The Study of The N P K Nutrient Sufficiency in Organic Fertilization for The Growth and Asiaticoside Production of Centella asiatica L Urban in High Land

STUDI KECUKUPAN HARA N P K PADA PEMUPUKAN
ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
ASIATIKOSIDA PEGAGAN (Centella asiatica L. Urban) DI
DATARAN TINGGI

INDARTI PUJI LESTARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Studi Kecukupan
Hara N P K pada Pemupukan Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Asiatikosida Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Bogor,

2010
Indarti Puji Lestari
A 252070091

ABSTRACT
INDARTI PUJI LESTARI. The Study of The N P K Nutrient Sufficiency in
Organic Fertilization for The Growth and Asiaticoside Production of Centella
asiatica L. Urban in High Land. Under direction of MUNIF GHULAMAHDI and
SANDRA ARIFIN AZIZ
The purpose of the study was to identify organic nutrient sufficiency
through application of cow manure and rock phosphate for the growth and
asiaticoside production of Centella asiatica. The study was conducted in August
2008 until March 2009 at Research Station of Institute of Plant Medicine and
Aromatic in Gunung Putri (1500 m above sea level). The experiment used split
plot design. The main plot was cow manure consisted of five levels dosages (0,
10, 20, 30, 40 ton cow manure/ha). The subplot was the two levels dosages of
rock phosphate (0 and 300 kg rock phosphate/ha), with 5 replications. The results

of the study showed that the interaction between cow manure and rocks phosphate
generally did not affect the growth and asiaticoside production of Centella asiatica
L. Urban. The application of 20 ton cow manure/ha significant gave the highest
asiaticoside production of 0.03 t/ha.
Keywords: Centella asiatica, organic NPK, asiaticoside production

RINGKASAN
INDARTI PUJI LESTARI. Studi Kecukupan Hara N P K pada Pemupukan
Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Pegagan (Centella
asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI
dan SANDRA ARIFIN AZIZ.
Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan terna menahun
yang mempunyai batang pendek, bentuk roset, dan stolon-stolon yang merayap
dengan panjang (10–80) cm. Tumbuhan ini tersebar di daerah beriklim tropis, di
Indonesia ditemukan di daerah dataran rendah sampai dengan ketinggian 2500 m
dpl. Pegagan menyukai tanah agak lembab, cukup sinar matahari atau agak
terlindung. Pegagan umumnya tumbuh sebagai tumbuhan liar, namun ada juga
yang sengaja menanamnya sebagai penutup tanah. Kandungan kimia yang diduga
memiliki aktivitas biologis adalah Centella Asiaticoside Selected Triterpenoid
(CAST) terutama asam asiatikosida (termasuk golongan glikosida). Asiatikosida

merupakan senyawa yang mempunyai khasiat antara lain untuk revitalisasi tubuh
dan otak, mengobati darah tinggi, rematik, syphilis, demam, borok, antilepra dan
mempercepat penyembuhan luka. Manfaat lain dari Asiatikosida adalah untuk
meningkatkan daya ingat dan mengatasi kepikunan (alzheimer). Sampai saat ini
umumnya pegagan dipanen dari alam, sehingga untuk pengembangan pegagan
dalam skala luas perlu didukung dengan usaha budidaya. Produksi pegagan yang
bermutu memerlukan bahan tanaman yang terjamin tingkat produksi dan mutunya
dengan menerapkan cara budidaya yang baik dan benar. Pemupukan merupakan
salah satu persyaratan utama yang harus dipenuhi agar tingkat produktivitasnya
dapat dipertahankan secara berkelanjutan. Tingginya permintaan pangan organik
termasuk obat-obatan herbal menyebabkan industri obat cenderung mensyaratkan
bahan baku obat yang bebas dari bahan kimia dan hormon sintetis. Oleh karena itu
diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik
dalam mendukung pertumbuhan dan produksi senyawa asiatikosida pada
pegagan. Pupuk yang termasuk kategori pupuk organik diantaranya adalah pupuk
kandang dan batuan fosfat (rock fosfat). Penggunaan pupuk kandang sapi
didasarkan pada ketersediaan pupuk kandang yang ada di lokasi penelitian
umumnya adalah pupuk kandang sapi. Penggunaan batuan fosfat christmas
didasarkan pada ketersediaan di lapangan dan kadar P 2 O 5 dalam batuan fosfat.
Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai penggunaan pupuk organik secara

murni pada tanaman pegagan, oleh karena itu penelitian ini perlu dilaksanakan.
Penelitian ini dilaksanakan di dataran tinggi karena pada penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa tanaman pegagan yang ditanam di dataran tinggi (1500 m
dpl) memberikan respon yang lebih baik.
Penelitian lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatika (BALITTRO) yang terletak di Gunung Putri.
Lokasi kebun berada pada ketinggian 1500 m di atas permukaan laut (dpl).
Analisis tanah dan jaringan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Balai
Penelitian Tanah Bogor. Analisis kandungan senyawa asiatiosida dilaksanakan di
Laboratorium Pasca Panen BALITTRO. Analisis anatomi daun dilaksanakan di
Laboratorium Histologi BIOTROP Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009.Tujuan penelitian yaitu mengetahui

kecukupan hara melalui pemberian pupuk kandang sapi dan batuan fosfat
terhadap pertumbuhan dan produksi asiatikosida pegagan. Percobaan disusun
menggunakan rancangan perlakuan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design).
Petak utama adalah dosis pupuk kandang, terdiri dari lima dosis yaitu tanpa
pupuk, 10, 20, 30, 40 t pupuk kandang/ha. Anak petak adalah penggunaan batuan
fosfat terdiri dari dua dosis yaitu tanpa 300 kg batuan fosfat/ha. Dari dua faktor
perlakuan tersebut terdapat 10 kombinasi perlakuan dan diulang 5 kali, sehingga

diperoleh 50 satuan percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan
sidik ragam, uji perbandingan nilai tengah perlakuan menggunakan Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Untuk mengetahui dosis pupuk yang
optimal terhadap produksi senyawa bioaktif asiatikosida dan pola respon pegagan
dilakukan analisis regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara pupuk kandang sapi
dan batuan fosfat secara umum tidak berpengaruh nyata terhadap karakter
agronomi, tetapi berpengaruh nyata terhadap karakter fisiologi (kandungan hara P
dan K jaringan tanaman). Penggunaan pupuk kandang sapi sebagai faktor tunggal
secara statisik tidak berpengaruh nyata terhadap hampir semua karakter agronomi
dan fisiologi, kecuali pada produksi asiatikosida. Perlakuan pupuk kandang sapi
sebesar 20 t/ha menghasilkan produksi asiatikosida sebesar 0.03 t/ha. Penggunaan
batuan fosfat sebagai faktor tunggal secara statistik tidak berpengaruh nyata
terhadap hampir seluruh karakter agronomi, tetapi berpengaruh nyata terhadap
kandungan hara N dan P jaringan tanaman.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI KECUKUPAN HARA N P K PADA PEMUPUKAN ORGANIK
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ASIATIKOSIDA
PEGAGAN (Centella asiatica L. Urban) DI DATARAN TINGGI

INDARTI PUJI LESTARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2010

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Adiwirman, MS.

