Analisis keragaman genetik Phytophthora palmivora penyebab busuk buah pada kakao di Indonesia

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK Phytophfhora

palmivora PENYEBAB BUSUK BUAH PADA KAKAO
DI INDONESIA

OLEH :
ABU UMAYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK Phytoplrthora

paIrnz*voraPENY EBAB BUSUK BUAH PADA KAKAO
DI INDONESIA

OLEH :
ABU UMAYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

ABSTRAK
Abu Umayah. Analisis Keragaman genetik Phytophihora palmivora
penyebab busuk buah pada kakao di Indonesia. Di bawah bimbingan Meity Suradji
Sinaga sebagai ketua, Sarsidi Sastrosumarjo, Sientje Mandang Sumaraw, Agus
Purwan tara sebagai anggota.
Penelitian ini bertuj uan untuk menganalisis intensitas penyakit busuk buah
kakao di kebun akibat infeksi I-'. puimivoru yang terjadi secara alami, meIakukan
identi fikasi species Phytuphrhoru yang menyerang tanaman kakao di Indonesia.
melakukan evaluasi tingkat virulensi beberapa isolat P. pulmivora dm resistensi
beberapa klon kakao serta melakukan analisis keragarnan genetik beberapa isolat P.
pulmivoru yang dikumpulkan dari berbagai provinsi penghasil kakao di Indonesia.
Monitoring d m evaluasi penyakit dilaksanakan di Larnpung Selatan, Cianjur
dan Jember menggunakan metode survei dengan teknik pengambilan contoh secara
purposive. Perkembangan penyakit diukur berdasarkan kejadian penyakit dan
keparahan penyakit yang terjadi di lapangan. Data juga dikumpulkan dengan
bantuan daftar pertanyaan. Ident ifikasi P. palmivoru didasarkan pada sifat morfologi
(tipe koloni, pembengkakan hi fa, ada tidaknya klamidospora, percabangan

sporangiofor, bentuk dan ukuran sporangia, cadukous, panjang pedisel dan papila)
dan molekuler menggunakan teknik ITS (Inlerrwl 1iumcribeci Spacer). Uj i virulensi
dan resistensi disusun menggunakan rancangan acak kelompok, dengan 24 perlakuan
kombinasi antara enam isoIat P. puZmivorcr yajtu isolat Sumut, Lampung, Jabar,
Jatim, Sulsel dan Sultra dan empat klon kakao yaitu SCA 12, DRC 16, DR 2 dan GC
7 dm diulang tiga kafi. Peubah yang diamati meliputi periode inkubasi, luas bercak
dan laj u in feksi. Analisis keragaman genetik P. pulmivora dilakukan menggunakan
teknik RAPD dan AFLP.
Kejadian pen yakit d m keparahan pen yaki t pada perkebunan kakao swasta di
Cianjur lebih bear dibandingkan pada perkebunan kakao rakyat di Lampung Selatan
dan perkebunan kakao negara di Jem ber. Kedua variabel tersebut sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan yang kondusi f untuk perkembangan penyaki t terutama oleh
curah hujan (>2500 mmltahun) dan kelembaban relatif yang tinggi (>900/b) dan suhu
yang rendah (*z?c). Berdasarkan pada sifat-sifat morfologi dan molekuler 20
isolat Fang diuji diketahui adalah 1'. pulmivoru sebagai penyebab busuk buah dan
kanker batang kakao di Indonesia. Tingkat virulensi isolat berturut-t urut adalah
isolat Sultra, Jatim, Sumut,Jabar, Lampung dan isofat Sulsel. Sedangkan tillgkat
resistensi klon beflurut-turut adalah klon SCA 12, DRC 16, DR 2, dan kIon GC 7.
Adanya perbedaan tinghat periode inkubasi, luas bercak dan Iaju infeksi pada klonklon kakao yang diuji mengindikasikan bahwa a& perkclaan ras fisiologik diantara
isolat-isolat. Sedangkan isolal-isolat P. pulmivoru mernpunyai keragaman genetik

yang rendah, walaupun letak geografisnya berjauhan. Analisis menggunakan teknik
AFLP lebih efisien, konsisten dan lebih disknminatif dibandingkan menggunakan
teknik RAPD.
Kata kunci: P. pulmivom, virulensi, resistensi, keragaman genetik, ITS, AFLP

ABSTRACT
A bu Umayah. The analysis of genetic variations of Phytop/zthorupulntivoru causing

pod rot on cocoa in Indonesia. Under supervisions of Meity Suradji Sinaga as
chairman, Sarsidi Sastrosumajo, Sientje Mandang Surnaraw, Agus Purwantara as
members.
The objectives of this research were to determine the disease intensity of pod
rot in cocoa plantations in Lampung Selatan, Cianjur and Jember, to identify
Yl1ytophlhora species amclung cocoa in Indonesia, to evaluate the virulence of
isolates of P/yiophthom sp. and the resistance of selected cocoa clones, and to
analyse genetic variation of isolates of Phytophthorca sp. collected from several
cocoa producing provinces in Indonesia.
Monitoring and evaluation of disease were carried out in Larnpung Selatan
(Lampung), Cianjur (Jawa Barat) and Jember (Jawa Timur) using survey method
l l t h purposive sampling technique. Development of disease was evaluated on the

base of disease incidence and disease severity of cocoa pod caused by natural
infection. Data were also collected through interview with farmers or plantation
managers. The pathogen was identified based on morphological characteristics
(colony type, hyphal swellings, production and diameter of chlamydospores,
sporangiophore branching, shape and size of sporangia, caducity, pedicel length and
papi llate) and on molecular charactenstic using Internal Transcribed Spacer (ITS)
technique. Test of virulence and resistance were conducted in the field using
randomized complete block design, with 24 treatment combinations between six
isolates of the pathogen from Sumatera Utara, Larnpung, Jawa Barat, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan and Sulaivesi Tenggara and four cocoa clcnes namely SCA12,
DRC16, DR2 and GC7, and each replicated three times. Latent period, ex-tent of
blight and infection rate were recorded to determine degree of virulence of the
pathogen and resistance of cocoa clones. Genetic variation was analysed using
Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD) and Amplified Frabment Length
Polymorphism (AFLP) techniques.
Disease incidence and disease severity in private plantation in Cianjur was
higher than in smallholder plantation in Lampung Selatan and government plantation
in Jember. That two variables were apparently affected by favourable environmental
condition for deveIopment diseases especially high rainfall (32500 mmlyear) and
high relative humidity (>90%), and low temperature (h27"C). Based on the

morphological and molecular characteristics, all the 20 isolates that causing pod rot
and stem canker were Phytup/rfhurapulrnivoru. Isolate from SuIa~vesiTenggara had
the higher virulence among isolates tested, followed by isolates from Jawa Timur,
Sumatera Utara, Java Barat, Lampung and Sulawesi Selatan. Clone SCAlZ is the
most resistant among the other clones tested, followed by DRC16, DR2 and GC7.
There is different level of latent period, extent of blight and infection rate on the
clones indicating that these were different physiological race among isolates. While

Isolates of P. pulmivora showed low genetic variations, eventhough the isolates were
from separated geographical origin. AFLP t e c h q u e was more efticient, consistent
and discriminative than RAPD technique.
Key words: P. palmivuru, virulence, resistance, genetic variations, ITS and M L P .

