Pengelolaan Hama Dan Penyakit Tanaman Talas Di Kecamatan Cijeruk Dan Tamansari Kabupaten Bogor

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
TALAS DI KECAMATAN CIJERUK DAN TAMANASARI
KABUPATEN BOGOR

RISKA NOVIANA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Hama dan
Penyakit Tanaman Talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari Kabupaten Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015

Riska Noviana
NIM A34080088

2

3

ABSTRAK
RISKA NOVIANA. Pengelolaan Hama dan Penyakit Tanaman Talas di
Kecamatan Cijeruk dan Tamansari Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ALI
NURMANSYAH dan ABDUL MUNIF.
Talas merupakan tanaman pangan berupa umbi dengan kandungan
karbohidrat yang cukup tinggi dan menjadi salah satu bahan pangan alternatif
setelah beras. Kabupaten Bogor menjadi salah satu sentra produksi tanaman talas
di Indonesia. Adanya permasalahan organisme penggangu tanaman (OPT) pada
tanaman talas akan berdampak terhadap menurunnya produktivitas umbi talas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hama dan penyakit penting
tanaman talas dan tindakan pengendalian OPT tersebut yang dilakukan oleh petani,
serta nilai ekonomi usahatani talas yang dilakukan oleh petani talas di Kecamatan
Cijeruk dan Tamansari, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan metode
survei lapangan dan wawancara petani secara langsung dengan menggunakan
kuesioner. Data disajikan secara deskriptif dengan diagram batang dan diperkuat
dengan analisis Chi-square untuk melihat perbandingan dan hubungan keterkaitan
antara karakteristik petani dengan tiga macam tindakan pengendalian OPT talas
dan diperkuat dengan analisis rasio R/C pada usahatani talas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan atau asosiasi antara karakteristik petani;
tingkat pendidikan dan pengalaman SLPHT petani dengan tiga jenis tindakan
pengendalian OPT, yaitu pestisida, non pestisida, dan campuran di Kecamatan
Tamansari. Hasil analisis usahatani di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
memiliki nilai R/C tunai sebesar 3.01 dan 3.20. Nilai R/C tersebut menunjukkan
bahwa usahatani talas yang dijalankan efisien untuk dikembangkan, karena dapat
memberikan keuntungan bagi petani.
Kata kunci: menejemen hama dan penyakit, nilai ekonomi, talas.

4


5

ABSTRACT
RISKA NOVIANA. Management of Plant Pests and Diseases of Taro in Cijeruk
and Tamansari Sub-districts Bogor District. Supervised by ALI NURMANSYAH
and ABDUL MUNIF.
Taro, a tuber crop with high carbohydrate content, is one of alternative
staple food after rice. The existence of the problems in terms of pests and diseases
will give an impact to the reduction of taro productivity. The aim of study is to
obtain the information of problems and management of taro’s pests and diseases
and economic value in Cijeruk and Tamansari Sub-district, Bogor District. The
research has been conducted through the method of field survey and direct
interview with questionnaires to the farmers in Cijeruk and Tamansari Subdistrict. The data are presented descriptively with bar charts and using Chi-square
test to see the comparison and relationship between the characteristics of farmers
with three kinds of measures to control pests and diseases of taro plants and
reinforced by analysis of the ratio of R/C in taro agribusiness. The results showed
that the pests and diseases problems is not the main problem that hindering the
taro farming in Cijeruk and Tamansari Sub-district. There is a relation or
association between the characteristics of the farmer; educational level and
farmer’s SLPHT experience, with pest and diseases control measures that use

pesticides, non pesticides, and mix of both in Tamansari Sub-district. The results
of taro farming analysis in Cijeruk and Tamansari Sub-district, shows that the
cash value of R/C ratio are 3.01 and 3.20. The ratio R/C of values indicate that the
taro farming is effectivelly runs by farmers and can be developed because it could
provide good profit for farmers.
Keyword : economic value, pest and disease management, taro.

6

7

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TALAS
DI KECAMATAN CIJERUK DAN TAMANSARI
KABUPATEN BOGOR

RISKA NOVIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

8

9

10

11

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya dan kasih sayangnya sehingga tugas akhir ini berhasil

diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ali Nurmansyah,
MSi. dan Dr. Ir. Abdul Munif, MScAgr. atas kesabarannya dalam membimbing
penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Kritik dan saran dari beliau
sangat membangun dan menambah hasanah pengetahuan serta wawasan bagi
penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas do’a dan dukungannya
kepada Keluarga tercinta sehingga penulis senantiasa bersabar dan memiliki
semangat dalam menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor ini. Terima kasih,
juga penulis sampaikan pada sahabat dan teman-teman yang telah membantu dan
senantiasa mendoakan penulis hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan
baik.
Penghargaan khusus penulis sampaikan kepada Petani Talas di Kecamatan
Cijeruk dan Tamansari, Kabupaten Bogor dan Yusuf Kurniawan Putra yang telah
sangat membantu dalam operasional penelitian. Semoga keberkahan senantiasa
menyertai hidup kita.

Bogor, April 2015

Riska Noviana

12


13

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Pertanian
Karakteristik Petani Talas
Praktik Budidaya Tanaman
Masalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Talas
Tindakan Pengendalian OPT Talas
Hubungan Antara Karakteristik Petani dengan Tindakan

Pengendalian OPT
Analisis Usahatani
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
1
1
2
2
3
3
3
4
4

5
8
10
12
13
16
17
17
17
18
21
31

14

15

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Lokasi penelitian
Usia petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Pendidikan petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Pengalaman usahatani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Keaktifan petani dalam kelompok tani di Kecamatan Cijeruk dan
Tamansari
Partisipasi petani dalam mengikuti SLPHT di Kecamatan

Cijeruk dan Tamansari
Varietas talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Pola tanam talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Hama ulat grayak S.litura pada talas
Penyakit hawar daun talas P. colocasiae
Sporangium P. colocasia
Tindakan pengendalian OPT
Hubungan antara tindakan pengendalian OPT dengan pendidikan di
Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Hubungan antara tindakan pengendalian OPT dengan SLPHT di
Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

4
6
6
6
7
8
9
10
11
12
12
13
14
15

DAFTAR TABEL
1 Target luas panen, produksi, dan produktivitas talas di
Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
2 Uji Chi-square di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
3 Komponen perhitungan usahatani di Kecamatan Cijeruk dan
Tamansari
4 Analisis usahatani berdasarkan tindakan pengendalian OPT di
Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

5
14
16
16

LAMPIRAN
1 Kuesioner penelitian
2 Data jumlah variabel karakteriktik petani di Kecamatan
Cijeruk
3 Data jumlah variabel karakteriktik petani di Kecamatan
Tamansari
4 Hasil analisis Chi-square karakteristik petani dengan tindakan
pengendalian OPT talas di Kecamatan Cijeruk
5 Hasil analisis Chi-square karakteristik petani dengan tindakan
pengendalian OPT talas di Kecamatan Tamansari
6 Dokumentasi lahan talas di dua kecamatan

