Potensi Alelopati Alpinia Malaccensis (Burm. F.) Roxb. Terhadap Jenis Invasif Merremia Peltata (L.) Merrill.

POTENSI ALELOPATI Alpinia malaccensis (Burm. F.) Roxb.
TERHADAP SPESIES INVASIF Merremia peltata (L.) Merrill.

SITI AISAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Alelopati Alpinia
malaccensis (Burm. F.) Roxb. terhadap Jenis Invasif Merremia peltata (L.) Merrill
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Juni 2016
Siti Aisah
NIM G353130141

RINGKASAN
SITI AISAH. Potensi Alelopati Alpinia malaccensis (Burm. F.) Roxb. terhadap
Jenis Invasif Merremia peltata (L.) Merrill. Dibimbing oleh SULISTIJORINI dan
TITIEK SETYAWATI.
Spesies tumbuhan invasif yang mendominasi Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan (TNBBS) mengakibatkan penurunan drastis keanekaragaman
hayati. Tumbuhan invasif merupakan spesies tumbuhan asli maupun asing yang
mengkolonisasi habitat secara masif. Merremia peltata merupakan spesies
tumbuhan lokal yang menginvasi beberapa kawasan TNBBS. Spesies tersebut
dapat tumbuh dengan baik dan tidak terkendali membentuk tutupan rapat di
kawasan terbuka dan cahaya matahari melimpah sehingga dapat mematikan
vegetasi di sekitarnya. Pengendalian perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran
dan membatasi kerapatan M. peltata di antaranya dengan cara alelopati. Alelopati
merupakan proses penghambatan suatu tumbuhan yang melibatkan metabolit
sekunder. Alelopati spesies tumbuhan lokal dari hasil analisis vegetasi dapat

dijadikan alternatif solusi dalam mencegah penyebaran M. peltata.
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui dominansi spesies tumbuhan di
kawasan terinvasi M. peltata dan menguji potensi alelopati ekstrak A. malaccensis
terhadap pekecambahan biji dan pertumbuhan semai M. peltata. Kegiatan analisis
vegetasi dilakukan di kawasan terinvasi M. peltata Resort Tampang TNBBS.
Komposisi dan dominansi spesies tumbuhan di lokasi pengamatan dapat diketahui
dengan menggunakan parameter: 1) Indeks Nilai Penting (INP); 2) Indeks
Keanekaragaman Spesies (H’). Uji alelopati A. malaccensis terhadap
perkecambahan biji M. peltata dilakukan menggunakan metode RAL (Rancangan
Acak Lengkap) 6 kali pengulangan (kontrol, 30 g/l, 60 g/l, 90 g/l, 120 g/l, dan 150
g/l) dan 3 kali pengulangan pada semai (kontrol, 50 g/l, 100 g/l, 150 g/l, dan 200
g/l). Peubah yang diamati meliputi daya berkecambah (DB), bobot kering (BK),
daya hambat plumula, dan radikula kecambah M. peltata, panjang sulur, jumlah
daun, panjang, dan lebar daun M. peltata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman spesies di
Resort Tampang tergolong sangat rendah sampai sedang. Tumbuhan bawah
merupakan kelompok yang memiliki jumlah spesies paling banyak dibandingkan
tumbuhan tegakan. Spesies tumbuhan bawah yang mendominasi kawasan tersebut
yaitu A. malaccensis (Zingiberaceae). Habitus A. malaccensis licin, berumpun, dan
pelepah daun mengumpul membentuk batang semu menyebabkan A. malaccensis

sulit dililit M. peltata. Hasil analisis kandungan senyawa kimia pada sampel segar
rizom dan daun menunjukkan bahwa A. malaccensis mengandung alelokimia.
Ekstrak rizom dan daun A. malaccensis 150 g/l memperlihatkan penghambatan
tertinggi terhadap daya berkecambah, bobot kering, panjang plumula dan radikula
kecambah. Ekstrak rizom dan daun A. malaccensis 200 g/l memperlihatkan
penghambatan tertinggi terhadap pertambahan panjang sulur, jumlah daun, panjang,
dan lebar daun M. peltata. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai alternatif solusi untuk menekan invasi M. peltata dalam
menjaga kelestarian ekosistem TNBBS Lampung.
Kata kunci: Alelopati, Alpinia malaccensis, Merremia peltata, TNBBS

SUMMARY
SITI AISAH. Allelopathy potential of Alpinia malaccensis (Burm. F.) Roxb. to
invasive species Merremia peltata (L.) Merrill. Supervised by SULISTIJORINI and
TITIEK SETYAWATI.
Invasive plant species which currently dominates Bukit Barisan Selatan
National Park (BBSNP) cause a drastic reduction of biodiversity. Merremia peltata
is a native plant species that invades several areas of the BBSNP. They are able to
grow well and form a dense cover in an open area. The growth becomes more rapid
under direct sunlight and further interfere the surrounding vegetation. One of the

control strategies for invasive plant species is the use of allelopathy. This control
is necessary to prevent the spread and to limit the density of M. peltata. Allelopathy
is the inhibition process of a plant that involves a secondary metabolite.
This study is aimed to determine the dominance plant species in invaded areas
of M. peltata and explore the allelopathy potential of Alpinia malaccensis on seed
germination and seedling growth of M. peltata. Vegetation analysis was conducted
in the area invaded M. peltata of Resort Tampang TNBBS. The composition and
dominance of plant species in the invaded area could be determined by using these
following parameters: 1) The Importance of Value Index (IVI); 2) Species diversity
index (H'). Germination response of M. peltata seeds used CRD (Completely
Randomize Design) 6 repetitions (control, 30, 60, 90, 120, and 150 g/l) and 3
repetitions for seedlings of M. peltata (control, 50, 100, 150, and 200 g/l). The
parameters observed were germination, dry weight, inhibition rate of plumula,
radicle sprouts of M. peltata, tendrils length, amount of leaves, length, and width of
M. peltata leaves.
The results showed that the species diversity index in Tampang Resort was
considered as very low to moderate. Understorey, which was mainly dominated by
A. malaccensis (Zingiberaceae), had the highest number of species than trees.
Performance of A. malaccensis that is slick and clumps with leaf midrib clumping
together to form pseudo stem lead to such shape, so that this species cannot easily

occupied by M. peltata. The analysis of chemical compounds of fresh rhizome and
leaves showed that A. malaccensis contains allelochemicals. Rhizomes and leaves
extract (150 g/l) of A. malaccensis yielded the highest inhibition in germination,
dry weight, plumule and radicle length of M. peltata seedlings. While rhizomes and
leaves extract (200 g/l) of A. malaccensis shows the highest inhibition in tendril
length, amount of leaves, length, and width of M. peltata leaves. It is expected that
results of this study could provide information on alternative solutions to suppress
the invasion of M. peltata in BBSNP in Lampung.
Keywords: Allelopathy, Alpinia malaccensis, BBSNP, Merremia peltata

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

POTENSI ALELOPATI Alpinia malaccensis (Burm. F.) Roxb.

TERHADAP JENIS INVASIF Merremia peltata (L.) Merrill.

