Penghijauan lahan bekas tambang batu bara

PENGHIJAUAN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG BATU
BARA

A. Pendahuluan
Indonesia merupakan Negara penghasil bahan galian tambang yang cukup
kaya, salah satunya adalah batu bara yang nantinya dapat meningkatkan devisa
Negara. Seperti diketahui, usaha bidang pertambangan merupakan usaha yang
merubah permukaan bumi, sehingga sering menimbulkan dampak negatif
terhadap kualitas lingkungan fisik, tata aliran air, pencemaran udara mulai dari
tahap persiapan pembuatan sarana dan prasarana yang dilakukan sebelum
penambangan, tahap penambangan, sampai tahap pengangkutan hasil tambang,
yang akan berpengaruh pada kesehatan masyarakat dan kelestarian sumber daya
alam.
Reklamasi merupakan pekerjaan atau usaha dalam pemanfaatan suatu
kawasan atau lahan yang tidak berguna dan berair untuk dijadikan lahan yang
berguna. Reklamasi pada tambang pada dasarnya adalah usaha untuk
memperbaiki kondisi lahan setelah aktivitas penambangan selesai. Seperti yang
sudah diketahui bahwa sifat dasar dari industri tambang adalah destruktif karena
aktivitasnya yang melakukan penggalian dan merubah bentang lahan hingga ke
kondisi fisik lingkungan.
Reklamasi sangatlah penting, karena lahan bekas tambang yang ditinggalkan

akan rusak sehingga jika dibiarkan begitu saja akan merusak ekosistem sekitar
lahan bekas tambang. Dengan dilakukannya reklamasi, lahan bekas tambang bisa
digunakan kembali baik untuk habitat baru bagi kehidupan maupun alasan lain.
Salah satu bentuk dari reklamasi adalah penghijauan. Penghijauan adalah
upaya pemulihan, pemeliharaan dan peningkatan kondisi lahan agar lingkungan

memiliki kondisi alam yang baik sehingga nyaman untuk penghuninya. Berarti
penghijauan tidak hanya terbatas pada penanaman pohon saja, tetapi juga

termasuk menjaga kebersihan, pengaturan air, perlindungan lingkungan dari
kerusakan, dan sebagainya. Pendekatan ini merupakan gagasan yang tapat bahwa
lahan harus di konservasi dengan penggunaan yang bijaksana. Dalam merestorasi
lahan kembali maka faktor utama antara lain menanami kembali lahan. Besarnya
manfaat penghijauan untuk memperbaiki keadaan lingkungan yang rusak tidak
perlu diragukan lagi.
Berdasarkan latar belakang tersebut adanya pertambangan batubara yang
tidak sesuai dengan kaedah-kaedah yang berlaku akan menimbulkan kerusakan
lingkungan yang berdampak pada tatanan kehidupan manusia terutama sosial
ekonomi masyarakat dan yang lebih jauh lagi adalah tidak terjaminnya kualitas
kehidupan manusia, hal ini merupakan ancaman baru bagi kehidupan manusia di

bumi

ini. Dalam

rangka

mempertahankan

kelestarian

lingkungan

dan

pembangunan berkelanjutan maka perlu adanya reklamasi lahan bekas tambang
batubara tersebut, yang salah satunya dilakukan dengan cara penghijauan lahan
bekas tambang.
Adapun tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan informasi
kepada masyarakat sekitar tentang bagaimana pemahaman mengenai masalah
yang berkaitan tentang penghijauan dan sifat-sifat lahan bekas pertambangan

batubara diungkapkan dalam upaya reklamasi lahan bekas pertambangan.
Manfaat dari penulisan artikel ini bagi para calon pembaca adalah agar
dapat meningkatkan pengetahuan para calon pembaca dan menjadi renungan
untuk mahasiswa tambang agar melakukan reklamasi sehingga kegiatan
pertambangan tidak merusak lingkungan.