SURAT PERNYATAAN

Saya rnenyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segda pernyataan dalam

disertasi saya yang bejudul :
"Analisis Keragaman Genetik Phytophthora palmivora Penyebab Busuk


Buah Pada Krmkao di Indonaia"

rnerupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan
pembimbingan para komisi pembimbing, kecuali yang dengan jeIas ditunjukkan
rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada
program sejenis 1 perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jeIas dan

dapat dipri ksa kebenarannya.

Bog&

mber 2004.

ABU UMAYAH
NRP: 995234/FIT

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK Phytuphthora

palmivora PENYEBAB BUSUK BUAH PADA KAKAO


DI INDONESIA

OLEEI :
ABU UMAYAH

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Entomologi dan Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

:

Judul Disertasi
Nama


:

ANALISIS KERAGAMAN GENETK Ykylophthora
plmivora PENYEBAB BUSUK BUAH PADA KAKAO
Dl INDONESIA
Abu Umayah

NRP

:

995234

Program Studi

:

Entomologi dan Fitopatologi

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

,
d
.
Prof Dr.Ir.Sarsidi Sastrosummo

Ketua

hggota

Prof.Dr.Ir.Sienti e Mandang Surnaraw
Ansgota

Dr.Ir.AgusPurwantara. APU
Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi ENT-FIT


gg&J&&

&A&

Dr.Er. Sri Hendrashrh Hidayat. MSc.

t45/

IUWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan pa&
tanggal 25 Nopember 1958, sebagai anak ke tujuh dari pasangan Bapak H.

Muhammad Ali Pisol (Almarhum) dan Hj. Fatimah (Almarhumah).

Penulis

rnenempuh pendidikan S 1 di Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (UNSRI),


Departemen Proteksi Tanaman, dengan mata ajaran pokok (major) Umu Penyakit
Tumbuhan dan mata ajaran pilihan (minor) Ilmu Tanaman Tahunan (KT) dan lulus

tahun 1982. Pads tahun 1986 penulis mendapat tugas belajar S2 di Fakultas
Pascasarjana Universitas Gadjah Mda, Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian, Program Studi
Fitopatologi dan IuIus pada tahun 1989. Kesempabn untuk rnelanjutkan ke program

doktor pa& program studi Fitopatologi di Sekolah Pascasarjana IPB pa& tahun
ajaran 1999/2000, dengan beasiswa pendidikan diperoleh dari proyek DUE-Like

Universitas Sriwijaya

Penulis mulai merintis men& pengalaman bekerja diawali dari tahun 1980
sebagai asisten dosen dalam praktikum mata kuliah ITT, Fisiologi Tumbuhan,

Mikrobiologi, Mikologi, Bakteriologi dan Fitopatologi. Sejak tahun 1982, setelah
lulus S 1 penulis tercatat sebagai Dosen Faperta Unsri dan baru tahun 1985 diangkat
menjadi PNS sebagai Dosen Faperta Unsri sampai sekarang. Penulis pernah juga

memberi kuliah pada Fakultas Pertanian Universitas Sjakyakirti, Universitas
Muhamadiyah, Universitas Palembang, Universitas Tamansiswa dm Program

Pascasarjana Unsri. Penulis juga anggota Perhimpunan Fitopatolog Indonesia.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat clan

hidayah-Nya, pendis dapat menyelesaikan disertasi yang bejudul Analisis
Keragaman genetik Phyiophthora palmivora penyebab busuk buah pada kakao di

Indonesia. Disertasi im disusun untuk meIengkapi syarat mernperoleh gelar Doktor
pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Selain sebagai syarat

memperoleh gelar Doktor, harapan penulis disertasi ini dapat memberikan
sumbangan pernibran Mam rangka rneningkatjran produksi dan mutu bkao
Indonesia. Dalam disatasi ini diuraikan dan dijelaskan mengenai waiuasi penyalut,
W e r i s t i k patogen, virulensi isolat, resistensi klon, dan keragaman genetik P.
paImivora sebagai penyebab penyalut busuk buah kakao, yang kesemuanya sangat

bermanfaat dalam menyusun program pengelolaan penyakit yang disebabkan oleh P.
palmivora pada perkehan kakao yang dikelola oleh rakyat, swasta clan pemerintah.

Dengan sel esainya disertasi ini, penul is mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu mulai dari masa perkuliahan, selama penelitian

sampai akhir proses belajar di Institut Pertanian Bogor yaitu:
I . Dr.Ir. Meity Suradji Sinaga, MSc. sebagai ketua komisi pmbirnbing yang telah

memberikan bantuan bahan-bahan acuan, dorongan, bimbingan, pengarahan,
petunjuk clan saran-saran yang ilmiah, kritis dan teliti kepda penulis selama

dalam penyelesaian program S3 ini.

2. Prof Dr.Lr.Sarsidi Sastrosurnarjo sebagai anggota komisi pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, petunjuk dan saran-saran ilmiah yang loltis dan teliii
dalam penyelesaian disertasi ini
3. Prof.Dr.Ir.Sientje Mandang Sumaraw sebagai anggota komisi pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan saran-sarannya mulai dari penyusunan

proposal, sampi pembuatan disertasi ini.
4. Dr.Ir.Agus Punvantara, APU sebgm anggota komisi pembimbing yang telah

memberikan bantuan bahan-bahan penelitian, Wan-bahm acuan, bimbingan,
arahan-arahm serta petunjuk yang ilmiah, kritis clan teliti mulai dan rencana

pembuatan proposal, selama penelitian sampi penyusunan disertasi ini.
5 . Prof.Dr.1r.H.Zainal Ridho Djafar, Rektor Universitas Sriwijaya yang telah

memkrikan izin d m dorongm kepada penulis untuk mengikuti program S3 di
hstitut Pertanian Bogor.

6 . Ir-H-LukmanHakirn Taslim, MS mantan Dekan Faperta Unsri, dan 1r.Hj.Zuljati

Sjahrul, MSc. Dekan Faperta Unsri yang tefah memberikan izin dan dorongan

kepada penulis untuk mengikuti program S3 di IPB Bogor.
7. Dr.Ir.Rujito Agus Suwignyo, M.Agr. rnantan Direktur Eksekutif Proyek DUE-

Like UNSRI, dan Drs.A.Rachman Ibrahim, M.Ed. Direktur Eksekutif Proyek

DUE-Like UNSRI 1999/2000 - 2003/2004,yang a.n. Direhr telah memberikan
sponsor biaya pendldikan S3 di IPB, Bogor.

8. Dr.Ir.Supaman SHK dan Ir. Suwandi, M.Agr. kolega yang telah banyak

memberikan bantuan dan domngan kepada penulis selama mengikuti program S3

dl htitut Pertmian Bogor.
9. Ir.Basuki, MS mantan Kepala

UPBP, dan Dr.Ir.Darmono Taniwiryono, MSc.

kepala Bdai Peneiitian Bioteknologi Pekebunan, Bogor yang telah memberikan
izin dan fmilitas selama proses penelitian dl lembaga tersebut.
10. Direktur Utarna PT. Intergreen Estate, Jakarta ymg telah memberikan izin dm

bmtuan untuk rnelakukan penelitian di kebun kakao Cianjur, Jawa Barat.
1 1 . Direksi PTPN XU J1. Rajawali 44 Surabaya yang telah memkrikan izin dan

bantuan mtuk rnelakukan penelitian di kebun kakao Renteng J1. Gajah Mads
249 Jemkr, Jawa Timur.

