Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

(1)

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH

BERDASARKAN BUDIDAYA NONORGANIK,

SEMIORGANIK, DAN ORGANIK

(Studi kasus : Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

TESIS

Oleh

YENNY LAURA BUTARBUTAR

107039023/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH

BERDASARKAN BUDIDAYA NONORGANIK,

SEMIORGANIK, DAN ORGANIK

(Studi kasus : Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

YENNY LAURA BUTARBUTAR

107039023/MAG

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

Nama : Yenny Laura Butar – butar

NIM : 107039023

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Sri Fajar Ayu, S.P, M.M, DBA) (

Ketua Anggota

Dr. Ir. Salmiah, M.S)

Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada Senin, 17 Juni 2013

Tim Penguji

Ketua : Sri Fajar Ayu, S.P, M.M, DBA _________________

Anggota : 1. Dr. Ir. Salmiah, M.S _________________

2. Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S _________________


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PADI SAWAH BERDASARKAN BUDIDAYA NONORGANIK, SEMIORGANIK, DAN ORGANIK (STUDI KASUS : DESA LUBUK BAYAS, KEC. PERBAUNGAN, KAB. SERDANG BEDAGAI)

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juli 2013

yang membuat pernyataan, .

Yenny Laura Butarbutar NIM. 107039023/MAG


(6)

ABSTRAK

YENNY LAURA BUTAR – BUTAR (107039023) dengan judul tesis ”Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)”. Adapun penelitian ini dibimbing oleh Ibu Sri Fajar Ayu, S.P, M.M, DBA sebagai ketua dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S sebagai anggota.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terjadinya perubahan selera masyarakat dunia khususnya masyarakat di Indonesia dalam hal mengonsumsi pangan yang lebih sehat dan terbebas dari bahan-bahan kimiawi yang dikenal dengan istilah pangan organik. Dimana salah satu komoditas utama pangan organik adalah beras organik yang diperoleh dari padi organik. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis komparasi usahatani padi berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik yang ditinjau dari segi total biaya produksi, pendapatan petani, nilai R/C ratio, BEP produksi, dan BEP harga. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2013 di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, yaitu daerah dipilih secara cermat, sehingga sesuai dengan tujuan penelitian. Metode pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan metode stratified random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 90 (sembilan puluh) orang dengan rincian untuk setiap jenis budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik masing-masing mempunyai jumlah sampel sebesar 30 (tiga puluh orang).

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan 1) Total biaya rata-rata per petani padi organik lebih rendah daripada padi nonorganik dan semiorganik; 2) Pendapatan per ha dari petani padi organik lebih tinggi daripada padi nonorganik dan semiorganik; 3) R/C ratio padi organik lebih tinggi daripada R/C ratio padi nonorganik dan semiorganik; 4) BEP produksi padi organik lebih rendah daripada BEP produksi padi nonorganik dan semiorganik; 5) BEP harga padi organik lebih tinggi daripada BEP harga padi nonorganik dan semiorganik; 6) Tidak ada perbedaan rata-rata total biaya produksi antara ketiga teknik budidaya padi; 7) Ada perbedaan rata-rata pendapatan petani, R/C ratio, BEP produksi, dan BEP harga antara ketiga jenis budidaya padi; 8) Budidaya padi organik lebih layak dan menguntungkan untuk diterapkan oleh petani padi nonorganik dan semiorganik terutama pada lahan berukuran luas (>0,5 ha).

Kata kunci : Total biaya, pendapatan, R/C ratio, BEP produksi, BEP harga, dan luas lahan


(7)

ABSTRACT

YENNY LAURA BUTAR-BUTAR. The Comparative Analysis of Farm, Agricultural Enterprise of Wet-field Rice, Based on Non-organic, Semi-organic, and Organic Cultivation (A Case Study: Lubuk Bayas Village, Perbaungan Subdistrict, Serdang Bedagai District). Supervised by Sri Fajar Ayu, S.P., M.M., DBA as the chairperson, and Dr. Ir. Salmiah, M.S. as the member.

The research was based on the changing in people’s desire throughout the world, particularly in Indonesia in consuming healthful food, free from chemical substances which are called organic food. One of the main commodities of organic food is organic rice which comes from organic rice plant. The objective of the research was to analyze comparatively farm, agricultural enterprise of rice plant, based of non-organic, semi-organic, and organic cultivation, viewed from total production cost, farmers’ income, R/C ration value, BEP production, and BEP price. The research was conducted from January to February, 2013 at Lubuk Bayas Village, Perbaungan Subdistrict, Serdang Bedagai District. The research area was determined purposively in which it was selected carefully in order to be in line with the objective of the research. The samples comprised 90 respondents, using stratified random sampling technique for each type of non-organic, semi-organic, and organic cultivation with 30 respondents respectively.

The conclusions of the analysis were as follows: 1) Total production cost of the average farmers who cultivated organic rice plants was lower than that of non-organic and semi-organic rice plants, 2) The income per hectare of farmers who planted organic rice plants was higher than that of non-organic and semi-organic rice plants, 3) R/C ratio of semi-organic rice plants was higher the that of non-organic and semi-non-organic rice plants, 4) BEP production of non-organic rice plants was lower than that of non-organic and semi-organic rice plants, 5) BEP price of organic rice plants was higher than that of non-organic and semi-organic rice plants, 6) There was no distinction of the average total production cost among the three rice plant cultivation techniques, 7) There was the distinction of the average of farmers’ income, R/C ratio, BEP production, and BEP cost among the three rice plant cultivations, and 8) Organic rice plant cultivation was more appropriate and more beneficial to be applied by farmers who planted non-organic and semi-organic rice plants, particularly if they planted them on the land in an area of (>0.5 ha).

Keywords: Total Cost, Income, R/C Ratio, BEP Production, BEP Price, Land Area


(8)

RIWAYAT HIDUP

YENNY LAURA BUTAR – BUTAR, lahir pada tanggal 14 November 1988 di Medan, Sumatera Utara, anak pertama dari empat bersaudara, dari Ayahanda Ir. Hasudungan Butar – butar, M.Si dan Ibunda H. Sinaga.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: 1. Tahun 1994 masuk Sekolah Dasar Budi Murni 6 Medan, tamat tahun 2000. 2. Tahun 2000 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Budi Murni 1 Medan,

tamat tahun 2003.

3. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Medan, tamat tahun 2006.

4. Tahun 2006 melanjutkan Pendidikan S1 di Program Studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian USU, tamat tahun 2010.

5. Tahun 2011 melanjutkan Pendidikan S2 di Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian USU.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Adapun judul dari tesis ini adalah ”Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master di Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam – dalamnya pada Ayahanda tercinta Ir. Hasudungan Butar – butar, M.Si dan Ibunda H. Sinaga, atas seluruh doa, cinta, pengorbanan, nasehat, dan dukungan yang diberikan kepada penulis, serta adik – adik penulis, antara lain Rio, Fernando, dan Michael atas semua doa dan dukungan yang telah diberikan.

Tesis ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada : Ibu Sri Fajar Ayu, S.P, M.M, DBA dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S selaku Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis menyelesaikan tesis ini. Selain itu, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Arsyad selaku Koordinator Penyuluh di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai, Bapak Sarman dan Bapak Kamaruddin selaku Ketua dan Bendahara Kelompok Tani Subur, Pak Sutarkari selaku Ketua


(10)

Kelompok Tani Mawar, serta Pak Sahruddin Siregar dan Pak M. Said selaku Ketua dan Bendahara Kelompok Tani Tunas Baru yang telah membantu dan memberikan informasi yang penulis perlukan selama melakukan penelitian. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pegawai – pegawai di Program Studi Magister Agribisnis, antara lain Bang Iskandar dan Kak Ria atas bantuan dan dukungannya selama ini kepada penulis. Rekan – rekan mahasiswa angkatan IV Magister Agribisnis khususnya ”Nina Ginting, Nomi Siregar, Kak Juni, dan Kak Fenytha atas segala kebersamaan kita lewati selama ± 2,5 tahun ini, motivasi, dan dukungan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini. Sahabat-sahabat penulis lainnya, yaitu ”Maruli, Sheila, Pretty, dan Erika atas doa, dukungan, dan semangat yang selama ini diberikan kepada penulis.

