Pengelolaan Hama dan Penyakit Tanaman pada Budidaya Brokoli di Kabupaten Cianjur dan Nilai Ekonominya

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADA
BUDIDAYA BROKOLI DI KABUPATEN CIANJUR DAN
NILAI EKONOMINYA

DHANU TRI ATMANTO

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Hama dan
Penyakit Tanaman pada Budidaya Brokoli di Kabupaten Cianjur dan Nilai

Ekonominya adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Dhanu Tri Atmanto
NIM A34100034

ii

1

ABSTRAK

DHANU TRI ATMANTO. Pengelolaan Hama dan Penyakit Tanaman pada
Budidaya Brokoli di Kabupaten Cianjur dan Nilai Ekonominya. Dibimbing oleh

ALI NURMANSYAH.
Budidaya brokoli sangat rentan terhadap infestasi hama dan penyakit. Untuk
mengendalikan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) tersebut, petani
umumnya menggunakan pestisida sintetik. Hanya sebagian kecil petani yang
mempraktekkan pengendalian hama terpadu (PHT) yang tidak menimbulkan efek
negatif terhadap lingkungan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi praktek
pengendalian OPT yang dilakukan oleh petani brokoli di Cianjur dan menentukan
nilai ekonomi dari cara pengelolaan OPT tersebut. Penelitian dilakukan dengan
mengadakan survei terhadap 100 petani yang mudah ditemui dan memverifikasi
jenis hama dan penyakit tanaman dilakukan pengamatan OPT di lapangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hama utama yang menyerang tanaman brokoli di
Cianjur adalah Crocidolomia pavonana, Plutella xylostella, dan Agrotis ipsilon,
sedangkan penyakit utamanya adalah akar gada, busuk hitam, dan bercak alternaria.
Seluruh petani brokoli menyemprotkan pestisida sintetik untuk mengendalikan
OPT dan 71% diantaranya mengombinasikan dengan Trichoderma spp. dan kaptan.
Nilai rasio manfaat/biaya dari pengendalian campuran 1.7 kali lebih besar dari
nilai rasio manfaat/biaya yang hanya menggunakan pestisida sintetik.
Kata kunci: brokoli, pengendalian hama dan penyakit, rasio manfaat/biaya.

iv


1

ABSTRACT

DHANU TRI ATMANTO. Plant Pest and Disease Management on Broccoli
Cultivation in Cianjur and its Economic Value. Supervised by ALI
NURMANSYAH.
Cultivation of broccoli is very susceptible to pest and disease infestation. In
controlling plant pests and diseases, farmers usually use synthetic pesticides. There
are only small number of farmers practicing integrated pest management (IPM)
which is not giving negative effects to environment. This study was aimed to
identify the pest control applied by broccoli farmers in Cianjur and to determine the
economic value of the pest management. This research was carried out by
conducting survey to 100 farmers by convenience sampling and to verify the type
of pests and diseases observed in the field. The result of the study has shown that
the main pests broccoli in Cianjur are Crocidolomia pavonana, Plutella xylostella,
and Agrotis ipsilon, while the primary diseases are club root, black rot and
Alternaria spots. All of broccoli farmers were spraying synthetic pesticides for
controlling pests and diseases and 71% of them were combining the control

technique with Trichoderma spp. and kaptan. The value of B/C ratio of the
combination of control technique is 1.7 times bigger compared to the B/C ratio of
pesticide only.
Keywords: broccoli, pests and disease control, B/C ratio.

vi

1

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

viii


1

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADA
BUDIDAYA BROKOLI DI KABUPATEN CIANJUR DAN
NILAI EKONOMINYA

DHANU TRI ATMANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


10

12

1

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah “Pengelolaan Hama
dan Penyakit Tanaman pada Budidaya Brokoli di Kabupaten Cianjur dan Nilai
ekonominya” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ali Nurmansyah M.Si,
selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahannya. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada dosen penguji skripsi Prof. Dr. Ir. Sri Hendrastuti, M.Sc. yang
telah memberikan saran dan masukan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada keluarga (Bapak Sumino, Ibu Wahyuni, Kakak Agung, dan
Kakak Dhani) atas doa yang senantiasa dipanjatkan dan dukungan kepada penulis

dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi. Ungkapan terima kasih kepada
Bapak Ujang beserta keluarga, Bapak Mulyadi beserta keluarga, dan petani Desa
Sindangjaya, Cipeundawa, dan Sukatani atas kesediaannya mengijinkan penulis
mengambil data penelitian.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Dhanu Tri Atmanto

14

1

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Metode Penelitian
Survei Petani
Pengamatan OPT di Lapangan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Petani dan Praktek Budidaya
Hama dan Penyakit Tanaman Brokoli dan Teknik Pengendaliannya
Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Teknik Pengendalian
Nilai Ekonomi Pengendalian Hama dan Penyakit Brokoli
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


viii
viii
viii
1
1
2
2
3
3
3
3
3
3
5
5
8
12
13
15
15

15
16
19
30

16

1

DAFTAR TABEL

1
2

Hubungan karakteristik petani brokoli dengan teknik pengendalian
Analisis ekonomi petani brokoli menurut teknik pengendaliannya

133
144


DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Usia petani brokoli di Kecamatan Cipanas dan Pacet
5
Tingkat pendidikan petani brokoli di Kecamatan Cipanas dan Pacet
5
Status petani brokoli di Kecamatan Cipanas dan Pacet
6
Pengalaman bertani di Kecamatan Cipanas dan Pacet
6
Penghasilan perbulan petani brokoli di Kecamatan Cipanas dan Pacet
7
Keikutsertaan SLPHT di Kecamatan Cipanas dan Pacet
7
Varietas brokoli di Kecamatan Cipanas dan Pacet
8
Tanaman tumpang sari di Kecamatan Cipanas dan Pacet
8
Imago C. pavonana
9
Hama dan penyakit di Kecamatan Cipanas dan Pacet
9
Serangan P. brassicae pada pertanaman brokoli
10
Pertanaman terserang X. Campestris
10
Gejala serangan Alternaria sp berupa bercak bulat konsentris berwarna
coklat
111
Distribusi keikutsertaan SLPHT berdasarkan teknik pengendaliannya
11
Distribusi status petani berdasarkan teknik pengendaliannya
12
Distribusi penghasilan petani berdasarkan teknik pengendaliannya
13

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7

Kuisioner penelitian
21
Rekapitulasi karakteristik petani
25
Rekapitulasi varietas brokoli
26
Rekapitulasi tanaman tumpangsari
26
Rekapitulasi pupuk petani brokoli
26
OPT tanaman brokoli
26
Tabel kontingensi dan hasil olah khi-kuadrat hubungan karakteristik petani
petani dengan teknik pengendalian
27

