PenilaianTeknologi Budidaya Padi Sawah Irigasi Adaptif Terhadap Keragaman Iklim (Studi Kasus: Subang, Jawa Barat)

PENILAIAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI SAWAH IRIGASI
ADAPTIF TERHADAP KERAGAMAN IKLIM: STUDI KASUS
SUBANG-JAWA BARAT

NITA NURHAYANI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Teknologi
Budidaya Padi Sawah Irigasi Adaptif Terhadap Keragaman Iklim:Studi
KasusSubang-Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Nita Nurhayani
NIM G24090028

ABSTRAK
NITA NURHAYANI. Penilaian Teknologi Budidaya Padi Sawah Irigasi Adaptif
Terhadap KeragamanIklim:Studi Kasus Subang-Jawa Barat. Dibimbing oleh
RIZALDI BOER.
Produktivitas padi sawah dalam beberapa tahun terakhir cenderung
menurun. Kondisi ini disebabkan tidak hanya oleh belum optimalnya
penerapanteknologi budidaya anjuran, tetapi juga meningkatnya kegagalan panen
akibat kejadian iklim ekstrim.Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan
menilai teknologi budidaya padi sawah irigasi di Subang dan mengembangkan
strategi budidaya adaptif terhadap keragaman iklim.Penilaian teknologi padi
sawah terhadap keragaman iklim dilakukan dengan menggunakan model simulasi
padi DSSAT dan analisis cost-benefit. Pengembangan strategi budidaya adaptif
terhadap keragaman iklim disusun berdasarkan hasil interview dan survey Sistem
Usaha Tani (SUT) dengan memperhatikan hasil simulasi. Teknologi budidaya
yang dinilai sebanyak 18 jenis meliputi teknologi pengelolaan air, pemupukan dan

jarak tanam. Hasil penelitian menunjukan bahwa teknologi yang optimum untuk
Subang ialah irigasi macak-macak, dengan pupuk rekomendasi 150 kg/ha dan
jarak tanam 40x40 cm dan waktu tanam optimum antara pertengahan Oktober
sampai pertengahan Januari. Nilai benefit-cost (B/C) untuk teknologi ini adalah
tertinggi.Strategi untuk mengatasi kejadian iklim selain dengan mengembangkan
langkah intervensi yang bersifat struktural seperti pembuatan lumbung air seperti
embung, sumur pompa juga yang bersifat non-struktural seperti penguatan
kapasitas petani dalam memanfaatkan informasi prakiraan iklim untuk
menyesuaikan pola tanam.
Kata kunci : Sawah Irigasi, Pilihan Teknologi, DSSAT

ABSTRACT
NITANURHAYANI. Assessment of TechnologyOptions of Irrigated Rice Paddy
Adaptive to Climate Variability: Case Study inSubang, West Java. Supervised
byRizaldiBOER.
In recent yearsm riceproductivitytended to decrease. Thisconditionis not
only due to limited adoption of new technologies by farmers but also due to the
increased in crop failure caused by extreme climate events. This study aimsto
identify and assess crop management technologiesofirrigatedrice inSubang and to
develop crop management strategies more adaptive to climate variability.

Assessment of crop management technologies was done using crop simulation
(DSSAT) and cost-benefitanalysis, and adaptivefarmingstrategies was developed
based on interviews with farmers taking into consideration the results ofthe crop
simulation. Crop management technologies being assessed were 18technologies
consists of water management,fertilizer application, and crop spacing. The results
showedthat theoptimumtechnology at Subang for the irrigated rice is
puddlingwithnitrogen application of 150 kg Urea/ha and plant spacing of
40x40cm. The optimumplantingtime is betweenmid-Octoberand mid-January.
The B/C ratio for this technology is the highest. Strategy to manage climate risk
include not only with structural intervention such as development of communitybased water reservoir, wells pump etc, but also with non-structural intervention
such as enhancement of farmers capacity in using climate forecast information
application for tailoring crop management and cropping pattern to the forecast
information.
Keywords: Rice Irrigation, Technology Choice, DSSAT

PENILAIAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI SAWAH IRIGASI
ADAPTIF TERHADAP KERAGAMAN IKLIM: Studi Kasus
Subang-Jawa Barat

NITA NURHAYANI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi

:

Nama
NIM

:

:

PenilaianTeknologi Budidaya Padi Sawah Irigasi Adaptif
Terhadap Keragaman Iklim (Studi Kasus: Subang, Jawa
Barat)
Nita Nurhayani
G24090028

Disetujui oleh

Prof Dr Rizaldi Boer, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc
Ketua Departemen

Tanggal lulus :


Judu! Skripsi

Nama
NIM

reoil ',11 Teknologi Budidaya Padi Sawah Irigasi Adaptif
Terha Up Keragaman Iklim (Studi Kasus: Subang, Jawa
Ba:a )
:\ i .J :\ urhayani
G2-+090028

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Tanggallulus:

2 S JAN 2014

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013dengan judul
Penilaian Teknologi Budidaya Padi Sawah Irigasi Teknis Terhadap Keragaman
Iklim:Studi Kasus Subang-Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Rizaldi Boer, MS. selaku
pembimbing, yang telah banyak memberi arahan, bimbingan dan saran juga
kepada Kepala Departemen Geofisika dan Meterorologi Dr. Ir. Tania June, MSc.
yang telah banyak memberi tuntunan dan wejangan. Kepada seluruh Dosen yang
telah dengan baik mengajar dan membimbing selama perkuliahan. Kepada Staff
TU, Mas Aziz, Pak Nandang, Mas Kiki, Pak Badrun dan seluruh jajarannya, yang
telah sangat ramah dan banyak membantu dalam hal administrasi
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, serta seluruh
keluarga, Neno Muliyani Adik tersayang juga Rizal Saputra atas segala doa dan
kasih sayangnya. Kepada Bapak Jinto, Om Adut, Teh Cicih. Kepada teman-teman
satu angkatan Geofisika dan Meteorologi Angkatan 46,Abang Nowa, Mas Eko,
Rini, Zia, Didi, Zenal, Dimas, Iif, Hijjaz, , Dodik, Solah, Ervan, Umar, Abu, Alin,
Oca, Silvi, Hanif, Ipin, Ijal, Icih, Risna, Eka Fay, Eka Al, Muha, Bambang,
Rikson, Enda, May, Ronal, Jame, Pahmi, Khabib, Lidya Elida sahabat terbaik

yang telah sangat membantu, Normi Ardiani sahabat juga keluarga tersayang,
Neng Winda Aryani sahabat juga adek bungsu, Nyayu Fatimah Zahroh sahabat
dan teman termanis, Sahabat-sahabat Cibantengers (Bli Wayan, Ika Farah, Dwi
Putri), teman-teman satelit1 (Ka Ria, Kak Aci-Kakak tersayang, Mami Dhani,
Butet Fitri, Sunte, Mb. Anik dan Diah).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Nita Nurhayani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE


2

Alat

2

Bahan

2

Metode Analisis

2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sitem Usaha Tani (SUT) di Subang-Jawa Barat

5
5


Evaluasi Teknologi Budidaya Padi Sawah Beririgasi dengan DSSAT

11

Penilaian Teknologi Budidaya

12

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1 Kombinasi perlakuan teknologi budidaya padi sawah irigasi
2 Upaya-upaya penaggulangan kekeringan menurut (Dinas pertanian
tanaman Pangan 2012)
3 Rata-rata dan simpangan hasil tanaman dari simulasi pada dua
perlakuan irigasi dan tiga jarak tanam dan pemupukan
4 Hasil model regresi penduga hasil