Penulis juga menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam tesis ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari para pembaca, demi penyempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2013


(11)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... . ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1 Pengertian Usahatani ... 12

2.2.2 Pertanian Nonorganik ... 13

2.2.3 Pertanian Semiorganik ... 14

2.2.4 Pertanian Organik ... 15

2.2.5 Analisis Pengeluaran dan Pendapatan Usahatani ... 18

2.2.6 Analisis Kelayakan Usahatani ... 21

2.2.7 Analysis of Variances (ANOVA) ... .. 22

2.3 Kerangka Pemikiran ... 23

2.4 Hipotesis Penelitian ... 27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Pemilihan Lokasi ... 28

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 30

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.4 Metode Analisis Data ... 32

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 36


(12)

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi daerah penelitian ... 39

4.2 Karakteristik sampel... 43

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Biaya Produksi Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 45

5.2 Analisis Pendapatan Petani pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 51

5.3 Analisis Kelayakan Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 54

5.3.1 R/C ratio ... 54

5.3.2 BEP Produksi ... 55

5.3.3 BEP Harga ... 57

5.4 Analisis Komparasi Total Biaya Produksi pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 58

5.5 Analisis Komparasi Pendapatan Petani pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 61

5.6 Analisis Komparasi Kelayakan Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... ... 64

5.6.1 R/C ratio ... 64

5.6.2 BEP Produksi ... 66

5.6.3 BEP Harga ... 67

5.7 Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha) ... 68

5.7.1 TC, R/C ratio, dan BEP harga ... ... 68

5.7.2 Pendapatan Petani ... 69

5.7.3 BEP Produksi ...71

5.8 Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha) ... 72

5.8.1 TC dan R/C ratio ... 72

5.8.2 Pendapatan Petani, BEP Produksi, dan BEP Harga .. ... 73

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 76

6.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... . 80


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1. Luas Areal Lahan Sawah di Setiap Desa yang ada di

Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai Tahun 2010 ... 28 2. Luas Lahan dan Produksi Padi Organik di Provinsi Sumatera Utara

pada Tahun 2011 ... 30 3. Jumlah Petani Sampel Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik

Berdasarkan Strata Luas Lahan di Daerah Penelitian pada

Tahun 2012 ... 31 4. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Lubuk Bayas tahun 2011 ... 40 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Lubuk Bayas

Tahun 2011 ... 40 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Lubuk Bayas

Tahun 2011 ... 41 7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Lubuk Bayas

Tahun 2011 ... 42 8. Sarana dan prasarana di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011 ... 43 9. Karakteristik Petani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan

Organik di Desa Lubuk Bayas Tahun 2013 ... 44 10. Rata-rata Total Biaya Produksi per Petani Padi Nonorganik,

Semiorganik, dan Organik ... 46 11. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, dan Pendapatan Petani pada

Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 52 12. Rata-rata R/C pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan

Organik per Luas Lahan Petani dan per Hektar ……… 54 13. Rata-rata BEP Produksi pada Usahatani Padi Nonorganik,

Semiorganik, dan Organik ……… 56 14. Rata-rata BEP Harga pada Usahatani Padi Nonorganik,


(14)

15. Hasil Analisis Komparasi Total Biaya Produksi pada Usahatani

Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ……… ... 58 16. Hasil Analisis Komparasi Pendapatan Petani pada Usahatani

Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ……… .. 61 17. Hasil Analisis Komparasi R/C ratio pada Usahatani Padi

Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ……… 64 18. Hasil Analisis Komparasi BEP Produksi pada Usahatani Padi

Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ……… ... 66 19. Hasil Analisis Komparasi BEP Harga pada Usahatani Padi

Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ……… 67 20. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik,

dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha)

terhadap TC, R/C ratio, dan BEP harga ………... . 69 21. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik,

dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha)

terhadap Pendapatan Petani ………... 70 22. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik,

dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha)

terhadap BEP Produksi ……… . 71 23. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik,

dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha)

terhadap TC dan R/C ratio ……….... 72 24. Hasil Analisis Komparasi Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik,

dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha)


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Grafik Break Even Point (BEP) ... 21 2. Skema kerangka pemikiran ... 26


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal.

1. Karakteristik Petani Sampel ... ... 83

2. Penggunaan Benih ... 86

3. Penggunaan Pupuk ... 89

4. Penggunaan Obat-Obatan ... 93

5. Penggunaan Tenaga Kerja ... 97

6a. Penggunaan Peralatan ... 103

6b. Biaya Penyusutan Peralatan ... 109

7. Komponen Biaya Usahatani ... 115

8. Penerimaan Usahatani ... 121

9. Data Pendapatan, Harga Pokok, dan R/C ... 124

10. Data BEP Produksi ... 127

11. Data BEP Harga ... 130

12a. Hasil Analisis Komparasi Total Biaya Produksi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Teknik Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 133

12b. Hasil Analisis Komparasi Pendapatan Petani Padi Sawah Berdasarkan Teknik Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 134

12c. Hasil Analisis Komparasi R/C Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Teknik Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 135

12d. Hasil Analisis Komparasi BEP Produksi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Teknik Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... . 136 12e. Hasil Analisis Komparasi BEP Produksi Usahatani Padi Sawah


(17)

Organik ... . 137

13a. Hasil Analisis Komparasi Total Biaya Produksi Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha) pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 138

13b. Hasil Analisis Pendapatan Petani Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha) pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 139

13c. Hasil Analisis R/C ratio Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha) pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 140

13d. Hasil Analisis BEP Produksi Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha) pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 141

13e. Hasil Analisis BEP Harga Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Kecil (≤ 0,5 ha) pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 142

14a. Hasil Analisis Komparasi Total Biaya Produksi Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha) pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 143

14b. Hasil Analisis Pendapatan Petani Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha) pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 144

14c. Hasil Analisis R/C ratio Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha) pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 145

14d. Hasil Analisis BEP Produksi Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha) pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... 146

14e. Hasil Analisis BEP Harga Berdasarkan Strata Luas Lahan Petani Besar (> 0,5 ha) pada Usahatani Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik ... .. 147

15. Kandang Sapi ... ... 148

16. Kotoran Sapi untuk Pupuk Kandang ... ... 149


(18)

18. Pupuk Organik Cair NaTaMa ... ... 151 19. Pestisida Organik ... .. 152 20. Proses Penjemputan dan Pembelian GKP Secara Langsung ... 153


(19)

ABSTRAK

YENNY LAURA BUTAR – BUTAR (107039023) dengan judul tesis ”Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)”. Adapun penelitian ini dibimbing oleh Ibu Sri Fajar Ayu, S.P, M.M, DBA sebagai ketua dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S sebagai anggota.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terjadinya perubahan selera masyarakat dunia khususnya masyarakat di Indonesia dalam hal mengonsumsi pangan yang lebih sehat dan terbebas dari bahan-bahan kimiawi yang dikenal dengan istilah pangan organik. Dimana salah satu komoditas utama pangan organik adalah beras organik yang diperoleh dari padi organik. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis komparasi usahatani padi berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik yang ditinjau dari segi total biaya produksi, pendapatan petani, nilai R/C ratio, BEP produksi, dan BEP harga. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2013 di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, yaitu daerah dipilih secara cermat, sehingga sesuai dengan tujuan penelitian. Metode pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan metode stratified random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 90 (sembilan puluh) orang dengan rincian untuk setiap jenis budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik masing-masing mempunyai jumlah sampel sebesar 30 (tiga puluh orang).

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan 1) Total biaya rata-rata per petani padi organik lebih rendah daripada padi nonorganik dan semiorganik; 2) Pendapatan per ha dari petani padi organik lebih tinggi daripada padi nonorganik dan semiorganik; 3) R/C ratio padi organik lebih tinggi daripada R/C ratio padi nonorganik dan semiorganik; 4) BEP produksi padi organik lebih rendah daripada BEP produksi padi nonorganik dan semiorganik; 5) BEP harga padi organik lebih tinggi daripada BEP harga padi nonorganik dan semiorganik; 6) Tidak ada perbedaan rata-rata total biaya produksi antara ketiga teknik budidaya padi; 7) Ada perbedaan rata-rata pendapatan petani, R/C ratio, BEP produksi, dan BEP harga antara ketiga jenis budidaya padi; 8) Budidaya padi organik lebih layak dan menguntungkan untuk diterapkan oleh petani padi nonorganik dan semiorganik terutama pada lahan berukuran luas (>0,5 ha).

Kata kunci : Total biaya, pendapatan, R/C ratio, BEP produksi, BEP harga, dan luas lahan


(20)

ABSTRACT

YENNY LAURA BUTAR-BUTAR. The Comparative Analysis of Farm, Agricultural Enterprise of Wet-field Rice, Based on Non-organic, Semi-organic, and Organic Cultivation (A Case Study: Lubuk Bayas Village, Perbaungan Subdistrict, Serdang Bedagai District). Supervised by Sri Fajar Ayu, S.P., M.M., DBA as the chairperson, and Dr. Ir. Salmiah, M.S. as the member.

The research was based on the changing in people’s desire throughout the world, particularly in Indonesia in consuming healthful food, free from chemical substances which are called organic food. One of the main commodities of organic food is organic rice which comes from organic rice plant. The objective of the research was to analyze comparatively farm, agricultural enterprise of rice plant, based of non-organic, semi-organic, and organic cultivation, viewed from total production cost, farmers’ income, R/C ration value, BEP production, and BEP price. The research was conducted from January to February, 2013 at Lubuk Bayas Village, Perbaungan Subdistrict, Serdang Bedagai District. The research area was determined purposively in which it was selected carefully in order to be in line with the objective of the research. The samples comprised 90 respondents, using stratified random sampling technique for each type of non-organic, semi-organic, and organic cultivation with 30 respondents respectively.

The conclusions of the analysis were as follows: 1) Total production cost of the average farmers who cultivated organic rice plants was lower than that of non-organic and semi-organic rice plants, 2) The income per hectare of farmers who planted organic rice plants was higher than that of non-organic and semi-organic rice plants, 3) R/C ratio of semi-organic rice plants was higher the that of non-organic and semi-non-organic rice plants, 4) BEP production of non-organic rice plants was lower than that of non-organic and semi-organic rice plants, 5) BEP price of organic rice plants was higher than that of non-organic and semi-organic rice plants, 6) There was no distinction of the average total production cost among the three rice plant cultivation techniques, 7) There was the distinction of the average of farmers’ income, R/C ratio, BEP production, and BEP cost among the three rice plant cultivations, and 8) Organic rice plant cultivation was more appropriate and more beneficial to be applied by farmers who planted non-organic and semi-organic rice plants, particularly if they planted them on the land in an area of (>0.5 ha).

Keywords: Total Cost, Income, R/C Ratio, BEP Production, BEP Price, Land Area


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan setiap warga negara. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kemampuan dalam memenuhi kecukupan pangan masyarakat. Dalam aspek yang lebih luas, pemenuhan kecukupan pangan terkait dengan ketahanan pangan (Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2009).