Judul Tesis

Nama
NRP

: Studi Kecukupan Hara N P K pada Pemupukan Organik
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida
Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi
: Indarti Puji Lestari
: A 252070091

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS.

Ketua

Dr. Ir, Sandra Arifin Aziz, MS
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Tanggal ujian:

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, MS

Tanggal lulus:


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah yang berjudul Studi
Kecukupan Hara N P K Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida
Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi dapat diselesaikan.
Selama penelitian sampai dengan tersusunnya karya ilmiah ini banyak
pihak yang telah membantu. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku ketua
komisi pembimbing dan Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura atas
bimbingan dan arahan selama melaksanakan penelitian sampai tersusunnya karya
ilmiah ini, Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku anggota komisi pembimbing
yang telah membimbing serta memberikan semangat dan motivasi selama
melaksanakan penelitian sampai dengan penyusunan karya ilmiah.
Terima kasih kepada teman-teman AGH angkatan 2007 yang telah
membantu dan memberikan semangat serta motivasi selama penelitian sampai
dengan tersusunnya karya ilmiah. Terima kasih juga kepada teman-teman yang
telah membantu baik di lapangan maupun di laboratorium yang tidak dapat
penulis sebutkan namanya satu persatu.
Terima kasih kepada yang tercinta Ayahanda Soeparno (alm) dan Ibunda
Soekarsi atas segala bimbingan, nasihat, dan doanya sehingga penulis sampai saat

ini bisa mengikuti pendidikan di pascasarjana IPB. Tidak lupa juga terima kasih
kepada kakak-kakak dan adik yang telah memberikan semangat dan motivasi
sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilimiah ini.
Penghargaan dan ungkapan terima kasih kepada suami dan anak-anak
tercinta atas segala pengorbanan, semangat dan doanya, sehingga penulis dapat
melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua. Penulis berharap
semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan.

Bogor,

2010

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah. pada tanggal 9 Maret 1969
dari ayah Soeparno (almarhum) dan ibu Soekarsi. Penulis merupakan anak
kesembilan dari sepuluh bersaudara.
Penulis menyelesaikan studi Sarjana Pertanian jurusan Budidaya Pertanian

tahun 1995 di Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Tahun 1998 penulis diangkat
menjadi PNS di Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian dan ditempatkan
pada instansi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya (BPTP) sampai
tahun 2000. Sejak tahun 2000 sampai sekarang penulis sebagai staf peneliti di
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta
Sejak tahun 2007 penulis mendapat tugas belajar dari Badan Litbang
Pertanian untuk mengikuti pendidikan Magister Sains di Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………

xi

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………

xiv

PENDAHULUAN ………………………………………………………...

1

Latar Belakang ……………………………………………………...
Tujuan Penelitian …………………………………………………...
Hipotesis Penelitian …………………………………………………

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Pegagan (Centella asiatica L. Urban) ……………………………….
Senyawa Metabolit Sekunder ……………………………………….
Peranan Pupuk Kandang ……………………………………………
Peranan Nitrogen, Fosfor, dan Kalium Bagi Tanaman ……………..
Batuan Fosfat ......................................................................................

4
5
8
9
11

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................
Bahan dan Alat ....................................................................................
Metode Penelitian ...............................................................................

13
13
13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian ...................................................................
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam .........................................................
Karakter Agronomi .............................................................................
Karakter Fisiologi ...............................................................................
Anatomi Daun .....................................................................................
Respon Tanaman Terhadap Penggunaan Pupuk Kandang Sapi dan
Batuan Fosfat ......................................................................................
Korelasi antara Komponen Pertumbuhan dan Produksi .....................

21
23
24
34
36

SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................

44

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

45

LAMPIRAN .................................................................................................

51

38
41

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kandungan saponin pada tanaman pegagan ........................................

5

2. Rekapitulasi sidik ragam ......................................................................

23

3. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap jumlah
daun Centella asiatica L. Urban ……………………………………...

24

4. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap jumlah
stolon Centella asiatica L. Urban …………………………………...

25

5. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap
panjang stolon Centella asiatica L. Urban …………………………...

26

6. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap
indeks luas daun dan persentase penutupan tanaman
Centella asiatica L. Urban ...................................................................

28

7. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap bobot basah
daun, tangkai daun, stolon, akar, dan bobot total per tanaman
Centella asiatica L. Urban ……………………………………………

30

8. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap bobot basah
daun dan bobot total basah per petak pada tanaman
Centella asiatica L. Urban ……………………………………………

30

9. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap bobot
kering daun, tangkai daun, stolon, dan akar Centella astiatica L.
Urban ………………………………………………………………….

31

10. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap bobot
kering daun dan bobot total kering per petak pada tanaman
Centella asiatica L. Urban ……………………………………………

32

11. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap kandungan
dan produksi asiatikosida Centella asiatica L. Urban ..........................

33

12. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap kandungan
klorofil daun Centella asiatica L. Urban umur 20 MST ......................

35

13. Pengaruh pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap kandungan
Hara nitrogen, fosfor dan kalium jaringan tanaman Centella asiatica
L. Urban umur 20 MST .......................................................................

36
xi

14. Interaksi antara pupuk kandan dan batuan fosfat terhadap kandungan
hara fosfor dan kalium pada jaringan tanaman Centella asiatica L.
Urban umur 20 MST ............................................................................
36
15. Rata-rata tebal daun Centella asiatica L. Urban umur 20 MST dengan
kombinasi perlakuan pupuk kandang sapi dan batuan fosfat ..............
37
16. Matrik korelasi antara komponen pertumbuhan dan produksi
Centella asiatica L. Urban pada perlakuan pupuk kandang sapi dan
batuan fosfat .........................................................................................
43

xii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Biosintesis metabolit sekunder tanaman ..............................................