4
10
12
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Diagram tahapan penelitian
Hasil rata-rata (Ton) dalam tiga kali tanam
Pola kombinasi penanaman
Tingkat kekeringan
Curah hujan rata-rata tahun normal dan ekstrim kering, dan periode
bulan kejadian kekeringan
Upaya adaptasi yang dilakukan petani saat terjadi bencana kekeringan
Perbandingan antara hasil simulasi dan observasi
Hasil simulasi hubungan tanggal tanam dan rata-rata hasil padi sawah
irigasi
Hubunagan antara tanggal tanam dan peluang untuk mendapatkan hasil
di atas rata-rata
Selang waktu tanam optimum untuk padi sawah beririgasi menurut
perlakuan irigasi, pemupukan dan jarak tanam
Hubungan rasio B/C dan hasil optimum padi sawah irigasi di Subang,
Jawa Barat

3
6
7
7
8
9
11
13
14
15
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis data input DSSAT
Langkah-langkah simulasi hasil tanaman dengan menggunakan DSSAT
Kuisioner sistem usaha tani
Data validasi antara hasil produksi petani dan hasil produksi model
simulasi tanaman
Distribusi dan kisaran tanggal tanam optimum setiap perlakuan
budidaya di Kabupaten Subang tahun 1991-2011
Data hasil distribusi sebaran tanggal tanam optimum untuk setiap
perlakuan budidaya
Rincian biaya (cost) usaha tani padi sawah irigasi untuk setiap
perlakuan budidaya
Data hasil analisis benefit cost ratio (B/C rasio) untuk setiap perlakuan
budidaya

20
21
23
27
28
30
31
33

9 Hasil simulasi tanggal tanam optimum padi sawah irigasi tahun 1991
2011 pada setiap perlakuan budidaya
10 Hasil simulasi hubungan tanggal tanam dan rata-rata hasil padi sawah
irigasi pada berbagai perlakuan budidaya
11 Hubungan anomali hasil dengan curah hujan
12 Kondisi sistem usaha tani sawah irigasi di Subang Jawa Barat

34
36
37
38

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang areal lahan sawah terluas
ketiga di Jawa Barat, setelah Indramayu dan Karawang, dan juga merupakan
kontributor produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Luas lahan sawah pada
tahun 2010 tercatat seluas 84.929 hektar atau sekitar 41,39% dari total luas wilayah
Kabupaten Subang. Patokbeusi, Pagaden, Ciasem, Compreng, Binong, Blanakan,
Pamanukan, Pusakanagara merupakan kecamatan-kecamatan sentra produksi padi di
Subang (DEPTAN 2010).
Data produksi padi tahun 1994 hingga 2007 menunjukan bahwa laju
pertumbuhan produksi padi masih berada di bawah laju pertumbuhan penduduk. Hal
ini bisa disebabkan oleh masih rendahnya tingkat adopsi teknologi budidaya anjuran
sehingga tingkat produktivitas dan masih tingginya kehilangan produksi akibat
kejadian iklim ekstrim, seperti kejadian banjir, dan kekeringan..Apabila upaya untuk
meningkatkan produktivitas usaha tani padi dan kemampuan mengelola risiko iklim
tidak ditingkatkan, diperkirakan kemampuan produksi padi di Subang akan
mengalami penurunan sehingga dapat mengancam ketersediaan beras nasional
(BPS 2007).
Berdasarkan data statistik, hasil padi sawah beririgasi di Kabupaten Subang
adalah sekitar 5.4 t/ha, yaitu lebih rendah 25% dari rata-rata hasil nasional. Luas
kegagalan panen akibat kejadian iklim ekstrim juga cukup tinggi, yaitu mencapai 2
ha, atau sekitar 50% dari luas panen rata-rata. Oleh karena itu,penilaian terhadap
teknologi budidaya sangat diperlukan agar dapat ditentukan teknologi budidaya
yang optimum. Disamping itu, peningkatan kemampuan petani dalam mengelola
risiko iklim juga sangat diperlukan sehingga kegagalan panen akibat kejadian iklim
ekstrim dapat dikurangi (BPS 2007).

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk:
1. Menilai teknologi budidaya padi sawah beririgasi yang optimum dengan B/C
tinggi.
2. Menyusun strategi budidaya padi sawah beririgasi yang lebih adaptif terhadap
keragaman iklim.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan baik oleh petani maupun
pemerintah dalam mengembangkan sistem usahatani padi yang lebih adaptif
terhadap keragaman iklim sehingga hasil tanaman lebih meningkat dan kegagalan
panen akibat kejadian iklim ekstrim semakin berkurang.

2

METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan Juni 2013 di
Subang-Jawa Barat dan Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan
Meteorologi IPB Dramaga.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang
dilengkapi perangkat lunak DSSAT v.4.5 (The Decision Support System for
Agrotechnology Transfer),Microsoft Office 2007, Microsoft Excel, Crystal Ball dan
Minitab15..
Bahan
Perangkat lunak DSSAT digunakan untuk simulasi hasil tanaman dengan
menggunakan berbagai perlakuan budidaya. Data inputs yang diperlukan untuk
menjalankan DSSAT ialah data iklim harian, data sifat fisik dan kimia tanah, dan
data genetik tanaman varietas padi IR64. Jenis data input secara rinci disajikan di
Lampiran 1.
Metode Analisis
Untuk mencapai tujuan penelitian, analisis dilakukan melalui dua tahapan.
Tahap 1 ialah mengidentifikasi beberapa opsi teknologi budidaya yang digunakan
petani dalam mengatasi masalah keragaman iklim melalui survey sistem usahatani
dan survey literature. Tahap 2 ialah mengevaluasi beberapa teknologi budidaya
tanaman padi sawah beririgasi dengan menggunakan model simulasi tanaman
DSSAT. Tahap selanjutnya ialah menyusun strategi bididaya yang lebih adaptif
terhadap keragaman iklim dan memiliki B/C ratio tinggi berdasarkan pada hasil
analisis yang diperoleh dari tahap 1 dan 2. Secara skematis tahapan penelitian
disajikan pada Gambar 1.

A. Survey Sistem Usaha Tani (SUT) di Kabupaten Subang
Survey SUT padi sawah beririgasi di Kabupaten Subang dilakukan di
beberapa lokasi antara lain di daerah Cialameri (Soklat), Pagaden dan Sembung
dengan sistem pengairan irigasi teknis. Banyak responden ialah 34 petani dengan
kisaran usia 40-70 tahunan. Luas garapan responden berkisar antara 0.5-3.0 hektar.
Survey SUT meliputi pola tanam, varietas yang digunakan, pemupukan, irigasi, dan
masalah kejadian iklim ekstrim. Responden dipilih secara acak dan terstratifikasi
(stratified random sampling), yakni berdasarkan golongan sistem pengairannya
antara lain: irigasi teknis dan tadah hujan. Wawancara dipandu dengan
menggunakan kuisioner yang disajikan pada Lampiran 3. Sebelum interview,
terlebih dahulu dilakukan wawancara terhadap tenaga penyuluh dan staf teknis dari
beberapa instansi terkait yaitu Balai Penelitian Tanaman Padi (BPTP) dan Dinas
Pertanian Kabupaten Subang untuk mendapatkan gambaran umum tentang SUT di
Kabupaten Subang.

