REGENERASI GENERATIF MANTANGAN (Merremia peltata (L.) Merr.) DI TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

(1)

ABSTRAK

REGENERASI GENERATIF MANTANGAN (Merremia peltata (L.) Merr.) DI TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

Oleh Muklis Irfani

Mantangan (Merremia peltata) merupakan salah satu tumbuhan invasif di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Reproduksi mantangan dapat terjadi secara generatif maupun vegetatif. Penelitian dilakukan untuk mengetahui laju pertumbuhan

mantangan yang tumbuh dari regenerasi generatif, mengetahui waktu yang diperlukan bunga mantangan menjadi biji dan mengetahui serangga yang menjadi agen

penyerbuk. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga November 2013. Regenerasi generatif yang diamati adalah laju pertumbuhan bibit mantangan, fenologi bunga mantangan, dan serangga yang berpeluang sebagai polinator. Parameter yang diamati adalah panjang batang, lebar daun, panjang daun, jumlah daun, jumlah cabang primer dan jumlah cabang sekunder. Pertambahan panjang batang mantangan permingggu berkisar antara 7,79 cm – 10,18 cm. Rerata lama fase pembungaan hingga menjadi biji terhitung dari fase inisiasi sampai pembentukan biji adalah 23 hari dengan kisaran antara 21- 25 hari. Terdapat 11 jenis serangga dari 5 bangsa yang mengunjungi bunga mantangan, namun hannya satu bangsa yang berpotensi besar sebagai polinator yaitu bangsa Hymenoptera keluarga Apidae (lebah).


(2)

(3)

REGENERASI GENERATIF MANTANGAN (Merremia peltata (L.) Merr.) DI TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS)

(Skripsi)

Oleh

Muklis Irfani

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tipe perkecambahan ... 12

Gambar 2. Pengamatan fenologi bunga mantangan ... 24

Gambar 3. Inisiasi bunga mantangan ... 25

Gambar 4. Fase kuncup kecil bunga mantangan... 26

Gambar 5. Fase kuncup besar bunga mantangan ... 27

Gambar 6. Fase bunga terbunga mantangan ... 28

Gambar 7. Fase pembentukan biji mantangan ... 29

Gambar 8. Hymenoptera (Apidae) 1 mengunjungi bunga mantangan ... 31

Gambar 9. Bangsa Lepidoptera pada kuncup bunga mantangan ... 33

Gambar 10. Bangsa Ortoptera mengunjungi bunga mantangan ... 34

Gambar 11. Bangsa Coleoptera mengunjungi mantangan ... 35


(5)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 4

D. Kerangka Pikir ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Regenerasi Tumbuhan ... 6

B. Perkecambahan ... 7

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkecambahan ... 8

D. Tipe Perkecambahan ... 11


(6)

xii

F. Polinator ... 13

G. Jenis Invasif ... 14

H. Mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.)... 15

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

B. Bahan dan Alat... 17

C. Metode Penelitian ... 18

1. Penentuan Lokasi Pengambilan Data ... 18

2. Pengamatan Pertumbuhan Mantangan... 18

3. Pengamatan Serangga Yang Berpeluang Sebagai Polinator. 19 4. Pengamatan Fenologi Bunga Mantangan ... 19

D. Analisis Data ... 20

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 21

1. Laju Pertumbuhan Bibit Mantangan ... 21

2. Fenologi Bunga Mantangan ... 24

3. Serangga Yang Berpeluang Sebagai Polinator ... 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(7)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rerata kondisi pertumbuhan bibit mantangan ... 21

Tabel 2. Laju pertumbuhan bibit mantangan per minggu ... 22

Tabel 3. Serangga yang teramati mengunjungi bunga mantangan ... 30

Tabel 4. Rerata kondisi pertumbuhan bibit mantangan (Tumbuhan 1) ... 42

Tabel 5.Rerata kondisi pertumbuhan bibit mantangan (Tumbuhan 2) ... 43

Tabel 6. Rerata kondisi pertumbuhan bibitmantangan (Tumbuhan 3) ... 44

Tabel 7.Rerata kondisi pertumbuhan bibit mantangan (Tumbuhan 4) ... 45

Tabel 8.Pengamatan fenologi bunga mantangan ... 46

Tabel 9.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (03 November 2013, . 07.00-08.00) ... 46

Tabel 10.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (03 November 2013, 08.00-09.00) ... 47

Tabel 11.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (03 November 2013, 09.00-10.00) ... 47

Tabel 12.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (03 November 2013, 13.00-14.00) ... 48

Tabel 13.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (03 November 2013, 14.00-15.00) ... 48


(8)

xii

Tabel 14.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (03 November 2013,

15.00-16.00) ... 49 Tabel 15.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (04 November 2013,

07.00-08.00) ... 49 Tabel 16.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (04 November 2013,

08.00-09.00) ... 50 Tabel 17.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (04 November 2013,

09.00-10.00) ... 50 Tabel 18.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (04 November 2013,

13.00-14.00) ... 51 Tabel 19.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (04 November 2013,

14.00-15.00) ... 51 Tabel 20.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (04 November 2013,

15.00-16.00) ... 52 Tabel 21.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (05 November 2013,

07.00-08.00) ... 52 Tabel 22.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (05 November 2013,

08.00-09.00) ... 53 Tabel 23.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (05 November 2013,

09.00-10.00) ... 53 Tabel 24.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (05 November 2013,

13.00-14.00) ... 54 Tabel 25.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (05 November 2013,

14.00-15.00) ... 54 Tabel 26.Serangga yang berpeluang sebagai polinator (05 November 2013,

15.00-16.00) ... 55


(9)

(10)

(11)

MOTTO

“Ikhlas dan sabar menjadikan dirimu kuat, tenang dan optimis menjadikan dirimu menemukan jawaban dari setiap permasalahan”


(12)

Kupersembahkan Karya Kecilku ini :

Untuk Bapak dan Ibu tercinta yang telah sabar menanti keberhasilanku, membimbing, menjaga, dan menasehatiku saat aku tak berdaya dan

memberikan cinta serta kasih sayang yang tak bertepi.

