Kapasitas Petani Kakao Bekas Penambang Batu Bara Di Kota Sawahlunto Sumatera Barat

KAPASITAS PETANI KAKAO BEKAS PENAMBANG
BATU BARA DI KOTA SAWAHLUNTO
SUMATERA BARAT

DELKI UTAMA ASTA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kapasitas Petani Kakao
Bekas Penambang Batu Bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, 14 Agustus 2015

Delki Utama Asta
NRP I351124051

RINGKASAN
DELKI UTAMA ASTA. Kapasitas Petani Kakao Bekas Penambang Batu Bara di
Kota Sawahlunto Sumatera Barat. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S HUBEIS
dan ANNA FATCHIYA.
Sawahlunto merupakan kota pertambangan batubara dan sebagian besar
masyarakatnya bekerja sebagai buruh tambang. Penutupan pertambangan di kota
ini membuat sebagian besar buruh tambang beralih profesi menjadi petani kakao.
Adanya peluang pekerjaan baru menuntut adanya kesiapan dan kapasitas untuk
mengantisipasi dan melakukan penyesuaian terhadap aktivitas ekonomi keluarga.
Kesiapan ini dibutuhkan karena untuk menjadi seorang petani kakao harus
memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam persiapan lahan, pemilihan bibit
yang baik, penanaman, pemeliharaan, penanganan panen dan pasca panen serta
kemampuan manajerial usahataninya. Kondisi ini menuntut adanya sumberdaya
petani yang memiliki kapasitas tinggi sebagai petani perkebunan.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis kapasitas petani kakao
bekas penambang batu bara di Sawahlunto dan (2) menganalisis faktor-faktor
yang berhubungan dengan kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara di
Sawahlunto.
Penelitian ini menggunakan metode survei yang dilaksanakan di Kota
Sawahlunto, Sumatera Barat pada Desember 2014 sampai Februari 2015. Jumlah
sampel penelitian ini adalah 70 orang dan menggunakan analisis deskriptif dan
korelasi rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) kapasitas petani kakao bekas
penambang batu bara dalam proses produksi, pemasaran, manajemen usahatani,
pemecahan masalah dan proses adaptasi lingkungan tergolong kategori rendah,
dan (2) rendahnya kapasitas petani bekas penambang di Sawahlunto berhubungan
dengan pendidikan formal petani yang masih rendah, pengalaman berusahatani
kakao yang masih terbatas yang menyebabkan pengetahuan dan keterampilan
berusahatani mereka masih rendah, dukungan penyuluhan dalam memberikan
informasi usahatani belum maksimal, peran kelompok tani dalam membantu
petani mencari informasi usahatani masih rendah dan dukungan pemerintah
daerah dalam memfasilitasi kebutuhan petani belum optimal.
Kata kunci: kapasitas, kakao, penambang, penyuluh, petani.


SUMMARY
DELKI UTAMA ASTA. Capacity of Cocoa Farmer ex-Coalmining in
Sawahlunto City West Sumatera. Supervised by AIDA VITAYALA S HUBEIS
and ANNA FATCHIYA.
Sawahlunto is a coalmining town and most of the community work as a
miner. Closure of mines in this town make the most of the miners switch
profession to be cocoa farmer. New job oppurtunities demands their readiness
and capacity to anticipate and adjust family economic activity. This readiness is
needed because to be a cocoa farmer must have the ability and knowledge in land
preparation, seed selection, planting, maintenance, harvesting and post-harvest
handling and managerial ability farming. This condition requires resources that
have high capacity as a farmer plantations.
The study aims to: (1) analyze the capacity of cocoa farmers excoalmining in Sawahlunto and (2) analyze factors that corrrelated with the
capacity of cocoa farmers ex-coalmining in Sawahlunto.
This research used survey method and was conducted in Sawahlunto City,
West Sumatera on Desember 2014-February 2015. Numbers of sample this
research are 70 respondents and used descriptive and correlational rank Spearman
analysis.
The results of this research showed that: (1) capacity of cocoa farmers excoalmining in production, marketing, farming management, problem solving and
enviroment adaptation process was low, and (2) low capacity of cocoa farmer excoalmining in Sawahlunto correlated with formal education of farmers is still low,

farming experience of farmers is still limited so their knowledge and skill to farm
is low , extension support to give information for farmer is not maximal, the role
of farmer groups to help farmers seeking farming information is still low and
local goverment support to facilitating farmers needs is not optimal.
Keywords: capacity, cocoa, coalmining, extension, farmer

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAPASITAS PETANI KAKAO BEKAS PENAMBANG
BATU BARA DI KOTA SAWAHLUNTO
SUMATERA BARAT


DELKI UTAMA ASTA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar pada Ujian Tesis

: Dr Ir Amiruddin Saleh MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian ini adalah Kapasitas Petani Kakao Bekas Penambang Batu Bara
di Kota Sawahlunto Sumatera Barat dan dilaksanakan sejak bulan Desember 2014Februari 2015.
Penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya kepada
Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis MSc dan Ibu Dr Ir Anna Fatchiya MSi
selaku komisi pembimbing atas arahan, dukungan, nasihat, dan semangat yang
diberikan kepada penulis saat penelitian dan penulisan tesis ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh dosen dan staf
kependidikan Program Studi Ilmu penyuluhan Pembangunan yang telah mendidik
dan mambantu penulis selama penyelesaian studi di IPB. Rasa terima kasih juga
Penulis ucapkan kepada petani kakao bekas penambang batu
bara Kota
Sawahlunto yang telah memberikan informasi dan menyediakan waktu dan
pikirannya untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Penulis juga
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada staf UPTD, penyuluh, ketua
Kelompok Tani, dan Tokoh Adat yang telah memberikan informasi dalam
penelitian ini.
Ungkapan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya juga penulis
sampaikan kepada orang tua tercinta Bapak Taswin SPd dan Ibu Asmalaini Skep
atas kasih sayang, do’a, nasihat, dukungan moril dan materil yang diberikan kepada

penulis sampai saat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga
tercinta Yulie Asta ST, Andi Prasetyo Jati Amd, Yolla Pandu Asta SKg, dan Naura
Azkia Jati atas kasih sayang dan semangat yang diberikan kepada penulis. Penuis
juga mengucapkan terima kasih kepada Dedeh Kurniasih Kusnani SP MSi atas
kasih sayang, dan motivas yang diberikan kepada penulis selama ini.
Kepada seluruh sahabat PPN: Cici, Heri dan keluarga, Edo Pramana, Didi
Enik, Azwar, Bang Muhib Isni, Rial, Ilham, Nurul, Firmansyah, Muji, Aan, Rindi,
Lina, Anisa, Kesa, Ike, Shinta, Siti, Nila, Mba Tintin, Shanti, Nia, Inong, Pak Erix,
Darma, dan Mba Vera atas kasih sayang, kebersamaan, diskusi, dukungan, nasihat
yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi ini.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi yang membaca umumnya dan penulis
khususnya.
Bogor, 10 Agusrus 2015
Delki Utama Asta