3

Data Iklim

Data Penanaman

Survey
SUT

Tanah

Survey Literatur

DSSAT

Validasi
Model

Teknologi
budidaya
diadopsi
petani

Skenario Teknologi
Budidaya

Penyusunan strategi budidaya
Adaptif terhadap keragaman iklim dengan
B/C ratio tinggi

Gambar 1 Diagram tahapan penelitian
B. Penilaian Teknologi Budidaya Padi Sawah Beririgasi yang Optimum
Teknologi budidaya yang dievaluasi dengan menggunakan DSSAT ialah
teknik pemberian air irigasi, pemupukan, dan jarak tanam (kepadatan tanaman).
Teknik pemberian air irigasi terdiri dari dua yaitu pemberian air macak-macak dan
pengenangan terus menerus; Pemupukan terdiri dari tiga perlakuan yaitu tanpa
pemupukan, setengah dari tingkat pemupukan rekomendasi, dan sama dengan
pemupukan rekomendasi; dan Jarak Tanam terdiri dari tiga perlakukan yaitu 25x25
cm, 30x30 cm, dan 40x40 cm. Jadi ada 2*3*3=18 kombinasi perlakuan (Tabel 1).
Dosis Pupuk Rekomendasi ditetapkan berdasarkan pada rekomendasi pemupukan
yang dikeluarkan oleh lembaga penelitian pertanian. Validasi model DSSAT
dilakukan dengan menggunakan data observasi hasil survey yang dilakukan ke
lahan petani. DSSAT dijalankan dengan menggunakan waktu tanam mulai dari 1
Januari sampai Akhir Desember dengan interval 15 harian. Langkah-langkah
simulasi hasil tanaman dengan menggunakan DSSAT disajikan pada Lampiran 2.

4
Tabel 1 Kombinasi perlakuan teknologi budidaya padi sawah irigasi yang
digunakan sebagai faktor manajemen dalam model simulasi DSSAT
Sistem Irigasi

Pemupukan

Jarak Tanam
25x25cm(a)

Tanpa Pupuk (1)

30x30cm(b)
40x40cm(c )
25x25cm(a)

Puddling (Macak-macak)(A)

1/2 Rekomendasi (150kg/ha)(2)

30x30cm(b)
40x40cm(c )
25x25cm(a)

Rekomendasi (300kg/ha)(3)

30x30cm(b)
40x40cm(c )
25x25cm(a)

Tanpa Pupuk (1)

30x30cm(b)
40x40cm(c )

Constan Flood Depth (Digenangi
terus menerus) (B)

25x25cm(a)
1/2 Rekomendasi (150kg/ha)(2)

30x30cm(b)
40x40cm(c )
25x25cm(a)

Rekomendasi (300kg/ha)(3)

30x30cm(b)
40x40cm(c )

Catatan : Dalam pembahasan selanjutnya, perlakuan menggunakan notasi huruf dan angka yang ada
dalam kurung. Misalnya A1a ialah perlakuan macak-macak, tanpa pupuk, jarak tanam 25x25cm.

Penentuan waktu tanam optimum padi sawah irigasi dianalisis dengan
menggunakanRegresi Fourier terhadap data hasil tanaman dari setiap waktu tanam,
yaitu (Boer dan Wahab,2007):
n

Yt  a0   (bk sin(kt' )  ck cos(kt' ))
k 1

Dimana:
a0, bk dan ck : koefisien regresi
k = 1,2,…,n : bilangan harmonik
t’=

t = 1,2,…365 : Julian Date
Yt
: hasil tanaman padi waktutanam-t
Koefisen a0merepresentasikan rata-rata hasil produksi tahunan dan hasil
tanaman maksimum (Ymaks) diestimasi dari a0+ hasil maksimum dari Ct,
dimana
n

Ymaks  a0  max(  (bk sin(kt' )  ck cos(kt' )))
k 1

Waktu tanam pada saat Ymaks untuk setiap tahun simulasi dan perlakuan ditetapkan
sebaran statistiknya. Periode penanaman optimum ditetapkan berdasarkan sebaran
ini yaitu tanggal tanam yang berada dalam selang peluang 10% dan 90%.
Teknologi budidaya yang optimal ditetapkan berdasarkan analisis ratio antara biaya
dan keuntungan (BCR) dengan menggunakan rumus berikut (Gettingen, 1982):

5
enefit
ot
= Benefit Cost Ratio
= Penghasilan bersih
= Total Biaya
=

Keterangan: BCR
Benefit
Cost

Selanjutnya persamaan untuk menduga potensi hasil tanaman padi sawah
tadah hujan berdasarkan teknologi budidaya yang digunakan, disusun dengan
menggunakan fungsi produksi berikut (Soekartawi 2003):
Log Y = log(a) + b1log(X1)+ b2 log(X2)+ … + bn log(Xn) + error
Dimana X1, X2, .., Xn teknologi budidaya yang digunakan (e.g. dosis pupuk, jarak
tanam dst) dan a, b1, b2, …, bn adalah koefisien persamaan yang menunjukkan besar
pengaruh dari teknologi budidaya terhadap hasil. Uji nyata untuk koefisien fungsi
produksi dilakukan dengan menggunakan Uji-t (Walpole 1990). Hipotesa yang diuji
ialah:
H0 : faktor produksi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi (bi = 0)
H1 : faktor produksi berpengaruh nyata terhadap hasil produksi (bi≠ 0)
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t, dimana Thit = bi/SE(bi),
dan SE(bi) ialah simpangan baku perubah bi. Apabila
Thit> Ttab = tolak H0
Thit< Ttab = terima H0
co (kt’)) =
C. Identifikasi Strategi Budidaya Padi Sawah Beririgasi yang Adaptif.
Identifikasi strategi budidaya padi sawah beririgasi yang adaptif terhadap
keragaman iklim dilakukan berdasarkan hasil kajian simulasi DSSAT dan survey
usaha tani. Strategi budidaya yang adatif ialah penerapan teknologi budidaya yang
berdayahasil lebih tinggi dan lebih tahan terhadap kondisi iklim ekstrim.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Usaha Tani (SUT)dan Permasalahannya di Subang-Jawa Barat
Kondisi SUT Padi Sawah Beririgasi di Kabupaten Subang
Kabupaten Subang terletak di kawasan utara provinsi Jawa Barat dengan luas
205,176 ha pada lintang 107o 31’ ampai dengan 107o54’ ujur Timur dan 6o 11’
sampai dengan 6o 49’ Lintang Selatan. Secara umum Kabupaten Subang memiliki
curah hujan rata-rata tahunan sekitar 2.352mm dengan jumlah hari hujan
100hari.Musim hujan dimulai bulan November dan berakhir pada bulan April,
sementara musim kemarau dari bulan Mei sampai Oktober.
Pola tanam yang diusahakan pada lahan sawah beririgasi umumnya
penanaman padi dua kali setahun dan pada sebagian wilayah sampai tiga kali padi.
Varietas yang digunakan antaralain: IR64, Inpari 13 dan Situ Bagendit. Varietas ini