Pangan berperan penting bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup primer. Komoditas potensial yang dapat dijadikan sebagai sumber pangan pokok masyarakat Indonesia antara lain: beras, ubi, jagung, dan sagu. Penduduk Indonesia sebagian besar memilih beras sebagai sumber karbohidrat, sehingga kebutuhan akan beras selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pola konsumsi masyarakat yang masih dominan terhadap beras mengakibatkan perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas disarnping anjuran terhadap diversifikasi pangan

(Nowvan, 2009).

Dalam sejarah perpadian nasional, produktivitas padi dapat ditingkatkan dari 2,3 ton GKG/ha pada tahun 1960 menjadi 4,54 ton GKG/ha pada tahun 2004. Kenaikan produksi diperoleh terutama dengan tersedianya varietas unggul baru berumur pendek, penggunaan pupuk kimia (urea, TSP, dan KCl), penggunaan pestisida bersamaan dengan penerapan sistem PHT (Pengelolaan


(22)

Hama Terpadu), dan perbaikan jaringan irigasi. Kondisi pertanian seperti ini digambarkan sebagai pertanian intensif atau pertanian anorganik yang berhasil meningkatkan produktivitas tanaman padi

(Makarim dan Suhartatik, 2006).

Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintesis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat yang lebih memperhatikan kelestarian lingkungan telah menjadi trend (kecenderungan) baru dari masyarakat untuk meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintesis, dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik (Deptan, 2002).

Beberapa data menyebutkan bahwa kebutuhan akan produk pangan organik meningkat pesat untuk kawasan Uni Eropa, Amerika, Jepang, Cina, dan Amerika Latin. Newsletter melaporkan bahwa penjualan produk organik dunia pada tahun 2004 mencapai US$ 27,8 Milyar dan diperkirakan pada tahun 2010 sudah mencapai US$ 50 Milyar. Dalam satu dekade ini terjadi peningkatan sekitar 20-25% untuk kawasan Uni Eropa. Bahkan untuk beberapa negara dapat mencapai 50% per tahun. Selain itu, harga produk organik di pasar internasional pun bisa mencapai 5 – 10 kali dari harga produk biasa (Purwasasmita dan Alik, 2012).

Melihat arus perkembangan pertanian organik tersebut, Indonesia tidak ingin ketinggalan. Berdasarkan Statistik Pertanian Organik Indonesia 2011


(23)

diketahui bahwa terdapat 142 produsen organik produk-produk pertanian diantaranya sayuran, beras, buah-buahan, kacang-kacangan, kopi, teh, kakao, tanaman obat, tanaman hias, jamur, madu, rempah-rempah, bawang merah, dan minyak kelapa. Di mana dari 142 produsen produk organik terdapat 29 produsen padi/beras organik di Indonesia dengan penyebaran sebanyak 17 produsen (58,6%) berasal dari Pulau Jawa dan 12 produsen (41,4%) berasal dari luar Pulau Jawa (Lydia dkk, 2012).

Sentra produksi padi organik paling banyak berlokasi di Pulau Jawa yaitu: Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Yogyakarta. Dewasa ini pertanian padi organik telah menjadi kebijakan pertanian unggulan di beberapa kabupaten seperti: Sragen, Klaten, Magelang, Sleman, dan Bogor. Kebijakan ini didasarkan oleh (1) padi organik hanya memakai pupuk dan pestisida organik sehingga mampu melestarikan lingkungan hidup, (2) beras organik lebih sehat karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida anorganik sehingga aman dan sehat untuk dikonsumsi, (3) segmen pasar beras organik umumnya merupakan masyarakat kelas menengah ke atas sehingga harga jualnya lebih mahal daripada beras anorganik (Tempo, 2005).

Akan tetapi, menurut Agus dkk (2006) pertanian organik kini masih disangsikan kemampuannya dalam memberikan produktivitas yang tinggi oleh banyak orang dan kalangan. Hal ini disebabkan karena pertanian organik tidak dipercaya dapat memecahkan soal pertanian dan kecukupan pangan masa depan. Selain itu, masih diragukan sebagai peluang bisnis yang menjanjikan di masa kini dan masa depan. Ini wajar karena belum cukup banyak bukti pertanian organik berhasil membuka mata para pihak yang kontra tersebut.


(24)

Kelompok kontra pertanian organik yang diwakili oleh para peneliti padi menilai bahwa pertanian organik adalah sistem pertanian yang menggunakan bahan organik sebagai salah satu input untuk pembenah tanah dan supplemen pupuk, namun tetap menggunakan input kimia berupa pupuk buatan dan pestisida secara selektif. Mereka sepakat untuk mengurangi penggunaan input kimia dan pengurangan tersebut dikompensasi oleh bahan organik. Berdasarkan konsep yang disampaikan oleh pihak yang kontra tersebut maka muncullah istilah pertanian semiorganik, yaitu suatu bentuk tata cara pengolahan tanah dan budidaya tanaman dengan memanfaatkan pupuk yang berasal dari bahan organik dan pupuk kimia untuk meningkatkan kandungan hara yang dimiliki oleh pupuk organik (Balai Penelitian Tanaman Padi, 2006).

Kegiatan pertanian organik di Indonesia berkembang pesat karena dukungan banyak pihak, di antaranya Yayasan BITRA Indonesia. Di mana Yayasan BITRA Indonesia (Bina Keterampilan Pedesaan) merupakan yayasan yang bergerak di bidang pertanian organik dan sudah menerapkan model pertanian organik di beberapa kelompok dampingan sejak tahun 1997 di daerah pedesaan. Adapun kelompok tani yang telah dibina dan didampingi oleh pihak Yayasan BITRA Indonesia di wilayah Provinsi Sumatera Utara dalam hal penerapan model pertanian organik, antara lain Kelompok Tani Mandiri di Desa Namu Landor, Kab. Deli Serdang dan Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai.

Adapun wilayah administrasi Kabupaten Serdang Bedagai selain memiliki potensi bagi pengembangan usahatani padi sawah organik juga memiliki potensi dalam pengembangan usahatani padi nonorganik dan semiorganik. Dimana salah


(25)

satu sentra produksi padi di wilayah Kab. Serdang Bedagai yang dapat dijadikan sebagai pusat pengembangan usahatani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik adalah Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan. Hal ini didukung dengan adanya Kelompok Tani Mawar yang telah menerapkan budidaya padi sawah secara semiorganik sejak tahun 2005.

Hal yang melatarbelakangi penerapan budidaya padi semiorganik pada Kelompok Tani Mawar dikarenakan adanya pelaksanaan program SIPT (Sistem Integrasi Padi Ternak) pada tahun 2003. Dimana Kelompok Tani Mawar dipilih menjadi kelompok tani yang dibina dan didampingi oleh Dinas Pertanian Kab. Serdang Bedagai untuk Program SIPT (Sistem Integrasi Padi Ternak) yang menekankan pada penggunaan pupuk kandang dari kotoran ternak untuk budidaya padi sawah. Selanjutnya pada tahun 2005 Kelompok Tani Mawar telah memenangkan kompetisi tingkat nasional dalam hal pengelolaan program SIPT (Sistem Integrasi Padi Ternak) dan mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat berupa 80 ekor sapi. Setelah mendapatkan bantuan berupa 80 ekor sapi, sebagian dari petani anggota Kelompok Tani Mawar hingga sekarang masih tetap menerapkan budidaya padi semiorganik dengan memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk kandang dan pupuk organik cair (NaTaMa) yang dihasilkan sendiri oleh kelompok tani tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan kepada koordinator penyuluh Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai mengenai alasan masih sangat sedikitnya petani yang menerapkan budidaya padi sawah organik disebabkan terjadinya penurunan produktivitas gabah yang dihasilkan selama 4 (empat) musim panen pertama. Hal ini mengakibatkan para petani takut mengambil resiko


(26)

(mengalami kerugian panen) apabila menerapkan budidaya padi sawah organik. Selain itu, para petani juga relatif mengalami kesulitan dalam hal aplikasi budidaya padi organik dikarenakan adanya masa peralihan yang cukup lama dan pemeliharaan yang lebih intensif daripada usahatani padi nonorganik.

Hal-hal yang melatarbelakangi masih sedikitnya petani padi sawah di Desa Lubuk Bayas untuk beralih dari budidaya nonorganik menjadi organik tersebut, juga didukung oleh Ketua Serikat Petani Sumatera Utara dalam Harian Medan Bisnis (2007) yang menyatakan bahwa sulitnya mengubah cara bertanam petani dari cara konvensional ke cara tanam nonkimia dikarenakan proses normalisasi tanah dari ketergantungan pupuk kimia yang membutuhkan waktu bertahun – tahun. Selain itu, adanya penurunan produktivitas padi organik pada panen pertama hingga 20%, sehingga membutuhkan kesabaran para petani. Akan tetapi, pada musim panen keempat dan kelima produktivitas padi organik dapat meningkat hingga 9 ton per ha atau melebihi produktivitas padi biasa yang hanya 5 – 6 ton per ha.

Berdasarkan uraian mengenai kelebihan dan kekurangan usahatani padi sawah organik dan adanya fenomena berupa masih sangat sedikitnya jumlah kelompok tani di Kabupaten Serdang Bedagai yang menerapkan budidaya padi semiorganik maupun organik, maka penulis tertarik untuk meneliti apakah terdapat perbedaan dari segi biaya produksi, tingkat pendapatan petani, dan kelayakan usahatani padi sawah dengan menerapkan budidaya secara nonorganik, semiorganik, dan organik di Kabupaten Serdang Bedagai.


(27)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana perbedaan komponen biaya produksi dan total biaya produksi pada usahatani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik di daerah penelitian?

