peta wilayah Survei, Pengukuran parameter daya dukung.

Alat ukur

kuantitas air

Daya dukung kawasan tambak budidaya udang


(38)

No Tujuan Penelitian Jenis Data

Teknik Analisis

Alat dan

Bahan Output

4 Merancang model

kelembagaan

Variabel

ekonomi, sosial, lingkungan dan parameter lainnya

ISM Wawancara,

FGD, survei, kuesioner. Model kelembagaan kawasan pengelolaan Budidaya udang berkelanjutan

5 Merancang

keberlanjutan pengelolaan kawasan budidaya udang Variabel Pengelolaan budidaya udang Model dinamik. Sarana

(tool) nya

adalah Powersim Wawancara, survei, FGD Model pengelolaan kawasan tambak budidaya udang berkelanjutan

Pada Gambar 2.3 menjelaskan urutan rangkaian kegiatan penelitian yang dimulai dari mengevaluasi kondisi lapangan yang ada saat ini (eksisting) dilakukan penelitian dan analisis data sampai menghasilkan kesimpulan pengelolaan kawasan budidaya tambak yang berkelanjutan di pesisir Teluk Banten.

MULAI

Existing

Model Pengelolaan Kawasan Budidaya Udang berkelanjutan

Parameter Air Tanah dan Insfrastruktur Analisa Kelembagaan (ISM) Input Analisis Kelembagaan Kesesuaian Lahan

Kriteria / Syarat Lokasi Daya Dukung Model Dinamik (Powerslim) Pembahasan Umum SELESAI


(39)

3 KONDISI SAAT INI (EXISTING) KAWASAN BUDIDAYA UDANG DI PESISIR TELUK BANTEN

Data kondisi saat ini yang dikumpulkan adalah potensi pertambakan di yang berkaitan dengan ekologi, sosial, budaya, dan ekonomi yang terdapat di pertambakan pesisir Teluk Banten Peta tentang informasi lahan pertambakan dan lingkungannya akan menjadi prioritas untuk melengkapi data yang diperlukan dalam mengkaji kondisi saat ini Analisa kondisi eksisting dilakukan dengan menjelaskan berdasarkan data yang tersedia, literatur dan pendapat para ahli. 3.1 Geografis

Lokasi pertambakan di kawasan pesisir Teluk Banten termasuk wilayah Kabupaten Serang dan Kota Serang dan termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Banten. Daerah ini memiliki kedudukan strategis dari berbagai sektor seperti industri, pertanian, kelautan dan perikanan. Sesuai RUTR jumlah kecamatan di pesisir Teluk Banten yang dikembangkan untuk pertambakan terdiri dari 3 kecamatan yaitu Pontang, Tirtayasa dan Kasemen. Wilayah administrasi Kabupaten Serang disajikan pada lampiran 1. Peta administrasi Kota Serang disajikan pada Lampiran 3 dan peta Provinsi Banten disajikan pada Lampiran 4. Penelitian kawasan pertambakan di pesisir Teluk Banten didasarkan RUTR Kabupaten Serang dan Kota Serang, Provinsi Banten Secara geografis

termasuk dalam desa Banten pada titik koordinat 05°57ˊ13˝ LS 106°6ˊ6˝ BT sampai Sungai Ciujung Desa Tengkurak pada koordinat 05°57ˊ48˝ LS dan 106°21ˊ26˝ BT. Jarak dari Kota Serang 10 km atau 23 km dari Kota Cilegon dan 90 km dari Jakarta, sehingga terdapat akses kemudahan dalam pasar, penyediaan sarana dan prasarana. Wilayah pertambakan Teluk Banten berbatasan dengan rincian sebagai berikut:

Utara : Teluk Banten dan Laut Jawa;

Selatan : Perdesaan dan perkotaan kecamatan ;

Barat : Kawasan perindustrian, jasa, perdagangan dan pelabuhan Internasional Bojonegara, perdesaan wilayah Serang dan Kota Cilegon serta

Timur : Pertambakan, pertanian dan perdesaan.