6

Rata-rata hasil
(t/ha)

berumur antara tiga sampai empat bulan.Hasil survey menunjukan bahwa rata-rata
produktivitas tanaman padi sawah beririgasi untuk ketiga musim tanam berkisar
antara 3 t/ha sampai 5 t/ha (Gambar 2). Hasil padi musim tanam pertama (MT1)
dan kedua (MT2) jauh lebih tinggi dibanding padi penanaman di musim tanam
ketiga (MT3). Hal ini disebabkan karena kebutuhan air untuk padi pada penanaman
pertama dan kedua dapat dipenuhi oleh air irigasi, sementara pada penanaman
ketiga ketersediaan air irigasi semakin terbatassementara air dari hujan hampir tidak
ada. Oleh karena itu, penanaman padi ketiga (MT3) di Kabupaten Subang sangat
perlu memperhatikan sifat hujan dan ketersediaan air irigasi khususnya bagi lahan
sawah yang lokasinya berada di bagian ujung saluran irigasi.
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
Tanam 1

Tanam 2

Tanam 3

Gambar 2 Hasil rata-rata (t/ha) dalam tiga waktu tanam
Pola tanam yang dikembangkan dalam sistem usaha pertanian di daerah
Subang dilakukan dengan penanaman padi, padi, padi dan padi, padi, palawija. Dari
hasil survey, terdapat38% petani yang menggembangkan pola tanam padi, padi,
palawija dan 62% pola tanam padi, padi, padi. Pola tanam padi, padi dan palawija
dilakukan untuk untuk meminimalisir masalah kekeringan bagi tanaman, khususnya
pada MT3. Penentuan pola tanam pada lahan sawah beririgasi sangat dipengaruhi
oleh ketersediaan air irigasi (Gambar 3). Penanaman padi sampai tiga kali musim
tanam, umumnya dilakukan pada lahan sawah yang sumber air irigasinya cukup
(dekat saluran utama, atau golongan 1). Pada wilayah yang agak jauh dari saluran
utama (golongan 3 dan 4), petani menerapkan pola tanam padi-padi-palawija
(Gambar 3). Penanaman padi di MT1 biasanya dimulai pada awal musim hujan
yaitu awal November, di MT2 bulan April hingga Juli, sedangkan MT3 yaitu bulan
Agutus-Oktober.
Merujuk pada Gambar 3, pada MT2 persentase petani yang masih berani
melakukan penanaman padi setelah bulan April mengalami kenaikan.Hal ini
disebabkan air irigasi masih banyak tersedia untuk penanaman MT2. Petanisering
mengalami kekeringan pada akhir MT2 apabila terjadi kondisi iklim ekstrim kering
yang biasanya berlangsung pada saat fenomena El Nino terjadi sehingga air irigasi
menjadi sangat terbatas dan tinggi hujan tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan air tananam. Pada MT3 saat musim kemarau mencapai puncak
(Agustus), masih banyak petani yang berani untuk menanam padi maupun palawija.
Ketersediaan air irigasi yang terbatas dimanfaatkan secara optimum melalui sistem
irigasi gilir, atau dengan membuat sumur bor,atau embung.Namun demikian risiko
tanaman terkena kekeringan sangat tinggi pada MT3 khususnya apabila petani tidak
tepat dalam memprakirakan ketersediaan air yang ada sehingga luas penanaman
yang dilakukan jauh melebihi ketersediaan air. Sama halnya seperti MT2, kondisi
ini biasanya terjadi kalau fenomena El Nino berlangsung. Menjelang masuk musim
hujan (musim transisi, September-Oktober), persentase petani yang berani tanam

7

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

300
250
200
150
100
50

Ch rata-rata tahunan (mm)

Jumlah penanaman (%)

palawija meningkat, karena hujan sudah mulai turun dan ketersediaan air hujan
diperkirakan cukup untuk palawija. Komoditi palawija yang biasa ditanam yang
memiliki nilai ekonomis dan memiliki umur tanam yang relatif singkat antara
lain:kacang tanah, jagung, sayur kangkung dan mentimun. Jenis palawija tersebut
tidak mengonsumsi terlalu banyak air.

0
N

D

J

padi 1

F

M

A
padi 2

M

J

J

A

S

O

Padi3/plwj

Gambar 3 Pola kombinasi penanaman
Bencana Iklim dan Faktor Penyebabnya
Bentuk bencana iklim yang sering terjadi pada SUT sawah irigasi ialah
kekeringan, khususnya pada tahun ekstrim kering dimana ketersediaan air irigasi
sangat terbatas sehingga tidak bisa mengairi semua lahan sawah beririgasi.
Berdasarkan survey yang dilakukan, selama 20 tahun terakhir, tahun-tahun kejadian
kekeringan besar yang menimpa petani ialah tahun 1997 dan 2000. Pada tahun
tersebut sebagian besar petani mengalami gagal panen lebih dari setengah luas
lahannya.Namun demikian sebagian menyatakan tingkat kekeringan masuk kategori
ringan, dan sedang sampai berat (Gambar 4).

Persen responden (%)

40
35
30
25
20
15
10
5
0
ringan

sedang

berat

puso

Gambar 4 Tingkat Kekeringan
Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Tahun (2012), selain menurunnya
tinggi hujan pada musim kemarau, faktor lain yang dapat memicu terjadinya
kekeringan ialah:

8








Menurunnya kapasitas sumber air akibat rusaknya daerah tangkapan air.
Rendahnya efisiensi penggunaan air akibat buruknya sistem pengoprasian/
alokasi air.
Menurunnya kapasitas saluran maupun wadah-wadah air akibat sedimentasi.
Tingginya tingkat kehilangan air akibat kerusakan jaringan irigasi.
Adanya penyusunan rencana tata tanam yang tidak berbasis kepada ramalan
ketersediaan air, rencana luas tanam melebihi rencana ketersediaan air.
Adanya pergeseran jadwal tanam, sehingga terjadi akumulasi kebutuhan air
(Kebutuhan > Air yang tersedia).
Tidak akuratnya pencatatan debit akibat rusaknya instrument hidrologi
sehingga mempengaruhi ketepatan dalam pengalokasian air irigasi

Lebih lanjut, hasil wawancara menunjukkan bahwa bencana kekeringan pada
tahun iklim ekstrim kering (1997 dan 2000) mulai terjadi pada bulan Juli sampai
Oktober (Gambar 5). Merujuk pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa bencana
kekeringan pada sawah beririgasi umumnya terrjadi pada MT3. Namun demikian,
penanaman yang telalu terlambat pada MT2 juga dapat terkena kekeringan karena
pada akhir fase pertumbuhan ketersediaan air irigasi sudah menurun. Hal ini dapat
dilihat dimana tinggi hujan pada tahun iklim ekstrim mulai bulan April sampai
Oktober sudah di bawah normal (Gambar 5).
ch kekeringan tahun 1997 dan 2000 (mm)
ch rata-rata tahunan (mm)

350

Curah Hujan (mm)

300
250
200
150
100
50
0
1

2

3

4

5

6

7
Bulan

8

9

10

11

Persentase responden (%)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
12

Gambar 5 Curah hujan rata-rata tahun normal dan ekstrim kering, dan
periode bulan kejadian kekeringan
Cukup tinggi persentase petani yang terkena dampak kekeringan pada tahun
ekstrim kering mungkin juga disebabkan oleh rendahnya tingkat penggunaan
informasi prakiraan hujan.Berdasarkan hasil survey, dari 34 responden petani, hanya
3% petani yang menyatakan menggunakan informasi prakiraan iklim, sedangkan
97% petani lainnya tidak menggunakan informasi iklim. Hal ini mungkin
disebabkan oleh adanya jaminan ketersediaan air irigasi, sehingga perhatian petani
terhadap informasi prakiraan rendah. Sumber informasi umumnya berasal dari
kelompok taniatau ada juga yang hanya mengandalkan pengalaman saja.
Berlandaskan pengalaman dan pengetahuan kelompok tani saja mungkin tidak

