Efektivitas Penggunaan Biskuit Yang Mengandung Imunoglobulin Y (Igy) Anti Escherichia Coli O157 H7 Sebagai Pencegahan Diare

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BISKUIT YANG
MENGANDUNG IMUNOGLOBULIN Y (IgY)
ANTI Escherichia coli O157:H7 SEBAGAI
PENCEGAHAN DIARE

NADHRAH ALHAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektivitas Penggunaan
Biskuit Yang Mengandung Imunoglobulin Y (IgY) Anti Escherichia Coli
O157:H7 Sebagai Pencegahan Diare adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Nadhrah Alhan
NIM B253130141

RINGKASAN
NADHRAH ALHAN. Efektivitas Penggunaan Biskuit Yang Mengandung
Imunoglobulin Y (IgY) Anti Escherichia coli O157:H7 Sebagai Pencegahan
Diare. Dibimbing oleh FACHRIYAN H. PASARIBU dan AGUSTIN
INDRAWATI.
Bakteri Escherichia coli O157:H7 merupakan bakteri patogen yang
mempunyai peran cukup penting dalam penyakit diare yang disebarkan melalui
makanan. Bakteri ini dapat menyebabkan hemolytic uremic syndrome karna
menghasilkan racun shiga like toxin, gagal ginjal dan kematian. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan biskuit yang mengandung
imunoglobulin Y (IgY) anti E.coli O157:H7 sebagai pencegahan diare. Salah
satunya adalah dengan memanfaatkan kuning telur ayam sebagai sumber antibodi
(immunoglobulin) dan juga berperan sebagai nutraceutical food. Imunoglobulin
ayam terbentuk dalam darah sebagai pemaparan antigen dan akan di transfer ke

dalam kuning telur yang disebut dengan yolk imunoglobulin. Jenis dan jumlah
antibodi spesifik dalam kuning telur menggambarkan jenis dan jumlah antibodi
serum darah yang diperoleh dari infeksi alami maupun vaksinasi.
Vaksinasi ayam dilakukan empat kali selama satu bulan menggunakan
antigen (suspensi bakteri) yang diinaktivasi pada suhu 56oC dengan
menambahkan Freunds Adjuvant Complete atau Freunds Adjuvant Inomplete.
Respon antibodi dan antigen terlihat pada uji Agar Gel Precipitation Test dengan
adanya garis presipitasi yang menunjukkan keseimbangan antara konsentrasi
antigen dan antibodi berikatan silang dengan determinan antigen. Untuk
mengetahui kosentrasi IgY pada kuning telur dapat dilakukan dengan metode
Bradford dan berat molekul protein dengan metode SDS-PAGE. Selanjutnya
dilakukan pembuatan biskuit IgY dengan menggunakan telur yang positif
mengandung IgY untuk diaplikasikan kepada hewan coba yaitu Mus musculus.
Imunisasi pasif dibagi pada tujuh perlakuan; kelompok pertama adalah Mus
musculus diinfeksi E.coli O157:H7, kelompok kedua sampai keempat diinfeksi
E.coli O157:H7 dan diberikan biskuit IgY dengan dosis 60 mg, 80 mg, dan 100
mg. Kelompok kelima sampai ketujuh diberi biskuit dosis 60 mg, 80 mg, dan 100
mg dan diinfeksi bakteri E.coli O157:H7. Pengamatan gejala diare maupun gejala
fisik lainnya dilakukan selama tujuh hari dan dilanjutkan dengan pengamatan
histopatologi ginjal meliputi perubahan pada tubulus, degenerasi sel, nekrosis sel

dan hemorhagi.
Hasil penelitian menunjukkan respon terhadap IgG anti E.coli O157:H7
pada serum darah terbentuk pada minggu ketiga pasca vaksinasi sedangkan respon
terhadap IgY anti E.coli O157:H7 pada kuning telur terlihat pada minggu keenam
pasca vaksinasi. Perbedaan respon ini dikarenakan immunoglobulin yang
terbentuk pertamakali dalam darah merupakan bentuk dari pemaparan antigen,
kemudian ditransfer oleh darah ke dalam kuning telur. Hasil pengukuran
kosentrasi IgY didapatkan sebanyak 2,361 mg/ml sedangkan untuk berat molekul
protein IgY didapatkan protein rantai berat 48 kDa dan protein IgY rantai ringan
20 kDa. Pada aplikasi biskuit IgY yang dilakukan pada Mus musculus dengan
dosis berbeda 60 mg, 80 mg, 100 mg selama percobaan berlangsung tidak terjadi
kematian namun kelompok perlakuan memberikan perbedaan pada gejala diare,

perubahan nafsu makan, fisik mencit menjadi lemas dan kurang aktif. Untuk
gambaran histopatologi ginjal mencit menunjukkan kerusakan yang berbeda pada
setiap perlakuan. Hal ini mengindikasikan pemberian IgY secara peroral selama
tujuh hari belum menunjukkan perlindungan pada organ ginjal dari pemaparan
bakteri E.coli O157:H7.
Kata kunci: Escherichia coli, IgY, Mus musculus


SUMMARY
NADHRAH ALHAN. The Effectiveness Of Use Biscuit Containing
Immunoblobulin Y (IgY) Anti-Escherichia coli O157:H7 in Prevention Diarrhea.
Supervised by FACHRIYAN H. PASARIBU dan AGUSTIN INDRAWATI.
Escherichia coli O157:H7 has an important role in diarrhea disease, it
spreads through foods. This bacteria could cause hemolytic uremic syndrome
because it produses shiga like toxin, kidney failure and even death. The purpose of
this research is to observe effectivity of biscuit that carried Yolk Imunoglobulin
(IgY) and as anti to e.coli as prevention against diarrhea. Egg yolk used as
antibody and as nutraceutical food. Immunoglobulin is formed in blood and then
transferred into yolk that named yolk imunoglobulin. Kind and amount of spesific
antibody in the yolk represent kind and amount of antibody in blood serum that
obtained from infection or vaccinantion.
Vaccination of chickens done four times during a month using antigen
(bacteria suspension) that inactivated in 560C temperature and then added Freunds
Adjuvant Complete or Freunds Adjuvant Inomplete. Antibody and antigen respond
could be seen in Agar Gel Precipitation Test, it formed precipitation line that
showed equality between antigen and antibody and antibody tied with antigen
determinant. To observe IgY concentrasion in yolk could be done with bradford
method and protein molecul mass with SDS-PAGE. After that biscuit production

that made from egg yolk with positive contain IgY to be applicate to trial animal
Mus musculus. Passive immunitation divided into 7 treatments: The first group is
Mus musculus infected with E.coli O157: H7, the second to fourth groups infected
with E.coli O157: H7 and given biscuits IgY at a dose of 60 mg, 80 mg, and 100
mg. The fifth to seventh group were given biscuits dose of 60 mg, 80 mg, and 100
mg and infected with bacteria E.coli O157: H7. Observation of diarrhea symptons
or any other physically symptons was observed for 7 days and then continued
with observing kidney histopathologyincluded changing of tubulus, sel
degeneration, sel necrosion and hemorhagi.
The result showed that respond to IgG anti E.coli O157:H7 in blood serum
formed in third week after vaccination and respond to IgY anti E.coli O157:H7 in
yolk could be seen in 6th week after vaccinantion. The different in those respond is
caused by in immunoglobulin that first formed in blood as effect of existence of
antigen and then transferred into yolk by blood. IgY was detected yolk with the
concentrations 2,361 mg/ml and the weight of protein moleculer IgY of heavy
chain is 48 kDa and light chain 20 kDa.. In the application of biscuit with different
dosage during the observation the animal is not death but the group showed
different symptoms if diarrhea, change of desirement to eat, physically weak and
inactive. Result of histopath of kidney showed different kind of damages in every
treatment. It indicates that treatment of IgY for 7 days is not giving any much

protection to kidney as prevention against E.coli O157:H7.
Keyword: Escherichia coli, IgY, Mus musculus