Luas kecamatan yang terdapat di pesisir Teluk Banten disajikan pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Luas Kecamatan di Pesisir Teluk Banten

No. Kecamatan

Kecamatan

Luas

Jumlah Desa Km2 % dari luas

kab/kota

1. Kasemen Kasemen 63,36 23,75 10

2. Pontang Pontang 64,85 3,74 15

3. Tirtayasa Tirtayasa 64,46 3,72 14 Potensi tambak pesisir Teluk Banten 192.67 39 Sumber: BPS Kabupaten Serang (2015), BPS Kota Serang (2015)

Ditinjau dari kondisi geografis, pertambakan di Teluk Banten mempunyai sumber air dari teluk yang mempunyai arah arus berubah, sehingga bisa terjadi air Teluk digunakan lagi sebagai budidaya udang tanpa selesai proses pemurnian


(1)

15,0.16,0.17,0.18,0.19,0.195,0.198,0.2,0.205,0.21,0.22"Min:0;Max:0.5"])*Fr_Mo dal_SDM_1

doc modal_SDM_1 = SDM kompeten harus dapat menerapkan teknologi

yang efisien dan efektif. SDM kompeten sangat berpenagruh terhadap produksi

aux modal_SDM_2 =

GRAPH(MODAL_2,0,1,[0.001,0.0013,0.0017,0.0022,0.028,0.04,0.06,0.09,0.1,0. 15,0.16,0.17,0.18,0.19,0.195,0.198,0.2,0.205,0.21,0.22"Min:0;Max:0.5"])*Fr_Mo dal_SDM_2

aux modal_SDM_3 =

GRAPH(MODAL_3,0,1,[0.001,0.0013,0.0017,0.0022,0.028,0.04,0.06,0.09,0.1,0. 15,0.16,0.17,0.18,0.19,0.195,0.198,0.2,0.205,0.21,0.22"Min:0;Max:0.5"])*Fr_Mo dal_SDM_3

aux modal_SDM_4 =

GRAPH(MODAL_4,0,1,[0.001,0.0013,0.0017,0.0022,0.028,0.04,0.06,0.09,0.1,0. 15,0.16,0.17,0.18,0.19,0.195,0.198,0.2,0.205,0.21,0.22"Min:0;Max:0.5"])*Fr_Mo dal_SDM_4

doc modal_SDM_4 = SDM kompeten harus dapat menerapkan teknologi

yang efisien dan efektif. SDM kompeten sangat berpenagruh terhadap produksi

aux modal_SDM_5 =

GRAPH(MODAL_5,0,1,[0.001,0.0013,0.0017,0.0022,0.028,0.04,0.06,0.09,0.1,0. 15,0.16,0.17,0.18,0.19,0.195,0.198,0.2,0.205,0.21,0.22"Min:0;Max:0.5"])*Fr_Mo dal_SDM_5

doc modal_SDM_5 = SDM kompeten harus dapat menerapkan teknologi

yang efisien dan efektif. SDM kompeten sangat berpenagruh terhadap produksi

aux Sarpras_1 = (MODAL_1*luas_tambak_1)*Fr_Sarpras_SS

doc Sarpras_1 = sarana prasarana terdiri dari saluran, jalan, listrik dan sarana produksi

aux Sarpras_2 = (MODAL_2*luas_tambak_2)*Fr_Sarpras_S

aux Sarpras_3 = (MODAL_3*luas_tambak_3)*Fr_Sarpras_KS

aux Sarpras_4 = (MODAL_4*luas_tambak_4)*Fr_Sarpras_SS_1

doc Sarpras_4 = sarana prasarana terdiri dari saluran, jalan, listrik dan sarana produksi

aux Sarpras_5 = (MODAL_5*luas_tambak_5)*Fr_Sarpras_SS_2

doc Sarpras_5 = sarana prasarana terdiri dari saluran, jalan, listrik dan sarana produksi