12. Kepla Pusat Penefitian Kopi dm Kakao Indonesia J1. P.B. Sudirman 90 Jember,

Jaw Timur yang telah memberikan kin dan fasilitas dalarn pelaksanaan
penelitian di instansi tersebut.
13. Lr. Sri Sukamto Sugarto, MP yang telah memberikan bantuan terutama bahan-

bahan acuan dm saran-sarannya yang sangat baik

kepada penulis selama

penelitian di Puslit Kopi dan kakao, di Jember.
14. Tolhas Hutabarat, Dipl. Kim., Dra. Nurhairni, MSi dan Neda yang telah banyak

rnemberikan penjelasan, masukan, saran-saran seputar teknik analisis molekuler

dm bantuannya selama penulis melakukan penelitian di labomtoriurn Biologi
Molekuler dan ImmunoIogi, BPBP Bogor,

15. Bapak Mamak, Ddy, Supri, Rahrnat, Udin, Main, Hj. Em%dan Mamay ymg

telah memberikan bantuannya dalarn pefaksanaan penelitian di Laboratorium

Mikmba BPBP, Bogor.
16. Bapak Prof.Dr.lr.Sudiman Yahya, MSc. sebagai penguji luar komisi pada ujian
tertutup tanggal 18 Agustus 2004, Dr. lr. Darmono Taniwiryono, MSc. dan Dr.Ir.

Gede Suastika x b g m penguji luar kornisi pada ujian terbuka tanggal 28
September 2004 yang telah rnemberikan saran-saran, komentar mum dm

komentar spesifihya kepada pendis.
17. Istri tercinta Ir. Numini Arsianty, MSi yang klah memberikan dorongan moral,

pengorbanan yang tak temilai clan do'a selama pendis mengkuti kuliah,
melaksanakan penelitian clan penyusunan disertasi ini.

Atas dorongannyalah

penulis timbd semangat untuk term melanjutkan studi program S3 in^.

Demikian juga anak-anak saya Rend Febrianda, W s t a Febra Nugraha, dan
Marsian Gustnanda yang terus-menerus memberikan dukungan moral d m selaiu
tabah clan sabar menanti papanya dapat menyelesaikan tugas belajar ini dengan

baik sesuai dengan yang dicita-citakan.

ANALISES KERAGAMAN Phytophthora palmivora PADA
TANAMAN KAKAO DI INDONESIA .......................................

Pendahuluan ...............................................................
Bahan dm Metode .......................................................
Hasil ........................................................................
Pembahasan ...............................................................
Kesimpulan ...............................................................

KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
Kesimpulan ...............................................................
Saran ......................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................

DAFTAR TABEL

Halaman
23
Katagori penilaian keparahan penyakit (1P) bus& buah kakao . ...
Evaluasi kondisi penyakit, deslcripsi kebun dan desknpsi tanaman
kakao perkebunan rakyat di Lampung ... ... . .. . .. .. . ... .. . ... . .. .. . .. .

26

EvaIuasi kondisi penyakit, desknpsi kebun dan deskripsi tanaman
kakao perkebunan swasta milik PT Intergreen Estate Cianjur,
Jawa Barat ... ...... .,. .. . .. . ... ... . .. ... ... .. . . .. ... .. . ... ... .. . ... ... ... . ..

28

Evaluasi kondisi penyakit, deskripsi kebun dm deskripsi tanaman
kakao pericebunan negara miIik PTP Nusantara XII Jernber Jawa
Timur ... ... ...... ... ... . .. ... ... ... ... ... ... . .. ... . .. ... ... .. . ... ... .. . ......

30

Daftar isolat P.palmivoru asal enam provinsi di Indonesia ... . .....

45

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

47

Sekuen primer ITS4 dan ITS 5

Campuran reaksi PCR untuk analisis ITS ... ... . .. .. . .. . ... ... .. . .. ....

48

. .. .. . .. . ... ....

50

Bentuk, ukuran clan papila spomga dua puluh isolat P.
plmivora ... ...... ... ... ... .. . .. . . .. ... . .. .. . .. . ... . .. ... ... .. . .. . ... ... ...

51

Profi l program PCR untuk reaksi arnplifikasi selektif (GibcoBRLLife Technologies) ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...... ... ... ... ... ... ... .

66

Rerata luas bercak buah dan luas kanker batang hasil inokulasi 37
isolat P. palmiwra ... .. . .. . ... . .. . .. ... ... . .. .. . ... ... ... .. . .. . ... .. . ... .

70

Rerata periode inkubasi (hari), luas bercak (cm2)
dan laju infeksi
(unitlhari) kombinasi perlakuan enam isolat P. palrnivora dan
ernpat klon kakao ... . .. . .. ... . .. .. . ... ... .. . . .. . . . .. . . .. . .. . . . . .. . .. .. . .. .

74

Karakteristik aseksual dua puluh isolat P. paImivora

Ragarn genetik (s2) dm simpangan baku (S) enarn genotipe isolat

P. palmivora @a empat genotipe inang . .. . .. .. . .. . . .. . .. . .. . .. . . . .. .

78

14.

Seleksi primer RAPD untuk P palmivora ..............................

79

15 .

Jurnlah pita hasil amplifikasi dengan teknik RAPD ..................

80

16.

Seleksi pasangan primer AFLP untuk Ppalmivoru ..................

$4

I 7.

Jurnlah pita hasil ampiifikasi selektif dengan teknik AFLP Jurnlah
pita hasil amplifikasi selektif dengan teknik AFLP ..................

85

DAFTAR GAMBAR

Buah kakao sehat (A), gejda penyakit busuk buah (B-E) dan
kanker batang (F) pada tanaman kakao akibat infeki P.
palmivora ..................................................................

25

Rerata persentase kejadian penyakit (KP), kepahan penyakit
(IP) bus& buah dan curah hujan rerata 10 tahun terakhir di
beberapa perkebunan kakao .............................................

31

Tipe koloni P. plmivora pada PDA umur 12 hari (A); sporangia
mempunyai papila yang jelas, dengan tangkai pendek (+ hitam)
dan ktamidospora (-+ merah) perbesaran 200 x (kanan, B-D)
Pita DNA tunggal (+ 900) bp hasil amplifikasi DNA dua puluh
isolat P. plmivora dengan primer ITS 4 dan ITS 5 . (M)
Marker, ( I ) iso1at SS-B2, (2) JB-BLS6, (3) JT-CP, (4) ST-10, ( 5 )
ST-8, ( 6 )JT-R, (7) JB-T-CIO, (8) JB-B1 -CIO, (9) ST-9, (lo) ST6 , (1 I ) SU-4, (12) SU-3, (13) JB-BLS2, (14) JB-BLS4, (15) SSBl, (16) IB-BAP, (17) LP-B, (18j LP-T, (19) ST-GC7, dan (20)
isolat JB-RAP. Derail isolat fihat Tabel 5 ...........................

52

+

Pita-pita krukuran 500, 160, 155 bp hasil restriksi dengan
enzim Alrr 1 (atas); pita-pita berukuran f 500 clan 400 bp hasil
restnksi dengan enzim Msp 1 (tengah); pita-pita bemkuran k 300,
280, 1 50, dan I00 bp hasil restri ksi dengan enzim Tuq 1 (bawah);
M = marker; 1-20 adalah nomor isolat 1". paImivoru seperti pada
Garnbar 5 ..................................................................

52

Perkembangan Iuas bercak seIama enam hari pada klon SCA 12 ..

71

Perkembangan luas bercak selama enam hari pa& klon DRC 1 6 .