SITI AISAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Iwan Hilwan, MS

Judul Tesis : Potensi Alelopati Alpinia malaccensis (Burm. F.) Roxb. terhadap
Spesies Invasif Merremia peltata (L.) Merrill.
Nama

: Siti Aisah
NIM
: G353130141

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sulistijorini, MSi
Ketua

Dr Ir Titiek Setyawati, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Miftahuddin, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 3 Mei 2016

Tanggal Lulus: 3 Mei 2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 hingga September
2015 ini ialah alelopati, dengan judul Potensi Alelopati Alpinia malaccensis (Burm.
F.) Roxb. terhadap Jenis Invasif Merremia peltata (L.) Merrill. Penelitian ini
didanai oleh FORIS Project Indonesia, Puslitbang Kementrian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Sulistijorini, MSi dan Dr Ir
Titiek Setyawati, MSc selaku komisi pembimbing. Terima kasih kepada Direktorat
Perguruan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan kesempatan melanjutkan
pendidikan S2 melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri-Calon

Dosen tahun 2013 (BPPDN-Caldos 2013) dan Beasiswa Pemprov Jawa Barat.
Terima kasih kepada seluruh staf dan tenaga fungsional Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan yang telah membantu selama pengumpulan data. Terima kasih
kepada rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Biologi Tumbuhan yang telah
memberikan dukungan moril selama proses penyelesaian studi. Terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, saudara serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016
Siti Aisah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii


DAFTAR LAMPIRAN

iii

1 PENDAHULUAN
Latar belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis

1
1
2
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Tumbuhan Invasif
Merremia peltata (L.) Merril.
Alelopati
Alpinia malaccensis (Burm. F.) Roxb.

2
2
3
4
5
6

3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan dan Alat
Metode
Analisis Vegetasi
Identifikasi Spesies Tumbuhan
Analisis Data Vegetasi
Pertumbuhan Merremia peltata
Faktor Abiotik di Lapangan
Kandungan Senyawa Kimia A. malaccensis
Pembuatan Ekstrak A. malaccensis
Uji Alelopati A. malaccensis terhadap Biji M. peltata
Uji Alelopati A. malaccensis terhadap Semai M. peltata
Analisis data

7
7
8
8
8
8
9
9
9
10
10
10
10
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keanekaragaman Spesies
Pertumbuhan M. peltata
Faktor Abiotik di Lapangan
Kandungan Senyawa Kimia A. malaccensis
Respon Biji M. peltata terhadap Alelopati A. malaccensis
Respon Semai M. peltata terhadap Alelopati A. malaccensis
Pembahasan

11
11
11
14
15
16
16
18
19

Keanekaragaman Spesies
Pertumbuhan M. peltata
Kandungan Senyawa Kimia A. malaccensis
Respon Biji dan Semai M. peltata terhadap Alelopati A. malaccensis

19
21
22
23

5 SIMPULAN

25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Komposisi spesies tumbuhan bawah di Resort Tampang
Komposisi spesies tumbuhan tingkat semai di Resort Tampang
Komposisi spesies tumbuhan tingkat pancang di Resort Tampang
Komposisi spesies tumbuhan tingkat tiang di Resort Tampang
Komposisi spesies tumbuhan tingkat pohon di Resort Tampang
Rata-rata hasil pengukuran faktor abiotik di lapangan
Kelompok alelokimia A. malaccensis
Rata-rata Daya Berkecambah (DB) dan Berat Kering (BK) kecambah M.
peltata
9 Rata-rata panjang plumula dan radikula M. peltata
10 Rata-rata pertambahan panjang sulur, jumlah daun, panjang dan lebar
daun M. peltata

12
13
13
13
14
16
16
17
17
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Tumbuhan M. peltata
Peta Resort Tampang TNBBS
Desain plot analisis vegetasi
Indeks keanekaragaman spesies di lokasi pengamatan
Pertumbuhan M. peltata per hari
Karakteristik pertumbuhan M. peltata
Daya hambat ekstrak rizom dan daun A. malaccensis
Plumula dan radikula M. peltata

4
7
8
14
15
15
18
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

5

6
7
8

Hasil analisis ragam (ANOVA) pertambahan panjang sulur M. peltata
per hari di lokasi penelitian Resort Tampang TNBBS
Hasil analisis ragam (ANOVA) pertambahan jumlah daun M. peltata per
hari di lokasi penelitian Resort Tampang TNBBS
Hasil uji lanjut Tukey pertambahan panjang sulur dan jumlah daun M.
peltata per hari di lokasi penelitian Resort Tampang TNBBS
Hasil analisis ragam (ANOVA) daya hambat ekstrak rizom A.
malaccensis terhadap daya berkecambah (DB) dan bobot kering (BK)
kecambah M. peltata
Hasil analisis ragam (ANOVA) daya hambat ekstrak daun A. malaccensis
terhadap daya berkecambah (DB) dan bobot kering (BK) kecambah M.
peltata
Hasil analisis ragam (ANOVA) daya hambat ekstrak rizom A.
malaccensis terhadap panjang plumula dan radikula kecambah M. peltata
Hasil analisis ragam (ANOVA) daya hambat ekstrak daun A. malaccensis
terhadap panjang plumula dan radikula kecambah M. peltata
Analisis Uji T daya hambat ekstrak rizom dan daun A. malaccensis
terhadap panjang sulur semai M. peltata

31
31
31
31

32

32
32
33

Analisis Uji T daya hambat ekstrak rizom dan daun A. malaccensis
terhadap jumlah daun semai M. peltata
10 Analisis Uji T daya hambat ekstrak rizom dan daun A. malaccensis
terhadap panjang daun semai M. peltata
11 Analisis Uji T daya hambat ekstrak rizom dan daun A. malaccensis
terhadap lebar daun semai M. peltata
9