aux teknol__tradisi = ((MODAL_3*tek_tradisi)*Fr_tek_lim_3) doc teknol__tradisi = untuk 9 m3 limbah dibutuhkan 140 jt rupiah aux teknol_intensif = ((MODAL_1*Fr_tek_intens)*Fr_tek_lim_1) doc teknol_intensif = untuk 9 m3 limbah dibutuhkan 140 jt rupiah

aux teknol_intensif_1 = ((MODAL_4*Fr_tek_intens_1)*Fr_tek_lim_4)

doc teknol_intensif_1 = untuk 9 m3 limbah dibutuhkan 140 jt rupiah

aux teknol_intensif_2 = ((MODAL_5*Fr_tek_intens_2)*Fr_tek_lim_5)

doc teknol_intensif_2 = untuk 9 m3 limbah dibutuhkan 140 jt rupiah aux teknol_semi_inten =

((MODAL_2*FR_tek_semi_int)*Fr_tek_lim_2)*Constant_135

doc teknol_semi_inten = untuk 9 m3 limbah dibutuhkan 140 jt rupiah const Constant_111 = 20


(2)

const Constant_114 = 0.1 const Constant_115 = 1.75000 const Constant_116 = 2 const Constant_118 = 250 const Constant_120 = 4500 const Constant_121 = 4500 const Constant_122 = 1.75000 const Constant_125 = 1.75000 const Constant_126 = 0.2 const Constant_127 = 0.2 const Constant_128 = 1.2 const Constant_129 = 1.5 const Constant_130 = 0.2 const Constant_131 = 4500 const Constant_133 = 1.1 const Constant_134 = 0.3 const Constant_135 = 1.2

const Fr__bob_sarpras_1 = 0.164

doc Fr__bob_sarpras_1 = bobot sarpras utk kesesuaian lahan const Fr__bob_sarpras_2 = 0.164

doc Fr__bob_sarpras_2 = bobot sarpras utk kesesuaian lahan const Fr__bob_sarpras_3 = 0.164

doc Fr__bob_sarpras_3 = bobot sarpras utk kesesuaian lahan const Fr__bob_sarpras_4 = 0.164

doc Fr__bob_sarpras_4 = bobot sarpras utk kesesuaian lahan const Fr__bob_sarpras_5 = 0.164

doc Fr__bob_sarpras_5 = bobot sarpras utk kesesuaian lahan const Fr__bob_tanah_1 = 0.297

doc Fr__bob_tanah_1 = bobot tanah utk kesesuaian lahan const Fr__bob_tanah_2 = 0.297

doc Fr__bob_tanah_2 = bobot tanah utk kesesuaian lahan const Fr__bob_tanah_3 = 0.297

doc Fr__bob_tanah_3 = bobot tanah utk kesesuaian lahan const Fr__bob_tanah_4 = 0.297

doc Fr__bob_tanah_4 = bobot tanah utk kesesuaian lahan const Fr__bob_tanah_5 = 0.297

doc Fr__bob_tanah_5 = bobot tanah utk kesesuaian lahan const Fr_bob_air_1 = 0.539

doc Fr_bob_air_1 = bobot air untuk kesesuaian lahan const Fr_bob_air_2 = 0.539

doc Fr_bob_air_2 = bobot air untuk kesesuaian lahan const Fr_bob_air_3 = 0.539

doc Fr_bob_air_3 = bobot air untuk kesesuaian lahan const Fr_bob_air_4 = 0.539

doc Fr_bob_air_4 = bobot air untuk kesesuaian lahan const Fr_bob_air_5 = 0.539

doc Fr_bob_air_5 = bobot air untuk kesesuaian lahan const Fr_DD_SS = 0.61


(3)

const Fr_DD_SS_1 = 0.61 const Fr_DD_SS_2 = 0.61

const Fr_kuan_air_Intens = 0.038

doc Fr_kuan_air_Intens = prosentase air laut utk supply intensif const Fr_kuan_air_Intens_1 = 0.038