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BISKUIT YANG
MENGANDUNG IMUNOGLOBULIN Y (IGY)
ANTI Escherichia coli O157:H7 SEBAGAI
PENCEGAHAN DIARE

NADHRAH ALHAN


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi Medik

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Drh I Wayan T. Wibawan, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2015 ini ialah
dengan judul Efektivitas Penggunaan Biskuit Yang Mengandung Imunoglobulin
Y (IgY) Anti Escherichia coli O157:H7 Sebagai Pencegahan Diare. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurahkan untuk Baginda Rasulullah SAW beserta keluarga

dan para sahabatnnya.
Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Drh Fachriyan
H. Pasaribu dan Ibu Dr Drh Agustin Indrawati, M. Biomed selaku pembimbing
yang banyak memberikan arahan, masukan, bimbingan dan waktunya selama
proses penelitian dan penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penuliskan sampaikan kepada Bapak Prof Dr Drh
I Wayan T. Wibawan, MS selaku dosen penguji luar komisi pembimbing atas
saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini. Kemudian terima kasih kepada
semua Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Mikrobiologi Medik yang telah
memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan selama menempuh
pendidikan pascasarjana di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan
terima kasih kepada Bapak Agus, Bapak Nur, Mba Adeh, Mba Selyn, dan seluruh
teman-teman satu angkatan Program Studi Mikrobiologi Medik tahun 2013 dan
angkatan 2014 atas bantuan, motivasi, dan keceriaannya selama ini.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua tercinta
Ayahnda Azhar dan Ibunda Sidrati, kembaran (adik Hilya Aniq), Uwa serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga
berkesempatan mengucapkan terimakasih kepada GaGaca Minang, teman-teman
HIMAWIPA, dan Bowchil Team atas dukungan moril selama menempuh studi di
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga karya

ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017
Nadhrah Alhan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesa

1
1
2
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Escherichia coli 0157:H7 (EHEC)
Imunoglobulin Y (IgY)
Struktur Imunoglobulin Y
Penyakit Diare

3
3

3
5
5

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Analisis Data

6
6
6
6
9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Escherichia coli O157:H7
Kosentrasi Kuning Telur
Aplikasi biskuit IgY
Gambaran Histopatologi

10
10
11
12
13

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

17
17
17

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1. Hasil Uji AGPT serum dan kuning telur pasca vaksinasi
2. Rata-rata pertambahan BB (gr)
3. Hasil skoring histopatologi ginjal

11
13
16

DAFTAR GAMBAR
1. Struktur Imunoglobulin Y (wikipedia.com)
2. (a) Koloni E.coli pada blood agar (b) Koloni E.coli pada media EMB
3. (a) AGPT serum darah positif IgG pada minggu ketiga (M3) dan

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

keempat (M4) pasca infeksi (b) AGPT kuning telur positif IgY pada
minggu ketuju (M7) pasca infeksi. Antigen E.coli O157:H7 (1 dan 2)
Pita Protein IgY E.coli O157: H7. (1) marker Umum (2) sampel 1 IgY
tanpa purifikasi (3) sampel 2 IgY tanpa purifikasi (4) sampel 1 IgY
purifikasi (5) sampel 2 IgY purifikasi.
Ginjal mencit kelompok kontrol diinfeksikan E.coli O157:H7 tanpa
biskuit IgY mengalami Tubulonephritis non suppurativa (1) nekrosis
epitel tubulus proximalis (2) hemorhagi (3) infiltrasi sel mononuclear
(4) selaput fibrosis.
Ginjal mencit diinfeksikan E.coli O157:H7 dan diberikan biskuit IgY
60 mg mengalami tubulonephrotic et hemorhagica (1) degenerasi
nekrosis sel epitel tubulus proximalis (2) hemorhagi (3) pembendungan
darah.
Ginjal mencit diinfeksikan E.coli O157:H7 dan diberikan biskuit IgY
dosis
80 mg mengalami tubular necrosis
et haemorhagica
(1) degenerasi sel epitel (2) hemorhagi
Ginjal mencit diinfeksikan
E.coli O157:H7 dan diberikan biskuit
IgY dosis 100 mg mengalami tubular necrosis et haemorhagica
(1) degenerasi epitel dinding tubulus proximalis (2) hemorhagi.
Ginjal mencit diberikan biskuit IgY dosis 60 mg dan diinfeksikan
E.coli O157:H7 mengalami tubular necrosis et haemorhagica
(1) degenerasi epitel dinding tubulus proximalis (2) hemorhagi.
Ginjal mencit diberikan biskuit IgY dosis 80 mg dan diinfeksikan
E.coli O157:H7 mengalami tubular necrosis et haemorhagica
(1) degenerasi epitel dinding tubulus proximalis (2) hemorhagi.
Ginjal mencit diberikan biskuit IgY dosis 100 mg dan diinfeksikan
E.coli O157:H7 mengalami tubular necrosis et haemorhagica
(1) degenerasi epitel dinding tubulus proximalis (2) hemorhagi.

5
10

11

12

13

13

14

14

14

14

15

DAFTAR LAMPIRAN
1. Data nafsu makan mencit
2. Data kejadian diare pada mencit
3. Pertambahan berat badan mencit

