Model Sebaran Spasial dan Kesesuaian Habitat Spesies Invasif Mantangan (Merremia peltata) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

i

MODEL SEBARAN SPASIAL DAN KESESUAIAN HABITAT
SPESIES INVASIF MANTANGAN (Merremia peltata) DI
TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

RUDI HERMAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Model Sebaran
Spasial dan Kesesuaian Habitat Spesies Invasif Mantangan (Merremia peltata) di
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya ilmiah saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Rudi Hermawan
NIM E351120181

RINGKASAN
RUDI HERMAWAN. Model Sebaran Spasial dan Kesesuaian Habitat Spesies
Invasif Mantangan (Merremia peltata) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan LILIK BUDI PRASETYO.
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) mengalami ancaman
kelestarian habitat akibat berupa deforestasi, degradasi hutan, dan invasi spesies.
Khusus ancaman yang berupa invasi spesies disebabkan oleh adanya umbuhan
invasif yaitu liana berkayu yang termasuk Famili Convolvulaceae, yaitu
mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.). Adanya invasi mantangan di TNBBS
tidak terlepas dari faktor-faktor habitat yang mempengaruhi. Salah satu metode
yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi faktor-faktor habitat yang

penting bagi suatu spesies adalah pemodelan berbasis Sistem Informasi Geografis
(SIG). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi distribusi dan karakteristik
habitat mantangan, serta membangun model sebaran spasial dan kesesuaian
habitat mantangan di Resort Tampang, TNBBS.
Metode yang digunakan untuk menduga sebaran spasial dan kesesuaian
habitat mantangan adalah pemodelan berbasis SIG. Analisis statistika yang
digunakan adalah regresi logistik biner. Variabel terikat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah keberadaan mantangan di lokasi penelitian. Data yang
dikumpulkan adalah titik koordinat lokasi kehadiran dan ketidakhadiran
mantangan. Data diolah menggunakan perangkat lunak ERDAS, ArcGis, FCD
Maper dan SPSS untuk memodelkan sebaran spasial dan kesesuaian habitat
mantangan tersebut. Pengolahan data secara statistik melibatkan beberapa variabel.
Variabel tersebut yaitu ketinggian tempat, kelerengan, arah lereng, jarak dari jalan,
jarak dari kebun, suhu permukaan, Normalized Difference Index (NDVI),
Normalized Difference Moisture Indeks (NDMI), dan Forest Canopy Density
(FCD).
Pengumpulan data data titik koordinat kehadiran dan ketidakhadiran
dilakukan dengan cara mendatangi lokasi-lokasi yang sebelumnya ditetapkan
sebagai titik sampel. Titik sampel ditetapkan berdasarkan hasil analisis overlay
peta antara peta NDVI dengan kelerengan (slope). Tiap titik koordinat sampel

yang didata berbentuk grid dengan ukuran 30 m x 30 m.
Hasil uji VIF menunjukkan bahwa tidak ada variabel yang mengalami
multikolinieritas sehingga semua variabel bisa diikutsertakan pada analisis regresi
logistik biner. Hasil analisis regresi logistik biner terhadap kesembilan variabel
yang diamati menunjukkan bahwa hanya jarak dari jalan yang memiliki taraf
nyata secara statistik (α 0.05).
Model dinyatakan layak dengan uji Hosmer-Lemeshow jika signifikansi model
>0.05. Nilai Negelkerke R2 yang dihasilkan memberikan gambaran bahwa secara
linier variabel-variabel di dalam model mampu menjelaskan varian kesesuaian
habitat mantangan sebesar 33.5%, sedangkan sisanya 76.5% dijelaskan oleh faktor

atau variabel yang tidak termasuk di dalam model yang terbentuk. Hasil uji
persentase ketepatan klasifikasi (percentage correct) menunjukkan bahwa 72.2%
dari model yang dibangun dapat memprediksi kondisi yang terjadi dengan benar.
Hasil validasi model menunjukkan bahwa model mampu memprediksi
kehadiran mantangan di lapangan hingga 96.87%, sedangkan prediksi untuk
ketidakhadiran mantangan hingga 50%. Hasil validasi model untuk memprediksi
kehadiran mantangan yang mencapai 96.87% merupakan validasi yang cukup
tinggi.
Hasil interpolasi model terhadap seluruh kawasan Resort Tampang