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii


DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Kapasitas
Karakteristik Internal yang Mempengaruhi
Kapasitas Petani
Dukungan Eksternal yang Mempengaruhi
Kapasitas Petani
Kerangka Berpikir

Hipotesis Penelitian
3 METODE
Pendekatan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Definisi dan Batasan Operasional
Rancangan Percobaan Instrumen
Analisis Data Penelitian
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Karakteristik Internal Petani Kakao Bekas
Penambamg Batu Bara
Dukungan Eksternal Petani Kakao Bekas
Penambang Batu Bara
Kapasitas Petani Kakao Bekas Penmabang Batu Bara
Hubungan Karakteristik Internal dan Dukungan Eksternal Petani
dengan Kapasitas Petani Kakao Bekas Penambang Batu Bara
5 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
1
2
2
2
3
3
8
10
15
18
19
19
19
19
20
20

25
26
29
29
30
34
40
48
50
55
61
75

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

12
13
14
15
16
17
18
19

Definisi kapasitas
Pokok pemikiran strategi penyuluhan pembangunan
untuk peningkatan kapasitas petani
Jumlah sebaran data populasi dan sampel penelitian
Sub variabel, definisi operasional, indikator, cara pengukuran,
katagori pengukuran karakteristik internal petani kakao
Sub variabel, definisi operasional, indikator, cara pengukuran,
katagori pengukuran dukungan faktor eksternal petani petani kakao
Sub variabel, definisi operasional, indikator, cara pengukuran,
katagori pengukuran kapasitas petani
Distribusi responden berdasarkan karakteristik internal, 2015
Distribusi responden berdasarkan dukungan eksternal, 2015
Tingkat frekuensi berdasarkan persepsi responden terhadap peran
penyuluh, 2015
Tingkat frekuensi berdasarkan persepsi responden terhadap peran
Kelompok Tani, 2015
Tingkat frekuensi berdasarkan persepsi responden terhadap peran
intensitas dan ketepatan waktu pemberian bantuan pemerintah daerah
2015
Tingkat frekuensi berdasarkan persepsi responden terhadap dukungan
Tokoh Adat, 2015
Distribusi responden berdasarkan tingkat kapasitas petani kakao,2015
Distribusi responden berdasarkan kapasitas proses produksi kakao,
2015
Distribusi responden berdasarkan kapasitas proses pemasaran kakao,
2015
Distribusi responden berdasarkan kapasitas proses manajemen
usahatani, 2015
Distribusi responden berdasarkan kapasitas proses pemecahan
masalah, 2015
Distribusi responden berdasarkan kapasitas beradaptasi lingkungan,
2015
Koefisien korelasi antara karakteristik internal dan dukungan
eksternal petani dengan kapasitas petani

5
11
20
21
21
23
31
34
35
36

37
39
40
41
43
45
46
47
49

DAFTAR GAMBAR
1.
2.

Kerangka berpikir kapasitas petani kakao bekas penambang batu
bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat
Rantai pemasaran kakao di Kota Sawahlunto

18
44

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Kuesioner penelitian
Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioer penelitian
Foto kegiatan

61
70
72

1.

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kota Sawahlunto merupakan salah satu daerah di Sumatera Barat yang
menghasilkan bahan tambang batu bara. Kota ini mulai memproduksi batu bara
sejak tahun 1892 yang diolah oleh pemerintah Hindia-Belanda. Seiring dengan itu,
kota Sawahlunto mulai menjadi kawasan pekerja tambang dan terus berkembang
menjadi kota kecil dengan penduduk yang mayoritas bekerja sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta, dan buruh tambang. Pada tahun 1916
pengolahan bahan tambang batu bara di Kota ini diambil alih oleh PT Bukit Asam
Unit Perseroan Ombilin (PT BA UPO). Sejak tahun 1940 sampai dengan akhir
tahun 1970 produksi batu bara merosot dengan produksi yang hanya puluhan ribu
ton per tahun. Kemerosotan jumlah produksi batu bara ini terus berlanjut sehingga
mengakibatkan penutupan oleh PT BA UPO pada tahun 2002. Dengan penutupan
ini tumbuh pertambangan liar oleh masyarakat yang tidak mengikuti prosedur
sehingga banyak menimbulkan bencana, bahkan kematian.
Ketidaksesuaian prosedur pertambangan batu bara mengakibatkan
pelarangan penambangan oleh pemerintah Kota Sawahlunto pada tahun 2009.
Larangan ini mengakibatkan masyarakat yang awalnya bekerja sebagai buruh
tambang beralih profesi menjadi pedagang, buruh bangunan, wiraswasta dan
petani, serta banyak lahan tambang yang terlantar. Oleh sebab itu, pemerintah
membuat program yang ditujukan untuk perbaikan fungsi lahan yang dapat
dilakukan dengan cara menanam lahan tersebut dengan tananam perkebunan
seperti kakao. Pembagian bibit kakao gratis oleh pemerintah adalah salah satu
cara agar program perbaikan fungsi lahan berhasil dan bertujuan membantu petani
mendapatkan bibit berkualitas sehingga meningkatkan produksi usaha tani
perkebunan. Bibit kakao yang dibagikan gratis kepada masyarakat tersebut
merupakan bibit unggul hasil okulasi oleh pemerintah setempat. Bantuan
pemberian bibit tersebut hanya bersifat simultan karena pemerintah tidak mampu
memfasilitasi 100 persen dan terus menerus kebutuhan petani sehingga perlu
adanya usaha, kemampuan dan pengalaman dari petani itu sendiri dalam
menjalankan usaha taninya.
Pengalaman budidaya tanaman kakao yang masih terbatas menyebabkan
pekerja buruh tambang kurang memiliki kapasitas untuk menjalankan usaha
perkebunan ini, baik secara teknis budidaya maupun manajerial usaha taninya.
Akibatnya produktivitas kakao rendah, sebagai gambaran produksi akako di Kota
Sawahlunto hanya sebesar 1.967 ton (2,8 persen) dari total produksi keseluruhan
di Sumatera Barat. Seharusnya jumlah produksi kakao di Kota Sawahlunto bisa
lebih tinggi lagi mengingat sebagian besar masyarakat di daerah ini berprofesi
sebagai petani kakao.
Peralihan profesi dari penambang batu bara ke petani kakao membutuhkan
kapasitas yang berbeda, sebagaimana hasil penelitian Muhammadiyah (2012)
menyebutkan bahwa beralihnya profesi petani dari petani tembakau ke petani
kakao membutuhkan kapasitas karena cara budidaya tanaman kakao berbeda
dengan budidaya tanaman tembakau. Kapasitas individu dapat diartikan sebagai
kemampuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah dan mencapai tujuan