23
24
25

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja yang berbentuk cair atau setengah cair yang dikeluarkan oleh
penderita jika terinfeksi baik bakteri, virus maupun parasit. Infeksi umumnya terjadi
karena adanya kontaminasi bakteri pada makanan, air, kontak langsung dengan
hewan yang terinfeksi, dan juga perpindahan dari satu orang ke orang lain (Rey et al.
2006). Sampai saat ini diare masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara
walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat, namun kasus
diare tetap tinggi ( Zein et al. 2014 ).
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan
dan kematian hampir di seluruh daerah di dunia dan menyerang semua kelompok
usia. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun,
15-34% mengalami kematian dan 50-60% diantaranya mengalami dehidrasi (Zein et
al. 2014).
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kejadian
diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kejadian
diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada tahun 2014 angka
kejadian diare mencapai 2549 kasus di lima daerah Indonesia (Kemenkes RI 2014).
Banyak faktor yang menyebabkan kasus diare ini, diantaranya Escherichia coli
O157:H7 yaitu bakteri yang mempunyai peran cukup penting dalam penyakit
zoonosis yang disebarkan melalui makanan (Campbell et al. 2001). Bakteri ini dapat
menyebabkan hemolytic uremic syndrome, gagal ginjal bahkan kematian. Patogenitas
bakteri ditentukan oleh kemampuannya menghasilkan satu atau lebih sitotoksin yang
sangat potensial yang dikenal dengan nama Shiga like toxin (Barlow et al. 2006).
Strain EHEC memiliki faktor virulensi intimin yang berperan dalam proses
penempelan dan pelekatan pada sel epitel saluran pencernaan yang memproduksi
hemolisin sehingga menimbulkan diare berdarah (Suardana et al. 2010).
Tindakan pencegahan dan pengobatan untuk mengurangi angka penderita diare
penting dilakukan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan potensi lain dari
kuning telur ayam yang dapat digunakan sebagai sumber antibodi (immunoglobulin)
terhadap penyakit dan juga berperan sebagai nutraceutical food (Sunwoo et al. 2002).
Imunoglobulin ayam akan terbentuk dalam darah sebagai bentuk pemaparan antigen
yang mudah di transfer ke dalam kuning telur yang biasa dikenal dengan IgY (yolk
imunoglobulin). Jenis dan jumlah antibodi spesifik dalam kuning telur
menggambarkan jenis dan jumlah antibodi serum darah yang diperoleh dari infeksi
alami maupun vaksinasi (Poetrie 2007).
Penggunaan IgY ini sudah banyak dikembangkan seperti IgY kering sebagai
nutraceutical food anti E.coli (EPEC) (Rawendra 2005) dan anti Streptococcus
mutans sebagai anti karies gigi (Poetri 2007). Karakter dari IgY adalah resisten
terhadap pengaruh suhu dan pH, tidak berikatan dengan protein dan tidak berikatan

2

dengan rheumatoid dalam darah, sehingga tidak menimbulkan efek samping.
Indrawati (2010) juga menambahkan, bahwa aplikasi telur 3 in one pada makanan
dapat mengatasi flu burung bahkan diare karena keberadaan kandungan zat kebal
dalam telur ini dapat diandalkan sebagai pencegahan melalui pengebalan pasif untuk
manusia dan hewan dari serbuan penyakit.

Rumusan Masalah
Diare merupakan masalah serius yang disebabkan oleh bakteri E.coli O157:H7.
Shiga like toxin yang dihasilkannya dapat menyebabkan hemolytic uremic syndrome
yang ditandai dengan diare berdarah karena terjadinya infeksi saluran pencernaan.
Strain EHEC memiliki faktor virulensi intimin yang berperan dalam proses
penempelan dan pelekatan pada sel epitel saluran pencernaan yang memproduksi
hemolisin sehingga menimbulkan diare berdarah (Suardana et al. 2010). Menurut
WHO, penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kematian balita di
negara berkembang.
Pada manusia bakteri E.coli O157:H7 bersifat verotoksigenik yang telah
menyebabkan 16.000 kasus penyakit melalui makanan (Food Borne Diseases) , di
negara Amerika terdapat 900 orang meninggal per tahunnya (Sartika et al. 2005).
Sementara itu negara Indonesia di kota Palembang dari 129 pasien (usia 5 bulan
sampai 5 tahun) ditemukan 33 koloni bakteri E.coli O157:H7 dari 4 orang pasien. Di
kota Makasar dari 28 pasien 6 diantaranya positif ditemukannya E.coli O157:H7 pada
feses pasien (Suarni et al. 2015).
Sampai sekarang belum ada vaksin yang dapat mengatasi bakteri patogen ini.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait penanganan diare yang diakibatkan
oleh E.coli O157:H7 untuk memberikan solusi yang efektif dan ekonomis pada
penderita diare dengan penggunaan IgY anti E.coli O157:H7.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan biskuit yang
mengandung imunoglobulin Y (IgY) anti E.coli O157:H7 sebagai pencegahan diare.
.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu produk (biskuit) yang
mengandung IgY anti E. coli O157:H7 untuk pencegahan penyakit diare.
Hipotesa
Pemberian biskuit yang mengandung IgY anti E. coli O157:H7 mampu
mengatasi diare yang disebabkan oleh bakteri E. coli O157:H7.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Escherichia coli 0157:H7 (EHEC)
Escherichia coli O157:H7 pertama kali diisolasi di Amerika Serikat pada tahun
1975 di daerah California dari seorang wanita yang menderita diare berdarah.
Laporan pertama isolasi E.coli O157:H7 dari sapi yang berumur kurang dari tiga
minggu yang menderita Colibacillosis di Argentina tahun 1977. Sejak munculnya
wabah diare berdarah yang pertamakali disebabkan oleh E.coli O157 pada tahun
1982, maka sejak itulah hewan ruminansia yang sehat terutama sapi diketahui sebagai
reservoir bagi E. coli O157:H7 (Andriani 2008).
Bakteri E.coli 0157:H7 adalah bakteri yang biasanya hidup di usus manusia dan
hewan yang menghasilkan toksin yang disebut shiga like toksin sebagai penyebab
utama wabah diare berdarah yang dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal. Pada
manusia menimbulkan gejala diare berair, hemorhagi kolitis, dan hemolitic uremic
syndrome (HUS) (Frenzen et al. 2005).
Dari struktur morfologinya, bakteri E.coli O157:H7 berbentuk batang, bakteri
gram negatif, dinding sel memiliki lapisan luar yang terdiri dari lipopolisakarida dan
peptidoglikan sebagai lapisan utamanya. Serotipe bakteri ini dapat mengontaminasi
daging dan jika terkontaminasi akan menimbulkan penyakit pada manusia. Cliver
(1990) menyatakan bahwa terinfeksi E.coli O157:H7 merupakan ancaman yang
serius dan biasanya ditularkan dari konsumsi daging sapi atau susu yang kurang
masak. Virulensi EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli) sebagai agen zoonosis
pada manusia ditentukan oleh kemampuannya untuk melakukan perlekatan dan
penyerangan pada sekum dan kolon serta kemampuannya untuk menghasilkan toksin.
Faktor-faktor resiko yang berpengaruh terhadap penyebaran infeksi E.coli
O157:H7 dapat terjadi secara internal maupun eksternal. Faktor resiko yang berkaitan
dengan tingkat penyebaran E.coli O157:H7 antara lain pada feses hewan, umur
hewan, perubahan pakan, transportasi dan keadaan lingkungan sekitar. Faktor
penyebab lainnya yang berkaitan dengan infeksi E.coli O157:H7 yaitu sumber air
yang terkontaminasi E.coli dan faktor kebersihan (Welinder et al. 2005). Menurut Gie
et al. (2015) pemeliharaan ternak yang dikelola kurang baik akan beresiko terjadinya
penyebaran infeksi E.coli O157:H7 pada sapi yang cukup tinggi dan pencemaran
lingkungan peternakan pun dapat terjadi melalui kontaminasi terutama air. Sedangkan
pada manusia infeksi bakteri ini bisa melalui makanan baik itu makanan masak atau
setengah masak seperti daging, mengkonsumsi sayuran yang kurang bersih dan
mengkonsumsi air yang tidak memenuhi standar SNI (Standar Nasional Indonesia)
serta lingkungan yang tidak bersih.