B. Isi
1. Dampak Pertambangan Batubara

Sumber Daya Alam (SDA) yang meliputi vegetasi, tanah, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya merupakan salah satu modal dasar dalam
pembangunan Nasional oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kepentingan rakyat dan kepentingan pembangunan nasional dengan
memperhatikan kelestariannya.
Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam adalah
kegiatan pertambangan bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu
sektor penyumbang devisa negara yang terbesar. Menurut Soemarno (2006)
bahwa keberadaan pertambangan secara signifikan menjadi sektor yang sangat
strategis dan sentral dalam kerangka pembangunan nasional. Namun demikian
kegiatan


pertambangan

menimbulkan

dampak

apabila

tidak

negatif terhadap

dilaksanakan
lingkungan

secara

tepat


terutama

dapat

gangguan

keseimbangan permukaan tanah yang cukup besar.
Dampak lingkungan kegiatan pertambangan antara lain : penurunan
produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya
gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya
keamanan dan kesehatan penduduk, serta perubahan iklim mikro.
Dampak negatif kegiatan pertambangan terhadap lingkungan tersebut
perlu dikendalikan untuk mencegah kerusakan di luar batas kewajaran. Salah satu
upaya

meminimalisir

kerusakan

tersebut


adalah

dengan

melakukan

reklamasi. Prinsip kegiatan Reklamasi adalah : (1) kegiatan Reklamasi harus
dianggap sebagai kesatuan yang utuh dari kegiatan penambangan (2) kegiatan
Reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses
penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan (Latifah, 2003).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tumbuhnya industri
yang begitu pesat, tentunya dirasakan pengaruhnya baik itu yang menyangkut
dampak positif maupun dampak negatifnya. Dampak positifnya tentunya

terjadinya peningkatan mutu dan kualitas hidup yang lebih komplek dengan
ditandai dengan adanya kesenangan dan impian manusia yang menjadi lebih
mudah untuk diwujudkan dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai contoh,
pertambangan batubara di Kalimantan Selatan, perusahaan skala besar yang
mengelola tambang batu bara di Kalimantan Selatan berdasarkan Perjanjian

Kerjasama Pengembangan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) ada beberapa buah
diantaranya PT. Adaro Indonesia, PT. Arutmin Indonesia, PT. Bantala Coal
Mining, dan beberapa lagi. Sementara perusahaan kecil melalui Izin Usaha
Pertambangan (IUP) yang diberikan oleh kabupaten/kota menyusul adanya era
otonomi daerah yang jumlah perizinnanya ratusan buah, belum termasuk ratusan
perusahaan penambangan tanpa ijin (Peti) yang dilakukan secara kelompok atau
perorangan yang sangat menyemarakkan usaha pertambangan batu bara di
Kalimantan Selatan tersebut. Merebaknya tambang batu bara di “bumi Pangeran
Antasari” tersebut menimbulkan gairah di bidang ekonomi, dimana devisa terus
saja mengalir dari hasil ekspor tambang itu dengan tujuan berbagai negara di
dunia.
Dampak negatif dari adanya pertambangan batubara terjadi suatu kerusakan
dalam tatanan lingkungan yang ada baik itu lingkungan hidup, maupun
lingkungan sosial. Dalam perkembangannya, tatanan lingkungan hidup maupun
lingkungan sosial hendaknya senantiasa diperhatikan agar tidak mendatangkan
berbagai jenis bencana, Bagaimana tidak, di kawasan daratan Kalimantan
Selatan yang dikenal dengan bentuk Rumah Bubungan Tinggi itu telah hancur,
selain hutan gundul karena penebangan kayu secara membabi buta, sekarang
ditambang oleh pertambangan batu bara yang tak terkendali. Bahkan fakta
memperlihatkan,ternyata wilayah resapan air berupa hutan tropis basah di

Pegunungan Meratus kini telah tercabik-cabik oleh pertambangan batu bara baik
legal maupun ilegal yang dikelola pihak preman-preman.
Untuk itu diperlukan tanggung jawab dari semua elemen masyarakat dalam
menjaga tatanan lingkungan hidup dan lingkungan sosial sehingga diharapkan
akan tercipta suatu cara perspektif yang lebih baik dalam mengelola lingkungan.