71

Perkembangan luas bercak selarna enarn hm pa& klon DR 2 .....

72

Perkembangan Iuas bercak selarna enam hari pada klon GC 7 .....

72

Gejata coklat kehitaman pada buah di pohon kakao klon SCA 12
(A), DRC 16 (B), DR 2 (C) dan GC 7 (D). Gejala yang sarna
pada buah yang telah dipetik hasil inokulasi buatan dengan isolat
P. palmivora (E) ..........................................................

Rerata periode inkubasi enam isolat P. paimivora pada empat
klon kakao .................................................................

Rerata luas bercak enarn isolat P. palmivora pada empat ldon
kakao .......................................................................

Rerata laju infeksi enam isoiat P. palmivora pada empat klon
kakao .......................................................................

Tiga puluh empat primer RAPD yang diseleksi, yang diguaakan
addah (14) OPH 12, ( 1 7) OPH 19, (26) OPB 1 1, (30) OPN 06,
dan (3 1 ) OPN 10 .........................................................
Dendrogram kesamaan genetik 20 isolat P. palmivora hasil
analisis RAPD menggunakan 5 primer ................................

Analisis komponen utama (Principal Component Analysis, PCA)
kesamaan genetik 20 isolat P.palmivora menggunakan 5 primer
RAPD ......................................................................
Sepuluh pasang primer AFLP yang digunakan ( 1) E-AC/M-CAT;
(2) E-ACIM-CTC, (3) E-ACIM-CTG, (4) E-AGM-CTG, ( 5 ) EAGIM-CAG, (6) E-AGM-CTC, (7) E-ACIM-CAA, (8) EACIM-CAC, (9) E-AG/M-CTT, ( 1 0) E-AT/M-CAC, (M)marker
Dendrograrn kesamaan genetik 20 isolat P. palmivora hasil
analisis AFLP menggunakan 10 pasangan primer ...................
Anal isis komponen utama (Principul Component A nulysis, PCA)
kesamaan genetik 20 isolat P. pulmivoru menggunakan 10
pasangan primer AFLP ...................................................

DAFTAR LAMPJRAN

Daftar pertanyam dalam swei penyakit busuk buah pada
tanaman kakao ............................................................
Analisis ragam pengaruh lokasi kebun di Lampung, Cianjur dan
Jember terhadap kejadian penyakit busuk buah pada kakao
Analisis ragam pengaruh lokasi kebun di Lampung, Cianjur dan
Jember terhadap keparahan penyakit bus& buah pada kakao
Analisis ragam pengaruh 37 jenis isolat P. palmivoru terhadap
luas bercak yang ditimbulkan pa& buah kakao klon Amelonado
Analisis ragam penganrh 37 jenis isolat P. pulmivora terhadap
luas kanker batang yang ditimbulkan pada pohon kakao kIon
Arnelonaclo.................................................................
Analisis ragam pengaruh 24 p e r l h n isolat x Uon terhadap
p r i d e inkubasi (PI), luas bercak (LB) clan laju infeksi (LI)
penyakit bus& buah kakao ..............................................
Prof11 pita DNA hasil amplifikasi dua puluh (1-20) isolat P.
pafmivora dengan primer OPi3 1 1, (M)marker .......................
Profil pita DNA hasil amplifikasi dua puluh 11-20] isolat P.
palmivclra dengan primer OPH 19, (M)marker .......................

Profil pita DNA hasil amplifikasi selektif sepuluh ( 1 - 10) isolat P.
pulmivora dengan pasangan primer E-AC/M-CAT, (M)marker ...
Profil pita DNA hasil amplifikasi selektif sepuluh (1 1-20) isolat
P.palmivora dengan pasangan primer E-ACM-CAT, (M) marker
Profil pita DNA hasil amplifikasi selehf sepuluh ( 1 - 10) isolat P.
paImivora dengan pasangan primer E-ACM-CTC, (M)marker ...

12.

13.
14.

ProfilpitaDNAhasiIamplifilcasiselektifsepuluh(l1-20)isolatP.

palmivoru dengan pasangan primer E-ACIM-CTC, (M)marker .. .

118

Matrik hubungan kesamaan genetik dua puluh isolat P. pulmivorir
hasil RAPD ... ... ... ... ... .. . .. . ... . .. . . . . .. . .. . .. . .. . . . .. . . .. .. . . .. . .. ... ..

119

Matrik hubungan kesarnaan geneti k dua pul uh isolat I! palmivora
hasil AFLP . .. ... ... .. . .. . .. . .. . ... ... . .. ... . .. ... . .. . .. ... ... ... ... ... ... ...

1 20

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kakao (Theobrorna cucuu L.) merupakan salah satu komoditi ekspor diluar
rnigas yang sangat penting sebagai sumber penghidupan bagi jutaan petani produsen

kakao di Indonesia, karena produknya merupakan bahan yang sangat diperlukan
sebagai sumber lemak nabati (kandungan lemak biji kakao

k 53%)

yang banyak

dibutuhkan oleh manusia dan juga pada industri kosmetik dan farmasi (Susanto 1994;
Iswanto 200 I ).

Kakao kebanyakan diproduksi di Afrika Barat, sebanyak 69 % produksi dunia
hanya berasal dari empat negara yakni Ivory Coast, Ghana, Nigeria dan Cameraon.

Indonesia merupakan produsen ketiga dengan 14 % produksi dunia setelah Ivory
Coast dart Ghana, dimana 80 % produksi Indonesia berasal dari Sulawesi (Lambert

2001). Luas perkebunan kakao rakyat adalah 383,611 ha dengan produksi sebesar
274,732 ton, perkebunan kakao swasta 86,801 ha dengan produksi 2 1,934 ton dan

perkebunan kakao negara 62,355 ha dengan produksi 3 8,583 ton, dengan produksi
rerata nasional adalah 0,629 tonlhaltahun (BPS 1999; Eskes 1999).

Perkebunan kakao sering mengalami berbagai gangguan, diantaranya adalah
gangguan oleh kondisi cuacaliklim, hama dan penyakit tanaman. Saat ini, salah satu
gangguan penting yang perlu mendapat perhatian adalah peny akit busuk buah yang

disebabkan oIeh cendawan Phytuphthoraplmrvora (Butler) Butler. Penyakit busuk
buah dijumpai di semua perkebunan kakao di seluruh dunia dengan menyebabkan
kerugian produksi dunia sampai 30 % (Lambert 200 1 ).

Saat ini, bus& buah @odrot) adalah penyakit yang terpenting dalam budidaya

kakao di Indonesia, bahkan di kebanyakan negara penghasil kakao (Prior dan Smith
198 1). Di Lndonesia, besarnya kehiiangan produksi akibat busuk buah sangat krbeda

antara kebun yang satu dengan yang lain. Penyakit busuk buah dapat langsung
mengakibatkan penurunan produksi karena buah yang terserang sudah busuk sebelurn
dipanen. Persentase buah busuk adalah 26-56 % di Jawa Barat (Pawirosoernardjo dan
Purwantara 1992), 32-52 % di Jawa Tengah (Soemomarto 1972), dan 35-48 % di

Jawa Timur (Situmomg dan Swjatno 1974).