Imunoglobulin Y (IgY)
Imunoglobulin Y (IgY) merupakan salah satu antibodi yang terdapat pada
serum darah dan kuning telur dari kelompok aves salah satunya adalah ayam. Ayam

4

dikenal sebagai pabrik biologis penghasil IgY. IgY ini terbentuk karena adanya
respon imun terhadap antigen yang diinjeksikan pada ayam karena sistem imun ayam
sangat responsif terhadap protein asing atau pemaparan mikroorganisme (vaksinasi
atau infeksi alami) sehingga telur yang dihasilkan mengandung antibodi (Mustofa
2004). Hal ini diperkuat oleh Carlender (2002) yang menjelaskan ayam memiliki
sensitivitas tinggi terhadap protein asing sehingga dapat memberikan respon
pebentukan antibodi yang sangat baik dimana biosintesis antibodi akan berlangsung
dalam sistem imun ayam dan selanjutnya ditransfer ke embrio melalui telur sehingga
antibodi dapat ditemukan dalam telur ayam.
Secara umum, untuk memproduksi antibodi spesifik di dalam telur dapat
dilakukan dengan menyuntik ayam menggunakan antigen tertentu yang dikehendaki
(vaksin, bakerin, toksoid atau bahan biologis lain). Cara penyuntikan dapat dilakukan
secara intra vena, intra muskular atau sub kutan tergantung dari preparasi antigen
yang dikehendaki (Soejoedono et al. 2006). Rawendra (2005) menambahkan IgY
kuning telur yang merupakan hasil transfer IgY serum darah kedalam folikular
epitelium ovari dan terakumulasi pada kuning telur selama oogenesis untuk
memberikan kekebalan pada anak ayam yang dikenal dengan antibody crossplacental mamalia.
Ayam petelur merupakan hal yang bersifat fisiologis dan tidak perlu melakukan
tindakan intervensi yang berlebihan pada ayam. Penggunaan telur (IgY) diharapkan
dapat mengurangi resiko itu dan digunakan sebagai sumber antitetanus. Hal ini sangat
mungkin dilakukan karena antibodi di dalam darah induk ayam dapat ditransfer
secara baik ke dalam telur dalam jumlah yang cukup banyak. Titer IgY dalam darah
dan dalam telur tidak berbeda secara signifikan. Konsentrasi IgY pada kuning telur
konstan sampai oosit matang (maturasi) dengan kandungan 10–20 mg/ml (Carlander
2002). Sehingga telur dapat digunakan sebagai sumber protein hewani dan sebagai
pabrik produksi antibodi. Biaya produksi imunoglobulin pada telur unggas sangat
murah dan efisien.
Imunoglobulin Y pada kuning telur ayam hanya mampu bertahan pada suhu
pemanasan dibawah 60°C, tetapi tidak tahan terhadap pemanasan 75°C (Soejoedono
et al. 2006). IgY dapat bertahan pada pH diatas 4 namun aktivits IgY akan menurun
pada pH 2 dengan suhu 37°C (Carlander 2002). Selain itu IgY banyak dimanfaatkan
sebagai imunisasi pasif untuk melawan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus,
maupun antigen lainnya sebagaimana yang dijelaskan Wibawan (2010) bahwa IgY
spesifik untuk berbagai bakteri dapat digunakan untuk mencegah penyakit bakterial
dan mampu menjadi imunisasi pasif terhadap EPEC pada ayam. Selain itu IgY juga
terbukti mampu menghambat perkembangan pertumbuhan E.coli patogen dan
Staphylococcus aureus sebagai penyebab mastitis pada sapi perah (Zhen et al. 2014),
penyakit koksidiosis pada ayam (Lee et al. 2009), dan virus White Spot Syndrome
(WSS) pada udang (Lu et al. 2009). Selain itu, IgY dapat digunakan sebagai sumber
antibodi alternatif dalam diagnosa penyakit IBD (Inflammatory Bowel Disease) yang
merupakan penyakit peradangan pada usus besar dan usus halus, sebagai akibat dari
reaksi kekebalan tubuh yang menyerang jaringan usus itu sendiri karena adanya
reaksi peradangan yang tidak terkendali dan menetap pada usus, hal ini menyebabkan
kerusakan dinding usus (Peter et al. 2011).

5

Struktur Imunoglobulin Y
Antibodi yang dibentuk akibat reaksi terhadap suatu antigen akan berbeda
susunan asam aminonya dengan antibodi terhadap antigen yang lain. Hal ini disebut
sebagai spesivitas antibodi (Wibawan et al. 2003). Satu unit struktur antibodi adalah
glikoprotein yang terdiri dari empat rantai polipeptida. Semua antibodi memiliki
struktur yang sama yaitu dua rantai pendek (VL) dan dua rantai panjang (VH). Kedua
bentuk tersebut dihubungkan dengan bentuk kovalen (disulfida). Imunoglobulin
utama yang terdapat pada kuning telur ayam adalah Imunoglobulin Y (IgY) (Gambar
1). IgY lebih berperan sebagai sistemik antibodi dari pada sekretori antibodi, namun
IgY dapat ditemukan dalam saluran pencernaan duodenum, trachea, dan seminal
plasma. Mekanisme transfer IgY dari serum ke dalam kuning telur berlangsung
seperti proses transfer antibodi lintas plasenta pada mamalia.

Gambar 1 Struktur Imunoglobulin Y (wikipedia.com)
Penyakit Diare
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan
penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Sampai saat ini penyakit diare
masih merupakan masalah kesehatan utama setiap orang di negara-negara
berkembang termasuk masyarakat di Indonesia, karena kurangnya pemahaman dan
penyuluhan tentang penyebab diare. Melihat kondisi negara Indonesia yang sebagian
besar penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan, penyakit diare masih
menjadi penyakit yang sering menyerang masyarakat Indonesia (Nursalam 2005).
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2012) setiap tahunnya lebih
dari satu milyar kasus gastroenteritis. Angka kesakitan diare pada tahun 2011 yaitu
411 penderita per 1000 penduduk. Diperkirakan 82% kematian akibat gastroenteritis
rotavirus terjadi pada negara berkembang, terutama di Asia dan Afrika, dimana akses
kesehatan dan status gizi masih menjadi masalah. Sedangkan data profil kesehatan
Indonesia menyebutkan tahun 2014 ditemukan kasus diare sekitar 2549 penderita di
lima provinsi di Indonesia. Sebagian besar (70-80%) terjadi pada anak-anak di bawah
5 tahun dan diantaranya mengalami dehidrasi 50-60%. (Kemenkes RI 2014).

6

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 s/d Juni 2016 di
Laboratorium Bakteriologi Divisi Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor dan Unit Kandang UPHL Fakultas Kedokteran Hewan Hewan
Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, spuit, vortex,
lemari pendingin untuk penyimpanan, alat-alat AGPT, sentrifus, tube, pinset,
timbangan analitik, beaker glass, spatula, penangas air, gelas ukur, cawan petri,
alumunium foil, kertas saring, pipet tetes, oven, inkubator, mikropipet, spidol, panci,
piring, mixer, oven, camera digital.
Bahan yang digunakan adalah isolat bakteri E. coli O157:H7, mencit, ayam
betina siap bertelur, pakan ayam, serum ayam, media Blood Agar, media TSA, PEG
35%, PEG 2%, agarose, telur ayam, tepung, media blood agar, Freunds Adjuvant
Complete, Freunds Adjuvant Inomplete , PBS, NaCl, media brain heart broth, PEG
6000, Coomasive Briliant Blue, methanol, asam sulfat, Bovine serum albumin (BSA),
bahan-bahan biskuit, dll.