Almamaterku tercinta Universitas Lampung, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Biologi.


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama Muklis Irfani dilahirkan di Mojopahit, Punggur, Lampung Tengah pada tanggal 19 Desember 1990, merupakan putra kedua dari tiga bersaudara Bapak Achmad Istohri dan Ibu Siti Munapah.

Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 2 Mojopahit, Punggur, Lampung Tengah selesai tahun 2002, Madrasah Tsanawiyah GUPPI 03 Asto Mulyo, Punggur, Lampung Tengah selesai tahun 2005, Madrasah Aliyah Negeri 1 Metro selesai tahun 2008.

Penulis diterima di Universitas Negeri Lampung pada tahun 2009 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi. Penulis selama kuliah aktif di HIMBIO (Himpunan Mahasiswa Biologi) sebagai ketua umum tahun 2011 – 2012. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah.

Penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Pekon Kedaloman, Kecamatan Gunung Alif, Kabupaten Tanggamus dan melakukan Kerja Praktik (KP) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).


(14)

vii

SANWACANA

Assalamualakum Wr. Wb

Puji syukur atas rahmat Allah S.W.T yang dilimpahkan kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini dengan judul Laju Pertumbuhan Generatif Mantangan (merremia peltata) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dari lubuk hati yang paling dalam atas jasa dan masukan–masukan yang telah diberikan dalam pengelesaian skripsi ini, maka pada kesempatan ini mengucapkan trimakasih kepada :

1. Bapak dan Ibuku tercinta, Achmad Iatohri dan Siti Munafah yang selalu mendoakan, memberi semangat serta mencurahkan kasih sayang yang tiada henti kepada penulis.

2. Istriku tersayang, Susilowati, S.Pd., atas bantuan, doa dan dukungan serta cinta kasih yang tak bertepi.

3. Kakakku dan adikku tersayang, Ana Zulfiah dan Anis Khoirun Nisa yang selalu memberikan doa, semangat serta canda tawa kepada penulis.

4. Bapak Jani Master, M.Si., selaku pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan banyak masukan, kritikan serta ilmu selama penulisan skripsi ini.


(15)

viii

5. Ibu Dra. Yulianty, M.Si., selaku pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan serta saran selama penulisan skripsi ini.

6. Ibu Elly L. Rustiati, M.Sc., selaku pembahas yang telah memberikan banyak masukan, kritikan, saran serta pengarahan selama penulisan skripsi ini. 7. Center for Conservation and Rehabilitation Research and Development

(CCRRD), Ministy of Foresty, and Forest Research and Development Agency, yang memberikan dana dan mendukung penuh penelitian ini.

8. Bapak Dr. Arnold F. Sitompul, trimakasih atas rekomendasi yang telah diberikan dan bantuan hingga terselesainya skripsi ini.

9. Ibu Dr. Titiek Setyawati dan Bapak Ir. Atok Subiakto, M.Sc., atas bantuan dan dukungan selama pelaksanaan hingga terelesainya skripsi ini.

10.Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

11.Ibu Marta Lulus Lande,M.P. selaku pembimbing akademik, terimakasih atas bimbngan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa Biologi.

12.Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Lampung.

13.Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng, P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.


(16)

ix

14.Bapak Ibu Dosen serta segenap karyawan di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung, stas ilmu, bimbingan serta bantuan yang diberikan kepada penulis.

15.Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan beserta jajaranya atas izin dan dukungannya selama pelaksanaan penelitian.

16.Bapak Philipus Samirun selaku Kepala Resort Pemerihan atas izin, dukungan, dan dukungan dalam melaksanakan penelitian.

17.Sahabatku Dedi Sulistiono, adik-adikku Rahmat Ori, Andrian Isro’, Eko Budiono, Marli, Apri, Kadek, Abdi, Aviy, Adi Ilhanwari, dan Faisal Rais, trimakasih atas bantuan dan kebersamaanya selama penyelesaian skripsi ini. 18.Teman-teman Tim IAS, Sumarji, Timor Pengembara, Febri Julian Wirayanto,

trimakasih atas bantuan, dukungan, kebersamaan dan persaudaraan serta semangat juang dalam menyelesaikan skripsi ini.

19.Teman-temanku Biologi angkatan 2009 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, trimakasih atas kebersamaan, suka duka, dan semangat juang selama ini.

20.Bapak Tulus sekeluarga atas seluruh kebaikan dan bantuan selama melaksanakan penelitian.

21.Teman-teman di Resort Pemerihan, Mas Hendi, Mas Fajar, Mas Gawik, Andi Agus, Chandra, Mas Rahman, Mas Janji, Mas Jayus, Pakde Bonyamin, trimakasih atas bantuannya selama berada di lokasi penelitian.

22.Kanda dan yunda 2006-2008, yang telah memberikan contoh dan arahan selama berada dikampus tercinta.


(17)

x

23.Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, terimakasih atas bantuan hingga perjuangan ini berakhir.

Semoga Allah S.W.T membalas kebaikan yang telah mereka berikan dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Bandar Lampung, Desember 2014


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu dari tiga taman nasional yang ada di Sumatera yang dapat mewakili prioritas tertinggi unit konservasi mamalia besar seperti harimau, badak, dan gajah yang keberadaannya sudah mulai langka. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan termasuk ke dalam taman nasional yang memiliki ekosistem hutan dataran rendah terbesar pada hutan tropis yang ada di Asia Tenggara. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan mempunyai letak yang strategis sebagai kawasan penyangga yang memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat disekitarnya.

Dengan sumber daya alamnya yang melimpah, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, karena rawan terjadi kerusakan, baik kerusakan yang disebabkan oleh keadaan yang ada di dalam kawasan, maupun yang ada di luar kawasan. Mengingat akan pentingnya memelihara sumber daya alam yang telah diwariskan, maka upaya-upaya dari pemerintah dan para instansi yang ikut andil dalam konservasi mulai bermunculan dari upaya dalam bentuk


(19)

2

inventarisasi, maupun upaya untuk menghilangkan pengaruh negatif dari dalam maupun luar kawasan.