2
yang telah ditetapkan. Individu juga menggunakan kapasitas diri, kemampuan dan
kompetensi yang dimiliki untuk mengintervensi sumberdaya alam dan sosial di
sekitarnya. Usaha tani perkebunan kakao membutuhkan keseriusan dan harus
menerapkan manajerial usaha tani yang tepat, hal ini berkaitan dengan kapasitas
yang diperlukan petani dalam pengolahan lahan dan teknis budidaya usaha tani
yang meliputi penanaman, pemupukan, pemeliharaan, penanganan panen dan
pasca panen, membuat perencanaan dan melakukan evaluasi usaha tani.
Berdasarkan uraian di atas perlu dikaji tentang kapasitas petani kakao bekas
penambang batu bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat, dan selanjutnya dapat
dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan kapasitas petani perkebunan bekas
penambang batu bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat.
Perumusan Masalah
Kota Sawahlunto awalnya merupakan kota pertambangan batu bara dan
sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh tambang. Penutupan
pertambangan di Kota Sawahlunto membuat sebagian besar buruh tambang
beralih profesi menjadi petani kakao. Alih profesi ini menjadi tantangan bagi
masyarakat karena hasil yang mereka peroleh dari usaha tani tidak sebesar dengan
hasil pada saat mereka menambang. Perbedaan pendapatan ini dapat mendorong
petani meninggalkan usaha taninya dan kembali menjadi pekerja di
pertambangan. Akan tetapi jika usaha tani ini dilakukan dengan tekun dan sesuai
konsep usaha tani akan menghasilkan produksi yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan pendapatan, tetapi jika usaha tani dilakukan dengan kapasitas yang
rendah maka produksi yang dihasilkan juga akan rendah. Berdasarkan hal
tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana tingkat kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara di
Kota Sawahlunto Sumatera Barat?
2. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kapasitas petani kakao
bekas penambang batu bara di Kota Sawahlunto Sumatera Barat?
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi tingkat kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara di
Kota Sawahlunto Sumatera Barat.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas petani
kakao bekas penambang batu bara Kota Sawahlunto Sumatera Barat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Bidang keilmuan, dapat memberikan kontribusi pemikiran yang terkait dengan
pengembangan kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara dan dapat
digunakan sebagai bahan keilmuan di bidang penyuluhan pembangunan.
2. Bidang praktisi, sebagai bahan pertimbangan dan masukan mengenai
pengembangan kapasitas petani kakao bekas penambang batu bara dalam
menuju keberhasilan pertanian di Kota Sawahlunto Sumatera barat.

3

2. TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Kapasitas
Kapasitas merupakan kemampuan atau keterampilan yang diperlukan untuk
membangun tingkat kesiapan yang dimiliki oleh individu, organisasi maupun
masyarakat sehingga dapat ditandai dengan suatu kemajuan maupun
kemunduruan (Goodman dalam Brown et al. 2001). Havelock dalam Sumardjo
(1999) mengartikan kapasitas sebagai suatu kemampuan untuk mengerahkan dan
menginvestasi berbagai sumber daya yang dimiliki. Selanjutnya menurut Subagio
(2008) pengembangan kapasitas merupakan gambaran kemampuan dari individu
ataupun masyarakat untuk menghadapi permasalahan mereka sebagai bagian dari
usaha mereka untuk mencapai tujuan pembangunan secara berkesinambungan.
Kapasitas individu atau masyarakat menyangkut kemampuan dan keterampilan
dalam memecahkan permasalahan yang dimiliki individu ataupun masyarakat
tersebut berdasarkan tujuan pembangunan yang telah ditetapkan (Laily et al 2013).
Anantanyu (2008) mengungkapkan bahwa kapasitas individu atau masyarakat
dalam kehidupannya dapat ditingkatkan melalui interaksi sesama individu
maupun masyarakat dalam proses kegiatan belajar mengajar. Sucihatiningsih dan
Waridin (2010) petani yang tidak memiliki kapasitas pengetahuan dan wawasan
yang memadai untuk dapat memahami permasalahan mereka, memikirikan
permasalahannya, ataupun pemilihan cara pemecahan masalah yang tepat untuk
mencapai tujuan mereka. Terbatasnya pengetahuan, sikap dan keterampilan
petani akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk berusaha tani dengan
baik. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas produksi pertanian berkurang.
Unsur penting dalam pembentukan kepribadian individu dalam berperilaku
untuk memenuhi harapan dan kebutuhannya adalah kapasitas dan kompetensi
sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan dalam ranah pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Namun kapasitas dan kompetensi memiliki arti yang berbeda,
menurut Badudu (2003) kapasitas adalah suatu kemampuan untuk berfungsi dan
berproduksi yang berasal dari kekuatan yang dimilikinya, sedangkankompetensi
adalah suatu kemampuan yang menyangkut tugas dan tanggung jawabnya.
Seseorang yang memiliki kompetensi akan memiliki kapasitas, akan tetapi tingkat
kapasitas yang dimiliki belum tentu besar atau tinggi, sebaliknya yaitu seseorang
yang memiliki kapasitas tinggi akan tentu memiliki kompetensi yang tinggi juga.
Pengembangan kapasitas sumber daya manusia atau individu adalah
pengembangan personal yang bertujuan untuk menemukan hal-hal yang kurang
pada dirinya tetapi ada upaya untuk meningkatkan kekurangan tersebut Sugeng
(2004). Dengan demikian pengembangan kapasitas individu adalah bagaimana
menciptakan kemampuan untuk mencapai keberhasilan melalui tindakan yang
dilakukan individu. Pengembangan kapasitas individu dapat digali dengan
berbagai cara, yaitu adanya pelatihan yang akan meningkatkan kemampuan
individu agar memiliki keterampilan yang dibutuhkan, memberikan tugas yang
harus dilaksanakan sehingga dapat mengatasi masalah sendiri.
Pengembangan kapasitas petani beragribisnis adalah kebutuhan untuk
mengembangkan kapasitas (pengetahuan
dan keterampilan) petani dalam
menjalankan agribisnisnya sesuai dengan kondisi ideal yang diharapkan (better