Prosedur Penelitian
Kultur Bakteri
Isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat E.coli
O157:H7 yang diperoleh dari koleksi Laboratorium Bakteriologi IPHK Fakultas
Kedokteran Hewan IPB yang sebelumnya telah dikarakterisasi. Bakteri E.coli
O157:H7 dibiakkan pada media blood agar untuk proses selanjutnya.
Pembuatan antigen untuk vaksin bakteri E. coli O157:H7
Kultur bakteri diremajakan pada media blood agar, lalu diinkubasi pada suhu
37°C selama 24 jam. Kultur bakteri dibiakkan pada media brain heart infusion
sebanyak 50 ml, lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Kemudian
disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang, lalu
pelet disuspensikan dengan 5 ml NaCI fisiologis (dicuci), lalu disentrifus lagi dengan
kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Pelet dicuci dengan NaCI fisiologis sebanyak 2
kali. Pelet disuspensikan dengan NaCl sebayak 5 ml, lalu suspensi bakteri
diinaktivasi pada waterbath pada suhu 56°C selama 60 menit. Kemudian dinginkan

7

dan digunakan sebagai vaksin untuk memproduksi antibodi. Dilakukan penambahan
Freunds Adjuvant Complete dengan mencampurkan antigen dengan perbandingan 1:1
(Wibawan et al. 1992).
Imunisasi Ayam Petelur
Produksi antibodi anti E.coli O157:H7 menggunakan sepuluh ayam petelur
berumur 20 minggu yang siap bertelur. Proses imunisasi dilakukan dengan
melakukan vaksinasi pada ayam pemberian antigen sebanyak 4 kali dengan interval
1 minggu. Minggu pertama disuntikkan antigen E. coli O157:H7 tanpa adjuvant
secara intravena sebanyak 0,5 ml (109 CFU) per ekor (Carlender 2002). Minggu
kedua, antigen dicampur dengan Freunds Adjuvant Complete melalui subkutan
sebanyak 1 ml (109 CFU), sedangkan pada minggu ketiga dan keempat menggunakan
Freunds Adjuvant Inomplete sebanyak 1 ml (109 CFU) secara intramuscular
(Hermans et al. 2014). Serum darah dikoleksi pada minggu pertama pasca imunisasi
dan telur dikoleksi setelah minggu keenam imunisasi. Keberadaan antibodi diuji
menggunakan teknik Agar Gel Precipitation Test.

Persiapan Antigen terlarut untuk uji AGPT
Isolat bakteri E. coli O157:H7 ditumbuhkan pada 50 ml media BHI, diinkubasi
pada suhu 37 °C selama 18 jam. Suspensi disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm
selama 10 menit. Pelet yang dihasilkan diresuspensikan dengan 5 ml NaCl, dan
dilakukan 2 kali pencucian. Pelet ditambahkan dengan 0,5 ml HCl 0,2 N kemudian
ditangas pada suhu 52 °C selama 1 jam. Selanjutnya homogenat dititrasi dengan
NaOH 1 N, menggunakan indikator Phenol Red.Suspensi disentrifugasi pada 10000
rpm selama 10 menit, dilakukan 2 kali.Supernatan yang dihasilkan nantinya
digunakan sebagai antigen terlarut (Wibawan & Laemmler 1992).

Uji AGPT (Agar Gel Presipitation Test)
Uji AGPT dilakukan untuk melihat keberadaan IgY pada serum darah ayam
sebagai respon vaksinasi bakteri E.coli O157:H7. Agar gel dibuat dengan melarutkan
0.5 gr agarose dan 0,05 Na Azid yang dilarutkan dalam 20 ml PBS pH dengan 7.2
dan 20 ml aquades. Larutan dipanaskan dalam penangas air sampai larut dan sampai
berwarna bening. Kemudian dituangkan di atas objek glass sebanyak 4 ml tunggu
sampai keras. Cetak sumur-sumur dengan alat gel puncher. lsi sumur dengan antigen
terlarut (tengah) dan serum (pinggir) masing-masing sumur sebanyak 25 µl. Simpan
pada box yang diberi tisu basah (aquades steril). lnkubasi pada suhu ruang selama 24
sampai 48 jam. Hasil positif apabila ada garis presipitasi antara antibodi (serum) dan
antigen (Layi dan Bergan 2003).
Panen telur (IgY)
Panen telur dilakukan setelah semua ayam menghasilkan telur dan disimpan di
refrigerator pada suhu 4oC sampai siap digunakan untuk penelitian selanjutnya. Telur

8

yang diuji adalah telur yang dihasilkan ayam yang sudah positif uji serum darah pada
uji AGPT.
Ekstraksi IgY telur ayam
Proses ekstraksi IgY dengan metode pemurnian Water soluble fraction. Kuning
telur dipisahkan dari bagian putihnya kemudian diletakkan diatas kertas saring untuk
memisahkan bagian putih telur yang menempel pada kuningnya. Membran kuning
telur ditusuk dengan pinset agar cairan kuning telur dapat diambil, kemudian
dimasukkan dalam gelas ukur. Kuning telur tersebut dilarutkan pada miliQ pH 4
sebanyak empat kali volume kuning telur (1:4). Setelah dihomogenkan dengan
magnetic stirer lalu ditambahkan lagi dengan miliQ pH 2 hingga pH suspensi 5.0
sampai 5.2 dan diinkubasi pada suhu 4°C minimal 12 jam. Suspensi disentrifusi pada
3.000 rpm dengan suhu 4°C selama 20 menit dan diperoleh supernatan yang disebut
dengan Water Soluble Fraction (WSF).WSF ini dibuat menjadi pH 7,5, dipekatkan
dengan PEG 6.000 sebanyak 12% (Akita & Nakai (1992)).
Suspensi WSF dihomogenkan dan disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm
pada suhu 20 °C selama 15 menit. Dilakukan pencucian pelet dengan cara
menambahkan amonium sulfat 40% dan disentrifugasi dengan kecepatan 11.700 rpm
selama 15 menit. Pencucian ini dilakukan tiga kali, kemudian pelet dilarutkan dalam
PBS pH 7,4 sebanyak 5 ml. Suspensi ini didialisis dalam larutan PBS pH 8 selama 24
jam.