Menurut Ahyar [dkk], (2010), bahwa kerusakan akibat pertambangan dapat
terjadi selama kegiatan pertambangan maupun pasca pertambangan. Dampak
lingkungan sangat terkait dengan teknologi dan teknik pertambangan yang
digunakan. Sementara teknologi dan teknik pertambangan tergantung pada jenis
mineral yang ditambang dan kedalaman bahan tambang, misalnya pada
penambangan batubara yang dilakukan dengan sistem tambang terbuka (open
pit) yakni sistem dumping (cara penambangan batubara dengan mengupas
permukaan tanah). Dampak dari pertambangan batubara sistem terbuka ini
adalah penurunan sifat sifat-sifat fisik dan kimia, perubahan tofografi lahan,
hilangnya vegetasi alami, berkurangnya satwa liar, selain itu juga dampak dari
adanya pertambangan menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem yang besar,
padahal gangguan logam berat pada lahan-lahan dapat mengubah secara mendasar
masyarakat tumbuhan, sifat fisik, kimia, serta biologi tanah. Sisa-sisa bekas galian
tambang menjadi lahan yang sangat tidak subur, bahkan mengandung unsur

logam (mercury) yang berbahaya bagi pertumbuhan tanaman (Subowo, 2010)
Secara garis besar, ada beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan daya
dukung alam, diantaranya adalah kerusakan dalam (internal) dan kerusakan luar
(external). Kerusakan dalam adalah kerusakan yang disebabkan oleh alam itu
sendiri. Kerusakan jenis ini sangat sulit untuk dicegah karena merupakan suatu
proses alami yang sangat sulit untuk diduga, seperti letusan gunung berapi yang
dapat merusak lingkungan, gempa bumi yang berakibat runtuhnya lapisan tanah
yang dapat mengancam organisme hayati maupun non hayati dan lain sebagainya.
Kerusakan yang bersifat dari dalam ini biasanya berlangsung sangat cepat dan
pengaruh yang ditimbulkan dari adanya kerusakan ini adalah sangat
lama. Kerusakan luar (external) adalah kerusakan yang disebabkan oleh
aktivitas manusia dalam pengelolaan alam dalam usaha peningkatan kualitas
hidup. Kerusakan luar ini pada umumnya disebabkan oleh aktivitas pabrik yang
mengeluarkan limbah, ataupun membuka sumber daya alam tanpa memperhatikan
lingkungan hidup serta tidak mempelajari segi efektivitasnya dan dampaknya
terhadap lingkungan disekitarnya. Beberapa contoh penyebab kerusakan daya

dukung alam yang berasal dari luar adalah pencemaran udara dari pabrik
dankendaraan bermotor, pembuangan limbah pabrik yang belum diolah dulu
menjadi pembuangan limbah yang bersahabat dengan alam. Karena kerusakan

faktor luar ini disebabkan oleh ulah manusia, maka manusia hendaknya lebih
bertanggungjawab terhadap adanya upaya untuk merusak lingkungan hidup, Hal
ini tercermin dari akibat pengelolaan lingkungan hidup yang tidak benar dan
akibat pencemaran lingkungan yang ada sampai sekarang ini.
2. Upaya Penghijauan lahan bekas tambang
Tahapan Reklamasi pada penambangan batu bara adalah sebagai berikut
1. Perencanaan Reklamasi
Reklamasi merupakan bagian tak terpisahkan dari setiap sekuen/tahapan
penambangan. Oleh karenanya, perencanaan reklamasi menjadi terintegrasi
dengan perencanaan tambang, baik jangka panjang maupun pendek.
Perencanaan reklamasi jangka panjang merupakan perencanaan sampai
berakhirnya masa tambang (life of mine). Masa tambang ini kemudian
dijabarkan lebih terperinci ke dalam perencanaan lima dan satu tahunan.
Perencanaan lebih terperinci per area rehabilitasi dan akses jalan ini
dijabarkan dalam dump drainage rehabilitation (DDR).
2. Survei Keanekaragaman Hayati
Prosedur pengelolaan keanekaragaman hayati telah disusun untuk menjamin
terlaksananya kegiatan ini. Tahapan ini mengharuskan dilaksanakannya
survei flora dan fauna pada daerah rencana penambangan lima tahun ke
depan sebagai dasar pengembangan jenis bibit di kebun pembibitan