22
26
27
28
29
30

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu tanaman pangan dari umbi-umbian yang banyak dibudidayakan
di Indonesia yaitu talas (Colocasia esculenta). Tanaman talas berasal dari daerah
Asia Tenggara, kemudian menyebar ke Cina, Eropa, Afrika, dan Kepulauan
Pasifik (Kocchar 1998). Beberapa daerah di Indonesia seperti Maluku, Kepulauan
Mentawai, dan Papua, umbi talas telah menjadi makanan pokok. Inovasi
pemanfaatan talas semakin berkembang dari segi teknik pengolahannya, yaitu
talas diolah menjadi tepung talas, olahan pangan home industry, kerupuk, dodol,
hingga cheese steak talas (Ditjen BPTP 2002). Umbi talas sebagai sumber
karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu sebesar 23.79 g per 100 g talas mentah
(Depkes 1972). Selain itu, umbi talas juga mengandung lemak, vitamin, mineral,
walaupun dalam jumlah sedikit. Vitamin yang terkandung pada umbi talas di
antaranya vitamin A, B1, dan sedikit vitamin C (Muchtadi dan Sugiyono 1992).
Talas juga memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dalam komoditi
pengembangan industri pengolahan hasil dan agroindustri, serta menjadi
komoditas strategis sebagai pemasok devisa melalui ekspor (Departemen
Pertanian 2007).
Talas dinilai cukup potensial sebagai pangan alternatif pengganti beras,
karena talas memiliki daya posisi tawar (bargaining position) dalam komoditi
ekspor. Hal ini diperkuat oleh data hasil ekspor talas ke Jepang yang dinyatakan
oleh Global Seafood Indonesia (GSII) pada tahun 2010 bisa mencapai 10 t per
hari (Dharisy 2010). Tanaman talas banyak dibudidayakan di daerah tropis dan
subtropis (Liu et. al 2006), namun tidak selamanya budidaya tanaman talas
berjalan sesuai dengan target hasil yang diharapkan. Hal tersebut dinyatakan oleh
oleh Dinas Pertanian Kota Bogor (2011) yang menyatakan bahwa produksi talas
di Kota Bogor hanya mencapai 957 t dengan tingkat produktivitas 5.80 t per ha.
Saat kondisi optimal, produktivitas talas dapat mencapai 28 t per ha. Kondisi ini
menunjukkan bahwa produktivitas talas belum stabil, bahkan cenderung cukup
rendah dan hal ini dapat berimplikasi terhadap pendapatan usahatani talas yang
akan diperoleh petani.
Masalah hama dan penyakit tanaman talas mengalami tingkatan yang cukup
serius di beberapa negara, salah satunya Indonesia. Berbagai tindakan
pengendalian secara intensif dan bertahap terus dilakukan dengan melihat tingkat
kejadian dan keparahan dari patogen yang menyerang tanaman talas tersebut.
(COPR 1994). Hama dan penyakit tanaman akan menjadi salah satu faktor
penghambat produksi talas baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Serangan
hama dan penyakit tanaman yang saat ini sering dijumpai pada tanaman talas di
antaranya ulat grayak, ulat lundi, dan penyakit hawar daun (Ditjen BPTP 2010).
Data tersebut juga diperkuat oleh data penelitian dari COPR (1994) dan ACIAR
(2008), hama yang sering dijumpai pada tamanan talas adalah hama dari famili
Hemiptera dan Lepidoptera, sedangkan penyakitnya adalah hawar daun dari
Phythophthora sp.
Faktor lingkungan di udara dan tanah sangat menentukan perkembangan
hama dan penyakit tanaman, hal tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
kerentanan tanaman, perkembangan, serta aktivitas patogen (Agrios 2005). Teknik

2

pengendalian hama dan penyakit tanaman talas di antaranya pengendalian dari
aspek budidaya (kultural), mekanik, dan kimiawi (pestisida). Teknik pengendalian
dari aspek budidaya seperti: pola tanam yang tepat, rotasi tanaman atau varietas,
sanitasi lapangan, dan pemupukan yang tepat. Selanjutnya, teknik pengendalian
secara mekanik yaitu mengambil secara langsung dengan tangan atau
menggunakan alat seperti koret pada tanaman yang terserang organisme
pengganggu tanaman (OPT). Kemudian teknik pengendalian secara kimiawi,
yaitu pengendalian dengan pestisida jika diperlukan (ACIAR 2008).
Pengelolaan hama dan penyakit tanaman talas yang dimulai dari teknik
budidaya yang baik hingga tindakan pengendalian OPT yang tepat merupakan
rangkaian proses dari usahatani yang memiliki tujuan untuk mendapatkan
penghasilan secara finansial. Usahatani talas menjadi aspek penting dalam
menganalisis efisiensi pendapatan dari produksi talas yang telah dilakukan.
Soekartawi (1995) menyatakan bahwa salah satu ukuran efisiensi pendapatan
dalam berusahatani adalah adanya nilai penerimaan (R) untuk setiap biaya (C)
yang dikeluarkan (rasio R/C). Analisis usahatani rasio R/C akan menjadi salah
satu faktor dalam menentukan tingkat keuntungan dan kerugian yang diperoleh
dari usahatani yang telah dijalankan petani. Usahatani di Indonesia merupakan
usahatani kecil, karena usahatani yang dijalankan masih dalam lingkup
lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat, sumberdaya yang dimiliki
terbatas, bergantung pada produksi yang subsisten, dan kurang memperoleh
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya (Shinta 2011).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai jenis hama dan penyakit
yang menyerang pertanaman talas di sentra produksi talas di Kabupaten Bogor
dan tindakan pengendalian yang dilakukan petani untuk mengatasi masalah hama
dan penyakit tersebut. Selain itu, penelitian ini juga untuk memperoleh informasi
tentang nilai ekonomi dari usahatani talas yang berkaitan dengan tindakan
pengendalian OPT.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang berbagai
jenis dan tindakan pengelolaan hama dan penyakit tanaman talas, serta nilai
ekonominya terutama pada Kecamatan Cijeruk dan Tamansari, Kabupaten Bogor.