6

2. Biosintesis terpenoid .............................................................................

7

3. Rumus bangun senyawa asiatikosida ...................................................

8

4. Sampel daun untuk analisis kandungan asiatikosida ............................

16

5. Bibit pegagan umur 1 minggu ..............................................................

20

6. Bibit pegagan umur 4 minggu ..............................................................

20

7. Diagram curah hujan di Gunung Putri (2008-2009) ............................

21

8. Centella asiatica L. Urban umur 16 MST …………………………...

21

9. Penutupan tanaman tanpa pupuk kandang sapi dan batuan fosfat …...

28

10. Penutupan tanaman dengan perlakuan batuan fosfat ...........................

28

11 Penutupan tanaman dengan perlakuan 10 , 20, 30, dan 40 t/ha
pupuk kandang sapi ………………………………………………….

29

12. Produksi asiatikosida pada Centella asiatica L Urban umur 20 MST
Pada berbagai dosis pupuk kandang sapi ............................................

33

13. Penampakan anatomi daun Centella asiatica L. Urban .......................

37

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Jalur biosintesis senyawa asiatikosida ....................................................

51

2. Denah penelitian .....................................................................................

52

3. Metode analisis kandungan klorofil .......................................................

53

4. Metode analisis kandungan nitrogen total pada jaringan tanaman ........

54

5. Metode analisis kandungan fosfor dan kalim pada jaringan tanaman ....

55

6. Metode pembuatan preparat anatomi jaringan tanaman .........................

56

7. Rekap tabel sidik ragam ………………………………………………..

58

xiv

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan terna
menahun yang mempunyai batang pendek, bentuk roset, dan stolon-stolon yang
merayap dengan panjang (10–80) cm. Tumbuhan ini tersebar di daerah beriklim
tropis, di Indonesia ditemukan di daerah dataran rendah sampai dengan
ketinggian 2500 m dpl. Pegagan menyukai tanah agak lembab, cukup sinar
matahari atau agak terlindung. Pegagan umumnya tumbuh sebagai tumbuhan
liar, namun ada juga yang sengaja menanamnya sebagai penutup tanah (Heyne
1987; Dalimarta 2000).
Kandungan kimia yang terdapat dalam pegagan yaitu asiatikosida,
thankunisida, isothankunisida, madecassosida, brahmosida, brahminosida, asam
brahmik, asam madasiatik, meso-inositol, centellosa, karotenoid, hydrocotylin,
vellarin, tanin serta garam-garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium,
kalsium, dan besi (Wijayakusuma et al. 1994; Lasmadiwati et al. 2002).
Kandungan kimia yang diduga memiliki aktivitas biologis adalah Centella
Asiaticoside Selected Triterpenoid (CAST) terutama asam asiatikosida
(termasuk golongan glikosida). Asiatikosida merupakan senyawa yang
mempunyai khasiat antara lain untuk revitalisasi tubuh dan otak, mengobati
darah tinggi, rematik, syphilis, demam, borok, antilepra dan mempercepat
penyembuhan luka (Agil et al. 1992; Brinkhaus et al. 1995). Manfaat lain dari
Asiatikosida adalah untuk meningkatkan daya ingat dan mengatasi kepikunan/
alzheimer (Pramono dan Ajiastuti, 2004).
Sampai saat ini umumnya pegagan dipanen dari alam, sehingga untuk
pengembangan pegagan dalam skala luas perlu didukung dengan usaha
budidaya. Produksi pegagan yang bermutu memerlukan bahan tanaman yang
terjamin tingkat produksi dan mutunya dengan menerapkan cara budidaya yang
baik dan benar. Pemupukan merupakan salah satu persyaratan utama yang harus
dipenuhi agar tingkat produktivitasnya dapat dipertahankan secara berkelanjutan.

2

Beberapa hasil penelitian pemupukan dengan pupuk anorganik pada
pegagan menunjukkan bahwa pemupukan Urea dengan dosis 80 kg N/ha yang
diaplikasikan tiga kali (saat tanam, 4 dan 8 MST) menghasilkan kandungan
asiatikosida tertinggi pada panen umur 14 MST yaitu sebesar 1,01% (Hidayat
2004). Sutardi (2006) melaporkan, pemupukan 108 kg P 2 O 5 /ha menghasilkan
produksi asiatikosida tertinggi pada umur panen 4 bulan, dengan kandungan
senyawa asiatikosida sebesar 1,50%.
Saat ini pegagan merupakan salah satu jenis tanaman obat yang memiliki
pasar yang cukup potensial. Januwati dan Yusron (2005) melaporkan, salah satu
pabrik jamu memerlukan lebih kurang 100 ton pegagan setiap tahunnya. Dari
sepuluh jenis jamu yang beredar di pasaran, bahan baku pegagan yang
dipergunakan

dalam

simplisia

mempunyai

komposisi

15-25%

dalam

kemasannya. Hal ini merupakan peluang untuk pengembangan usahatani
pegagan melalui usaha budidaya.
Tingginya permintaan pangan organik termasuk obat-obatan herbal
menyebabkan industri obat cenderung mensyaratkan bahan baku obat yang
bebas dari bahan kimia dan hormon sintetis. Oleh karena itu diperlukan
penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik dalam
mendukung pertumbuhan dan produksi senyawa asiatikosida pada pegagan.
Pupuk yang termasuk kategori pupuk organik diantaranya adalah pupuk
kandang dan batuan fosfat (rock fosfat). Pupuk kandang adalah sumber beberapa
hara seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan lainnya. Nitrogen adalah salah satu
hara utama bagi sebagian besar tanaman yang dapat diperoleh dari pupuk
kandang (Simanungkalit et al. 2006). Berdasarkan susunan kimianya, batuan
fosfat digolongkan sebagai kalsium fosfat (Ca-P), kalsium-aluminium (besi)
fosfat (Ca, Al (Fe)-P), dan aluminium (besi) fosfat (Al (Fe)-P) (Sediyarso 1999).
Pengujian penggunaan batuan fosfat pada tanaman pangan dan perkebunan telah
banyak dilakukan. Sediyarso et al. (1983) melaporkan bahwa, pada daerah yang
mempunyai respon tinggi terhadap pemupukan fosfat, penggunaan pupuk fosfat
alam dengan dosis 52,8 kg/ha memberikan hasil padi hampir sama dengan
penggunaan pupuk TSP dosis 13,2 kg/ha. Sopandie (2006) melaporkan, tipe-tipe
tanah dengan kecenderungan terdapat defisiensi P salah satunya adalah tanah