TNBBS menunjukkan bahwa Resort Tampang didominasi oleh kawasan yang
memiliki kesesuaian tinggi bagi mantangan seluas 1 6188.54 Ha (89.86%), diikuti
diikuti oleh habitat dengan kesesuaian sedang 1 549.27 Ha (8.60%), dan paling
sedikit yaitu habitat dengan kesesuaian rendah 277.30 Ha Ha (1.54%). Selain itu,
jika kesesuaian habitat mantangan dilihat dari tipe tutupan lahan maka 11 969.29
Ha (66.22%) kawasan Resort Tampang telah terinvasi mantangan.
Kata kunci: invasif spesies, kesesuaian habitat, Merremia peltata, model sebaran
spasial

SUMMARY
RUDI HERMAWAN. Spatial Distribution Model and Habitat Suitability of
Invasive Species of Mantangan (Merremia peltata) in Bukit Barisan National
Park. Supervised by AGUS HIKMAT and LILIK BUDI PRASETYO.
Bukit Barisan Selatan National Park (BBSNP) is under threat habitat
preservation due to deforestation, forest degradation, and habitat invasion.
Especially for habitat invasion is caused by plant invasive species like Merremia
peltata (L) Meril (local name: mantangan), that is a woody liana from Family of
Convolvulaceae. Invasion by M. peltata in BBSNP is influenced by habitat factors.
One of the methods that can be used to gain insight into the factors that are
important for habitat of a species is a Geographic Information System (GIS)-based

modeling. The aim of this study is to build a model of the spatial distribution and
habitat suitability of M. peltata as well as to identify the distribution and habitat
characteristics of M. petata at Tampang Resort BBSNP.
The method that was used to estimate the spatial distribution and habitat
suitability of M. peltata is GIS-based modeling. Statistical analysis used binary
logistic regression. The dependent variable that was used in this study are the
presence of M. peltata at the study site. The collected data are the points of
location coordinate of the presence and absence of M. peltata. The data processing
used software like ERDAS, ArcGIS, FCD Maper and SPSS for modeling the
spatial distribution and habitat suitability of M. peltata. Data processing
statistically involves multiple variables. The variables are altitude, slope, direction
of slope, distance from roads, distance from the garden, surface temperature,
Normalized Difference Index (NDVI), Normalized Difference Moisture Index
(NDMI), and the Forest Canopy Density (FCD).
Data collection of coordinate points of presence and absence was done by
visiting the locations that were previously designated as sample points. Sample
points are determined based on the results of the map overlay analysis between
NDVI maps with slopes. Each sample point coordinate is recorded in the form of
a grid with a size of 30 m x 30 m.
The result of Variance Infaltion Factors (VIF) test showed that is no

variables having multicollinearity so that all of variables can be included in the
binary logistic regression analysis. Results of binary logistic regression analysis of
the nine observed variables showed that only distance from the road that has a
statistically significant level (α 0.05). Models are feasible with
the Hosmer-Lemeshow test if the significance of the model >0.05. The result of
Negelkerke R2 value shows that variables linierly in the model is able to explain
the variant of habitat suitability up to 33.5%, while the remaining is 76.5% is
explained by factors or variables that are not included in the models that was
created. The test result of percentage correct shows that 72.2% of model that was
created can predict the real condition correctly.

Model validation results show that the model is able to predict the M.
peltata presence in the field up to 96.87%, while the prediction for the absence of
the M. peltata up to 50%. Model validation results for predicting the presence of
the M. peltata which reaches 96.87% is enough high validation.
The results of the interpolation model of the entire Tampang Resort
BBSNP shows that the Tampang Resort is dominated by areas that have a high
habitat suitability for M. peltata presence 1,6188.54 ha (89.86%), followed by
medium habitat suitability 1,549.27 ha (8.60%), and at least the with low habitat
suitability 277.30 Ha Ha (1.54%). In addition, if the M. peltata habitat suitability

is seen from the land cover type so 11,969.29 ha (66.22%) of the Tampang Resort
have been invaded by M. peltata.
Keywords: habitat suitability, invasive species, Merremia peltata, spatial
distribution model.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i

MODEL SEBARAN SPASIAL DAN KESESUAIAN HABITAT
SPESIES INVASIF MANTANGAN (Merremia peltata) DI
TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN


RUDI HERMAWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Iwan Hilwan, MS

Judul Tesis

:


Nama
NIM

:
:

Model Sebaran Spasial dan Kesesuaian Habitat Spesies Invasif
Mantangan (Merremia peltata) di Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan
Rudi Hermawan
E351120181