3

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan April hingga Juli 2013 pada 5 desa di
Kecamatan Cijeruk, yaitu Desa Cijeruk, Cipelang, Sukaharja, Tajurhalang, dan
Tanjungsari dan 3 desa di Kecamatan Tamansari, yaitu Sukajadi, Sukajaya, dan
Sukaresmi.
Metode Penelitian
Wawancara Petani
Penelitian di awali dengan mengobservasi berbagai lembaga pertanian
khususnya bidang pangan untuk mendapatkan data mengenai lokasi penghasil
talas yang produktif. Selanjutnya, terpilihlah dua kecamatan sebagai penghasil
talas yang produktif menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan (2013) yaitu
Kecamatan Cijeruk dan Tamansari. Berdasarkan informasi dari masing-masing
kecamatan tersebut, terpilihlah 8 desa contoh secara purposive sampling, yaitu
teknik pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang
diperlukan dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Kemudian dipilih sebanyak
50 petani responden di masing-masing kecamatan dengan cara snowball sampling,
yaitu teknik pengambilan sampel dari satu kelompok kecil kemudian
menghubungkan antar sampel satu dengan yang lain dan berlangsung secara terus
menerus sehingga semua sampel teridentifikasi. Wawancara langsung dengan
petani responden dilakukan menggunakan kuesioner terstruktur. Pertanyaan yang
diajukan kepada petani responden meliputi karakteristik petani, permasalahan
hama dan penyakit tanaman talas yang dijumpai di lahan, tindakan pengendalian
petani terhadap pengelolaan hama dan penyakit tanaman talas, dan data
perhitungan usahatani talas yang telah dilakukan oleh petani responden.
Pengamatan OPT di Lapangan
Pengamatan OPT dilakukan dengan melihat secara langsung kondisi lahan
talas yang terserang OPT, mencatat hasil pengamatan dari OPT yang terdapat di
lahan tersebut, kemudian hasil OPT yang teramati didokumentasikan. Terdapat
beberapa sampel tanaman talas yang terserang OPT, kemudian dilakukan
identifikasi OPT di Laboratorium Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, IPB.
Analisis Data
Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara di analisis dengan
menghitung persentase dan rataanya, kemudian disajikan dalam bentuk diagram
batang dengan Microsoft Excel 2007. Berdasarkan diagram tersebut dijelaskan
beberapa kriteria yg meliputi karakteristik petani, permasalahan dan tindakan
pengelolaan hama dan penyakit talas. Selain itu, juga terdapat hubungan antara
karakteristik petani dan tindakan pengendalian hama dan penyakit talas di analisis
dengan uji 2 (Chi-square). Selanjutnya dilakukan juga analisis usahatani talas
untuk melihat perbandingan nilai efisiensi rasio R/C, serta dilakukan pengujian uji
F dan uji t untuk membandingkan nilai R/C biaya tunai dari usahatani talas di
Kecamatan Cijeruk dan Tamansari.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Pertanian
Kecamatan Cijeruk dan Tamansari terletak di Kabupaten Bogor. Luas yang
dimiliki Kecamatan Cijeruk dan Tamansari masing-masing seluas 4 179.29 ha dan
3 425.99 ha yang dimanfaatkan sebagian besar untuk lahan pertanian di sektor
tanaman pangan, seperti talas, nanas gati, pisang rajabulu, dan manggis raya. Suhu
udara rata-rata di kecamatan tersebut setiap bulannya 26 oC dan kelembaban udara
kurang lebih 70% dengan kedalaman air tanah yang bervariasi sekitar 3-12 m
yang membuat kualitas air tanah cukup baik. Perkembangan produksi tanaman
talas cukup baik di Kabupaten Bogor dan hal tersebut dinyatakan oleh Dinas
Pertanian dan Kehutanan, bahwa Kecamatan Cijeruk dan Tamansari merupakan
dua daerah penghasil talas terbanyak di tahun 2013. Saat kondisi optimal,
produktivitas talas dapat mencapai 30 t/ha Alasan masyarakat yang cenderung
memilih berusahatani talas, karena hasil produktivitas panen talas yang stabil dan
pendapatan petani secara material yang diperoleh cukup untuk memenuhi segala
kebutuhan sehari-hari.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Talas yang dihasilkan dari Kecamatan Cijeruk dan Tamansari cukup
beragam, diantaranya seperti Talas Bentul, Talas Ketan atau Talas Bogor, dan
Talas Lampung. Lahan pertanian talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari dari
tahun ke tahun mengalami fluktuasi produktivitas kultivar talas/ha dengan luas
daerah panen yang cenderung terus menurun (Tabel 1). Hal ini menjadi perhatian
penting bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor khususnya dalam melakukan

5

“Revitalisasi Pertanian” melalui kebijakan pembangunan pertanian yang
mengutamakan kesejahteraan masyarakat petani talas.
Tabel 1 Target luas panen, produksi, dan produktivitas talas di Kecamatan
Cijeruk dan Tamansari
Target luas panen
Produksi
Produktivitas
Kecamatan
Tahun
(ha)
(t)
(t/ha)
2009
197
143.21
2.82
Cijeruk
2010
209
152.48
2.21
2011
147
143.15
2.10
2009
199
143.16
2.87
Tamansari
2010
200
120.00
2.40
2011
171
148.25
2.53
*

Sumber : Pemerintah Kabupaten Bogor 2013

Karakteristik Petani
Petani di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari memiliki beberapa karakteristik
yang sama, seperti tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, keaktifan kelompok
tani, dan keikutsertaan dalam SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama
Terpadu). Sementara pada beberapa karakteristik petani dari tingkat usia, varietas
talas, dan pola tanam, kondisi petani di kedua kecamatan tersebut terdapat
perbedaan. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2014), usia produktif
berkisar 15-64 tahun dan usia di atas 64 tahun termasuk ke dalam usia kurang
produktif. Ada sebanyak 40% dan 30% petani responden pada karakteristik usia
(Gambar 2) di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari termasuk ke dalam usia
produktif paling tinggi pada kisaran usia 41-50 tahun.
Tingkat pendidikan petani responden di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
tidak cukup beragam, bahkan terbilang cukup rendah. Tingkat pendidikan petani
responden diukur melalui tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Hasil
persentase tertinggi dan sama besar (Gambar 3) di dua kecamatan di dominasi
oleh tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 78%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal petani umumnya masih sangat
kurang, bahkan cenderung rendah dan hal ini dapat berpengaruh pada pola pikir,
penyerapan ilmu, dan penyaluran informasi pertanian dalam menentukan tindakan
pengelolaan hama dan penyakit tanaman talas di lahan. Data yang disajikan pada
Gambar 4 menunjukkan bahwa 32% dan 44% petani di Kecamatan Cijeruk dan
Tamansari telah melakukan usahatani talas lebih dari 25 tahun dan hal ini dapat
memengaruhi petani dalam melakukan teknik pengendalian OPT talas yang
terdapat di lahannya masing-masing berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki
oleh petani tersebut selama bertahun-tahun.

