Rencana Revitalisasi Lanskap Kota Tuo Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.

RENCANA REVITALISASI LANSKAP KOTA TUO
SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT

ALVINO

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Revitalisasi
Lanskap Kota Tuo Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014
Alvino
NIM A44090046

ABSTRAK
ALVINO. Rencana Revitalisasi Lanskap Kota Tuo Sawahlunto Provinsi Sumatera
Barat. Dibimbing oleh SITI NURISYAH.
Indonesia memiliki banyak kota tua peninggalan masa kolonial, salah
satunya adalah bagian dari kota Sawahlunto. Kota ini memiliki nilai sejarah dan
budaya yang kuat namun karena perkembangan kota yang sangat pesat, sebagian
peninggalan tersebut telah mengalami perubahan dan kerusakan sehingga sangat
dibutuhkan upaya revitalisasi lanskap. Revitalisasi lanskap bertujuan untuk
memperbaiki lanskap kota tua kearah standar-standar modern dengan tetap
menghargai dan mempertahankan karakter-karakter sejarah dan budaya yang ada.
Penelitian ini mengambil pendekatan lanskap sejarah dengan metode penelitian
deskriptif kuantitatif yaitu dengan melakukan wawancara untuk memperoleh data,
melakukan pengamatan langsung pada area tersebut serta melakukan studi
pustaka. Hasil penilaian, Kota Tuo Sawahlunto mengalami perubahan luas kota,
bentuk dan tata kota, penduduk, sosial budaya dan ekonomi. Namun kota ini

masih memiliki nilai keunikan dan keaslian walaupun telah mengalami sedikit
perubahan. Untuk itu perlu dilakukan upaya revitalisasi kota tua untuk
meningkatkan nilai keaslian dan keunikan yang dimiliki. Nilai keaslian yang
dimiliki Kota Tuo Sawahlunto dapat ditingkatkan dengan menjaga dan
merevitalisasi pola penggunaan lahan, pola pemukiman, bangunan, dan pola
sirkulasi. Sedangkan nilai keunikan yang dimiliki Kota Tuo Sawahlunto dapat
ditingkatkan dengan menjaga dan merevitalisasi hubungan kesejarahan yang
dimiliki elemen/lanskap kota, menjaga integritas elemen lanskap sejarah yang ada
sehingga membentuk kesatuan lanskap bersejarah dengan karakter yang kuat,
menjaga keragaman elemen lanskap bersejarah yang dimiliki, serta menjaga
kualitas estetik. Program revitalisasi yang dapat membantu meningkatkan dan
menjaga karakteristik kota: (1) meningkatkan keindahan fisik kawasan dengan
mengembalikan lanskap kota pada bentuk kolonial; (2) menerapkan kegiatan baru
dalam kawasan yang terkait erat dengan keterlibatan masyarakat; dan (3)
memberikan masukan mengenai arahan kebijakan kepada Pemerintah Daerah
untuk mendukung perencanaan serta mengawasi kegiatan pelaksanaannya.
Kata kunci: Perencanaan lanskap, lanskap sejarah, kota tua, revitalisasi.

ABSTRACT
ALVINO. Revitalization Plan of the “Kota Tuo Sawahlunto”, West Sumatra.

Supervised by SITI NURISYAH.
Indonesia has many old colonial cities, one of which is part of Sawahlunto
city. The town has a strong dutch colonial history and culture but due to the rapid
development of the city, some of the relics have been experiencing changes and
damage so needed landscape revitalization effort. Revitalization landscape aims
to improve the landscape of the old town towards the modern standards but still
respecting and maintaining those old colonial of history and culture character.
This research based on landscape historical approach with descriptive research

methods (quantitative) either by conducting interviews to obtain data, perform
direct observation in the area as well as conduct studies of the literature. From
the results of the analysis that has been done, the old town of Sawahlunto
experienced extensive change, shape and city planning, population, and
economic, social and cultural. However, this town has a value of uniqueness and
originality but has undergone little change. For it needs to be done to revitalize
the old city's efforts to boost values of authenticity and uniqueness. The value of
the originality of the “Kota Tuo Sawahlunto” can be improved by maintaining
and revitalizing land use pattern, the pattern of settlements, buildings, and
patterns of circulation. While the value of the uniqueness of the “Kota Tuo
Sawahlunto” can be increased by keeping the historical relations and revitalize

the owned elements/cityscape, keeping the integrity of the historical landscape
elements that form a unity of the historical landscape with a strong character,
keeping the historic landscape elements of the diversity of societies, as well as
maintaining the quality of aesthetics. Revitalization Program that can help
improve and maintain the city's characteristics: (1) improve the physical beauty of
the area by restoring the cityscape on colonial forms; (2) implement new activities
in the area that is closely related to community involvement; and (3) provide input
on policy orders to local governments to support the planning and supervise the
activities of its implementation.
Keywords: Landscape planning, historical landscape, old town, revitalization.

RENCANA REVITALISASI LANSKAP KOTA TUO
SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATERA BARAT

ALVINO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Rencana Revitalisasi Lanskap Kota Tuo Sawahlunto, Provinsi
Sumatera Barat.
Nama
: Alvino
NIM
: A44090046

Disetujui oleh

Dr Ir Siti Nurisyah, MSLA
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, M.Agr
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
perencanaan lanskap, dengan judul Rencana Revitalisasi Lanskap Kota Tuo
Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat.
Penyelesaian penelitian ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Siti Nurisyah,
MSLA. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membina dan membantu
dengan penuh kesabaran. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr.
Alinda F. M. Zain, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan
motivasi dan nasehat yang sangat berarti. Selain itu, terima kasih kepada Bang
Dani yang telah membantu selama proses pengambilan data di lapang. Ungkapan

terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, kak icha, kak ina, Elsa
Melany dan seluruh keluarga, serta teman-teman ARL 46 atas segala doa dan
kasih sayangnya selama ini dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna dan masih
memiliki kekurangan. Semoga penelitian ini dapat menjadi pedoman dan
memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, April 2014
Alvino

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pikir

3


TINJAUAN PUSTAKA

4

Lanskap Sejarah

4

Kota Tua Sebagai Lanskap Sejarah

4

Pelestarian Lanskap Sejarah

7

Perencanaan Lanskap Kota

7


KONDISI UMUM WILAYAH

10

Geografis dan Administratif

10

Pemerintahan

10

Sejarah Perkembangan Kota

11

Kependudukan

12


Perekonomian

12

Tata Guna Lahan

13

Sarana dan Prasarana Kota

14

METODOLOGI

16

Lokasi dan Waktu

16

Alat dan Bahan

16

Pendekatan Perencanaan Lanskap

17

Proses dan Tahapan Perencanaan Lanskap

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data dan Analisis

23
23

Bentuk dan Tata Ruang Kota (Lanskap Kota)

