Pengaruh Foreign Direct Investment Dan Afta Terhadap Kesempatan Kerja Sektoral Di Asean 5

PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT DAN AFTA
TERHADAP KESEMPATAN KERJA SEKTORAL DI ASEAN 5

ILHAMDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Foreign Direct
Investment dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja Sektoral di ASEAN 5 adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016
Ilhamdi
NIM H151130361

RINGKASAN
ILHAMDI. Pengaruh Foreign Direct Investment dan AFTA terhadap Kesempatan
Kerja Sektoral di ASEAN 5. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI dan YETI LIS
PURNAMADEWI.
Pada akhir tahun 2015 menjadi awal diberlakukannya Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA). MEA merupakan kelanjutan dari ASEAN Free Trade Agreement
(AFTA) yang merupakan kerjasama perdagangan bebas di kawasan Asia
Tenggara. Kerjasama AFTA tidak hanya mendorong peningkatan volume
perdagangan, tetapi juga aliran Foreign Direct Investment (FDI) ke negara-negara
ASEAN. Masuknya FDI diharapkan dapat memberikan dampak meningkatnya
kesempatan kerja di negara-negara ASEAN.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Foreign Direct
Investment (FDI) dan AFTA terhadap kesempatan kerja sektoral di ASEAN 5.
Penelitian ini difokuskan pada lima sektor ekonomi utama yaitu pertanian,
pertambangan, manufaktur, konstruksi dan jasa. Penelitian ini menggunakan
metode panel data dengan model FEM (Fixed Effect Model). Variabel yang

digunakan antara lain kesempatan kerja sebagai variabel endogen, sementara FDI,
PDB, upah dan AFTA sebagai variabel eksogen. Data cross-section yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan negara-negara ASEAN 5 yang terdiri
dari Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam dengan tahun
pengamatan sebanyak 9 tahun, mulai dari tahun 2006 hingga 2014.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa FDI, PDB, upah dan AFTA
memberikan dampak yang berbeda di masing-masing sektor. FDI hanya
memberikan dampak positif terhadap kesempatan kerja di sektor jasa. Sementara
PDB memberikan dampak positif terhadap kesempatan kerja sektor manufaktur,
konstruksi dan jasa. Sedangkan PDB di sektor pertanian dan pertambangan
memberikan dampak negatif terhadap kesempatan kerja. Tingkat upah berdampak
positif terhadap kesempatan kerja di sektor pertambangan dan pertanian. Dan
kerjasama AFTA yang berlangsung di tahun 2010 memberikan dampak positif
terhadap kesempatan kerja di sektor manufaktur dan pertambangan.
Foreign Direct Investment merupakan salah satu faktor untuk mengatasi
permasalahan ketenagakerjaan di ASEAN 5 terutama di sektor jasa. Sementara
PDB menjadi variabel penting dalam meningkatkan kesempatan kerja ASEAN 5
di sektor manufaktur, konstruksi dan jasa. Kebijakan kenaikan upah dapat
diterapkan pemerintah pada sektor pertanian dan pertambangan karena memiliki
dampak positif terhadap kesempatan kerja. Kerja sama AFTA yang telah

berlangsung merupakan kebijakan yang tepat bagi ASEAN 5 untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi di sektor pertambangan dan manufaktur sehingga
berdampak pada peningkatan permintaan tenaga kerja di sektor tersebut.
Kata kunci: FDI, PDB, upah, AFTA, kesempatan kerja, data panel

SUMMARY
ILHAMDI. The Impact of Foreign Direct Investment and AFTA on Sectoral
Employment in ASEAN 5. Supervised by RINA OKTAVIANI and YETI LIS
PURNAMADEWI.
At the end of 2015 being early implementation of the ASEAN Economic
Community (AEC). AEC is a continuation of the ASEAN Free Trade Agreement
(AFTA) in Southeast Asia. AFTA not only encourage increased trading volume,
but also the flow of Foreign Direct Investment (FDI) to ASEAN countries. FDI is
expected to affect an increase in employment in ASEAN countries.
The aims of this study are to analyze the impact of Foreign Direct
Investment (FDI) and ‎ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) on sectoral
employment in ASEAN 5. The analysis ‎focused on five main sectors, namely
agriculture, mining, manufacturing, ‎construction and service sectors. This study
uses panel data approach with Fixed Effect Model. Variable used include
employment as an edogenous variable, while GDP, wages and AFTA as

exogenous variables. Cross section data that are used in this study consist of
ASEAN 5 countries, namely Indonesia, Malaysia, Philippines, Thailand and
Vietnam with periods of observation as much as 9 years, from 2006 until 2014.
The result of this study indicate that FDI, GDP, wages and AFTA have
different impacts in each sector. FDI has positive impact on employment in
service sector. GDP has positive impact on employment in manufacturing,
construction and service sectors. While GDP in the agricultural and mining
sectors has negative impact on employment. The wage has a positive impact on
employment in the mining and agricultural sectors. ASEAN Free Trade
Agreement (AFTA) that took place in 2010 has a positive impact on employment
in the manufacturing and mining sectors.
Foreign Direct Investment is one factor to overcome employment issues in
ASEAN 5, especially in service sector. While GDP becomes an important variable
in enhancing ASEAN 5 employment in the manufacturing, construction and
services. Increasing wages can be applied on agriculture and mining as it has a
positive impact on employment. AFTA that has taken place is proper policy for
the ASEAN 5 to encourage economic growth in the mining and manufacturing
sectors that have an impact on increasing demand of labor in the sector.
Keywords: FDI, GDP, wages, AFTA, employment, panel data


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH FOREIGN DIRECT INVESTMENT DAN AFTA
TERHADAP KESEMPATAN KERJA SEKTORAL DI ASEAN 5

ILHAMDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Thesis:

Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Foreign Direct Investment
dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja Sektoral di ASEAN 5 berhasil
diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS
dan Ibu Dr Ir Yeti Lis Purnamadewi MScAgr selaku dosen pembimbing atas
bimbingan, masukan serta motivasi yang sangat berarti dalam penyelesaian
penelitian ini. Serta Ibu Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr sebagai penguji, Ibu

Dr Lukytawati Anggraeni, SP MSi selaku ketua program studi ilmu ekonomi, dan
Dr Widyastutik, SE MSi sebagai penguji wakil program studi atas kritik dan saran
dalam penyempurnaan penelitian ini. Di samping itu, penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada ayah, ibu serta keluarga tercinta atas segala dukungan, do’a
dan kasih sayangnya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman seperjuangan Kelas
Magister Ilmu Ekonomi angkatan VIII Mujiburrahman, Zikra Masegus, Fauziyah
Adzimatinur, Fatimah Zachra Fauziah, Silvia Sari Busnita, Bramastyo Agung
Wibowo, Muhammad Fazri, Stannia Cahaya Suci dan Tri Arifin Darsono atas
kebersamaan, kerjasama dan motivasi selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis
ucapkan kepada seluruh civitas Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi IPB. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016
Ilhamdi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4