Persentase petani ( %)

6

50
40

40

32

30

30

26

22

20

22

14

Cijeruk

14

Tamansari

10
0
30-40

41-50

51-60

>60

Usia (tahun)

Persentase petani ( %)

Gambar 2 Usia petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
100

78

80
60

Cijeruk

40
20

12 16

10 6

Tamansari

0

TS

SD

SMP / SMA

Tingkat pendidikan
Gambar 3 Pendidikan petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari

Persentase petani (%)

50

44

40
30

34
28
22

18
14

20
10

32
Cijeruk
Tamansari

8

0
10-15 th

16-20 th
21-25 th
Pengalaman usahatani

> 26 th

Gambar 4 Pengalaman usahatani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Keikutsertaan petani untuk aktif dalam kegiatan dan program kelompok tani
masih terbilang kurang aktif. Sebanyak 66% dan 60% petani responden di
Kecamatan Cijeruk dan Tamansari tidak aktif mengikuti kelompok tani,
sedangkan 34% dan 40% bagi petani yang aktif mengikuti kegiatan dalam

7

Persentase petani ( %)

kelompok tani. Pembentukan kelompok tani yang progresif dan berkelanjutan
dapat menjadi solusi bagi petani untuk dapat memperkuat jaringan antar petani
mengakses informasi berkaitan dengan usahatani talas yang dilakukan.
Kementerian Pertanian mendefinisikan bahwa kelompok tani sebagai kumpulan
kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, dan sumber daya) dan keakraban
untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Kelompok tani
dibentuk dari, oleh, dan untuk petani, guna mengatasi masalah bersama dalam
usahatani serta menguatkan posisi tawar petani, baik dalam pasar sarana maupun
pasar produk pertanian (Hermanto dan Swastika DKS 2011).
80

66

60
40

34

60

40
Cijeruk

20

Tamansari

0

Aktif

Tidak aktif

Keaktifan petani dalam kelompok tani
Gambar 5 Keaktifan dalam kelompok tani di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Partisipasi petani responden dalam mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian
Hama Terpadu (SLPHT) di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari masing-masing
hanya terdapat 36% dan 44% bagi petani responden yang pernah mengikuti
kegiatan SLPHT, hasil ini cukup berkorelasi dengan tidak aktifnya petani
responden mengikuti kelompok tani. Petani yang memutuskan untuk tidak aktif
mengikuti kelompok tani dan SLPHT menggambarkan bahwa petani masih
kurang memiliki keinginan untuk mendapatkan informasi baru tentang pertanian
(Gambar 6). Alasan petani responden memilih untuk tidak aktif dalam kegiatan
kelompok tani dan SLPHT adalah merasa tidak adanya waktu dan memilih
mengerjakan pekerjaan sampingan selain bertani talas. Hal ini juga diperkuat oleh
Nazirah (2011) dalam penelitiannya yang memaparkan tentang karakteristik
petani, bahwa faktor dari pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain, media
massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor di
dalam diri individu sangat berperan dalam pengambilan keputusan petani untuk
melakukan penerapan inovasi baru tentang pengelolaan pertanian.

Persentase petani (%)

8

80

64

60
40

36

56

44
Cijeruk

20

Tamansari

0
Pernah

Tidak pernah

Partisipasi SLPHT
Gambar 6 Partisipasi petani dalam SLPHT di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Praktik Budidaya Tanaman
Talas diperbanyak secara vegetatif, umumnya melaui perbanyakan bibit
berupa tunas dan anakan lengkap dengan petiol (tangkai daun) yang diperoleh dari
pertanaman sebelumya. Talas dapat menghasilkan anakan bila disuplai dengan
nitrogen yang tinggi, maka dengan pemberian pupuk yang tepat akan sangat
menunjang pertumbuhan talas yang diharapkan (Agustina 2004). Berbagai jenis
pupuk yang digunakan oleh petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
diantaranya pupuk kandang berupa kotoran sapi atau kambing, urea, NPK, dan
TSP. Petani mengakui bahwa, semakin banyak pupuk yang dipakai untuk
pertanaman talas mereka, maka hasil dari umbi talas yang akan dipanen akan
semakin baik. Elemen unsur yang menjadi unsur elemen esensial makro yang
dibutuhkan oleh tanaman adalah N, P, K, S, Ca, dan Mg (Agustina 2004).
Varietas Talas
Varietas talas yang ditanam oleh petani responden di Kecamatan Cijeruk dan
Tamansari ada 3 macam varietas talas, yaitu Talas Bogor, Bentul, dan Lampung.
Jika melihat produksi ketiga varietas talas tersebut, di dua kecamatan memiliki
hasil produksi yang beragam. Kecamatan Cijeruk memiliki persentase di tiap
varietasnya yaitu 69% Talas Bogor, 20.7% Talas Bentul, dan 10.3% Talas
Lampung, sedangkan pada Kecamatan Tamansari, hasil produksi talas memiliki
persentase sebanyak 50 % Talas Bogor, 45.9 % Talas Bentul, dan 4.1 % Talas
Lampung. Varietas Talas Bogor menjadi pilihan terbanyak ditanam, karena
menurut petani nilai daya beli masyarakat yang cenderung lebih tinggi untuk
Talas Bogor dan Bentul sehingga Talas Lampung tidak ditanam atau diproduksi
lebih banyak. Pemilihan terhadap varietas yang akan ditanam menjadi strategi
usahatani tersendiri bagi petani dalam meningkatkan daya jual ekonomi yang
lebih besar. Saat ini perkembangan inovasi makanan berbahan dasar talas juga
terus meningkat, di tahun 2011 seorang entrepreneur muda, Rizka Wahyu
Romadhona, membuat Kue Lapis Talas Bogor dan membutuhkan tidak kurang
dari 200 kg tepung talas/bulan untuk membuat 3 400 boks kue/hari, artinya
dibutuhkan lebih dari 2 400 kg atau 2.4 t tepung talas/tahun untuk kelangsungan
produksi inovasi talas tersebut.

Persentase petani (%)