2. Bagaimana perbedaan tingkat pendapatan petani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik di daerah penelitian?

3. Bagaimana perbedaan kelayakan usahatani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik yang ditinjau dari nilai R/C ratio dan BEP (BEP produksi dan BEP penerimaan) di daerah penelitian?

4. Bagaimana perbedaan total biaya produksi, pendapatan petani, R/C ratio, BEP produksi, dan BEP harga pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Menganalisis perbedaan masing-masing komponen dan total biaya produksi pada usahatani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik di daerah penelitian.

2. Menganalisis perbedaan tingkat pendapatan petani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik di daerah penelitian.


(28)

3. Menganalisis perbedaan kelayakan usahatani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik yang ditinjau dari nilai R/C ratio dan BEP (BEP produksi dan BEP penerimaan) di daerah penelitian. 4. Menganalisis perbedaan total biaya produksi, pendapatan petani, R/C ratio,

BEP produksi, dan BEP harga pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani di daerah penelitian.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi petani konvensional lainnya yang tertarik untuk menerapkan usahatani padi organik dan semiorganik.

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti – peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai padi organik dan semiorganik.

3. Sebagai sumber informasi bagi pemerintah maupun instansi terkait dalam rangka menyusun program maupun kebijakan – kebijakan pengembangan padi organik dan semiorganik di Kabupaten Serdang Bedagai maupun di kabupaten-kabupaten sentra produksi padi sawah lainnya yang ada di Provinsi Sumatera Utara.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Pada umumnya penelitian-penelitian terdahulu hanya menganalisis perbandingan antara usahatani dan kelayakan padi nonorganik dengan padi organik dan padi nonorganik dengan padi semiorganik yang menggunakan alat analisis ”t-test”. Dimana parameter yang digunakan dalam analisis usahatani dan kelayakan tersebut masih terdiri dari komponen-komponen penyusun biaya produksi, penerimaan dan pendapatan petani, serta R/C dan B/C ratio dari usahatani padi tersebut. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis komparasi usahatani dan kelayakan padi nonorganik dengan padi organik dan padi nonorganik dengan padi semiorganik adalah sebagai berikut :

Berdasarkan hasil penelitian Poetryani (2011) yang berjudul ”Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dengan Anorganik di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor” diketahui bahwa penyebab pendapatan rata-rata usahatani padi baik total maupun tunai lebih besar usahatani padi organik dibandingkan dengan pendapatan rata-rata petani anorganik dapat dilihat dari sisi penerimaan usahatani organik lebih besar dibandingkan usahatani anorganik. Namun dari segi biayanya usahatani padi organik lebih kecil dibandingkan usahatani padi anorganik. Selain itu dapat diketahui juga bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap total biaya produksi usahatani padi organik adalah jumlah benih dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan pada usahatani padi anorganik faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biayanya adalah jumlah pupuk urea, jumlah tenaga kerja, dan jumlah pestisida kimia.


(30)

Menurut Ridwan (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Usahatani Padi Ramah Lingkungan dan Padi Anorganik” diketahui bahwa alat analisis kelayakan usahatani yang digunakan antara lain R/C dan B/C ratio. Dimana berdasarkan analisis R/C rasio, usahatani padi ramah lingkungan dan padi anorganik di Kelurahan Situgede sama-sama menguntungkan untuk dilaksanakan karena nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani pemilik usahatani padi ramah lingkungan sebesar 2,392, sedangkan nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani pemilik usahatani anorganik hanya sebesar 2,275. Untuk petani penggarap nilai R/C rasio atas biaya tunai dan nilai R/C rasio atas biaya total usahatani padi ramah lingkungan lebih besar daripada nilai R/C rasio atas biaya tunai dan nilai R/C rasio atas biaya total usahatani anorganik artinya usahatani padi ramah lingkungan lebih layak daripada usahatani anorganik. Menurut Hermanto (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Komperatif Pendapatan Petani Organik dan Petani Anorganik di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai” disimpulkan bahwa nilai total keuntungan yang didapat petani organik adalah sebesar Rp 4.268.019,44 sedangkan total keuntungan yang didapat petani anorganik adalah sebesar Rp 1.568.244. Berdasarkan hasil dari total keuntungan tersebut dapat diketahui bahwa usahatani padi organik lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani padi anorganik.

Menurut Rachmiyanti (2009), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik Metode System of Rice Intensification (SRI) dengan Padi Konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat” disimpulkan bahwa dari segi tingkat produktivitas pada usahatani padi organik metode SRI lebih rendah dibandingkan usahatani padi konvensional. Dimana


(31)

tingkat produktivitas pada usahatani padi organik metode SRI sebesar 5.753 kg/ha, sedangkan tingkat produktivitas usahatani padi konvensional sebesar 6.106 kg/ha.

Menurut Wulandari (2011), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dengan Padi Anorganik di Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat” disimpulkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan atas biaya total per hektar pada usahatani padi organik dan anorganik. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi organik lebih tinggi daripada pendapatan usahatani padi nonorganik. Di mana tingginya pendapatan yang diterima usahatani padi organik dikarenakan produksi yang dihasilkan dan harga jual gabah kering panen (GKP) usahatani padi organik lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik. Harga jual GKP pada usahatani padi organik sebesar Rp 2.400/kg, sedangkan harga jual GKP pada usahatani padi anorganik sebesar Rp 2.000/kg.

Menurut Gindo (2009) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik di Sekolah Lapang Pertanian Berkelanjutan pada Pegayuban Petani Kerjasama (PAKER) Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang” disimpulkan bahwa berdasarkan uji beda rata-rata biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani padi semiorganik dibandingkan usahatani padi anorganik adalah tidak berbeda nyata.


(32)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pengertian Usahatani

Usahatani (farm) adalah organisasi dari alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi tersebut ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang sebagai pengelolanya (Firdaus, 2008).

Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Pada pertanian rakyat yang sering dikenal dengan usahatani kecil, sering menggunakan tenaga anak dan tenaga wanita atau ibu selain dari tenaga pria sebagai kepala keluarga. Di mana tenaga kerja kepala keluarga (pria) ditambah istri (wanita) dan anak petani dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK). Bila pekerjaan dalam kegiatan usahatani tidak dapat diselesaikan oleh TKDK, baru digunakan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) yang dibayar. Pada petani bermodal dengan usahatani berskala besar seperti perkebunan, peternakan, usaha kehutanan, dan lainnya komponen biaya TKDK tidak ada. Sedangkan pada pertanian rakyat, komponen biaya TKDK selalu di atas 50% dari biaya total (Daniel, 2002).

Pekerja pada usahatani padi sawah meliputi pekerja pada pengolahan lahan, penyemaian, penanaman, penyulaman, pemeliharaan/penyiangan, pemupukan, pengendalian hama/OPT, serta pekerja untuk pemanenan termasuk perontokan dan pengangkutan hasil panen dari sawah. Adapun rata-rata jumlah pekerja yang digunakan untuk setiap satu hektar luas panen padi sawah per musim di Sumatera Utara mulai dari penanaman hingga pengangkutan hasil panen dari sawah sebanyak 67,35 orang-hari. Di mana rata-rata jumlah pekerja yang dibayar


(33)

pada usahatani padi sawah di Sumatera Utara sebanyak 23,23 orang-hari dan pekerja tidak dibayar di Sumatera Utara sebanyak 44,12 orang-hari (Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2009).

2.2.2 Pertanian Nonorganik

Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia, dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil. Paket pertanian anorganik tersebut yang memberikan hasil panen tinggi namun berdampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, residu yang dihasilkan oleh bahan-bahan kimia yang digunakan oleh pertanian anorganik telah mencemari air tanah sebagai sumber air minum yang tidak baik bagi kesehatan manusia. Hasil produk pertanian anorganik juga berbahaya bagi kesehatan manusia yang merupakan akibat penggunaan pestisida kimia (Sutanto, 2002).

Menurut Schaller (1993) dalam Winangun (2005) sistem pertanian anorganik memiliki beberapa dampak negatif, antara lain :

1) Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia sintetis dan sedimen.

2) Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan adiktif pakan.

3) Pengaruh negatif adiktif senyawa kimia sintetis tersebut pada mutu dan kesehatan pangan.

4) Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan.


(34)

5) Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu, dan jasad berguna lainnya.

6) Peningkatan daya tahan organisme pengganggu terhadap pestisida.

7) Peningkatan daya produktivitas lahan erosi, pemadatan lahan, dan berkurangnya bahan organik.

8) Ketergantungan yang semakin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbaharui.

9) Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian.

2.2.3 Pertanian Semiorganik

Budidaya padi di masa mendatang perlu menerapkan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) organik atau semiorganik, diintegrasikan dengan ternak, dalam SITT (Sistem Integrasi Tanaman-Ternak). Sistem ini merupakan pengembangan dari model PTT dengan mengutamakan pemanfaatan bahan organik sebagai komponen utamanya. Bahan organik sisa panen (jerami padi), dan kotoran ternak sebagai limbah atau hijauan yang tersedia secara in situ (di lokasi setempat) dimanfaatkan semaksimal mungkin, namun tidak tertutup kemungkinan penggunaan pupuk kimia (industri) sehingga produk yang dihasilkan disebut produk pertanian “semiorganik”

(Makarim dan Suhartatik, 2006).

Pertanian semiorganik merupakan suatu langkah awal untuk kembali ke sistem pertanian organik. Hal ini karena perubahan yang ekstrem dari pola pertanian modern yang mengandalkan pupuk kimia menjadi pola pertanian


(35)

organik yang mengandalkan pupuk biomassa akan berakibat langsung terhadap penurunan hasil produksi yang cukup drastis yang semua itu harus ditanggung langsung oleh pelaku usaha tersebut. Khusus untuk tanaman pangan, pertanian semiorganik akan memberi nilai tambah terhadap pelaku usaha dengan turunnya biaya produksi tanpa harus diiringi dengan turunnya hasil produksi dan ramah lingkungan (Nurvahyani, 2011).