Uji Kosentrasi Protein Kuning Telur
Dilakukan dengan metode Bradford yang terdiri dari 100 mg Coomasive
Briliant Blue yang dilarutkan dalam 50 ml methanol 95% yang ditambakan 100 ml
asam fosfat 85%. Larutan diencerkan dengan aquades hingga volume 1 liter dan
disaring dengan kertas saring. Kemudianan larutan protein standar Bovine serum
albumin (BSA) digunakan untuk membuat grafik kosentrasi protein standar sebelum
mengukur kosentrasi sampel telur. Larutkan dan homogenkan BSA 1 mg ke 1 ml
aquades, ambil 100 µl dari setiap tabung dan masukkan ke tabung baru yang
sebelumnya telah diisi 5 ml larutan bradford. Pembacaan kosentrasi WSF kuning
telur dilakukan dengan spektofotometer pada panjang gelombang 595 nm (Priyanka
et al. 2013)
Pembuatan Biskuit IgY
Pembuatan biskuit IgY dilakukan dengan mencampurkan mentega 150 gr,
kuning telur 2 buah, gula halus 70 gr menggunakan mixer. Lalu tambahkan tepung
terigu 150 gr, susu bubuk 10 gr dan meizena 15 gr, diaduk selama 15 menit dan
dicetak. Biskuit dipanggang pada suhu 40oC menggunakan oven.
Aplikasi IgY spesifik E. coli O157:H7 pada mencit
Pemberian biskuit dan penginfeksian pada mencit dilakukan secara oral pada 35
ekor mencit jantan berumur 8 minggu dengan berat badan 30 gr. Setiap ekor
diberikan perhari 10 gr pakan yang dibagi menjadi 7 perlakuan, yaitu:

9

1. Mencit diinfeksi 9x108 CFU E.coli O157:H7
2. Mencit diinfeksi 9x108 CFU E.coli O157:H7 dan diberikan biskuit
dengan dosis 60 mg setelah 2 hari pasca infeksi
3. Mencit diinfeksi 9x108 CFU E.coli O157:H7 dan diberikan biskuit
dengan dosis 80 mg setelah 2 hari pasca infeksi
4. Mencit diinfeksikan 9x108 CFU E.coli O157:H7 dan diberikan biskuit
dengan dosis 100 mg setelah 2 hari pasca infeksi
5. Mencit diberi biskuit dosis 60 mg dan diinfeksi 9x108 CFU E.coli
O157:H7 setelah 2 hari pasca pemberian biskuit
6. Mencit diberi biskuit dosis 80 mg dan diinfeksi 9x108 CFU E.coli
O157:H7 setelah 2 hari pasca pemberian biskuit
7. Mencit diberi biskuit dosis 100 mg dan diinfeksi 9x108 CFU E.coli
O157:H7 setelah 2 hari pasca pemberian biskuit
Pengamatan Histopatologi ginjal
Pengamatan histopatologi ginjal meliputi perubahan pada tubulus, pelebaran
lumen tulubus, akuolisasi lumen tululus, sel epitel tubulus proximalis, degenerasi sel,
nekrosis sel, pengamatan selaput fibrosis di bagian perifer dan pendarahan
(hemorhagi). Derajat kerusakan ginjal dikuantitatifkan sebagai berikut:
0
= tidak terjadi kerusakan jaringan ginjal
+
= bila terjadi 1-2 kriteria diatas
++
= bila ditemukan 2-4 kriteria diatas
+++
= bila ditemukan lebih dari 4 kriteria diatas

Analisis Data
Analisa data dilakukan dengan ANOVA dan deskriptif untuk gejala klinis dan
gejala histopatologi pada mencit dari beberapa perlakukan yang dilakukan.

10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Escherichia coli O157:H7
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa isolat bakteri termasuk ke dalam famili
Enterobacteriaceae yang merupakan bakteri gram negatif dengan bentuk batang dan
tidak berkapsul. Sampel bakteri diuji dengan metode API 20E yang menunjukkan
bahwa isolat adalah bakteri E.coli dengan % ID sebesar 99,9 %. Isolat pada biakan
blood agar menunjukkan adanya pertumbuhan sel bakteri dengan koloni sel berwarna
putih sedangkan pada media Eosin Methylene Blue (EMB) membentuk koloni khas
berwarna hijau metalik dengan pusat koloni berwarna gelap (Gambar 2).
a

b

Gambar 2 (a) Koloni E.coli pada blood agar (b) Koloni E.coli pada media EMB
Bakteri yang sudah teridentifikasi digunakan untuk membuat vaksin pada ayam
petelur dengan tujuan memproduksi imunoglobulin Y anti E.coli O157:H7 sebagai
pencegahan diare. Ayam yang digunakan adalah ayam dalam kondisi sehat dan siap
bertelur dalam usia 20 minggu. Produksi telur anti E.coli O157:H7 dilakukan dengan
vaksinasi ayam sebanyak 1 kali dalam seminggu selama satu bulan (4 minggu).
Respon antigen terhadap sistem imun ayam dilakukan dengan teknik Agar Gel
Precipitation Test (AGPT) yang ditunjukkan dengan adanya garis presipitasi
(Gambar 3). Respon terhadap IgG anti E.coli O157:H7 pada serum darah terbentuk
pada minggu ketiga pasca penyuntikan sedangkan respon terhadap IgY anti E.coli
O157:H7 pada kuning telur terlihat pada minggu keenam pasca penyuntikan
(Tabel 1). Perbedaan respon ini dikarenakan immunoglobulin yang terbentuk
pertamakali dalam darah merupakan bentuk dari pemaparan antigen, kemudian
ditransfer oleh darah ke dalam kuning telur. Rawendra (2005) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa pengukuran aktivitas netralisasi dan koleksi kuning telur positif
IgY dilakukan 2 minggu setelah IgY positif pada serum darah, karena injeksi dosis
pertama akan menghasilkan antibodi spesifik di dalam serum. Injeksi dengan sel-sel
bakteri akan memunculkan reaksi antibodi sepuluh sampai empat belas hari pasca
injeksi.

11

Tabel 1 Hasil Uji AGPT serum dan kuning telur pasca vaksinasi
Vaksinasi
Pra Vaksinasi
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Minggu 5
Minggu 6
Minggu 7
Minggu 8
Minggu 9

Serum darah








a

b

M4

M7

M7

M3

M4
M4

Kuning telur





2

1
M3
M3

M7

M7
M7

M7

Gambar 3 (a) AGPT serum darah positif IgG pada minggu ketiga (M3) dan keempat
(M4) pasca infeksi (b) AGPT kuning telur positif IgY pada minggu ketuju
(M7) pasca infeksi. Antigen E.coli O157:H7 (1 dan 2)

Garis presipitasi terjadi karena adanya keseimbangan antara konsentrasi antigen
dan antibodi dalam kuning telur maupun serum. Berdifusi membentuk antigen
antibodi komplek dimana molekul antibodi berikatan silang dengan determinan
antigen.
Kosentrasi Kuning Telur
Hasil pengukuran kosentrasi IgY didapatkan sebanyak 2,361 mg/ml. Hasil ini
relatif lebih rendah dibandingkan dengan hasil IgY WSF yang dihasilkan oleh Chae
et al. (2006) yaitu 5 mg/ml. Namun hasil purifikasi yang dilakukan oleh Carlender
(2002) dengan metode yang sama menunjukkan total IgY yang lebih rendah, yaitu
2.21 mg/ml. Perbedaan konsentrasi IgY yang diperoleh dapat terjadi karena beberapa
faktor, antara lain IgY hilang pada proses pencucian, tertinggal dalam tabung atau
alat-alat lain. Cahyaningsih (2016) menambahkan bahwa rendahnya IgY yang
dihasilkan disebabkan oleh proses dan lama penyimpanan yang dapat mempengaruhi
konsentrasi protein dalam telur sehingga diperlukan ketelitian dalam purifikasi.