doc Fr_kuan_air_Intens_1 = prosentase air laut utk supply intensif const Fr_kuan_air_Intens_2 = 0.038

doc Fr_kuan_air_Intens_2 = prosentase air laut utk supply intensif const Fr_kuan_air_per_ha = 20

doc Fr_kuan_air_per_ha = kebutuhan air per ha const Fr_kuan_air_per_ha_1 = 20

doc Fr_kuan_air_per_ha_1 = kebutuhan air per ha const Fr_kuan_air_per_ha_2 = 20

doc Fr_kuan_air_per_ha_2 = kebutuhan air per ha const Fr_kuan_air_per_ha_3 = 20

doc Fr_kuan_air_per_ha_3 = kebutuhan air per ha const Fr_kuan_air_per_ha_4 = 20

doc Fr_kuan_air_per_ha_4 = kebutuhan air per ha const Fr_kuan_air_semi = 0.16

doc Fr_kuan_air_semi = prosentase air laut utk supply intensif const Fr_kuan_air_tradisi = 0.802

doc Fr_kuan_air_tradisi = prosentase air laut utk supply intensif const Fr_limbah_perumin_bak_3 = 4

doc Fr_limbah_perumin_bak_3 = setiap 4m3 limbah berasal dari 1 ha lahan perumahan dan industri

const Fr_limbah_perumind_bak_1 = 4

doc Fr_limbah_perumind_bak_1 = setiap 4m3 limbah berasal dari 1 ha lahan perumahan dan industri

const Fr_limbah_perumind_bak_2 = 4

doc Fr_limbah_perumind_bak_2 = setiap 4m3 limbah berasal dari 1 ha lahan perumahan dan industri

const Fr_limbah_perumind_bak_3 = 4

doc Fr_limbah_perumind_bak_3 = setiap 4m3 limbah berasal dari 1 ha lahan perumahan dan industri

const Fr_limbah_perumind_bak_4 = 4

doc Fr_limbah_perumind_bak_4 = setiap 4m3 limbah berasal dari 1 ha lahan perumahan dan industri

const Fr_luas_tambak_1 = 1200

doc Fr_luas_tambak_1 = luas tambak sesuai TTR const Fr_luas_tambak_2 = 900

doc Fr_luas_tambak_2 = luas tambak sesuai TTR const Fr_luas_tambak_3 = 3000

doc Fr_luas_tambak_3 = luas tambak sesuai TTR const Fr_luas_tambak_4 = 1200

doc Fr_luas_tambak_4 = luas tambak sesuai TTR const Fr_luas_tambak_5 = 1200

doc Fr_luas_tambak_5 = luas tambak sesuai TTR const Fr_modal_prod_1 = 9/1400000


(4)