23

Sosial Budaya

42

Ekonomi

43

Kesejarahan

44

Aspek Legal

48

Sintesis

49

Konsep

50

Konsep Dasar

50

Konsep Pengembangan

51

Perencanaan Lanskap

53

Rencana Lanskap Revitalisasi

55

Rencana Ruang Pendukung Revitalisasi Lanskap

55

Rencana Aktivitas dan Fasilitas

56

Rencana Sirkulasi Kota Tua

57

Rencana Tapak Revitalisasi Kota Tua

57

SIMPULAN DAN SARAN

66

DAFTAR PUSTAKA

67

RIWAYAT HIDUP

68

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Perkembangan Penggunaan Lahan Tahun 2001 dan 2008
Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Alat dan Bahan
Kriteria Penilaian Keaslian
Kriteria Penilaian Keunikan
Jenis, Tipe, dan Cara Pengambilan Data
Identifikasi Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto Tahun 2013
Perubahan Bentuk dan Fungsi Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto
Kelebihan dan Kekurangan Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto
Penilaian Keaslian
Penilaian Keunikan
Penilaian Gabungan Aspek Keaslian dan Keunikan
Program Revialisasi Lanskap
Rencana Vegetasi
Alokasi Ruang
Rencana Aktivitas dan Fasilitas

14
16
17
17
18
20
28
35
36
44
45
47
50
55
55
56

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Kerangka Pikir Penelitian
Kawasan Tiong Bahru Singapura
Kawasan Saitama Perfecture
Kawasan Pemugaran Malaka, Malaysia
Kota Tua Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat
Peta Orientasi Kota Sawahlunto
Proses dan Tahapan Perencanaan Lanskap
Diagram Analisis Sintesis
Diagram Perencanaan Lanskap
Kota Tua Sawahlunto dan Pemekaran Wilayah Administrasi
Kota Tua Sawahlunto tahun 1921
Peta Kondisi Kota Tua Sawahlunto Masa Kolonial
Peta Kondisi Eksisting Kota Tua Sawahlunto Tahun 2013
Peta Identifikasi Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto Tahun 2013
Peta Tata Guna Lahan Kota Tua Sawahlunto Masa Kolonial
Peta Tata Guna Lahan Kota Tua Sawahlunto Tahun 2013
Perubahan Bentuk Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto
Perubahan Fungsi Elemen Lanskap Kota Tua Sawahlunto
Peta Komposit
Konsep Dasar Perencanaan
Diagram Pengembangan Konsep Ruang dan Sirkulasi
Rencana Blok
Rencana Lanskap Revitalisasi dan Potongan
Perbesaran Area Komersil dan Sempadan Sungai
Perbesaran Area Parkir Sepeda dan Sempadan Sungai
Ilustrasi (a) Semak berbunga dan (b) Area Parkir Sepeda
Ilustrasi (a) Area Sempadan Sungai dan (b) Jembatan
Ilustrasi Area Penjual Cinderamata dan Pameran Seni
Ilustrasi Kafe Teras
Detail Lampu Jalan dan Lampu Taman
Detail Gazebo
Detail Pagar
Detail Payung Kafe Teras
Detail Tenda Penjual Cinderamata dan Pameran Seni

3
5
6
6
10
16
19
21
22
23
24
25
26
27
36
37
38
39
49
50
52
53
58
59
60
61
62
63
63
64
64
65
65
65

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota Sawahlunto memiliki banyak peninggalan sejarah kolonial zaman
penjajahan Belanda sehingga menjadikan kota ini sebagai kawasan sejarah.
Sebagian dari bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda telah ditetapkan oleh
pemerintah setempat sebagai cagar budaya dan objek wisata. Peninggalan sejarah
ini menjadi aset penting Kota Sawahlunto untuk memberikan pengaruh yang
positif bagi perkembangan kota kedepannya.
Potensi Kota Sawahlunto adalah pada aset sejarah dan budaya perkotaan
yang multietnis, bahkan dapat dikatakan sebagai suatu aset terpenting yang
membentuk karakteristik utama sosial-ekonomi masyarakat Sawahlunto. Aset
budaya ini bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat sebagai suatu warisan
budaya semata, namun dapat juga dimanfaatkan sebagai aset pariwisata ataupun
hal-hal lain yang memberi manfaat ekonomi cukup tinggi. Selain itu aset sejarah
juga menjadikan kota ini sebagai kota yang memiliki nilai sejarah yang tinggi
sehingga berpotensi untuk menunjang perekonomian daerahnya.
Sebagian besar peninggalan sejarah yang ada di Kota Sawahlunto sudah
dipugar dan refungsi. Sebagian bangunan dan struktur kota tua sudah ditetapkan
sebagai benda cagar budaya tetapi lanskap yang melingkupinya belum diteliti
termasuk taman-taman dan ruang terbuka pendukung kondisi kota tua ini.
Beberapa bagian kota digunakan untuk kepentingan yang tidak mendukung seperti
taman yang berubah fungsi menjadi playground dan peletakan sculpture yang
tidak mendukung nilai kesejarahan (Historic value) kawasan. Menurut Goodchild
(1990), lanskap sejarah perlu dilestarikan karena memiliki arti penting, yaitu:
1. Menjadi bagian penting dan bagian integral dari warisan budaya.
2. Menjadi bukti fisik dan arkeologis dari warisan sejarah.
3. Memberi kontribusi bagi keberlanjutan pembangunan kehidupan berbudaya.
4. Memberi kenyamanan publik (public amenity).
5. Memberikan nilai ekonomis dan dapat mendukung pariwisata.
Pelestarian pada lanskap sejarah dan budaya dilakukan dengan tujuan
menjaga karakter dan identitas yang terkandung. Nurisjah dan Pramukanto (2001),
berpendapat ada lima manfaat yang diperoleh dari pelestarian yang dilakukan,
antara lain:
1. Mempertahankan warisan budaya atau sejarah yang dimiliki karakter spesifik
suatu kawasan.
2. Menjamin terwujudnya ragam dan kontras yang menarik dari suatu areal atau
kawasan. Adanya areal sejarah atau yang bernilai budaya tinggi di suatu
kawasan tertentu yang relatif moderen akan memiliki kesan visual dan sosial
yang berbeda.
3. Kebutuhan psikis manusia. Untuk melihat dan merasakan ekstensi dalam alur
kesinambungan masa lampau, masa kini dan masa depan yang tercermin dalam
objek atau karya lanskap untuk selanjutnya dikaitkan dengan harga diri.
4. Motivasi ekonomi. Peninggalan budaya dan sejarah memiliki nilai yang tinggi
apabila dipelihara baik, terutama dapat mendukung perekonomian kota atau
daerah bila dikembangkan sebagai kawasan wisata.