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Memasuki abad ke-21, kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif dari
penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian mulai meningkat. Hal ini terlihat
dari meningkatnya konsumsi produk-produk pertanian yang bebas dari residu
pestisida seperti sayur, buah, dan beras organik dalam satu dasawarsa terakhir ini.
Begitu pula dengan aktivitas agribisnis produk-produk pertanian organik tersebut
di atas dan bisnis makanan organik juga mengalami peningkatan dalam beberapa
tahun terakhir ini. Hasil penelitian Ameriana (2006) memperlihatkan bahwa
sebanyak 59.26% konsumen bersedia membayar harga lebih mahal untuk
mendapatkan sayuran yang bebas dari residu pestisida sintetik. Untuk memenuhi
permintaan terhadap produk-produk pertanian yang bebas dari residu bahan kimia
sintetik tersebut diperlukan peningkatan pelaksanaan berbagai usahatani yang
ramah lingkungan, termasuk praktek pengelolaan organisme penggganggu tanaman
(OPT) yang dilakukannya.
Sistem pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan salah satu solusi yang
tepat dalam melaksanakan pengelolaan OPT yang aman bagi lingkungan dan
kesehatan manusia. Sejak 1992, pemerintah melalui Undang-Undang Sistem
Budidaya Tanaman (UU RI No 12 Tahun 1992) telah mengamanatkan penerapan
sistem PHT ini secara nasional dalam pelaksanaan perlindungan tanaman terhadap
serangan OPT. Dalam sistem PHT, pengendalian OPT dilakukan tidak hanya
memperhatikan aspek keuntungan ekonomi saja tetapi juga harus
mempertimbangkan aspek ekologi (tidak menurunkan kualitas lingkungan) dan
sosial (aman bagi kesehatan manusia). Di samping itu, dalam sistem PHT,
penggunaan pestisida sintetik masih dimungkinkan sebagai alternatif terakhir
apabila dengan cara-cara pengendalian lain yang lebih ramah lingkungan masih
belum dapat menurunkan serangan OPT secara signifikan. Namun demikian,
penggunaan pestisida sintetik ini juga harus dilakukan sesuai dengan prinsip 4 tepat
(tepat dosis, tepat waktu, tepat cara, dan tepat sasaran).
Dalam realitas di lapangan, beberapa tahun terakhir ini ternyata masih banyak
petani padi dan sayuran, termasuk salah satunya petani brokoli, masih
mengandalkan pada penggunaan pestisida sintetik untuk melindungi
pertanamannya dari serangan OPT. Hasil penelitian Irfan (2008) menunjukkan
bahwa lebih dari 80% petani sayuran di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat,
menggunakan pestisida sintetik secara terjadwal dan seawal mungkin saat gejala
serangan OPT terlihat. Keadaan yang sama juga terjadi di daerah Dieng, Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah, seperti yang dilaporkan oleh Nadhiroh (2013) bahwa
sebanyak 87% petani sayuran di daerah tersebut memilih menggunakan pestisida
sintetik sebagai satu-satunya untuk mengendalikan serangan OPT pada
pertanamannya. Alasan petani lebih memilih pestisida sintetik ini adalah pestisida
ini mampu membunuh hama dalam waktu singkat dan sudah menjadi kebiasaan
sejak dahulu (Nadhiroh 2013) serta untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada
tanaman (Darajat 2014).
Sama seperti komoditas tanaman kubis-kubisan lainnya, budi daya tanaman
brokoli juga tidak lepas dari serangan berbagai jenis hama dan penyakit yang sangat
merugikan. Beberapa jenis hama utama yang menyerang tanaman kubis-kubisan

2
adalah Agrotis ipsilon, Plutella xylostella, Crocidolomia pavonana, Spodoptera
litura, dan Helicoverpa armigera, sedangkan jenis penyakit utamanya adalah akar
gada (Plasmodiophora brassicae), busuk lunak (Erwinia carotovora), busuk hitam
(Xanthomonas campestris), dan rebah kecambah (Rhizoctonia solani)
(Sastrosiswojo et al 2005). Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, umumnya
petani brokoli hanya menggunakan pestisida sintetik dan hanya sebagian kecil
petani saja yang telah menerapakan PHT untuk mengendalikan serangan berbagai
jenis hama dan penyakit di atas. Namun demikian, laporan-laporan tentang evaluasi
penerapan PHT dalam budidaya tanaman brokoli dan penghitungan nilai
ekonominya masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian tentang hal tersebut
menjadi sangat diperlukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktek pengelolaan hama dan
penyakit pada budidaya tanaman brokoli yang dilakukan petani di Kabupaten
Cianjur serta menghitung nilai ekonominya.
Manfaat Penelitian
Menyediakan informasi bagi penentu kebijakan pertanian khususnya dalam
pengelolaan hama dan penyakit yang tidak merusak lingkungan dan aman bagi
kesehatan manusia.

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian lapangan dilaksanakan pada 3 desa di Kabupaten Cianjur, yaitu
Desa Sindang Jaya (Kecamatan Cipanas) yang masuk dalam kawasan Agropolitan,
Desa Cipeundawa (Kecamatan Pacet), dan Desa Sukatani (Kecamatan Pacet).
Ketiga desa tersebut merupakan lokasi yang paling banyak ditemukan lahan
pertanaman brokoli di antara desa-desa lainnya. Identifikasi spesies serangga hama
dilakukan di Laboratorium Taksonomi dan Biosistematika Serangga. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Januari hingga Juni 2014.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 2 kegiatan, yaitu survei petani dan pengamatan
lapangan terhadap jenis-jenis hama dan penyakit dan gejala serangannya. Survei
petani sebagai kegiatan utama dari penelitian ini. Untuk memperkuat hasil survei,
juga dilakukan pengamatan hama dan penyakit di lapangan.
Survei Petani
Survei dilakukan dengan mengadakan wawancara langsung terhadap 100
petani brokoli dari 3 desa (Desa Sindang Jaya, Cipeundawa, dan Sukatani).
Wawancara petani dilakukan baik di lahan maupun di rumahnya menggunakan
kuesioner terstruktur (Lampiran 1). Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dapat
dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu karakterik petani, praktek budi daya,
permasalahan hama dan penyakit dan pengendaliannya, dan aspek usahatani.
Keseluruhan petani responden dipilih dengan cara memilih responden yang paling
mudah ditemui baik di lahan maupun di rumahnya (convenience sampling). Dari
100 petani tersebut, 45 petani berasal dari Desa Sindang Jaya, 25 petani dari Desa
Cipeundawa, dan 30 petani dari Desa Sukatani.
Pengamatan Hama dan Penyakit di Lapangan
Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memverifikasi nama-nama hama dan
penyakit yang menyerang pertanaman brokoli di lahan petani responden yang
disebutkan pada saat wawancara berlangsung. Pengamatan langsung ini meliputi
pengamatan terhadap individu hama (serangga) atau gejala serangannya dan
pengamatan terhadap gejala serangan penyakit. Untuk memastikan nama spesies
serangga, dalam kegiatan ini juga dilakukan pengambilan sampel larva hama dan
kemudian dipelihara sampai menjadi imago dan diidentifikasi di laboratorium
Taksonomi dan Biosistematika Serangga.
Analisis Data
Data kategori tentang karakteristik petani, praktek budi daya, jenis hama dan
penyakit tanaman, dan cara pengendalian hama dan penyakit diolah secara
deskriptif dengan menghitung nilai persentase dan rata-rata dan kemudian disajikan
dalam grafik kue dan batang. Asosiasi antara beberapa karakteristik petani dan cara
pengendalian hama dan penyakit dianalisis dengan uji khi-kuadrat (chi-square test).
Analisis usaha tani dilakukan dengan menghitung rasio manfaat/biaya (B/C ratio)
untuk masing-masing cara pengendalian OPT. Analisis deskriptif dan penghitungan