4
farming, better bussiness dan better living) Marliati (2008). Proses kegiatan
agribisnis dalam pertanian dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Teknik kegiatannya dilakukan mulai dari penyediaan sarana produksi
(input pertanian), proses produksi dan pasca produksi (panen, pemasaran dan
pengolahan hasil pertanian). Dengan demikian, kebutuhan pengembangan
kapasitas petani beragribisnis adalah kebutuhan pengembangan kapasitas petani
dalam meningkatkan produktivitas, kapasitas dalam pemasaran, kapasitas dalam
peningkatan pendapatan, kapasitas dalam keamanan usaha, berkelompok,
berjaringan dan peningkatan prestasi atau kemajuan usaha.
Berhasil atau tidaknya tindakan yang dilakukan oleh petani tergantung dari
kapasitas yang dimiliki petani itu sendiri. Apabila seseorang memiliki kapasitas
di bidang pertanian, maka orang tersebut melakukan tindakan ke arah pertanian.
Tindakan yang dilakukan oleh petani umumnya merupakan tindakan untuk
pemenuhan kebutuhan petani dan keluarganya. Marliati (2008) menyebutkan
bahwa terdapat empat jenis fungsi penting agar suatu sistem usaha tani tetap
bertahan, yaitu adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi dan latency.Keempat fungsi
tersebut harus dapat berjalan optimal agar keberhasilan usaha tani dapat terwujud.
Pengembangan kapasitas juga dapat diartikan sebagai suatu pendekatan
pembangunan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari dalam secara nyata
(Subagio 2010).
Pengembangan kapasitas juga dipahami sebagai suatu proses peningkatan
atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien, yaitu sebagai
strategi untuk meningkatkan daya dukung kelembagaan dalam mengantisipasi
masalah dan kebutuhan yang dihadapi. Proses peningkatan atau perubahan
perilaku tersebut meliputi peningkatan kemampuan individu (pengetahuan, sikap
dan keterampilan), peningkatan kemampuan kelembagaan (manajemen organisasi,
finansial dan kultur), peningkatan kemampuan masyarakat (kemandirian,
keswadayaan dan antisipasi perubahan). Strategi pengembangan kapasitas
kelembagaan tersebut dapat dikaji melalui dimensi kultural, struktural, maupun
interaksional. Dimensi kultural meliputi sistem nilai, etika dan norma yang ada;
dimensi struktural berkaitan dengan keberadaan kelembagaan sebagai medium
untuk mengangkat derajat kehidupan sosial ekonomi para anggotanya; dimensi
interaksional berkaitan dengan kelembagaan yang mampu mengembangkan
jejaring sosial demi kemajuan anggota maupun komunitas di dalamnya; dimensi
sumber daya manusia meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Fatchiya (2010) dalam penelitiannya mengenai pola pengembangan
kapasitas pembudidaya ikan menjelaskan bahwa kapasitas pembudidaya ikan
yang tinggi sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan usaha. Kapasitas ini
dibutuhkan tidak hanya dalam aspek produksi, tetapi juga dibutuhkan dalam aspek
pengelola keuangan, tenaga kerja dan pemasaran. Petani dalam kegiatan usaha
taninya tidak lepas dari masalah yang timbul dari perubahan-perubahan
lingkungan global, begitu juga halnya dengan pembudidaya ikan. Perubahan
iklim global yang berpengaruh pada pertumbuhan ikan, ekonomi pasar yang
mengharuskan pembudidaya mampu bersaing sehingga kapasitas yang tinggi
sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan pembudidaya ikan
menghadapi tantangan tersebut. Dengan demikian kapasitas pembudidaya ikan
dalam penelitian ini didefinisikan sebagai daya adaptif, kemampuan pembudidaya

5
ikan dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha yang meliputi kegiatan produksi,
pengolahan keuangan, tenaga kerja dan pemasaran, memecahkan masalah dan
kemampuan dalam merencanakan
dan mengevaluasi untuk mencapai
keberlanjutan usaha.
Yusriaddin (2005) dalam penelitiannya untuk menilai kapasitas petani
dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan kapasitas struktural yang
meliputi pelapisan sosial, kepemimpinan, pola hubungan dan komunikasi, pola
penguasaan lahan dan struktur modal; dan pendekatan kapasitas kultural yang
meliputi sistem nilai dan norma, pendidikan formal, pengetahuan dan teknologi.
Dalam penelitianya menyimpulkan bahwa rendahnya kapasitas petani tambak
ditandai dengan rendahnya penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam
mengelola usaha tani tambaknya, lemah dalam mendapatkan informasi teknologi
usaha tani tambak dan lemah dalam hal permodalanserta kurangnya keterlibatan
pihak luar dalam melakukan pembimbingan dan pendampingan petani sehingga
masih perlu pemberdayaan petani agar mampu berdaya dalam melakukan kegiatan
usaha taninya. Dalam upaya pengembangan kapasitas petani, maka startegi yang
penting untuk dilakukan meliputi peningkatan pengetahuan dan keterampilan
manajemen usaha tani dengan melakukan kegiatan pelatihan-pelatiham teknis
budidaya dan pelatihan manajemen usaha tani, pengembangan jaringan teknologi
dan penguatan modal usaha tani.
Nurkhalish (2005) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa strategi
pengembangan kapasitas petani, khususnya petani miskin harus disusun secara
terpadu dan sistematis agar dapat memutus faktor-faktor yang menghambat akses
petani terhadap penghidupan yang lebih baik. Aspek ketidakberdayaan merupakan
persoalan yang menghambat bagi petani untuk mengembangkan kapasitasnya,
menunjukkan pentingnya penguatan kapasitas masyarakat untuk lebih mandiri
dan dapat mengatasi ketidakberdayaan yang membatasi kesempatan hidup petani.
Tabel 1. Definisi Kapasitas
Unsur-Unsur
Penulis
Kapasitas
Kapasitas merupakan kemampuan Siap untuk
Goodman dalam
atau keterampilan yang diperlukan memperoleh kemajuan Brown et al. 2001
untuk membangun tingkat
dan menghadapi
kesiapan yang dimiliki oleh
kemunduran
individu, organisasi maupun
masyarakat sehingga dapat
ditandai dengan suatu kemajuan
maupun kemunduruan
Definisi Kapasitas

Kapasitas sebagai suatu
kemampuan untuk mengerahkan
dan menginvestasi berbagai
sumber daya yang dimiliki.
`Kapasitas merupakan gambaran
kemampuan dari individu ataupun
masyarakat untuk menghadapi

Mampu menggunakan
sumberdaya yang
dimilki

Havelock dalam
Sumardjo (1999)

Mampu menghadapi
masalah dan mampu
mencapai tujuan

Subagio (2008)

Berlanjut...