2
5. Menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu
kelompok masyarakat tertentu.
Dalam pelestarian kawasan bersejarah, pemerintah kota Sawahlunto telah
melakukan berbagai upaya konservasi hampir pada seluruh bangunan tua yang
ada disana. Reruntuhan bekas tambang tidak dianggap perusak pemandangan
tetapi dijadikan monumen sejarah. Langkah ini yang membedakan Sawahlunto
dengan kota lain yang malah meratakan dengan tanah berbagai bangunan tua
bersejarah.
Oleh karena itu, perlu dilakukan rencana revitalisasi lanskap kota guna
mendukung upaya pelestarian Kota Tuo Sawahlunto, yaitu tindakan untuk
memperbaiki lanskap Kota Tua ke arah standar-standar modern dengan tetap
menghargai dan mempertahankan karakter-karakter sejarahnya. Selain itu harus
dipertimbangkan bahwa di area pelestarian yang terdapat kegiatan sosial,
ekonomi, dan budaya, perlu dikembangkan dan ditingkatkan secara selektif.
Dalam upaya pelestarian ini, juga perlu diketahui tata lanskap Kota Tuo
Sawahlunto masa lampau untuk mendukung eksistensi kota tua ini. Dengan
adanya perencanaan revitalisasi lanskap Kota Tuo Sawahlunto ini, diharapkan
pembangunan dan pelestariannya dapat terintegrasi, sehingga peninggalanpeninggalan sejarah tersebut tidak hancur dan masih memiliki karakter dan
atmosfer/suasana sejarahnya.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum perencanaan lanskap ini adalah merencanakan lanskap untuk
revitalisasi Kota Tuo Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan tujuan
khususnya adalah:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis perubahan bentuk dan tata ruang, jumlah
dan persebaran penduduk, kondisi sosial budaya dan ekonomi kota pada masa
lampau dan saat ini.
2. Mengidentifikasi dan menilai aspek kesejarahan untuk revitalisasi Kota Tua.
3. Menyusun program revitalisasi lanskap kota sesuai dengan arah
perkembangan Kota Sawahlunto berdasarkan RTRW Kota Tua.
4. Menyusun rencana revitalisasi lanskap Kota Tuo Sawahlunto.
Manfaat Penelitian
Penelitian Perencanaan Lanskap untuk Revitalisasi Kota Tuo Sawahlunto,
Provinsi Sumatera Barat diharapkan dapat memberikan manfaat
untuk
masyarakat dan pemerintah daerah setempat.
1. Memberikan informasi tentang elemen-elemen lanskap pembentuk Kota Tuo
Sawahlunto, tata ruang kota serta arah perkembangan Kota Tuo Sawahlunto.
2. Melestarikan lanskap sejarah Kota Tuo Sawahlunto
3. Meningkatkan kualitas kota tua sebagai bagian dari pengembangan Kota
Sawahlunto.

3
4. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah setempat
dalam upaya revitalisasi lanskap yang memiliki nilai penting bagi penduduk
sekitar dan potensi pengembangan kawasan tersebut.
Kerangka Pikir
Kota Sawahlunto mengalami perkembangan kota yang relatif pesat secara
fisik dan ekonomi terutama pada beberapa tahun terakhir ini. Perkembangan
tersebut memberikan dampak positif dan negatif. Oleh karena itu perlu adanya
pengembangan rencana kota yang juga akan melestarikan aset sejarah kota. Aspek
penting yang dinilai untuk pelestarian tersebut adalah bentuk dan tata kota
(lanskap kota), jumlah dan persebaran penduduk, kondisi sosial budaya, serta
kondisi ekonomi kota. Aspek legal, terutama terkait dengan RTRW perlu untuk
dipertimbangkan dalam penataan kota karena hal ini terkait dengan tata ruang,
sirkulasi, dan fasilitas yang telah direncanakan yang juga akan mempengaruhi
rencana revitalisasi lanskap Kota. Kerangka pikir ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Kota Tambang Sawahlunto

Bentuk dan Tata Ruang
Lanskap Kota

Masa Kolonial

Jumlah dan Persebaran
Penduduk

Saat Ini

Kondisi Sosial Budaya
Kondisi Ekonomi Kota

Penilaian Aspek Kesejarahan untuk
Revitalisasi Lanskap Kota Tua
Aspek Legal
RTRW Kota
Sawahlunto
Program Revitalisasi Lanskap

Rencana Revitalisasi Lanskap

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Sejarah
Lanskap sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Suatu
lanskap dikatakan seimbang apabila memiliki dua aspek, yaitu aspek fungsional
dan aspek estetik. Simonds (1983) mendefinisikan lanskap sebagai suatu bentang
alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya
melalui seluruh indera yang dimiliki oleh manusia. Dikenal dua bentuk lanskap,
yaitu lanskap alami (natural landscape) dan lanskap buatan atau binaan (man
made landscape).
Harris dan Dines (1988) menjelaskan bahwa lanskap sejarah merupakan
lanskap yang berasal dari masa lampau, yang didalamnya terdapat bukti fisik
tentang keberadaan manusia di dalamnya. Goodchild (1990) juga menjelaskan
bahwa suatu lanskap dikatakan memiliki nilai kesejarahan sejarah jika di
dalamnya memuat satu atau beberapa kondisi lanskap berikut ini:
1. Merupakan contoh yang menarik dari sebuah tipe lanskap sejarah.
2. Memuat bukti yang menarik untuk dipelajari.
3. Memiliki keterkaitan dengan seseorang, masyarakat atau peristiwa penting
dalam sejarah.
4. Memiliki nilai-nilai penting dalam sejarah terkait dengan bangunan atau
monumen sejarahnya.
Sedangkan menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), lanskap sejarah
(historical landscape) adalah bagian dari suatu lanskap budaya yang memiliki
dimensi waktu di dalamnya. Lanskap sejarah ini dapat mempunyai bukti fisik dari
keberadaan manusia di atas bumi ini. Waktu yang tertera dalam suatu lanskap
sejarah yang membedakan dengan desain lanskap lainnya adalah keterkaitan
pembentukan karakter esensial dari lanskap ini pada waktu periode yang lalu yang
didasarkan pada sistem periodikal yang khusus (seperti sistem politik, ekonomi,
dan sosial). Oleh karena itu lanskap sejarah akan memainkan peranan penting
dalam mendasari dan membentuk berbagai tradisi budaya, ideologikal, dan etnikal
dalam satu kelompok masyarakat.
Attoe (1988) menyatakan bahwa nilai sejarah dari suatu kota selain pada
penampakan bangunannya juga terdapat pada lingkungan sekitarnya yang
mencakup kawasan alamiah yang berhubungan dengan kota tersebut seperti wajah
jalan, lokasi-lokasi bersejarah, taman-taman, serta muka bangunan yang
merupakan unsur penting dari bentuk dan sifat kota tersebut.
Assessment lanskap sejarah dilakukan untuk mengetahui nilai signifikansi
lanskap sejarah Kota Tua. Penilaian dilakukan terhadap beberapa aspek penting
menurut Harris dan Dines (1988), meliputi penilaian keaslian (originality) dan
keunikan (uniqueness).