9
cukup dalam meningkatkan kemampuan petani dalam mengantisipasi kejadian iklim
ekstrim. Untuk itu perlu diberikan penyuluhan mengenai informasi iklim dan
pemanfaatanya untuk mengatasi risiko iklim misalnya melalui sekolah lapang iklim.
Pada saat ini, bentuk bantuan yang diberikan oleh pemerintah untuk petani yang
terkena bencana ialah dalam bentuk bentuk pinjaman uang, pemberian bantuan bibit
atau pemberian bantuan pupuk.Namun demikian hanya sedikit yang
mendapatkannyayaitu hanya sekitar 18%.
Upaya Adaptasi terhadap Kejadian Iklim Ekstrim
Kejadian iklim ekstim, khususnya kekeringan yang sering terjadi dalam
beberapa tahun ini diperkirakan disebabkan oleh bergesernya musim tanam,
menurunnya hujan musim kemarau dan belum optimalnya upaya antisipasi yang
dilakukan. Berdasarkan hasil survey, petani sudah melakukan berbagai upaya dalam
mengatasi masalah kekeringan diantaranya dengan melakukan: irigasi gilir dari
sungai (38%), irigasi gilir dengan penghematan air (59%) dan membuat sumur
bor(3%; Gambar 6). Irigasi gilir dari sungaiyaitu petani melakukan pergiliran air
irigasi dari aliran sungai. Irigasi gilir dengan penghematan air ialah petani
menggunakan air secara hemat hanya dengan memanfaatkan sumber air yang
berasal dari embung atau bendungan yang mereka buat. Irigasi gilir biasanya diatur
oleh pengatur irigasi.Rendahnya penggunaan sumur bor untuk mengatasi
kekeringan karena tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh petani.
Sumur
Bor 3%

Irigasi
Gilir )
(Hemat
air59%

Gambar 6

Irigasi
Gilir
(Sungai)
38%

Upaya adaptasi yang dilakukan petani saat terjadi bencana
kekeringan

Berbagai upaya Adaptasi untuk mengatasi kekeringan selain yang disebutkan
oleh petani di atas, Dinas Pertanian juga telah menyusun berbagai program
penanggulangan kekeringan. Program yang disusun terdiri atas kegiatan aksi yang
sifatnya segera (mendesak), jangka pendek dan jangka panjang. Secaran singkat,
bentuk kegiatan aksi tersebut disajikan pada Tabel 2.

10
Tabel 2 Upaya-upaya penanggulangan kekeringan menurut (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan 2012)
Waktu



Langkah
mendesak









Jangka
pendek







Jangka
panjang
















Deskripsi Upaya (Teknologi Adaptasi)
Pembentukan pos koordinasi kekeringan.
Penyelamatan pertanaman padi dengan mengerahkan pompa-pompa air sepanjang sumber air
setempat tersedia dan membuat bendungan sementara pada saluran pembuangan.
Melaksanakan gerakan hemat air melalui Gursat dan Gilir Giring sesuai dengan debit air irigasi
yang tersedia.
Penggunaan air secara efisien terutama di daerah sentra produksi padi.
Memanfaatkan secara maksimal fasilitas dan sumber air yang masih ada (sungai, embung, waduk,
dan sumur patek).
Menginventarisir daerah-daerah yang mengalami kekeringan dan mengirimkan laporan
perkembangan kekeringan secara teratur dan berkesinambungan kepada Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Jawa Barat dengan tembusan kepada SKPD terkait.
Memanfaatkan informasi iklim/ cuaca berupa prakiraan musim kemarau 2011 dari Badan
Meteorologi dan Geofisika untuk perencanaan tanam.
Mendorong percepatan realisasi program rehabilitasi jaringan irigasi dan perbaikan saluran primer
dan sekunder, terutama di daerah sentra produksi padi meliputi Bekasi, Karawang, Subang,
Indramayu, dan Cirebon.
Perbaikan jaringan irigasi ditingakat usaha tani dengan operasional pelaksanaannya melalui padat
karya.
Tidak memaksakan bertanam padi apabila tidak terjamin fasilitas pengairannya (daerah diluar
sasaran areal tanam).
Penataan pola usaha tani terpadu tanaman pangan, hortikultura, ternak, dan ikan sesuai dengan
kondisi tingkat ketersediaan air.
Penyuluhan penerapan pola tanam dan teknologi usaha tani.
Melakukan perbaikan saluaran irigasi tersier/ kuarter yang rusak.
Peringatan dini kekeringan dengan menggunakan sistem peringakatan dini kekeringan.
Pengaturan pola dan waktu tanam pada setiap golongan pemberian air yang disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan air pada setiap kelompok umur tanaman.
Mendorong pengadaan benih yang toleran terhadap kekerinagan.
Pemasyarakatan budidaya tanaman padi hemat air.
Melaksanaan padat karya untuk percepatan musim tanam berikutnya.
Pembangunan dan peningkatan infrastruktur sumberdaya air (situ, bendungan dan long storage).
Peningkatan pelaksanaan gerakan rehabilitasi lahan kritis.
Peningkatan disiplin terhadap pelaksanaan pola dan tata tanam.
Rehabilitasi jaringan irigasi dan saluran primer, skunder, kuarter dan tersier.
Optamilisasi kegiatan operasi dan pemeliharaan infrastruktur irigasi.
Sekolah Lapang Iklim (SLI).
Optimisasi pelaksanaan sosialisasi penanganan kekeringan.
Penanganan drainase lahan pesawahan.
Penguatan kelembagaan.
Pemetaaan daerah rawan kekeringan dan daerah yang dapat dicanangkan untuk pembuatan embung
yang berfungsi sebagai pengendali banjir di musim hujan dan penyedia air pada musim kemarau.
Penanggulan kekeringan yang terkoordinasi antar stake holder terkait.

Upaya-upaya penangulangan kekeringan menurut (Dinas Pertanian Tanaman
Pangan 2012) terbagi kedalam 3 program, ialah langkah mendesak, jangka pendek
dan jangka panjang. Langkah mendesak yaitu upaya penanggulangan yang
dilakukan jika terjadi bencana, yang sifatnya tidak dapat ditunda dan harus segera
dikerjakan.Program jangka pendek dilakukan untuk antisipasi bencana dalam waktu
bulanan atau tahunan. Sedangkan program jangka panjang dibuat untuk antisipasi
yang penerapannya dapat dilakukan untuk waktu yang lama yakni tahunan.