4
5

TINJAUAN PUSTAKA
Kesempatan Kerja
Foreign Direct Investment (FDI)
Pengaruh FDI, PDB, Upah dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja
Sektoral
Hubungan FDI dan Kesempatan Kerja Sektoral
Hubungan PDB dan Kesempatan Kerja Sektoral
Hubungan Upah dan Kesempatan Kerja Sektoral
Hubungan AFTA dan Kesempatan Kerja Sektoral
Tinjauan Empiris
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

5
5
6
8

8
10
12
13
14
16
18

METODE PENELITIAN
Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis Kuantitatif
Spesifikasi dan Uji Model
Spesifikasi Model
Uji Pemilihan Model
Uji Kriteria Ekonometrika
Evaluasi Model

18

18
19
19
19
22
22
22
23
24

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan FDI di ASEAN 5
Keragaan FDI Sektoral di Filipina
Keragaan FDI Sektoral di Indonesia
Keragaan FDI Sektoral di Malaysia
Keragaan FDI Sektotal di Thailand
Keragaan FDI Sektoral di Vietnam
Keragaan Kesempatan Kerja, PDB dan Upah Sektoral di ASEAN 5
Keragaan Kesempatan Kerja, PDB dan Upah Sektoral di Filipina

25
25
26
27
28
29
30
31
31

Keragaan Kesempatan Kerja, PDB dan Upah Sektoral di Indonesia
Keragaan Kesempatan Kerja, PDB dan Upah Sektoral di Malaysia
Keragaan Kesempatan Kerja, PDB dan Upah Sektoral di Thailand
Keragaan Kesempatan Kerja, PDB dan Upah Sektoral di Vietnam
Pengaruh FDI dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja Sektoral di
ASEAN 5
Hasil Uji Pemilihan dan Evaluasi Model
Pengaruh FDI dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja di Sektor
Pertanian
Pengaruh FDI dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja di Sektor
Pertambangan
Pengaruh FDI dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja di Sektor
Manufaktur
Pengaruh FDI dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja di Sektor
Konstruksi
Pengaruh FDI dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja di Sektor Jasa
Pengaruh Efek Individu terhadap Kesempatan Kerja Sektoral di ASEAN 5

33
36
38
40
42
42
43
45
46
47
49
50

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Simpulan
Implikasi Kebijakan

52
52
53

DAFTAR PUSTAKA

54

LAMPIRAN

57

RIWAYAT HIDUP

59

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Data dan sumber data
Uji Durbin-Watson d: selang keputusan
Hasil Uji Chow dan uji Hausman
Nilai F-statistik estimasi model
Hasil estimasi sektor pertanian
Hasil estimasi sektor pertambangan
Hasil estimasi sektor manufaktur
Hasil estimasi sektor konstruksi
Hasil estimasi sektor jasa
Keragaman individu model estimasi sektor pertanian
Keragaman individu model estimasi sektor pertambangan
Keragaman individu model estimasi sektor manufaktur
Keragaman individu model estimasi sektor konstruksi
Keragaman individu model estimasi sektor jasa

18
24
42
43
44
46
47
48
49
50
50
51
51
52

DAFTAR GAMBAR
1.
2
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Tren PDB negara-negara ASEAN sebelum AFTA tahun 2005-2009 dan
sesudah AFTA tahun 2010-2014 (dalam juta dolar AS)
FDI stock (dalam juta dolar AS) dan kesempatan kerja sektoral
ASEAN 5 periode 2006-2015
Hubungan output, konsumsi dan investasi
Hubungan fungsi dan input produksi
Fleksibilitas upah dan penggunaan tenaga kerja
Kerangka pemikiran
Foreign Direct Investment di Filipina tahun 2006-2014 (dalam juta
dolar AS)
Foreign Direct Investment di Indonesia tahun 2006-2014 (dalam juta
dolar AS)
Foreign Direct Investment di Malaysia tahun 2006-2014 (dalam juta
dolar AS)
Foreign Direct Investment di Thailand tahun 2006-2014 (dalam juta
dolar AS)
Foreign Direct Investment di Vietnam tahun 2006-2014 (dalam juta
dolar AS)
Kesempatan kerja (juta), pertumbuhan kesempatan kerja (persen), dan
pertumbuhan PDB (persen) negara Filipina
Tingkat upah riil sektoral dan upah riil minimum di Filipina
Kesempatan kerja (juta), pertumbuhan kesempatan kerja (persen), dan
pertumbuhan PDB (persen) negara Indonesia
Tingkat upah riil sektoral dan upah riil minimum di Indonesia
Kesempatan kerja (juta), pertumbuhan kesempatan kerja (persen), dan
pertumbuhan PDB (persen) negara Malaysia
Tingkat upah riil sektoral dan upah riil minimum di Malaysia

2
3
9
11
13
17
26
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37

18. Kesempatan kerja (juta), pertumbuhan kesempatan kerja (persen), dan
pertumbuhan PDB (persen) negara Thailand
19. Tingkat upah riil sektoral dan upah riil minimum di Thailand
20. Kesempatan kerja (juta), pertumbuhan kesempatan kerja (persen), dan
pertumbuhan PDB (persen) negara Vietnam
21. Tingkat upah riil sektoral dan upah riil minimum di Vietnam

38
39
41
42

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.

Hasil uji multikolinearitas sektor pertanian
Hasil uji multikolinearitas sektor pertambangan
Hasil uji multikolinearitas sektor manufaktur
Hasil uji multikolinearitas sektor konstruksi
Hasil uji multikolinearitas sektor jasa