Invasive Allien Species (IAS) merupakan jenis yang tumbuh dan berkembang sangat baik pada suatu ekosistem yang bukan merupakan ekosistem alaminya dan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem, berbahaya bagi hewan, tumbuhan, bahkan manusia. Ancaman yang ditimbulkan oleh IAS terhadap keanekaragaman hayati merupakan ancaman yang sangat berbahaya karena dapat merusak ekosistem asli serta merubah siklus nutrisi dan siklus hidrologi (Kohli et al., 2009).

Kawasan konservasi di Indonesia pada saat ini telah mengalami

permasalahan ekologi yang ditimbulkan oleh IAS. Jenis tumbuhan asing invasif yang sudah menjadi invasif di beberapa tempat antara lain Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran, Passiflora suberosa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Eichornia crassipes di Taman

Nasional Wasur Papua, serta mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) di TNBBS (Purwono dkk, 2002).

Mantanganmerupakan salah satu jenis tumbuhan invasif yang berbentuk liana yang tumbuh pada daerah tropis (Miller et al., 1995). Pertumbuhan mantangan akan semakin pesat pada keadaan lahan yang terbuka,

sedangkan pada tutupan hutan yang rapat mantangan tidak nampak sebagai tanaman yang bersifat invasif, hal ini disebabkan karena sinar matahari


(20)

3

yang masuk terhalang oleh tumbuhan tinggi yang mendominansi hutan hujan tropis yang ada di Indonesia (Tjitrosemito, 2004).

Mantangan dapat tumbuh melalui pertumbuhan generatif maupun vegetatif sesuai dengan keadaan lingkungan disekitarnya. Pertumbuhan vegetatif mantangan dilakukan dengan menggunakan batang dan akar, sedangkan pertumbuhan mantangan secara generatif terjadi dari biji yang didukung dengan keadaan yang baik pada media tumbuh. Penting untuk mengetahui laju pertumbuhan mantangan secara generatif karena pertumbuhan

mantangan secara generatif untuk saat ini belum memiliki data yang cukup. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian tentang laju pertumbuhan mantangan secara generatif dan beberapa proses yang mendukung regenerasi generatif dari tumbuhan tersebut.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui laju pertumbuhan mantangan yang tumbuh secara generatif.

2. Mengetahui fenologi bunga mantangan.

3. Mengetahui serangga yang berpotensi sebagai polinator bunga mantangan.


(21)

4

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

regenerasi generatif mantangan, sehingga dapat membantu dalam upaya menangani invasi tumbuhan tersebut di TNBBS.

D. Kerangka Pikir

Adanya invasi dari mantangan, merupakan suatu ancaman bagi TNBBS. Oleh sebab itu mantangan yang telah menjadi tumbuhan invasif menjadi topik yang patut diperhitungkan untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang ada di taman nasional.

Mantangan masuk ke dalam suku Convolvulaceae yang dapat beregenerasi secara vegetatif dan generatif (Merrill, 1917). Suku Convolvulaceae merupakan tumbuhan herba atau semak berkayu, yang kebanyakan adalah merayap atau membelit, daun tunggal, dan tanpa daun penumpu

(Tjitrosoepomo, 1989; Steenis, 1978). Informasi yang diperoleh dari masyarakat setempat, beberapa anakan mantangan tumbuh pada lahan yang dibuka oleh masyarakat, yang kemungkinan merupakan mantangan yang tumbuh dari biji yang jatuh ke tanah.


(22)

5

Informasi mengenai regenerasi generatif mantangan masih sangat sedikit, oleh sebab itu maka perlu dilakukan pengukuran laju pertumbuhan mantangan hasil regenerasi generatif serta satwa yang menjadi agen penyerbukan tumbuhan tersebut dan lama waktu fase perubahan bunga mantangan.


(23)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Regenerasi Tumbuhan

Regenerasi merupakan salah satu upaya mahluk hidup untuk mempertahankan eksistensinya. Regenerasi tumbuhan dapat

dikelompokkan dalam dua cara, yaitu dengan cara generatif dan vegetatif. Regenerasi vegetatif adalah cara regenerasi dengan menggunakan bagian-bagian dari tumbuhan seperti batang, umbi, akar, dan tunas sedangkan regenerasi secara generatif adalah regenerasi dengan menggunakan biji sebagai hasil dari penyerbukan dan pembuahan (Dwijoseputro, 1980).

Keberhasilan regenerasi generatif tumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor-faktor luar yang mempengaruhi regenerasi generatif adalah faktor lingkungan yang meliputi temperatur, cahaya, air, dan media tumbuh dan faktor-faktor dalam yang

mempengaruhi regenerasi generatif meliputi hormon, gen, dormansi, tingkat kematangan benih, dan bentuk biji (Harjadi, 1996).

Dalam konteks pelestarian keanekaragaman tumbuhan, regenerasi generatif secara alami dapat memperkaya keragaman gen pada masing-masing jenis. Hal ini dapat dipahami karena ketika terjadi proses


(24)

7

penyerbukan, maka akan terjadi pemisahan gen yang dikenal dengan pemisahan meiosis. Gen-gen yang telah terpisah dalam proses

penyerbukan dan pembuahan akan membentuk pasangan baru yang sesuai, sehingga akan didapatkan biji-biji tumbuhan. Selanjutnya biji-biji tersebut akan tumbuh menjadi populasi tumbuhan baru yang lebih beragam (Jumin, 1994).

B. Perkecambahan

Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan embrio pada tahap awal perkembangan tumbuhan, khususnya tanaman berbiji. Pada tahap ini embrio dalam biji yang awalnya dalam kondisi dorman mengalami pertumbuhan menjadi tumbuhan muda yang sering disebut dengan kecambah. Kuswanto (1996) menyatakan bahwa faktor penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.