11
Evaluasi Teknologi Budidaya Padi Sawah Berigasi dengan DSSAT
Validasi Model DSSAT
Hasil validasi menunjukan bahwa hasil tanaman dari modelsimulasitanaman
DSSAT cukupmampumengikuti pola data observasi (Gambar 7a).Namun demikian
informasi hasil tanaman yang diberikan oleh beberapa petani relatif hampir sama
walaupun teknologi yang mereka gunakan berbeda-beda. Hal ini menyebabkan data
hasil simulasi cukup beragam sementara data hasil observasi sama (Gambar
7b).Validasi model DSSAT yang dilakukan oleh peneliti lain dengan menggunakan
data observasi hasil penelitian lapangan dari beberapa lokasi menunjukkan hasil
yang lebih baik dengan korelasi mendekati 0.87 (Boer dan Surmaini 2008),
sementara penelitian ini hanya sekitar 0.78. Berdasarkan hal ini, penggunaan
modelDSSAT untuk mengevaluasi pengaruh berbagai teknologi budidaya terhadap
hasil tanaman cukup dapat diandalkan (e.g. ICASA2007).
5.4

Yield (ton/ha)

5.2
5.0
4.8
4.6

simulasi

observasi

28-Jan-12

28-Jan-12

28-Jan-12

27-Jan-12

27-Jan-12

22-Jan-12

20-Jan-12

20-Jan-12

15-Jan-12

15-Jan-12

07-Jan-12

05-Jan-12

02-Jan-12

01-Jan-12

29-Des-11

28-Des-11

27-Des-11

27-Des-11

25-Des-11

21-Des-11

20-Des-11

16-Des-11

1-Des-11

15-Des-11

1-Des-11

17-Nov-11

16-Nov-11

16-Nov-11

15-Nov-11

15-Nov-11

15-Nov-11

01-Nov-11

01-Nov-11

01-Nov-11

4.2

01-Nov-11

4.4

Tanggal Tanam
(a)

Hasil simulasi (ton/ha)

5.4
y = 0.8988x + 0.4915
R² = 0.6166

5.2
5.0
4.8
4.6
4.4
4.2
4.0
4.0

4.5
5.0
Hasil Observasi (ton/ha)
(b)

5.5

Gambar 7 Perbandingan antara hasil simulasi dan observasi

12
Penilaian Teknologi Budidaya Padi Sawah Beririgasi dengan DSSAT
Hasil analisis simulasi menunjukkan bahwa hasil tanaman padi sawah
beririgasi cukup beragam tergantung perlakuan yang diberikan.Secara umum
pengaruh dari perlakuan terhadap hasil tanaman padi beririgasi dapat dilihat pada
Tabel 3 dan Gambar 8. Hasil tanaman yang lebih tinggi diperoleh pada perlakuan
irigasi macak-macak yang ditanaman pada musim hujan dengan pemberian pupuk
urea 150 kg/ha (Tabel 3). Sedangkan perlakukan jarak tanam tidak begitu
berpengaruh besar (Tabel 3).
Kecilnya perbedaan hasil tanaman antar perlakuanjarak tanam menunjukkan
bahwa rata-rata bobot biji tanaman berpopulasi rendah lebih tinggi dibanding
tanaman dengan populasi tinggi. Menurut Donald (1963), dengan meningkatnya
populasi dan pertumbuhan tanaman, kebutuhan cahaya untuk proses fotosintesis
akan meningkat dan persaingan antar tanaman dalam mendapatkan cahaya juga
meningkat. Tanaman dengan populasi yang rendah relatif akan menerima cahaya
lebih banyak dibanding yang populasi tinggi sehingga bobot biji yang dihasilkan
relatif lebih tinggi. Untuk efisiensi biaya, hasil analisis menyarakan agar jarak
tanam yang digunakanialah 40x40 cm.
Tabel 3 Rata-rata dan simpangan hasil tanaman dari simulasi pada dua perlakuan
irigasi dan tiga tingkat jarak tanam dan pemupukan

Sistem
irigasi

Macakmacak
(A)

Jarak
tanam
(cm)

Rata-rata
Umum

25x25
(a)

MH

0 kg/ha (1)
RataSD
rata
2.26
0.44

MK

1.50

0.36

2.64

1.03

2.69

0.89

2.28

0.76

30x30
(b)

MH

2.26

0.44

5.02

0.61

4.58

0.56

3.95

0.54

MK

1.49

0.35

2.75

0.94

2.52

0.83

2.25

0.70

40x40
(c)

MH

2.26

0.44

5.03

0.61

4.58

0.58

3.96

0.54

MK

1.53

0.38

2.93

0.93

2.52

0.86

2.33

0.72

MH

2.26

0.44

5.03

0.61

4.59

0.56

3.96

0.54

MK

1.51

0.36

2.77

0.96

2.58

0.86

2.29

0.73

25x25
(a)

MH

2.10

0.49

4.91

0.63

4.36

0.75

3.79

0.62

MK

1.48

0.33

2.77

0.79

3.14

0.97

2.46

0.70

30x30
(b)

MH

1.47

0.52

4.90

0.63

4.38

0.72

3.59

0.82

MK

1.13

0.46

2.83

0.94

2.83

0.91

2.26

0.92

40x40
(c)

MH

2.10

0.48

4.90

0.62

4.36

0.75

3.78

0.61

MK

1.57

0.35

2.84

0.85

1.99

0.63

2.13

0.61

MH

1.89

0.69

4.90

0.63

4.37

0.74

3.72

0.69

MK

1.39

0.53

2.81

0.86

2.65

0.83

2.29

0.74

Rata-rata Umum

Digenangi
(B)

Pemupukan
Musim
Tanam

Rata-rata Umum

150 kg/ha (2)
RataSD
rata
5.03
0.61

300 kg/ha (3)
RataSD
rata
4.60
0.55

Ratarata
3.96

0.53

SD

13

JT: 25x25 cm
7.0

6.0
5.0

6.0

5.0
4.0
4.0
3.0
3.0
2.0
2.0

5.0
Hasil (t/ha)

Hasil (t/ha)

JT: 25x25 cm
7.0
6.0

4.0
3.0

2.0

1.0
1.0

1.0
0.0

0.0

1

32

61

32

61

JT: 30x30 cm
7.0
6.0

5.0
4.0
4.0
3.0
3.0
2.0
2.0

5.0

Hasil (t/ha)

6.0
5.0

4.0
3.0
2.0

1.0
1.0

1.0
0.0

0.0

1

32

61

93

1

124 156 187 219 251 282 314 345

32

61

JT: 40x40 cm

93

124 156 187 219 251 282 314 345

JT: 40x40 cm

6.0
7.0

7.0

6.0
5.0

6.0

5.0
4.0
4.0
3.0
3.0
2.0
2.0

5.0
Hasil (t/ha)

Hasil (t/ha)

93 124 156 187 219 251 282 314 345

JT:30x30 cm

7.0
6.0

Hasil (t/ha)

1

93 124 156 187 219 251 282 314 345

4.0
3.0

2.0

1.0
1.0

1.0
0.0

0.0
0.0
1

32

Gambar 8

61

93 124 156 187 219 251 282 314 345

1

32

61

93 124 156 187 219 251 282 314 345

Hasil simulasi hubungan tanggal tanam dan rata-rata hasil padi sawah
irigasi pada dua perlakuan irigasi yang digenangi terus menerus (kiri)
dan macak-macak (kanan) dan tiga perlakukan jarak tanam dan tiga
tingkat pemupukan yaitu tanpa pupuk (garis hitam),150 kg/ha (garis
biru dan 300kg/ha (garis kuning).

Merujuk ke Gambar 8, hasil tanaman tertinggi diperoleh pada tanaman yang
ditanam pada musim hujan yaitu antara akhir Oktober sampai awal Februari. Hasil
tanaman untuk penanaman pada bulan-bulan ini secara umum selalu di atas ratarata, sementara penanaman di luar bulan ini peluang untuk mendapatkan hasil di
atas rata-rata kurang dari 100%. Pada penanaman bulan awal Mei sampai akhir
Agustus peluang untuk mendapatkan hasil di atas rata-rata sangat kecil (Gambar 9).
Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun tanaman tidak mengalami cekaman air
pada penanaman musim kemarau, akan tetapi hasil yang diperoleh lebih rendah
dibanding penanaman musim hujan walaupun radiasi yang diterima selama musim
kemarau jauh lebih tinggi dari pada musim hujan.