56
56
56
56
56

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akhir tahun 2015 merupakan awal diberlakukannya Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA). MEA merupakan peluang bagi negara-negara anggota untuk
memperkuat perekonomiannya dalam menghadapi persaingan global. Terdapat
empat pilar yang dapat memperkuat perekonomian melalui kerjasama tersebut.
Pertama, menjadikan ASEAN sebagai satu entitas pasar sehingga persoalan bea
cukai, standarisasi tenaga kerja, dan investasi antar negara menjadi lebih mudah.
Kedua, meningkatkan daya saing produk yang di jual di dalam pasar tersebut
untuk meningkatkan kualitas produk tersebut. Ketiga, menghapus kesenjangan
yang berlebihan antar negara-negara ASEAN agar tercapai kesejahteraan yang
merata. Keempat, menjadikan kawasan ASEAN terintegrasi secara penuh ke
dalam perekonomian global.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan kelanjutan dari rangkaian
dari kerjasama-kerjasama regional yang dimulai dengan terbentuknya ASEAN
pada 8 Agustus 1967. Tujuan utama dari kerjasama tersebut dari sisi ekonomi
adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat bangsa-bangsa Asia
Tenggara, perluasan perdagangan dan pengkajian masalah-masalah komoditi
internasional. Untuk itu, pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di
Singapura tahun 1992 dibentuklah ASEAN Free Trade Area (AFTA) untuk
membentuk kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi
dunia, menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI) dan meningkatkan
perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).
Untuk mewujudkan tujuan AFTA tersebut, maka dibuatlah skema Common
Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA).
Skema tersebut berupa penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan
pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Pada tahun
2010 terjadi kesepakatan untuk menghapus bea masuk impor barang bagi Brunei
Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Sedangkan
kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam pembebasan tarif tersebut berlaku pada
tahun 2015.
Pada Gambar 1 menunjukkan perbedaan nyata antara tren garis PDB riil
negara-negara ASEAN sebelum AFTA (2005-2009) dan setelah AFTA (20102014). Kemiringan tren garis setelah AFTA lebih besar dibandingkan kemiringan
tren garis sebelum AFTA. Hal ini menunjukkan bahwa kerjasama AFTA
memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan PDB negara-negara
ASEAN sebelum dan sesudah AFTA.
Berdasarkan data UNCTAD tahun 2014 tercatat bahwa pertumbuhan PDB
riil pada tahun 2010 sebesar 8% tertinggi dalam periode 2005 hingga 2014. Ini
semakin menunjukkan bahwa kerjasama AFTA yang diberlakukan tahun 2010
berdampak positif terhadap peningkatan PDB negara-negara ASEAN.
Kerjasama AFTA juga mendorong aliran masuk faktor-faktor produksi
terutama Foreign Direct Investment (FDI). Berdasarkan data World Bank (2015)
tercatat bahwa aliran masuk FDI ke negara ASEAN tahun 2010 sebesar 107 miliar

2
dolar AS atau meningkat 128% dibandingkan tahun 2009 yang hanya sebesar 47
miliar dolar AS. FDI terus mengalami peningkatan hingga tahun 2014 menjadi
puncaknya dimana 8% dari total aliran FDI global masuk ke negara-negara
ASEAN.

Sumber : Unctadstat.unctad.org
Gambar 1. Tren PDB negara-negara ASEAN sebelum AFTA tahun 2005-2009
dan sesudah AFTA tahun 2010-2014 (dalam juta dolar AS)
Investasi sebagai salah satu komponen pendapatan PDB memiliki kontribusi
dalam pembangunan suatu negara. Untuk memacu pertumbuhan dibutuhkan
investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal
(Todaro, 1998). Semakin banyak investasi maka akan mendorong meningkatnya
output suatu negara yang direpresentasikan pada meningkatnya PDB. Dalam
model pertumbuhan ekonomi Solow terdapat dua faktor utama yaitu modal dan
tenaga kerja yang berinteraksi menghasilkan output barang dan jasa. Maka antara
investasi dan tenaga kerja memiliki keterkaitan dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi suatu negara.
Ketersediaan modal domestik bagi negara-negara berkembang masih
menjadi kendala. Sebagai salah satu bentuk investasi dari luar negeri, Foreign
Direct Investment (FDI) melengkapi kekurangan modal domestik. FDI melibatkan
investasi aset-aset produktif berupa pendirian pabrik, penerapan teknologi baru,
kemampuan manajerial, pengembangan keahlian tenaga kerja dan lain sebagainya
sebagai bentuk investasi sektor riil. Fenomena peningkatan aliran masuk FDI di
negara-negara anggota ASEAN menimbulkan harapan berupa perbaikan
pertumbuhan ekonomi di negara tujuan (host country). Dengan pertumbuhan
tersebut akan berdampak pada besarnya peluang kesempatan kerja di negaranegara tersebut.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh World Development Indicators
(WDI) tercatat sebesar 625 juta jiwa jumlah populasi negara-negara ASEAN.
Besarnya populasi selain menjadi potensi pasar bagi kawasan Asia Tenggara, hal
tersebut juga menimbulkan ancaman dengan meningkatnya tingkat pengangguran
di kawasan Asia Tenggara. Untuk itu peningkatan jumlah investasi melalui FDI
dapat meningkatkan kesempatan kerja di negara-negara ASEAN sehingga dapat
mengatasi masalah pengangguran.

3

Perumusan Masalah
Proses kerjasama AFTA yang berlangsung tahun 2010 mendorong
terintegrasinya perekonomian negara-negara ASEAN. Kerjasama tersebut
menguntungkan negara-negara anggota dari volume perdagangan, pertumbuhan
ekonomi, aliran modal dan meningkatnya pertumbuhan kesempatan kerja dengan
dihilangkannya hambatan-hambatan yang ada.
Waldkirch (2008) mengungkapkan bahwa permulaan kerja sama
perdagangan bebas kawasan Amerika Utara atau North American Free Trade
Agreement (NAFTA) memberikan dampak signifikan atas masuknya aliran
Foreign Direct Investment ke negara Meksiko. Hal ini juga terlihat pada Gambar 2
yang menunjukkan bahwa kerjasama AFTA yang berlangsung tahun 2010
memberikan kenaikan FDI secara signifikan di negara ASEAN 5 (Filipina,
Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam) di bandingkan periode sebelum
berlangsungnya kerjasama tersebut. FDI terserap pada lima sektor ekonomi utama
yaitu pertanian, pertambangan, manufaktur, konstruksi dan jasa.

Sumber: Lembaga statistik masing-masing negara ASEAN 5
Gambar 2. FDI stock (dalam juta dolar AS) dan kesempatan kerja sektoral di
ASEAN 5 periode 2006-2014
Pada Gambar 2 juga menunjukkan bahwa tidak semua kenaikan FDI di
masing-masing sektor diikuti dengan peningkatan kesempatan kerja. Peningkatan