Biji yang berasal dsri buah busuk

apabila diproses iebih lmjut akan menghasilkan biji berwarna hitam dengan mutu

yang rendah (Away 1994).
Laju perkembangan penyakit busuk buah kakao sangat dipengaruhi tingkat

patogenisitas P. palmivora, lingkungan fisik setempat, dan tanggap tanaman kakao

terhadap patogen tersebut (Prior 1978). Oleh karena itu, monitoring dan evaluasi
mengenai ha1 tersebut

pada kebun-kebun kakao perlu dilakukan karena sangat

berguna dalam menetapkan strategi pengelolaan penyakit busuk buah kakao yang
spesifik lokasi.
Sebelumnya dilaporkan bahwa busuk buah kakao disebabkan oleh satu spesies
I'l~y~uplztlroru,
yaitu P. paltnivom. Namun ternyata dij umpai juga beberapa species

lain seperti 1'. megakayu, P. cup.vicI , P. cirrophthoru, P. heveae, P. megaspermu
yang masing-masing

berbeda tingkat virulensinya untuk lokasi yang berbeda

(Asomaning dan Turner 1962).

Di samping terdapat spesies Pl~ytoplzfhorayang

berbeda, juga dilaporkan keragaman genetik yang nyata pada P. palm~voru,yang

-

merupakan patogen pada Iebih dari 150 spesies tanaman diantaranya tanaman kakao,
kelapa, karet, durian, pepaya, jeruk, nangka, anggrek, lacla, vanili, dan manggis
@renth 200 1 ), sehingga identifikasi spesies bai k secara morfologi dan molukuler

menjadi sangat penting untuk konfirmasi penyebab busuk buah di Indonesia
Beberapa cara pengendalian penyakit busuk buah kakao telah dilakukan,

misalnya dengan mengurangi kelernbaban kebun, mernpertahankan seresah sebagai
mulsa di sekitar pangkal batang, memanen buah yang masak clan sakit secam teratur,
dan penggunaan fungisida pada waktu musim penghujan. Namun intensitas serangan
patogen masih tetap tinggi sampai sekarang.

Kondisi ini tejadi diduga karena P.

palmivora yang ada sekarang menjadi lebih virulen akibat stimdasi penggunaan

kultivar-kultivar resisten yang tidak berdasarkan epidemiologikal penyakit. Menurut
Erwin dan Ri beiro ( I 996), Phytophthora bersifat dip1oid, dalam keadaan diploid
Phytophthora dapat membentuk progeni-progeni baru yang mempakan sumber

keragarnan baru yang lebih vi rulen. Me kanisme variabil i tas lain pada cendawan dapat
terjadi karena mutasi, rekombinasi, heterokariosis, paraseksual isme, heteroploidi dan
pembentukan sektor pada koloni (Agrios 1997). Oleh karena itu, perlu dipelajari

apakah ada perbedaan tingkat virulensi P.pufmivoru pada suatu lokasi dengan lokasi
lainnya melalui uji virulensi isolai-isolat P. palmivuru dari beberapa lokasi pada
berbagai kultivar kakao yang berbeda tingkat ketahanannya, dan juga melakukan
analisis keragarnan genetik dan kekerabatan antar isolat untuk mengetahui

kemungkinan adanya ras-ras fisiologi P.pulmivora pada kakao.

Virulensi rnempakm penanda yang paling banyak digunakan dalam andisis
keragaman genetik, karena m e r u p h n sifat patogen yang paling penting dalam

hubungan patogen-inang, meskipun hasilnya sangat dipengaruhi lingkungan. Metode
RAPD (Randomly AmpI@ed Polymorphic DNA) merupakan teknik analisis penanda
genetik yang sangat popular dan banyak digunakan untuk menganalisis keragaman

genetik patogen, karena prosedumya lebih sederhana dan relatif lebih cepat walaupun
hasilnya kurang konsisten. Namun, akhir-akhir ini telah digunakan penanda genetik
AFLP (Ampl~fiedFragment Length Polymorphism). Dengan teknik ini, akan didapat

inforrnasi yang lebih baik dan akurat untuk menganalisis tingkat keragaman genetik
dan kekerabatan suatu organisme dm hasilnya sangat konsisten (Vos et al. 1995).

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada uraian pernasalahan di atas, dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk ( 1 ) menganalisis intensitas penyakit busuk buah kakao akibat infeksi

P. pulmivt~myang terjadi secara aIami pada perkebunan kakao di Lampung Selatan,

Cianjur dan Jember,

(2) melakukan identifi kasi species Phytofllhoru yang

menyerang tanaman kaho di Indonesia, (3) rnelakukan evaluasi tingkat virulensi

beberapa isolat 1'. pulmivcrm dan resistensi beberapa klon kakao serta (4) melakukan
analisis keragaman genetik beberapa isolat I'. pu~mivora yang dikumpulkan dari
berbagai provinsi penghasil kakao di Indonesia.

5
Eipoiesis
Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah ( 1) intensitas penyakit
busuk buah kakao akibat infeksi P. palrnivora yang terjadi secara alami pada

perkebunan kakao di Lampung Selatan, Cianjur dan Jember berbeda, (2) penyebab
penyakit busuk buah pada tanaman kakao di Indonesia disebabkan oleh beberapa

species Phytophrhoru, (3) virulensi isolat-isolat P. paltnivora dan ketahanan klon-

klon kakao berbeda dan (4) isolat-isolat P. palmivoru mempuny ai tingkat keragarnan
genetik yang tjnggi.

Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penel i tian ini dapat mem berikan in fomasi yang

berharga &lam menyusun pengelolaan penyakit busuk buah yang disebabkan oleh

cendawan P. pulmivoru pada perkebunan kakao di Indonesia berdasarkan spesifik
Iokasi. Langkah-langkah dan kegunaan penelitian ini dapat lihat Gambar 1.

LANGKAH-LANGKAH DAN KEGUNAAN PENELITIAN

1. Monitoring & eval uasi penyakit
KejadianPenyakit(KP)
Keparahan Penyakit (IP)

Koleksi isolat
6 provinsi

4

Koleksi isolat

1
Kuitivasi pada media PDB
7

jl
Panen miseliurn

2a, ldentifikasi
morfologi isolat

4
Ekstrasi DNA

6
Uji kuantitas & kualitas DNA
I

2b. Identifikasi
molekuler isolat
dengan ITS

DNA mumi

&
4. Anal i si s DNA dengan
RAPD & AFLP

I

1

+

EIektroforesis hasil PCR

J.

3. Uji virulensi &
Resi stensi
Periode inkubasi
Luas bercak
Laju infeksi

Analisis data RAPD & AFLP

i
Interprestasi data

I

T

Kesesuai an dengan uji
virulensi

4

f

Pengelolaan penyakit busuk buah kakao dengan kultur teknik &n kultivar tahan
Gambar I . Langkah-langkah dan kegunaan penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

Phytophthora palmivora (Butler) Butler (1 9 19)
Sinonim Pl~ytophthorupulnrivoru meliputi P. omnivom de Bary ( I 88 1 ),
Pyflzium pultnivorum Butler ( 1 9071, P. fuberi Maublanc ( 19091, P. fheobromut.

Coleman (1 9 101, Kuwukumiu curicu b r a (1 9 15), P. Jici Hori ( 19151, P. curica Hara
(1 9 1 6), P. paImivora var. pperis Muller ( 1936), clan P.palmivora var. tl~eobrclmuc.