2.2.4 Pertanian Organik

Pertanian organik diartikan sebagai sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu yang mengoptimalkan kesehatan dan produtivitas agro-ekosistem secara alami sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan (Deptan, 2007).

Menurut IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movement), pertanian organik merupakan suatu pendekatan sistem yang utuh berdasarkan satu perangkat proses yang menghasilkan ekosistem yang berkelanjutan (sustainable), pangan yang aman, gizi yang baik, kesejahteraan hewan dan keadilan sosial. Dengan demikian, pertanian organik lebih dari sekedar sistem produksi yang memasukkan atau mengeluarkan input tertentu, namun juga merupakan satu filosofi yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas dari komunitas yang saling berhubungan dari kehidupan tanah, tanaman, hewan, dan manusia (Apriantono, 2008).

Menurut Hamm dalam Agus dkk (2006) Perkembangan pertanian organik di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pertanian organik dunia, bahkan dapat dikatakan pemicu utama pertanian organik domestik adalah karena


(36)

tingginya permintaan pertanian organik di negara-negara maju. Tingginya permintaan pertanian organik di negara-negara maju dipicu oleh beberapa faktor, antara lain :

(1) Menguatnya kesadaran lingkungan dan gaya hidup alami dari masyarakat, (2) Dukungan kebijakan pemerintah nasional,

(3) Dukungan industri pengolahan pangan,

(4) Dukungan pasar konvensional (supermarket menyerap 50% produk pertanian organik),

(5) Adanya harga premium di tingkat konsumen, (6) Adanya label generik, dan

(7) Adanya kampanye nasional pertanian organik secara gencar.

Menurut Mutiarawati (2006), pertanian organik pada pelaksanaannya di lapangan menghadapi beberapa kendala, antara lain :

a) Hasil produksi pertanian organik pada awal penerapannya lebih sedikit jika dibandingkan dengan pertanian anorganik yang menggunakan bahan kimia. Karena hal ini pula dan didukung oleh tingginya permintaan terhadap produk-produk organik, maka nilai jualnya menjadi relatif lebih mahal daripada produk anorganik.

b) Penguasaan pengetahuan dan teknik budidaya pertanian organik yang masih kurang dikuasai oleh para petani.

c) Belum dilaksanakannya kegiatan sosialisasi/promosi dalam skala luas kepada produsen maupun konsumen produk-produk pertanian tentang pertanian organik baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun instansi terkait lainnya.


(37)

d) Belum jelasnya informasi mengenai standarisasi produk dan institusi mana yang berwenang melakukan standarisasi tersebut untuk semua jenis komoditas yang ditanam secara organik.

Padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang prospektif untuk dikembangkan secara organik. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memproduksi padi organik, antara lain : 1. Menentukan pasar potensial (harga dan ukuran) untuk produk yang diusulkan; 2. Menentukan apakah input yang diperlukan cukup tersedia untuk membuat usaha tersebut bersifat ekonomis; 3. Menentukan apakah dapat diproduksi produk yang mencukupi untuk terus memenuhi permintaan pasar secara tepat waktu dan sesuai dengan kualitas yang diminta; 4. Menentukan kebutuhan fasilitas, persyaratan modal dan pendanaan, biaya, dan laba potensial; 5. Menganalisis kebutuhan dan biaya infrastruktur dalam memastikan pengadaan produk yang kontiniu dan tepat waktu; dan 6. Mekanisme sertifikasi diperlukan (Departemen Pertanian, 2008).

Cara bertanam padi organik pada dasarnya tidak berbeda dengan bertanam padi secara konvensional. Perbedaannya hanyalah pada pemilihan varietas, penggunaan pupuk dan pestisida. Di mana tidak semua varietas padi cocok untuk dibudidayakan secara organik. Varietas padi yang cocok ditanam secara organik hanyalah jenis varietas non-hibrida atau varietas alami. Agar berproduksi optimal, jenis padi ini tidak menuntut penggunaan pupuk kimia (Andoko, 2010).

Menurut Mulyawan (2011) ada dua varietas alami padi organik yang dapat dibudidayakan, antara lain :

1. Cintanur, merupakan beras/padi varietas lokal yang dikembangkan lewat perkawinan silang secara alami yang melibatkan benih varietas lokal.


(38)

Persilangan varietas lokal ini bukan GMO (Genetically Modified Organism), sehingga sangat aman untuk dikonsumsi semua orang. Oleh karena itu, beras organik Cintanur jika dimasak rasanya sangat enak, wangi sekaligus pulen. Beras organik Cintanur bahkan lebih pulen daripada beras organik pandan wangi dengan tingkat aroma wangi yang hampir dikatakan sama.

2. Ciherang, merupakan beras organik yang berbeda dengan varietas lain. Karakter khususnya, yaitu butir beras Ciherang berbentuk panjang, tidak berbau wangi sehingga berbeda dengan beras organik Pandan Wangi. Selain itu, dari segi budidaya beras organik Ciherang dikenal mempunyai daya tahan yang kuat terhadap hama dan dari segi produktivitasnya pun beras organik Ciherang dikenal lebih produktif daripada beras organik varietas lain.

Ciri utama budidaya padi organik adalah tidak menggunakan pupuk kimia. Seluruh pupuk yang digunakan sepenuhnya berupa pupuk organik, mulai dari pemupukan awal atau dasar hingga pemupukan susulan. Pupuk tersebut dapat berbentuk padat yang diaplikasikan lewat akar, seperti pupuk kandang, pupuk hijauan, kompos, dan humus maupun cair yang diaplikasikan lewat daun, seperti pupuk kandang cair dan biogas. Selain itu, pada budidaya padi organik penggunaan pestisida kimia sama sekali tidak dibenarkan dalam pemberantasan hama dan penyakit. Pemberantasan hama dan penyakit padi organik perlu dilakukan secara terpadu antara teknik budidaya, biologis, fisik (perangkap atau umpan), dan kimia dengan menggunakan pestisida organik (Andoko, 2010).

Menurut Parnata (2010) pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup. Penggunaan pupuk organik terutama di lahan-lahan pertanian dapat memberikan beberapa keuntungan, antara lain : a) Memperbaiki


(39)

sifat kimia dan fisika tanah; b) Meningkatkan daya serap tanah terhadap air; c) Meningkatkan efektivitas mikroorganisme tanah; d) Sumber makanan bagi

tanaman; e) Ramah lingkungan; f) Pupuk organik lebih murah; dan h) Meningkatkan kualitas produksi/hasil panen.

2.2.5 Analisis Pengeluaran dan Pendapatan Usahatani

Menurut Soekartawi, 2002 dalam Rahim dan Retno (2008), pengeluaran usahatani sama artinya dengan biaya usahatani. Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

a. Biaya tetap (fixed cost) umumnya diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit. Selain itu, biaya tetap dapat pula dikatakan biaya yang tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi komoditas pertanian, contohnya pajak, sewa tanah, penyusutan alat pertanian, iuran irigasi, dan sebagainya.

b. Biaya variabel (variabel cost) merupakan biaya yang besar- kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh. Biaya variabel merupakan biaya operasional dalam suatu usahatani. Contohnya biaya untuk sarana produksi pertanian seperti biaya tenaga kerja, biaya pupuk, obat-obatan, dan sebagainya.

Menurut Suratiyah (2006), biaya penyusutan alat-alat pertanian dapat diperhitungkan dengan cara membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal pakai. Adapun salah satu metode


(40)

perhitungan biaya penyusutan adalah metode garis lurus. Metode ini digunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dan diasumsikan tidak laku bila dijual. Persamaan biaya penyusutan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Biaya penyusutan =

) (tahun is Usiaekonom

Nilaisisa Nilaibeli

Menurut Rahim dan Retno (2008), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Selain itu, pendapatan usahatani dapat didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan dan semua biaya.

Peningkatan pendapatan petani atau pengusaha pertanian ditentukan oleh jumlah produksi yang dapat dihasilkan oleh satu orang petani atau perusahaan pertanian, harga penjualan produksi, dan biaya produksi usahatani atau perusahaan pertanian. Jumlah produksi dari satu usahatani atau satu perusahaan pertanian ditentukan oleh skala usaha dan produktivitas yang dapat diperoleh suatu unit usahatani atau perusahaan pertanian. Besarnya skala usahatani dapat ditentukan oleh besarnya jumlah penduduk yang hidup/berusaha dalam sektor pertanian (Simanjuntak, 2004).

Menurut Suratiyah (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan terdiri dari 2 (dua), yaitu faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internal yang berpengaruh langsung terhadap biaya dan pendapatan adalah jumlah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Dimana apabila petani lahan sempit menggunakan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dengan jumlah yang semakin banyak, maka petani dapat menyelesaikan usahataninya tanpa menggunakan tenaga kerja luar yang diupah. Dengan demikian biaya per usahataninya menjadi rendah. Namun jika lahan garapan lebih luas belum tentu


(41)

tenaga kerja dalam keluarga dapat mengerjakan semua. Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor musim dan tanam serempak sehingga segala kegiatan usahatani harus dapat diselesaikan tepat waktu dengan tenaga kerja luar. Biaya usahatani menjadi lebih tinggi karena harus memanfaatkan tenaga kerja luar keluarga yang diupah.