4
FDI sektor pertanian tiap tahunnya tidak diikuti tren peningkatan kesempatan
kerja. Berbeda dengan kesempatan kerja sektor pertambangan, manufaktur,
konstruksi dan jasa yang mengalami peningkatan tiap tahunnya tetapi
kenaikannya tidak sesignifikan peningkatan FDI.
Banyak perdebatan mengenai dampak yang ditimbulkan dari FDI terhadap
perekonomian (termasuk kesempatan kerja) di host country. Onaran (2007),
Aitken dan Harrison (1999) mengungkapkan bahwa FDI memiliki dampak negatif
terhadap kesempatan kerja domestik host country. Sementara Radosevic (2000)
menemukan dampak positif yang ditimbulkan FDI terhadap kesempatan kerja di
negara yang telah siap melakukan transisi dan kesiapan tenaga kerja domestik
yang produktif.
Alfaro (2003) meneliti FDI yang masuk pada sektor primer, manufaktur dan
jasa di negara-negara OECD. FDI yang masuk pada sektor primer seperti
pertanian dan pertambangan memberikan dampak negatif terhadap perekonomian.
Sementara FDI yang masuk pada sektor manufaktur memiliki dampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi masing-masing negara. Namun pada sektor jasa
memberikan dampak yang ambigu terhadap pertumbuhan ekonomi.
Jude dan Silaghi (2015) dengan menggunakan teori permintaan tenaga kerja
di negara CEECs (Central and Eastern European Coutntries). FDI memberikan
dampak negatif terhadap kesempatan di negara CEECs. Hal ini disebabkan oleh
persaingan ketat antar perusahaan domestik dan perusahaan asing yang masuk
melalui FDI. Determinan lain seperti PDB memberikan dampak positif terhadap
kesempatan kerja, sementara tingkat upah tidak berpengaruh signifikat terhadap
kesempatan kerja.
Sementara Konings (2004), Jude dan Silaghi (2015) selain menggunakan
FDI juga memasukkan variabel dummy berupa perdagangan bebas. Hasil studi
mengungkapkan bahwa kerjasama perdagangan bebas di suatu kawasan tidak
memiliki dampak terhadap kesempatan kerja di host country.
Berdasarkan uraian di atas menimbulkan pertanyaan apakah FDI dan
determinan permintaan tenaga kerja seperti PDB dan upah memberikan dampak
terhadap pertumbuhan kesempatan kerja sektoral di ASEAN 5. Dan bagaimana
kerjasama kerjasama perdagangan bebas AFTA memberikan dampak signifikan
terhadap kesempatan kerja sektoral di ASEAN 5.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dari latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan
yang dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis keragaan FDI sektoral di negara ASEAN 5
2. Menganalisis keragaan kesempatan kerja, PDB dan upah sektoral di ASEAN 5
3. Menganalisis dampak FDI dan AFTA terhadap kesempatan kerja sektoral di
ASEAN 5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengambilan
kebijakan yang dijalankan dalam upaya mengatasi permasalahan ketenagakerjaan

5

pada era globalisasi ekonomi di kawasan ASEAN. Selain itu, penelitian ini dapat
berkontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta dapat menjadi referensi
yang baik untuk penelitian-penelitian lebih lanjut terkait liberalisasi perdagangan
dan FDI yang berdampak pada kesempatan kerja di negara-negara ASEAN.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan dinamika FDI yang masuk
dan kesempatan kerja serta pada saat sebelum dan sesudah diberlakukannya
AFTA di negara-negara ASEAN 5. Selanjutnya melakukan uji empiris mengenai
dampak aliran masuk FDI dan AFTA terhadap kesempatan kerja di negara-negara
ASEAN 5.
Ada beberapa alasan penelitian ini hanya mengambil ASEAN 5 (Filipina,
Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam) dari sepuluh negara anggota
ASEAN. Pertama, negara-negara tersebut memiliki kelengkapan data yang
dibutuhkan dalam penelitian. Kedua, kelima negara tersebut memiliki sisi
demografi, geografis, struktur ekonomi yang sama. Ketiga, sebagai negara
terbesar di kawasan asia tenggara, ASEAN 5 dapat merepresentasikan negaranegara Asia Tenggara lainnya.
Peneliti menganalisis pada lima sektor ekonomi (pertanian, pertambangan,
manufaktur, konstruksi, dan jasa). Lima sektor ekonomi tersebut menjadi
perhatian utama bagi negara-negara dengan berpenghasilan menengah khususnya
bagi negara-negara ASEAN 5.
FDI dan kesempatan kerja menjadi menjadi pusat pertahatian semenjak
adanya liberalisasi perdagangan antar negara-negara ASEAN. Liberalisasi
perdagangan tersebut saat ini memberikan keuntungan maupun ancaman bagi
setiap negara. Keuntungan berupa pertumbuhan ekonomi yang inklusif terutama
untuk mengatasi pengangguran yang berujung pada kesejahteraan. Serta ancaman
berupa kalah bersaingnya industri domestik dari terjangan perusahaan asing
sehingga berdampak pada meningkatnya pengangguran yang berujung pada
kemiskinan.

TINJAUAN PUSTAKA
Kesempatan Kerja
Kegiatan produksi untuk menghasilkan output membutuhkan beberapa input
produksi salah satunya adalah tenaga kerja. Kebutuhan akan tenaga kerja tersebut
didefinisikan sebagai kesempatan kerja. Dalam hal ini kesempatan kerja
menggambarkan banyaknya tenaga yang terserap di berbagai sektor ekonomi di
suatu negara. Sementara angkatan kerja merupakan jumlah orang yang sedang
bekerja dan orang yang menganggur dalam usia kerja (Mankiw, 2003).
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional
dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi.
Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga
produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang besar mengindikasikan ukuran

6
pasar domestik yang lebih besar (Todaro 1999). Namun berdasarkan teori yang
dikemukakan Thomas Maltus, bahwa pertambahan penduduk akan mengurangi
output per kapita karena tetapnya jumlah faktor produksi seperti tanah. Teori ini
menggambarkan kondisi masyarakat pertanian subsisten. Sehingga pertambahan
penduduk dianggap sebagai ancaman serius terhadap pertumbuhan ekonomi.
Keberhasilan
pembangunan
ekonomi
dapat
dicapai
dengan
mengkonsentrasikan pada dua kekuatan yaitu akumulasi modal dan industrialiasi.
Pembangunan industri modern diharapkan dapat mencukupi kebutuhan dalam
negeri serta menyerap tenaga kerja. Selain itu, proses industrialiasi ini akan
merubah demografi dari pekerja mandiri (self-employment) menjadi tenaga kerja
formal. Ada tiga model ekonomi mengenai ketenagakerjaan yang diungkapkan
oleh Todaro (1999). Pertama, model pasar-bebas kompetitif yang menganggap
bahwa pada suatu perekonomian ekuilibrium tradisional yang sepenuhnya
didasarkan pada upah fleksibel tradisional ini, pengangguran tidak pernah terjadi.
Kedua, model pertumbuhan output dan kesempatan kerja yang menjelaskan
dengan baik mengenai fenomena naiknya produktivitas tenaga kerja yang
mengakibatkan naiknya rasio modal-tenaga kerja. Model ini menjelaskan konsep
pembangunan ekonomi sebagai pertumbuhan output maksimum dengan
memperkenalkan produksi yang lebih padat modal untuk menghasilkan laba yang
lebih besar. Tujuan dari pertumbuhan output maksimum dan peningkatan
kesempatan kerja maksimum merupakan dua hal yang saling bertentangan dan
tidak bisa dicapai secara serentak. Ketiga, model mikro insentif-harga yang
mengungkapkan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh distorsi harga-harga
faktor produksi terhadap pola penggunaan sumber daya, terutama tenaga kerja.
Foreign Direct Investment (FDI)
Foreign Direct Investment (FDI) merupakan aliran modal asing langsung
dimana perusahaan suatu negara mendirikan atau memperluas operasi atau
jaringan bisnisnya di negara-negara lain. Satu ciri yang menonjol dari penanaman
modal asing langsung ini adalah tidak hanya pemindahan sumber daya, akan
tetapi juga memberlakukan pengendalian (control) asing (pihak pemilik modal).
Artinya, cabang atau anak perusahaan itu tidak hanya diikat dengan kewajiban
keuangan kepada induk perusahaannya, akan tetapi secara keseluruhan merupakan
bagian integral dari struktur organisasi perusahaan induk, sehingga anak atau
cabang perusahaan ini merupakan perpanjangan tangan perusahaan induk yang
berada di negara asalnya. Segala macam keputusan puncak diambil dari pusat
(Krugman 2009).
Teori yang dikembangkan oleh Vernon pada tahun 1966 melalui pendekatan
siklus produksi. Dimana siklus produksi terdiri dari innovation, growth, maturity,
dan decline. Vernon menjelaskan teori ini dengan melihat perusahaan Amerika
Serikat yang berinvestasi di Eropa Barat setelah perang dunia kedua. Pada tahap
innovation, perusahaan multinasional Amerika Serikat melakukan inovasi produk
untuk konsumsi dalam negeri dan mengekspor kelebihan produksi untuk melayani
pasar luar negeri. Dengan memiliki keunggulan teknologi, perusahaan tersebut
menguasai pasar di Eropa Barat dengan produk yang telah dikembangkan
sehingga menjadikannya terkenal. Namun, ada ancaman dari perusahaan lokal di
Eropa Barat yang akan meniru teknologi yang dikembangkan perusahaan Amerika