(25)

8

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan

a. Faktor dalam

1. Gen

Sel memiliki banyak gen pengatur sistem pembentukan tubuh baik pada tumbuhan maupun hewan, yang mempengaruhi pembentukan protein penyusun tubuh dan semua reaksi kimia di dalam sel (Pratiwi, 2006).

2. Tingkat kemasakaan benih

Benih yang belum masak tidak memiliki viabilitas yang tinggi, dikarenakan benih tersebut tidak memiliki cadangan makanan yang cukup untuk melakukan metabolisme perkecambahan (Gardner, 1991).

3. Hormon

Hormon merupakan stimultan dalam proses metabolisme termasuk perkecambahan, karena dengan adanya hormon yang cukup, dinding pada biji akan mengalami perkembangan sehingga dinding biji akan menjadi elastis. Elastisitas pada dinding biji sangatlah penting karena dengan bentuk yang elastis dinding biji dapat bersifat permeabel yang mempengaruhi proses imbibisi sehingga mempercepat perkecambahan (Utomo, 2006)


(26)

9

4. Ukuran dan kekerasaan biji

Biji yang sudah masak didalamnya terdapat cadangan makanan yang cukup untuk metabolismenya, jadi semakain besar biji maka semakin banyak cadangan makanan yang terkandung didalamnya dibandingkan dengan biji yang berukuran kecil. Semakin keras kulit biji maka akan semakin lama terjadinya imbibisi untuk proses perkecambahan (Ashari, 1995).

5. Dormansi

Pada setiap biji, masa dormansi yang dimiliki berbeda-beda dan dormansi mempengaruhi masa perkecambahan semakin lama masa dormansi suatu biji maka semakin lama terjadinya proses

perkecambahan dan begitu juga sebaliknya (Gardner, 1991).

b. Faktor luar

1. Air

Air berfungsi sebagai pelarut cadangan makanan dalam biji, melunakkan kulit biji, dan bersama dengan hormon mengatur

elurgansi (pemanjangan) dan pengembangan sel. Sehingga air sangat mempengaruhi dan mutlak pada proses perkecambahan (Pratiwi, 2006).


(27)

10

2. Temperatur

Temperatur merupakan syarat penting yang mempengaruhi

perkecambahan. Temperatur optimum merupakan temperatur yang paling menguntungkan bagi perkembangan dan pertumbuhan perkecambahan, pada temperatur yang optimum persentase perkecambahan berada pada tahap paling tinggi. Temperatur optimum yang sering dijumpai pada benih pada umumnya

adalah F sampai dengan F ( C sampai C), bila biji berada pada temperatur di bawah atau di atas optimum maka akan terjadi kegagalan perkecambahan atau akan menyebabkan

kerusakan biji sehingga biji akan menumbuhkan biji yang ubnormal (Gardner, 1991).

3. Oksigen

Oksigen berfungsi untuk membantu proses respirasi pada biji dalam metabolismenya, maka adanya oksigen sangat

mempengaruhi proses terjadinya perkecambahan. Tanpa adanya oksigen maka tidak akan terjadi proses respirasi dan tanpa respirasi maka biji tidak dapat melakukan metabolisme lainnya (Ashari, 1995).


(28)

11

4. Media

Media yang baik untuk perkecambahan harus memiliki sifat fisik yang gembur, dapat menyimpan air dengan baik dan juga tehindar dari pengganggu. Medium sangat mempengaruhi perkecambahan karena pada medium yang keras maka biji akan sulit untuk

menembus keluar medium (Mudiana, 2006).

D. Tipe Perkecambahan

a. Epigeal

Menurut Sutopo (2002), tipe perkecambahan epigeal adalah dimana munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah.

b. Hipogeal

Hipogeal adalah apabila terjadi pembentangan ruas batang teratas (epikotil) sehingga daun lembaga ikut tertarik ke atas tanah, tetapi kotiledon tetap di bawah tanah. Misalnya pada biji kacang kapri (Pisum sativum) (Pratiwi, 2006).


(29)

12

Gambar.1. Tipe perkecambahan (a) epigeal (b,c) hipogeal (Pratiwi, 2006)

E. Bunga

Bunga merupakan alat generatif pada tumbuhan berbunga, karena pada bunga terdapat alat reproduksi yaitu benang sari dan putik. Sebagai organ generatif, bunga memiliki peran penting pada suatu tumbuhan untuk

melangsungkan siklus hidupnya. Pada masing-masing bunga memiliki fase perubahan bentuk bunga dari bentuk inisiasi, kuncup kecil, kuncup besar, bunga terbuka, dan fase perkembangan buah (Dafni, 1993).

Fase perkembangan bunga terdiri dari fase inisiasi bunga, kuncup kecil, kuncup besar, bunga terbuka dan perkembangan buah. Inisiasi merupakan fase dimulai dari munculnya kuncup pada tangkai bunga sampai saat munculnya kuncup kecil pada tangkai yang ditandai dengan munculnya


(30)

13

struktur klaster, fase kuncup kecil adalah fase akhir dari fase inisiasi sampai menjelang mahkota bunga muncul dari bakal buah yang membungkusnya (awal fase kuncup besar). Fase kuncup besar dapat dilihat pada saat mulai keluarnya bakal mahkota bunga sampai awal membukanya mahkota bunga yang merupakan awal fase bunga terbuka. Fase bunga terbuka fase ini dapat terlihat dari awal terbukanya mahkota bunga hingga sampai awal pembentukan buah yang ditandai dengan gugurnya mahkota bunga. Fase pembentukan buah dimulai dari mulainya bergugurnya mahkota bunga sampai dengan masaknya biji secara fisiologis (Jamsari, 2007)

F. Polinator

Polinator atau enthomophily adalah serangga yang berperan dalam polinasi. Polinasi merupakan salah satu cara reproduksi seksual tanaman dengan cara pemindahan polen dari anther ke stigma. Tingkat polinasi yang kurang baik tidak hanya mengurangi hasil tanaman tetapi dapat menurunkan produksi tanaman dan tumbuhan (Abdurrahman dan Suherianto, 2008).