4
rasio manfaat/biaya dilakukan dengan program Microsoft Excel 2007, sedangkan
uji khi-kuadrat dilakukan dengan program SPSS versi 15.0.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani dan Praktek Budidaya
Usia petani brokoli di Kecamatan Cipanas dan Pacet sangat bevariasi mulai
dari usia 20 tahun sampai 85 tahun. Mayoritas petani di kedua kecamatan tersebut
berusia 45-59 tahun dengan persentase sebesar 42%, usia 30-44 tahun sebesar 32%,
usia 20-29 tahun sebesar 14% dan usia di atas 60 tahun sebesar 12%. Hal ini
menunjukkan bahwa lebih dari separuh petani berusia produktif dan sisanya (12%)
berusia kurang produktif.
12% 14%

20-29
30-44

32%

42%

45-59
> 60

Gambar 1 Usia petani brokoli di Kecamatan
Cipanas dan Pacet
Tingkat pendidikan sebagian besar petani brokoli di Kecamatan Cipanas dan
Pacet masih rendah. Sebanyak 17% petani responden tidak menamatkan Sekolah
Dasar dan lebih dari separuhnya (69%) hanya menamatkan pendidikannya sampai
jenjang Sekolah Dasar (SD). Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran
petani akan pentingnya ilmu pengetahuan untuk menunjang dan meningkatkan
kemampuan dalam berusahatani. Sisanya 14% berpendidikan SMP (8%), SMA
(5%), dan Perguruan Tinggi (1%).
1%
5%
17%
8%

Tidak tamat
SD
SD

SMP
69%

SMA

Gambar 2 Tingkat pendidikan petani brokoli di
Kecamatan Cipanas dan Pacet
Separuh dari petani responden di Kecamatan Cipanas dan Pacet berstatus
sebagai pemilik lahan dengan persentase 50%. Petani yang berstatus sebagai
penggarap memiliki persentase sebesar 44% dan penyewa lahan sebesar 6%.
Banyaknya penggarap dan penyewa disebabkan pemilik lahan tidak punya banyak
waktu untuk mengurus lahannya. Selain itu juga, petani membutuhkan uang dalam
jumlah yang banyak untuk keperluan sehari-hari sehingga harus menyewakan

6
lahannya kepada petani lainnya. Pada umumnya, petani menyewakan lahannya
menggunakan sistem gadai, yaitu petani meminjam uang kepada petani lainnya,
petani yang memberikan pinjaman berhak mengolah lahan si peminjam uang
sampai peminjam uang bisa melunasi hutangnya ke pemberi pinjaman uang.

Pemilik
44%

50%

Penyewa
Penggarap

6%
Gambar 3 Status petani brokoli di Kecamatan
Cipanas dan Pacet
Sebagian besar petani (79%) di Kecamatan Cipanas dan Pacet sangat
berpengalaman dalam budidaya brokoli, yaitu 43% petani memiliki pengalaman
lebih dari 20 tahun dan 11-20 tahun sebesar 36%. Persentase petani yang
mempunyai pengalaman bertani sekitar 1-5 tahun (sedang) yaitu 10% dan 6-10
tahun (rendah) sebesar 11%. Tingkat pengalaman tani dilihat berdasarkan seberapa
lama petani sudah menggarap lahannya.

43%

10%
11%

1˗5
6˗10

11˗20
36%

> 20

Gambar 4 Pengalaman bertani petani brokoli di
Kecamatan Cipanas dan Pacet
Penghasilan yang diperoleh petani tiap bulannya bervariasi. Mayoritas petani
berpenghasilan Rp 1 000 000 – Rp 5 000 000 dengan persentase sebesar 63%.
Sebesar 19% petani responden mempunyai penghasilan di bawah Rp 1 000 000 dan
7% diantaranya berpenghasilan lebih dari Rp 10 000 000. Penghasilan petani
didapat dari pekerjaan utamanya sebagi petani.

7

7%
19%
11%

10000000

63%
Gambar 5 Penghasilan per bulan petani brokoli di Kecamatan
Cipanas dan Pacet
Sebagian besar petani responden (82%) tidak mengikuti program Sekolah
Lapang Pengendalian Hama Terpadu dan sisanya (12%) mengikuti program
tersebut yang diadakan oleh dinas pertanian setempat. Hal ini menunjukkan bahwa
sangat sedikit sekali petani responden yang mengetahui teknik pengendalian
alternatif. Menurut penuturan petani, petani bisa bertanya kepada petani lain atau
kios pestisida mengenai pengendalian OPT brokoli.

18%

82%

SLPHT
Bukan
SLPHT

Gambar 6 Keikutsertaan petani brokoli dalam SLPHT
di Kecamatan Cipanas dan Pacet
Varietas brokoli yang ditanam oleh petani terdiri 5 varietas yaitu Bejo,
Sakata, Grand 11, Royal Grand, dan Royal PS. Varietas Bejo dan Sakata sering
digunakan oleh petani tersebut. Sebanyak 64.42% petani menanam brokoli dengan
varietas Bejo dan 30.77% petani menanam brokoli varietas Sakata. Pemilihan
varietas berdasarkan selera petani. Menurut penuturan petani, varietas Bejo tahan
terhadap akar gada, warna krop hijau, dan bisa panen sebanyak 2-3 kali. Hal ini
disebabkan tunas yang muncul pada tanaman brokoli bisa dipelihara lagi dan
menghasilkan krop yang berkualitas baik sehingga banyak diminati di pasaran.
Berbeda halnya dengan varietas Bejo, varietas Sakata memiliki warna krop hijau
tua, rentan terhadap akar gada, dan hanya 1 kali panen saja.