Adapun salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan, yaitu produksi (output). Jika permintaan akan produksi tinggi, maka harga di tingkat petani tinggi pula, sehingga dengan biaya yang sama petani akan memperoleh pendapatan yang tinggi pula. Sebaliknya, jika petani telah dapat meningkatkan hasil produksi, tetapi harga turun maka pendapatan petani akan turun pula.

2.2.6 Analisis Kelayakan Usahatani

Suatu usahatani dikatakan layak jika memenuhi persyaratan sebagai berikut.

a) R/C > 1

b) Produksi (kg) > BEP produksi (kg) c) Harga (Rp) > BEP harga (Rp/kg) (Suratiyah, 2006).

Menurut Gilarso (2004), Break Event Point (BEP) adalah titik pengembalian pokok dimana TR (Total Revenue) sama dengan TC (Total Cost). Jika dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah usaha, terjadinya titik pengembalian pokok tergantung pada nilai penerimaan dapat menutup segala biaya yang dikeluarkan untuk usahatani tersebut. Perpotongan antara garis biaya


(42)

total (TC) dengan penerimaan total (TR) disebut dengan titik Break Event Point (BEP) seperti yang terlihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Grafik Break Event Point (BEP)

Pada Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa pada tingkat produksi 0Y1, maka suatu usaha berada pada titik impas (Break Event Point) dan pada saat produksi < Y1, maka usaha tersebut mengalami kerugian karena nilai penerimaan lebih kecil dari total biaya (TR < TC). Sebaliknya apabila produksi pada YY1, maka usaha akan memperoleh keuntungan karena nilai penerimaan lebih besar daripada total biaya (TR > TC).

2.2.7 Analysis of Variances (ANOVA)

Teknik analisis komparatif dengan menggunakan tes “t” yakni dengan mencari perbedaan yang signifikan dari dua buah mean hanya efektif bila jumlah

X

TR

TC

VC

FC BEP

0 Y1


(43)

variabelnya dua. Namun bila jumlah variabel lebih dari dua penggunaan, maka teknik analisis komparatif yang lebih baik untuk digunakan, yaitu Analysis of Variances (ANOVA). Teknik analisis komparatif ANOVA memiliki beberapa asumsi dasar yang harus terpenuhi, antara lain :

a. Distribusi data harus normal.

b. Setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama dengan variansi yang sama pula. Bila banyaknya sampel sama pada setiap kelompok maka kesamaan variansinya dapat diabaikan. Tapi, bila banyaknya sampel pada masing-masing kelompok tidak sama maka kesamaan variansi populasi sangat diperlukan.

c. Pengambilan sampel dilakukan secara random (acak). (Hartono, 2009).

Menurut Walpole (1993) analisis ragam bagi klasifikasi satu arah dengan mengambil ukuran contoh yang sama memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan ukuran contoh yang tidak sama. Keuntungan pertama adalah bahwa nilai rasio F tidak peka terhadap penyimpangan dari asumsi kehomogenan ragam bagi k populasi tersebut apabila ukuran contohnya sama. Akan tetapi, akan lebih baik bila kita berhati-hati dan melakukan uji bagi kehomogenan ragam tersebut. Uji demikian ini tentu saja sangat disarankan dalam kasus ukuran contoh yang tidak sama bila ada keragu-raguan mengenai kehomogenan ragam populasinya. Adapun uji yang akan kita digunakan disebut uji Bartlett. Keuntungan kedua, ukuran contoh yang sama meminimumkan peluang melakukan galat jenis II. Dan terakhir, penghitungan JKK lebih sederhana bila ukuran contohnya sama.


(44)

Teknik analisis komparatif ANOVA dapat dilakukan dengan cara manual maupun penggunaan software statistik yang dikenal dengan istilah SPSS. Apabila ANOVA dilakukan dengan cara manual, maka prosedur yang dilakukan sangat rumit. Akan tetapi, dengan menggunakan software statistik SPSS 16.0 for Windows pekerjaan yang rumit tersebut dapat dipermudah dan dilakukan dengan waktu yang tidak lama (Hartono, 2008).

2.3 Kerangka Pemikiran

Pada mulanya budidaya padi sawah masih bersifat tradisional tanpa menggunakan bahan-bahan kimia. Akan tetapi, seiring perkembangan teknologi, maka budidaya padi sawah sudah bersifat modern dengan menggunakan benih unggul, pupuk dan obat-obatan kimia yang dapat meningkatkan produksi padi sawah. Dengan kata lain budidaya seperti ini dikenal sebagai budidaya padi nonorganik/konvensional.

Memasuki abad 21 ini, pola pikir dan selera konsumen atas produk-produk tanaman pangan khususnya beras yang dikonsumsi sudah mengalami perubahan, yaitu lebih mengutamakan faktor kesehatan dan keamanan. Dimana konsumen mengharapkan beras yang akan dikonsumsi telah terbebas dari zat-zat kimia yang berbahaya bagi tubuh daripada faktor harga yang lebih murah, tetapi menimbulkan berbagai penyakit. Kondisi seperti inilah yang mendorong timbulnya gerakan kembali pada budidaya padi sawah organik yang tidak menggunakan zat-zat kimia untuk menghasilkan beras yang lebih sehat dan aman bagi kesehatan manusia.

Namun, dalam pelaksanaan gerakan kembali kepada budidaya padi organik tersebut tidak dapat diterapkan secara langsung oleh para petani yang


(45)

sudah lama menerapkan budidaya padi nonorganik. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya penerapan budidaya padi semiorganik dengan cara mengkombinasikan pemakaian pupuk dan pestisida kimia dengan pupuk dan pestisida organik, sehingga lama-kelamaan para petani telah terbiasa untuk tidak menggunakan zat-zat kimia dalam usahatani padi sawah.

Apabila ditinjau dari segi total biaya produksi, maka pada umumnya biaya produksi dari budidaya padi semiorganik dan organik relatif lebih sedikit daripada biaya produksi padi nonorganik. Hal ini disebabkan karena berkurangnya biaya yang dikeluarkan oleh para petani padi sawah semiorganik dan organik untuk membeli pupuk dan pestisida kimia yang harganya lebih mahal daripada pupuk dan pestisida organik. Selain itu, apabila ditinjau dari segi harga jual beras yang dihasilkan dari ketiga jenis budidaya padi sawah tersebut diketahui bahwa harga jual beras organik relatif lebih mahal daripada beras nonorganik dan semiorganik.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan suatu analisis untuk membandingkan ketiga jenis budidaya padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik. Analisis komparasi tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan total biaya produksi, dan pendapatan petani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik serta menganalisis budidaya manakah yang lebih layak dan menguntungkan untuk diterapkan oleh para petani padi sawah yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai.

Analisis kelayakan usahatani padi sawah berdasarkan ketiga jenis budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik tersebut dapat dilakukan melalui perhitungan nilai titik balik modal atau Break Even Point (BEP) dan rasio biaya dan penerimaan atau Return Cost Ratio (R/C). Dimana alat uji yang digunakan


(46)

untuk membandingkan usahatani padi sawah dari ketiga jenis budidaya tersebut adalah ANOVA.

Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat digambarkan skema kerangka pemikiran pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan :

= Menyatakan proses = Menyatakan hubungan

Usahatani Padi Sawah

Uji ANOVA

Budidaya Padi Sawah yang Paling Layak dan Menguntungkan bagi Petani Budidaya Padi Nonorganik Budidaya Padi Semiorganik Budidaya Padi Organik Komponen dan Total Biaya Produksi Padi dengan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Pendapatan Petani Padi dengan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Analisis Kelayakan Usahatani Padi (BEP, R/C ratio pada Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan


(47)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan penelitian – penelitian sebelumnya, dapat dibentuk hipotesis, antara lain :

1. Ada perbedaan rata-rata total biaya produksi usahatani padi sawah berdasarkan budidaya yang berbeda (nonorganik, semiorganik, dan organik). 2. Ada perbedaan pendapatan petani padi sawah berdasarkan budidaya yang

berbeda (nonorganik, semi organik, dan organik).

3. a) Ada perbedaan rata-rata R/C ratio pada usahatani padi sawah berdasarkan budidaya yang berbeda (nonorganik, semiorganik, dan organik).

b) Ada perbedaan rata-rata BEP produksi dan BEP harga pada usahatani padi sawah berdasarkan budidaya yang berbeda (nonorganik, semiorganik, dan organik).

4. Ada perbedaan rata-rata total biaya produksi, pendapatan petani, R/C ratio, BEP produksi, dan BEP harga pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik berdasarkan strata luas lahan petani.