7

Serikat untuk menghasilkan produk yang sama sesuai standar produksi. Untuk
menghadapi hal tersebut, perusahaan Amerika Serikat dipaksa untuk memfasilitasi
produksi di negara yang selama ini menjadi tujuan ekspor, guna mempertahankan
pangsa pasar mereka di negara tujuan ekspor tersebut. Investasi asing langsung
seperti ini terjadi pada tahun 1950-1970 yang dilakukan perusahaan multinasional
Amerika Serikat.
Adapula teori FDI yang dijelaskan oleh Itagaki (1981) dan Chusman (1985)
dalam Denisa (2010), menjelaskan bahwa FDI dipengaruhi oleh perbedaan mata
uang antar negara. Seperti yang terjadi di Amerika Serikat dimana faktor nilai
tukar riil yang meningkat menstimulus penurunan investasi asing langsung di
negara tersebut. Namun, teori tingkat resiko mata uang tidak dapat menjelaskan
secara simultan untuk investasi yang terjadi pada waktu yang berbeda.
Teori internasionalisasi menjelaskan determinan utama dari FDI adalah
penghapusan kompetisi dan keuntungan perusahaan multinasional yang memiliki
keunggulan khusus. Perusahaan multinasional melakukan pengorganisasian
aktivitas internal untuk mengembangkan keunggulan yang khusus yang kemudian
akan mengeksploitasi keunggulan tersebut jika keuntungan dari keunggulan
tersebut lebih besar dari biaya operasional di luar negeri. Menurut Hymer (1976)
dalam Denisa (2010) perusahaan multinasional muncul pada ketidaksempurnaan
pasar yang menyebabkan pasar tersebut berbeda dari pasar persaingan sempurna
untuk produk akhir.
Ada beberapa alasan yang mendorong perusahaan multinasional melakukan
investasi langsung di luar negeri. Pertama, karena perusahaan tersebut memiliki
keunggulan kompetitif dibandingkan perusahaan lokal di negara tujuan investasi.
Kedua, lokasi yang menjadi tujuan investasi memiliki keuntungan dari sisi
luasnya pangsa pasar, rendahnya biaya memperoleh sumber daya input, rendahnya
tingkat upah, maupun kepastian keamanan dan situasi politik serta keuntungan
dari sisi sosial. Ketiga, aktivitas dalam mengawasi langsung usaha diluar negeri
lebih menguntungkan daripada menyewa perusahaan lokal yang menyediakan jasa
tersebut.
Foreign Direct Investment (FDI) merupakan salah satu sumber daya yang
melengkapi investasi yang dilakukan investor lokal. FDI memiliki daya tarik
tersendiri dibandingkan investasi portofolio ataupun pinjaman dari lembaga
keuangan internasional. FDI menjadi salah satu penggerak pertumbuhan sektor riil
di negara tujuan (host country).
Foreign Direct Investment terjadi ketika perusahaan menginvestasikan
langsung kegiatan produksinya atau fasilitas lainnya di negara lain di bawah
pengawasan yang efektif. Misalnya, FDI sektor manufaktur mensyaratkan
pembangunan fasilitas produksi, sektor jasa yang memerlukan bangunan untuk
fasilitas pelayanan, atau dengan memberikan kontribusi modal dan fasilitas
perkantoran melalui akuisisi atau fasilitas penyertaan investasi langsung lainnya.
Unit asing yang melakukan penyertaan modal pada entitas bisnis tersebut disebut
anak perusahaan atau afiliasi asing.
Terdapat perbedaan antara FDI flow dan FDI stock. FDI flow merupakan
jumlah dari investasi langsung yang dilakukan pada periode waktu tertentu.
Sedangkan FDI stock merupakan akumulasi dari kepemilikan asing pada periode
tertentu. FDI flow terdiri dari dua yaitu FDI outflow yang merupakan aliran