3

vulkanis (Andisols). Untuk mencukupi kebutuhan hara fosfor salah satunya
dapat digunakan fosfat alam.
Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai penggunaan pupuk
organik secara murni pada tanaman pegagan, oleh karena itu penelitian ini perlu
dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan di dataran tinggi karena pada
penelitian sebelumnya (Bermawie et al 2006) menunjukkan bahwa tanaman
pegagan yang ditanam di dataran tinggi (1500 m dpl) memberikan respon yang
lebih baik. Penggunaan pupuk kandang sapi didasarkan pada ketersediaan pupuk
kandang yang ada di lokasi penelitian umumnya adalah pupuk kandang sapi.
Penggunaan batuan fosfat christmas didasarkan pada ketersediaan di lapangan
dan kadar P 2 O 5 dalam batuan fosfat.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yaitu: (1) Mengetahui kecukupan hara melalui
penggunaan pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan produksi
asiatikosida pegagan, (2) Mengetahui kecukupan hara melalui penggunaan
batuan fosfat terhadap pertumbuhan dan produksi asiatikosida pegagan, (3)
Mengetahui kecukupan hara melalui interaksi antara pupuk kandang sapi dan
batuan fosfat terhadap pertumbuhan dan produksi asiatikosida pegagan.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah (1) Terdapat dosis
pupuk kandang sapi yang mendekati tingkat kecukupan hara N, P, K pada
pegagan, yang memberikan pertumbuhan dan produksi senyawa asiatikosida
yang terbaik, (2) Penggunaan batuan fosfat memberikan pertumbuhan dan
produksi senyawa asiatikosida terbaik, (3) Terdapat interaksi antara penggunaan
pupuk kandang sapi dan batuan fosfat terhadap pertumbuhan dan produksi
asiatikosida terbaik.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Pegagan (Centella asiatica L.)

Lawrence (1981) melaporkan, secara taksonomi klasifikasi pegagan
adalah sebagai berikut:
Divisi

: Embryophyta Symphonogama

Anak divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dycotyledonae

Anak kelas

: Archichlamidae

Ordo

: Umbelliflorae (Apiales)

Famili

: Umbelliferae (Apiaceae)

Genus

: Centella

Species

: Centella asiatica L. Urban

Pegagan merupakan tumbuhan liar yang banyak dijumpai di perkebunan,
ladang, tepi jalan, pematang sawah ataupun di ladang yang agak basah. Tanaman
ini menyukai tanah yang agak lembab dan cukup mendapat sinar matahari atau
teduh, ada yang ditanam sebagai penutup tanah di perkebunan atau sebagai
tanaman sayuran (sebagai lalap), dan dapat tumbuh sampai ketinggian 2.500 m
dpl (Wijayakusuma et al. 1994).
Tanaman pegagan merupakan herba menahun yang mempunyai batang
pendek, bentuk roset, dan stolon-stolon yang merayap dengan panjang (10-80)
cm. Wijayakusuma et al. (1994) melaporkan, akar pegagan terdapat pada buku
yang menyentuh tanah, akar tunggang bercabang-cabang, akar serabutnya
tumbuh dari buku-buku stolon (geragih). Mempunyai daun tunggal dengan letak
basalis atau rosette dengan 2–10 daun. Daun berbentuk seperti ginjal, ukuran 2–
5 cm x 3-7 cm, tangkai daun tegak dan sangat panjang ukurannya 9-17 cm,
dengan bagian dalam tangkai daun berlubang. Pada tepi daun bergerigi dengan
penampang 1-7 cm dan kadang berambut.
Perbanyakan pegagan dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan
stolon (tunas berakar), selain itu dapat diperbanyak juga dengan menggunakan
biji (secara generatif). Sampai saat ini perbanyakan yang umum dari tunas

5

berakar, yang disemaikan terlebih dahulu selama 2-3 minggu. Perbanyakan
dengan biji atau benih jarang dilakukan, karena selain ukuran biji sangat kecil
dan sulit untuk mendapatkan biji tersebut (Januwati dan Yusron, 2005)
Kegunaan pegagan sebagai tanaman obat sangat banyak antara lain untuk
revitalisasi tubuh dan otak yang kelelahan karena kerja keras, sebagai obat luka,
rematik, lepra, dan gangguan perut (Agil et al. 1992). Selain itu, Tsurumi (1973)
melaporkan bahwa senyawa asiatikosida dapat digunakan untuk mencegah
kerusakan membran sel hepatosit dan mencegah degradasi lemak karena luka
bakar, serta meningkatkan aktivitas enzim leusin aminopeptidase yang berfungsi
pada regenerasi kulit, sehingga mengurangi kerusakan kulit akibat luka bakar.
Soegihardjo dan Koensoemaediyah 1995 melaporkan krim dari ekstrak daun
pegagan berfungsi untuk memperbaharui kulit dan memenuhi kebutuhan
pertumbuhan kulit bagi lansia. Zafar dan Naaz (2001) melaporkan bahwa
senyawa saponin yang terdapat pada tanaman pegagan adalah senyawa
asiatikosida, madecassosida, centellosida, dan lain-lain seperti terlihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan saponin pada tanaman pegagan
Saponin
Asiatikosida
Madecassoside
Centelloside
Centelloside
Brahminoside
Thankuniside
Isothankuniside

Sapogenin
Asiatic acid
Madecassic acid
Centellic acid
Brahmic acid
Brahmic acid
Thancunic acid
Isothankunic acid

Sugars
Glucose, rhamnose
Glucose, rhamnose
Glucose, fructose
Rhamnose, arabinose, glucose
Glucose, rhamnose, arabinose
Glucose, rhamnose
Glucose, rhamnose

Senyawa Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa organik yang tidak
mempunyai pengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Yang membedakan metabolit sekunder dengan metabolit primer adalah
penyebarannya

lebih

terbatas,

terdapat

terutama pada

tumbuhan dan

mikroorganisme serta memiliki karakteristik untuk tiap genera, species atau
strain tertentu (Herbert 1995). Staba (1980) dan Herbert (1995) melaporkan

6

bahwa beberapa golongan senyawa metabolit sekunder adalah alkaloid,
terpenoid, flavonoid, fenol, glikosida, dan steroid. Metabolit sekunder
dibiosintesis terutama dari banyak metabolit-metabolit primer diantaranya asam
amino, asetil koenzim A, asam mevalonat, dan zat antara (intermediate) dari
jalur shikimat (shikimic acid) (Gambar 1). Hornok (1992) melaporkan bahwa
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap produksi bahan bioaktif pada
tanaman antara lain adalah faktor biotik, tanah dan hara, air, suhu, serta cahaya.