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Agus Hikmat, MScFTrop
Ketua

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Konservasi Biodiversitas Tropika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah

mantangan (Merremia peltata) secara spasial, dengan judul Model Sebaran
Spasial dan Kesesuaian Habitat Spesies Invasif Mantangan (Merremia peltata) di
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr
Ir Agus Hikmat, MScFTrop dan Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc
selaku dosen pembimbing yang telah begitu banyak memberikan saran dan
masukan selama penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Bapak Dr Ir
Iwan Hilwan, MS selaku penguji luar komisi dan Bapak Dr Ir Burhanuddin
Masyud, MS sebagai ketua program studi Konservasi Biodiversitas Tropika atas
saran dan masukannya yang berharga untuk perbaikan karya ilmiah ini, terima
kasih kepada Ibu Dr Titiek Setyowati dari Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan dan Konservasi Alam atas bantuan logistik untuk jalannya penelitian ini,
terima kasih kepada Bapak Ir Maniful Hamid selaku Pelaksana Harian Kepala
BBTNBBS yang telah membantu perijinan masuk kawasan Resort Tampang
TNBBS, terima kasih kepada pihak manajemen Artha Graha atas ijin masuk
Resort Tampang TNBBS, terima kasih kepada Bapak Uhar Suharto sebagai polisi
hutan di TNBBS atas bantuannya selama pengambilan data di lapangan.
Ungkapan terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya juga disampaikan
kepada ibu, ayah, serta seluruh keluarga.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014
Rudi Hermawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
2
2
3

2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Objek dan Alat Penelitian
Jenis Data
Metode Pengambilan Data
Metode Analisis Data

4
4
6
6
6
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Titik Kehadiran dan Ketidakhadiran Mantangan
Model Sebaran Spasial dan Kesesuaian Habitat Mantangan
Distribusi dan Karakteristik Habitat Mantangan Berdasarkan
Faktor Penentu Kesesuaian Habitat
Implikasi Model untuk Pengelolaan Mantangan

15
15
15
16
21
39

4 SIMPULAN DAN SARAN

40

DAFTAR PUSTAKA

41

LAMPIRAN

46

DAFTAR TABEL
1 Variabel lingkungan yang digunakan untuk analisis distribusi mantangan
2 Hasil diagnosa multikolinieritas antar Variabel bebas
3 Hasil validasi model kesesuaian habitat mantangan
4 Tutupan lahan di Resort Tampang TNBBS

9
18
19
21

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran
2 Lokasi penelitian di Resort Tampang, TNBBS
3 Sebaran titik sampel di Resort Tampang TNBBS
4 Bagan alir metode penelitian
5 Sebaran titik kehadiran mantangan di Resort Tampang TNBBS
6 Peta kesesuaian habitat mantangan
7 Peta sebaran mantangan berdasarkan ketingggian tempat (elevation)
8 Peta sebaran mantangan berdasarkan kelerengan (slope)
9 Peta Sebaran mantangan berdasarkan arah lereng (aspect)
10 Peta sebaran mantangan berdasarkan jarak dari jalan
11 Peta sebaran mantangan berdasarkan jarak dari kebun
12 Peta sebaran mantangan berdasarkan suhu permukaan
13 Peta sebaran mantangan berdasarkan NDVI
14 Peta sebaran mantangan berdasarkan NDMI
15 Peta sebaran mantangan berdasarkan FCD

3
8
10
14
17
20
22
24
26
27
29
31
33
35
37

DAFTAR LAMPIRAN
1 Titik kehadiran dan ketidakhadiran mantangan yang dijadikan bahan
penyusun model
2 Titik kehadiran dan ketidakhadiran mantangan yang dijadikan bahan
validasi model
3 Hasil analisis statistik dengan metode regresi logistik biner
4 Mantangan di Resort Tampang TNBBS