33
33
33

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan kawasan
konservasi yang memiliki hutan yang memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan
tinggi. Resort Tampang merupakan salah satu kawasan TNBBS yang mengalami
penurunan drastis keanekaragaman hayatinya. Penurunan tersebut diakibatkan oleh
adanya eksploitasi secara terus-menerus oleh masyarakat sekitar ataupun pendatang
untuk mengkonversi hutan menjadi area perkebunan, pemukiman, dan ladang
berpindah (Wardah 2005). Kawasan yang mengalami kerusakan ini pada akhirnya
menjadi area terbuka sehingga memicu terjadinya penyebaran tumbuhan invasif.
Tumbuhan invasif merupakan spesies tumbuhan asli maupun asing yang
mengkolonisasi habitat secara masif. Spesies ini akan mengancam integritas
lingkungan dan memberikan dampak negatif pada komunitas flora dan fauna.
Tumbuhan invasif akan menangkarkan diri dan menyebar terus meskipun habitat
tidak terganggu lagi. Dengan demikian tumbuhan invasif menjadi ancaman serius
terhadap keanekaragaman hayati (Daigneault & Brown 2013). Merremia peltata
merupakan spesies tumbuhan lokal yang menginvasi beberapa kawasan TNBBS
diantaranya Resort Tampang (Master 2012).
Spesies M. peltata (Convolvulaceae) atau mantangan memiliki perawakan
liana berkayu, daun berukuran besar, lebar, dan berbentuk bundar jantung sampai
bundar (orbicular) tersambung dengan tangkai pada tengah daun. Spesies tersebut
dapat tumbuh dengan baik dan tidak terkendali di kawasan terbuka dan cahaya
matahari melimpah. Tutupan M. peltata yang tinggi dapat menghambat proses
fotosintesis sehingga berpotensi mematikan vegetasi di sekitarnya (Master et al.
2013).
Pengendalian M. peltata perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran dan
membatasi kerapatannya. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan cara
eradikasi, peningkatan agen biologis musuh alami, dan bioherbisida nabati.
Bioherbisida nabati merupakan ekstraksi alelokimia yang diproduksi secara
alamiah oleh tumbuhan. Alelokimia adalah metabolit sekunder yang dapat menekan
pertumbuhan dan perkembangan sistem biologis tumbuhan disekitarnya (Homa &
Mitra 2013).
Strategi alami pada tumbuhan sebagai bentuk perlindungan atau
penghambatan terhadap tumbuhan lain melalui pelepasan senyawa kimia ke
lingkungannya disebut alelopati (Inderjit & Keating 1999; Singh et al. 2003).
Kelompok tumbuhan yang berpotensi memiliki aktivitas alelopati diantaranya
Zingiberaceae, Poaceae, Pinaceae, dan Verbenaceae. Djufri (2012) menyebutkan
bahwa tumbuhan invasif di antaranya Akasia dapat dikendalikan oleh aktivitas
alelopati. Pengendalian dengan cara alelopati dapat dilakukan menggunakan
spesies tumbuhan lokal dari hasil analisis vegetasi di lapangan.
Informasi mengenai pengendalian M. peltata dapat menjadi solusi alternatif
dalam mencegah penyebarannya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
dominansi spesies tumbuhan di kawasan invasi serta menguji potensi alelopati
ekstrak Alpinia malaccensis terhadap biji dan semai M. peltata, sehingga

2

diharapkan dapat mengatasi pengaruh invasi M. peltata terhadap kelestarian
ekosistem TNBBS Lampung.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu spesies tumbuhan apa yang
dominan di kawasan terinvasi M. peltata dan bagaimana potensi alelopati A.
malaccensis terhadap pekecambahan biji dan pertumbuhan semai M. peltata.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui dominansi spesies tumbuhan di kawasan terinvasi M. peltata.
2. Menguji potensi alelopati ekstrak A. malaccensis terhadap pekecambahan biji
dan pertumbuhan semai M. peltata.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai
aktifitas penghambatan pertumbuhan M. peltata oleh ekstrak A. malaccensis.
Berdasarkan informasi tersebut diharapkan dapat menjadi alternatif solusi untuk
menekan invasi M. peltata dalam menjaga kelestarian ekosistem TNBBS Lampung.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini yaitu:
1. A. malaccensis merupakan spesies tumbuhan yang dominan di kawasan
terinvasi M. peltata.
2. Ekstrak A. malaccensis mampu menghambat perkecambahan biji dan
pertumbuhan semai M. peltata.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) memiliki luas 356 800 ha
yang membentang dari Propinsi Bengkulu hingga ujung Selatan Propinsi Lampung.
Secara administratif TNBBS termasuk dalam Kabupaten Lampung Barat,
Kabupaten Pesisir Barat, Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung, dan
Kabupaten Bengkulu Selatan. TNBBS merupakan kawasan lindung terbesar ketiga
di Sumatera (Gaveau et al. 2007).
Kawasan TNBBS merupakan bagian hulu dari sungai-sungai yang mengalir
ke daerah pemukiman dan pertanian di daerah hilir sehingga berperan penting
sebagai daerah tangkapan dan perlindungan sistem tata air. Sungai-sungai tersebut

3

mengalir ke arah Barat dan bermuara di Samudera Indonesia dan Teluk Semangka.
Di bagian ujung Selatan TNBBS terdapat danau yang dipisahkan oleh pasir pantai
selebar puluhan meter yaitu Danau Menjukut (150 ha). Di bagian tengah terdapat
empat danau berdekatan yaitu Danau Asam (160 ha), Danau Lebar (60 ha), Danau
Minyak (10 ha), dan Danau Belibis (3 ha). Sementara bagian Tenggara, Selatan dan
Barat TNBBS dikelilingi oleh lautan yaitu perairan Teluk Semangka, Tanjung Cina
dan Samudera Indonesia (BTNBBS 1999).
Tipe ekosistem yang dimiliki oleh TNBBS antara lain mencakup hutan
bakau, hutan pantai, hingga hutan pegunungan. Hutan pantai memiliki luas 3 568
ha, hutan hujan dataran rendah seluas 160 560 ha, hutan hujan bukit seluas 121 312
ha, hutan hujan pegunungan bawah seluas 60 656 ha dan hutan hujan pegunungan
tinggi seluas 10 704 ha (BTNBBS 1999).
Kawasan TNBBS merupakan salah satu hutan tropis yang memiliki
keanekaragaman spesies tumbuhan tinggi. Spesies tumbuhan tersebut di antaranya
dari suku Zingiberaceae (jahe-jahean), rotan (Callamus sp.), meranti (Shorea sp.),
dan keruing (Dipterocarpus sp.) (BTNBBS 1999). Keanekaragaman spesies
tumbuhan mengalami penurunan akibat terjadinya kerusakan di kawasan tersebut.
Kerusakan ini disebabkan oleh ekploitasi, kebakaran hutan, pembalakan liar,
perambahan, dan lain-lain yang dilakukan oleh penduduk sekitar maupun
pendatang (Wardah 2005). Kerusakan tersebut dapat memicu berkembangnya
spesies tumbuhan invasif di kawasan TNBBS (Master 2012).
Tumbuhan Invasif
Tumbuhan invasif adalah spesies tumbuhan yang memiliki kemampuan
tumbuh dan berkembang dengan cepat, tingkat kematangan yang singkat,
reproduksi generatif dan vegetatif, menghasilkan buah atau biji yang banyak dan
diproduksi secara terus menerus, penyebaran biji yang efektif, biji tetap hidup
dalam jangka waktu lama, membentuk populasi padat, bebas hama, toleransi
terhadap berbagai kondisi lingkungan, dan melakukan kompetisi intraspesies
dengan cara alelopati. Karakter invasif suatu spesies tumbuhan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti luasnya distribusi alamiah, karakter keinvasifan, dan
lamanya periode sejak introduksi (Baker 1974).
Tumbuhan invasif dikenal sebagai spesies tumbuhan yang mengancam
integritas lingkungan dan memberikan dampak negatif ekologis, ekonomi, dan
kesehatan manusia (Daigneault & Brown 2013). Dampak ekologis merupakan
bentuk akibat langsung atau tidak langsung dari tumbuhan invasif terhadap
penurunan populasi spesies lain, pergantian komunitas tumbuhan, dan hewan secara
signifikan. Dampak tersebut di antaranya penghambatan reproduksi, kompetisi
untuk mendapatkan makanan, nutrient, habitat dan sumberdaya penting lainnya.
Dampak pada bidang ekonomi di antaranya terjadi penurunan hasil pertanian dan
perkebunan yang berpengaruh pada pendapatan penduduk suatu daerah. Dampak
pada kesehatan manusia di antaranya serbuk sari, duri, daun, batang beberapa
tumbuhan invasif dapat menyebabkan dermatitis, alergi, dan bintik hitam pada kulit
(Gunaseelan 1987; Morin et al. 2009).
Tumbuhan ivasif akan menangkarkan diri dan terus menyebar walaupun
ekosistem tidak terganggu lagi, sehingga menjadi ancaman serius terhadap
keanekaragaman hayati. Invasi biologi menjadi isu internasional bagi konservasi