Gambar 1 Biosintesis metabolit sekunder tanaman (Vickery dan Vickery 1981)

Vickery dan Vickery (1981) melaporkan fungsi metabolit sekunder
antara lain adalah sebagai pertahanan tubuh bagi tumbuhan dari mikroorganisme
dan hewan, menarik perhatian hewan pollinator, dan sebagai hormon pengatur
pertumbuhan. Peran dan fungsinya untuk manusia adalah sebagai bahan obatobatan, wangi-wangian, pemberi rasa dan aroma pada makanan/minuman, serta
bahan untuk pembuatan kosmetika. Senyawa asiatikosida yang terkandung pada
tanaman pegagan termasuk ke dalam golongan glikosida triterpenoid.
Asiatikosida merupakan golongan triterpenoid turunan dari α–amyrin yang
efektif untuk penyembuhan lepra. Sell (2005) menuliskan bahwa triterpenoid
merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekuler yang mengandung
rangka karbon dan membentuk isoprene (2-methylbuta-1,3-diene). Isoprene

7

mempunyai lima atom karbon, sedangkan jumlah atom karbon pada masingmasing senyawa terpenoid merupakan kelipatan lima karbon (isoprene).
Menurut Taiz dan Zeiger (2002), biosintesis terpenoid melalui dua lintasan yaitu
lintasan mevalonat dan lintasan methylerythritol phosphate (Gambar 2).

Gambar 2 Biosintesis terpenoid (Taiz dan Zeiger 2002)

Adapun rumus kimia asiatikosida adalah C 48 H 78 O 19 (Gambar 3) (Maeda
et al. 1994).

8

Gambar 3 Rumus bangun senyawa asiatikosida

Peranan Pupuk Kandang

Bahan organik tanah merupakan sumber nitrogen yang utama dan
berperan cukup besar dalam proses perbaikan sifat fisika, kimia, dan biologi
tanah. Pemberian bahan organik berupa pupuk kandang sangat diperlukan untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk kandang mengandung
unsur hara dengan konsentrasi yang bervariasi tergantung jenis ternak, makanan,
umur, dan kesehatan ternak (Suriadikarta et al. 2005). Secara kuantitatif pupuk
kandang sedikit mengandung unsur hara, tetapi dalam penyediaan hara pupuk
kandang berperan penting. Selain untuk unsur NPK, pupuk kandang juga
merupakan sumber bagi hampir semua unsur lain seperti C, Zn, Cu, Mo, Ca, Mg,
dan Si. Nursyamsi et al. (1995) melaporkan bahwa pemberian pupuk kandang 10
t/ha dan pupuk hijau Setaria sp. 5 t/ha meningkatkan kandungan C dan Norganik serta KTK tanah.
Sebagai sumber bahan organik, pupuk kandang penting dalam
mempertahankan kesuburan tanah. Pupuk kandang terdiri atas kotoran padat dan
cair dari hewan ternak yang tercampur dengan sisa-sisa makanan. Jika
dibandingkan dengan pupuk buatan, pupuk kandang merupakan pupuk yang
lambat bereaksi (slow release), karena sebagian besar unsur hara harus
mengalami berbagai perubahan sebelum dapat digunakan oleh tanaman

9

(Sabiham et al. 1982). Penggunaan pupuk kandang akan membebaskan unsurunsur yang dikandungnya seperti N, P, K, Ca, Mg, dan lainnya serta
meningkatkan ketersediaannya bagi tanaman. Penyusun bahan organik yang
paling penting dalam pupuk kandang adalah komponen hidup yaitu
mikroorganisme tanah yang sangat berperan aktif dalam proses pelapukan dan
mineralisasi dari bahan organik tersebut (Soepardi 1979).
Bahan organik tanah selain sebagai sumber hara tanah, juga merupakan
salah satu bahan pembentuk agregat tanah yang berperan sebagai bahan perekat
antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik
penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik
terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan.
Pada tanah berpasir bahan organik diharapkan dapat merubah struktur tanah dari
berbutir tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur
dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang
atau kasar (Scholes et al. 1994). Bahan organik dapat juga merubah tanah yang
semula tidak berstruktur (pejal) dapat membentuk struktur yang baik atau remah,
dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat. Sifat fisik yang penting dari
bahan organik adalah kemampuannya dalam mengikat air, sehingga kemampuan
tanah dalam menyediakan air untuk tanaman meningkat. Bahan organik tanah
dapat mengikat air hingga 20 kali beratnya, interaksi antara bahan organik tanah
dan mikroorganisme tanah dapat memperbaiki agregat dan struktur tanah.
(Suriadikarta et al. 2005). Hasil metabolisme mikroorganisme yang berupa
polisakarida dapat bertindak sebagai lem atau perekat antar partikel tanah,
sedangkan senyawa humus berperan sebagai stabilisator untuk memperbaiki
struktur tanah dalam jangka panjang (Smith et al. 1993).

Peranan Nitrogen, Kalium, dan Fosfor bagi Tanaman

Nitrogen (N) merupakan salah satu unsur hara yang sangat penting dan
dapat tersedia melalui pemupukan. Sutedjo (1987) menyatakan bahwa N
merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang umumnya
diperlukan untuk pembentukan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun,