46
51
54
56

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan kawasan
lindung terbesar ketiga di Sumatera, berlokasi di ujung selatan Pulau Sumatera,
dengan luas 315.695 ha, membentang dari bagian selatan Propinsi Lampung
hingga bagian utara Propinsi Bengkulu (BTNBBS 1999 dalam Master et al. 2013).
Kelestarian kawasan TNBBS tidak selalu berjalan ideal. Suyadi (2011)
menyatakan bahwa 20% dari total area TNBBS telah mengalami degradasi serta
menghadapi aksi deforestasi yang serius.
Selain ancaman berupa degradasi dan deforestasi, kawasan TNBBS juga
mengalami tekanan habitat oleh adanya spesies tumbuhan lokal yang invasif.
Tumbuhan tersebut yaitu mantangan (Merremia peltata (L.) Merr.) yang termasuk
dalam Convolvulacea. Saat ini 2% dari total luas kawasan TNBBS terinvasi oleh
mantangan (Azis 2012, FORDA 2013, Master et al. 2013).
Mantangan di TNBBS dikategorikan sebagai tumbuhan lokal yang invasif
karena dapat dijumpai di lapangan serta keberadaannya membahayakan bagi
lingkungan. Bahaya yang ditimbulkan bagi lingkungan tersebut seperti menjadi
pesaing spesies asli lainnya yang mengisi relung ekologis yang sama;
mengganggu jaring makanan; mengurangi keanekaragaman hayati, antara lain
membunuh spesies asli lainnya dengan cara mencekik; mengancam populasi
tumbuhan yang ada di sekitar tempat tumbuhnya; menurunkan tingkat kualitas
habitat; mengganggu nilai estetik alamiah; dan menghambat mobilitas fauna besar
di TNBBS. Salah satu contoh kasus bahaya invasi dari mantangan yaitu
mengganggu habitat alami beberapa jenis satwaliar di TNBBS (Master et al.
2013).
Selain bersifat invasif, mantangan juga cenderung bermanfaat sebagai
tumbuhan obat. Hasil dari beberapa penelitian menyatakan bahwa masyarakat
suku tertentu biasa menggunakan mantangan sebagai tumbuhan obat, misalnya
sebagai obat sakit kepala dan obat kesegaran pada masyarakat Isenebuai, Distrik
Rumberpon, Kabupaten Teluk Wondama (Pical 2013); sebagai obat yang dapat
memperlancar aktifitas kelahiran pada masyarakat sekitar Kepulauan Vanuatu
(Bourdy et al. 2013); dan ekstrak etanol yang diperoleh dari mantangan memiliki
bahan aktif anti kanker pada mencit putih (Alen et al. tanpa tahun).
Penelitian tentang ekologi, habitat, dan penyebaran mantangan telah
banyak dilakukan di berbagai negara. Mantangan di TNBBS tumbuh di habitat
hutan alam. Hal ini sesuai dengan Meyer (2000) bahwa mantangan merupakan
tumbuhan yang sering dijumpai di hutan alam, perkebunan, hutan tanaman, zona
riparian, atau di padang rumput. Secara ekologi, mantangan merupakan tumbuhan
invasif di daerah dataran rendah dan komunitas alami bagian pedalaman di
regional Pasifik (Meyer 2000). Penyebaran mantangan di Samoa bisa mencapai
ketinggian hingga sekitar 300 meter, sehingga pengaruhnya hanya terjadi pada
habitat dataran rendah (Whistler 1995a, dalam Kirkham 2005). Penyebaran
mantangan di Fiji bisa mencapai ketinggian 400 meter, dengan tipe habitat berupa
hutan, perbatasan hutan, perbukitan yang terbuka, dan sepanjang jalan raya (Smith
1991, PIER 2005 dalam ISSG 2006). Penyebaran mantangan menurut ketinggian

2
tempat di Polynesia Prancis yaitu 0 – 600 mdpl dan hidup secara melilit (vine),
sedangkan di Vanuatu banyak terdapat di tepian hutan (SPREP 2000).
Persebaran mantangan di alam tidak terlepas dari sistem reproduksi yang
ada padanya, baik secara vegetatif maupun generatif. Terkait reproduksi
mantangan tersebut, Bacon (1982) menyatakan bahwa jenis mantangan ini
memiliki distribusi dan kelimpahan dalam dua cara, yaitu secara vegetatif dengan
cara menyebar ke lokasi-lokasi terdekat atau dengan perakaran yang muncul dari
simpul tempat tumbuh akar, sedangkan cara kedua yaitu secara generatif melalui
biji. Selain itu, Bacon (1982) menyatakan bahwa cara persebaran dengan daya
kecambah biji sangat rendah di Kepulauan Solomon, sehingga bentuk utama
penyebaran mantangan yaitu secara vegetatif secara menjalar.
Kecepatan pertumbuhan mantangan di TNBBS tidak terlepas dari faktorfaktor yang mempengaruhi sebaran dan kesesuaian habitatnya. Faktor-faktor
tersebut bisa berupa biologi, fisik, lingkungan, bahkan faktor manusia. Dalam
pemodelan spasial, semua faktor yang mempengaruhi penyebaran dan kesesuaian
habitat mantangan tersebut diusahakan dapat diolah dalam bentuk spasial. Data
faktor manusia misalnya, harus bisa disajikan dalam bentuk spasial. Osborne
(2001) menyatakan bahwa terdapat banyak spesies yang secara nyata dipengaruhi
oleh aktivitas manusia dalam skala ruang yang luas, serta tindakan konservasi
membutuhkan informasi yang detail terkait sebarannya.
Sampai saat ini belum ada penelitian terkait faktor-faktor kesesuaian
habitat mantangan dan sebaran spasialnya di Indonesia, khususnya di TNBBS.
Menurut Hasan (2012) salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mendapatkan informasi faktor-faktor habitat yang penting bagi suatu spesies
adalah pemodelan berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Perluasan
penggunaan metode SIG memberikan kesempatan pada pengguna untuk bisa
menghitung beberapa indikator berdasarkan bahan kartografi digital
(Papadimitriou 2002), menduga kecocokannya terkait kualitas habitat yang akan
diprediksi (Oja 2005), serta menghitung beberapa hubungan antara jenis dengan
lingkungan yang mewakili pemodelan prediksi geografis dalam bidang ekologi
(Guisan et al. 2000).
Tujuan Penelitian
1.
2.