“nursery” dan pengembangan arboretum. Arboretum ini telah dikembangkan
sejak 2006 di suatu daerah reklamasi bekas tambang di D2 Surya dengan
luas 22 hektare. Sementara itu, nursery memiliki koleksi bibit tanaman
sebanyak 67 spesies. Di antara jumlah itu, ada 33 jenis yang merupakan
spesies lokal yang banyak diperoleh dari hutan sekitar. Dari 33 jenis lokal
tersebut, ada 9 spesies tanaman Dipterocarpaceae dan 15 spesies yang
merupakan tanaman buah-buahan.

3. Pengelolaan Tanah
a) Pengelolaan tanah sebelum penambangan. Ini dilakukan dengan
menggunakan alat dan kendaraan khusus untuk pemadatan agar benih-benih
tanaman yang terdapat pada tanah tersebut bisa tumbuh lagi di daerah
penyebaran. Lalu, tanah dipindahkan dan disebarkan kembali di daerah yang
akan direhabilitasi atau disimpan untuk sementara.
b) Penimbunan sementara tanah. Penimbunan sementara ini dilakukan jika
daerah yang akan direhabilitasi belum siap. Untuk menjaga kualitas tanah di
tempat penimbunan, dilakukan penyebaran biji-biji tanaman.
4. Penyiapan Daerah Reklamasi
a) Pembangunan tempat penimbunan. Ini dilakukan di daerah bekas tambang
atau daerah-daerah lain untuk penimbunan dengan memperhatikan aspek
geoteknik dan lingkungan.
b) Penempatan batuan penutup di daerah bekas pit dan daerah penimbunan.
Klasifikasi dan pemisahan batuan penutup dilakukan berdasarkan pada
potensi penimbunan asam batuan, yaitu dengan analisis geokimia net acid
generation (NAG) yang dilakukan di Laboratorium Lingkungan KPC.
Berdasarkan tes NAG, batuan yang berpotensi menghasilkan asam (potential
acid forming atau PAF) dilapisi oleh batuan yang tidak berpotensi
menghasilkan asam (non-acid forming atau NAF). Hal ini sangat penting
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi pembentukan air asam
batuan.
5. Pembentukan Lereng Bagian Luar
Pembentukan lereng bagian luar dengan menggunakan dozer. Penimbunan
dilakukan dengan tinggi tiap tingkatan mencapai 10 meter dengan sudut
kemiringan lereng maksimum 4 :1 dan panjang lereng 40 meter.
6. Penimbunan dan Penyebaran Topsoil
Topsoil sangat penting sebagai media tumbuh tanaman. Penyebaran topsoil
pada timbunan final dilakukan dengan ketebalan 1 meter atau ditentukan
sesuai persetujuan manager environment.