4

keanekaragaman hayati, dimana pengendalian dan pengelolaannya memerlukan
biaya yang besar (Daigneault & Brown 2013).
Merremia peltata (L.) Merrill.
Merremia peltata merupakan tumbuhan pemanjat yang berasal dari
kawasan Pasifik. Spesies ini telah menjadi perhatian karena bersifat invasif di
beberapa wilayah Pasifik. M. peltata banyak mendominasi daerah-daerah terbuka
dan ekosistem hutan yang terdegradasi (Kirkham 2004). Tumbuhan liana M. peltata
telah mendominasi kawasan terbuka TNBBS dengan cara menjalar dan melilit
pohon-pohon inang. Spesies M. peltata yang dominan ini secara ekologis dapat
menjadi ancaman serius bagi keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa di
kawasan tersebut (Yansen et al. 2015).
Merremia peltata memiliki perawakan liana berkayu dari suku
Convolvulaceae. M. peltata memiliki daun yang lebar dan besar, berbentuk bundar
jantung sampai bundar (Gambar 1a) yang memberikan kemampuan sebagai
pertahanan di daerah terganggu seperti tanah tandus (Kirkham 2005). Daun M.
peltata berwarna merah marun ketika masih muda. Batang dapat termodifikasi
menjadi sulur. Sulur terbentuk ketika tumbuhan menyentuh atau merambat batang
atau tiang. Batang akan mengeluarkan getah berwarna putih jika dilukai. Batang M.
peltata tampak berwarna merah marun sampai hijau lunak ketika masih muda,
kemudian tumbuh menjadi batang berwarna hijau tua sampai cokelat dan bertekstur
keras berkayu (padat berisi). Batang melilit dan memanjat pohon atau semak
(Gambar 1b). Mahkota bunga berwarna kuning atau putih, berbentuk lonceng,
jumlah mahkota 5 helai, satu tangkai menghasilkan 20 bunga atau lebih (Gambar
1c). Biji berkeping dua, terbungkus, berambut (Mardiati 2014), berbentuk seperti
gada dan berwarna coklat redup apabila sudah tua (Gambar 1d) (Rahmadani 2013).
Tumbuhan M. peltata membentuk akar ketika buku batang menyentuh tanah. Akar
tidak akan dijumpai ketika sulur atau batang hanya menyentuh atau merambati
batang tumbuhan lain atau tiang-tiang penyangga, sehingga akar M. peltata benarbenar berfungsi sebagai organ penyerap air dan hara dari tanah (Mardiati 2014).

a

b

c

d

Gambar 1 Tumbuhan M. peltata: a) Daun; b) Batang; c) Bunga; d) Biji
Tumbuhan M. peltata bereproduksi secara generatif dan vegetatif.
Reproduksi secara generatif yaitu dengan biji. Perbanyakan secara vegetatif terjadi
dengan tunas batang. Reproduksi secara vegetatif melalui batang yang dapat
berakar di bagian buku-bukunya yang menyentuh tanah. Batang yang dipotong
mampu menghasilkan anakan baru berupa tunas yang menjalar. Seperti liana pada
umumnya, M. peltata selalu dipandang negatif oleh para pengelola hutan
konservasi karena dapat merambati pohon-pohon yang dapat menyebabkan

5

kematian pada pohon yang dirambati, serta karena pertumbuhannya yang cepat
(Master 2012).
Invasi M. peltata terjadi akibat adanya gangguan kerusakan hutan seperti
kebakaran hutan, pembalakan liar, perambahan, dan tingginya intensitas ladang
berpindah. Hal inilah yang mengakibatkan M. peltata menyebar luas dan menjadi
dominan sehingga terjadinya penurunan keanekaragaman hayati. Penyebaran M.
peltata dibantu oleh angin, burung, kelelawar yaitu berupa biji yang kemudian
menjadi tersebar luas terutama pada area tutupan hutan rendah.
Beberapa upaya telah dilakukan oleh pihak TNBBS seperti eradikasi
manual dan eskavasi dengan alat berat untuk menghambat perkembangan M.
peltata namun tidak memberikan hasil yang siginifikan. M. peltata ini dapat
beregenerasi dengan trubusan (resprouting) dan sisa-sisa akar (root suckering)
sehingga sisa-sisa organ vegetatif dapat menjadi individu baru (Yansen et al. 2015).
Alelopati
Alelopati merupakan hambatan pada perkecambahan, pertumbuhan atau
metabolisme suatu tumbuhan yang disebabkan oleh pelepasan senyawa-senyawa
metabolit sekunder tumbuhan lain. Fenomena alelopati mencakup semua tipe
interaksi kimia antar tumbuhan, antar mikroorganisme, atau antara tumbuhan dan
mikroorganisme (Einhellig 1995). Menurut Rice (1984) interaksi tersebut meliputi
penghambatan dan pemacuan secara langsung atau tidak langsung suatu senyawa
kimia yang dibentuk oleh suatu organisme (tumbuhan, hewan atau
mikroorganisme) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme lain.
Senyawa kimia yang berperan dalam mekanisme itu disebut alelokimia. Pengaruh
alelokimia bersifat selektif, yaitu berpengaruh terhadap jenis organisme tertentu
namun tidak terhadap organisme lain.
Alelokimia merupakan metabolit sekunder berupa asam organik larut air,
lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam
sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam
fenolat, asam amino nonprotein, sulfida serta nukleosida (Rice 1984; Einhellig
1995). Pelepasan alelokimia pada umumnya terjadi pada stadium perkembangan
tertentu, dan kadarnya dipengaruhi oleh stres biotik maupun abiotik (Einhellig
1995). Alelokimia dapat ditemukan pada semua jaringan tumbuh-tumbuhan
termasuk daun, batang, akar, rizom, bunga, buah dan biji. Senyawa-senyawa
tersebut dapat dilepaskan dari jaringan tumbuh-tumbuhan dalam berbagai cara
termasuk melalui penguapan, eksudat akar, pencucian dan pembusukan bagianbagian organ yang mati (Reigosa et al. 2000; Qasem & Foy 2001). Sumber
alelokimia dapat ditemukan pada gulma, tanaman pangan dan hortikultura,
tumbuhan berkayu, residu, dan mikroorganisme (Junaedi et al. 2006).
Mekanisme pengaruh alelokimia terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks. Proses
tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur,
modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan
berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian
memengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya
terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta
aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian

6

bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya
menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran (Einhellig 1995).
Potensi alelopati dari suatu organisme sumber dan pengaruhnya terhadap
organisme target memiliki keragaman yang secara umum disebabkan oleh faktor
genetika maupun lingkungan. Keragaman potensi alelopati karena faktor
lingkungan dapat terjadi pada keadaan perbedaan populasi, siklus hidup dan waktu
tanam, tanah dan iklim, serta adanya cekaman biotik maupun abiotik (Junaedi et al.
2006). Pengaruh faktor lingkungan perlu mendapatkan perhatian karena adanya
interaksi dengan faktor genetika dalam ekspresi fenotipe alelopati. Produksi dan
ekskresi senyawa alelopati (alelokimia) dipengaruhi oleh suhu, cahaya, kondisi
tanah, mikroorganisme, status hara, dan aplikasi herbisida (Olofsdotter 2001).
Alelokimia menunjukkan peranannya yang penting dalam memengaruhi
aktivitas pemanjangan dan pembelahan sel, fotosintesis, respirasi, permeabilitas
membran, pembukaan stomata, penyerapan ion mineral serta metabolisme protein
dan asam nukleat (Baziramakenga et al. 1997). Alelokimia dari tumbuhan atau
mikroorganisme dapat digunakan sebagai herbisida dalam menjaga kesehatan dan
kelestarian lingkungan. Herbisida dari alelokimia yang sudah dikomersialkan
antara lain triketon (leptospermona yang diperoleh dari tumbuhan Leptospermum
scoparium) dan sinmetilin (Vyvyan 2002).
Alpinia malaccensis (Burm. F.) Roxb.
Alpinia malaccensis merupakan tumbuhan anggota suku Zingiberaceae.
Perawakan A. malaccensis yaitu herba, berdiri tegak, tinggi 1-4 meter, tumbuh
dalam rumpun yang rapat. Batangnya merupakan batang semu, yang merupakan
kumpulan pelepah daun yang menyatu, berwarna hijau muda. Daunnya merupakan
daun tunggal berwarna hijau, duduk berseling. Berbentuk lanset, panjangnya 40-80
cm dan lebarnya 9-12 cm. Tepi daun rata, pangkal tumpul, dan ujungnya runcing,
pertulangan menyirip. Permukaan daun bagian atas licin, tetapi permukaan
bawahnya berambut. Tangkai daun pendek, berpelepah panjang, beralur, berwarna
hijau muda. Bunga majemuk berwarna putih, tersusun dalam tandan yang muncul
dari ujung batang. Kelopak 3 buah, berlekuk, berwarna putih. Mahkota berbentuk
tabung putih. Ketika mekar tampak bagian ujungnya berwarna merah atau merah
jingga. Brakteola besar, berwarna putih, berbentuk bulat telur dengan ujung
runcing, menutup kuncup bunga. Mahkota 3 buah, berwarna putih dengan ujung
merah atau merah jingga, panjang sekitar 2.5 cm dan lebar lebih kurang 1.5 cm.
Labelum (bibir) bunga bagian tepi berwarna kuning, sedangkan bagian tengah
merah jingga dengan bintik- bintik kuning. Benang sari hanya satu, tegak. Kepala
sari berdiameter 2-3 cm, berwarna putih. Kepala putik berwarna hijau, dengan
tangkai putik sepanjang 2-3 cm. Buah buni, bulat, keras, dan berambut. Sewaktu
masih muda berwarna hijau, setelah tua berubah menjadi jingga. Bijinya banyak,
kecil, lonjong, berwarna hitam. Akar serabut berwarna coklat muda (Dwi 1999).
Daun dan rizom A. malaccensis mengandung minyak atsiri yang harum
baunya. Minyak atsiri di daun berbeda dengan minyak atsiri yang terdapat dalam
rizom. Kandungan minyak atsiri dalam rizom terdiri dari terpenoid seperti
kaneelzuur-methyl ester dan senyawa-senyawa lain. Minyak atsiri yang berasal dari
daun mengandung lebih banyak terpenoid dan mengandung allokaneelzuur yang

7

tidak terdapat dalam rizom. Rizom dan buahnya juga mengandung saponin,
flavonoida, dan tanin (Dwi 1999).
Pemanfaatan A. malaccensis diantaranya sebagai obat tradisional, bumbu
masakan, minuman, dan sabun. Tumbuhan dari genus Alpinia mengandung
senyawa antimikrobial (Kochuthressia et al. 2010), antioksidan (Sahoo et al. 2012),
dan minyak atsiri (Dwi 1999). Minyak atsiri merupakan senyawa yang berfungsi
sebagai alelopati terhadap tumbuhan lain di sekitarnya.

3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Kegiatan analisis vegetasi dilakukan pada Mei dan Agustus 2014 di
kawasan terinvasi M. peltata Resort Tampang TNBBS (Gambar 2). Pengamatan
pertumbuhan M. peltata di laksanakan pada April 2015 di kawasan terinvasi M.
peltata Resort Tampang. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah
Balitro Bogor. Analisis kandungan senyawa kimia A. malaccensis dilakukan di
Laboratorium Pengujian Hasil Hutan Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan Bogor. Kegiatan uji alelopati terhadap biji M. peltata
dilaksanakan pada Januari-September 2015 di Laboratorium biologi FMIPA IPB.
Kegiatan uji alelopati terhadap semai M. peltata dilaksanakan pada September
2014-September 2015 di Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil
Hutan Bogor.

KETERANGAN
Study site

U

Prediction of invasion
of M. peltata
Bukit Barisan Selatan
Nasional Park
Sea

S

Gambar 2 Peta Resort Tampang TNBBS (Master et al. 2013)

8

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari spesimen tumbuhan,
alkohol 70%, biji dan semai M. peltata, rizom dan daun A. malaccensis, akuades,
klorox, kertas saring, dan tanah. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari koran bekas, gunting, tallysheet, amplop, label, kantong plastik, alat penjepit
atau sasak, kamera digital, oven, cawan petri, blender, gelas ukur, botol ekstrak,
pinset, penggaris, dan four in one.
Metode
Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui komposisi dan dominansi
spesies tumbuhan dengan menggunakan metode kuadrat. Sebanyak 3 (tiga) jalur
rintisan sepanjang 1000 m dibuat di lokasi pengamatan dengan jarak antar jalur
minimal 200 m. Masing-masing jalur terdiri dari 10 plot dengan interval antar plot
sepanjang 100 m secara berselang (Gambar 3). Plot vegetasi dibuat dengan ukuran
2 m x 2 m untuk tumbuhan bawah (tumbuhan yang memiliki habitus selain pohon)
dan semai (permudaan dari kecambah hingga tinggi 1.5 m), 5 m x 5 m untuk
pancang (permudaan yang memiliki tinggi > 1.5 m dan diameter < 10 cm), 10 m x
10 m untuk tiang (diameter batang 10-20 cm), dan 20 m x 20 m untuk pohon
(diameter batang > 20 cm) (Krebs 1999).
a
b
c
d

Jalur rintisan 1000 m
a

100 m

b
c
d

Gambar 3 Desain plot analisis vegetasi: a) Plot ukuran 20 m x 20 m; b) Plot ukuran
10 m x 10 m, c) Plot ukuran 5 m x 5 m; d) Plot ukuran 2 m x 2 m
Identifikasi Spesies Tumbuhan
Pengumpulan herbarium melalui koleksi spesimen bagian-bagian tumbuhan
(daun, bunga, buah, dan kulit kayu) dilakukan saat pengamatan vegetasi. Kegiatan
pengumpulan herbarium dilakukan terhadap seluruh spesies tumbuhan yang tidak
dapat diidentifikasi langsung di lapangan. Selanjutnya spesies tumbuhan yang tidak
dapat diidentifikasi secara langsung di lapangan dikirimkan ke Herbarium
Bogoriense Lipi Cibinong.