(Coleman) Orellana (1959) (Holliday 1980; Erwin dan Ribeiro 1996). Dalam
klasifikasi, P. pulmivom terrnasuk FamiIi Pythiaceae, Orde Peronosporales, KeIas
Oomycetes, Phylum Oomycota dm Kingdom Chromista (Hawksworth et al. 1995;

Alexopoulos e i al. 1996).
Cendawan P. pulmivom &pat tumbuh baik pada media standar seperti
cornmeal agar, carrot ugur, lima bean ugur, dan V8 juice ugur pada suhu optimum
27-28°C (Drenth dan Sendall 200 1 ). Miselia turnbuh interseluler clan membentuk

haustoria di dalam sel tanaman inangnya. MiseIia benvarna putih, tidak bersekat dan

tumbuh baik pada 25-30°C (Siturnorang 1983). Menurut Milndkur (1 96 1 ) cendawan

ini mernbentuk miselia yang bercabang clan tidak bersekat ketika muda, dan
membentuk sekat pada hifa yang sudah tua yaitu pada saat pembentukan organ

reprodukti f.
Pada buah kakao cendaivan dapat membentuk sporangia (zoosporangia),

berbentuk buah per, dengan ukuran 30-60 x 20-53 pm. Sporangia dapat berkecambah
secara langsung dengan membentuk pernbuluh kecambah, tetapi dapat j uga

8

berkecambah secara tidak langsung dengan rnembentuk zoospora atau spom kernbara
yang dapat berenang. Cendawan dapat membentuk klamidospora yang bulat, dengan
garis tengah 3040 pm (Erwin dm Ribeiro 1996).

Cendawan P. palmivoru bersifat heterotalik, membentuk oogonia dan anteredia

secara alami atau buatan apabila strain-strain yang mernpunyai tipe kawin A ? dan A2
berpasangan dan peteburan kedua tipe kawin tersebut menghasi1kan oospora (Brassier

dan Maddison 198 1). Dewasa ini di seluruh dunia dikenal adanya dua tipe kawin P.
pulmivora yaitu A1 dan A2.

Di Jawa dikenal tipe kawin A2 yang berasal dari

tanaman inang lain bukan kakao (Cutlelya sp, dan Vanda sp.) (Zentmyer 1974).

Secara in vitro, oospora dibentuk pada suhu rendah f20°C) dalam keadaan gelap clan

nutn'si yang sesuai. Pada keadaan alami, oospora dibentuk pa& jaringan berkayu atau

sisa-sisa tanaman yang terhindar dari cahaya. Oogonia buiat (21-40' pm), dibentuk
secara lateral atau terminal, berdinding tipis dan tidak berwarna waktu masih muda.

Sebaliknya jika su&h matang, oogonia akan berdinding tebal dan b e m a coklat
keemasan. Anteridia am figenus dan persisten, 1 0- 15 x 1 0- 1 7 y m juga dibentuk secara

lateral atau terminal, berdinding tipis dan tidak benvarna. Oospora berbentuk bulat,
berdinding tipis atau tebal, dengan garis tengah 16-30 pm tidak berwarna pada waktu

muda tetapi akan krwama kuning hingga coklat keemasan apabila telah matang
(Erwin dan Ribeiro 1996).
Di beberapa negara penghasil kakao di Afrika Barat diketahui adanya spesies
Phyfophihoru lain yang dapat menyebabkan penyakit busuk buah, yaitu P. megakurycl

Brasier dan Griffin (Brasier dan Griffin 1 979). Di beberapa negara penghasil kakao di

I0

pengaruhnya terjadi secara tidak langsung melalui kebasahan permukaan buah dan

kelembaban. P e w suhu terjadi S a r a tidak langsung melalui kelembaban nisbi

udara dan kebasahan permukaan buah. Makin rendah suhy rnakin tinggi kelembaban
nisbi udara dan makin lama pula bertahannya kebasahan pada permukaan buah.
PeIepasan clan perkecambahan zoospora terjah pada suhu 15 sampai dengan 30°C,

sedangkan infeksi @a buah kakao terjadi pada suhu 20 sampai dengan 30°C.

PeIepasan, perkecambahan, dan infeksi memerl ukan adanya air bebas minimum

selama 3-4 jam (Purwantara I 990).

Teknik budidaya tanaman, antara lain pemangkasan, kerapatan tanaman,
pemberian mu1sa, drainasi, pemupukan, dan pernungutan hasil sangat rnempengaruhi

perkembangan penyakit. Lapisan mulsa yang ada di sekitar pangkal batang akan
mencegah terjadinya percikan air yang membawa tanah yang terinfestasi cendawan.
Juga adanya mulsa ini akan meningkatkan kegiatan jasad-j asad renik saprofit yang
bersifat antagonisti k terhadap 1'. pulmivora.

Ada beberapa cendawan antagonis

terhadap P. pultnivuru y aitu Suillus luteus, /,uciuriu,s delic,to.~us,/,encopwillu.v
cerealis var picein, Asprgi//u.s iumari, A. gigunteur., Penicillium purpurecens dan
Botryodiplodiu ~laeohromue. Di samping cendawan diketahui juga bakteri yang dapat
menghambat perkem bangan 1'. pulmivom yai tu Pseudomonas uerzrginosu, Buc~llzrs

cereus dan B. subfrli.~
(Sukarnto 1995 ). Busuk buah Iebi h banyak terdapat pada pohon
yang le bat buahnya. Sering di katakan penyaki t busuk buah berbanding 1urus dengan

jumlah buah dm dengan curah hujan (Sernangun 2000).

11

Kakao dari kelompok CrioIlo sangat rentan terhadap busuk buah. KeIornpok
Forastero mempunyai ketahanan yang lebih tinggi. Trinitario, merupakan hi brida dari

Criollo dan Forastero mempunyai ketahanan yang bervariasi. Sukarnto dan Mawardi
(1986) melaporkan bahwa klon DRI rentan; klon DR2, DR38 dan GC7 agak rentan;

klon DRC9 dan SCA89 agak tahan; sedangkan klon SCA6, SCAl2, ICS6 dan DRC 16
tahan terhadap serangan P. paIm~vorapenyebab penyakit busuk buah kakao.

Viru lensi Phytophtlrora pulmrmrvora

Virulensi adalah tingkat kemampuan suatu patogen untuk menimbulkan
pen yakit atau tingkat patogenisitas dari suatu patogen.

Sedangkan patogeni sitas

berarti kemampuan relati f dari suatu patogen unhk menimbulkan penyakit (Talboys et
al. 1973; Shurtleff dan Averre I11 1997). Isolat P. palmivnru dari berbagai bagian

tanaman kakao dan dari tanah rnampu menimbulkan penyakit busuk buah dan kanker
batang pada kakao. Virulensi isolat P. pulmivoru yang diambiI dari berbagai bagian

tanaman kakao dari dua kebun di Jawa Barat tidak berbeda. Virulensi tidak dapat

digunakan sebagai penanda untuk menentukan keragaman genetik P. pulmivoru
(Purwantara 200 1).
Motulo (2000) melaporkan bahwa isolat-isolat P. pu/mivuru yang berasosiasi

dengan penyakit gugur buah pada tanaman kelapa mempunvai keragaman genetik
yang tinggi. Isolat yang berasaI dari lokasi yang sama tidak selalu menunjukkan
hubungan kekerabatan yang dekat dan isolat yang berasai dari lokasi yang berbeda

juga tidak selalu menunjukkan hubungan kekerabatan yang jauh. Patogenisitas isolat-

isolat P. palmivora pada setiap kdtivar kelapa berbeda.
Hasil penelitian Kasim dan Prayitno (1980) membuktikan bahwa isoIat-isolat
P. cupsici (sebelurnnya dikenal sebagai P. pulmivora) penyebab penyakit busuk

pangkal batang pa& tanaman lada di Lampung Utara, Larnpung Selatan, dan Bangka
berbeda-beda dalam morfologi dan virulensinya. Isolat dari Lampung, khususnya
Lampung Selatan mempunyai virulensi yang lebih tinggi dari pada isoIat dari Bangka.