8
70

% Petani

60
50

40
30
20
10
0
Bejo

Sakata

Grand 11

Royal grand

Royal PS

Varietas

Gambar 7 Varietas brokoli yang ditanam petani di Kecamatan Cipanas dan
Pacet
Seluruh petani responden di Kecamatan Cipanas dan Pacet menggunakan
sistem tumpang sari dalam bercocok tanam. Alasan penggunaan pola tanam
tumpang sari adalah mendapatkan penghasilan lebih dan mengoptimalkan lahan.
Penelitian Nadhiroh (2013) menyatakan Alasan penggunaan pola tanam tumpang
sari adalah hasil dari tanaman tumpang sari dapat memberikan tambahan
pendapatan atau sekedar konsumsi sehari-hari. . Ada 5 tanaman tumpang sari, yaitu
bawang daun, cabai, pakcoy, tomat, dan wortel. Dari kelima jenis tanaman tersebut,
pakcoy adalah jenis tanaman yang paling banyak dipilih oleh petani brokoli sebagai
tanaman tumpang sari, yaitu sebanyak 74% petani responden memilih tanaman ini.
Umur tanaman pakcoy yang relatif singkat sekitar 22-30 hari bisa dipanen menjadi
alasan petani brokoli melakukan tumpang sari dengan tanaman tersebut.

% petani

80
60

40
20
0
Bawang
daun

Cabai

Pakcoy

Tomat

Wortel

Tanaman tumpang sari

Gambar 8 Jenis tanaman tumpang sari pada pertanaman brokoli di
Kecamatan Cipanas dan Pacet
Hama dan Penyakit Tanaman Brokoli dan Teknik Pengendaliannya
Hama yang menyerang pertanaman brokoli milik petani di Kecamatan
Cipanas dan Pacet adalah ulat tanah (A. ipsilon), ulat krop atau dalam istilah sunda
adalah hileud bocok (C. pavonana), dan ulat daun (P. xylostella). Hama yang
menjadi masalah bagi sebagian besar petani brokoli adalah C. pavonana. Hama ini
anggota dari ordo Lepidoptera dari famili Crambidae. Hama ini menyerang
tanaman brokoli dari musim ke musim. Gejala yang ditemukan di lapangan adalah
larva memakan daun dan titik tumbuh yang mengakibatkan kematian tanaman.
Serangan hama C. pavonana pada tanaman brokoli yang sudah membentuk krop
akan menghancurkan krop atau menurunkan kualitas krop sehingga brokoli tidak

9
laku dijual. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Sastrosiswojo et al (2005)
bahwa larva muda C. pavonana bergerombol pada permukaan bawah daun dan
meninggalkan bercak putih pada daun yang dimakan. Larva instar ke-3 sampai ke5 memencar dan menyerang pucuk tanaman, sehingga menghancurkan titik
tumbuh. Sebanyak 68.25% petani lahannya terserang oleh hama tersebut.

Gambar 9 Imago C. pavonana
P. xylostella. merupakan hama kedua yang sering menyerang pertanaman
brokoli. Ulat pemakan daun merupakan hama dari ordo Lepidoptera family
Plutellidae. Gejala kerusakan yang ditimbulkan yaitu adanya gigitan larva pada
daun yang hanya meninggalkan lapisan epidermis atas daun. Apabila populasi larva
tinggi hampir seluruh daun dimakan dan hanya tertinggal tulang daun. Menurut
Satrosiswojo et al (2005) menyatakan bahwa larva memakan jaringan permukaan
bawah atau permukaan atas daun dan meninggalkan lapisan epidermis yang
transparan sehingga membentuk “jendela” yang akhirnya daun berlubang.
P.xylostella menyerang sejak sebelum pembentukan krop sampai fase
pembentukan krop. Sebesar 20.63% petani lahannya terserang oleh hama tersebut.
A. ipsilon merupakan hama ketiga yang sering merah meresahkan petani
brokoli. Hama ini anggota dari ordo Lepidoptera dari famili Noctuidae. Gejala
kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ini pada tanaman muda adalah berupa
gigitan larva pada pangkal batang atau tanaman brokoli terpotong. Hama ini
merusak tanaman yang baru ditanam atau pada tanaman muda. Hama ini
menyerang 11.11% lahan petani responden.

% Petani

80
60
40
20
0
A.A.ipsilon
Ipsilon C.C.pavonana
pavonanaP.xylostella
P.xylostella

Akar gada

Bercak Busuk hitam
alternaria

Hama dan Penyakit

Gambar 10

Jenis hama dan penyakit pada tanaman
Kecamatan Cipanas dan Pacet

brokoli di

Penyakit yang menyerang tanaman brokoli di kedua kecamatan tersebut
adalah akar gada (P. brassicae), bercak alternaria (Alternaria sp), dan busuk hitam
(X. campestris). Akar gada atau dalam istilah sunda adalah “beuti” disebabkan oleh
P.brassicae (Agrios 2005). Kerusakan akibat serangan penyakit ini sangat

10
dirasakan petani brokoli di Kecamatan Pacet dan Cipanas. Gejala yang ditemukan
di lapangan adalah pada siang hari atau cuaca panas tanaman tampak layu, kerdil
dan pembentukan bunga kurang maksimal. Menurut Semangun (2007), P.
brassicae dapat tumbuh dengan baik pada suhu udara 25o C-30o C, tanah yang
lembab atau basah, kadar bahan organik yang tinggi dan pH yang lebih rendah dari
Lebih dari separuh petani responden (59.87%) lahannya terserang oleh penyakit
tersebut.

a

b

c

Gambar 11 Tanaman sehat (a), tanaman tampak layu di siang hari atau cuaca
panas (b), pembengkakan pada akar akibat serangan P. brassicae(c)
Penyakit kedua yang meresahkan petani di Kecamatan Pacet dan Cipanas
adalah busuk hitam atau dalam istilah sunda disebut “buruk hideung”. Penyakit ini
disebabkan oleh patogen X. campestris (Agrios 2005). Gejala yang ditemukan di
lapangan adalah mula-mula tepi daun terdapat daerah-daerah berwarna kuning atau
pucat, yang kemudian meluas ke bagian tengah. Tulang daun berwarna coklat tua
atau hitam. Pada tingkatan yang lebih lanjut, penyakit meluas terus melalui tulangtulang daun, masuk ke dalam batang, dan daun mengering (Gambar 12). Bakteri
masuk ke dalam tanaman melalui pori air (hidatoda) yang terdapat pada ujungujung berkas pembuluh di tepi-tepi daun. Di malam hari biasanya udara disekitar
tanaman mempunyai kelembaban yang sangat tinggi, sehingga air keluar dari pori
air sebagai air gutasi, yang tergantung-gantung lama ditepi daun. Di waktu pagi,
setelah kelembaban udara turun, air gutasi yang masih tergantung dapat terisap
kembali ke dalam pembuluh, bersama-sama dengan bakteri yang terdapat di
dalamnya (Semangun 2007). Sebanyak 36% petani lahannya terserang oleh
penyakit ini.