10

batang, dan akar. Menurut Russel (1973) kekurangan N akan menyebabkan daun
kecil dan dinding sel menjadi tipis sehingga daun menjadi kasar dan berserat,
warna daun kekuningan (klorosis) dan hijau kemerah-merahan. Sarief (1983)
menyatakan bahwa nitrogen diserap tanaman dalam bentuk NO 3 - dan NH 4 +,
selanjutnya N yang tersedia bagi tanaman dapat mempengaruhi pembentukan
protein, dan merupakan bagian integral dari klorofil. Peran penting bagi tanaman
umumnya adalah untuk pembentukan senyawa organik yang mengandung N
seperti asam amino, asam nukleat, enzim, dan sebagai unsur metabolisme yang
menyalurkan energi seperti klorofil, ADP, ATP. Apabila tanaman kekurangan N,
tanaman tidak dapat melakukan metabolismenya untuk membentuk bahan-bahan
tersebut, yang pada akhirnya akan menghentikan proses pertumbuhan dan
reproduksi tanaman.
Fosfor (P) diserap tanaman dalam bentuk H 2 PO 4 , HPO 4 2-, dan PO 4 2-,
atau bergantung dari nilai pH tanah. Sebagian besar fosfor di dalam tanah, terikat
secara kimia oleh unsur lain sehingga menjadi senyawa yang sukar larut dalam
air dan hanya berkisar 1% fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Ketersediaan fosfor di dalam tanah ditentukan oleh banyak faktor, namun yang
paling penting adalah pH tanah. Selain pH, faktor lain yang menentukan pasokan
fosfor pada tanah antara lain adalah bahan organik. Dengan bahan organik,
sebagian

besar

fosfor

diambil

oleh

mikroorganisme

tanah

untuk

pertumbuhannya, dan fosfor akhirnya diubah menjadi humus. Oleh karena itu
untuk menyediakan cukup fosfor, kondisi tanah yang menguntungkan bagi
perkembangan mikroorganisme tanah perlu diperhatikan (Novizan 2001).
Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari kalium
akan membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif
nitrat, fosfat atau unsur lain. Menurut Buckman dan Brady (1982), kalium
berperan dalam aktivitas fotosintesis, respirasi, sintesis protein, translokasi gula,
mempertahankan turgor, menstimulir pertumbuhan akar, dan meningkatkan
ketahanan terhadap kekeringan. Dalam tanaman unsur ini akan membantu proses
metabolisme yaitu sebagai aktivator dari sejumlah proses enzimatis. Kegunaan K
bagi semua makhluk hidup adalah sebagai aktivator dari sejumlah enzim,
sedikitnya diketahui terdapat 46 jenis enzim yang hanya dapat bekerja bila ada

11

K. K hanya bertindak sebagai kofaktor enzim namun kebutuhannya relatif sangat
besar, apabila K dalam keadaan kahat maka kandungan gula terlarut mula-mula
meningkat dan kandungan asam organik menjadi abnormal. Menurut Dalimarta
(2000), adanya kandungan kalium yang relatif tinggi akan memberikan sifat
yang khas dari daun pegagan yang mempunyai efek diuretika.

Batuan fosfat

Pupuk P-alam (batuan fosfat) merupakan bahan baku pembuatan SP-36
dan superfosfat lainnya. Deposit batuan fosfat merupakan sumberdaya alam
yang sangat penting dalam industri pupuk fosfat untuk pertanian. Berdasarkan
susunan kimianya, batuan fosfat digolongkan sebagai kalsium fosfat (Ca-P),
kalsium-aluminium (besi) fosfat (Ca, Al (Fe)-P), dan aluminium (besi) fosfat (Al
(Fe)-P) (Sediyarso, 1999). Kalsium fosfat merupakan bahan baku utama pupuk P
atau superfosfat.
Pupuk P-alam didominasi oleh mineral apatit (50-90%) dengan bahan
ikutannya berupa kuarsa, liat, besi, dan aluminium oksida, kalsit, dolomit, dan
gipsum. Kalsium apatit yang berasal dari batuan sedimen termasuk pupuk Palam reaktif sehingga dapat langsung digunakan sebagai sumber P. Pupuk Palam dikatakan reaktif bila kombinasi sifat pupuk dan sifat tanah dapat
meningkatkan kelarutan P (Deptan 2010).
Pemilihan pupuk P-alam berkualitas baik, yang dapat digunakan secara
langsung agar memberikan manfaat maksimum diperlukan pengetahuan tentang
sifat-sifat mineralogi dan kelarutannya. Kadar P total yang sangat tinggi dalam
pupuk P-alam akan mengakibatkan rendahnya tingkat kelarutan P, karena
rendahnya substitusi PO 4 oleh CO 3 .

Besar butir juga menentukan tingkat

reaktivitas pupuk P-alam, makin halus ukuran butir makin tinggi tingkat
kelarutan atau reaktivitasnya. Selain itu reaktivitas dari pupuk P-alam juga
ditentukan oleh makin tinggi kelarutannya di dalam pengekstrak amonium sitrat
netral, asam sitrat 2%, ataupun asam format 2% (Adiningsih 1998).
Deposit-deposit batuan fosfat di Indonesia masih terbatas, maka sebagian
besar keperluan batuan fosfat, baik untuk pupuk fosfat alam maupun pupuk

12

fosfat sintetis masih diimpor. Deposit yang sekarang mulai diusahakan banyak
terdapat di pulau Jawa, misalnya di Jawa Barat (Bogor, Ciamis, Tasikmalaya dan
Cirebon); Jawa Tengah (Kebumen dan Pati); Jawa Timur (Surabaya, Lamongan,
Tuban, Sampang, Sumenep dan pulau-pulau dekat Madura); Sumatera (Bada
Aceh dan Medan); Kalimantan (sekitar Banjarmasin); Kepulauan Flores dan
Irian. Deposit yang terdapat di daerah-daerah tersebut berkadar P 2 O 5 antara 136% (Kusartuti, 1990).
Christmas Island Rock Phosphate (CIRP) merupakan pupuk P-alam
berasal dari Pulau Christmas, terdiri dari campuran fluor hydroxyapatite yang
reaktif, kalsium besi fosfat dan kalsium aluminium fosfat yang lebih lambat larut
(Boughton dan Agustono, 1997). Hartatik dan Adiningsih (1989) melaporkan
bahwa penelitian efektivitas P-alam di Terbanggi Lampung menunjukkan bahwa
efektivitas P-alam Christmas menyamai atau bahkan lebih baik dari TSP dalam
meningkatkan hasil kedelai dan mempunyai pengaruh residu sampai penanaman
keempat.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian di tingkat lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika

(BALITTRO)

yang terletak di

Gunung Putri. Lokasi kebun berada pada ketinggian 1500 m di atas permukaan
laut (dpl). Analisis tanah dan jaringan tanaman dilaksanakan di Laboratorium
Balai Penelitian Tanah Bogor. Analisis kandungan senyawa asiatiosida
dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen BALITTRO. Analisis anatomi daun
dilaksanakan

di

Laboratorium

Histologi

BIOTROP

Bogor.