Kota Tua Sebagai Lanskap Sejarah
Singapura dikenal sebagai negara yang lebih menggemari gedung-gedung
pencakar langit dan jalan-jalan tol besar dibanding bangunan bersejarah. Namun
kini warga Singapura, dan bahkan pihak pengembang properti mencoba

5
mempertahankan dan membangkitkan kembali kekayaan warisan sejarah kotanya.
Kawasan Tiong Bahru Singapura merupakan salah satu contoh utama. Dibangun
pada tahun 1930, bangunan-bangunan pendek bergaya Art Deco di sana jauh
berbeda dengan menara-menara kaca dan baja yang banyak mendominasi
Singapura saat ini.
Kompleks perumahan dari masa kolonial Inggris ini memperoleh status
konservasi pada tahun 2003. Dengan status ini, setiap rencana merobohkan
kompleks ini otomatis dilarang. Kebangkitan Tiong Bahru membantu
menunjukkan bahwa bangunan bersejarah juga memiliki nilai ekonomi. Berikut
Kawasan Tiong Bahru pada Gambar 2.

Gambar 2 Kawasan Tiong Bahru Singapura
(Sumber: www.google.co.id)
Contoh Negara lain yang memiliki kota Tua yang dilestarikan adalah
Jepang. Kawasan Saitama Perfecture di sisi barat laut Tokyo mempunyai
Kawagoe. Di Kawagoe bangunan tua dilestarikan dan menjadi aset yang sangat
berharga dan luar biasa bagi dunia wisata. Inilah salah satu contoh sebuah tatanan
kota yang justru mempertahankan dan melestarikan sisi ketuaanya untuk
disandingkan secara harmonis dengan sisi modernitas jaman.
Masyarakat lokal setempat menjuluki Kawagoe sebagai Edo Kecil (“little
Edo”, Edo merupakan nama lama dari kota Tokyo). Kota ini didirikan oleh para
Shogun yang bertugas mengawal kaisar di Tokyo. Kuil Kawagoe semula
merupakan pusat pemerintahan Tokugawa Shogunate. Banyak bangunan yang
diruntuhkan pada tahun 1870, akan tetapi masih banyak sisa bangunan istimewa
yang masih bertahan dan dipertahankan hingga masa kini. Sebelum bergabung
menjadi Saitama Perfecture pada tahun 1873, Kawagoe merupakan ibukota
pemerintahan Kawagoe Prefecture (1871) dan kemudian Iruma Prefecture (1871 1873). Berikut Kawasan Saitama Perfecture pada Gambar 3.

6

Gambar 3 Kawasan Saitama Perfecture, Jepang
(Sumber: www.google.co.id)
Pelestarian lanskap sejarah juga dilakukan di kawasan pemugaran Malaka,
Malaysia. Revitalisasi dilakukan dengan pelestarian bangunan bersejarah sebagai
tengaran dengan skala lingkungan yang nyaman. Pedagang Kaki Lima yang
tertata dengan baik sebagai atraksi bagi wisatawan dan lingkungan hunian lama
yang terjaga proporsi dan skalanya. Berikut Kawasan Pemugaran Malaka pada
Gambar 4.

Gambar 4 Kawasan Pemugaran Malaka, Malaysia
(Sumber: www.google.co.id)
Kawasan kota tua merupakan salah satu contoh lanskap bersejarah karena
memiliki kriteria-kriteria sebagai lanskap yang mencirikan karakter dan identitas
lanskap pada periode waktu tertentu pada masa lampau. Nilai lanskap sejarah
suatu kota tidak dapat terlepas dari nilai sejarah kota itu sendiri. Nilai sejarah
suatu kota selain terdapat pada bangunannya, juga pada lingkungan ataupun
kawasan yang berhubungan dengan kota tersebut misalnya, wajah jalan, lokasi
sejarah, fasade bangunan atau taman-taman sebagai unsur-unsur penting dari
bentuk dan sifat kota (Attoe, 1998).

7
Pelestarian Lanskap Sejarah
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) pelestarian lanskap sejarah
dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi
peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari
berbagai perubahan yang negatif atau merusak keberadaan atau nilai yang
dimilikinya.
Gejala penurunan kualitas fisik dapat dengan mudah diamati pada kawasan
kota bersejarah/tua, karena sebagai bagian dari perjalanan sejarah (pusat kegiatan
perekonomian dan sosial budaya), kawasan kota tersebut umumnya berada dalam
tekanan pembangunan (Serageldin et al, 2000). Sejarah perkembangan kota di
Barat mencatat bahwa memang kegiatan revitalisasi ini diawali dengan
pemaknaan kembali daerah pusat kota setelah periode tahun 1960-an. Bahkan
ketika isu pelestarian di dunia Barat meningkat pada periode pertengahan tahun
1970-an, kawasan (pusat) kota tua menjadi fokus kegiatan revitalisasi. Namun
bukan berarti bahwa kegiatan revitalisasi hanya terbatas kawasan kota
bersejarah/tua (Anonim, 2011).
Revitalisasi adalah upaya untuk mengembalikan serta menghidupkan
kembali vitalitas yang pernah ada pada kawasan kota yang mengalami degradasi,
melalui intervensi fisik dan nonfisik (rehabilitasi ekonomi, rekayasa sosial-budaya
serta pengembangan institusional). Selain itu, pendekatan revitalisasi harus
mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna,
keunikan lokasi dan citra tempat). Dengan dukungan mekanisme
kontrol/pengendalian rencana revitalisasi harus mampu mengangkat isu-isu
strategis kawasan, baik dalam bentuk kegiatan/aktifitas sosial-ekonomi maupun
karakter fisik kota (Anonim, 2011).
Proses revitalisasi sebuah kawasan atau bagian kota mencakup perbaikan
aspek fisik dan aspek ekonomi dari bangunan maupun ruang kota. Revitalisasi
fisik merupakan strategi jangka pendek yang dimaksudkan untuk mendorong
terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi jangka panjang. Revitalisasi fisik
diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik (termasuk juga ruang-ruang publik)
kota, namun tidak untuk jangka panjang. Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan
dan peningkatan aktivitas ekonomi (economic revitalization) yang merujuk
kepada aspek sosial-budaya serta aspek lingkungan (environmental objectives).
Hal tersebut mutlak diperlukan karena melalui pemanfaatan yang produktif,
diharapkan akan terbentuklah sebuah mekanisme perawatan dan kontrol yang
langgeng terhadap keberadaan fasilitas dan infrastruktur kota (Anonim, 2011).
Perencanaan Lanskap Kota
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kota adalah daerah permukiman
yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari
berbagai lapisan masyarakat, daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan
tinggi serta fasilitas modern dan sebagian besar penduduknya bekerja di luar
pertanian dan juga dinding (tembok) yang mengelilingi tempat pertahanan.
Perencanaan kota di negara berkembang, seperti Indonesia, diawali dengan
penataan ulang (revitalisasi) struktur kota, politik arsitektur kolonial menjadi
sebuah pijakan karena kota di Indonesia sejak zaman dahulu sudah direncanakan