(48)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pemilihan Lokasi Penelitian

Daerah penelitian untuk budidaya padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik dipilih secara purposive, yaitu di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai dengan alasan bahwa desa ini memiliki luas lahan sawah yang lebih besar daripada desa-desa lainnya yang ada di wilayah Kecamatan Perbaungan seperti yang tertera pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Luas Areal Lahan Sawah di Setiap Desa yang ada di Kec. Perbaungan,

Kab. Serdang Bedagai Tahun 2010

No. Desa Lahan Sawah (Ha)

1. Adolina -

2. Melati II 847

3. Tanjung Buluh -

4. Sei Buluh 12

5. Sei Sijenggi 103

6. Deli Muda Hulu -

7. Melati 1 5

8. Citaman Jernih 8

9. Batang Terap -

10. Simpang Tiga Pekan 6

11. Kota Galuh 239

12. Tualang 393

13. Bengkel 18

14. Deli Muda Hilir -

15. Tanah Merah 254

16. Lubuk Bayas 403

17. Sei Naga Lawan 497

18. Lubuk Rotan 276

19. Kesatuan 217

20. Lidah Tanah 400

21. Pematang Tatal 182

22. Lubuk Dendang 120

23. Suka Beras 150

24. Cinta Air 313

25. Pematang Sijonam 368

26. Lubuk Cemara 181

27. Jambur Pulau 197

28. Suka Jadi 346

Jumlah 5.532


(49)

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa Desa Lubuk Bayas merupakan desa yang memiliki luas areal lahan sawah terbesar ketiga (7,28%) dari total luas areal lahan sawah yang ada di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Di mana mayoritas masyarakat di Desa Lubuk Bayas bergerak di bidang pertanian, terutama pertanian padi sawah, sehingga desa ini dikenal sebagai sumber beras di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Selain itu, berdasarkan informasi dari koordinator penyuluh di Kecamatan Perbaungan bahwa di Desa Lubuk Bayas terdapat 1 (satu) kelompok tani yang sudah menerapkan budidaya padi sawah semiorganik sejak tahun 2005, yaitu Kelompok Tani Mawar. Akan tetapi, hingga tahun 2012 jumlah anggota petani Kelompok Tani Mawar yang menerapkan budidaya padi sawah semiorganik terus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian baik dari Dinas Pertanian maupun pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai dalam hal pelatihan, pendampingan, dan bantuan sarana produksi yang diberikan kepada Kelompok Tani Mawar setelah habis masa berlakunya program SIPT (Sistem Integrasi Padi Ternak) serta belum adanya kepastian tentang harga jual GKP padi semiorganik yang masih disamakan dengan harga jual GKP padi nonorganik.

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap perwakilan dari Yayasan BITRA Indonesia diketahui bahwa Desa Lubuk Bayas juga merupakan salah satu daerah binaan Yayasan BITRA Indonesia dalam hal budidaya padi organik yang memiliki produksi padi organik terbesar di Provinsi Sumatera Utara. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.


(50)

Tabel 2. Luas Lahan dan Produksi Padi Organik di Provinsi Sumatera Utara pada Tahun 2011

No. Desa Kabupaten Kelompok

Tani

Luas Lahan (Ha)

Produksi (Ton) 1. Lubuk Bayas Serdang Bedagai Subur 27 135 2. Namu

Landor

Deli Serdang Mandiri 5 30

Jumlah 32 165

Sumber : Yayasan BITRA Indonesia, 2012

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa Kelompok Tani Subur memiliki luas lahan dan produksi padi organik sebesar 84,37% dan 81,82%, sedangkan Kelompok Tani Mandiri hanya memiliki luas lahan dan produksi padi organik sebesar 15,63% dan 18,18% dari total luas lahan yang dijadikan sebagai lokasi pembinaan budidaya padi organik oleh Yayasan BITRA Indonesia dan total produksi padi organik di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari populasi petani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik. Adapun populasi petani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik yang ada di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok tani sebanyak 476 orang. Selain itu, populasi petani padi sawah pada Kelompok Tani Mawar yang menerapkan budidaya padi semiorganik sebanyak 144 orang. Selanjutnya populasi petani padi sawah dengan budidaya organik yang ada di Kelompok Tani Subur sebanyak 58 orang.

Menurut Bailey dalam Soepomo (2007), ukuran sampel paling minimum adalah 30 sampel dari suatu populasi apabila menerapkan metode Stratified Random Sampling (pengambilan sampel berstrata secara acak). Oleh karena itu, besarnya


(51)

sampel untuk setiap jenis budidaya padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik masing-masing sebanyak 30 orang. Hal ini juga didukung oleh Hartono (2008b) yang menyatakan bahwa ANOVA lebih akurat digunakan untuk jumlah sampel yang sama pada setiap kelompoknya.

Adapun perhitungan jumlah sampel untuk setiap strata dengan menggunakan persamaan : Spl = N n × Js Dimana :

Spl = sampel n = populasi N = total populasi

Js = besar sampel (30 orang)

Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat ditentukan jumlah sampel untuk setiap strata luas lahan yang dimiliki para petani padi sawah yang menerapkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik pada daerah penelitian seperti yang tertera pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Jumlah Petani Sampel Padi Nonorganik, Semiorganik, dan Organik Berdasarkan Strata Luas Lahan di Daerah Penelitian pada Tahun 2012

Strata

Luas Lahan

(Ha)

Populasi Petani Sampel Petani

Padi Nonorganik Padi Semi organik Padi Organik Padi Nonorganik Padi Semi organik Padi Organik

I ≤ 0,5 225 67 41 14 14 20

II > 0,5 251 77 17 16 16 10

Total 476 144 58 30 30 30


(52)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan untuk menganalisis komparasi usahatani padi sawah berdasarkan budidaya nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai meliputi data primer dan data sekunder.

a. Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik wawancara, pengamatan, diskusi, dan melakukan verifikasi lapangan langsung terhadap para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

b. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui beberapa metoda, antara lain studi literatur, peraturan perundangan, dan laporan – laporan dari dinas maupun instansi yang terkait dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Pengujian identifikasi masalah mengenai komponen biaya produksi pada usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan melihat dan melakukan pencatatan mengenai komponen-komponen biaya produksi yang ditanggung oleh para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang ada di daerah penelitian.

Pengujian hipotesis 1, 2, 3a, 3b, dan 4 menggunakan uji ANOVA. Akan tetapi, sebelum melakukan uji ANOVA perlu dilakukan tahap analisis usahatani terhadap para petani dari ketiga jenis budidaya padi sawah yang dijadikan sebagai


(53)

sampel dalam penelitian ini. Adapun tahapan analisis usahatani yang dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Analisis Pengeluaran dan Pendapatan Usahatani

Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan perhitungan atas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang dijadikan sebagai sampel. Di mana menurut Soekartawi (2002) dalam Rahim dan Retno (2008) biaya usahatani terdiri dari 2 (dua), yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Cara menghitung biaya tetap (fixed cost) adalah sebagai berikut :

FC =

=

n i

Pxi Xi 1

.

Di mana :

X1 = banyaknya input ke-i

Pxi = harga dari variabel Xi (input)

Total biaya atau total cost (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Rumusnya adalah sebagai berikut.

TC = FC + VC

Selanjutnya perlu dilakukan perhitungan jumlah penerimaaan para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang dijadikan sebagai sampel. Di mana penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut.

TR = Y × Py Di mana :

TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani Py = Harga Y


(54)

Pada tahap akhir dilakukan perhitungan jumlah pendapatan para petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik yang dijadikan sebagai sampel. Di mana penerimaan dapat dirumuskan sebagai berikut.

Pd = TR – TC Keterangan :

Pd = Pendapatan usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya

2. Analisis Kelayakan Usahatani

Ada beberapa parameter yang dijadikan sebagai alat analisis kelayakan usahatani, antara lain :

a) R/C ratio yang dapat dirumuskan sebagai berikut. a = R/C

R = Py × Y C = FC + VC

a = (Py × Y) / (FC + VC) Di mana :

a = R/C ratio

R = penerimaan (revenue) C = biaya (cost)

Py = harga output Y = output FC = biaya tetap VC = biaya variabel Kriteria keputusan : R/C > 1, usahatani untung R/C < 1, usahatani rugi

R/C = 1, usahatani impas (tidak untung/tidak rugi) (Rahim dan Retno, 2008).


(55)

b) BEP Produksi dan BEP Harga yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) BEP volume produksi (kg) =

oduksi a

H

sional BiayaOpera

Pr arg 2) BEP harga produksi (Rp/kg) =

oduksi Jumlah

sional BiayaOpera

Pr (Andoko, 2010).

Apabila tahapan-tahapan analisis usahatani tersebut telah dilakukan, maka dapat dilakukan uji ANOVA. Adapun tahapan-tahapan yang perlu dilakukan pada uji ANOVA dengan menggunakan SPSS 16, antara lain :

1. Uji asumsi kesamaan variansi (uji Bartlett atau Uji Lavene Statistik atau Uji Homogeneity of Variances)

Analisis homogenitas varian ini gunanya adalah untuk mengetahui apakah asumsi dasar bahwa kelompok-kelompok sampel yang ada mempunyai varian yang sama (homogen) dapat diterima atau tidak. Oleh karena itu, sebelumnya perlu disiapkan hipotesis tentang hal tersebut. Hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 : Ketiga varian populasi adalah homogen H1 : Ketiga varian tidak identik (heterogen) Kriteria pengujian :

a) Apabila nilai Sig > α, maka H0 terima b) Apabila nilai Sig ≤ α, maka H1 terima (Hartono, 2008).

2. Apabila hasil analisis homogenitas varian menunjukkan bahwa setiap populasi memiliki variansi sama, maka tahapan selanjutnya adalah


(56)

melakukan uji ANOVA. Adapun kriterian pengujian dalam ANOVA adalah sebagai berikut :

a) Nilai Sig. F > α, maka H0 terima b) Nilai Sig. F ≤ α, maka H1 terima

3. Tahapan selanjutnya setelah didapatkan hasil uji ANOVA dengan nilai Sig. F ≤ α ( H1 diterima), maka perlu dilakukan uji Post Hoc (Tukey)

dengan tujuan untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda dan mana yang tidak. Adapun kriteria pengujian dari uji Post Hoc (Tukey) adalah : a) Apabila nilai Sig > α, maka kedua kelompok dikatakan sama.

b) Apabila nilai Sig ≤ α, maka suatu kelompok dikatakan berbeda dengan kelompok lainnya.

(Hartono, 2008).