Dalam proses penyerbukan harus terjalin hubungan timbal balik antara tanaman berbunga dengan polinatornya. Interaksi ini akan terbentuk jika tanaman berbunga dapat menyediakan apa yang dibutuhkan oleh polinator untuk kelangsungan hidupnya. Ketika polinator memperoleh banyak manfaat dari kontaknya dengan bunga, yang dapat berupa makanan, tempat berlindung dan membangun sarang atau tempat melakukan perkawinan maka kontak tersebut dapat menjadi bagian yang tetap dalam hidupnya


(31)

14

sehingga akan terbentuk interaksi yang konstan dengan tanaman tersebut (Griffin dan Sedgley, 1989).

Tumbuhan berbunga harus mampu menarik polinatornya sehingga mendapatkan kunjungan secara kontinyu. Dengan demikian terdapat jaminan terjadinya transfer tepung sari yang mendukung pembuahan (Pacini, 2000).

G. Jenis Invasif

Secara ekologi, jenis invasif didefinisikan sebagai pergerakan suatu jenis dari suatu area dengan kondisi tertentu menuju area lain dengan kondisi yang berbeda kemudian secara perlahan jenis tersebut mendominasi habitat barunya. Jenis tersebut mampu melakukan invasi lingkungan apabila berasosiasi dengan baik di lingkungan yang baru sehingga akan

menguntungkan pertumbuhannya tetapi merugikan bagi jenis lokal (Alpert et al.,2010).

Jenis invasif adalah jenis yang muncul sebagai akibat dari aktivitas manusia yang dapat mengancam lingkungan, pertanian dan sumber daya yang lainnya dengan melampaui penyebaran normalnya. Jenis invasif dapat berupa seluruh kelompok taksonomi meliputi virus, cendawan, alga, lumut, paku-pakuan, tumbuhan tinggi, invertebrata, ikan, amfibi, reptil, burung, dan mamalia (Hossain, 2009)


(32)

15

Jenis invasif bukan hanya menjadi kompetitor dalam suatu populasi, tetapi juga menjadi predator, patogen, dan parasit. Keberadaan jenis invasif menjadi ancaman terhadap perbaikan ekosistem alami hutan karena dapat merambah seluruh ekosistem alami dan mengubah komposisi dan struktur alami suatu habitat, sehingga mengakibatkan punahnya jenis-jenis asli. Dalam jumlah yang besar keberadaan jenis invasif dapat merusak ekosistem dengan daya rusak yang cukup parah. Jenis invasif masuk ke dalam salah satu dari lima penyebab hilangnya keragaman hayati dan perubahan dalam fungsi ekosistem (Miththapala, 2008).

H. Mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.)

Mantangan merupakan salah satu jenis liana berkayu, selain itu, mantangan di Indonesia merupakan tumbuhan liana yang tersebar di pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, Kepulauan Aru, Sulawesi, dan Papua (Staples, 2010).

Mantangan masuk ke dalam salah satu anggota suku Convolvulaceae, dan merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh dengan sangat pesat pada keadaan yang sesuai dengan fisiologi tubuhnya.

Mantangan memiliki morfologi yang mirip dengan tanaman ubi jalar, memiliki daun yang lebar berbentuk seperti jantung membulat yang tersambung dengan tangkai pada tengah daunnya. Memiliki batang yang


(33)

16

memanjang, mengeluarkan cairan putih bila terluka, tubuhnya dapat memanjat atau melata hingga panjangnya dapat mencapai 20 m dan membelit pada tajuk di ujung tangkai dan batangnya (Stone, 1970).

Mantangan merupakan tumbuhan merambat dengan akar di bawah tanah yang luas, memiliki permukaan batang yang halus dan panjangnya dapat mencapai lebih dari 20 m. Mantangan memiliki bunga berwarna putih dan kuning untuk wilayah Malaysia dan Indonesia sesuai dengan lokasinya (Van Oostrum dan Hoogland, 1953), sedangkan pada daerah pasifik selatan bunga mantangan berwarna putih krem (Waterhouse dan Norris, 1987).

Distribusi mantangan tersebar dari Kepulauan Samudra Hindia dari Pemba, Madagasskar, Mauritius, Reunion, dan Seychelles hingga seluruh Maleisia, Australia Utara dan kearah timur menuju ke Polinesia dan Kepulauan Society (Smith,1991)

Mantangan memiliki habitat dataran rendah sehingga dapat tersebar luas. Mantangan dapat menginvasi hingga setinggi 300 m dari permukaan air laut di Samoa (Meyer, 2000).


(34)

17

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan tepatnya di desa Pemerihan, Kecamatan Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2013.

Pengambilan data laju pertumbuhan dilakukan satu minggu sekali selama satu bulan. Pengamatan fenologi bunga mantangan dari fase bunga hingga fase biji dilakukan selama satu bulan, dan pengamatan serangga yang berpeluang sebagai polinator dilakukan selama tiga hari.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah anakan mantangan yang tumbuh dari biji mantangan pada lahan yang terbuka dan mantangan dewasa yang telah berbunga. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur panjang (jangka sorong), kamera SONY cyber.shot 16,1 megapixel , tropong NIKON 20x50 untuk pengamatan satwa yang berpeluang menjadi polinator alami mantangan.


(35)

18

C. Metode Penelitia

1. Penentuan Lokasi Pengambilan Data

Pengamatan laju pertumbuhan mantangan dilakukan pada lahan yang terbuka yaitu lahan yang telah dibuka oleh masyarakat seperti kebun dan ladang di sekitar taman nasional. Pegambilan data pengamatan bunga dan pengamatan serangga yang berpeluang menjadi polinator mantangan dilakukan di resort pemerihan.