Tujuan penelitian ini adalah:
Membangun model sebaran spasial dan kesesuaian habitat mantangan di
Resort Tampang, TNBBS, dan
Mengidentifikasi distribusi dan karakteristik habitat mantangan di Resort
Tampang, TNBBS.
Manfaat Penelitian

1.
2.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
Menjadi sumber informasi dan data tentang habitat yang sesuai bagi
persebaran mantangan di TNBBS.
Menjadi dasar yang berguna sebagai masukan dalam strategi pengelolaan
tumbuhan invasif mantangan di TNBBS, sehingga program pengelolaan dan

3
pengendalian mantangan sebagai spesies invasif di TNBBS dapat berjalan
lebih terfokus dan menyeluruh.
Kerangka Pemikiran
Kawasan TNBBS saat ini sedang menghadapi beragam tekanan habitat,
salah satunya diakibatkan oleh adanya perkembangan spesies invasif yang tidak
terkendali. Sampai saat ini pengelolaan tumbuhan invasif di TNBBS belum
mencapai hasil yang optimal. Akibat belum optimalnya pengelolaan maka
dampak terhadap ekologi pun belum bisa dituntaskan. Dampak ekologi akan bisa
dituntaskan jika terdapat upaya mitigasi diantara berupa upaya mengetahui faktorfaktor sebaran dan kesesuaian habitat mantangan. Faktor-faktor sebaran dan
kesesuaian habitat mantangan tersebut meliputi faktor biotik dan abiotik. Dari
faktor-faktor tersebut dapat dianalisis secara spasial.
Data dan informasi mengenai model sebaran dan kesesuaian habitat
mantangan dapat mendukung strategi pengelolaan tumbuhan asing invasif
mantangan di TNBBS, sehingga program pengelolaan dan pengendalian
mantangan sebagai spesies invasif di TNBBS dapat berjalan lebih terfokus dan
menyeluruh. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk melakukan penelitian
tentang model spasial sebaran dan kesesuaian habitat spesies invasif mantangan di
TNBBS (Gambar 1).

Mantangan sebagai
invasive native
species
Pengelolaan belum
optimal

Kawasan TNBBS

Strategi pengelolaan
dan pengendalian
mantangan di TNBBS

Dampak Ekologi

Upaya mitigasi dengan mengetahui faktor-faktor
sebaran dan kesesuaian habitat mantangan

Faktor biotik
dan abiotik

Analisis spasial

Model sebaran spasial dan
kesesuaian habitat
mantangan di TNBBS

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

4

2 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian di lapangan dilakukan pada Maret, April, dan Mei 2014.
Lokasi penelitian dilakukan di Resort Tampang (18 079.89 ha), Kawasan TNBBS
(Gambar 2). Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan
Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Objek dan Alat Penelitian
Objek penelitian adalah mantangan (Merremia peltata (L) Merill).
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kompas, pita ukur, tally sheet,
tambang plastik, meteran, Alat Global Positioning System (GPS) receiver, kamera
digital, binokuler, SPSS Statistic 16, Arc GIS 9.3, dan ERDAS Imagine 9.1, citra
LANDSAT 8/OLI-TIRS (Onboard Operational Land Imager-Thermal Infrared
Sensor) path 124/row64 USGS akuisisi 4 Juni 2013 (USGS 2013); Aster DEM
(Digital Elavation Model); peta batas kawasan dan peta zonasi dari TNBBS; dan
data digital peta rupa bumi skala 1:50 000 dengan Nomor Lembar Peta (NLP)
1010-24, 1010-22, 1010-33, dan 1010-31 dari Badan Informasi Geospasial (BIG).
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan selama penelitian merupakan data yang
memiliki hubungan dengan sifat-sifat invasif tumbuhan dan sifat ekologi serta
habitat yang dimiliki oleh mantangan. Data tersebut dalah:
1. Data kehadiran (presence) dan ketidakhadiran (absence) mantangan,
2. Data Variabel/faktor biofisik tempat tumbuh mantangan, meliputi ketinggian
tempat (elevation) dan kemiringan lereng (slope), arah kemiringan lereng
(aspect), Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)/penutupan vegetasi,
Normalized Difference Moisture Index (NDMI)/kelembaban vegetasi, suhu,
Forest Canopy Density (FCD), dan faktor gangguan seperti jarak terdekat dari
jalur patroli/perlintasan penduduk, serta jarak terdekat dari kebun/aktivitas
manusia.
3. Data spasial untuk prediksi model distribusi, yang meliputi Citra Landsat 8
kawasan TNBBS, ASTER GDEM, peta digital kawasan TNBBS skala 1:50
000, data koordinat titik sampel observasi di lapangan (kehadiran dan
ketidakhadiran).
Metode Pengambilan Data
Data Kehadiran dan Ketidakhadiran
Penentuan titik sampel dilakukan dengan cara mengkombinasikan
(overlay) antara indeks kehijauan daun (Normalized Difference Vegetation Indeks,
NDVI) dengan kemiringan lahan (slope) melalui bantuan perangkat lunak ERDAS
(Gambar 3). Pemilihan dua jenis variabel yang digunakan dalam penentuan
sample yang diambil berdasarkan atas studi pendahuluan dan kajian terhadap