Penelitian

dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari bahan tanaman pegagan berasal
dari Boyolali (CASI 016), pupuk kandang sapi, batuan fosfat christmas
(kandungan P 2 O 5 32%). Bahan tanaman berupa bibit tanaman pegagan
diperoleh dari perbanyakan vegetatif dengan umur 4 minggu sejak semai. Alatalat yang digunakan terdiri dari peralatan tanam (cangkul, sekop, ember, pisau,
kored, meteran, sprayer), automatic leaf area meter, timbangan kasar, timbangan
analitik, oven.

Metode Penelitian
Percobaan disusun menggunakan rancangan perlakuan Rancangan Petak
Terbagi (Split Plot Design). Petak utama adalah dosis pupuk kandang, terdiri
dari lima dosis yaitu 0 (tanpa pupuk kandang); 10, 20, 30, 40 t pupuk
kandang/ha. Anak petak adalah penggunaan batuan fosfat terdiri dari dua dosis
yaitu tanpa batuan fosfat dan 300 kg batuan fosfat/ha. Dari dua faktor perlakuan
tersebut diperoleh 10 kombinasi perlakuan dan diulang 5 kali, sehingga
diperoleh 50 satuan percobaan.

14

Model linier yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + β i + P j + ε ij + R k + (PR) jk + ε jk
Yijk

= pengamatan pada perlakuan dosis pupuk kandang ke-j, dosis batuan
fosfat ke-k pada kelompok ke- i

μ

= rataan umum

βi

= pengaruh kelompok ke-i

Pj

= pengaruh perlakuan pupuk kandang ke-j

εij

= galat pada perlakuan pupuk kandang ke-j dan kelompok ke-i

Rk

= pengaruh perlakuan batuan fosfat ke-k

(PR) jk = pengaruh interaksi antara perlakuan pupuk kandang ke-j dan batuan
fosfat ke-k
ε jk

= galat pada perlakuan batuan fosfat ke-k dan interaksi pupuk kandang
dengan batuan fosfat ke-jk

i

= jumlah ulangan : 1, 2, 3, 4, 5

j

= jumlah perlakuan petak utama : 1, 2, 3, 4, 5

k

= jumlah perlakuan anak petak : 1, 2

Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam, uji
perbandingan nilai tengah perlakuan menggunakan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5%. Untuk mengetahui dosis pupuk yang optimal terhadap
produksi senyawa bioaktif asiatikosida dan pola respon pegagan dilakukan
analisis regresi.

Pelaksanaan Percobaan
Pembibitan
Pembibitan dilakukan menggunakan polybag dengan media campuran
tanah dan pupuk kandang perbandingan 2 : 1, ditempatkan pada lokasi yang
ternaungi selama 4 minggu. Bibit yang digunakan adalah dari aksesi Boyolali.
Bagian tanaman yang diambil untuk calon bibit adalah stolon yang telah berakar
pada setiap buku dengan jumlah ruas 1.

15

Pengolahan tanah dan penanaman
Pengolahan tanah dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang
merata dan gembur, selain itu untuk membersihkan tanah dari gulma dan sisasisa tanaman. Tanah yang sudah diolah kemudian dibuat petakan sebanyak 50
buah dengan ukuran tiap petak 1,6 m x 1,5 m. Jarak antar ulangan 0,6 m, jarak
antara petak utama 0,5 m, dan jarak antara anak petak 0,3 m. Pupuk kandang
sapi diaplikasikan satu minggu sebelum tanam, batuan fosfat diaplikasikan saat
tanam. Bibit pegagan yang telah berumur 4 minggu ditanam dengan jarak tanam
30 cm x 40 cm (20 tanaman/petak).
Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman (sampai umur 4 minggu
setelah tanam), penyiraman (disesuaikan kondisi lapangan), penyiangan, dan
pengendalian hama penyakit. Penyiangan dilakukan secara hati-hati, pada saat
penutupan pegagan belum menyeluruh, maka penyiangan dapat dilakukan
dengan menggunakan kored, namun saat penutupan sudah menyeluruh maka
penyiangan dilakukan secara manual dengan tangan. Pengendalian hama
penyakit dilakukan jika telah berada pada ambang batas. Panen dilakukan pada
umur 20 MST (minggu setelah tanam).
Pengamatan
Pengamatan meliputi karakter agronomi (pengamatan pada 5 tanaman
sampel yang dipilih secara acak), karakter fisiologi, dan anatomi daun. Sebagai
data pendukung dilakukan analisis tanah, pupuk kandang, dan batuan fosfat.

Karakter agronomi meliputi:
1. Jumlah daun
Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang
telah terbuka sempurna pada setiap rumpun, pengamatan dilakukan dua
minggu sekali.
2. Jumlah stolon
Pengamatan jumlah stolon dilakukan dengan menghitung jumlah stolon
yang muncul dari setiap rumpun, dilakukan dua minggu sekali.

16

3. Panjang stolon
Pengamatan panjang stolon dilakukan dengan mengukur panjang stolon
terpanjang pada setiap rumpun, diamati setiap dua minggu sekali
4. Persentase penutupan
Penutupan tanaman diamati pada umur 20 MST .
5. Indeks Luas Daun (ILD)
Pengamatan indeks luas daun dilakukan dengan mengukur luas daun setiap
rumpun menggunakan automatic leaf area meter, kemudian dibagi dengan
luas total lahan tegakan.
6. Bobot basah
Meliputi bobot basah daun, tangkai, stolon, dan akar. Pengukuran dilakukan
pada saat panen dengan cara menimbang bobot basah tanaman (g) pada tiap
tanaman sampel yang diamati.
7. Bobot kering
Meliputi bobot kering daun, tangkai, stolon, dan akar. Pengukuran dilakukan
pada saat panen dengan cara menimbang bobot kering (g) pada tiap tanaman
sampel yang diamati, setelah dioven pada suhu 60o C selama 3 hari.
8. Kandungan bioaktif asiatikosida pada simplisia
Cara pengambilan sampel daun untuk analisis kandungan asiatikosida adalah
sebagai berikut:
Ambil daun pada tanaman induk yang sudah terbuka sempurna, waktu
pengambilan sampel daun adalah pukul 09.00-10.00 WIB. Potong bagian
tangkai daun sehingga diperoleh bagian daun yang bersih dari tangkai daun
(Gambar 4).