7. Penggaruan dan Pembuatan Saluran Air
- Penggaruan dilakukan tegak lurus arah kemiringan lereng untuk mencegah
timbulnya erosi permukaan yang dapat melarutkan zat organik yang ada di
dalammtanah.
- Tata kelola air di areal rehabilitasi diperlukan untuk mengarahkan aliran ke
tempat yang aman sesuai rencana, sehingga erosi lahan dapat dicegah
- Untuk mencegah terjadinya erosi lahan, bangunan pengendalian erosi
sangat diperlukan, antara lain dengan contour drain dan drop structures.
8. Penanaman dan Perawatan Tanaman
Kegiatan penanaman dan perawatan tanaman dilakukan oleh beberapa
kontraktor lokal di bawah pengawasan supervisor reklamasi.
a. Penanaman. Penanaman di areal reklamasi dilaksanakan dalam tiga tahapan.
Tahap pertama: Penanaman tanaman penutup tanah (cover crop).
Tujuan: Pengendalian erosi unsur hara tanah, peningkatan kandungan organik
tanah.
Tahap kedua: Penanaman tanaman pelindung dan buah-buahan.
Tujuan: Menciptakan iklim mikro yang stabil dan ketersediaan tanaman buahbuahan.
Tahap
ketiga:
Penanaman
tanaman
Dipterocarpaceae.
Tujuan: Menciptakan kembali ekosistem yang menyerupai hutan semula.
Komposisi jenis tumbuhan yang ditanam adalah 20-50 jenis dalam satu area
yang meliputi: pionir 40%, primer 40%, dan wild life 20%.
b. Perawatan. Perawatan tanaman dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu
tahun, yaitu pada bulan ke-3, 6, dan 12 setelah penanaman. Kegiatan ini
meliputi pemangkasan dahan, pembersihan gulma, penggemburan tanah, dan
pemberian pupuk.
9. Pemantauan Rehabilitasi dalam Keanekaragaman Hayati
Program pemantauan daerah rehabilitasi dibentuk untuk:
- Mengevaluasi perkembangan daerah rehabilitasi.
- Memastikan perkembangan daerah rehabilitasi mengarah pada terbentuknya
kembali ekosistem yang secara fungsi dan struktur dapat memenuhi kriteria
keberhasilan daerah rehabilitasi

C. Penutup
Kesimpulan
Usaha bidang pertambangan akan membawa devisa Negara, namun dapat
menimbulkan dampak negative bagi kualitas lingkungan fisik bila tidak dikelola
dengan baik, oleh karena itu harus dilakukan reklamasi. Salah satu usaha
memperbaiki lingkungan adalah dengan penghijauan. Reklamasi sebagai usaha
untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan yang rusak sebagai akibat
kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan
kemampuannya, sehingga reklamasi mutlak harus dilakukan mengingat saat ini
banyak masalah atau musibah yang muncul sebagai akibat dari lahan pasca
tambang yang dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya untuk reklamasi, seperti ;
bencana banjir, pencemaran lingkungan, sedimentasi daerah aliran sungai,
konflik

sosial,

hilangnya

lahan-lahan

produktif, sulitnya

pada

daerah

pertambangan mendapatkan air bersih dan lain sebagainya, hal ini apabila
dibiarkan begitu saja, maka akan menjadi ancaman baru terhadap kehidupan
diatas muka bumi ini.
Pada umumnya reklamasi yang dilakukan oleh para perusahaan
pertambangan saat ini ditemukan beberapa kendala diantaranya, memerlukan
biaya yang sangat besar dan teknologi modern, sehingga sanggup melakukan hal
ini hanya perusahaan besar saja dan luasan yang reklamasi hanya sebagian kecil
saja, apakah sebanding antara lahan yang rusak dengan yang direklamasi, dan
nampaknya kegiatan reklamasi dilakukan tidak serius, terkesan tanam buang
karena terkendala oleh iklim.
Sementara itu ada alternatif yang ditawarkan dalam rangka reklamasi
lahan bekas tambang batubara dengan konsep tidak memerlukan biaya yang besar
dan jangkauan reklamasi lebih luas, mudah dan murah ; yakni dengan konsep
kembali kealam atau reklamasi lahan bekas tambang batubara secara hayati.

Saran
Saran dari penulis kepada pembaca adalah agar informasi dalam artikel ini
digunakan dengan sebaik baiknya. Para pembaca untuk memanfaatkan informasi
dalam artikel ini sehingga bermanfaat penuh pada aplikasi di dunia tambang dan
mengurangi perusakan lingkungan pada lahan bekas pertambangan.

DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, Ade Iwan, 1999. Penghijauan Lahan. Kritis, Penebaran Swadaya
Syafril, Kairuddin, 1998. Pengembangan/Pemanfaaran Ruang Terbuka
Hijau sebagai Wahana Keanekaragaman Puspa dan Satwa
Tunard Christopher, Landscape Reclamation in The United States

RINALDI RIZWI HANIFAR
112150128
KELAS I