Pengaruh Konsentrasi Inokulum pada Fermentasi Kopi Menggunakan Bakteri Proteolitik, Selulolitik, dan Xilanolitik

PENGARUH KONSENTRASI INOKULUM PADA FERMENTASI
KOPI MENGGUNAKAN BAKTERI PROTEOLITIK,
SELULOLITIK, DAN XILANOLITIK

NUR FAIZAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Konsentrasi
Inokulum pada Fermentasi Kopi Menggunakan Bakteri Proteolitik, Selulolitik,
dan Xilanolitik” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Nur Faizah
NIM F34090109

ABSTRAK
NUR FAIZAH. Pengaruh Konsentrasi Inokulum pada Fermentasi Kopi
Menggunakan Bakteri Proteolitik, Selulolitik, dan Xilanolitik. Dibimbing oleh
ERLIZA NOOR dan ANJA MERYANDINI.
Pembuatan kopi yang menyerupai kopi luwak telah dilakukan dengan
fermentasi menggunakan bakteri yang diisolasi dari feses luwak. Penelitian ini
bertujuan untuk memproduksi kopi dengan fermentasi padat menggunakan tiga
isolat bakteri (proteolitik, selulolitik, dan xilanolitik) pada berbagai konsentrasi
inokulum dan lama waktu fermentasi. Penelitian ini juga untuk mengetahui
kualitas kopi (kafein, asam organik, dan analisis sensori). Berdasarkan pengujian
aktivitas enzim, total gula, dan gula pereduksi, perlakuan fermentasi terbaik
dengan penambahan konsentrasi inokulum 15% yang difermentasi selama 3 hari.
Penurunan kadar kafein diperoleh sebesar 28%. Asam laktat yang diperoleh lebih
tinggi dibandingkan pada bahan baku kopi arabika. Konsentrasi asam butirat dan

oksalat menurun dibandingkan dengan kontrol. Kandungan kimia (kafein dan
asam organik) belum menunjukan korelasi terhadap kualitas citarasa kopi.
Kata kunci: fermentasi, konsentrasi inokulum, kopi, proteolitik, selulolitik,
xilanolitik

ABSTRACT
NUR FAIZAH. The Influence of Inoculum Concentration on Coffee
Fermentation Using Proteolytic, Cellulolytic, and Xylanolytic Bacteria.
Supervised by ERLIZA NOOR and ANJA MERYANDINI.
The fermentation for making artificial civet coffee was done by
fermentation using bacteria which was isolated from civet feces. The purpose of
this research was to produce coffee by solid fermentation using three bacteria
isolates (proteolytic, cellulolytic, xylanolytic) in various inoculums concentration
and time. This research also aim to determined the concentration of caffeine,
organic acids, and sensory analysis. Based on the value of enzyme activity, total
sugar, and reducing sugar, the best fermentation presented by the addition of 15%
of inoculums concentration for 3 days. The reduction of caffeine content was
28%. However, the lactic acid content was higher than the raw arabica coffee. The
butyric and oxalate acid concentration were lower if compared to the control.
There was no correlation determined from caffeine and organic acids

concentration by sensory analysis.
Keywords: cellulolytic, fermentation, inoculums consentration, proteolytic,
xylanolytic

PENGARUH KONSENTRASI INOKULUM PADA FERMENTASI
KOPI MENGGUNAKAN BAKTERI PROTEOLITIK,
SELULOLITIK, DAN XILANOLITIK

NUR FAIZAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi :
Nama
NIM

Pengaruh Konsentrasi Inokulum pada Fermentasi Kopi
Menggunakan Bakteri Proteolitik, Selulolitik, dan Xilanolitik
: Nur Faizah
: F34090109