5
beberapa pustaka terkait mantangan seperti Master (2012), SPREP (2000), dan
Kirkham (2005). Hasil penumpangtindihan (overlay) dua variabel tersebut
diperoleh 25 titik kombinasi yang berbeda.

Gambar 2 Lokasi penelitian di Resort Tampang TNBBS.

6

Gambar 3

Sebaran titik sampel di Resort Tampang TNBBS. Keterangan: 0 –
24 adalah ragam titik sampel

7
Setiap titik kombinasi tersebut ditetapkan sebagai titik sampel. Setiap titik
sampel harus diambil minimal satu sampel. Tiap titik sampel berupa plot
berukuran 30 meter x 30 meter. Ukuran tersebut berdasarkan pada data citra
Landsat 8 yang digunakan, dimana ukuran pikselnya adalah 30 meter x 30 meter.
Titik sampel yang terebntuk kemudian dikunjungi satu per satu untuk memastikan
kehadiran atau ketidakhadiran mantangan di titik sampel tersebut dengan
menggunakan GPS (Gambar 3).
Variabel Biofisik Lingkungan
Variabel-variabel (covariate) biofisik lingkungan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain biofisik tempat tumbuh mantangan berupa ketinggian
tempat (elevation), kelerengan (slope), arah lereng (aspect), Normalization
Difference Vegetation Index (NDVI)/kondisi vegetasi, Normalized Difference
Moisture Index (NDMI)/kelembaban vegetasi, dan suhu.
Adapun jarak terdekat dari jalur patroli/perlintasan penduduk setempat,
serta jarak terdekat dari kebun/aktivitas manusia adalah data yang digunakan
untuk mengetahui gangguan terhadap keberadaan mantangan. Data tersebut
diperoleh dengan melakukan verifikasi hasil pengambilan titik koordinat di
lapangan menggunakan GPS dengan data citra.
Metode Analisis Data
Analisis Variabel Bebas
Faktor-faktor variabel biofisik jika dirinci secara keseluruhan meliputi
banyak sekali variabel ekologi yang berperan dalam membentuk seluruh
komunitas dengan kompleks-kompleks hubungan biotik-fisik di mana spesies ini
hidup (Odum 1993). Dalam pemodelan spasial, pemilihan variabel ekologi ini
bergantung pada ketersediaan data spasial. Hal ini mengingat ketersediaan data
spasial merupakan pembatas utama dalam membangun model-model terkait
dengan perjumpaan spesies (Osborne et al. 2002).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, untuk membangun model pada
penelitian ini dipilih variabel ekologi yang diduga berpengaruh terhadap relung
habitat mantangan secara fungsional sesuai dengan ekologi mantangan di mana
variabel ekologi tersebut dapat dibuat data spasialnya berdasarkan nilai masingmasing titik koOrdinat (Y)ang diolah melalui proses zonal pada ArcGis (Tabel 1).
a. Ketinggian tempat (x1), Kemiringan lereng (x2), dan Arah kemiringan lereng
(x3)
Data variabel ketinggian, kelerengan, dan arah lereng diperoleh dari
pemanfaatan langsung data digital Aster GDEM. Data Aster GDEM dapat
dimanfaatkan setelah diolah menjadi layer ketinggian tempat, kemiringan lereng,
dan arah kemiringan lereng dengan menggunakan perangkat lunak ArcMap. Data
variabel kelerengan diperoleh dari hasil analisis topografi kemiringan lereng
permukaan (surface slope topographic analysis) terhadap data digital ASTER
GDEM tersebut menggunakan perangkat lunak ERDAS Imagine dengan persen
(%) sebagai satuan luarannya.