14

Gambar 9 Hubugan antara tanggal tanam dan peluang untuk mendapatkan
hasil di atas rata-rata
Lebih rendahnya hasil tanaman pada penanaman musim kemarau dibanding
musim hujan walaupun tanaman tidak mengalami cekaman air diperkirakan akibat
terlalu tingginya suhu dan radiasi pada musim kemarau. Tingginya suhu dan radiasi
diperkirakan tanaman mengalami cekaman panas.Adanya cekaman panas dan
tingginya radiasi pada musim kemarau diperkirakan stomata tanaman sering
menutup sehingga pengambilan CO2 untuk proses fotosintesis mengalami
penurunan sehingga hasil tanaman menurun. Disamping itu, pada musim kemarau
suhu malam hari juga relatif tinggi sehingga laju respirasi juga tinggi yang
mengakibatkan lebih banyaknya hasil fotosintat yang digunakan kembali untuk
proses respirasi.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cekaman panas juga dapat
menyebabkan tanaman padi menjadi steril sehingga banyak malai yang hampa
(Nafsiah et al,. 2010; Shah et al. 2011), jumlah anakan menjadi lebih sedikit, bobot
biji lebih rendah, dan persentase malai hampa meningkat (Shrivastava et al. 2012).
Masa pertumbuhan yang sangat sensitif terhadap suhu tinggi ialah pada saat bunting
dan pembungaan. Oleh karena ini kondisi ideal bagi tanaman padi ialah apabila
suhu pada malam hari dan pada saat pembugaan relatif rendah.Secara umum suhu
pada musim hujan relatif lebih rendah dibanding musim kemarau. Menurut Suardi
dan Abdullah (2003), varietas padi lokal seperti Oryza Glaberrima, O.Rufipogon,
O.Nirvana, O. Glumaepatula, dan O.Puctata, biasanya relatif lebih tahan terhadap
cekaman.
Periode musim tanam yang memberikan hasil tertinggi pada tanaman padi
agak berbeda antar perlakukan (Gambar 10).Hasil tertinggi diperoleh dari tanaman
yang mendapat perlakuan pemupukan urea 150 kg/ha dan jarak tanam 40x40cm
dengan sistem irigasi macak-macak. Hasil tanaman dengan perlakuan optimal ini
mecapai lebih dari 6 t/ha (lihat Gambar 8). Secara umum waktu tanam yang terbaik
dengan perlakuan yang optimal berkisar antara pertengahan Oktober sampai akhir
Januari (Gambar 10). Hasil tanaman yang mencapai 6 t/ha memberikan B/C yang
hampir mendekati 2.0, artinya pendapatan yang diperoleh petani mencapai dua kali
lipat dari biaya yang dikeluarkan. Hubungan antara B/C dengan hasil tanaman dapat
dijelaskan oleh persamaan regresi linear yang ditunjukkan oleh Gambar 11.

15

Gambar 10 Selang waktu tanam optimum untuk padi sawah beririgasi menurut
perlakukan irigasi, pemupukan dan jarak tanam

Gambar 11

Hubungan rasio B/C dan hasil optimum padi sawah irigasi di Subang,
Jawa Barat

Fungsi Penduga Hasil
Model pendugaan hasil tanaman padi sawah yang disusun berdasarkan
perlakuan yang diberikan dan kondisi lingkungan pertumbuhan menunjukkan bawah
teknik pemberian air irigasi dan jarak tanam tidak mempengaruhi keragaman hasil
tanaman (Tabel 4). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian air secara macakmacak dan peningkatan populasi tanaman tidak mempengaruhi hasil secara nyata
Keragaman hasil lebih ditentukan oleh dosis pupuk nitrogen (urea) yang diberikan
dan kondisi suhu dan radiasi selama musim pertumbuhan (Tabel 4).
Persamaan pendugaan hasil berdasarkan ketiga peubah ini
Hasil (t/ha) = 6.22 + 0.00692 Urea - 0.0594 Radiasi - 0.105 Rata-rata Suhu

16
Tabel 4 Hasil model regresi fungsi penduga hasil
Variabel
Konstanta
Urea (X1; kg/ha)
Irigasi (X2; dummi)
Benih (X3; kg/ha)
Radiasi (X4; MJ/m2)
Rata-rata Suhu(X5; oC)

Koefisien Regresi
6.0118
0.0069240
-0.05972
0.00682
-0.05943
-0.10519

Simpangan Baku
0.7132
0.0003765
0.09222
0.01129
0.01808
0.01840

T
8.43
18.39
-0.65
0.60
-3.29
-5.72

P
0.000
0.000
0.518
0.546
0.001
0.000

Catatan : Koefisien determinasi (R2) = 47.6% , R-Sq (adj) = 47.0%

Penilaian Teknologi Budidaya
Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian air dengan sistem macak-macak
dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air khususnya pada musim kemarau tanpa
menganggu secara signiifikan terhadap hasil. Penggunaan teknologi ini sangat
dianjurkan karena ketersediaan air irigasi pada musim kemarau semakin terbatas,
sehingga adanya peningkatan efisiensi penggunaan air pada musim ini dapat
menurunkan risiko kekeringan, khususnya pada tahun iklim kering. Kurnia (2001)
menyatakan bahwa saat ini penggunaan air irigasi pada padi sawah masih belum
efisien karena kebiasaan petani yang masih menggunakan sistem pengenangan terus
menerus (continous flow).Abas et al. (1985) melaporkan bahwa efisiensi
penggunaan air pada lahan yang diirigasi dengan sistem macak-macam 2-3 kali
lebih tinggi dibanding dengan lahan yang digenangi terus-menerus.Lebih lanjut
Budi (2001) menyatakan penggunaan sistem irigasi macak-macak dari sejak tanam
sampai 7 hari menjelang panen pada musim kemarau dapat menghemat penggunaan
air sampai 40% dibanding dengan penggenangan secara kontinu.
Merujuk pada Gambar 4 dan 5, padi sawah beririgasi di Subang masih
mengahadapi masalah kekeringan, khususnya apabila terjadi musim kemarau
panjang yang seringkali berasosiasi dengan fenomena El Nino. Penerapan teknologi
dengan sistem macak-macak seperti yang dijelaskan di atas dapat mengurangi risiko
kekeringan karena penggunaan air irigasi dapat lebih dihemat. Berdasarkan hasil
survey dan wawancara, masih ada beberapa upaya antisipasi lain yang diterapkan
dalam mengatasi masalah kekeringan. Secara umum upaya antisipasi yang telah
dilakukan dapat dibagi menjadi dua yaitu antisipasi secara teknis dan antisipasi
secara sosial kelembagaan. Antisipasi secara teknis diantaranya meliputi:
1. Irigasi gilir dan pembuatan waduk atau embung untuk memanen air hujan, yang
dapat dimanfaatkan untuk irigasi atau lainnya pada saat kekurangan air
(kekeringan). Selain itu embung juga dapat dimanfaatkan untuk (i) mengurangi
atau meniadakan aliran permukaan (run off), (ii) meningkatkan infiltrasi air ke
dalam tanah, sehingga meningkatkan cadangan air tanah. Kandungan air tanah
di sekitar embung tetap tinggi dan untuk daerah dekat pantai utara (pantura)
Subang seperti daerah Blanakan, Pamanukan, Patokbeusi dan Ciasem sehingga
juga dapat menekan intrusi air laut sehingga masalah salinitas tinggi berkurang,
(iii) Mencegah erosi dengan menampung sedimen dan sedimen itu mudah
diangkut karena ukuran embung yang relatif kecil.
2. Memanfaatkan informasi dan prakiraan iklim untuk memberikan peringatan dini
dan rekomendasi pada masyarakat.
3. Mempelajari sifat-sifat iklim dan memanfaatkan hasilnya untuk menyesuaikan
pola tanam agar terhindar dari puso.