6

Tabel 1 Lanjutan
Definisi Kapasitas

Unsur-unsur Kapasitas

Penulis

permasalahan mereka sebagai
bagian dari usaha mereka untuk
mencapai tujuan pembangunan
secara berkesinambungan
Kapasitas individu atau
masyarakat menyangkut
kemampuan dan keterampilan
dalam memecahkan permasalahan
yang dimiliki individu ataupun
masyarakat tersebut berdasarkan
tujuan pembangunan yang telah
ditetapkan

Mampu memecahkan
permasalahan

Laily et.al(2013).

Kapasitas adalah suatu
kemampuan untuk berfungsi dan
berproduksi yang berasal dari
kekuatan yang dimilikinya

Mampu berfungsi dan Badudu (2003)
berproduksi

Kapasitas petani dalam
beragribisnis adalah kemampuan
petani dalam menjalankan
agribisnisnya sesuai dengan
kondisi idelal yang diharapkan
(better farming, better bussiness,
dan better living)

Mampu meningkatkan
produktivitas,
kapasitas dalam
pemasaran, kapasitas
dalam peningkatan
pendapatan, kapasitas
dalam keamanan
usaha, berkelompok,
berjaringan dan
peningkatan prestasi
atau kemajuan usaha.

Marliati (2008).

Kapasitas pembudidaya ikan
adalah daya adaptif, kemampuan
pembudidaya ikan dalam
menjalankan fungsi-fungsi usaha
yang meliputi kegiatan produksi,
pengolahan keuangan, tenaga
kerja dan pemasaran,
memecahkan masalah dan
kemampuan dalam merencanakan
dan mengevaluasi untuk mencapai
keberlanjutan usaha.
Kemampuan untuk lebih mandiri
dan dapat mengatasi
ketidakberdayaan yang membatasi
kesempatan hidup petani.

Daya adaptif, mampu
dalam kegiatan
produksi dan mampu
dalam manajemen
usaha.

Fatchiya (2010)

Mampu hidup mandiri
dan mengatasi
masalah

Nurkhalish (2005)

Berlanjut...

7

Tabel 1 Lanjutan
Definisi Kapasitas
Sebagai pengetahuan dan
keterampilan dalam mengelola
usaha tani tambak, dalam
mendapatkan informasi teknologi
usaha tani tambak dan mampu
permodalan

Unsur-Unsur
Kapasitas
Mampu dalam proses
produksi dan
beradaptasi dengan
lingkungan

Penulis
Yusriadin 2005

Berdasarkan literatur dan pendapat beberapa ahli dapat penulis simpulkan
bahwa kapasitas merupakan kemampuan yang terdapat di dalam diri individu,
masyarakat atau organisasi untuk melakukan sesuatu dalam menuju keberhasilan
dan memenuhi harapan dan kebutuhannya. Kapasitas diri sangat diperlukan oleh
setiap individu untuk menjalankan aktivitasnya dalam mencapai tujuan hidupnya,
begitu juga dengan petani. Petani sebagai seorang individu yang kesehariannya
bekerja di dunia pertanian harus memiliki kapasitas dalam menjalankan usaha
taninya, misalnya memecahkan masalah pertanian, beradaptasi dengan lingkungan
kerja, melakukan manajemen usaha taninya dan lain lain. Keterbatasan kapasitas
yang dimiliki petani akan berpengaruh pada kemampuannya dalam menjalankan
usaha tani. Keterbatasan kemampuan ini disebabkan petani tidak memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam berusaha tani. Penelitian ini
akan menejelaskan mengenai kapasitas petani bekas buruh tambang. Kapasitas
petani bekas buruh tambang adalah kemampuan yang dimiliki petani bekas
penambang dalam melakukan usaha tani perkebunannya. Dalam menjalankan
usaha taninya, petani harus memiliki kapasitas yang memadai agar tujuan usaha
tani yang mereka miliki dapat tercapai. Kapasitas juga diperlukan agar petani
dapat menjaga produktivitas usaha tani sehingga keberlanjutan usaha tani mereka
tetap terjaga.
Beberapa aspek yang dilihat untuk mengetahui kapasitas petani bekas
penambang ini adalah kemampuan petani dalam melakukan kegiatan usaha tani
yang meliputi: 1) kegiatan produksi, proses produksi pertanian adalah proses yang
mengkombinasikan faktor–faktor produksi pertanian untuk menghasilkan
produksi pertanian (output). Soekartawi (1998) menjelaskan bahwa petani
melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Usaha tani
dapat efektif dan efisien apabila petani 1) mampu mengalokasikan faktor-faktor
produksi, seperti bibit, pupuk, tenaga kerja, keuangan dengan baik, 2) kegiatan
pemasaran, pemasaran dapat diartikan sebagai keseluruhan dari kegiatan-kegiatan
bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan
dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada
pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Arinong dan kadir (2008)
menjelaskan bahwa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses
pemasaran meliputi 4P (Product, price, place dan promotion), 3) manajemen
usaha tani, adalah suatu kegiatan dalam bidang pertanian yang menerapkan
manajemen dengan melaksanakan fungsi fungsi perencanaan, fungsi
pengorganisasian, fungsi pengarahan dan pengendalian dan fungsi pengawasan
dan pengendalain dengan menggunakan sumber daya yang tersedia untuk

8
menghasilkan produk pertanian dan keuntungan yang maksimal, 4) memecahkan
masalah dan 5) kemampuan beradaptasi (Kartasapoetra 1994)