8
dan dirancang oleh Belanda, termasuk di dalamnya penempatan distrik-distrik
gedung pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa, struktur jalan serta fasilitas
lain (Mulyandari, 2011). Pembangunan gedung-gedung pemerintahan, pasar,
permukiman, rel kereta api, jalan raya, pabrik gula dan bangunan-bangunan lain di
Indonesia adalah kontribusi dari zaman kolonial Belanda.
Menurut Lynch (1960), elemen penting pada suatu kota dapat
diklasifikasikan ke dalam lima bentukan fisik, yaitu paths (jalur/jalan), nodes
(simpul), districs (distrik), landmarks (tengaran), dan edges (tepian). Paths atau
jalur/jalan merupakan suatu unsur penting pembentuk kota. Berdasarkan elemen
pendukungnya, paths meliputi jaringan jalan sebagai prasarana pergerakan dan
angkutan darat, sungai, laut, udara, terminal sebagai sarana pengangkutan. Nodes
atau simpul merupakan pertemuan antara beberapa jalan/lorong yang ada di kota,
sehingga membentuk suatu ruang tersendiri. Nodes merupakan suatu pusat
kegiatan fungsional yang menjadi pusat penduduk dalam memenuhi kebutuhan
hidup. Distrik yang terdapat dipusat kota merupakan daerah komersial yang
didominasi oleh kegiatan ekonomi dan pada daerah yang berbatasan dengan
distrik terdapat banyak tempat yang digunakan sebagai pasar lokal, pertokoan dan
sebagian lain digunakan sebagai tempat tinggal. Landmarks merupakan citra suatu
kota dimana memberikan suatu kesan terhadap kota tersebut. Edges merupakan
suatu masa bangunan yang membentuk dan membatasi suatu ruang di dalam kota.
Menurut Mulyandari (2011) kondisi kota yang ada di Indonesia sangat
kompleks yaitu pertumbuhan/perkembangan kota yang tidak merata, masih
dipengaruhi oleh pasar, terjadi proses-proses komersial yang cenderung tidak
terkontrol, kerusakan lingkungan yang semakin parah, inefisiensi sumber daya,
bahkan terjadi ketidakadilan sosial. Sehingga kota di Indonesia dapat
dikarakteristikkan sebagai berikut:
a. tumbuh secara tidak terencana (organis)
b. cenderung tidak terkendali (sprawl)
c. mengabaikan aspek tata guna lahan, sehingga tata guna lahan tercampur
(mixed-uses)
d. dualisme ekonomi : formal – informal
e. budaya kota yang khas
f. aturan-aturan pemerintah kota banyak yang tidak terlaksana.
Mulyandari (2001) menyatakan lebih lanjut, untuk membentuk suatu kota
yang memiliki karakteristik, humanisme dan spiritualisme maka diperlukan
kualitas dasar manusia yang menjadi penghuni sebuah kota, yaitu
a. filosof, yang akan merumuskan konsep ideologi, konsep ketatanegaraan
dan ilmu-ilmu filsafat lainnya.
b. seniman, yang memiliki kreativitas dan karakteristik nilai keindahan yang
akan membentuk watak dan karakteristik masyarakat.
c. teknokrat, yang akan mempengaruhi perkembangan sistem ekonomi, politik
sekaligus melakukan percepatan pertumbuhan kehidupan kearah yang lebih
baik dengan ilmu pengetahun dan teknologi.
d. pebisnis, yang mempengaruhi proses urbanisasi dengan cepat.
e. ulama, yang memiliki kualitas spiritual untuk menyeimbangkan kemajuan
peradaban manusia yang cepat, dengan meningkatkan manusia tentang
hubungan manusia-Tuhan-alam.

9
Perencanaan lanskap merupakan penataan lanskap berdasarkan potensi,
amenity, kendala dan bahaya lanskap tersebut guna mewujudkan suatu bentukan
lahan yang berkelanjutan, indah, fungsional dan memuaskan bagi penggunanya.
Proses perencanaan meliputi proses pengumpulan dan penginterpretasian data,
proyeksi ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang
beralasan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam suatu bentang
alam (Chiara dan Koppelman, 1994). Menurut Gold (1980), perencanaan lanskap
dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain:
1. Pendekatan sumber daya, yaitu penentuan tipe secara alternatif aktivitas
berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.
2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan
seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa
yang dapat disediakan pada masa yang akan datang.
3. Pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan
aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.
4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan
perilaku manusia.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), terdapat hal-hal penting yang
perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, diantaranya:
1. Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar.
2. Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang
akan direncanakan.
3. Menjadikan kawasan yang direncanakan sebagai objek yang menarik.
4. Merencanakan kawasan tersebut sehingga menghasilkan suatu kawasan yang
dapat menampilkan kesan masa lalunya.
Nurisjah dan Pramukanto (2001) mengatakan bahwa perencanaan daerah
kawasan bersejarah dan bangunan arsitektural harus dilakukan secara menyeluruh
dengan mempertimbangkan bagian-bagian lain dari kota atau lokasi dimana obyek
tersebut berada, dan juga permasalahan fisik, ekonomi, dan sosial dari daerah
tersebut.
Menurut Marsh (1994) perencanaan lanskap perkotaan merupakan
cakupan besar yang fokus terhadap seluruh area metropolitan. Kebanyakan
aktivitas dalam merencana perkotaan berhubungan dengan kebijakan
pembangunan dan keberlanjutan pada sektor publik yang berhubungan dengan
pembangunan di bidang ekonomi, sosial, tata guna lahan, dan transportasi. Hal ini
terkait dengan ketersediaan lahan di perkotaan yang sangat terbatas sedangkan
berbagai kegiatan berjalan didalamnya, maka dari itu dalam merencana lanskap di
perkotaan berhubungan pula dengan peraturan fisik yang ada.

10

KONDISI UMUM WILAYAH
Geografis dan Administratif
Kota Sawahlunto dapat dibagi atas dua bagian yaitu kota tua dan kota
baru. Kota tua memiliki luas 779,6 Ha mulai terbentuk seiring dengan pembukaan
areal tambang batu bara. Kota tua berada dalam sebuah lembah yang dikelilingi
oleh bukit-bukit. Secara administrasi pemerintahan kota tua sebelum dimekarkan
mempunyai batas wilayah sebelah utara berbatas dengan Nagari Kolok
(Kecamatan Barangin) dan Sijantang (Kecamatan Talawi), sebelah timur dan
barat berbatas dengan Nagari Kubang (Kecamatan Lembah Segar), sebelah
selatan berbatas dengan Nagari Kubang (Kecamatan Lembah Segar) dan Nagari
Silungkang (Kecamatan Silungkang). Secara topografi, Sawahlunto terletak pada
daerah perbukitan dengan ketinggian antara 250 - 650 meter di atas permukaan
laut.

Gambar 5 Kota Tuo Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat

Pemerintahan
Sejak tahun 1918, Sawahlunto telah berstatus gemeente (kota). Namun
belum sempat menjadi stadsgemeente walaupun hingga tahun 1930 telah memiliki
penduduk yang banyak. Pada tanggal 10 Maret 1949, Sawahlunto bersama dengan
wilayah Kabupaten Solok, Kota Solok, Kabupaten Sijunjung, dan Kabupaten
Dharmasraya sekarang, ditetapkan menjadi Afdeeling Solok yang dipimpin oleh
seorang bupati. Selanjutnya dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1965, status Sawahlunto kemudian berubah menjadi Daerah Tingkat II
dengan sebutan Kotamadya Sawahlunto dan mulai dipimpin oleh seorang wali
kota.
Walikota pertama (tahun 1965-1971), Ahmad Nurdin, SH memulai
pembangunan kota sejalan dengan Repelita I tahun 1969. Kebijakan
pembangunan yang penting diambil oleh Ahmad Nurdin adalah pemulihan
kondisi sosial politik masyarakat. Perhatian pemerintah dan masyarakat kota pada
tahap awal banyak tercurah pada pembersihan terhadap masyarakat yang dianggap
terlibat dalam Gerakan 30 September dan pendukungnya.