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Erliza Noor
Pembimbing I

Prof Dr Anja Meryandini MS
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Pengaruh Konsentrasi Inokulum pada
Fermentasi Kopi Menggunakan Bakteri Proteolitik, Selulolitik, dan Xilanolitik”
berhasil diselesaikan. Tema yang diangkat dalam penelitian yang dilaksanakan
dari Bulan Maret sampai Desember 2013 ini adalah proses hilir.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan istimewa kepada:
1. Ibu Prof Dr Ir Erliza Noor dan Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku
Pembimbing Akademik atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian
dan penyelesaian skripsi
2. Ibu Dr Ir Lisbetini Hartoto, MS selaku dosen penguji yang banyak
memberikan masukan dan bimbingan untuk penyempurnaan skripsi
3. Ayahanda tercinta H M Isma’il (Alm), Ummiy Hj Kholilah, Kakak I’anatun
Nisa’, adik-adik Ibadur Rahman, Wildan Wafiqi, dan Andinil Qoyyimah
beserta keluarga besar Abdul Ghani atas doa, dukungan, dan kasih sayang

yang mendalam
4. Kementrian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh kepada
penulis
5. Bu Dewi, Pak Edi, Bu Ega, Bu Diah, Bu Sri, dan seluruh Laboran
Departemen TIN yang banyak membantu penulis selama penelitian
6. Sahabat seperjuangan selama penelitian (Lisa, Fatia, dan Aini), Mas Rozaq,
dan Mbak Fitri yang selalu memberikan bantuan, teguran, dan semangat
selama penyelesaian skripsi
7. Keluarga besar CSS MoRA, CSS MoRA IPB 46, TIN 46, Al-Ihya Dramaga
atas keceriaan dan kenangan indah tak terlupakan
8. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Nur Faizah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x


DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan dan Alat

2

Tahapan Penelitian

3


Tahap Pendahuluan

3

Penelitian Utama

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Karakterisasi Bahan

4

Karakterisasi Isolat

5


Analisis Filtrat Hasil Fermentasi

8

Aktivitas Enzim

8

Kadar Protein dan Aktivitas Spesifik Enzim

10

Gula Total dan Gula Pereduksi

12

Derajat Polimerisasi

13


Susut Bobot

14

Analisis Kimia Biji Kopi Hasil Fermentasi

15

Kafein

15

Asam Organik

16

Uji Citarasa Kopi Hasil Fermentasi
SIMPULAN DAN SARAN

18
21

Simpulan

21

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10
11
12
13

14

Komposisi kimia buah kopi (kulit buah dan biji) berdasarkan
basis basah
Kadar protein dan aktivitas spesifik isolat FLS1
Kadar protein dan aktivitas spesifik isolat FLX3
Susut bobot kulit kopi selama fermentasi
Kadar kafein biji kopi dan persen penurunannya selama fermentasi
Kandungan asam-asam organik biji kopi hasil fermentasi
Komposisi media xilan
Komposisi media skim milk
Komposisi media CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
Komposisi pereaksi DNS (Dinitrosalicylic Acid)
Komposisi pereaksi Bradford
Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease
Karakteristik uji citarasa kopi
Skor citarasa biji dan seduhan kopi hasil fermentasi

5
6
8

14
15

16
24
24
24
24
24
25
29
31

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kurva tumbuh bakteri selulolitik pada media CMC yang
diinkubasi pada suhu 30oC
Aktivitas enzim selulase pada media CMC yang diinkubasi
pada suhu 30oC
Kurva tumbuh bakteri xilanolitik pada media xilan yang
diinkubasi pada suhu 30oC
Aktivitas enzim xilanase pada media xilan yang diinkubasi
pada suhu 30oC
Aktivitas enzim selulase dan xilanase pada filtrat hasil fermentasi
dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )
Aktivitas enzim protease pada filtrat hasil fermentasi
dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )
Kadar protein selama fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5%
( ), 10% ( ), dan 15% ( )
Aktivitas spesifik selulase dan xilanase pada filtrat hasil fermentasi
dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )
Aktivitas spesifik protease pada filtrat hasil fermentasi dengan
konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )
Kadar gula total selama fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5%
( ), 10% ( ), dan 15% ( )
Kadar gula pereduksi selama fermentasi dengan konsentrasi
inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )

6
6
7
7
9
10
11
11
12
12
13

12
13
14
15
16

Nilai derajat polimerisasi selama fermentasi dengan konsentrasi
inokulum 5% ( ), 10%A ( ), 10%B ( ), dan 15% ( X )
Degradasi senyawa kafein menjadi uric acid
Kurva standar BSA
Kurva standar gula total xilosa: glukosa (1:1)
Kurva standar gula pereduksi xilosa:glukosa(1:1)