12

Ekstraksi purifikasi IgY dilakukan menggunakan SDS-PAGE. Dari hasil
ekstraksi IgY didapatkan beberapa profil pita protein, yaitu pita protein IgY rantai
berat yang berada pada 48 kDa, dan pita protein IgY rantai ringan yang memiliki
berat molekul 20 kDa (Gambar 4). Chae et al. (2006) menjelaskan dalam
penelitiannya massa pita molekul protein IgY adalah berkisar antara 92-12 kDa.

48 kda

20 kda

Gambar 4 Pita Protein IgY E.coli O157: H7. (1) marker Umum (2) sampel 1
IgY tanpa purifikasi (3) sampel 2 IgY tanpa purifikasi (4) sampel 1
IgY purifikasi (5) sampel 2 IgY purifikasi.
Aplikasi biskuit IgY
Pengujian efektivitas biskuit yang mengandung IgY dilakukan pada hewan
coba mencit (Mus musculus) dengan dosis yang berbeda. Selama percobaan
berlangsung tidak terjadi kematian namun kelompok perlakuan memberikan
perbedaan pada gejala diare. Pada Kelompok A1 yang diinfeksi E.coli O157:H7
tanpa pemberian biskuit IgY mengalami diare pada hari kedua pasca infeksi,
sedangkan pada kelompok mencit yang diinfeksikan E.coli O157:H7 dan diberi
biskuit IgY setelah dua hari pasca infeksi (A2, A3, A4) menunjukkan gejala diare
pada hari keempat. Sementara itu pada kelompok mencit diberi biskuit IgY dan
diinfeksi E.coli O157:H7 setelah dua hari pasca pemberian biskuit (A5, A6, A7)
menunjukkan gejala diare pada hari kelima. Perbedaan gejala diare ini karenakan
pemberian biskuit IgY sebelum diinfeksikan E.coli O157:H7 mampu meminimalisir
koloni bakteri pada mukosa usus walaupun tidak mampu mencegah terjadinya diare
secara sempurna.
Gejala fisik lainnya yang ditunjukkan pada setiap kelompok perlakuan adanya
perubahan pada nafsu makan yang menyebabkan fisik mencit menjadi lemas dan
kurang aktif. Sesuai yang disampaikan Suwito (2009) bahwa akan terlihat gejala
klinis pada hewan dan manusia jika terinfeksi E.coli O157:H7 yaitu dengan
kehilangan nafsu makan, muntah, kelelahan sampai diare berdarah.
Biskuit IgY yang dikonsumsi mencit dalam pengamatan selama tujuh hari tidak
berpengaruh terhadap pertambahan berat badan (BB) mencit (p value ≥ 0,05).

13

Walaupun demikian terdapat variasi rata-rata pertambahan berat badan mencit pada
ketujuh kelompok perlakuan selama tujuh hari (Tabel 2).
Tabel 2 Rata-rata pertambahan BB (gr)
Perlakuan
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7

Rata-rata Pertambahan BB (gr)
3 ± 0,707a
2,8 ± 1,095 a
2,8 ± 0,836 a
3,2 ± 0,447 a
2,8 ± 0,836 a
2 ± 0,100 a
1,8 ± 0,836 a

p value
0,115

Ket: (A1) diinfeksi E.coli O157:H7 (A2) diinfeksi E.coli O157:H7 dan diberikan biskuit
dosis 60 mg (A3) dinfeksikan E.coli O157:H7 dan diberikan biskuit dosis 80 mg (A4)
diinfeksikan E.coli O157:H7 dan diberikan biskuit dosis 100 mg (A5) diberikan biskuit
dosis 60 mg dan diinfeksikan E.coli O157:H7 (A6) diberikan biskuit dosis 80 mg dan
diinfeksikan E.coli O157:H7 (A7) diberikan biskuit dosis 100 mg dan diinfeksikan E.coli
O157:H7.

Gambaran Histopatologi
Kerusakan organ ginjal yang disebabkan oleh bakteri E.coli O157:H7 terdiri
dari kapsula menebal, hemorhagi, infiltrasi sel limfosit bahkan degenerasi sampai
nekrosis pada tubulus proksimal. Hal ini mengindikasikan pemberian IgY secara
peroral tidak efektif memberikan perlindungan dari pemaparan bakteri E.coli
O157:H7 pada mencit. Gambaran perubahan histopatologi dari ketujuh perlakuan
terlihat dari gambar dibawah ini.
A1

Gambar 5 Ginjal mencit kelompok kontrol
diinfeksikan E.coli O157:H7 tanpa biskuit
IgY mengalami Tubulonephritis non
suppurativa (1) nekrosis epitel tubulus
proximalis (2) hemorhagi (3) infiltrasi sel
mononuclear (4) selaput fibrosis.

A2

Gambar 6 Ginjal mencit diinfeksikan E.coli
O157:H7 dan diberikan biskuit IgY 60 mg
mengalami tubulonephrotic et hemorhagica
(1) degenerasi nekrosis sel epitel tubulus
proximalis (2) hemorhagi (3) pembendungan
darah.

14

A3

Gambar 7 Ginjal mencit diinfeksikan E.coli
O157:H7 dan diberikan biskuit IgY dosis
80 mg mengalami tubular necrosis et
haemorhagica (1) degenerasi sel epitel.
(2) hemorhagi
A4

Gambar 8 Ginjal mencit diinfeksikan
E.coli O157:H7 dan diberikan biskuit IgY
dosis 100 mg mengalami tubular necrosis et
haemorhagica (1) degenerasi epitel dinding
tubulus proximalis (2) hemorhagi.

A5

Gambar 9 Ginjal mencit diberikan biskuit
IgY dosis 60 mg dan diinfeksikan E.coli
O157:H7 mengalami tubular necrosis et
haemorhagica (1) degenerasi epitel dinding
tubulus proximalis (2) hemorhagi.
A6

Gambar 10 Ginjal mencit diberikan biskuit
IgY dosis 80 mg dan diinfeksikan E.coli
O157:H7 mengalami tubular necrosis et
haemorhagica (1) degenerasi epitel dinding
tubulus proximalis (2) hemorhagi.

15

A7

Gambar 11 Ginjal mencit diberikan biskuit IgY dosis 100 mg dan diinfeksikan
E.coli O157:H7 mengalami tubular necrosis et haemorhagica
(1) degenerasi epitel dinding tubulus proximalis (2) hemorhagi.