9

80
70
60
50
40
30
20
10
0

69
50

46
Cijeruk
21

Taman Sari
10

Talas Bogor

4

Talas Bentul Talas Lampung
Varietas talas

Gambar 7 Varietas talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Pola Tanam
Pola tanam yang digunakan dalam budidaya talas di Kecamatan Cijeruk dan
Tamansari adalah pola tanam monokultur dan tumpang sari. Pola tanam pada
Gambar 8 menunjukkan bahwa di Kecamatan Cijeruk terdapat 20% petani
menggunakan pola tanam monokultur dan sisaanya 80% tumpangsari, sedangkan
pola tanam di Kecamatan Tamansari sebanyak 94% petani menggunakan pola
tanam monokultur dan 6% tumpangsari. Alasan petani lebih dominan
menggunakan pola tanam tumpangsari di Kecamatan Cijeruk adalah untuk
memanfaatkan lahan yang ada, serta melihat waktu panen talas yang cukup lama,
yaitu sekitar 8-9 bulan masa tanam sehingga pola tanam tumpangsari menjadi
salah satu alternatif petani untuk mendapatkan bahan pangan lebih. Tanaman
tumpangsari yang biasanya ditanam oleh petani disekitar lahan talasnya adalah
seperti tomat, cabai, kacang panjang, dan nanas. Alasan beberapa petani
responden di Kecamatan Cijeruk (20%) dan Tamansari (94%) yang menggunakan
pola tanam monokultur adalah melihat dari segi kualitas bobot atau berat talasnya
setelah dipanen, hasil panen talas yang ditanam secara monokultur lebih baik
dibandingkan dengan hasil panen talas yang ditanam secara tumpangsari. Selain
itu petani responden juga menambahkan, jika talas yang di tanam secara
monokultur, maka hasil dari talas yang dipanen juga lebih besar karena tidak
adanya persaingan antar unsur hara dari tanaman talas yang satu dengan yang lain
(Gambar 8). Dibutuhkan penanganan yang lebih intensif untuk talas dengan pola
tanam monokultur, selain pemupukan yang tepat, pengelolaan terhadap tindakan
pengendalian hama dan penyakit serta tanaman gulma menjadi faktor utama
dalam memperoleh bobot talas yang besar dengan kualitas talas terbaik; bebas
hama dan penyakit talas.

Persentase petani (%)

10

94

100

80

80
60

Cijeruk

40
20

20

Tamansari
6

0
Monokultur
Tumpangsari
Pola tanam
Gambar 8 Pola tanam talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Masalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Talas
Jenis hama dan penyakit yang ditemukan di areal pertanaman pangan umbi
talas Kecamatan Cijeruk dan Tamansari sangat sedikit. Hasil survei menunjukkan
bahwa hama yang paling sering dijumpai oleh petani adalah ulat grayak
Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae), sedangkan penyakitnya adalah hawar
daun Phytophthora colocasiae. Petani responden menyatakan bahwa masalah
yang sering menjadi kendala dalam budidaya talas adalah saat curah hujan sangat
tinggi. Masalah OPT akan banyak muncul saat kondisi cuaca lembab pada musim
hujan dan curah hujan yang sangat tinggi, hal tersebut akan memengaruhi
pertumbuhan dari talas yang ditanam. Penelitian dilakukan saat musim kemarau
sehingga permasalahan tingginya serangan hama dan penyakit tanaman yang
disebabkan adanya faktor dari tingginya curah hujan tidak ditemukan. Rendahnya
tingkat serangan hama dan penyakit tanaman talas saat musim kemarau, tidak
membuat petani mengurangi tindakan pengendalian OPT. Tindakan pengendalian
OPT secara preventif (pencegahan) menjadi langkah awal yang tepat dalam
menjalankan usaha pengelolaan ekosistem pertanian atau sistem produksi
pertanian talas.
Ulat grayak Spodoptera litura
S. litura memiliki tipe metamorfosis sempurna dengan stadia perkembangan
telur, larva, pupa, dan imago. S. litura bersifat polifag dan memilki kisaran inang
yang sangat luas. Karena sifatnya yang polifag, S. litura mampu menyerang
berbagai macam tanaman, seperti: kedelai, cabai, padi, jagung, tomat, kapas,
kentang, kacang-kacangan, dan tanaman hias (Borror DJ dan White RE 1970).
Gejala awal kerusakan yang ditimbulkan akibat ulat grayak ini ada pada stadium
larva (Hidayanti dan Khanti 2013), karena itu jika ulat S. litura ditemukan dalam
jumlah yang sangat banyak dapat menimbulkan kerusakan yang serius. Kerusakan
yang ditimbulkan akibat ulat grayak ini ada pada stadium larva seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 9a dan 9b.
Kondisi di area pertanaman talas hanya dijumpai kelompok larva S. litura
yang memakan daun talas hingga menjadi rusak dan berlubang. Larva memakan
seluruh permukaan daun, hingga menyisakan epiderrmis permukaan atas tulang

11

daun. Tingkat serangan ulat S. litura yang terjadi di dua kecamatan; Cijeruk dan
Tamansari ini terbilang cukup rendah yaitu sebesar 9% dan 21%. Hal tersebut
terlihat pada pengamatan penelitian yang dilakukan di lahan talas dan laporan dari
petani langsung, bahwa hama ulat grayak ini tidak banyak menyerang lahan
pertanian talas mereka. Dari setiap petakan tanaman talas, hanya terdapat satu
sampai dua tanaman yang terserang ulat grayak S. litura, bahkan ada di beberapa
area pertanian talas yang tidak terserang hama ulat grayak sama sekali.

a
Gambar 9 Gejala serangan ulat S. litura pada daun talas
Hawar daun Phytophthora colocasiae
Cendawan patogen penyebab dari hawar daun talas ini adalah P. colocasiae
(Agrios 2005). Daun talas yang menghitam dan berlubang atau petani responden
sering menyebutnya dengan sebutan “lodoh”, ditunjukkan pada Gambar 10.
Gejala awal penyakit ini yaitu terlihat adanya bercak-bercak pada daun yang
awalnya berwarna ungu, kemudian menjadi merah cokelat dengan garis tepi
kuning hingga terkadang menyerupai bentuk cincin seperti pada Gambar 10a dan
10b. Selanjutnya, daun yang mengalami infeksi berangsur-angsur meluas menjadi
hawar. Penyebaran penyakit hawar daun ini terindikasi melalui percikan air hujan.
P. colocasiae menghasilkan sporangia dan zoospore yang siap lepas pada air dan
dapat menyebar oleh percikan air hujan, tapi tidak karena angin (Agrios 2005).
P. colocasiae memiliki kisaran inang yang cukup terbatas, yaitu talas dan
ubi rambat. Penyebaran P. colocasiae melalui perbanyakan tanaman dan melalui
tanah. Penyakit hawar daun ini sulit dikendalikan saat curah hujan tinggi.
Pembakaran daun yang terinfeksi dan menghilangkan sisa tanaman setelah panen
menjadi cara pengendalian yang paling efektif (Erwin dan Olof 1996). Tingkat
serangan P. colocasiae cukup rendah di dua kecamatan; Cijeruk dan Tamansari
yaitu sebesar 41% dan 26%. Hasil pengamatan di lapangan dan informasi petani,
bahwa penyakit hawar ini tidak mengganggu hasil produksi talas yang dihasilkan.
Hal tersebut juga dibuktikan dengan hasil panen yang dihasilkan cukup normal
dan stabil, setiap 1 000 m2 lahan yang ditanami talas tetap dapat menghasilkan
panen sebanyak 1 000 talas.

12

a

b

Gambar 10 Penyakit hawar daun talas P. colocasiae
Identifikasi terhadap patogen yang terdapat pada daun talas yang mengalami
gejala hawar daun menunjukkan adanya spora P. colocasiae. Bentuk spora P.
colocasiae yaitu bulat lonjong yang menyerupai buah pir. Gambar 11
menunjukkan spora P. colocasiae yang berkoloni membentuk sporangium .