9

Analisis Data Vegetasi
Komposisi tumbuhan di kawasan terinvasi M. peltata dapat diketahui
dengan menggunakan parameter: 1) Indeks Nilai Penting (INP); dan 2) Indeks
Keanekaragaman Spesies (H’).
Indeks Nilai penting (INP) digunakan untuk mengetahui spesies tumbuhan
yang memiliki dominansi tertinggi. INP merupakan penjumlahan dari nilai
Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), dan Dominansi Relatif (DR) yang
dihitung menggunakan formulasi berikut (Soerianegara & Indrawan 1988):
Kerapatan Mutlak (KM)
= Jumlah individu (individu/ha)
Luas plot contoh
Kerapatan Relatif (KR)
= Kerapatan mutlak spesies x 100%
Kerapatan seluruh spesies
Frekuensi Mutlak (FM)
= Jumlah plot ditemukan spesies
Jumlah seluruh plot
Frekuensi Relatif (FR)
= Frekuensi mutlak spesies x 100%
Frekuensi seluruh spesies
Dominansi Mutlak (DM)
= Luas bidang dasar spesies (m2/ha)
Luas plot contoh
Dominansi Relatif (DR)
= Dominasi mutlak spesies x 100%
Dominansi seluruh spesies
INP tumbuhan bawah dan semai = KR + FR
INP pancang, tiang, dan pohon = KR + FR + DR
Keanekaragaman spesies dihitung menggunakan indeks Shannon-wiener
dengan formulasi berikut (Odum 1996):
H'= −Σpi ln pi
H' < 1= rendah
H' 1-3= sedang
H' > 3= tinggi
Keterangan:
H': indeks keanekaragaman Shannon-wiener
pi: proporsi kelimpahan spesies ke-i (ni/N)
Pertumbuhan Merremia peltata
Pengukuran pertumbuhan dan pengamatan karakteristik M. peltata secara
visualisasi dilakukan di resort Tampang TNBBS. Pengamatan dilakukan pada 6
(enam) titik yang ditentukan secara acak (random sampling) selama 1 (satu)
minggu. Masing-masing titik terdiri dari 5 (lima) M. peltata dengan cara penandaan
pada sulur M. peltata sekitar 5-15cm. Pertumbuhan M. peltata yang diamati yaitu
panjang sulur, jumlah daun, panjang dan lebar daun.
Faktor Abiotik di Lapangan
Pengukuran faktor lingkungan dan pengambilan sampel tanah dilakukan
pada 3 (tiga) titik di lokasi pengamatan Resort Tampang TNBBS. Pengukuran
faktor lingkungan meliputi kelembaban udara, suhu udara, intensitas cahaya, dan
ketinggian tempat. Sifat kimia tanah yang dianalisis yaitu pH, C-Organik, NOrganik, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kation dapat tukar (K, Na, Ca, Mg).

10

Kandungan Senyawa Kimia A. malaccensis
Analisis kandungan senyawa kimia dilakukan menggunakan metode
instrumental dengan cara pirolisis kromatografi gas spektrometri massa (Py-GCMS) pada sampel segar rizom dan daun A. malaccensis di Laboratorium Pengujian
Hasil Hutan Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor.
Sampel segar yang digunakan yaitu sayatan tipis sebanyak 1 mg. Sampel tersebut
dimasukkan ke dalam ruang kuarsa pirolisis unit dan dipanaskan dalam lingkungan
bebas oksigen pada suhu 610 ⁰C selama 10 detik. Komposisi kimia yang
mengindikasikan jenis spesifik makromolekul masuk ke dalam kolom analisis GCMS kemudian dilakukan penyimpanan data.
Pembuatan Ekstrak A. malaccensis
Pembuatan ekstrak A. malaccensis dilakukan dengan cara penimbangan
sampel segar rizom dan daun A. malaccensis, kemudian dihaluskan menggunakan
blender dan menambahkan pelarut akuades dengan perbandingan 1 gram A.
malaccensis dan 5 ml akuades sebagai ekstrak biang. Ekstrak kasar diendapkan
selama 24 jam dan disaring menggunakan kertas saring.
Uji Alelopati A. malaccensis Terhadap Biji M. peltata
Uji alelopati A. malaccensis terhadap biji M. peltata dilakukan
menggunakan metode RAL (Rancangan Acak Lengkap) 6 kali pengulangan selama
10 hari. Biji yang digunakan memiliki ukuran dan berat relatif sama yang diperoleh
dari lapangan. Biji dikecambahkan dalam cawan petri yang sudah dilapisi kertas
saring, masing-masing cawan petri berisi 6 biji M. peltata. Perlakuan terhadap biji
tersebut dilakukan dengan cara pemberian ekstrak rizom dan daun A. malaccensis
(kontrol, 30 g/L, 60 g/L, 90 g/L, 120 g/L, dan 150 g/L) sebanyak 3 ml. Peubah yang
diamati meliputi daya kecambah, panjang plumula dan radikula serta bobot kering
kecambah. Potensi alelopati A. malaccensis dapat dilihat berdasarkan besar atau
kecilnya nilai penghambatan (IR= Inhibition Rate) plumula dan radikula M. peltata.
Daya berkecambah dihitung menggunakan rumus dengan formulasi berikut
(Sadjad et al. 1999):
DB = A x 100%
B
Keterangan:
DB: daya berkecambah (%)
A: jumlah biji yang berkecambah
B: jumlah biji yang dikecambahkan
Nilai IR plumula dan radikula dihitung menggunakan rumus dengan
formulasi berikut (Guntoro 2012):
IR = Plumula atau radikula perlakuan x 100%
Plumula atau radikula kontrol
Keterangan:
IR: daya hambat kecambah (%)
Uji Alelopati A. malaccensis Terhadap Semai M. peltata
Uji alelopati A. malaccensis terhadap semai M. peltata dilakukan sebanyak
3 kali pengulangan selama 1 (satu) bulan. Semai yang digunakan merupakan semai
yang sudah ditumbuhkan selama 8 (delapan) minggu dengan tinggi rata-rata 25 cm.
Perlakuan terhadap semai tersebut dilakukan dengan cara pemberian ekstrak rizom