11
Walikota kedua (tahun 1971-1983), Drs. Shaymoery WS mulai memahami
ketergantungan Sawahlunto pada pertambangan dan merasakan kemungkinan
perkembangan kota untuk kedepannya. Shaymoery menyadari bahwa kota kecil
yang didirikan kolonial Belanda ini tidak mungkin mengharapkan
perkembangannya pada perkebunan, pertanian, maupun perdagangan karena
topografi tanah dan geografisnya tidak menguntungkan. Menurut Shaymoery kota
ini bisa dikembangkan dalam bidang pendidikan dan pariwisata karena sejarah,
struktur sosial budaya, serta keindahan alamnya sangat mendukung.
Walikota ketiga (tahun 1983-1988), Drs. Nuraflis Salam dianggap
masyarakat menjadi pelanjut kebijakan awal orde baru. Tidak terdapat perubahan
besar saat ia memimpin karena saat itu garis kebijakan digariskan dari pusat
sehingga kreativitas kepemimpinannya tidak tampak menonjol.
Walikota keempat (tahun 1988-1993), Drs. Rahmatsyah memperluas
wilayah kota Sawahlunto pada tahun 1990 (PP no. 44 tahun 1990/ tertulis dalam
lembaran negara no. 99 tahun 1990 dan tambahan no. 3423). Setelah perluasan itu
administrasi kota sawahlunto menjadi empat kecamatan sementara sebelumnya
adalah dua kecamatan.
Walikota kelima (tahun 1993-2003), Drs. Subari Sukardi tidak
melanjutkan apa yang telah dirintis oleh walikota sebelumnya. Tidak terjadi
perubahan yang signifikan dalam tata ruang kota sehingga kurangnya peningkatan
fungsi bangunan-bangunan yang sudah ada, bahkan sebagian banyak yang
terabaikan. Kemudian walikota selanjutnya Ir. H. Amran Nur mulai menerapkan
visi jangka panjang Kota Sawahlunto menjadi kota wisata tambang yang
berbudaya tahun 2020.
Sejarah Perkembangan Kota
Sejarah panjang kota Sawahlunto dimulai, ketika para ahli geologi dari
Belanda menemukan cadangan batu bara dalam jumlah yang besar pada akhir
abad ke-19. Sawahlunto mulai menjadi pemukiman pekerja tambang yang
didatangkan dari berbagai kawasan pada tahun 1887, yakni ketika uang sejumlah
sekitar ± 5,5 juta Gulden diinvestasikan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk
membangun fasilitas beserta infrastruktur yang diperlukan guna membangun
pertambangan batu bara yang akan diberi nama Tambang Batu Bara Ombilin.
Pada Tahun 1894, Sawahlunto telah terhubung dengan kota Padang oleh
jalur kereta api, sehingga hal tersebut turut membantu perkembangan kota
Sawahlunto. Penemuan dan penggalian batu bara oleh pihak kolonial dengan
nama Tambang Batu Bara Ombilin dan dimasa orde lama/baru dimana telah
terjadi nasionalisasi aset-aset negara menjadi perusahaan negara, kita
mengenalnya dengan sebutan PTBA. UPO (Perusahaan Tambang Bukit Asam
Unit Produksi Ombilin).
Pada tahun 1997, PTBA. UPO untuk menuju ke era penurunan jumlah
produksi karena faktor makro ekonomi dan menipisnya persediaan batu bara. Pada
akhir tahun 2002, kegiatan tambang yang dikelola oleh PTBA. UPO bisa
dikategorikan mati suri. Walaupun kegiatan tambang tetap terus selalu di
upayakan akan tetapi sangat tampak sekali bahwa itu selalu dipaksakan.
Dampaknya, sangat besar sekali. Bukan hanya PTBA. UPO saja yang mengalami

12
kerugian akan tetapi pedagang-pedagang kecil (Sektor Riil) yang berjualan di
pasar Tradisional pun mengalami penurunan permintaan.
Setelah tahun 2002, kota Sawahlunto terus mencoba melakukan terobosanterobosan untuk tetap bertahan dari pengaruh sosial budaya, kerusakan ekologi,
hambatan, dan konflik ekonomi. Suatu upaya dan gagasan muncul yaitu dengan
memutar haluan kebijakan. Awalnya kebijakan-kebijakan yang diterapkan adalah
ekonomi pertambangan. Karena ekonomi pertambangan tidak bisa mendukung
lagi 100 persen permintaan dan penawaraan maka ekonomi pariwisata pun dicoba
untuk dimunculkan ke permukaan. Upaya tersebut secara institusional dilakukan
dengan cara pengalihan visi kota Sawahlunto pada 24 Desember 2002 yang
dituangkan dalam Perda 6 tahun 2003 yaitu menjadikan “ Sawahlunto tahun 2020
menjadi Kota Tambang Wisata yang Berbudaya”.

Kependudukan
Jumlah penduduk kota Sawahlunto mengalami penurunan yang sangat
tajam sejak merosotnya produksi batu bara di kota ini pada tahun 1940, dari
43.576 orang pada tahun 1930 menjadi 13.561 orang pada tahun 1980. Kemudian
secara perlahan, jumlah penduduk kota ini meningkat pada tahun 1990, sejalan
dengan kembali pulihnya produksi batu bara sejak tahun 1980.
Pada tahun 1990, wilayah administrasi kota Sawahlunto diperluas dari
hanya 0,778 km² menjadi 27,345 km² dan membawa konsekuensi jumlah
penduduknya meningkat. Sehingga pada tahun 1995, jumlah penduduk kota
Sawahlunto mencapai 55.090 orang. Namun pada tahun 2000, jumlah penduduk
kota Sawahlunto menurun menjadi 50.668 orang, artinya selama lima tahun telah
terjadi penurunan sekitar 8%. Hal ini disebabkan oleh sebagian perumahan
pegawai Perusahaan Tambang Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin (PTBA.
UPO) dipindahkan ke luar daerah kota Sawahlunto. Sehingga dari segi ini tampak
kaitannya antara usaha pertambangan batu bara dengan jumlah penduduk kota
Sawahlunto.
Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan jumlah penduduk kota
Sawahlunto mengalami peningkatan, dari sebelumnya 54.310 orang pada tahun
2008 menjadi 56.812 orang. Kecamatan Talawi merupakan kecamatan dengan
penduduk terbanyak, yaitu 17.676 orang atau sekitar 31,11% dari jumlah
penduduk kota Sawahlunto. Kepadatan penduduk kota Sawahlunto pada tahun
2010 adalah 238 orang per km², dimana kecamatan Lembah Segar adalah
kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya yaitu 431 orang per
km². Sedangkan rasio jenis kelamin penduduk kota Sawahlunto adalah 98, yang
artinya jumlah penduduk laki-laki 2% lebih sedikit dibandingkan jumlah
penduduk perempuan.