Gambar 11 Sporangium P. colocasiae
Tindakan Pengendalian OPT
Terdapat tiga jenis cara pengendalian OPT yang dilakukan oleh petani, yaitu
menggunakan non pestisida, pestisida, dan campuran. Pembagian atas ketiga jenis
pengendalian OPT talas ini berdasarkan pada strategi pengendalian yang
dilakukan. Tindakan pengendalian non pestisida diantaranya yaitu pengendalian
dari aspek budidaya (melakukan pola tanam yang tepat, pergiliran tanaman, dan
sanitasi lahan) dan pengendalian secara mekanik (diambil langsung dengan
tangan). Pengendalian pestisida hanya dilakukan jika diperlukan, karena
penggunaan pestisida harus dilakukan secara bijaksana untuk mengurangi risiko
pencemaran lingkungan. Pengendalian campuran yaitu penggabungan dua
tindakan pengendalian dari non pestisida dan pestisida.
Tindakan pengendalian OPT talas di Kecamatan Cijeruk adalah masingmasing sebesar 26% non pestisida, 22% pestisida, dan 52% campuran, sedangkan
di Kecamatan Tamansari masing-masing sebesar 22% non pestisida, 34%
pestisida, dan 44% campuran (Gambar 12). Tindakan pengendalian OPT non
pestisida yang dilakukan petani responden di dua kecamatan lebih dominan
dengan teknik budidaya dan mekanik, yaitu pergiliran tanaman, sanitasi lahan, dan
pengambilan secara langsung dengan mencabut bagian tanaman yang terserang
OPT. Tindakan pengendalian intensif dengan pestisida dilakukan dengan
frekuensi aplikasi yang disesuaikan dengan tingkat keparahan serangan OPT talas

13

Persentase petani (%)

tersebut. Petani melakukan pencampuran 2-3 jenis pestisida dengan alasan agar
hama dan penyakit yang menyerang di lahan talas dapat segera teratasi dengan
cepat. Petani melakukan penyemprotan pestisida hanya di 2-3 bulan pertama awal
masa pertanaman dengan frekuensi penyemprotan dua minggu sekali yang
dilakukan di pagi hari. Keputusan melakukan penyemprotan pestisida dikalangan
petani juga dipengaruhi oleh biaya yang dimiliki. Jika biaya yang dimiliki terbatas,
maka pengendalian dengan penyemprotan pestisida hanya dilakukan minimal dua
kali selama masa tanam talas. Beberapa pestisida sintetis yang sering digunakan
oleh petani talas diantaranya pestisida berbahan aktif Deltamethrin, Profenofos,
dan Lamda sihalotrin.
Petani responden pada dua kecamatan memilki kecenderungan yang lebih
banyak pada teknik pengendalian campuran, yaitu sebesar 52% dan 44%.
Penggabungan antara tindakan pengendalian non pestisida dengan pestisida
dilakukan di awal penanaman bibit talas, petani memberikan pupuk kandang dan
Karbofuran secara bersamaan, penggunaan Karbofuran digunakan satu kali dalam
satu kali musim tanam dan dibutuhkan sekitar 1500 g/1000 m2 lahan. Jika ada
tanaman yang sakit, maka bagian tanaman yang terserang akan dicabut langsung
dengan tangan, dan jika ada gulma akan langsung disiangi menggunakan koret.
Petani responden di dua kecamatan memilih menggunakan Karbofuran sebagai
tindakan pengendalian terhadap ulat, siput, dan serangga pemakan daun yang
dapat menyerang tanaman talas. Penggunaan Karbofuran sangat efektif dalam
mengendalikan hama dan serangga dalam bentuk larva seperti penggerek daun,
ganjur, lundi/uret, nematoda bintil akar, perusak daun, ulat grayak, dan penggerek
pucuk.
60

52

50

44

40
30

34
26

22

22

Cijeruk

20

Tamansari

10
0

Non Pestisida

Pestisida

Campuran

Tindakan pengendalian
Gambar 12 Tindakan pengendalian OPT di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Hubungan Antara Karakteristik Petani dengan Tindakan Pengendalian OPT
Analisis hubungan pada tabel Chi-square menunjukkan bahwa tindakan
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) di Kecamatan Tamansari
berasosiasi atau saling berhubungan pada dua karakteristik petani talas, yaitu
tingkat pendidikan (0.03) dan pengalaman SLPHT (0.00) pada taraf α = 5%. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan partisipasi SLPHT yang telah di
ikuti petani responden di Kecamatan Tamansari membuat petani cenderung
memilih untuk melakukan tindakan pengendalian secara campuran. Petani
responden di Kecamatan Tamansari yang mengikuti jenjang pendidikan sekolah

14

(SD dan SMP/SMA) cenderung memilih teknik pengendalian OPT talas secara
non pestisida dan campuran. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
sangat penting dalam membentuk pola pikir masyarakat dalam memilih tindakan
pengendalian yang ramah lingkungan, yaitu mengurangi tindakan pengendalian
secara kimiawi secara maksimum.
Tabel 2 Uji Chi-square di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Cijeruk

Variabel

Persentase petani (%)

Usia
Pendidikan
Pengalaman Usahatani
Kelompok Tani
SLPHT
50

Chi-square
1.7009
4.6799
0.5058
0.3415
0.9670

Tamansari
p-Value
0.95
0.32
0.78
0.84
0.62

(a)
26

30
20

TS
SD

1012

10

p-Value
0.11
0.03
0.85
0.06
0.00

40

40

4

SMP/SMA

2

0
Non Pestisida

Persentase petani
(%)

Chi-square
10.4797
9.4633
0.3305
5.6484
11.2278

Pestisida

Campuran

50
40

44
(b)

30

TS

22

20
10

SD

12
2

6

4

SMP/SMA

0
Non Pestisida

Pestisida

Campuran

Gambar 13 Hubungan tindakan pengendalian dan pendidikan di Kecamatan
Cijeruk (a) dan Tamansari (b)
Keikutsertaan petani responden di Kecamatan Tamansari dalam kegiatan
SLPHT membuat petani lebih cenderung menggunakan teknik pengendalian OPT
talas secara non pestisida dan campuran. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
aktif petani untuk berpartisipasi dalam kegiatan SLPHT, maka semakin beragam
informasi yang diperoleh petani dalam tindakan pengendalian OPT talas. Beragam
kegiatan yang dirangkum dalam program SLPHT, mulai dari berdiskusi tentang
praktik budidaya talas hingga melakukan tindakan pengendalian OPT talas,
membuat pola pikir petani semakin baik tentang pentingnya tindakan