Gambar 12 Pertanaman terserang X. Campestris (a) dan ujung
.daun terdapat daerah warna kuning yang
membentuk huruf V (b)

11
Penyakit bercak alternaria adalah penyakit ketiga yang merugikan petani
brokoli. Penyakit ini disebabkan oleh patogen Alternaria sp. Gejala serangan
penyakit ini ditandai bercak-bercak berwarna coklat muda atau coklat tua bergaris
konsentris pada daun (Gambar 13). Penyakit ini dapat pula menyerang pada bagian
akar, pangkal batang, batang maupun bagian lain. Gejala serangan pada akar,
batang dan tangkai daun biasanya bercak-bercak bergaris, berwarna kehitamhitaman. Sebanyak 4% petani lahannya terserang penyakit tersebut.

Gambar 13 Gejala serangan Alternaria sp pada daun
Untuk mengendalikan serangan hama dan penyakit di atas, petani umumnya
hanya mengandalkan pada penggunaan pestisida sintetik dan sebagian petani
mengkombinasikan dengan kaptan dan Trichoderma. Secara umum, sebanyak 29%
petani responden menanggulangi OPT dengan teknik pengendalian konvensional
dan 71% petani responden menggunakan teknik pengendalian campuran untuk
menanggulangi OPT.
Mayoritas petani di Kecamatan Cipanas dan Pacet menggunakan teknik
pengendalian campuran. Sebanyak 89% petani SLPHT dan 67% petani bukan
SLPHT menggunakan teknik pengendalian campuran. Sebanyak 11% petani
SLPHT dan 33% petani bukan SLPHT menggunakan teknik pengendalian
konvensional. Hal ini menunjukkan petani brokoli tidak terlepas dari pestisida
sintetik dalam hal mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
100

% Petani

80
60
40

Campuran

20

Konvensional

0
SLPHT

Bukan SLPHT

Keikutsertaan SLPHT

Gambar 14

Distribusi keikutsertaan SLPHT berdasarkan teknik
pengendalian

Petani menggunakan kaptan dan Trichoderma pada persemaian. Menurut
penuturan petani, petani menggunakan kaptan untuk menaikkan pH tanah. Hal ini

12
sesuai penelitian Sastrosiswojo et al (2005) yang menyebutkan bahwa kaptan
berguna untuk menaikkan pH dan mencegah kekurangan unsur hara makro maupun
mikro serta menekan perkembangan penyakit akar gada.
Trichoderma merupakan genus cendawan yang ditemukan di banyak
ekosistem. Beberapa strain Trichoderma diketahui memiliki kemampuan untuk
mengurangi keparahan penyakit tanaman dengan beberapa mekanisme, yaitu
menghambat patogen tanaman secara langsung dengan kompetisi atau
hiperparasitisme dan membantu meningkatkan ketahanan tanaman dengan cara
memicu peningkatan produksi senyawa fenol. Trichoderma dapat mengendalikan
patogen tular tanah. Secara ekologi, Trichoderma memiliki potensi antagonistik dan
mikoparasitik yang tinggi (Hermosa et al. 2012).
Pada umumnya, petani brokoli menyemprotkan pestisida dengan frekuensi 15 kali per musim tanam. Akan tetapi jika terdapat hama dan penyakit yang cukup
merugikan, maka penyemprotan dilakukan lebih dari 5 kali per musim tanam.
Terdapat dua alasan utama yang menjadi penyebab petani menggunakan pestisida,
yaitu lebih ampuh dan cepat membunuh serangan OPT (95% reponden) dan sudah
terbiasa sejak dulu (5% responden). Sebanyak 36.13 % Petani responden umumnya
menggunakan pestisida berbahan aktif klorantraniliprol. Insektisida tersebut
termasuk golongan senyawa antranilik diamida yang bersifat racun perut dan racun
kontak (Djojosumarto 2008). Klorantraniliprol bekerja mengganggu saraf otot
dengan mengaktifkan reseptor rianodin serangga yang menyebabkan ion kalsium
intraseluler berkurang sehingga serangga mengalami kelumpuhan otot kemudian
mengalami kematian (Perry et al. 1998).
Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Teknik Pengendalian
Analisis hubungan antara karakteristik petani dengan teknik pengendalian
pada Tabel 1 menunjukkan bahwa teknik pengendalian berasosiasi dengan
beberapa karakteristik petani yaitu diantaranya status petani dengan nilai-P sebesar
0.000, α=1%. Petani brokoli sebagai pemilik lahan cenderung menggunakan teknik
pengendalian campuran sedangkan petani brokoli yang berstatus bukan pemilik
lahan cenderung menggunakan teknik pengendalian konvensional.

Jumlah petani

50
40
30
20

Pemilik

10

bukan pemilik

0
Konvensional
Campuran
Teknik pengendalian

Gambar 15 Distribusi status petani berdasarkan teknik pengendalian
Petani sebagai pemilik lahan lebih leluasa dalam melakukan pengendalian
hama dan penyakit tanaman karena pemilik mempunyai hak kuasa penuh terhadap
lahannya. Berbeda halnya dengan petani yang berstatus sebagai bukan pemilik,
lebih memilih menunggu intruksi dari orang yang mempekerjakannya dan pada
umumnya petani sebagai bukan pemilik menggunakan pengendalian yang biasa

13
dilakukan oleh petani lainnya. Hal ini dilakukan karena petani berstatus bukan
pemilik tidak mau menanggung resiko gagal panen akibat penggunaan teknik
pengendalian hama dan penyakit yang baru.
Tabel 1 Analisis hubungan karakteristik petani brokoli dengan teknik pengendalian
Karakteristik petani
Chi-square
Nilai-Pa
Umur
00.106
0.745
Status petani
0.000b
17.533
Pendidikan
01.154
0.562
Pengalaman bertani
0.564
01.146
Jumlah keluarga
0.497
01.397
Penghasilan perbulan
0.000b
10.473
a

Berdasarkan hasil uji khi-kuadratbTolak H0 pada taraf nyata 1%

Jumlah petani

Karateristik lainnya yang berkorelasi dengan teknik pengendalian adalah
penghasilan perbulan (0.000) pada taraf nyata α=1%. Petani yang berpenghasilan
rendah cenderung menggunakan teknik pengendalian konvensional sedangkan
petani yang berpenghasilan sedang-tinggi lebih memilih teknik pengendalian
campuran. Petani yang berpenghasilan sedang-tinggi tidak hanya mengandalkan
pestisida saja, tetapi menggunakan kombinasi antara pestisida dan penggunaan
kaptan dan agens hayati yaitu Trichoderma.