2. Pengamatan Pertumbuhan Mantangan

Pengamatan pertumbuhan mantangan dilakukan pada anakan mantangan yang ditemukan di kawasan taman nasional. Anakan mantangan yang ditemukan diambil dan disemai di area resort pemerihan agar lebih mudah diamati dan dirawat, anakan mantangan yang telah disemai dan dipindahkan dirawat selama 2 minggu. Anakan mantangan yang sudah disemai diukur pertumbuhannya. Parameter yang diamati adalah panjang batang, jumlah daun, lebar daun, panjang daun, jumlah cabang primer, dan cabang sekunder. Pengamatan pertumbuhan mantangan dilakukan dengan mengamati 4 tumbuhan mantangan yang telah disemai selama 2 minggu.

Pengambilan data panjang dan lebar daun dilakukan dengan mengukur 3 helai daun paling bawah pada masing-masing pohon mantangan. Panjang daun diukur dari pangkal daun hingga ujung daun sedangkan pengukuran lebar daun dilihat dari bagian penampang daun yang


(36)

19

paling lebar. Panjang batang diukur dari bagian batang yang paling dekat dengan tanah hingga bagian ujung batang.

3. Pengamatan Serangga Yang Berpeluang Sebagai Polinator

Pengamatan mantangan dilakukan pada satu titik dengan melihat mantangan yang ada pada ruang lingkup diameter lingkaran 10m. Setiap serangga yang beraktivitas di area pengamatan dicatat dan diidentifikasi menggunakan buku Borror and Delong's

introduction to the study of insects. Pengamatan ini dilakukan selama 3 hari karena terbatasnya waktu pembungaan dari mantangan. Waktu pengamatan perharinya dimulai dari 07.00 sampai dengan pukul 10.00 kemudian dilanjutkan kembali pada pukul 13.00 sampai dengan 16.00.

4. Pengamatan Fenologi Bunga Mantangan

Pengamatan bunga mantangan dilakukan selama fase yang dibutuhkan bunga mantangan untuk berubah menjadi biji dan dicatat perubahan bunga mantangan setiap harinya. Setiap fase bunga mantangan dicatat waktu perubahannya, mulai dari fase inisiasi yang berubah menjadi fase kuncup kecil, kemudian fase kuncup kecil berubah menjadi fase kuncup besar, fase kuncup besar menjadi fase bunga terbuka, fase


(37)

20

bunga terbuka sampai bunga berguguran hingga menjadi fase pembentukan biji.

D. Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.


(38)

36

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1.Pertambahan panjang batang mantangan permingggu berkisar antara 7,79 cm – 10,18 cm.

2.Lama fase pembungaan hingga menjadi biji terhitung dari fase inisiasi sampai pembentukan biji berkisar antara 21- 25 hari.

3.Terdapat satu bangsa yang berpotensi besar menjadi pollinator mantangan yaitu bangsa Hymenoptera suku Apidae (lebah).

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai agen penyerbuk lain selain serangga.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman., and Suheriyanto, D. 2008. Studi Keanekaragaman Serangga

Pollinator Pada Perkebunan Apel Organik Dan Anorganik. Serangga Pollinator

I (1):14-92.

Atmowidi, T. 2007. Diversity of Pollinator Insect in Relation of seed set of Mustard (Brassica rappa L.; Crusiferae.). Hayati J. Biosci, 14: 155–161. Alpert, J.S. Kristian, T, M.D, Allan S. J, and Harvey D.W. 2010. A Universal

Definition of Myocardial Infarction for the Twenty-First Century. AccessMedicine from McGraw-Hill.

Arifin, and Muhammad. 2012. PengelolaanKumbang Tomcat Sebagai Predator

Hama Tanaman dan Penular Penyakit Dermatitis Pengembangan Inovasi

Pertanian 5(1), 2012: 58-64.

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press, Jakarta.

Borror, D.J. Triplehorn, C.A. dan Johnson, N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Penerjemah Soetiyono Partosoejono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Boulter, S.L, Kitching, R.L, Howlett, B.G. dan Goodall, K. 2005. Any Which Way Will do The Pollination Biology of a Northern Australian Rainforest Canopy Tree (Syzygium sayeri: Myrtaceae). Bot. J. Linn. Soc. 149: 69–84. Dafni, A. 1993. Pollination Biology : a Practical Approach. University Press,

Oxford.

Darjanto dan Satifah, S. 1982. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. PT Gramedia. Bandung.

Deswinianti, N.W, and Astarini, I.A. 2012. Studi fenologi perbungaan Lilium longiflorum thumb. Jurnal Metamorfosa I (1): 6-10.


(40)

Farisya, D. 2012. Pengaruh umur bibit dan konsentrasi poc (pupuk organik cair) terhadap Pertumbuhan dan hasil brokoli (brassica oleracea var. Italica l.).[Skripsi]. Universitas Muria Kudus.

Gardner, F.P. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.

Griffin, A.R. & Sedgley, M. 1989. Sexual reproduction of tree crops. Academic Press

Inc. Harcourt Brace Jovanovich Publishers. San Diego.

Harjadi, S. 1996. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Haryanti S. 2006. Respon Pertumbuhan Jumlah Dan Luas Daun Nilam

(Pogostemon Cablin Benth) Pada Tingkat Naungan Yang Berbeda. Respon Pertumbuhan Jumlah. 20-26.

Hossain M.K. 2009. Alien Invasive Plant Species and Their Effect on Hill Forest Ecosystem of Bangladesh. Invasive Plants and Forest Ecosystem. 1(2): 111.

Jedeg, I. 2011. Pengaruh Jenis Dan Dosis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea Batatas (L.) Lamb.) Var. Lokal Ungu. [Tesis]. Universitas Udayana.

Jamsari. 2007. Fenologi Perkembangan Bunga dan Buah Spesies

Uncaria gambir Studi Pemuliaan Tanaman Faperta Universitas Andalas. Padang.