Perekonomian
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, Sawahlunto merupakan kota
dengan angka kemiskinan kedua terendah di Indonesia, setelah kota Denpasar,
Bali. Sawahlunto juga termasuk kota dengan pendapatan per kapita kedua

13
tertinggi di Sumatera Barat, dimana mata pencarian penduduk sebagian besar
ditopang oleh sektor pertambangan dan jasa. Selain itu, sektor lain seperti
pertanian dan peternakan juga masih diminati masyarakat. Bahkan beberapa
kawasan sedang dikembangkan untuk menjadi daerah sentral industri kerajinan
dan makanan kecil.
Selama seratus tahun lebih, batu bara telah dieksploitasi mencapai sekitar
30 juta ton, dan masih tersisa cadangan lebih dari 100 juta ton. Namun masa
depan penambangan batu bara di kota Sawahlunto masih belum jelas, sebab
cadangan yang tersisa hanya bisa dieksploitasi sebagai tambang dalam.
Sedangkan dapat atau tidaknya eksploitasi tersebut sangat bergantung kepada
penguasaan teknologi dan permintaan pasar. Selain itu, penyelenggaraan
pertambangan batu bara juga sedang mengalami reorientasi oleh berkembangnya
semangat desentralisasi atau tuntuntan otonomi daerah yang membangkitkan
keinginan masyarakat setempat untuk melakukan penambangan sendiri.

Tata Guna Lahan
Berdasarkan hasil penelitian BPN Kota Sawahlunto tahun 2008:
penguasaan lahan Kota Sawahlunto pada tahun 2001 didominasi oleh hutan
sebesar 12.666,34 Ha atau sekitar 46,32% dari total luas administratif Kota
Sawahlunto. Sedangkan pada tahun 2008 penggunaan lahan didominasi oleh
kebun campuran yaitu sebesar 9.783 Ha atau sebesar 35,8% dari luas wilayah
Kota Sawahlunto. Luas penggunaan lahan yang mengalami perluasan dari tahun
2001-2008 diantaranya perumahan dari luasnya sebesar 2.266,15 Ha menjadi
3.036 Ha atau meningkat sebesar 2.91 %. Penggunaan lahan lain yang mengalami
kenaikan perluasan pada tahun 2001-2008 yaitu sawah yang memiliki luas 1.966
Ha pada tahun 2001 menjadi 2.097 Ha pada tahun 2008, atau mengalami
kenaikan sebesar 0.51%.
Terdapat penggunaan lahan yang mengalami pengurangan luas guna lahan
yaitu diantaranya Tegalan pada tahun 2001 sebesar 4.335 Ha menjadi 292 Ha atau
mengalami penurunan luas sebesar 14,75%. Penggunaan lahan lain yang
mengalami penurunan besaran luas yaitu hutan pada tahun 2001 sebesar
12.666,34 Ha menjadi 4.752 Ha pada tahun 2008 dan mengalami penurunan
sebesar 28,92 %. Kolam pada tahun 2001 mempunyai luas sebesar 42,2 Ha
menjadi 29 Ha pada tahun 2008 dan mengalami penurunan sebesar 0,14%.
Pada tahun 2008 terdapat penggunaan lahan baru yaitu industri sebesar
971 Ha, Semak/alang-alang sebesar 4.157 Ha, perkebunan 1.665 Ha, Kebun
Campuran sebesar 9.783 Ha, dan Taman Rekreasi/olahraga sebesar 49 Ha.
Dengan perkembangan perubahan guna lahan ini dapat disimpulkan bahwa
kegiatan masyarakat di Kota Sawahlunto turut juga berkembang, begitupun
dengan dengan aktifitas juga semakin beragam dengan terdapatnya guna lahan
baru di tahun 2008.
Data terakhir yang dapat menggambarkan penggunaan lahan di Kota
Sawahlunto sampai tahun 2008 penggunaan lahan didominasi oleh kebun
campuran seluas 9.783 Ha atau sekitar 35,8 % dari luas daerah administrasinya.
Penggunaan penting lainnya adalah tegalan 4.335 Ha, perumahan 2.266,15 Ha dan
sawah seluas 1.966 Ha. Bila dibandingkan dengan penggunaan lahan tahun-tahun

14
sebelumnya, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perubahan penggunaan lahan
yang signifikan di Kota Sawahlunto. Berikut dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan penggunaan lahan Kota Sawahlunto tahun 2001 dan 2008
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Jenis Penggunaan
Tanah
Perumahan
Industri
Pertambangan
Sawah
Tegalan
Hutan
Semak/Alangalang
Perairan Darat
Perkebunan
Kolam
Kebun Campuran
Taman
Rekreasi/Olahraga
Lain-Lain
Jumlah

Luas Tahun 2001
(Ha)

Luas Tahun 2008

(%)

(Ha)

(%)

2.266,15
1.966
4.335
12.666,34
-

8,29
7,19
15,85
46,32
-

3.063
971
2.097
292
4.752
4.157

11,2
3,6
7,7
1,1
17,4
15,2

42,2
-

0,15
-

1.665
29
9.783
49

6,1
0,1
35,8
0,2

6.069,01
27.345

22,19
100

49
27.345

0,2
100

Sumber : BPN Kota Sawahlunto, 2008
Sarana dan Prasarana Kota
Menurut Pebrinaldi (2009) sarana perhubungan berupa jaringan jalan raya
untuk menunjang kelancaran usaha investasi di Kota Sawahlunto adalah sebagai
berikut: jalan negara sepanjang 8,15 km dengan kondisi baik dan permukaan
diaspal, jalan kota sepanjang 234,11 km dengan kondisi baik dan pada umumnya
permukaan diaspal. Kesemua jalan ini merupakan penghubung kegiatan ekonomi
dan perdagangan, baik dalam wilayah Kota Sawahlunto sendiri maupun dengan
daerah lain, seperti Kabupaten Solok, Kota Solok, Kabupaten Dharmasraya,
Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Tanah Datar.
Sedangkan untuk jalan kereta api (rel kereta api) yang semula digunakan
untuk mengangkut batubara dari Kota Sawahlunto ke pelabuhan Teluk Bayur
Padang sejak 2 tahun belakang tidak dimanfaatkan lagi oleh PT BA. Hal ini
disebabkan batu bara yang akan diangkut menggunakan jasa kereta api
kapasitasnya tidak banyak lagi. Beberapa bulan terakhir, kereta tersebut sudah
mulai beroperasi lagi, bukan untuk mengangkut batu bara, melainkan sebagai
kereta angkutan penduduk.
Di Kota Sawahlunto tersedia sarana angkutan umum yang siap melayani
angkutan barang dan penumpang ke berbagai daerah tujuan, diantaranya, bus
umum 17 unit, truk 127 unit, angkot dalam kota 50 unit, dan 1 unit kereta api.
Sebagai daerah pedalaman yang dilingkari bukit, Kota Sawahlunto tidak
mempunyai daerah pantai. Perhubungan laut hanya dapat melalui pelabuhan
Teluk Bayur Padang dengan jarak 95 km dari Kota Sawahlunto.
Di Kota Sawahlunto ada beberapa sungai antara lain Batang Ombilin,
Batang Malakutan, Batang Lunto, Batang Lasi, dan Batang Sumpahan. Semua