50
40
30
20
10
0

Konvensional
Campuran

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat
tinggi

Penghasilan perbulan

Gambar 16 Distribusi penghasilan petani berdasarkan teknik pengendalian
Nilai Ekonomi Pengendalian Hama dan Penyakit Brokoli
Biaya pengendalian hama dan penyakit merupakan salah satu komponen dari
biaya produksi dalam budidaya brokoli. Rata-rata biaya pengendalian petani yang
menggunakan teknik pengendalian campuran sebesar Rp 6 688 747/ha atau sebesar
21% dari rata-rata biaya produksi selama semusim yaitu Rp 31 425 322/ha. Biaya
pengendalian petani yang menggunakan teknik pengendalian campuran meliputi
biaya pestisida, kaptan dan Trichoderma. Rata-rata biaya pengendalian petani yang
menggunakan teknik pengendalian konvensional sebesar Rp 6 187 717/ha atau 17%
dari rata-rata biaya produksi selama semusim yaitu Rp 35 425 214/ha. Biaya
pengendalian petani yang menggunakan teknik pengendalian secara konvensional
adalah biaya pestisida saja.

14
Tabel 2 Analisis ekonomi petani brokoli menurut teknik pengendaliannya
Teknik pengendalian
Biaya dan penerimaan
Campuran
Konvensional
Biaya produksi (Rp/ha)
31 425 322
35 425 214
06 688 747
06 187 717
Biaya pengendalian (Rp/ha)
Pestisida (Rp/ha)
03 903 770
04 281 217
00 055 500
Trichoderma(Rp/ha)
Kaptan (Rp/ha)
00 733 084
00 007.743
00 007.586
Total produksi (t/ha)
Harga jual (Rp/kg)
00 007 887
00 007 034
Total penerimaan (Rp/ha)
58 749 752
56 133 841
Laba (Rp/ha)
27 324 430
20 708 628
Rasio manfaat/biaya
1.01
0.60

Besarnya rata-rata biaya pestisida yang dikeluarkan petani menggunakan
teknik pengendalian campuran adalah Rp 3 903 770 atau sekitar 58% dari rata-rata
biaya pengendalian yaitu Rp 6 688 747 selama semusim. Rata-rata biaya pestisida
yang dikeluarkan petani menggunakan teknik pengendalian konvensional adalah
Rp 04 281 217 atau sekitar 69% dari rata-rata biaya pengendalian yaitu Rp 6 187
717 selama semusim.
Petani yang menggunakan teknik pengendalian campuran mendapatkan laba
31% lebih tinggi daripada petani yang menggunakan teknik pengendalian
konvensional. Hal ini dikarenakan rata-rata hasil panen yang didapat oleh petani
dan harga jual brokoli yang menggunakan teknik pengendalian campuran lebih
tinggi daripada petani yang menggunakan teknik pengendalian campuran.
Besarnya nilai Rasio manfaat/biaya (B/C) petani yang menggunakan teknik
pengendalian campuran adalah 1.01, artinya petani mendapatkan keuntungan
sebesar 101% dari total biaya produksi yang dikeluarkan petani. Berbeda halnya
dengan petani yang menggunakan teknik pengendalian konvensional, besarnya
nilai manfaat/biaya (B/C) petani tersebut adalah 0. 60, artinya petani mendapatkan
keuntungan sebesar 60% dari total biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani.
Nilai B/C petani yang menggunakan teknik pengendalian campuran lebih tinggi 1.7
kali lipat daripada nilai B/C petani yang menggunakan teknik pengendalian
konvensional.

15

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Seluruh petani brokoli menggunakan pestisida sintetik untuk mengendalikan
hama dan penyakit di pertanamannya dan 71% diantaranya mengombinasikan
dengan Trichoderma sp dan kaptan. Penghasilan per bulan dan status kepemilikan
lahan berkorelasi dengan teknik pengendalian yang dipraktekkan petani. Dengan
mengurangi penggunaan pestisida sintetik dan menggantikannya dengan
Trichoderma sp dan kaptan, petani mendapatkan keuntungan dari budidaya brokoli
1.7 kali lipatnya dari keuntungan apabila hanya mengandalkan kepada pestisida
sintetik saja.

Saran
Perlu kajian sejenis lebih lanjut yang dapat membandingkan pengelolaan
OPT dan nilai ekonominya di sentra tanaman brokoli lainnya sehingga diperoleh
informasi yang lebih komprehensif bagi petani brokoli dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan dalam memutuskan pengendalian OPT.

16

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. San Diego (US): Academic Press.
Ameriana M. 2006. Kesediaan konsumen membayar premium untuk tomat aman
residu pestisida. J. Hort 16(2):165-174.
Cheach LH, Veerakone S, Kent G. 2000. Biological control of clubroot o
cauliflower with Trichoderma and Streptomyces spp. Organic and
Biocontrol. 58(1):18-21.
Darajat YM. 2014. Perbandingan pola penggunaan pestisida pada petani sayuran
dan petani tanaman hias di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Harjono S. 2011. Pengelolaan organisme pengganggu tanaman pada budidaya
tomat di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi serta nilai ekonominya
[skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Hasheela EBS, Nderitu JH, Olubayo FM. 2010. Evaluation of cabbage varietal
resistance againts diamond-back moth (Plutella xylostella) infestation and
damage. Tunisian Journal of Plant Protection. 5(1):91-98.
Hermosa R, Viterbo A, Chet I, Monte E. 2012. Plant beneficial effect of
trichoderma and of its genes. Microbiology 158 (1):17-25.
Heroe H. 2005. Karakterisasi, dinamika, dan optimasi pemberian unsur hara serta
insektisida pada sistem produksi padi bagi pemanfaatan lahan sawah
berkelanjutan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Heryansyah A. 2010. Preferensi petani sayuran dan jagung dalam pengendalian
organisme pengganggu tanaman di wilayah Bogor dan Cianjur dan analisis
ekonominya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Irfan B. 2008. Kerasionalan petani sayuran dan padi daerah sentra dan non sentra
di Jawa Barat terhadap penggunaan pestisida [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crop in Indonesia. Van der Laan PA,
penerjemah. Jakarta (ID):PT Ichtiar Baru-van Hove. Terjemahan dari: De
Plagren van de Cultuurgewessen in Indonesia.
Mamgain A, Roychowdhury R, Jagatpati T. 2013. Alternaria pathogenecity and its
strategic control. Research Journal of Biology. 1(1):01-09.
Nadhiroh. 2013. Pengetahuan, sikap, dan tindakan petani sayuran dalam
penggunaan pestisida di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Oka IN. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Perry AS, Yamamoto I, Ishaaya I, Perry RY. 1998. Insecticides in Agriculture and
Environment: Retrospects and Prospects. New York (US): Springer-Verlag.
[RI] Presiden Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
Tentang Sistem Budidaya Tanaman. Jakarta (ID): RI.