8
Tabel 1 Variabel lingkungan yang digunakan untuk analisis distribusi mantangan

Kehadiran/
ketidakhadiran
mantangan (Z)
Ketinggian
Komponen
(elevasi)
fisik
(x1)

Peluang

Skala
data
Biner

Meter

Numerik

3

Kemiringan
lereng (slope)
(x2)

Komponen
fisik

Persen
(%)

Numerik

4

Arah
kemiringan
lereng
(aspect) (x3)

Komponen
fisik

Derajat
(0)

Numerik

5

Jarak terdekat
dari jalan
(x4)

Gangguan
aktifitas
manusia

Meter

Numerik

6

Jarak dari
kebun
(x5)

Gangguan
aktifitas
manusia

Meter

Numerik

7

Suhu
(x6)

Komponen
fisik

Derajat
(Celcius)

Numerik

8

Penutupan
vegetasi/
NDVI (x7)

Komponen
biotik

Indeks

Numerik Citra
Landsat 8
band 3 dan
band 4

Modeling
NDVI

9

Kelembaban
vegetasi/
NDMI (x8)

Komponen
fisik

Persen
(%)

Numerik Citra
Landsat 8
band 4 dan
band 5

Modelling
NDMI

10

Forest Canopy Persentase
Density
tutupan
(FCD) (x9)
lahan

Persen
(%)

Numerik Citra
Landsat 8

Persamaan
FCD

No.
1

2

Variabel

Represen
tasi
Kehadiran/
ketidakhadiran

Satuan

Teknik
Ekstraksi data
Hasil
Regresi
analisis dari logistik biner
variabel
bebas
Peta
Analisis
ketinggian
topografi
(DEM)
terhadap
ketinggain
Peta
Analisis
kemiringan topografi
lereng
slope
(DEM)
permukaan
Peta
Analisis
kemiringan topografi
lereng
terhadap
(DEM)
aspect
permukaan
Peta jarak
Analisis
dari jalan
spasial
(jalur
dengan teknik
patroli, dsb) Euclidean
Distance
Peta jarak
Analisis
dari jalur
spasial
8atrol
dengan teknik
Euclidean
Distance
Citra
Modeling
Landsat 8
suhu (T)
band 6
Sumber

9
b. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) (x4)
Data variabel NDVI diperoleh dari pengolahan citra landsat 8 OLI-TIRS
akuisisi 4 juni 2013, dengan menggunakan band 4 (visible red layer) dan band 5
(near infra red layer). Danoedoro (2012) menyatakan bahwa transformasi NDVI
merupakan salah satu produk standar NOAA (National Oceanic and Atmospheric
Administration), satelit cuaca yang berorbit polar namun memberi perhatian
khusus pada fenomena global vegetasi dan cuaca. Tucker (1986) menyatakan
bahwa berbagai penelitian mengenai perubahan liputan vegetasi di Benua Afrika
banyak menggunakan transformasi NDVI ini. Formulasi NDVI menurut
Danoedoro (2012) adalah:
(�� � �
� ℎ � � − ��
� ℎ)
(�� � �
� ℎ + ��
� ℎ)
Sebelumnya dilakukan ekstraksi data, terlebih dulu dilakukan pra
pengolahan data dengan melakukan koreksi geometrik terhadap citra tersebut
dengan peta digital kawasan TNBBS sebagai acuan. Selain itu juga dilakukan
reproject image dengan nearest neighbour sebagai resample method-nya untuk
transformasi resolusi spasial citra tersebut dari 20 meter menjadi 30 meter.
�� =