Pada kelompok A1 (Gambar 5) yang hanya diinfeksikan E.coli O157:H7
ginjal mencit mengalami kerusakan yang parah. Terjadinya infiltrasi sel
mononuclear di interstisial dimana terdapatnya cairan yang mengelilingi jaringan
di bagian interstitial dan terdapat selaput fibrosis dibagian perifer. Adanya
perubahan pada tubulus proksimal yang membengkak dengan sitoplasma sehingga
menyebabkan degenerasi bahkan sampai nekrosis pada sel epitel tubulus
proximalis. Hal inilah yang menyebabkan lumen tulubus proximal mengalami
penyempitan hingga menutup (Zulfiani et al. 2011).
Selain itu terjadinya pendarahan (hemoraghica) dimana kondisi ini ditandai
dengan keluarnya darah dari dalam vaskula akibat kerusakan dinding vaskula.
Eritrosit yang keluar dari pembuluh darah pecah dengan cepat dan difagositosis
oleh makrofag yang terdapat di sekitar jaringan yang mengalami peradangan.
Terjadinya hemorhagi akibat dari bahan toksik yang merusak endotel kapiler
seperti keracunan yang dapat menghambat penggumpalan darah sehingga terjadi
pendarahan dan toksin uremik yang dapat merusak endotel pembuluh darah.
Pada kelompok A2 (Gambar 6) mencit diinfeksikan E.coli O157:H7 dan
diberikan biskuit IgY 60 mg mengalami tubulo nephrotic et hemorrhagica. Dari
gambaran histopatologi terlihat adanya degenerasi nekrosis sel epitel tubulus
proximalis sehingga terjadinya perubahan morfologi sel akibat rusaknya
permukaan sel epitel. Selain itu terdapat pembendungan darah pada ginjal. Hal ini
disebabkan oleh gangguan sirkulasi dalam darah karena kurang oksigen dan zat
gizi dalam tubuh inang (Parameswari et al. 2013).
Kerusakan histopatologi mencit menunjukkan perbedaan pada kelompok
perlakuan lain yaitu A3, A4, A5, A6, dan A7. Skoring histopatologi ditunjukkan
pada Tabel 3.

16

Tabel 3 Hasil skoring histopatologi ginjal
Perlakuan
A1

Skor
+++

A2

+++

A3
A4
A5
A6
A7

+
+
++
++
+

Skor Patologi
Infilrasi sel, degenerasi, nekrosis, selaput
fibrosis, hemorhagi
Degenerasi, nekrosis, pembendungan darah,
hemorhagi
Degenerasi dan hemorhagi
Degenerasi dan hemorhagi
Degenerasi dan hemorhagi
Degenerasi dan hemorhagi
Degenerasi dan hemorhagi

Kerusakan organ ginjal dari setiap perlakuan berbeda (Tabel 3). Perlakuan
A3, A4, A5, A6, dan A7 menunjukkan kerusakan yang tidak separah A1 dan A2.
Pemberian biskuit IgY pasca infeksi E.coli O157:H7 pada dosis 80 mg (A3) dan
100 mg (A4) menunjukkan bahwa sel epitel tubulus proximalis hanya mengalami
cedera ringan yang menyebabkan nekrosis pada sel. Selain itu pendarahan yang
dialami tidak begitu parah dan perlahan bisa normal kembali. Nekrosis merupakan
kematian dari suatu sel akibat adanya kerusakan akut karena peradangan sel.
Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh berbagai faktor seperti bahan toksin, obat
obatan, atau konsentrasi tinggi dari zat yang berpotensial merusak dan berbahaya
seperti zat kimia. Kerusakan tubulus proksimal ginjal terlihat dari adanya
penyempitan pada tubulus proksimalis (Revathi & Yogananda 2006).
Pemberian biskuit sebelum diinfeksi E.coli O157:H7 juga menunjukkan
kerusakan yang tidak begitu parah. Hal ini menandakan dengan pemberian biskuit
dengan dosis 60 mg, 80 mg, dan 100 mg sebelum diinfeksikan E.coli O157:H7
mampu meningkatkan kekebalan tubuh mencit walaupun tidak sempurna.
Mekanisme pemberian IgY peroral yang menempel pada berbagai patogen enterik
yang terdapat pada permukaan mukosa pencernaan dapat mencegah perlekatan
dan pertumbuhan bakteri. Herman et al. (2014) melakukan imunisasi pasif pada
ayam broiler menggunakan IgY secara peroral menyatakan bahwa pemberian
imunisasi peroral mampu mengurangi kolonisasi bakteri Campylobacter jejuni
pada mukosa usus.
Pemberian IgY peroral pada penelitian ini menunjukkan hasil bahwa IgY
tidak efektif melindungi hewan coba, dengan dugaan bahwa IgY yang masuk
tidak mampu tersirkulasi ke dalam peredaran darah menuju organ ginjal.
Perlekatan IgY spesifik dengan E.coli O157:H7 yang diharapkan dapat
mengurangi kolonisasi bakteri pada ginjal tidak terjadi, sehingga hewan coba tetap
mengalami hemorhagi, degenerasi dan infiltrasi sel pada ginjal seperti yang
tampak dari hasil pemeriksaan patologis.

17

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Imunisasi pasif menggunakan biskuit IgY anti E.coli O157:H7 dengan
dosis 60 mg, 80 mg, dan 100 mg selama tujuh hari masih menunjukkan gejala
diare dan belum menunjukkan perlindungan pada organ ginjal.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang durasi dan dosis pemberian
biskuit IgY anti E.coli O157:H7

18

DAFTAR PUSTAKA
Andriani. 2008. Eschericia coli Sebagai Penyebab Penyakit Zoonosis. J Litbang
Deptan. 173–176.
Asemota H, Suzette C, Angel AJV, Wayne M. 2013. Purification of Avian IgY
with Trichloroacetic Acid (TCA). J Chromatograph Separat Techniq. 4: 9.
Azis M, Dhinintya HN, Aurita SR, Kristiyani DM, Norma DL, Juni H. 2013.
Waktu Produksi Yolk Immunoglobulin (IGY) Kuning Telur Ayam yang
Diimunisasi Streptococcus mutans. Maj Ked Gi: 20(1): 31-34
Barlow RS, Gobius KS, Desmarchelier PM. 2006. Shiga toxin-producing E. coli
in ground beef. Int. J Food Microbiol. 111: 1-5.
Cahyaningsih T. 2016. Pengaruh Pemberian IgY Spesifik Staphylococcus aureus
Sebagai Pencegahan Staphylococcosis Pada Kelinci. Tesis: Sekolah
Pascasarjana IPB.
Campbell GR, Prosser J, Glover A, Killham K. 2001. Detection of Escherichia
coli O157:H7 in soil and water using multiplex PCR. J of Applied
Microbiology. 91: 1004-1010.
Carlander D. 2002. Avian IgY Antibody: in vitro and in vivo. Dissertation: Acta
Universitatis Upsaliensis, Uppsala.
Carlander D, Wilhelmson M, Larsson A. 2002. Immunoglobulin Y Level in Egg
Yolk From Tree Chiken Genotypes. Food and Agricultular Immunology.
15(1): 35-40.
Chae HS, Singh HK, Ahn CN, Yoo YM, Jeong SG, Ham JS, Kim DW. 2006.
Effects of Egg Yolk Antibodies Produced in Response to Different Antigenic
Fractions of E. coli O157:H7 on E. coli Suppression. Asian-Aust J. 19(11):
1665–1670.
Cliver. 1990. Salmonella In Foodborne Diseases. Academic Press, Inc. 185-204.
Efrizal. 2007. Peran Imunoglobulin (Igy) Sebagai Anti Adhesi Dan Opsonin
U