Beberapa isolai P. pulmivora yang berasal dari kakao mernpunyai tingkat
patogenisitas yang tinggi pada buah kabo bila dibandingkan dengan isolat asal
kelapa, lada dan vani ti. Hal ini dibuktikan dengan perkembangan diameter bercak
pada permukaan kulit buah dan jaringan di b a d permukaan kulit buah kakao

(Hendrawati 1 997). Ruzelfin ( 1989) j uga melaporkan bahwa cendawan P. puimivora
asztl

busuk buah kakao, busuk bidang sadapan karet, dan gugur buah kelapa hibrida PB

12 1 menyebabkan gejala bercak pada kulit buah kakao dengan patogenisitas isoIat asal

kakao lebih tinggi dibandingkan isolat asal karet dan kelapa, sedangkan isolat asal lada

tidak rnenunjukkan sifat patogenisitas (tidak mampu menimbulkan gejala) pa& buah

kakao. Dengan demi kian tanaman karet dan kelapa hibrida PB 1 2 1 yang terserang P.
palmiv~rudapat merupakan sumber i nokulurn bag] tanaman kakao.

Mekanisme Keragaman pada Cendawan
Pada cendawan ras-ras b m dapat terjadi meldui beberapa proses, yaitu

mutasi, hibridisasi seksual, heterokariosis, rekombinasi paraseksual dan adaptasi
(Brown 1980; Semangun I 996; Agrios 1997).

Mutasi adaIah perubahan secara mendadak pada sifat genetik yang terjadi
karena adanya perubahan pada satu basa atau Iebih pada untaian nukleotida. Pada

kebanyakan mutasi, perubahan terjadi pada gen individual, meskipun kadang-kadang
juga karena a&nya perubahan pada krornosom DNA (Agrios 1997).

Frekuensi

mutasi dapat meningkat karena adanya agensia fisik maupun kirniawi.

Hibridisasi s e k s d terjadi karena rekombinasi gen sebagai akibat percampuran
secara acak kromosom cendawan i nduk dan j uga karena terjadi nya crossing-over

selama meiosis. Sebagai akibatnya genotipe koloni keturunannya berbeda dengan
genotipe induknya. Diperkirakan bahwa banyak ras baru cendawan patogen timbul

karena hibridisasi seksual ini (Brown 1 980; Agrios 1 997).
Heterokariosis terjadi karena sel cendawan mengandung dm atau Iebi h inti
yang berbeda secara genetik. Keadaan heterokariotik ini dapat terjadi karena beberapa

cara anbra lain ( I ) terjadinya fusi atau anastomosis hifa-hifa yang rnenyebabkan
tercarnpurnya inti yang berbeda ke dalam suatil miselium, dan (2) te jadinya mutasi

pada hi fa homokariotik karena adanya inti mutan yang dapat bertahan di antara intiinti lama. Diperkirakan bahwa heterokariosis merupakan mekanisme variasi yang

penting pa& cendawan Phyfophfhorakarena fase di kariotik merupakan bagian besar
dari daur hidupnya (Semangun 1996; Agnos 1997).

Rekombinasi paraseksual terjadi b i h gen-gen rnengadakan rekombinasi di Iuar
daur seksual. Rincian daur ini belum banyak diketahui, namun agaknya daur ini
melewati I ima langkah penting: ( I ) pembentukan rniseliurn heterokariotik clan

tejadinya fusi antara dua inti haploid yang berbeda untuk menjadi inti diploid; (2) Inti
dpIoid ini harm dapat memperbanyak diri bersama-sama dengan inti haploid
induknya. Dengan demikian miselium mengandung tiga tipe inti, dua inti haploid
yang berbeda dan inti diploid; (3) Berkembangnya miseli~m diploid yang

menghasilkan strain cendawan diploid; (4) Terjadmya crossing-over mitotik yang
menyebabkan terjadmya rekombinasi gen pada kromosom ddam inti diploid; dan (5)
Terjadtnya haploidisasi vegetatif, kromosom yang mengandung gen rekombinasi
terdapat dalam inti haploid (Semmgun 1996; Agrios 1997).
Adaptasi sebagai suatu m e h i s m e keragaman pada cendawan, walaupun agak
sul i t dibuktikan &lam percobam. Beberapa cendawan patogen dapat beradaptasi

terhadap lingkungan tertentu karena memproduksi enzim-enzim adaptif. Adaptasi
nampaknya merupakan h a i l seleksi dari strain-strain mutan yang mempunyai
keuntungan kompetitif untuk keragaman (Brown 1980).

Marker Molekuler
Potensi penggunaan marker sebagai dat untuk rnelakukan karakterisasi genetik
dalam program pemuliaan telah dikenal sejak puluhan tahun yang lalu. Marker bisa

dikatagorikan sebagai marker morfologi, sitologi, dan yang terbaru adalah marker

molekule: (Moritz dan HiIlis 1996; Sessions 1996). Dalam mempelajari penyakit

tanaman, virulensi merupakan marker yang paling banyak digunakan (Puwan&ra
2001). .

Marker rnorfologi merupakan marker yang telah banyak digunakan, baik
da1am program mendasar genetika maupun dalam program praktis pemuliaan tanarnan
karena marker ini dapat dengan mudah diarnati, seperti warna bunga, warm batang,

warna kulit biji, bentuk biji, clan sebagainya. Narnun marker ini rnemililu kelernahan

karena &pat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, memperlihatkan sifat menurun
dominankesesif, dm mempunyai tingkat keragaman (polimorfisme) rendah atau
jumlah yang sedikit (Tanksley et a/. 1989). Marker sitolog adalah marker yang
berhubunp dengan kromosom. Contoh marker sitologi yang telah dipergmakcin di

daIam membantu pernuliaan tanaman adalah jurnlah kromosom, ukuran kromosom
dan morfologi set kromosorn (Sessions 1996).

Pada

saat

ini, kemajuan ddam bidang biologi berkembang sangat pesat.

Biologi molekuler merupakan salah satu cabang ilmu yang mernpelajari organisme
pada tingkat DNA. Teknik di bidang biologi molekuler sangat membantu pemulia

tanaman daiam melakukan studi genetik dengan ketepatan yang lebih akurat. Untuk

mendapatkan informasi genetik dapat dilakukan analisis dengan menggunetkan marker
molekuler, seperti isozym, RFLP (restrictionfragment length po(vmorphism), RAPD
(randomly amplfled pobmorphic DNA), AFLP (ampdifled fragment

length

polymorphism),dan yang Iainnya (Kongluatngam et 02. 1995; Powell et 01. 1996; Karp

dan Edwards 1997).