8
investasi langsung yang diinvestasikan ke negara asing sedangkan FDI inflow
merupakan aliran masuk ke dalam negeri (host country).
Terdapat dua tipe FDI yaitu horizontal dan vertikal. FDI horizontal terjadi
ketika perusahaan asing yang masuk ke negara tujuan (host country)
memproduksi produk yang sama dengan perusahaan domestik. Sedangkan FDI
vertikal merupakan kegiatan desentralisasi secara geografis dari aliran produksi
perusahaan. Perusahaan asing yang memproduksi barang setengah jadi yang akan
digunakan sebagai input produksi bagi perusahaan domestik (backward vertical
FDI), atau memproduksi barang jadi yang menggunakan barang mentah atau
barang setengah jadi dari perusahaan domestik (forward vertical FDI).
Pengaruh FDI, PDB, Upah dan AFTA terhadap Kesempatan Kerja Sektoral
Hubungan FDI dan Kesempatan Kerja Sektoral
Foreign Direct Investment (FDI) sebagai salah satu bentuk investasi atau
akumulasi modal dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi yang
bermuara pada peningkatan permintaan tenaga kerja. Investasi merupakan
pembelanjaan penanaman modal seperti perlengkapan-perlengkapan produksi
untuk meningkatkan kapasitas produksi barang dan jasa.
Dalam Mankiw (2003), penawaran barang dalam model Solow didasarkan
pada fungsi produksi yang menyatakan bahwa output bergantung pada persediaan
modal dan angkatan kerja:
(1)
L merupakan input tenaga kerja, sedangkan K merupakan kapital (modal).
Asumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan
(constant returns to scale). Dengan membagi variabel persamaan (1) baik sisi kiri
dan kanan dengan variabel L maka persamaan tersebut menjadi:
(2)
y merupakan Y/L dan f(k) merupakan F(K/L, 1). Dimana persamaan (2)
merupakan jumlah output per pekerja. Permintaan terhadap barang dalam model
Solow berasal dari konsumsi dan investasi. Dengan kata lain, output per pekerja
(y) merupakan konsumsi per pekerja (c) dan investasi per pekerja i:
(3)
Dengan asumsi bahwa setiap tahun orang menabung sebagian s dari
pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian (1-s). Kita bisa nyatakan gagasan
ini dengan fungsi konsumsi sederhana
(4)
di mana s, tingkat tabungan, adalah angka antara nol dan satu. Untuk melihat
apakah fungsi konsumsi berpengaruh pada investasi, maka c diganti dengan (1-s)y
dalam persamaan (4)
(5)
Sehingga dari persamaan (5) didapat persamaan berikut:
(6)
Persamaan (6) menunjukkan bahwa investasi sama dengan tabungan. Jadi, tingkat
tabungan s juga merupakan bagian dari output yang menunjukkan investasi.
Persediaan modal adalah determinan output perekonomian yang bisa
berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu bisa mengarah ke pertumbuhan

9

ekonomi. Terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal, yaitu
investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan
usaha dan peralatan baru, dan hal ini menyebabkan persediaan modal bertambah.
Depresiasi mengacu pada penggunaan modal, dan hal itu menyebabkan
persediaan modal berkurang. Pada persamaan (6) dimana fungsi produksi y, bisa
menunjukkan investasi per pekerja.
(7)
Persamaan (7) mengaitkan persediaan modal yang telah ada k dengan
akumulasi modal baru i. Gambar 3 menunjukkan bagaimana untuk setiap nilai k,
jumlah output ditentukan oleh fungsi produksi f(k), dan alokasi output itu di
antara konsumsi dan tabungan ditentukan oleh tingkat tabungan s.

Output per
pekerja, y

Output, f(k)
Output per
pekerja
c

Konsumsi
per pekerja
Investasi, sf(k)

y
i

Investasi
per pekerja

Modal per pekerja, k
Sumber: Mankiw (2003)
Gambar 3 Hubungan output, konsumsi dan investasi
Untuk memasukkan depresiasi ke dalam model, diasumsikan bahwa
sebagian tertentu dari persediaan modal dipakai setiap tahun (δk). Di sini (δ)
melambangkan depresiasi. Kita bisa menyatakan dampak investasi dan depresiasi
terhadap persediaan modal sebagai berikut:
(8)
Persamaan (8) menjelaskan bahwa perubahan modal sama dengan investasi
dikurangi oleh depresiasi. Karena investasi (i) sama dengan f(k), maka persamaan
(8) dapat ditulis sebagai berikut:
(9)
Semakin tinggi persediaan modal, semakin besar pula jumlah output dan
investasi. Namun semakin tinggi persediaan modal, maka semakin besar pula
jumlah depresiasinya. Kenaikan investasi akan berdampak pada peningkatan
output jika nilai investasi lebih dari nilai depresiasinya. Kenaikan output akan
meningkatkan permintaan beberapa input produksi salah satunya adalah
permintaan tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja merupakan derived demand dari
output. Dalam hal ini investasi berupa FDI sektoral secara tidak langsung akan

10
berdampak pada peningkatan permintaan tenaga kerja sektoral. Namun jika
investasi berupa FDI yang dapat mempengaruhi tingkat efisiensi dalam produksi
menyebabkan hubungan antara FDI dengan kesempatan kerja bisa memiliki dua
arah yaitu positif dan negatif (Smith, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Iaocovoiu (2012), mengungkapkan bahwa
total investasi dapat meningkatkan perekonomian sehingga berdampak positif
terhadap bertambahnya lapangan kerja baru jika investasi tersebut pada sektor
padat karya. Kebalikannya, jika investasi dilakukan pada sektor padat modal yang
basisnya pada kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang memberikan
dampak terhadap kualitas tenaga kerja yang menghasilkan upah tinggi, kondisi
pekerja yang lebih baik dan perbaikan berkelanjutan melalui pelatihan tenaga
kerja.
Jika investasi di fokuskan pada sektor yang memberikan pertumbuhan
berkelanjutan seperti industri pengolahan, akan memberikan dampak ganda dari
hilir maupun hulu terutama terciptanya lapangan kerja baru. Namun, jika investasi
pada sektor ekonomi yang sifatnya spekulatif seperti ritel dan real estate, yang
biasanya hanya meningkatkan dominasi asing pada pasar domestik. Maka akan
menjadi ancaman bagi perusahaan domestik yang lebih dulu eksis.
Foreign Direct Investment (FDI) sebagai pelengkap investasi domestik juga
dapat memberikan dampak negatif secara langsung melalui akuisisi perusahaan
domestik oleh asing. Dengan alasan rasionalisasi tenaga kerja, maka lapangan
kerja akan menurun melalui perampingan perusahaan. Selain itu, ketika
perusahaan yang sebelumnya memasok input produksi dari perusahaan lokal,
mengalihkannya dengan melakukan impor. Sehingga perusahaan domestik
sebagai pemasok input produksi akan mengalami penurunan produksi sehingga
terjadi perampingan perusahaan yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja.
Mayom (2015) menyatakan ada tiga hal untuk memaksimalkan keuntungan
dari masuknya FDI. Pertama, negara harus berupaya untuk membangun faktorfaktor penentu masuknya FDI yaitu dengan membangun infrastruktur yang
memadai, menyiapkan angkatan kerja potensial yang siap bekerja, mendorong
keterbukaan perdagangan dan meningkatkan PDB. Kedua, negara aktif menarik
perusahaan transnasional dengan memberikan insentif berupa proteksi impor,
insentif ekspor, keringanan pajak, dan kerangka peraturan yang saling
menguntungkan. Ketiga, setelah perusahaan transnasional masuk, maka
diperlukan kerjasama antar perusahaan dan pemerintah untuk berkomitmen
mengurangi pengangguran domestik.
Hubungan PDB dan Kesempatan Kerja Sektoral
Pertumbuhan ekonomi mengacu pada peningkatan (output) barang dan jasa
yang diproduksi oleh sistem perekonomian sepanjang waktu. Hal tersebut
menyebabkan meningkatnya permintaan faktor produksi seperti tenaga kerja.
Dengan asumsi bahwa perusahaan kompetitif dan bertujuan memaksimalkan
keuntungan, maka penawaran perusahaan atas output di pasar dan permintaan
perusahaan atas tenaga kerja diturunkan dari tujuan utama perusahaan yaitu
memaksimalkan keuntungan.
Pada gambar 4 menunjukkan kurva fungsi produksi yang memiliki sifat
produk marjinal yang semakin menurun (diminishing marginal product) dengan
mempertahankan jumlah modal tetap, produk marjinal tenaga kerja menurun