17
4. Meningkatkan sitem pengamatan cuaca sehingga antisipasi penyimpangan iklim
dapat diketahui lebih awal.
5. Memetakan daerah rawan kekeringan untuk penyusunan pola tanam dan
memilih jenis tanaman yang sesuai.
6. Memilih tanaman yang sesuai dengan pola hujan, missal: menggunakan tanaman
atau varietas yang tahan genanangan, tahan kering, umur pendek dan persemaian
kering; kombinasi tanaman, sehingga kalau sebagian tanaman mengalami puso,
yang lainnya tetap bertahan dan memberikan hasil.
7. Melakukan sistem pertanian konservasi seperti terasering, menanam tanaman
penutup tanah, melakukan pergiliran tanaman dan penghijauan DAS (Daerah
Aliran Sungai).
8. Pompanisasi dengan memanfaatkan air tanah, air permukaan, air bendungan
atau checkdam, dan air daur ulang dari saluran pembuangan
9. Upaya khusus lainnya seperti perbaikan dan pemeliharaan jaringan pengairan di
tingkat usaha tani, memberi bantuan penanggulangan seperti : benih, pompa air,
sumur bor, dan gerakan percepatan tanam dan pengolahan tanah.
Upaya-upaya Antisipasi Sosial – Kelembagaan meliputi :
1. Meningkatkan kesiapan dan peran serta petani dalam upaya antisipatif bencana
sehingga mereka beranggapan bahwa upaya itu adalah untuk kepentingan
mereka dan dilaksanakan secara bersama-sama dalam koordinasi yang baik
dengan pihak lain seperti dinas pertanian dan pemerintah daerah setempat.
2. Memanfaatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan masyarakat petani
seperti BBPTP, instansi pemerintah Dinas Pertanian dan PEMDA maupun
swasta dalam pemakaian teknologi pertanian, penyediaan serta pengolahan dan
pemasaran hasil.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Teknologi budidaya yang direkomendasikan untuk padi sawah irigasi untuk
wilayah Kabupaten Subang ialah teknologi sistem irigasi macak-macak, dengan
pemupukan ½ rekomendasi 150kg/ha dan jarak tanam 40x40 cm dengan waktu
tanam optimum antara pertengahan Oktober sampai pertengahan Januari. B/C ratio
dari teknologi rekomendasi mencapai 1.84.Penerapan sistem irigasi terus menerus
dan jarak tanam yang lebih rapat (25x25 cm) pada sistem padi sawah berigasi tidak
meningkatkan hasil tanaman.
Masalah kekeringan pada SUT sawah beririgasi masih terjadi yang umumnya
terjaadi sekitar bulan Juli sampai Oktober, khususnya apabila El Nino berlangsung.
Strategi budidaya yang perlu dikembangkan untuk mengatasi kekeringan ada yang
bersifat teknis dan ada yang bersifat sosial-kelembagaan.
Antisipasi yang bersifat teknis diantaranya irigasi gilir, pembuatan waduk,
membuat sumur bor dan yang bersifat sosial-kelembagaan ialah penguatan kesiapan
petani dan intstansi terkait dalam memanfaatkan informasi perakiraan iklim untuk
menyesuaikan pola tanam.

18
Saran
Peningkatan kemampuan petani untuk mengatasi kejadian iklim ekstrim
memerlukan dukungan dari pemerintah daerah. Pengembangan sistem kelembagaan
untuk pemanfaatan informasi iklim dan penyediaan tenaga penyuluh yang
memahami masalah pengelolaan risiko iklim sangat diperlukan. Program sekolah
lapang iklim yang sudah dikembangkan oleh Kementrian Pertanian perlu diteruskan
dan dikembangkan, seperti pengembangan modul-modul SLI.
Penelitian lebih lanjut untuk mengkaji sistem usaha tani yang tidak hanya
adaptif terhadap keragaman dan perubahan iklim tetapi juga rendah emisi perlu
dilakuakan. Beberapa penelitian yang perlu ditindaklanjuti diantaranya (i) penetapan
batas kritis kondisi suhu dan radiasi yang dapat menggangu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (ii) penentuan sistem pemberian air irigasi yang lebih
efisien dan efektif untuk mengatasi kekeringan yang sekaligus dapat menekan
tingkat emisi gas rumah kaca serta kelayakan ekonominya.

DAFTAR PUSTAKA
Abas AI. 1980. Pengaruh pengelolaan air, pengelolaan tanah dan dosis pemupukan
N terhadap pertumbuhan dan produksi padi (Effects of soil and water
management and dosage of N fertilizer on growth and yield of rice).
Kumpulan Makalah Pertemuan Teknis. Proyek Penelitian Tanah. Buku I
Jilid ke-3. Pusat Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor.
Abas AI, Abdurachman A. 1981. Pengaruh pengeloalaan air, pengelolaan tanah, dan
pepupukan terhadap padi sawah (Effect of soil and water management and
fertilizer on rice yield). Kumpulan Makalah Pertemuan Teknis. Proyek
Penelitian Tanah. Buku II bagian 3. Pusat Penelitian Tanah. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Abas AI, Abdurachman A. 1985. Pengaruh pengelolaan air dan pengelolaan tanah
terhadap efisiensi penggunaan air padi sawah di Cihea, Jawa Barat. Pembrit.
Penel. Tanah dan Pupuk 4:1-6.
Boer R, Surmaini. 2008. Laporan akhir pengembangan sistem prediksi perubanhan
iklim untuk ketahanan pangan. Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian.
Boer R, Wahab I. 2007. Use of Sea Surface Temperature for Predicting Optimum
Planting Window for Potato at Pangalengan, West Java, Indonesia. Di
dalam : Silvakumar M.KV, editor. Climate Prediction and Agriculture.
Volume 8. New York (NY). Springer.: 136-137.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi
Indonesia. Jakarta.
Budi DS. 2001. Strategi peningkatan efisiensi pendistribusian air irigasi dalam
sistem produksi padi sawah berkelanjutan. hlm. 116-128 dalam Prosiding
Lokakarya Padi, Implementasi Kebijakan Strategis untuk Peningkatan
Lokakarya Padi Berwawasan Agribisnis dan Lingkungan. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

19
[BBPTP] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2011.
Inpari 13 Padi Sangat Genjah dan Tahan Wereng Cokelat. Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi. Buletin Edisi 5-11 Januari No.3387 Tahun XLI.
[BBPTP] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.2008.
Padi Gogo Varietas Situ Bagendit..Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Hal :34.
Shah, F., Huang, J., Cui, K., Nie, I., Shah, T., Chen, C. and Wang, K. 2011. Impact
of high-temperature stress on rice plant and its traits related to tolerance.
Journal of Agriculture Science: 1:12. doi:10.1017/S0021859611000360
[DEPTAN] Departemen Pertanian dan Tanaman Pangan.2