15

Persentase petani (%)

pengendalian OPT dan memahami konsep penerapan teknologi ramah lingkungan
di bidang pertanian, khususnya pengendalian hama terpadu. Sulistiawati (2011)
menyatakan bahwa informasi pertanian yang diterima dari kegiatan SLPHT masih
sangat diperlukan, karena hal tersebut dapat membantu petani dalam upaya
pengendalian OPT dengan teknik pengendalian hama secara terpadu.
40

(a)

36

30
20

Pernah

16

Tidak pernah

6

10
0
Non Pestisida

Persentase petani (%)

16

12 14

30

Pestisida

(b)

26

25
20
15

Campuran

22
18

16

14

Pernah
Tidak pernah

10
4

5
0
Non Pestisida

Pestisida

Campuran

Gambar 14 Hubungan tindakan pengendalian dan keikutsertaan SLPHT di
Kecamatan Cijeruk (a) dan Tamansari (b)
Berbeda halnya dengan hasil analisis uji Chi-square yang dilakukan di
Kecamatan Cijeruk, tidak adanya hubungan keterkaitan atau asosiasi antara
karakteristik petani responden (usia, pendidikan, kelompok tani, pengalaman
usahatani, dan SLPHT) dengan tindakan pengendalian OPT talas yang dilakukan.
Hal ini berarti bahwa berapapun tingkat usia petani, apapun tingkat pendidikan
petani, dan bagaimanapun pengelolaan usahatani yang dilakukan, serta
keaktifannya dalam kelompok tani dan SLPHT tidak memengaruhi cara atau
tindakan petani responden dalam melakukan pengendalian OPT talas di lahannya
masing-masing.
Pengambilan keputusan petani responden di Kecamatan Cijeruk atas
tindakan pengendalian OPT yang dipilih juga bisa terjadi karena adanya faktor
pengalaman dan fakta dari lingkungan keluarga yang turun-temurun terus
diajarkan kepada petani tentang bagaimana cara pengendalian OPT talas. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian Nazirah (2011) yang menyatakan bahwa
adanya pengajaran secara turun-temurun menjadi pilihan petani dalam melakukan
tindakan pengendalian hama dan penyakit tanaman secara terus-menerus.

16

Analisis Usahatani
Secara keseluruhan hasil analisis usahatani di masing-masing Kecamatan
Cijeruk dan Tamansari pada biaya tunai memiliki nilai rasio R/C > 1 yaitu 3.01
dan 3.20 (Tabel 3) sehingga usahatani yang dilakukan oleh petani di dua
kecamatan tersebut dapat dikatakan efisien untuk dijalankan. Petani mendapatkan
keuntungan dari usahatani talas yang dilakukan. Setiap biaya sebesar Rp100 000
yang dikeluarkan, petani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari mendapatkan
penerimaan masing-masing sebesar Rp301 000 dan Rp320 000 sehingga
keuntungan yang diperoleh dari setiap biaya Rp100 000 yang dikeluarkan petani
talas di masing-masing Kecamatan Cijeruk dan Tamansari adalah sebesar Rp201
000 dan Rp220 000.
Rasio penerimaan terhadap biaya tunai usahatani di Kecamatan Tamansari
lebih besar dibandingkan di Kecamatan Cijeruk karena biaya tunai yang
dikeluarkan oleh petani talas di Kecamatan Tamansari lebih rendah dibandingkan
dengan Kecamatan Cijeruk. Hasil uji F; F hitung 0.4552 dan F tabel 2.98 dan uji t;
t hitung 0.2148 dan t tabel 1.73 menunjukkan bahwa nilai R/C biaya tunai tidak
berbeda nyata, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai R/C
biaya tunai di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari.
Tabel 3 Komponen perhitungan usahatani di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Kode
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J

Komponen usahatani
Penerimaan tunai
Penerimaan non tunai
Total penerimaan
Biaya tunai
Biaya non tunai
Total biaya
Pendapatan biaya tunai
Pendapatan biaya total
Pendapatan bersih
R/C biaya tunai

Perhitungan usahatani
Harga x Jumlah talas
Bibit dari anakan talas
A+B
Biaya sarana produksi
Oportunitas lahan
D+E
C-D
C-F
H- Bunga pinjaman
A/D

Cijeruk*
20 000 000
500 000
20 500 000
6 650 000
140 000
6 790 000
13 850 000
13 710 000
13 710 000
3.01

Tamansari*
15 000 000
500 000
15 500 000
4 750 000
140 000
4 890 000
10 750 000
10 610 000
10 610 000
3.20

*dalam satuan Rupiah (Rp)

Tabel 4 Perhitungan usahatani berdasarkan tindakan pengendalian OPT talas di
Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
Tindakan pengendalian OPT
Non pestisida
Pestisida
Campuran

R/C tunai
Cijeruk
Tamansari
2.91
3.43
2.89
2.61
2.65
2.40

Nilai R/C biaya tunai pada usahatani talas pada Tabel 4 berdasarkan
tindakan pengendalian OPT talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
menunujukkan bahwa nilai R/C biaya tunai terhadap tindakan pengendalian OPT
talas non pestisida mendapatkan hasil tertinggi dengan masing-masing rasio R/C
biaya tunai sebesar 2.91 dan 3.43, artinya petani yang menggunakan tindakan
pengendalian OPT talas secara non pestisida mendapatkan keuntungan lebih besar

17

dibandingkan dengan petani yang menggunakan pestisida maupun campuran. Hal
ini dapat disebabkan karena tindakan pengendalian OPT talas secara non pestisida
dapat meminimumkan biaya pengeluaran usahatani talas dari segi biaya sarana
produksi seperti pupuk, pestisida, dan upah pekerja sehingga hal ini juga menjadi
faktor keuntungan yang didapatkan oleh petani non pestisida menjadi lebih besar.
Hasil uji F; F hitung 0.1320 dan F tabel 19.00 dan uji t; t hitung 0.4962 dan t tabel
2.13 menunujukkan bahwa nilai R/C biaya tunai tidak berbeda nyata, artinya tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai R/C biaya tunai di Kecamatan
Cijeruk dan Tamansari.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hama dan penyakit tanaman talas yang terdapat di Kecamatan Cijeruk dan
Tamansari adalah hama ulat grayak S. litura dan penyakit hawar daun P.
colocasiae. Permasalahan adanya hama dan penyakit tanaman talas di Kecamatan
Cijeruk dan Tamansari tidak menjadi faktor penghambat utama dalam usahatani
talas yang dilakukan karena tingkat serangan hama dan penyakit tanaman talas di
dua kecamatan rendah; 9% dan 21%.
Tindakan pengendalian atas pengelolaan hama dan penyakit tanaman talas
terbagi menjadi tiga, yaitu secara non pestisida, pestisida, dan campuran.
Keterkaitan antara tindakan pengendalian OPT dengan karakteristik petani yang di
analisis tidak terlihat secara nyata pada seluruh responden. Namun demikian,
secara parsial keterkaitan antara tindakan pengendalian OPT dengan tingkat
pendidikan dan keikutsertaan dalam SLPHT terlihat nyata hanya pada Kecamatan
Tamansari.
Analisis rasio R/C total usahatani talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
masing-masing sebesar 3.01 dan 3.20, artinya pendapatan yang diperoleh petani
lebih besar dibandingkan pengeluaran dari usahatani talas yang dilakukan, maka
usahatani talas menguntungkan dan efisien untuk dijalankan. Usahatani talas di
Kecamatan Cijeruk dan Tamansari memberikan keuntungan ekonomi yang
signifikan bagi petani dengan keuntungan sebesar dua kali dari biaya produksi.
Pengendalian non pestisida di Kecamatan Tamansari memberikan keuntungan
yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pengendalian pestisida dan
campuran.