Marker rnolekuler &pat rnemberi gambaran yang cukup t inggi tentang

perbedaan genetik individu, baik pada tingkat spesies maupun dengan kerabat

jauhnya. Menurut Tanskley (1983) marker molekuler dapat mendeteksi variasi
genetik pada tingkat jaringan atau seluler, dm polimorfisrnenya tidak dipengaruhi oleh
lingkungan. Marker molekuler yang pertam dan yang paling sederhana dikenal

dengan penanda protein yang lazim disebut isozyrn. Polimorfisme protein dideteksi
dengan cara eIektroforesis, dan perbedaan yang terdeteksi antar ale1 bergantung pada

pergantian asam-asam amino yang berrnuatan. Untuk pencirian dan analisis gen yang
jumIahnya beragam, aplikasi marker isozym mem punyai keterbatasan karena jumlah

lokus yang bisa digunakan terbatas (Murphy el al. 1996j.
Perkembangan dan penggunaan marker RFLP relatif baru dibandingkan
dengan isozim, meskipun demikian prinsip interpretasi anal isis genetik dari isozyrn

sama dengan RFLP. Akhir-akhir ini RFLP mendapat perhatian yang Iebih besar dari
pakar genetika molekuler dart pemulia tanaman.

Hal ini karena RFLP dapat

mengungkapkan perbedaan-perbedaan yang lebih banyak antar individu-individu

dibandingkan i s o w . Marker RFLP mendasarkan pada perbedaan &lam ukuran

fragmen DNA nukleus (kromosom), organel, atau total DNA yang dihasilkan dari
pernotongan dengan enzim restriksi. Individu-individu yang mempunyai perbedaan

sekuen DNA akan mempunyai perbedaan distribusi dan situs restriksi untuk suatu

enzim restriksi. Fragmen DNA hasil restriksi dipimhkan menurut ukuran berat
molekul pada gel elektroforesis, kernudian dipindahkan ke mernbran niIon dan
dihibridisasi dengan pelacak DNNprobe. Polimorfisme &an terjadi bi la pola hibrida

17

DNA yang terbentuk p d a membran nilon yang dihibridisasi dengan suatu probe

berbeda antar individu yang diuji (McCouch dan Tanskley 1991).
Semenjak diperkenalkm oleh Williams et al. (1990), teknik RAPD menjadi
salah satu cara yang banyak digunakan untuk krbagai penelitian di bidang biologi

molekuler. Dibandingkan dengan RFLP, teknik ini lebih sederhana karena DNA tidak
perlu lpotong dengan enzim resbiksi, sampei DNA yang diperIukan relatif sedikit,

tidak memerlukan pemindahan DNA ke membran nilon, tidak memerlukan hibridisasi
DNA, clan ti&

memerlukan prosedur labeling. Telmik RAPD mendasarkan pada

amplifikasi DNA secara in vitro dengan PCR (polymerase chain reaction), yaitu
dengan rnengatur variasi suhu pada mesin PCR selarna pengulangan siklus denaturasi,
pertautan primer, dan perpanjangan pita DNA dengan bantuan enzirn Tag DNA

polirnerase. Teknik ini memerlukan primer yang panjangnya 10 basa untuk segrnen
pemula dalam pembentukan fragmen tertentu dari DNA (Nair 1 993 ).

Di bandingkan dengan

te kni k

RFLP, RAPD mempunyai beberapa kemudahan

yaitu; pengetahuan latar klakang genom ti&

diperlukan, hasil RAPD dapat

diperoleh secara cepat ji ka dibandingkan dengan analisis RFLP yang memerlukan

banyak tahapan dan beberapa jenis primer arbitrari dapat dibeli dan digunakan untuk
analisis genom semua jenis organisme, sedangkan keterbatasannya adalah sangat

sensitif terhadap kondisi reaksi dan profil suhu (Williams el ul. 1990; Vos er a/. 1995).
Di samping itu marker RAPD bersifat dominan, yaitu dalam populasi yang
bersegregasi, individu yhqg homozigot dengan individu yang heterozigot tidak dapat

dibedakan dengan menggunakan marker RAPD karena baik individu yang homozigot

18

atau yang heterozigot akan sama-sama memberikan hasil pita DNA untuk suatu

marker RAPD tertentu (Ronning et al. 1995).
Teknik AFLP merupakan penggabungan dari RFLP clan RAPD, yang
mendasarkan pada amplifikasi PCR selektif fragmen restriksi dari pernotongan total

DNA genomik. Teknik ini meliputi tiga tahapan yaitu restriksi DNA dan ligasi
adapter oligonukleoti& amplifikasi selektif set fragmen restriksi dan malisis gel dari
fragmen restriksi. Dengan rnenggunakan tekni k ini informasi genetik yang didapatkan

lebih akurat, narnun pelaksanaannya lebih sulit dan memerlukan biaya yang tinggi
(Vos et al, 1995).

EVALUASI PENYAKlT BUSUK BUAH KAKAO PADA
BERBAGAI PENGELOLAAN KEBUN DI LAMPUNG SELATAN,
CIANJUR DAN JE-MBER
Pendahuluan
Busuk buah kakao adalah penyakit yang tcrpenting dalam budidaya kakao di

Indonesia. Penyakit ini &pat timbul pada berbagai umur buah, sejak buah masih kecil

sampai rnenjelang masak. Warna buah berubah, umumnya mulai dari dekat tangkai
atau ujung buah, yang dengan cepat meluas ke seluruh buah clan akhirnya buah

menjadi coklat kehitaman. Pada bercak tersebut terbentuk banyak sporangiofor dan
sporangia cendawan P. plmivora penyebab penyakit ini. Jika buah yang terserang P.
puimivora tidak segera diptik, cendawan ini akan berkembang melalui tangkai buab

dart menginfeksi kulit batang atau cabang menirnbulkan kanker batang.

Kelak,

patogen yang metlimbulkan kanker batang dapat kembali mengi nfeksi buah melalui

tangkai buah atau secara tidak langsung melalui spora yang dihasilkan (Semangun
2000).

Keparahan penyakit busuk buah kakao pada suatu lokasi atau kebun ditentukan

oleh banyak faktor, antara !ain kelembaban udara. curah hujan, cara bercocok tanam,

banyaknya buah pada pohon dan kultivarklon kakao yang ditanam. Kelembaban
yang tinggi akan membantu pembentukan spora dan meningkatkan infeksi. Infeksi

hanya dapat terjadi kalau pada permukaan buah terdapat air, baik yang berasal dari air

hujan, dan dapat juga air yang terbentuk karena pengem bunan uap air pada pemukaan
buah. Hal yang senada dikemukakan oleh Ward (1981) bahwa lapisan air pa&

permukaan buah merupakan syarat penting untuk perkembangan penyakit, mengingat
ketersediaan air adalah salah satu kondisi yang diperlukan untuk perkecambahan spora
dan proses infeksi pada b d . Hujan akan membantu penyebaran spora, di samping

meningkatkan kelernhaban kebun (Purwantara 1990). Fluktuasi keparahan penyakit
cenderung sama dengan fluktuasi curah hujan (Purwantara dan Pawirosoemardjo
1990).

Cam b e m k tanam,antara lain pemangkasan, kerapatan tsnaman, pemberian
mulsa, drainase, pemupukan dan pernungutan hasiI sangat mempengasuhi penyakit.
Lapisan mulsa yang ada di sekitar pangkal batang &an rnencegah terjadinya percikan

air yang membawa tanah yang terinfestasi cendawan. Juga adanya mulsa ini akan
meningkatkan kegiatan jasad-jasad renik saprofit yang bersifat antagonistik terhadap

P. plmivoru. Busuk buah lebih banyak terdapat pada pohon yang lebat buahnya
(Semangun 2000).

Di Indonesia terdapat tiga kelompok bahan tanaman kakao,