Gambar 4. Sampel daun untuk analisis kandungan asiatikosida

17

Sampel daun yang masih dalam keadaan segar segera di bawa ke
laboratorium untuk dianalisis.
Analisis kandungan bioaktif asiatikosida dilakukan sesuai dengan prosedur
pengujian di Laboratorium Pasca Panen BALITTRO sebagai berikut:
a. Persiapan contoh
Pegagan disortir dan dicuci sampai bersih, dikeringkan dengan blower
(suhu 40oC selama 72 jam). Pegagan kering digiling dan diayak dengan
menggunakan ayakan ukuran 40 mesh. Sebanyak 0,2 g serbuk pegagan
ditambahkan 25 ml methanol p.a, dikocok di atas alat stirrer plate selama
60 menit, cairan ekstrak tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 50 dan
ampasnya diambil untuk diekstrak kembali sampai 3 x masing-masing
dengan methanol p.a sebanyak 25 ml. Ekstrak-ekstrak dari ampas
tersebut disatukan dengan ekstrak pertama untuk dimasukkan ke dalam
labu ukur yang sama kemudian diencerkan dengan methanol p.a dan
diimpitkan sampai tanda batas.
b. Penetapan contoh
Disaring dengan menggunakan kertas saring Whattman no. 42 kemudian
disaring kembali dengan kertas saring millipore ukuran 0,2 μm.
Disuntikkan

ke

dalam

HPLC

(High

Performance

Liquid

Chromatography) sebanyak 20 μl dengan menggunakan fase gerak
Asetonitril (CH 3 CN): asam asetat (CH 3 COOH) 0,6% (57:43) dan
kecepatan eluen 1ml/menit pada panjang gelombang 258 nm.
c. Pembuatan larutan standar
Ditimbang dengan teliti ekstrak asiatikosida sebanyak 0,0186 g dengan
menggunakan neraca analitis. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
untuk diencerkan dengan methanol p.a dan diimpitkan sampai tanda
batas.
d. Penetapan standar
Disuntikkan larutan standar asiatikosida 186 ppm sebanyak 20 μl ke
dalam HPLC dengan menggunakan fase gerak Asetonitril (CH 3 CN):
asam asetat (CH 3 COOH) 0,6% (57:43), jenis kolom: RP-18 (5 μm) dan
kecepatan eluen 1ml/menit pada panjang gelombang 258 nm.

18

e. Perhitungan kadar asiatikosida

[sp]
x [lar std] x fp
[std]
% Asiatikosida =

x 100%
Bobot sp x 106

Keterangan:
[sp]

: konsentrasi contoh

[std]

: konsentrasi standar

[lar std]

: konsentrasi larutan standar

fp

: faktor pengenceran

Bobot sp

: bobot contoh (g)

Karakter fisiologi meliput i:
1. Kandungan klorofil
Analisis meliputi kandungan klorofil a, klorofil b, total klorofil, dan rasio
klorofil a/b. Pengamatan dilakukan di laboratorium RGCI (Research Group
of Crop Improvement) Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas
Pertanian IPB, dengan menggunakan metode Sims dan Gamon et al. (2002).
Pengamatan dilakukan pada akhir percobaan. Prosedur analisis kandungan
klorofil disajikan pada (Lampiran 3).
2. Analisis jaringan tanaman
Analisis terhadap kandungan nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).
Analisis kandungan nitrogen total daun dengan metode Kjedahl (Lampiran
4). Analisis kandungan fosfor dan kalium melalui oksidasi basah dengan
HNO 3 dan HClO 4 (Lampiran 5). Untuk analisis kandungan nitrogen dan
kalium, sampel daun diambil dari daun ke 4 pada tanaman induk umur 20
MST. Analisis kandungan fosfor, sampel diambil dari daun ke 3 pada
tanaman induk umur 20 MST. Analisis dilakukan di Laboratorium Balai
Penelitian Tanah Bogor.

19

Anatomi daun:
Pembuatan preparat anatomi jaringan dengan metode Sass (1951) pada
(Lampiran 6)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret
2009. Saat persiapan pembibitan (Gambar 3 dan 4), curah hujan di lokasi
penelitian sebesar 151.5 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 5/bulan. Menurut
Oldeman (Kartasapoetra, 1993), bulan ini dikategorikan sebagai bulan kering
dimana kriteria curah hujan yang lebih rendah dari 200 mm/bulan termasuk
bulan kering. Dengan kondisi curah hujan tersebut diperlukan penyiraman bibit
pegagan secara rutin agar bibit pegagan tidak mengalami kekeringan.

Gambar 5 Bibit pegagan umur 1
minggu

Gambar 6 Bibit pegagan umur 3
minggu

Pegagan ditanam pada bulan September dimana kondisi curah hujan di
lokasi penelitian tergolong tinggi yaitu dengan curah hujan sebesar 412.5
mm/bulan dan jumlah hari hujan 9/bulan. Bulan ini dikategorikan sebagai bulan
basah, sehingga akar, stolon dan anakan dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik karena suplai air mencukupi. Kondisi curah hujan mulai tanam sampai
dengan panen di lokasi penelitian tergolong tinggi dengan kategori bulan basah.
Diagram curah hujan bulanan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Kondisi seperti ini mendukung pertumbuhan tanaman pegagan, di alam pegagan
mudah dijumpai pada musim hujan karena ketersediaan air cukup dan intensitas
cahaya yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan musim kemarau.
Kondisi tanaman di lapangan pada umur 16 MST dapat dilihat pada Gambar 6.
Saat musim kemarau pegagan masih dapat tumbuh dan hanya dijumpai pada

21

tempat-tempat yang teduh dan tanah yang lembab serta cukup air, diantaranya di
sela-sela tanaman maupun pematang sawah beririgasi.

Curah hujan bulanan (mm)

1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200

M
ar
et

Pe
br
ua
ri

Ja
nu
ar
i

es
em
be
r
D

be
r
op
em
N

kt
ob
er
O

Se
pt
em
be
r

Ag
us
tu
s

0

Bulan

Gambar 7 Diagram curah hujan bulanan di Gunung Putri
(2008-2009)

Gambar 8 Centella asiatica L. Urban
umur 16 MST
Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan di Laboratorium Kimia
Balai Penelitian Tanah, kriteria lahan penelitian tergolong netral dengan pH H 2 O
6.7. Lahan penelitian mempunyai kelas tekstur tanah pasir liat berlempung
berdasarkan segitiga tekstur tanah, dengan kandungan pasir 70 %. Total bahan
organik khususnya C