11

ketika jumlah tenaga kerja meningkat. Perusahaan akan mempertimbangkan
penerimaan ekstra dari kenaikan produksi yang dihasilkan oleh kenaikan tenaga
kerja tambahan.
Output
(Y)
Y3

Fungsi produksi

Y2
Y1

L1

L2

L3

Tenaga Kerja
(L)

Sumber: Mankiw (2003)
Gambar 4 Hubungan output dan input produksi jangka pendek
Kenaikan permintaan tenaga kerja (kesempatan kerja) sangat dipengaruhi
oleh besarnya output yang ditawarkan di pasar lainnya. Peningkatan penawaran
output produksi mendorong perusahaan untuk meningkatkan produksinya dengan
menambah jumlah tenaga kerja untuk memaksimalkan keuntungan. Maka untuk
mendorong permintaan tenaga kerja di sektor-sektor ekonomi sangat dipengaruhi
oleh meningkatnya penawaran output produksi sektoral.
Namun, peningkatan output tidak selamanya dapat meningkatkan lapangan
kerja baru. Ada perbedaan komposisi antara sektor padat modal dan padat karya.
Pada perusahaan yang padat karya yang masih bersifat tradisional dan belum
mengalami perubahan teknologi produksinya, memungkinkan menyerap lebih
banyak tenaga kerja untuk meningkatkan output produksinya. Ini dikarenakan
untuk menggunakan teknologi yang lebih canggih agar lebih efisien, dibutuhkan
kapital baru yang jumlahnya tidak sedikit. Biasanya perusahaan-perusahaan
seperti ini merupakan perusahaan lokal di negara-negara berkembang.
Pada sektor yang sifatnya padat modal, perusahaan tersebut telah
menerapkan teknologi yang canggih. Perusahaan yang berskala internasional
biasanya berasal dari negara-negara maju. Perusahaan tersebut telah lama
melakukan inovasi-inovasi dalam pengembangan teknologi produksi, sehingga
berjalannya waktu sanggup untuk menambah kapital dalam jumlah yang besar
untuk menerapkan teknologi yang lebih efisien. Dampaknya terjadi pengurangan
penggunaan tenaga kerja seperti dalam teori ekspansi output dalam jangka
panjang. Investasi asing langsung (perusahaan multinasional) yang masuk ke host
country membawa teknologi canggih untuk memproduksi output. Sehingga
keberadaannya tidak terlalu berdampak signifikan pada penciptaan lapangan kerja
baru, bahkan akan menjadi ancaman bagi keberadaan perusahaan domestik.

12
Hubungan Upah dan Kesempatan Kerja Sektoral
Permintaan tenaga kerja merupakan hubungan antara tingkat upah dan
jumlah pekerja yang dipekerjakan perusahaan pada jangka waktu tertentu. Dalam
Binger dan Hoffman (1988), teori permintaan tenaga kerja merupakan
pengembangan dari permintaan satu input variabel jangka pendek. Permintaan
akan input berasal dari permintaan output. Untuk mengembangkan sifat-sifat dari
pilihan input, kita nyatakan fungsi keuntungan perusahaan dalam hal input sebagai
berikut:
(12)
Untuk mendapatkan profit maksimum dari pilihan tenaga kerja dengan asumsi
kapital tetap, turunan parsial dari persamaan (12) terhadap tenaga kerja adalah nol.
(13)
Maka persamaan (13) untuk nilai w,
(14)
Persamaan (14) merupakan permintaan tenaga kerja dimana permintaan
suatu input bergantung pada produk penerimaan marjinal input dan biaya unitnya
yang biasa disebut produk penerimaan marjinal (MRP-marginal revenue product).
Sementara penawaran tenaga kerja sebagai fungsi dari tingkat upah
merupakan turunan dari fungsi utilitas sebagai berikut:
Utilitas= U(C,H)
(15)
C merupakan konsumsi yang memerlukan uang yang ketersediaannya bergantung
pada lamanya bekerja dari 24 jam dikurangi waktu mengangur (H). dengan
memaksimumkan utilitas maka:
(16)
sehingga diperoleh
(H terhadap C)
(17)
Dari hasil memaksimumkan utilitas diperoleh prinsip keputusan penawaran
tenaga kerja. Dimana untuk memperoleh kepuasan maksimum, jam kerja haruslah
sedemikian rupa sehingga tingkat subtitusi marjinal konsumsi terhadap waktu
menganggur sama dengan w.
Gambar 5 menunjukkan penentuan tingkat upah yang berlaku di perusahaan
dan pasar tenaga kerja. Pada grafik b ditunjukkan permintaan tenaga kerja (DL)
dan penawaran tenaga kerja (SL dan S’L) tenaga kerja dalam perekonomian.
Keseimbangan awal dari permintaan dan penawaran tenaga kerja terbentuk pada
E0. Berdasarkan pada keseimbangan ini tingkat upah adalah W0 dan jumlah tenaga
kerja yang digunakan dalam perekonomian adalah N0. Jika dalam perekonomian
terjadi perubahan penawaran tenaga kerja dengan bergesernya kurva S L ke S’L,
maka akan berdampak pada perubahan tingkat upah dari W0 ke W1. Sehingga
jumlah tenaga kerja akan bertambah dari N0 ke N1.
Dalam hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja sektoral di negaranegara dengan angkatan kerja atau dengan tingkat penganguran yang tinggi akan
menggeser kurva suplai tenaga kerja dengan asumsi tingkat harga output tetap.
Bergesernya kurva penawaran akan menyebabkan penurunan tingkat upah. Hal ini
menjadi keuntungan perusahaan dengan menambah jumlah tenaga kerja untuk
meningkatkan produksi output untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan.
Maka tingkat upah sektoral merupakan determinan bagi kesempatan kerja sektoral
di suatu negara.