doc Fr_modal_prod_1 = setiap 140 jt rupiah dapat meningkatkan 9 ton produksi

const Fr_modal_prod_2 = 9/140000000

doc Fr_modal_prod_2 = setiap 140 jt rupiah dapat meningkatkan 9 ton produksi

const Fr_modal_prod_3 = 9/140000000

doc Fr_modal_prod_3 = setiap 140 jt rupiah dapat meningkatkan 9 ton produksi

const Fr_modal_prod_4 = 9/1400000

doc Fr_modal_prod_4 = setiap 140 jt rupiah dapat meningkatkan 9 ton produksi

const Fr_modal_prod_5 = 9/1400000

doc Fr_modal_prod_5 = setiap 140 jt rupiah dapat meningkatkan 9 ton produksi

const Fr_Modal_SDM_1 = 0.3

doc Fr_Modal_SDM_1 = modal untuk SDM

const Fr_Modal_SDM_2 = 0.3

doc Fr_Modal_SDM_2 = modal untuk SDM

const Fr_Modal_SDM_3 = 0.0001

doc Fr_Modal_SDM_3 = modal untuk SDM

const Fr_Modal_SDM_4 = 0.3

doc Fr_Modal_SDM_4 = modal untuk SDM

const Fr_Modal_SDM_5 = 0.3

doc Fr_Modal_SDM_5 = modal untuk SDM

const Fr_prod_mod_1 = 1/10000

doc Fr_prod_mod_1 = setiap ton produksi dapat meningkatkan modal ... rupiah

const Fr_prod_mod_2 = 1/10000

doc Fr_prod_mod_2 = setiap ton produksi dapat meningkatkan modal ... rupiah

const Fr_prod_mod_3 = 1/10000

doc Fr_prod_mod_3 = setiap ton produksi dapat meningkatkan modal ... rupiah

const Fr_prod_mod_4 = 1/10000

doc Fr_prod_mod_4 = setiap ton produksi dapat meningkatkan modal ... rupiah

const Fr_prod_mod_5 = 1/10000

doc Fr_prod_mod_5 = setiap ton produksi dapat meningkatkan modal ... rupiah

const Fr_Sarpras_KS = 0.067 const Fr_Sarpras_S = 0.536 const Fr_Sarpras_SS = 0.397 const Fr_Sarpras_SS_1 = 0.397 const Fr_Sarpras_SS_2 = 0.397 const Fr_tek_intens = 0.6

doc Fr_tek_intens = Teknologi intensif const Fr_tek_intens_1 = 0.6


(5)

const Fr_tek_intens_2 = 0.6

doc Fr_tek_intens_2 = Teknologi intensif const Fr_tek_lim_1 = 0.5

const Fr_tek_lim_2 = 0.5 const Fr_tek_lim_3 = 0.5

doc Fr_tek_lim_3 = fraksi teknologi limbah tradisional const Fr_tek_lim_4 = 0.5

const Fr_tek_lim_5 = 0.5 const FR_tek_semi_int = 0.3

doc FR_tek_semi_int = Teknologi intensif const IPM_1 = 68.27

const IPM_2 = 68.27 const IPM_3 = 68.27 const IPM_4 = 68.27 const IPM_5 = 68.27 const KS_tanah = 0.0001

doc KS_tanah = persentase luas tambak yang sangat sesuai const kuan_air_1 = 19117.35

doc kuan_air_1 = jumlah air yang tersedia const kuan_air_2 = 19117.35

doc kuan_air_2 = jumlah air yang tersedia const kuan_air_3 = 19117.35

doc kuan_air_3 = jumlah air yang tersedia const kuan_air_4 = 19117.35

doc kuan_air_4 = jumlah air yang tersedia const kuan_air_5 = 19117.35

doc kuan_air_5 = jumlah air yang tersedia const Luas_perumind_1 = 2000

doc Luas_perumind_1 = luas lahan perumahan dan industri const Luas_perumind_2 = 2000

doc Luas_perumind_2 = luas lahan perumahan dan industri const Luas_perumind_3 = 2000

doc Luas_perumind_3 = luas lahan perumahan dan industri const Luas_perumind_4 = 2000

doc Luas_perumind_4 = luas lahan perumahan dan industri const Luas_perumind_5 = 2000

doc Luas_perumind_5 = luas lahan perumahan dan industri const Luas_perumind_6 = 2000

doc Luas_perumind_6 = luas lahan perumahan dan industri const Luas_perumind_7 = 2000

doc Luas_perumind_7 = luas lahan perumahan dan industri const S_tanah = 0.133

doc S_tanah = persentase luas tambak yang sangat sesuai const SS_tanah = 0.867

doc SS_tanah = persentase luas tambak yang sangat sesuai const SS_tanah_1 = 0.867

doc SS_tanah_1 = persentase luas tambak yang sangat sesuai const SS_tanah_2 = 0.867


(6)

doc SS_tanah_2 = persentase luas tambak yang sangat sesuai const tek_tradisi = 0.1