c. Suhu (x5)
Data variabel suhu menggunakan Erdas Imagine 9.1, kemudian dibangun
sebuah model pada model maker yang sudah tersedia untuk mengkonversi nilainilai pixel pada Landsat-8/OLI. Hal yang perlu diperhatikan adalah nilai DN
(Digital Number) untuk dilakukan konversi menjadi nilai radiansi. Berikut adalah
rumus yang digunakan untuk mengkonversi nilai digital menjadi nilai radiansi
(USGS 2012).
Lλ = MLQcal + AL
dimana:
Lλ = TOA spectral radiance (Watts/(m square * srad * m))
ML = Band khusus hasil rescalling faktor multiplikatif yang diperoleh dari
metadata (RADIANCE_MULT_BAND_x, dimana x merupakan nomor band)
AL = Band khusus faktor rescalling tambahan yang diperoleh dari metadata
(RADIANCE_ADD_BAND_x, dimana x merupakan nomor band)
Qcal = Nilai produk piksel standar yang telah dihitung dan dikalibrasi (DN)
Atau secara praktis (Srinivasan 2013) adalah:
[Spec_rad_B―X‖.tif ] = [RADIANCE_MULT_BAND_‖X‖] *
[―identifier‖_B‖X‖.tif] + [RADIANCE_ADD_BAND_‖X‖]
Dimana ―X‖ merupakan angka band tertentu, nilai RADIANCE diperoleh dari file
metadata, dan [Spec_rad_B‖X‖.tif] merupakan nama file dari hasil radiansi
spectral (output spectral radiance).
Prediksi suhu permukaan diperoleh dengan melakukan konversi band 11
pada Landsat 8 OLI (Operational Land Imager) dengan rumus (USGS 2012) di
bawah ini:
T = K2 / ln[(K1/L )+1]

10
dimana:
T = Suhu cerah pada satelit (Kelvin)
Lλ = TOA spectral radiance (Watts/( m2 * srad * m))
K1 = Band khusus untuk tetapan perubahan panas (suhu) yang diperoleh dari
metadata (K1_CONSTANT_BAND_x, dimana x merupakan nomor band 10 atau
band 11)
K2 = Band khusus untuk tetapan perubahan panas yang diperoleh dari metadata
(K2_CONSTANT_BAND_x, dimana x merupakan nomor band 10 atau band 11)
Atau secara praktis adalah (Srinivasan 2013):
[Temp_B‖X‖.tif] = [K2_CONSTANT_BAND_‖X‖]
/[ln((K1_CONSTANT_BAND_‖X‖ / [Spec_rad_B‖X‖.tif]) + 1)]
Dimana ―X‖ merupakan angkan band spesifik, nilai [K2_CONSTANT_band_X]
dan nilai [K1_CONSTANT_band_X] diperoleh dari file metadata Landsat 8, dan
file [Temp_B‖X‖.tif] merupakan luaran dari nama file suhu (temperature) dalam
satuan Kelvin.
d. Normalized Difference Moisture Index (NDMI) (x6)
Data kelembaban vegetasi diperoleh dengan NDMI yang dihasilkan dari
normalisasi band 4 dan band 5 pada Citra Landsat 7 (Price dan Tinant 2000). Jika
NDMI menggunakan data Citra Landsat8 maka band yang digunakan yaitu band 5
dan band 6. Formulasi untuk NDMI jika menggunakan Citra Landsat 8:
�=

(
(

5−
5 +

6)
6)

e. Jarak dari jalan (x7) dan Jarak dari kebun atau aktivitas manusia (x8)
Jarak dari jalan dan jarak dari kebun merupakan representasi dari
gangguan yang disebabkan oleh adanya aktivitas manusia yang dapat
mempengaruhi distribusi mantangan.
Data x7 dan x8 diperoleh dari hasil analisis spasial menggunakan teknik
Euclidean distance untuk pemetaan kedekatan (proximity mapping), yaitu masingmasing sel diberi nilai terhadap objek terdekatnya, di mana objek terdekat
ditentukan berdasarkan jarak Euclidean (Puntodewo et al.2003).
f. Forest canopy density (FCD) atau persentase penutupan vegetasi yang
berdasarkan pada (x9)
Variabel FCD diperoleh dari data citra Landsat TM, yang dibangun dari
empat faktor seperti vegetasi, tanah kosong, panas, dan bayangan (Rikimaru et al.
2002). Keluaran dari nilai FCD ini berupa persentase tutupan lahan yang berkisar
dari 0-100%. FCD merupakan pemodelan dari fenomena biofisik dan analisis
fungsi yang diturunkan dari empat indeks yaitu Advanced Vegetation Index (AVI),
Bare Soil Index (BI), Shadow Index or Scaled Shadow Index (SI, SSI), dan
Thermal Index (TI). Persamaan untuk indeks-indeks tersebut sebagai berikut:
Persamaan untuk Advanced Vegetation Index (AVI) yaitu:
B1-B7: TM Band 1-7 data
B43 = B4 – B3 setelah normalisasi range data
Jika B43 < 0 maka AVI = 0, dan

11
Jika B43 > 0 maka AVI = [(B4 +1) x (256-B3) x (B4 - B3)]^1/3
Persamaan untuk Bare Soil Index (BI) yaitu:
BI= [(B5+B3)-(B4+B1)]/[(B5+B3)+(B4+B1)] x 100 + 100
Dengan nilai kisaran BI yaitu 0