Karakteristik Internal yang Mempengaruhi Kapasitas Petani
Petani dapat diartikan sebagai manusia yang bekerja dalam memelihara
tanaman dan atau hewan untuk diambil manfaatknya guna menghasilkan
pendapatan (Mosher 1987).
Selanjutnya Wolf
dalam Subagio (2008)
mengungkapkan bahwa petani merupakan orang desa yang melakukan cocok
tanam artinya mereka yang bercocok tanam dan beternak di daerah pedesaan,
tidak di dalam ruanga tertutup di tengah-tengah kota atau dalam kotak-kotak yang
diletakkan di atas ambang jendela. Petani sebagai pelaku utama kegiatan
agribisnis memiliki karakteristik yang merupakan ciri yang ada dalam diri petani
yang nampak dalam menjalankan kegiatan usaha taninya. Mardikanto (1993)
mengungkapkan bahwa karakteristik individu adalah sifat-sifat yang melekat pada
diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, seperti umur, jenis
kelamin, posisi, jabatan, status sosial dan agama. Selanjutnya Slamet (1995)
mengartian karakteristik individu kaitannya dengan inovasi seperti umur,
pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan dan sikap dapat mempengaruhi
proses difusi. Karakteristik petani dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan
formal, luas lahan garapan, pengalaman berusaha tani dan pengalaman menjadi
penambang.
1. Umur
Secara umum umur akan mempengaruhi seseorang dalam menjalankan
aktivitasnya karena berkaitan dengan tingkat kematangan yang dimilikinya.
Salkind (1989) berpendapat bahwa perbedaan usia pada seseorang dapat
membedakan juga tingkat kematangan. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
pengaruh lingkungan dan interaksi dengan individu sebagai diri yang
bersangkutan. Berdasarkan taraf perkembangan, usia dikelompokkan menjadi
usia balita, usia remaja, usia dewasa dan usia lanjut. Soekartawi (1998)
menyimpulkan bahwa dikaitkan dengan difusi inovasi, petani yang berusia paruh
baya (setengah tua) memiliki tingkat difusi inovasi paling tinggi.
Sedangkanpetani yang berusia lanjut kurang respon terhadap perubahan dan
petani yang berusia muda akan lebih semangat dalam menjalankan usaha taninya.
Susilowati dan Tinaprilla (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa umur
petani berpengaruh nyata terhadap efisiensi usaha tani. Semakin tua umur petani
maka inefisiensi usaha tani akan semakin meningkat, hal ini disebabkan
penurunan tingkat kemampuan teknis dan manajerial petani dalam usaha tani yang
mengakibatkan hasil produksi usaha tani akan semakin menurun. Umur dalam
penelitian ini adalah usia petani sejak lahir sampai dengan penelitian ini dilakukan
yang dihitung dalam satuan tahun dan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu
muda, madya dan lanjut.
2. Pendidikan Formal
Pendidikan merupakan sebagai usaha mengadakan perubahan perilaku
berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman-pengalaman yang sudah diakui dan

9
diterima oleh masyarakat (Padmowihardjo 1994). Selanjutnya Winkel (2006)
mengartikan pendidikan sebagai proses pembentukan watak seseorang sehingga
memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku. Slamet (2003)
menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha untuk menghasilkan
perubahan-perubahan perilaku pada manusia. Perubahan-perubahan tersebut
meliputi 1) perubahan dalam hal pengetahuan 2) perubahan dalam keterampilan
atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu, dan 3) perubahan dalam sikap mental
terhadap segala sesuatu yang dirasakan. Pada dasarnya pendidikan dibedakan
menjadi tiga, yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan
informal. Pendidikan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pendidikan
formal.
Pendidikan formal adalah pendidikan yang didapat di sekolah yang teratur,
sistematis, mempunyai jenjang
dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu
berlangsung dari tanam kanak-kanak sampai perguruan tinggi (Heliawati dan
Nurlina 2009). Subagio (2008) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa tingkat
pendidikan formal petani dan tingkat pendapatan berhubungan secara nyata dan
positif terhadap perencanaan anggaran rumah tangga termasuk perencanaan
anggaran usaha tani. Pengaruh umur terhadap kemampuan usaha tani petani juga
dijelaskan oleh Susilowati dan Tinaprilla (2012) dalam penelitiannya yang
menyatakan bahwa petani dengan pendidikan yang lebih tinggi mudah
mengadopsi atau menerima perubahan teknologi sehingga usaha tani mereka
menjadi efisien. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal
yang dilalui oleh petani dapat memberikan pengaruh terhadap kegiatan usaha
taninya. Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tahun
sukses atau lamanya pendidikan formal yang pernah diikuti petani selama masa
hidupnya.
3. Luas Lahan Garapan
Lahan pertanian dapat diartikan sebagai manifestasi atau pencerminan dari
faktor-faktor alam yang berada di atas dan di dalam permukaan bumi yang
berfungsi sebagai kegiatan produksi pertanian, memelihara ikan atau ternak dan
tempat pemukiman keluarga tani (Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja 1983
dalam Batoa 2007). Tohir (1983) mengungkapkan bahwa luas lahan yang sangat
sempit dengan pengelolaan tradisional dapat menimbulkan kemiskinan, kurang
mempunyai faktor produksi bahan makanan pokok contohnya beras, ketimpangan
dalam penggunaan teknologi, bertambahnya jumlah pengangguran dan
ketimpangan dalam penggunaan sumberdaya alam. Herman et al (2006) dalam
penelitiannya menjelaskan luas kebun kakao yang dimiliki petani berpengaruh
positif terhadap pembentukan sikap dan tindakan dalam mengadopsi teknologi
pengendalian hama. Luas lahan merupakan aset utama yang dimiliki petani dan
memegang peranan penting dalam pembentukan sikap dan tindakan terhadap
teknologi yang diperkenalkan. Dengan kata lain, luas kebun yang dimiliki
menjadi pertimbangan utama untuk menerima atau tidak menerima tekonologi
yang diperkenalkan. Damihartini dan Jahi (2005) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa luas lahan berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan
keterampilan petani dalam agribsnis cabai. Semakin luas lahan yang dimiliki
maka semakin tinggi kompetensi yang perlu dimiliki petani dalam usahanya,

10
misalnya kompetensi dalam penggunaan tekonologi secara efisien, kewirausahan
dan cara bercocok tanam yang tepat.

4. Pengalaman Berusaha Tani
Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami oleh seseorang pada waktu
tertentu. Subagio (2008) mengungkapkan bahwa pengalaman berusaha tani
adalah sesuatu yang pernah dijalankan, dialami, dirasakan dan ditanggung oleh
petani dalam menjalankan kegiatan usaha tani dengan menggerakkan tenaga,
pikiran, atau Badan untuk mencapai tujuan usaha tani yang memperoleh
pendapatan bagi kebutuhan hidup petani dan keluarganya. Sesorang yang belajar
dapat memperoleh atau memperbaiki kemampuan untuk melaksanakan suatu pola
sikap melalui pengalaman dan praktik (van den Ban dan Hawkins 2001). Slamet
(1995) mengungkapkan bahwa seseorang lebih mudah menerima atau memilih
sesuatu yang baru, bila inovasi tersebut berkaitan dengan pengalaman masa
lalunya sehingga inovasi tersebut tidak asing bagi dirinya. Pengalaman dalam
melakukan kegiatan bertani tercermin dari kebiasaan-kebiasaan yang mereka
(petani) terapkan dalam kegiatan bertani dan merupakan hasil belajar dari
pengalamannya.
Damiharti dan Jahi (2005) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
pengalaman usaha tani berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan
dalam perlakuan bibit, identifikasi kedala atau peluang, pemanenan, perencanaan
biaya produksi, pemilihan komoditas dan pemanfaatan lahan secara efisien.
Semakin rendah pengalaman usaha tani yang dimiliki petani maka akan semakin
rendah pengetahuan, sikap dan keterampilan petani dalam berusaha tani. Petani
dengan pengalaman usaha tani rendah memiliki kompetensi yang berbeda dengan
petani yang pengalaman usatanainya tinggi, misalnya dalam hal pemilihan bibit,
pemanfaatan secara efektif dan efisien dan penggunaan teknologi. Pengalaman
berusaha tani dalam penelitian ini adalah kegiatan usaha tani perkebunan yang
pernah diikuti, dijalankan, atau dialami oleh petani.