17
Sari NJ, Prijono D. 2004. Perkembangan dan reproduksi Crocidolomia pavonana
(Lepidoptera:Pyralidae) pada pakan alami dan semibuatan. Jurnal Hama dan
Penyakit Tropika. 4(2):53-61.
Sastrosiswojo S, Uhan TS, Sutarya R. 2005. Penerapan Teknologi PHT pada
Tanaman Kubis. Bandung (ID): BALITSA.
Semangun H. 2007.Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Press.
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI Press.
Specht A, Angulo AO, Olivares TS, Fronza Edegar, Specht VFR, Valduga E,
Albrecht F, Poletto G, Barros N. 2013. Life cycle of Agrotis malefida
(Lepidoptera:Noctuidae): diapausing cutworm. Zoologia. 30(4):371-378.
Sulastri E. 2010. Penurunan intensitas akar gada dan peningkatan hasil kubis
dengan penanaman caisin sebagai tanaman perangkap patogen [skripsi].
Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Untung K. 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University.

18

19

LAMPIRAN

20

21
Lampiran 1 Kuisioner penelitian
KUESIONERSURVEI TENTANG PENGELOLAAN DAN DAMPAK
EKONOMI SERANGAN HAMA DAN PENYAKIT
PADA TANAMAN BROKOLI
══════════════════════════════════════════════
Kabupaten
: ………………....
Kecamatan
: …..........................
Desa
: ………………….
Tgl./waktu
: ……………………
══════════════════════════════════════════════
I. INFORMASI UMUM
1. Nama petani : ........................................................... Jenis kelamin: L/P
2. Umur
: ............ tahun
3. Status petani: penggarap
penyewa
pemilik
4. Pendidikan :  Tidak tamat SD  SD  SLTP  SLTA  D3  S1
5. Pengalaman bertani: ............ tahun
6. Pekerjaan lain:  buruh kasar  pedagang  pegawai swasta  PNS
 lainnya, sebutkan ......................................
7. Jumlah anggota keluarga: …….. orang
8. Penghasilan per bulan: a) Bertani Rp ……...........................
b) Lainnya Rp. ………………….......
------------------------------------------------Total Rp. ……………………….
1) Kurang dari Rp 1 000 000,
2) Antara Rp 1 000 000 s.d.Rp 2 000 000,
3) Antara Rp 2 100 000 s.d.Rp 5 000 000,
4) Antara Rp 5 100 000 s.d.Rp 7 500 000,
5) Antara Rp 7 600 000 s.d.Rp 10 000 000,
6) Antara Rp 10 100 000 s.d.Rp 15 000 000,
7) Antara Rp 15 100 000 s.d.Rp 20 000 000,
8) Lebih dari Rp 20 000 000,
Pernah mengikuti SLPHT?  Ya, lanjut ke no. 11,  Tidak, lanjut ke
bagian II
a) Kapan dilaksanakan ? tahun .........................
b) Siapa yang menyelenggarakan?
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
II. PRAKTEK BUDIDAYA DAN BIAYA PRODUKSI
1. Luas lahan: .................. bata/m2/ha
2. Dalam penyiapan lahan, apakah dilakukan sendiri?  YaTidak
Bila tidak, berapa jumlah buruh yang dipekerjakan? ……. orang, dan berapa
besarnya upah per orang per hari? Rp ……………………..

9.

22

3.

4.
5.
6.

7.

8.

9.

Berapa lama waktu yang dibutuhkan? …….. hari
Sistem perairan:  tadah hujan
 semi teknis
 teknis
Berapa besarnya biaya untuk pengairan tersebut? Rp ………………….per
bulan/musim/tahun
Jenis varietas/kultivar yang ditanam: ……………………………………….
Sistem pola tanam: Monokultur
Tumpang sari, dengan tanaman
..............................................................
Asal benih: sendiri
beli di toko/kios saprotan beli dari petani lain
lainnya, sebutkan ……………………………..
Kalau beli, berapa biaya untuk beli benih tersebut? Rp.…………………… per
musim tanam
Siapa yang melakukan penyemaian bibit? sendiriorang lain/buruh
Berapa lama penyemaian bibit ini berlangsung? ………. hari/minggu
Berapa biaya yang dikeluarkan untuk penyemaian ini? Rp …………………
Siapa yang melakukanpenanaman di lahan? sendiriorang lain/buruh
Berapa lama penanaman ini berlangsung? ………. hari
Berapa biaya yang dikeluarkan untuk penanaman ini? Rp …………………
Berapa banyak pupuk buatan digunakan?

Jumlah yang diaplikasikan
Frekuensi aplikasi
(kg)
(kali)
1
N
………
…….
2
P
………
…….
3
K
………
…….
4
…….
………
…….
Berapa biaya untuk beli pupuk buatan tersebut? Rp. ……………………….
10. Berapa banyak pupuk kandang digunakan?
Jumlah yang
Frekuensi aplikasi
No.
Jenis pupuk
diaplikasikan (kg)
(kali)
1
……………………..
………
…….
2
……………………...
………
…….
Berapa biaya untuk beli pupuk kandang tersebut? Rp. ……………………….
11. Apakah Bapak melakukan penyiangan gulma?  YaTidak
Kalau Ya, siapa yang melakukannya? sendiriorang lain/buruh
Berapa kali permusim penyiangan gulma ini dilakukan? …… kali
12. Apakah Bapak melakukan penyemprotan pestisida?  YaTidak
BilaYa, berapa kali penyemprotan ini dilakukan? ….. perminggu/musim
Siapa yang melakukan penyemprotan ini? sendiriorang lain/buruh
Berapa biaya yang dikeluarkan untuk membeli pestisida per musim tanam?
Rp ……………………..
13. Apakah Bapak melakukan pengamatan hama/ penyakit sebelum melakukan
penyemprotan pestisida?  YaTidak
No. Jenis pupuk