Jumin, H.B. 1994, dasar-dasar Agronomi. PT Rja Gafindo persada. Jakarta. Kartikawati, N.K. 2011. Pollinator Pada Tanaman Kayu Putih. Balai Besar

Pennelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. 1-7.

Kohli, R.K. Jose, S. Singh, H. P. and Batish, D.R. (2009). Invasive Plants And Forest Ecosistems. CRC press, taylor and Francis Pub. USA.

Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi Benih. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Meyer, J.Y. 2000. Preliminary Review of the Invasive Plants in the Pacific Islands. South Pacific Regional Environment Programme. Sage Publications.

Merrill, E.D. 1917. An Interpretation of Rumphius's Herbarium Amboinensis. Manila. Bureau of Printing.


(41)

Miller, G.N. Ambos, P. Boness, D. Reyher, G. Robertson, K. Scalzone, R. Steinke, dan T. Subirge. 1995. Terrestrial Ecosystems Survey of the Coconino National Forest. U.S. Department of Agriculture. Southwestern Region.

Miththapala, S. 2008. Pengintegrasian Perlindungan Lingkungan dalam

Pengelolaan Bencana. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. Srilangka.

Mudiana, D. 2006. Perkecambahan Syzygium cumini (L.) Skeels. Jurnal biodiversitas. 8: 39-42.

Ollerton, J. dan Liede, S. 1997. Pollination system in the Asclepiadaceae a survey and preliminary analysis. BioLinn Soc. 62: 593–610.

Owens, J.N. 1991. Flowering and Seed Set. Departement of Biology. University Victoria. British Colombia. Canada.

Pacini, E. 2000. From anther and pollen ripening to pollen presentation. Plant

Systematics and Evolution 222: 19-43.

Pratiwi, W.D. 2006. Developing Appropriate Theories for Tropical Eco Settlement: Ecological Approach. Paper presented at the International Seminar on Tropical Eco-Settlements. Bali.

Purwono ,B. Wardhana, B. Wijanarko, K. Setyowati , E. and Kurniawati, D. 2002. Keanekaragaman Hayati Dan Pengendalian Jenis Asing Invasif. Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republic Indonesia Dan The Nature

Conservacy. Jakarta.

Rukmini. 1997. Perbungaan dan sistim polinasi anggrek bambu (Arundina) yang terdapat di Ladang Padi Sumbar. (Skripsi).Universitas Andalas. Padang.

Smith, A.C. 1991. Flora Vitiensis Nova. Lawai, Kauai, Hawai’I. National Tropical Botanical Garden 3: 232.

Solichatun. 2005. The effect of water availability on growth and saponin content of Talinum paniculatum Gaertn . biofrmasi ISSN. 3 (2): 47-51.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Staples, G.W. 2010. A Checklist of Merremia (Convolvulaceae) in Australia and the Pacific. Gardens Bulletin Singapore 61(2): 483–522.

Steenis, G.J. 1978. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Noodhoff Kolff. Batavia. Stone, B.C. 1970. The Flora of Guam. Micronesica 6: 1–659.


(42)

Syamsuardi. 2013. Jenis-Jenis Serangga Pengunjung Bunga Neriumoleander Linn.(Apocynaceae) di Kecamatan Pauh Padang. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.). 2: 96-102.

Tjitrosemito. (2004). Photosynthetic characteristics in relation to leaf traits in eight co-existing pioneer tree species in Central Sulawesi, Indonesia. Journal of Tropical Ecology 3: 232-235

Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada University. Yogyakarta.

Utomo, B. 2006. Ekologi Benih. Bahan Ajar. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan

Van Oostroom,S.J. dan Hoogland, R.D. 1953. Convulvulaceae. Flora Malesiana. 4: 439–454.

Waterhouse, D.F. dan Norris K.R. 1987. Biologikal control: Pacific prospects. Canberra, Australian Centre for International Agricultural Research, Inkata Press.6: 341-348.

Weaver, J, 1982. Plant growth substances inagriculture, WH Freman and Company. SanFansisc

Wratten, S.D. and Van Emden, H. 1994. Habitat Manajement for Enchanched Activity of Natural Enemies of Insect Pests. Chilchester. 117–146.


(1)

20

bunga terbuka sampai bunga berguguran hingga menjadi fase pembentukan biji.

D. Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.


(2)

36

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1.Pertambahan panjang batang mantangan permingggu berkisar antara 7,79 cm – 10,18 cm.

2.Lama fase pembungaan hingga menjadi biji terhitung dari fase inisiasi sampai pembentukan biji berkisar antara 21- 25 hari.

3.Terdapat satu bangsa yang berpotensi besar menjadi pollinator mantangan yaitu bangsa Hymenoptera suku Apidae (lebah).

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai agen penyerbuk lain selain serangga.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman., and Suheriyanto, D. 2008. Studi Keanekaragaman Serangga

Pollinator Pada Perkebunan Apel Organik Dan Anorganik. Serangga Pollinator I (1):14-92.

Atmowidi, T. 2007. Diversity of Pollinator Insect in Relation of seed set of Mustard (Brassica rappa L.; Crusiferae.). Hayati J. Biosci, 14: 155–161. Alpert, J.S. Kristian, T, M.D, Allan S. J, and Harvey D.W. 2010. A Universal

Definition of Myocardial Infarction for the Twenty-First Century. AccessMedicine from McGraw-Hill.

Arifin, and Muhammad. 2012. PengelolaanKumbang Tomcat Sebagai Predator Hama Tanaman dan Penular Penyakit Dermatitis Pengembangan Inovasi Pertanian 5(1), 2012: 58-64.

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press, Jakarta.

Borror, D.J. Triplehorn, C.A. dan Johnson, N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Penerjemah Soetiyono Partosoejono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Boulter, S.L, Kitching, R.L, Howlett, B.G. dan Goodall, K. 2005. Any Which Way Will do The Pollination Biology of a Northern Australian Rainforest Canopy Tree (Syzygium sayeri: Myrtaceae). Bot. J. Linn. Soc. 149: 69–84. Dafni, A. 1993. Pollination Biology : a Practical Approach. University Press,

Oxford.