Saran
Perlu dilakukan kajian dan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor
yang memengaruhi rendahnya tingkat serangan hama dan penyakit tanaman talas
di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari, Kabupaten Bogor.

18

DAFTAR PUSTAKA
[ACIAR] Australian Centre for International Agricultural Research. 2008. Taro
Pest. Australia (AU): ACIAR
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed. Ke-5. Florida (US): Academic Press.
Agustina L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta.
[BPS] Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Statistics Indonesia). 2014. Data
Statistik Indonesia - Karakteristik Penduduk. [diunduh 2014 Agustus].
Tersedia pada: www.datastatistik-indonesia.com
Borror DJ, White RE. 1970. The Peterson Field Guide Series: Insects. New York
(US): Hounghton Mifflin Harcourt Publishing Company
[COPR] Centre for Overseas Pest Research. 1994. Pest Control In tropical Root
Crops. Ministry of Overseas Development London. Pans Manual Volume 4.
London (GB): COPR
[Depkes.] Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Jakarta (ID): Bharata
[Deptan] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2007. Kebijakan strategis
ekspor talas. Jakarta (ID). Deptan.
[Deptan] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2011. Mengenal tanaman
talas [internet]. Jakarta (ID): Deptan. [diunduh 2014 Juni]. Tersedia pada:
http://sulut.litbang.deptan.go.id
Dharisy. 2010. Do it Now! GSII (Global Seafood International Indonesia) Kuasai
Pangsa Pasar talas Dunia. Republika. Kategori: Bisnis. [internet]. [diunduh
2014 Juni]. Tersedia pada: http://republikaonline.com
[Ditjen BPTP] Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan Direktorat
Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2010. Budidaya Pangan Alternatif.
Jakarta (ID): Ditjen BPTP.
[DPKKB] Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2013. Laporan
Monografi Pertanian Kabupaten Bogor. Bogor (ID): DPKKB
Erwin D, Olof K. 1996. Phytophtora colocasiae Disease Wordwode. St. Paul
Minnesota : APS Press.
Hidayanti E, Kanthi R. 2013. Perkembangan serangan hama Spodoptera litura
pada tanaman tembakau triwulan II 2013 di wilayah kerja BBPPTP
Surabaya. [Internet]. [diunduh 2014 Agustus]. Tersedia pada:
http://ditjenbun.pertanian.go.id/spodopthera ok.pdf
Hermanto, Swastika DKS. 2011. Penguatan kelompok tani: Langkah awal
peningkatan kesejahteraan petani. Jurnal Analisis Kebijakan. Vol-9 No 4,
Desember 2011: 371-390
Kocchar SL. 1998. Tropical Crops: A Textbook of Economic Botany. Cambridge
(GB): Macmillan International College Editions
Kue Lapis Talas, Santapan Legit Khas Bogor. 2013. Berita – Info Bisnis
[Internet]. [4 Juni 2013 ]. Bogor (ID): Kabupaten Bogor. [diunduh pada
2014 Juni]. Tersedia pada: http://bisnisukm.com/kue-lapis-santapan-legitkhas -bogor.html
Liu, Wenju, Qun Shen. 2006. Structure analysis of mung bean starch from sour
liquid processing and centrifugation. College of Food Science and
Nutritional Engineering. Beijing (CN): Agricultural University.

19

Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor (ID):
PAU.
Nazirah L. 2011. Pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam pengelolaan
hama dan penyakit pepaya di Kecamatan Rancabungur, Bogor [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Pemkab Bogor] Pemerintah Kabupaten Bogor. 2013. Laporan target luas panen,
produksi, dan produktivitas talas di Kecamatan Cijeruk dan Tamansari
[Internet].
[diunduh
pada
2014
April].
Tersedia
pada:
www.bogorkab.go.id/wpcontent/uploads/2013/08/Cijeruk-Tamansari.swf
Shinta A. 2011. Ilmu Usahatani. Malang (ID): Universitas Brawijaya Press [UB
Press].
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani Soekartawi. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia [UI Press].
Sulistiawati I. 2011. Pengetahuan, sikap, dan tindakan petani terhadap penyakit
kuning pada tanaman lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

20

21

LAMPIRAN

22

Lampiran 1 Kuesioner penelitian
PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TALAS DI
KECAMATAN CIJERUK DAN TAMANASARI KABUPATEN BOGOR
KARAKTERISTIK PETANI
1. Lokasi Desa:Kecamatan:
2. Nama:
3. Usia :
4. Jenis kelamin: a. Laki-lakib. Perempuan
5. Alamat:
6. Pekerjaan utama:
7. Pekerjaan sampingan:
8. Tingkat pendidikan: a. SD/MIc. SLTA/SMKe. Tidak sekolah
b. SLTP/MTsd. Perguruan Tinggi
9. Jumlah tanggungan keluarga : .............orang
10. Status kepemilikan lahan
[ ] Lahan sendiri[ ] Penggarap
[ ] Sewa
BUDIDAYA TALAS & PENGENDALIAN OPT
11. Varietas Talas yang digunakan : .............................................
12. Jarak tanam: .......................................
13. Pupuk yang digunakan : a. Pupuk komposb. Pupuk kompos dan kimia
14. Bagaimana pola tanam yang digunakan
a. Monokultur
Alasan ..................................................................................................................
b. Tumpangsari (sebutkan tanamannya)
Alasan ...................................................................................................................
15. Masalah yang sering dihadapi dalam pengelolaan usahatani tanaman talas
[ ] Hama dan penyakit
[ ] Modal atau biaya produksi
[ ] Air / irigasi
[ ] Pemasaran
[ ] Lainnya ............................................................................................................
16. Apakah bapak/ibu melakukan pengamatan hama dan penyakit?
a. Yab. Tidak (langsung ke nomor 14)
17.Bagaimana dan kapan bapak/ibu mengamati hama dan penyakit di
pertanaman?........................dilakukan setiap......