Dukungan Eksternal yang Mempengaruhi Kapasitas Petani
Kapasitas petani diduga berpengaruh langsung terhadap keberhasilan usaha
tani yang meliputi aspek kepastian pasar, produktivitas usaha tani dan
keberlanjutan menjaga sumberdaya usaha tani. Pengembangan kapasitas petani
selain ditentukan oleh karakteristik internal petani juga dipengaruhi dukungan
eksternal. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian terdahulu di antaranya
hasil penelitian yang diungkapkan oleh Malta (2008) yaitu pengembangan
kapasitas petani dipengaruhi oleh interaksi dengan penyuluh, sarana produksi dan
keterlibatan dalam kelompok tani. Yunita et al. (2012) juga mengungkapkan
bahwa dukungan eksternal yang mempengaruhi kapasitas petani yaitu, kinerja
penyuluh, pemberdayaan dan karakteristik lingkungan eksternal. Faktordukungan eksternal yang digunakan untuk melihat pengaruhnya dengan
kapasitas petani dalam penelitian ini antara lain:

11
1. Dukungan Penyuluhan
Berdasarkan UU Nomor 16 tahun 2006 mengenai Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan bahwa penyuluhan pertanian adalah proses
pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya dan mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya
serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian dalam fungsi lingkungan hidup.
Dalam melakukan proses penyuluhan tentu perlu memperhatikan unsur-unsur
yang terdapat di dalamnya. van Den Ban dan Hawkins (2001) mengungkapkan
bahwa unsur-unsur penyuluhan merupakan semua faktor yang menyebabkan
terjadinya atau berlangsungnya kegiatan penyuluhan pertanian. Unsur-unsur
tersebut antara lain penyuluh pertanian, sasaran, metode, materi, media, tempat
dan waktu pelaksanaan penyuluhan.
Proses penyuluhan sebagai langkah pengembangan kapasitas harus dibuat
melalui strategi-strategi agar tujuannya berhasil. Sumardjo (1999) dan Slamet
(2003) memodifikasi pokok-pokok pemikiran strategi penyuluhan pembangunan
untuk peningkatan kapasitas petani sebagai berikut:
Tabel 2 Pokok-pokok pemikiran strategi penyuluhan pembangunan untuk
peningkatan kapasitas petani.
Aspek
Prinsip dan strategi
Model
Petani sebagai subjek
Bottom up lateral
Falsafah pembelajaran
Penyuluh
Profesional (compenetent, confie dance,
commitment)
Sebagai fasilitator, mediator dan pembimbing
Demokratis dan egaliter
Klien/Sasaran/Petani
Mitra pembelajaran
Partisipatif
Sebagai sumber informasi/data
Metode dan materi
Berbasis kepada kebutuhan, pengalaman dan
kebutuhan
pengembangan IPTEK spesifik
Andragogi, komunikasi interaktif, belajar sambil
berbuat
Proses penyuluhan
Berkesinambungan
Menggali, menemukan dan mengembangkan
IPTEK
Ukuran keberhasilan
Tingkat perkembangan kapasitas (harmonisasi
antara pengetahuan, keterampilan dan sikap)
Meningkatkan jaringan kerja dan kemitraan
Peningkatan kesejahteraan
Sumber
: Sumardjo (1999) dan Slaemt (2003).

12
Beberapa indikator dukungan penyuluhan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain:
a.

Peran Penyuluh
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 bahwa penyuluh
pertanian adalah perorangan, Warga Negara Indonesia (WNI) dapat berupa PNS,
penyuluh swasta dan penyuluh swadaya penyuluh pertanian berkedudukan
sebagai pelaksana teknis dan fungsional penyuluhan pertanian pada instansi
pemerintah di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Seorang penyuluh pertanian
memiliki peran yang harus dijalankan agar proses penyuluhan berjalan dengan
efektif. Peran penyuluh juga sangat penting karena melalui penyuluh petani
mendapatkan informasi usaha tani yang dibutuhkan. Wulandari (2009) dalam
penelitiannya menjelaskan peran penyuluh pertanian PG Tjoekir yaitu sebagai
motivator, memelihara hubungan, identifikasi dan diagnosa masalah, transfer
teknologi dan menstabilkan perubahan. Yunasaf dan Tsapirin (2011) pada
penelitiannya juga menjelaskan bahwa dalam rangka mendorong tumbuhnya
peternak yang berdaya, maka dibutuhkan penyuluh yang dapat memfasilitasi
kegiatan belajar peternak. Peran penyuluh dalam memfasilitasi kegiatan
pembelajaran dapat dilihat dalam peranannya sebagai pendidik dan fasilitator.
Peran penyuluh yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peran penyuluh
sebagai fasilitator yaitu memfasilitasi kebutuhan petani seperti informasi usaha
tani, mediator yaitu membantu petani untuk menjalin hubungan dengan dinas
pertanian atau lembaga pertanian setempat, motivator yaitu memberi dorongan
kepada petani untuk berusaha tani dengan baik dan pembimbing yaitu
mengajarkan petani mengenai budidaya tanaman perkebunan.
b. Metode Penyuluhan
van Den Ban dan Hawkins (2001) mengungkapkan bahwa metode
penyuluhan dapat diartikan sebagai cara-cara yang digunakan pada saat dilakukan
penyuluhan, yang bersifat mendidik, membimbing dan menerapkan sehingga
dapat mengubah pemahaman, sikap dan perilaku petani agar dapat menolong
dirinya sendiri (self help). Metode penyuluhan yang dapat digunakan dalam proses
penyuluhan antara lain metode perorangan, kelompok dan massal. Ariani dan
Apsari (2011) dalam penelitiannya menjeleskan bahwa agar pelaksanaan
penyuluhan dapat mencapai tujuan yang diharapkan jika dilakukan dengan metode
yang sesuai dengan karakteristik kelompok sasaran. Metode penyuluhan dapat
dikatakan efektif apabila metode tersebut mudah untuk dilaksanakan oleh
penyuluh sehingga informasi yang disampaikan dapat dimengerti sasaran
penyuluh (Laily et al. 2013).
Fachry dan Permatasari (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
metode penyuluhan dengan media cetak seperti brosur, stiker dan pamflet cukup
efektif untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem
laut, terumbu karang khususnya, sedangkan media elektronik berupa radio tidak
efektif dalam proses ini karena sulit diakses oleh publik karena udara yang tidak
tepat waktu dan kesempatan mereka untuk mendengar radio sangat rendah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam memilih metode peyuluhan
diupayakan memperhatikan sarana atau biaya yang dapat dimanfaatkan agar
penyampaian informasi penyuluhan sampai kepada petani. Metode penyuluhan