23
BilaYa, siapa yang melakukan pengamatan? sendiriorang lain/buruh
14. Berapa total biaya yang dikeluarkan untuk penyiapan lahan sampai dengan
panen? Rp ………………………………
III. MASALAH HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
1. Jenis hama dan penyakit apa saja yang menyerang tanaman?
a. Musim tanam sekarang
Hama
Serangan1)
Penyakit
Serangan1)
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
1)
R = ringan, S = sedang, B = berat
b. Musim tanam sebelumnya
Hama
Serangan1)
Penyakit
Serangan1)
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
R/S/B
1)
R = ringan, S = sedang, B = berat
2. Di antara jenis OPT di atas, jenis hama yang paling merugikan adalah
………………………………dan jenis penyakit yang paling merugikan
adalah ……………………………………………………….
3. Berapa persen tanaman yang rusak akibat serangan hama dan penyakit di atas?
…………………
4. Berapa persen hasil panen yang hilang akibat serangan hama dan penyakit
tersebut? ……………
5. Tindakan apayang dilakukan untuk mengatasi masalah hama dan penyakit di
atas?
Hanya menyemprot pestisida sintetik, alasan:.................................................
.............................................................................
Menyemprot pestisida sintetik dan tindakan lainnya, sebutkan :
...............................................................................................................................

24
Alasan:...................................................................................................................
...............................................................................................................................
Tanpa menggunakan pestisida sintetik tapi dengan tindakan lainnya,
sebutkan:................................................................................................................
...............................................................................................................................
Alasan:...................................................................................................................
..............................................................................................................................
Bila menggunakan pestisida sintetik, sebutkan jenis dan jumlahnya:
No.

Jenis

Harga
(Rp/kemasan)

Frekuensi
per minggu

Jumlah
penggunaan
(liter/botol)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
6. Apakah pernah ada petani/pekerja/keluarga/tetangga yang mengalami
keracunan pestisida?
Ya, lanjutkan ke no 8 dan9Tidak
7. Bila ada, bagaimana kondisi keracunannya?
Ringan
Sedang
Berat
8. Bilaa da, apakah dilakukan tindakan pengobatan ke dokter atau puskesmas?
 YaTidak
BilaYa, berapa besar biaya pengobatannya? Rp…………………………….
IV. PRODUKSI
1. Berapa total hasil yang dapat dipanen? Musim sekarang ………………….
Musim yang lalu …………..
2. Untuk brokoli kualitas bagus (tidak terserang), berapa harga jual per kg?
………………sedangkan untuk brokoli kualitas rendah (sedikit terserang),
berapa harga jual per kg? ……………….
3. Di mana hasil panen brokoli dijual?:
Langsungditempat
 Supermarket
Pasar
Tengkulak
Lainnya, sebutkan …………………………………………………………
4. Bila tidak ada serangan hama/penyakit, berapa banyak hasil panen per musim
tanam? ……………..
Catatan tambahan:

25
Lampiran 2 Rekapitulasi karakteristik petani
Karakteristik
Tingkat pendidikan
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
S1
Status Petani
Pemilik
Penyewa
Penggarap
Umur Petani
20-29
30-44
45-59
> 60
Pengalaman bertani
1˗5
6˗10
11˗20
> 20
Jumlah Keluarga
2˗4
5˗7
8˗14
belum berkeluarga
Penghasilan Petani
Per bulan
20000000

Campuran
Frekuensi
Persentase

Konvensional
Frekuensi
Persentase

09
51
06
04
01

12.68
71.83
08.45
05.63
01.41

08
18
02
01
-

27.59
62.07
06.90
03.45
-

45
03
23

63
04
32

05
03
21

17
10
72

07
25
30
09

09.86
35.21
42.25
12.68

07
07
12
03

24.14
24.14
41.38
10.34

07
07
24
33

09.86
09.86
33.80
46.48

03
04
12
10

10.34
13.79
41.38
34.48

29
30
09
03

40.85
42.25
12.68
04.23

14
09
03
03

48.28
31.03
10.34
10.34

06
28
18
05
07
02
02
03

08.45
39.44
25.35
07.04
09.86
02.82
02.82
04.23

13
10
06
-

44.83
34.48
20.09
-

26

Varietas
Bejo
Sakata
Grand 11
Royal grand
Royal PS
Tanaman
Bawang daun
Cabai
Pakcoy
Tomat
Wortel

Jenis pupuk
KCL
NPK
TSP
Urea
ZA

OPT Brokoli
Hama
Agrotis i
Crocidolomia p
Plutella x
Penyakit
Akar gada
Bercak
alternaria
Busuk hitam

Lampiran 3 Rekapitulasi varietas brokoli
Campuran
Konvensional
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
40
53.33
27
93.10
30
40.00
02
06.90
01
01.33
03
04.00
01
01.33
Lampiran 4 Rekapitulasi tanaman tumpangsari
Campuran
Konvensional
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
09
12.68
01
03.45
04
05.63
49
69.01
25
86.21
01
03.45
09
12.68
02
06.90
Lampiran 5 Rekapitulasi pupuk petani brokoli
Campuran
Konvensional
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
28
14.74
07
07.45
78
41.05
44
46.81
41
21.58
22
23.40
15
07.89
01
01.06
28
14.74
20
21.28
Lampiran 6 OPT tanaman brokoli
Campuran
Konvensional
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
14
62
14

15.56
68.89
15.56

24
12

66.67
33.33

69

63.30

25

52.08

07
33

06.42
30.28

23

47.92

27
Lampiran 7 Tabel kontingensi dan hasil olah khi-kuadrat hubungan karakteristik
petani dengan teknik pengendalian

Umur * Teknik pengendalian
Crosstab
Count

Umur

1,00
2,00

Total

Teknik pengendalian
1,00
2,00
26
62
3
9
29
71

Total
88
12
100

Keterangan: 1= usia produktif (20 tahun-59 tahun), 2= usia non produktif (>60 tahun)
Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Assoc iation
N of Valid Cases

Value
,106b
,000
,109

df
1
1
1

,105

Asymp. Sig.
(2-sided)
,745
1,000
,742

1

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

1,000

,520

,746

100

a. Computed only for a 2x2 table
b. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
3,48.

Status petani * Teknik pengendalian
Crosstab
Count

Status
petani

1,00
2,00

Total

Teknik pengendalian
1,00
2,00
5
45
24
26
29
71

Total
50
50
100

Keterangan: 1= Pemilik, 2= bukan pemilik

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Assoc iation
N of Valid Cases

Value
17,533b
15,736
18,687

17,357

df
1
1
1

1

Asymp. Sig.
(2-sided)
,000
,000
,000

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

,000

,000

,000

100

a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
14,50.

28

Pendidikan * Teknik pengendalian
Crosstab
Count

Pendidikan

1,00
2,00
3,00

Total

Teknik pengendalian
1,00
2,00
26
58
3
12
0
1
29
71

Total
84
15
1
100

Ke