11

dan daun A. malaccensis (kontrol, 50 g/L, 100 g/L, 150 g/L, dan 200 g/L) sebanyak
30 ml. Peubah yang diamati meliputi panjang sulur, jumlah daun, panjang dan lebar
daun.
Analisis data
Data hasil pengamatan pertumbuhan M. peltata di lapangan dan respon biji
M. peltata terhadap alelopati ekstrak A. malaccensis dianalisis menggunakan
analisis sidik ragam (ANOVA), apabila hasil perlakuan signifikan maka dilakukan
uji lanjut Tukey taraf kepercayaan 95% (software Minitab 16). Data hasil
pengamatan respon semai M. peltata terhadap alelopati ekstrak A. malaccensis
dianalisis menggunakan uji-T.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keanekaragaman Spesies
Sebanyak 48 spesies tumbuhan bawah ditemukan di lokasi pengamatan
(Tabel 1). Spesies tumbuhan bawah yang memiliki dominansi tertinggi di kawasan
terinvasi M. peltata yaitu Alpinia malaccensis (Zingiberaceae) (INP= 23.95%).
Besarnya INP menunjukkan tinggi atau tidaknya pengaruh spesies tersebut dalam
suatu komunitas tumbuhan (Indriyanto 2006). Spesies tumbuhan yang dominan
harus memiliki nilai kerapatan dan frekuensi yang tinggi. Kerapatan yang tinggi
menunjukkan bahwa spesies ini memiliki jumlah individu per hektar lebih banyak
dibandingkan spesies lainnya. Tingginya frekuensi menunjukkan bahwa spesies ini
tersebar merata pada petak pengamatan (Soerianegara & Indrawan 1988).
Sebanyak 12 spesies tumbuhan tingkat semai ditemukan di lokasi
pengamatan (Tabel 2). Tumbuhan tingkat semai yang memiliki dominansi tertinggi
yaitu Bridelia tomentosa (Phyllanthaceae) (INP= 55.61%). Sebanyak 3 spesies
tumbuhan tingkat pancang ditemukan di lokasi pengamatan (Tabel 3). Tumbuhan
tingkat pancang yang memiliki dominansi tertinggi yaitu Koilodepas
brevipes (Euphorbiaceae) (INP= 200.25%). Sebanyak 11 spesies tumbuhan tingkat
tiang ditemukan di lokasi pengamatan (Tabel 4). Tumbuhan tingkat tiang yang
memiliki dominansi tertinggi yaitu Villebrunia rubescens (Urticaceae) (INP=
54.72%). Sebanyak 16 spesies tumbuhan tingkat pohon ditemukan di lokasi
pengamatan (Tabel 5). Tumbuhan tingkat pohon yang memiliki dominansi tertinggi
yaitu Dipterocarpus sp. (Dipterocarpaceae) (INP= 42.77%).

12

Tabel 1 Komposisi spesies tumbuhan bawah di Resort Tampang
No
Spesies
Famili
KR (%)
FR (%)
INP (%)
Fabaceae
1
Abrus precatorius
0.57
2.97
3.53
Asteraceae
2
Ageratum conyzoides
3.22
1.27
4.49
Zingiberaceae
23.95*
3
Alpinia malaccensis
14.63
9.32
Amorphopallus sp.
Araceae
0.44
4
0.02
0.42
5
Brassica sp.
Brassicaceae
0.02
0.42
0.44
6
Callicarpa longifolia
Verbenaceae
0.24
3.81
4.05
Fabaceae
1.04
7
Calopogonium mucunoides
0.19
0.85
Arecaceae
3.22
8
Caryota mitis
0.26
2.97
Poaceae
9
Centotheca latifolia
0.02
0.42
0.44
10
Chloranthus officinalis
Chloranthaceae
0.03
0.42
0.46
0.44
11
Clitoria sp.
Fabaceae
0.02
0.42
Asteraceae
0.98
12
Conyza sumatrensis
0.14
0.85
Costaceae
1.78
13
Costus speciosus
0.09
1.69
14
Crassocephalus crepidioides Asteraceae
1.54
0.42
1.97
Cucurbita sp.
Cucurbitaceae
0.46
15
0.03
0.42
Cymbidium sp.
Orchidaceae
16
0.02
0.42
0.44
1.93
17
Cyperus rotundus
Cyperaceae
0.24
1.69
Arecaceae
11.97
18
Daemonorops sp.
3.92
8.05
Fabaceae
2.89
19
Derris pentaphylla
0.77
2.12
Marantaceae
8.82
20
Donax cannaeformis
2.47
6.36
Cyperaceae
1.94
21
Fimbristylis annua
0.67
1.27
Ophioglossaceae
22
Helmintostachys sp.
0.19
2.54
2.73
0.44
23
Hibiscus surattensis
Malvaceae
0.02
0.42
Araceae
2.85
24
Homalomena occulta
0.31
2.54
Lamiaceae
3.78
25
Hyptis capitata
1.66
2.12
Poaceae
7.10
26
Imperata cylindrica
4.56
2.54
Lantana camara
Verbenaceae
1.00
27
0.15
0.85
Leea indica
Vitaceae
6.41
28
0.48
5.93
Melastomataceae
29
Melastoma malabrathicum
0.33
2.12
2.44
Convolvulaceae
46.75*
30
Merremia peltata
45.48
1.27
Mikania micrantha
Asteraceae
13.29
31
7.78
5.51
Mikania sp.
Asteraceae
32
0.02
0.42
0.44
Musaceae
3.24
33
Musa accuminata
0.70
2.54
Rubiaceae
3.40
34
Paederia verticillata
2.12
1.27
Pandanus
tectorius
Pandanaceae
0.92
35
0.07
0.85
Solanaceae
0.44
36
Physalis angulata
0.02
0.42
Piperaceae
11.02
37
Piper aduncum
2.12
8.90
Piperaceae
38
Piper sp.
0.02
0.42
0.44
Commelinaceae
0.44
39
Pollia sp.
0.02
0.42
Salacca zalacca
Arecaceae
0.44
40
0.02
0.42
Sauropus androgynous
41
Phyllanthaceae
0.02
0.42
0.44
0.44
42
Scleria lithosperma
Cyperaceae
0.02
0.42
Selaginella sp.
Selaginellaceae
43
2.19
5.08
7.28
Smilacaceae
5.51
44
Smilax leucophylla
2.12
3.39
Acanthaceae
1.24
45
Strobilanthes crispus
0.39
0.85
Menispermaceae
46
Tinospora tuberculata
0.07
0.42
0.49
Trichosanthes sp.
Cucurbitaceae
0.44
47
0.02
0.42
Wedelia
biflora
Asteraceae
48
0.03
0.85
0.88
Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting; (*)= spesies tumbuhan
dengan INP tertinggi

13

Tabel 2 Komposisi spesies tumbuhan tingkat semai di Resort Tampang
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Spesies
Famili
KR (%)
FR (%)
INP (%)
Archidendron pauciflorum
Fabaceae
3.30
3.77
7.07
Bridelia tomentosa
Phyllanthaceae
32.97
22.64
55.61*
Canarium sp.
Burseraceae
1.10
1.89
2.99
Celtis rigescens
Cannabaceae
4.40
3.77
8.17
Garcinia parvifolia
Clusiaceae
2.20
3.77
5.97
Laportea stimulans
Urticaceae
15.38
15.09
30.48
Litsea sp.
Lauraceae
2.20
3.77
5.97
Mallotus echinatus
Euphorbiaceae
1.10
1.89
2.99
Nephelium lappaceum
Sapindaceae
7.69
7.55
15.24
Spondias pinnata
Anacardiaceae
14.29
15.09
29.38
Symplocos cerasifolia
Symplocaceae
14.29
18.87
33.15
Trema orientalis
Cannabaceae
1.10
1.89
2.99
Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting; (*)= spesies tumbuhan
dengan INP tertinggi

Tabel 3 Komposisi spesies tumbuhan tingkat pancang di Resort Tampang
No
1
2
3

Spesies
Bauhinia purpurea
Glochidion sericeum
Koilodepas brevipes

Famili
Fabaceae
Phyllanthaceae
Euphorbiaceae

KR (%)
5
5
90

FR (%)
14.29
14.29
71.43

DR (%)
18.17
43.01
38.82

INP (%)
37.46
62.30
200.25*

Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting; (*)= spesies tumbuhan
dengan INP tertinggi