13

Tingkat Upah

Tingkat Upah

SL

W0

W1

W0
W1

S’L

E0
E1
DL

MRP
L0
L1
(a) Perusahaan

N0 N1 N2
(b) Perekonomian

Sumber: Sukirno (2000)
Gambar 5 Fleksibilitas upah dan penggunaan tenaga kerja
Hubungan AFTA dan Kesempatan Kerja Sektoral
ASEAN Free Trade Agreement merupakan kerjasama perdagangan antar
negara-negara ASEAN guna meningkatkan daya saing ekonomi-kawasan regional.
Berdasarkan teori Heckscher-Ohlin perdagangan terjadi karena adanya perbedaan
limpahan sumber daya antara negara. Kerjasama tersebut meningkatkan volume
perdagangan sektoral yang berdampak pada meningkatnya kesempatan kerja
sektoral. Selain itu kerjasama perdagangan juga merupakan strategi negara-negata
berkembang dalam menghadapi globalisasi ekonomi.
Banyak perdebatan yang muncul dalam menetapkan kebijakan
pembangunan negara-negara berkembang. Menurut Paul P. Streeten dalam
Todaro (1999), menyebutkan bahwa terdapat kebijakan-kebijakan khusus dalam
penjabaran strategi negara-negara berkembang yang salah satunya lebih
berorientasi keluar negeri. Kebijakan yang berorientasi keluar merupakan suatu
rangkaian kebijakan yang tidak hanya mendorong berlangsungnya perdagangan
bebas tetapi juga mengungkinkan pergerakan secara bebas atas faktor-faktor
produksi (modal, tenaga kerja), perusahaan-perusahaan dan para pelajar,
penerimaan kehadiran perusahaan-perusahaan multinasional, dan dilandaskan
pada suatu sistem komunikasi yang terbuka.
Rama dalam Jenkins (2006) menyebutkan bahwa terdapat dua alur dampak
globalisasi terhadap kesempatan kerja. Salah satu yang paling penting dengan
meningkatkan perdagangan, Foreign Direct Investment (FDI) dan transfer
teknologi. Saat ini banyak terbentuk blok-blok perdagangan sebagai respon dari
globalisasi. Salah satunya di Asia Tenggara dengan ASEAN Free Trade
Agreement (AFTA).
ASEAN Free Trade Agreement merupakan kerjasama perdagangan dengan
menghapuskan hambatan tarif maupun non tarif antar negara-negara ASEAN.
Kerjasama tersebut diharapkan dapat meningkatkan perdagangan antar negaranegara ASEAN serta memungkinkan masuknya investor asing untuk
mengembangkan pasarnya di kawasan Asia Tenggara. Besarnya di pasar tersebut

14
dimanfaatkan perusahaan multinasional dengan mendirikan industri baru maupun
membuat anak perusahaan di negara tujuan.
Ada dua tujuan perusahaan multinasional masuk ke negara tujuan investasi.
Pertama, ingin menjadikan negara tujuan tersebut sebagai basis produksi bagi
pasar global. Dikarenakan dekatnya dengan bahan mentah maupun bahan baku,
serta rendahnya tingkat upah dibandingkan negara asal investor. Kedua, ingin
melebarkan pasar ke negara tujuan yang memiliki potensi besar untuk
berkembang. Dengan tujuan tersebut memiliki dua dampak yang berbeda-beda
terhadap kesempatan kerja.
Namun di sisi lain, masuknya perusahaan multinasional akan menimbulkan
ancaman bagi perusahaan lokal. Kalah bersaingnya perusahaan lokal akan
berdampak pada terancamnya tenaga kerja kehilangan pekerjaan. Atau dengan
melakukan efisiensi agar tetap bertahan akan berdampak pada pemecatan tenaga
kerja yang kurang produktif. Selain itu, perusahaan multinasional yang masuk
dengan mengakuisisi perusahaan lokal akan melakukan restrukturisasi tenaga
kerja agar lebih efisien.
Tinjauan Empiris
Banyak penelitian mengenai dampak globalisasi terhadap kesempatan kerja
yang fokus pada perdagangan internasional. Kemudian berkembang dengan
memasukkan peran FDI sebagai pendorong perubahan struktur tenaga kerja di
host country. Sudah menjadi pendapat umum bahwa FDI bisa memberikan
keuntungan bagi host country. Selain investasi dalam bentuk keuangan, FDI dapat
memberikan sumber lainnya dari teknologi, transfer pengetahuan ke perusahaan
lokal, sehingga dapat mendongkrak perekonomian negara tersebut.
Jude dan Silaghi (2015) mengungkapkan beberapa alur yang mungkin
berjalan ketika menganalisis pengaruh FDI terhadap kesempatan kerja. Pertama,
FDI dapat meningkatkan kesempatan kerja secara langsung melalui penciptaan
lapangan kerja baru di perusahaan afiliasinya. Penelitian yang dilakukan oleh
Dunning (2008) mengungkapkan jika investasi berupa greenfield investment
diduga memiliki potensi penciptaan lapangan kerja yang sebelumnya tidak ada.
Namun, dalam kasus merger dan akuisisi dampak langsung terhadap kesempatan
kerja nampak tidak berarti. Sementara penelitian Jenkins (2006) menunjukkan
dampak langsung yang signifikan terjadi ketika industri yang masuk bersifat padat
karya.
Kedua, FDI dapat berdampak negatif terhadap kesempatan kerja ketika
efisiensi tenaga kerja diterapkan oleh investor asing. Perusahaan multinasional
memiliki aset tidak berwujud berupa spesifikasi perusahhaan dengan tingkat
produktivitas tinggi akan mentrasfer aset tersebut ke afiliasinya sehingga akan
berdampak pada pengurangan tenaga kerja per unit produksi (Holland et al. 2000,
Conyon et al. 2002, Girma et al. 2002). Penelitian lain yang dilakukan oleh
Hunya dan Geishecker (2005) menunjukkan jika privatisasi dilakukan di host
country menyebabkan restrukturisasi yang dalam jangka pendek berdampak pada
pengurangan tenaga kerja.
Ketiga, FDI dapat mempengaruhi permintaan tenaga kerja perusahaanperusahaan domestik melalui persaingan dan eksternalitas (dampak tidak
langsung) dari produktivitas. Jika masuknya FDI akan menciptakan persaingan di

15

sektor hilir yang mendorong banyaknya perusahaan domestik kalah bersaing, hal
tersebut berdampak negatif terhadap intensitas penerimaan tenaga kerja
(Mencinger 2003). Namun, jika afiliasi asing menjangkau pemasok domestik pada
sektor hulu dapat meningkatkan permintaan dan menstimulus kesempatan kerja
(Javorcik 2004). Aitken dan Harrison (1999) serta Javorcik (2004) menyatakan
bahwa jaringan lokal yang diciptakan oleh afiliasi asing pada perekonomian
domestik dapat meningkatkan produktivitas dan penciptaan lapangan kerja baru.
Jenkins (2006) mengungkapkan penelit