Apabila berdasarkan hasil analisis homogenitas varian menunjukkan bahwa terdapat populasi dengan nilai variansi berbeda, maka tes ANOVA tidak dapat dilakukan. Namun, tetap bisa diketahui apakah terjadi perbedaan nilai rata-rata atau tidak dengan menggunakan uji Post Hoc (LSD) pada SPSS 16. Di mana uji LSD melakukan semua perbandingan di antara pasangan rata-rata kelompok. Tidak ada penyesuaian yang dilakukan terhadap tingkat kesalahan untuk berbagai perbandingan. Adapun kriteria pengujian Post Hoc (LSD) adalah :

a) Nilai Sig > α, maka H0 terima (ketiga kelompok memiliki rata-rata nilai tes yang sama).

b) Nilai Sig α, maka H1 terima (ada kelompok memiliki rata-rata nilai tes yang berbeda).


(57)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Definisi

Adapun definisi dan batasan operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Usahatani padi nonorganik adalah budidaya padi dengan menggunakan bahan-bahan kimia sintetik, seperti pupuk dan pestisida kimia.

2. Usahatani padi semiorganik adalah budidaya padi dengan cara mengkombinasikan penggunaan pupuk dan pestisida kimia dengan pupuk dan pestisida organik.

3. Usahatani padi organik adalah budidaya padi tanpa menggunakan bahan kimia sintetik, seperti pupuk dan pestisida kimia.

4. Pupuk nonorganik adalah pupuk yang mengandung zat-zat kimia, seperti pupuk NPK, TSP, KCl, dll.

5. Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pupuk kandang, kompos, pupuk hijauan, dan humus.

6. Pestisida nonorganik adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari zat-zat kimia.

7. Pestisida organik adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan maupun hewan.

8. Biaya produksi adalah seluruh pengorbanan yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik untuk sekali musim tanam.

9. Produksi adalah hasil dari usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) dengan satuan kg.


(58)

10. Produktivitas adalah total produksi padi nonorganik, semiorganik, dan organik dalam bentuk GKP yang dihasilkan per ha (kg/ha).

11. Penerimaan adalah perkalian antara produksi padi nonorganik, semiorganik, dan organik dalam bentuk GKP yang dijual dengan harga jual per kg.

12. Pendapatan bersih usahatani adalah total penerimaan yang diperoleh petani dari hasil usahatani padi nonorganik, semiorganik, dan organik dikurangi totalbiaya produksi.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2013.

3. Jenis komoditi yang diteliti adalah padi nonorganik, semiorganik, dan organik.

4. Responden yang akan dijadikan sebagai sampel adalah petani padi nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.


(59)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah

Desa Lubuk Bayas terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 5-15 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar 30ºC dengan curah hujan rata-rata berkisar 200 mm/tahun. Tanah di desa ini termasuk tanah jenis aluvial dengan tekstur umumnya lembung berpasir.

Desa Lubuk Bayas terletak di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai dengan luas wilayah 869 Ha. Desa Lubuk Bayas terletak 14 km dari ibukota Kecamatan Perbaungan, ± 29 km dari Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai, dan ± 52 km dari Ibukota Propinsi Sumatera Utara.

Secara administratif mempunyai batas wilayah sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Naga Kisar, Pantai Cermin • Sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Buluh

• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sei Buluh, Sei Mengkudu • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanah Merah, Lubuk Rotan. 4.1.2 Tata Guna Lahan

Desa Lubuk Bayas mempunyai luas lahan 869 Ha. Di mana penggunaan lahan yang paling luas adalah untuk pertanian sawah dan yang selebihnya digunakan untuk pemukiman. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.


(60)

Tabel 4. Distribusi Penggunaan Lahan di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Areal (Ha) Persentase (%) 1

2 3 4

Pertanian Sawah (Irigasi dan Tadah Hujan)

Pertanian Bukan Sawah Non Pertanian Pemukiman 403 12 7 44 86,48 2,58 1,50 9,44

Jumlah 466 100

(Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan lebih banyak digunakan untuk pertanian sawah yaitu 403 Ha (86,48 %).

4.1.3 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Lubuk Bayas tahun 2011 terdiri dari 3179 jiwa yang terbagi dalam 4 (empat) dusun.

1) Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Adapun distribusi penduduk menurut jenis kelamin di Desa Lubuk Bayas dapat diuraikan seperti yang tertera pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

No. Dusun Jumlah Jiwa Laki - laki Perempuan 1 2 3 4 I II III IV 611 1131 915 522 323 625 577 158 288 573 338 364

Jumlah 3179 1527 1052


(61)

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Desa Lubuk Bayas terbanyak terdapat di Dusun II (35,58%). Selain itu, berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Lubuk Bayas didominasi oleh laki-laki (48,03%).

2) Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur

Adapun distribusi penduduk menurut kelompok umur di Desa Lubuk Bayas dapat diuraikan seperti yang tertera pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

Kelompok umur (Tahun)

Total

(Laki-laki+Perempuan)

Persentase (%) <1

1-14 15-44 45-64 >65

62 958 1029

960 170

1,95 30,13 32,38 30,2 5,34

Jumlah 3179 100

(Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar di Desa Lubuk Bayas adalah yang berumur 15-44 yaitu sebanyak 1029 jiwa dengan persentase 32,38%.

3) Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Adapun distribusi penduduk menurut mata pencaharian di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai dapat diuraikan seperti yang tertera pada Tabel 7 berikut.


(62)

Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

No. Mata Pencaharian Jumlah KK Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 Petani Buruh Tani Wiraswasta Pegawai Negeri Pengrajin Pedagang Dan lain-lain 487 121 93 10 15 215 94 47,06 11,69 8,96 0,97 1,45 20,78 9,09

Jumlah 1035 100

(Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)

Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama bagi penduduk di Desa Lubuk Bayas. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk di Desa Lubuk Bayas yang bermatapencaharian sebagai petani sebanyak 487 kk (47,06 %.) dari 1035 kk yang ada di desa tersebut. Selanjutnya matapencaharian terbanyak kedua yaitu pedagang sebanyak 215 kk (20,78 %).

4.1.4 Sarana Dan Prasarana

Kebutuhan masyarakat di Desa Lubuk Bayas cukup terpenuhi. Di mana untuk mencapai desa ini dapat dengan mudah ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua yang biasanya dapat ditemui di simpang Pantai Kelang Desa Sei Buluh. Adanya sarana dan prasarana ekonomi, pendidikan, keamanan, kesehatan, peribadatan, prasarana irigasi, dan sosial dapat semakin mampu menunjang peningkatan sumberdaya yang ada di Desa Lubuk Bayas, sehingga desa ini dapat berkembang menjadi desa yang lebih baik dengan potensi yang dimilikinya. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Lubuk Bayas dapat diuraikan pada Tabel 8 berikut.


(63)

Tabel 8. Sarana dan Prasarana di Desa Lubuk Bayas Tahun 2011

No. Sarana Dan Prasarana Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 Kelembagaan ekonomi • Pasar

• Kios pupuk dan pestisida • Kilang padi

• KUD • Koperasi Lembaga pendidikan

• SD/ Sederajat • SD Negeri Lembaga keamanan

• Pos kamling Lembaga kesehatan

• Puskesmas pembantu • Posyandu Peribadatan • Mesjid • Musholla Prasarana irigasi Lembaga Sosial

• Balai Desa • PAM • PLN 1 2 4 1 1 1 1 1 1 2 3 6 2 1 Ada Ada (Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2011)

4.2 Karakteristik Sampel

Karakteristik seseorang mempengaruhi tindakan, pola pikir, dan wawasan yang dimilikinya. Adapun karakteristik para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik di daerah penelitian meliputi karakteristik sosial ekonomi yang terdiri atas luas lahan, umur, tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga.


(64)

Karakteristik para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik dalam penelitian ini dapat dijelaskan secara rinci seperti yang tertera pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Karakteristik Petani Padi Sawah Nonorganik, Semiorganik, dan Organik di Desa Lubuk Bayas Tahun 2013

No. Karakteristik Sosial Ekonomi Rentang Rataan

1. Luas lahan (ha) 0,1-2 0,59

2. Umur (tahun) 25-70 44,9

3. Tingkat Pendidikan (tahun) 0-17 8,77

4. Jumlah tanggungan keluarga (jiwa) 1-6 3,26

(Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2013 (Lampiran 1))

Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa luas lahan petani berkisar antara 0,1-2 ha dengan rata-rata 0,59 ha. Hal ini menunjukkan bahwa lahan yang diusahakan oleh para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai tergolong skala usahatani besar.

Selain itu, berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa petani memiliki rata – rata umur 44 tahun 9 bulan (45,9) dengan rentang umur antara 25 – 70 tahun. Hal ini berarti, umur para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas masih bersifat produktif. Hal ini dikarenakan umur produktif secara umum adalah 15 – 49 tahun.

Pendidikan para petani memiliki rata – rata 8,77 atau 9 tahun dengan rentang antara 0–17 tahun. Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan para petani padi sawah nonorganik, semiorganik, dan organik di Desa Lubuk Bayas adalah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sehingga mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk dapat diberdayakan demi peningkatan kesejahteraan keluarga petani.


(1)

Lampiran 16. Kotoran Sapi untuk Pupuk Kandang


(2)

(3)

Lampiran 18. Pupuk Organik Cair NaTaMa


(4)

(5)

Lampiran 20. Proses Penjemputan dan Pembelian GKP Secara Langsung


(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Finansial Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

15 104 93

Analisis Risiko Usahatani Padi Organik dan Non Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 7 96

Analisis Risiko Usahatani Padi Organik Dan Non Organik (Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 12

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

0 0 72

III. METODE PENELITIAN - Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

0 1 55

II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

0 0 19

I. PENDAHULUAN - Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

0 0 8

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

0 0 18

Analisis Finansial Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 25

Analisis Finansial Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 13