Tabel 4 Komposisi spesies tumbuhan tingkat tiang di Resort Tampang
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Spesies
Albizia saman
Averrhoa bilimbi
Chlorocardium sp.
Ficus glomerata
Glochidion obscurum
Leucaena leucocephala
Mallotus sp.
Parashorea sp.
Popowia bancana
Syzigium sp.
Villebrunia rubescens

Famili
Fabaceae
Oxalidaceae
Lauraceae
Moraceae
Phyllanthaceae
Fabaceae
Euphorbiaceae
Dipterocarpaceae
Annonaceae
Myrtaceae
Urticaceae

KR (%)
0.60
1.19
15.48
10.12
4.76
14.29
14.88
1.79
11.31
11.90
13.69

FR (%)
1.47
1.47
10.29
16.18
8.82
8.82
14.71
2.94
5.88
14.71
14.71

DR (%)
1.73
3.89
1.56
17.72
13.09
6.25
1.73
14.06
9.76
3.89
26.32

INP (%)
3.80
6.55
27.33
44.02
26.67
29.36
31.32
18.78
26.95
30.50
54.72*

Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting; (*)= spesies tumbuhan
dengan INP tertinggi

Indeks Keanekaragaman Spesies (H’) di kawasan terinvasi M. peltata
tergolong sangat rendah sampai sedang (H’ < 3) (Gambar 4). Tinggi atau rendahnya
indeks keanekaragaman menunjukkan keseimbangan komunitas pada suatu habitat.
Indeks keanekaragaman yang rendah berarti komunitas pada habitat tersebut tidak
stabil. Indeks keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk mengetahui
pengaruh gangguan terhadap lingkungan dan kestabilan dari komunitas tumbuhan
pada suatu kawasan (Odum 1996).

14

Tabel 5 Komposisi spesies tumbuhan tingkat pohon di Resort Tampang
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Spesies
Aglaia argentea
Alstonia scholaris
Clausena excavata
Dillenia excelsa
Diospyros curranii
Diospyros daemona
Dipterocarpus sp.
Dysaxylum alliaceum
Ficus septica
Ficus variegata
Macaranga tanarius
Pterospermum javanicum
Syzygium polyanthum
Terminalia catappa
Tetrameles nudiflora
Toona sureni

Famili
Meliaceae
Apocynaceae
Rutaceae
Dilleniaceae
Ebenaceae
Ebenaceae
Dipterocarpaceae
Meliaceae
Moraceae
Moraceae
Euphorbiaceae
Malvaceae
Myrtaceae
Combretaceae
Tetramelaceae
Meliaceae

KR (%)
18.15
1.37
3.42
5.14
1.03
17.47
10.62
1.03
1.03
8.56
14.38
3.42
5.14
1.03
7.88
0.34

FR (%)
15.24
2.86
5.71
5.71
1.90
13.33
8.57
1.90
2.86
5.71
13.33
4.76
2.86
1.90
12.38
0.95

DR (%)
7.40
19.10
5.55
3.59
1.14
6.13
23.58
0.53
9.06
1.78
1.53
9.06
2.41
1.36
6.62
1.14

INP (%)
40.78
23.33
14.69
14.44
4.07
36.93
42.77*
3.46
12.95
16.06
29.25
17.25
10.41
4.29
26.88
2.44

Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting; (*)= spesies tumbuhan
dengan INP tertinggi

Pohon

Tiang
Pancang
Semai
Tumbuhan bawah
0

0.5
1
1.5
2
Indeks Keanekaragaman (H')

2.5

Gambar 4 Indeks keanekaragaman spesies di lokasi pengamatan
Pertumbuhan M. peltata
Hasil analisis ragam tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
pertambahan panjang sulur dan jumlah daun per hari berbeda nyata berdasarkan
waktu pengamatan selama satu minggu (Lampiran 1 & 2). Rata-rata pertambahan
panjang sulur M. peltata sebesar 8.29-16.60 cm dan jumlah daun sebanyak 1-2 daun
per hari (Gambar 5, Lampiran 3). Rata-rata pertambahan panjang dan lebar daun
berturut-turut sebesar 5.83 cm dan 5.03 cm per minggu.
Hasil pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa karakteristik
pertumbuhan M. peltata membelit dan mencekik hingga ujung tajuk tegakan yang
ada di sekitarnya sehingga penutupan M. peltata mencapai 75-100% (Gambar 6).
Tegakan berupa pancang, tiang, dan pohon menjadi terganggu karena seluruh
permukaannya tertutup oleh M. peltata sehingga mengalami kesulitan dalam
memperoleh cahaya matahari untuk pertumbuhannya.

15

Panjang sulur (cm)

120
100

A

80
60
40
20
0

Jumlah daun

15

B
10
5
0
1

2

3

4
5
Hari ke-

6

7

8

Gambar 5 Pertumbuhan M. peltata per hari: a) Panjang sulur M. peltata; b) Jumlah
daun M. peltata

a

b

c

Gambar 6 Karakteristik pertumbuhan M. peltata: a) M. peltata yang membelit
batang pohon; b) M. peltata mengokupasi pohon hingga ujung tajuk; c)
Penutupan M. Peltata di lokasi pengamatan
Faktor Abiotik di Lapangan
Hasil pengukuran faktor lingkungan dan analisis kimia sampel tanah di
lokasi pengamatan terlihat bahwa suhu udara, kelembaban udara, dan intensitas
cahaya tergolong tinggi. Ketinggian lokasi pengamatan yaitu 89 m di atas
permukaan laut yang berarti berada di dataran rendah (Whitmore 1984). Nilai pH
tanah tergolong masam (pH < 7), C/N rasio cukup baik (10-12%) (Indriani 2002),
namun Ca, Mg, K, Na, dan KTK tergolong rendah (Tabel 6).

16

Tabel 6 Rata-rata hasil pengukuran faktor abiotik di lapangan
Faktor abiotik
Rata-rata
31.20 + 2.39
Suhu udara (⁰C)
Kelembaban udara (%)
61.67 + 10.45
Intensitas cahaya matahari (lux)
892 + 280.66
pH tanah
4.93 + 0.67
C/N (%)
11 + 1.00
Ca (Cmolc/kg)
13.56 + 7.46
Mg (Cmolc/kg)
3.15 + 0.44
K (Cmolc/kg)
1.10 + 0.50
Na (Cmolc/kg)
0.31 + 0.12
KTK (Cmolc/kg)
17.93 + 6.69
Kandungan Senyawa Kimia A. malaccensis
Hasil analisis kandungan senyawa kimia menunjukkan bahwa rizom dan
daun A. malaccensis memiliki total kandungan alelokimia masing-masing sebesar
47.86% dan 55.44% (Tabel 7). Kandungan senyawa kimia selain alelokimia pada
A. malaccensis merupakan kelompok senyawa organik yang berfungsi sebagai
komponen pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tersebut.
Golongan alkohol yang terkandung dalam ekstrak A. malaccensis yaitu
etenol, dimetoksibenzil alkohol, dan pentanol. Golongan amida yaitu formamide
metanamide. Golongan keton yaitu propanon aseton, butanon dan pentanon.
Golongan fenol yaitu metil fenol dan dimetoksi fenol. Golongan terpenoid yaitu
monoterpen, dite