Darjanto dan Satifah, S. 1982. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. PT Gramedia. Bandung.

Deswinianti, N.W, and Astarini, I.A. 2012. Studi fenologi perbungaan Lilium longiflorum thumb. Jurnal Metamorfosa I (1): 6-10.


(4)

Farisya, D. 2012. Pengaruh umur bibit dan konsentrasi poc (pupuk organik cair) terhadap Pertumbuhan dan hasil brokoli (brassica oleracea var. Italica l.).[Skripsi]. Universitas Muria Kudus.

Gardner, F.P. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.

Griffin, A.R. & Sedgley, M. 1989. Sexual reproduction of tree crops. Academic Press Inc. Harcourt Brace Jovanovich Publishers. San Diego.

Harjadi, S. 1996. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Haryanti S. 2006. Respon Pertumbuhan Jumlah Dan Luas Daun Nilam

(Pogostemon Cablin Benth) Pada Tingkat Naungan Yang Berbeda. Respon Pertumbuhan Jumlah. 20-26.

Hossain M.K. 2009. Alien Invasive Plant Species and Their Effect on Hill Forest Ecosystem of Bangladesh. Invasive Plants and Forest Ecosystem. 1(2): 111.

Jedeg, I. 2011. Pengaruh Jenis Dan Dosis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea Batatas (L.) Lamb.) Var. Lokal Ungu. [Tesis]. Universitas Udayana.

Jamsari. 2007. Fenologi Perkembangan Bunga dan Buah Spesies

Uncaria gambir Studi Pemuliaan Tanaman Faperta Universitas Andalas. Padang.

Jumin, H.B. 1994, dasar-dasar Agronomi. PT Rja Gafindo persada. Jakarta. Kartikawati, N.K. 2011. Pollinator Pada Tanaman Kayu Putih. Balai Besar

Pennelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. 1-7. Kohli, R.K. Jose, S. Singh, H. P. and Batish, D.R. (2009). Invasive Plants And

Forest Ecosistems. CRC press, taylor and Francis Pub. USA. Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi Benih.

Penerbit Andi. Yogyakarta.

Meyer, J.Y. 2000. Preliminary Review of the Invasive Plants in the Pacific Islands. South Pacific Regional Environment Programme. Sage Publications.

Merrill, E.D. 1917. An Interpretation of Rumphius's Herbarium Amboinensis. Manila. Bureau of Printing.


(5)

Miller, G.N. Ambos, P. Boness, D. Reyher, G. Robertson, K. Scalzone, R. Steinke, dan T. Subirge. 1995. Terrestrial Ecosystems Survey of the Coconino National Forest. U.S. Department of Agriculture. Southwestern Region.

Miththapala, S. 2008. Pengintegrasian Perlindungan Lingkungan dalam

Pengelolaan Bencana. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. Srilangka.

Mudiana, D. 2006. Perkecambahan Syzygium cumini (L.) Skeels. Jurnal biodiversitas. 8: 39-42.

Ollerton, J. dan Liede, S. 1997. Pollination system in the Asclepiadaceae a survey and preliminary analysis. Bio Linn Soc. 62: 593–610.

Owens, J.N. 1991. Flowering and Seed Set. Departement of Biology. University Victoria. British Colombia. Canada.

Pacini, E. 2000. From anther and pollen ripening to pollen presentation. Plant Systematics and Evolution 222: 19-43.

Pratiwi, W.D. 2006. Developing Appropriate Theories for Tropical Eco Settlement: Ecological Approach. Paper presented at the International Seminar on Tropical Eco-Settlements. Bali.

Purwono ,B. Wardhana, B. Wijanarko, K. Setyowati , E. and Kurniawati, D. 2002. Keanekaragaman Hayati Dan Pengendalian Jenis Asing Invasif. Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republic Indonesia Dan The Nature

Conservacy. Jakarta.

Rukmini. 1997. Perbungaan dan sistim polinasi anggrek bambu (Arundina) yang terdapat di Ladang Padi Sumbar. (Skripsi).Universitas Andalas. Padang.

Smith, A.C. 1991. Flora Vitiensis Nova. Lawai, Kauai, Hawai’I. National Tropical Botanical Garden 3: 232.

Solichatun. 2005. The effect of water availability on growth and saponin content of Talinum paniculatum Gaertn . biofrmasi ISSN. 3 (2): 47-51.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Staples, G.W. 2010. A Checklist of Merremia (Convolvulaceae) in Australia and the Pacific. Gardens Bulletin Singapore 61(2): 483–522.

Steenis, G.J. 1978. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Noodhoff Kolff. Batavia. Stone, B.C. 1970. The Flora of Guam. Micronesica 6: 1–659.


(6)

Syamsuardi. 2013. Jenis-Jenis Serangga Pengunjung Bunga Neriumoleander Linn.(Apocynaceae) di Kecamatan Pauh Padang. Jurnal Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.). 2: 96-102.

Tjitrosemito. (2004). Photosynthetic characteristics in relation to leaf traits in eight co-existing pioneer tree species in Central Sulawesi, Indonesia. Journal of Tropical Ecology 3: 232-235

Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada University. Yogyakarta.

Utomo, B. 2006. Ekologi Benih. Bahan Ajar. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan

Van Oostroom,S.J. dan Hoogland, R.D. 1953. Convulvulaceae. Flora Malesiana. 4: 439–454.

Waterhouse, D.F. dan Norris K.R. 1987. Biologikal control: Pacific prospects. Canberra, Australian Centre for International Agricultural Research, Inkata Press.6: 341-348.

Weaver, J, 1982. Plant growth substances inagriculture, WH Freman and Company. SanFansisc

Wratten, S.D. and Van Emden, H. 1994. Habitat Manajement for Enchanched Activity of Natural Enemies of Insect Pests. Chilchester. 117–146.