15
alur sungai ini mengalir pada lembah perbukitan melalui suatu daerah aliran
sungai, yaitu Batang Ombilin. Sungai tidak digunakan untuk angkutan dan jalur
transportasi.
Menurut Pebrinaldi (2009) fasilitas listrik untuk penerangan di Kota
Sawahlunto dilayani oleh: PT. PLN (Persero) yang memberikan jasa kepada
pelanggan terdiri dari rumah tangga, usaha/bisnis, industri perhotelan, industri
perkantoran, sosial dan penerangan. Energi listrik tersebut diperoleh dari:
1. PLTU Sijantang tahap I dengan kapasitas II 200 megawatt (sudah beroperasi)
2. PLTA Singkarak dengan kapasitas 175 megawatt (sudah beroperasi)
3. PLTA Maninjau dengan kapasitas 68 megawatt (sudah beroperasi)
4. PLTA Koto Panjang dengan kapasitas 114 megawatt (sudah beroperasi )
Dari semua sumber energi listrik yang disediakan oleh PLN (Persero),
tenaga listrik akan didistribusikan dengan sistem interconnected melalui transmisi
150 KVA, kemudian didistribusikan ke setiap wilayah kecamatan dan tempattempat tertentu sampai ke lokasi perusahaan/industri melalui transmisi 20 KVA.
Sampai akhir tahun 2005, dari 10 Kelurahan, 27 desa dengan 4 kecamatan yang
ada di Kota Sawahlunto, hampir seluruhnya sudah dijangkau aliran listrik.
Menurut Pebrinaldi (2009) Kota Sawahlunto telah memiliki sarana telepon
otomatis, HP, telegraf, jasa pelayanan kantor pos dan jasa pelayanan swasta TIKI.
Untuk prasarana telekomunikasi ini, terdapat 1 (satu) unit sentral lokal (STO).
Jumlah sambungan telepon terpasang sebanyak 2894 unit. Prasarana
telekomunikasi ini sudah semakin lengkap dengan sudah dibangunnya menara
pemancar untuk telepon seluler (HP), ditambah lagi dengan sudah adanya kantor
Pos Pembantu di setiap Kecamatan yang sudah dilengkapi pula dengan fasilitas
kendaraan yang dihapakan semakin mempelancar distribusikan informasi dari dan
ke Kota Sawahlunto.
Menurut Pebrinaldi (2009) sampai saat ini daerah Sawahlunto masih
sering mengalami kekurangan air bersih. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih
tersebut, baik di Kota Sawahlunto maupun di desa/kelurahan, pemerintah kota
telah melakukan berbagai upaya di antaranya secara bertahap membangun sarana
air bersih. Pada saat ini di Kota Sawahlunto telah tersedia fasilitas air minum yang
dikelola oleh PDAM dan fasilitas air minum tersedia pada tiga kecamatan, yaitu
Kecamatan Talawi, Kecamatan Barangin, dan Kecamatan Lembah Segar.
Sumber-sumber air minum di Kota Sawahlunto diperoleh dari Batang Ombilin,
Batang Lunto, Batang Sumpahan, dan sumber mata air lainnya.
Menurut Pebrinaldi (2009) lembaga keuangan (perbankan) merupakan
salah satu sarana yang cukup penting untuk mendukung kegiatan ekonomi. Di
Kota Sawahlunto terdapat lima lembaga keuangan (Perbankan), yaitu Bank
Mandiri, Bank BNI 46, Bank Nagari, Bank BRI juga mempunyai BRI Unit Desa
di semua kecamatan yang ada dan BPR.
Menurut Pebrinaldi (2009) sarana dan prasarana penginapan merupakan
faktor penting, terutama untuk menunjang kegiatan pariwisata. Di Kota
Sawahlunto, baru tersedia fasilitas penginapan Wisma Ombilin, Laura Hotel dan
beberapa buah Mess yang dikelola oleh PTBA UPO. Sarana kesehatan yang
tersedia di Kota Sawahlunto berupa Rumah Sakit Umum 1 unit yang terletak di
pusat kota, yaitu di Kecamatan Lembah Segar yang sudah dilengkapi dengan
tenaga dokter spesialis, puskesmas induk 5 unit, puskesmas pembantu 20 unit, pos
KB/Posyandu 37 unit, tempat praktek dokter 15 unit.

16

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu
Kegiatan perencanaan lanskap ini dilakukan di kawasan Kota Tuo
Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian tapak dilakukan pada bulan
Februari 2013 dan berakhir dengan penyusunan skripsi pada bulan Januari 2014
dengan alokasi waktu seperti yang tertera pada Tabel 2. Peta lokasi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumatera Barat

Sawahlunto

Kota Tuo Sawahlunto

Gambar 6 Peta orientasi Kota Tuo Sawahlunto
Tabel 2 Waktu pelaksanaan kegiatan (tahun 2013-2014)

Alat dan Bahan
Penelitian perencanaan lanskap kota tua menggunakan alat dan bahan
untuk mendukung kegiatan di lapang maupun dalam mengolah data (Tabel 3).

17
Tabel 3 Alat dan bahan
Alat dan Bahan
Tujuan
Kamera digital
Mengambil langsung gambar di lapangan
GPS
Menginventarisasi titik koordinat tapak
Laptop
Mengolah dan menganalisis data
Program CAD, SketchUp, dan Menggambar
grafis
komputer
hasil
Photoshop
perencanaan lanskap
Peta
Orientasi tapak dan batas kawasan
RTRW Kota Sawahlunto
Panduan dalam perencanaan lanskap
Pendekatan Perencanaan Lanskap
Perencanaan lanskap dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kesejarahan, yaitu pendekatan dengan memperhatikan nilai keaslian dan keunikan
sejarah yang dimiliki dengan kriteria yang digunakan menurut Harris dan Dines
(1988), yaitu: pola penggunaan lahan dan bangunan, asosiasi kesejarahan, dan
kualitas estetik.
Kriteria yang digunakan sebagai dasar penilaian untuk mengetahui tingkat
keaslian dan keunikan disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Selanjutnya skor
penilaian dijumlahkan untuk mengetahui tingkat keaslian dan keunikan dari
kawasan Kota Tua.
Tabel 4 Kriteria penilaian keaslian

18
Lanjutan Tabel 4 Kriteria penilaian keaslian

Tabel 5 Kriteria penilaian keunikan

19
Penilaian terhadap aspek tersebut dihitung menggunakan metode skoring
yang dikemukakan oleh Selamet (Selamet, 1983 dalam Allindani 2007) dengan