13
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara yang digunakan oleh penyuluh
dalam menyampaikan materi penyuluhan. Penilaian metode penyuluhan dalam
penelitian ini terkait dengan kejelasan penyuluh dalam menyampaikan informasi
usaha tani dalam proses penyuluhan.
c.

Materi penyuluhan
Samsudin (1987) menjelaskan bahwa materi penyuluhan adalah segala
sesuatu yang disampaikan dalam proses komunikasi yang menyangkut dalam
setiap kegiatan penyuluhan. Pada prinsipnya materi penyuluhan pertanian harus
dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan petani dan pelaku usaha
pertanian lainya dengan memperhatikan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya
pertanian. Secara umum materi penyuluhan harus memiliki sifat-sifat seperti
berhubungan dengan kebutuhan belajar sasaran, dapat digunakan sessuai keadaan
nyata, menguntungkan sasaran, mudah dipahami dan praktis untuk diterapkan,
sederhana atau tidak berbelit-belit dan cocok denga inovasi terdahulu. Materi
penyuluhan dalam penelitian ini adalah hal-hal yang disampaikan penyuluh dalam
proses penyuluhan. Penilaian aspek materi ini terkait dengan kesesuaian antara
materi penyuluhan dengan kebutuhan petani.
2. Dukungan Kelompok Tani
Mosher (1987) menjelaskan salah satu syarat untuk memperlancar
pembangunan pertanian adalah adanya kerja sama kelompok tani sehingga perlu
adanya pengorganisasian wadah petani yang berupa kelompok tani. Adanya
kelompok tani diharapkan petani bisa saling ketemu dan bermusyawarah secara
bersama-sama untuk merencanakan suatu kegiatan. Wujud dari kegiatan
kelompok tani bisa dicerminkan adanya pertemuan anggota kelompok secara rutin
dan kegiatan gotong royong. Sukadi (2007) dalam penelitiannya mengungkapkan
bahwa kelompok tani merupakan kelompok yang dibentuk atas dasar kesamaan
kepentingan, kondisi lingkungan, keakraban, yang dipimpin oleh seorang ketua.
Fungsi kelompok tani bagi petani adalah sebagai tempat belajar mengajar, bekerja
sama dalam satu unit produksi, tempat memperkuat kerjasama dengan petani
lainnya dan sebagai tempat berbagi pekerjaan dan mengkoordinasikan pekerjaan.
Nurhayati dan Swastika (2011) menjelaskan bahwa selain peran-peran ini
kelompok tani juga memiliki peran lain misalnya dalam penerapan tekonologi
baru. Pada umumnya program-program bantuan pemerintah seperti penyaluran
pupuk bersudsidi, penyuluhan teknologi pertanian, kredit usaha tani bersubsidi
dan program-program lain disalurkan melalui kelompok tani atau gabungan
kelompok tani (Gapoktan). Petani yang ingin mendapat teknologi baru dan
berbagai program bantuan pemerintah harus menjadi anggota kelompok atau
anggota gapoktan. Dengan demikian, peran kelompok tani tidak hanya sebagai
media untuk menyalurkan bantuan-bantuan pemerintah, tetapi juga sebagai agen
penerapan teknologi baru. Selain itu juga adanya kelompok tani memberikan
manfaat bagi petani manfaat seperti adanya penyediaan pupuk subsidi oleh
kelompok tani dari pemerintah, mudahnya mendapat informasi dan bantuan dari
pemerintah, mendapat pengetahuan dan menjalin kerukunan dengan teman sesama
anggota kelompok tani.
Dukungan kelompok tani dalam penelitian ini adalah dorongan yang
diberikan kelompok tani agar petani dapat melakukan usaha taninya dengan baik.

14
Beberapa aspek yang dinilai dari dukungan kelompok tani terkait dengan
kapasitas petani ini antara lain fungsi kelompok tani sebagai tempat belajar,
sebagai tempat bekerja sama petani dengan petani lainnya, sebagai motivator
untuk berusaha tani dengan baik dan membantu petani memecahkan masalah
usaha taninya.
3. Dukungan Pemerintah Daerah
Pembangunan yang berorientasi pada masyarakat memberikan kesempatan
pada masyarakat untuk turut berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan
hingga menikmati hasil pembangunan tersebut. Pembangunan dapat berjalan
dengan baik bila adanya koordinasi yang baik antara pemerintah dan segenap
masyarakat. Dalam proses inovasi peran pemerintah sangat dominan terutama di
dalam proses difusi teknologi. Berbagai proyek, bantuan hibah maupun bentuk
bentuk lain mendorong masuknya teknologi mekanisasi pertanian. Hariadi (2005)
menjelaskan bahwa peran pemerintah sebagai fasilitator tidak serta merta
melepaskan semua urusan kepada masyarakat dalam pembangunan. Hal hal yang
sifatnya sangat strategis dan merupakan kepentingan publik tetap menjadi
kewajiban pemerintah. Penyuluhan pertanian, pembangunan sarana dan prasarana
pertanian dan percepatan pembangunan untuk daerah-daerah yang tertinggal
masih perlu mendapatkan porsi bantuan pemerintah.
Menurut Comb dan Mansyur (1985) untuk menciptakan suatu sistem
mekanisasi pertanian yang berkelanjutan, maka semua pihak yang terkait dengan
mekanisasi pertanian termasuk pemerintah harus memiliki hubungan yang erat
dan masing-masing pihak dapat memperoleh manfaat dari mekanisasi pertanian
tersebut. Hubungan antar lembaga yang terkait dengan mekanisasi pertanian di
Indonesia masih renggang, contohnya, antara petani dengan pemerintah belum
terjadi komunikasi yang cukup