14
15
26
27
28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4

Komposisi media dan pereaksi yang digunakan
Prosedur pengukuran dan penentuan kurva standar
Definisi karakteristik pada pengujian citarasa kopi
Hasil pengujian citarasa kopi

22
23
27

31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemerintah telah menetapkan lima komoditas utama yang menjadi
prioritas pengembangan dalam beberapa tahun kedepan. Salah satu di antara
komoditas pertanian tersebut adalah kopi. Kopi merupakan komoditi ekspor
unggulan Indonesia. Pada tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-3
pengekspor kopi terbesar dunia setelah Brazil dan Vietnam (FAO 2012). Salah
satu jenis kopi khas Indonesia yang banyak diminati konsumen di dunia adalah
kopi luwak. Harganya yang mahal tidak lantas menurunkan minat konsumen.
Permintaan kopi luwak terus membanjiri Indonesia termasuk dari negara-negara
Eropa, Asia, dan Amerika.
Kebutuhan kopi luwak 100% masih tergantung pada alam. Selain itu,
masalah dalam penggunaaan luwak adalah populasinya di alam bebas sudah
sangat menurun. CITES (2009) menyebutkan bahwa Paradoxorus
hermaphroditus (luwak) tergolong dalam appendix III, artinya statusnya
dilindungi di daerah asalnya dan kawasan tempat ia hidup. Binatang pada status
appendix III jika diperdagangkan harus berasal dari tangkaran, sehingga tidak
boleh lagi menggunakan tangkapan liar. Hal ini menjadi kendala untuk produksi
skala besar. Kendala lain dalam produksi kopi luwak adalah asal kopi yang
merupakan kotoran luwak. Meskipun kopi luwak dikatakan memiliki citarasa
yang sangat tinggi, banyak orang juga meragukan kehigienisan kopi ini. Untuk
mengatasi kendala kuantitas produksi dan persepsi sebagian konsumen tersebut,
maka perlu dilakukan suatu alternatif guna meningkatkan produktivitas kopi
luwak serta mampu menjawab keinginan konsumen.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong manusia untuk
dapat menciptakan inovasi kreatif. Penggunaan teknologi hakikatnya dapat
membawa kita dari tradisional menjadi modern, susah menjadi mudah, serta
lambat menjadi cepat dengan tidak merugikan lingkungan sehingga dihasilkan
suatu keberlangsungan. Teknologi fermentasi yang memproses kopi dengan lebih
higienis, aman, murah, dan dengan kualitasnya tidak kalah dengan kopi luwak
alami tentu sangat diperlukan. Kopi luwak diproses melalui fermentasi alami
dalam sistem pencernaan hewan luwak. Proses ini enzim-enzim dikeluarkan untuk
mendegradasi kopi. Kulit kopi diantaranya tersusun atas polisakarida dan protein.
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Dewi pada tahun 2012, dijelaskan
bahwa pada kotoran luwak ada tiga kelompok besar bakteri yang berhasil
diseleksi pada jenis-jenis media berbeda yaitu bakteri selulolitik, xilanolitik, dan
proteolitik.
Penelitian sebelumnya dengan memanfaatkan bakteri dari kotoran (feses)
luwak sudah dilakukan pemilihan kondisi terbaik berdasarkan uji aktivitas enzim,
protein terlarut, susut bobot, total gula, dan gula pereduksi. Penggunaan
kombinasi 3 bakteri yaitu, proteolitik (FLP1), selulolitik (FLS1), dan xilanolitik
(FLX3) yang difermentasi pada suhu 30oC dengan waktu fermentasi selama 3 hari
(72 jam) memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan lain. Kandungan
asam organik yang diperoleh dari kombinasi 3 bakteri memiliki nilai yang lebih
tinggi namun yang paling mendekati nilai kopi luwak (Rohman 2013, Zahiroh

2
2013, dan Susilo 2013). Kandungan kafein kopi hasil fermentasi nilainya lebih
rendah. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh konsentrasi
inokulum dari 3 kombinasi mikroba serta lama waktu terbaik untuk mendapatkan
kopi hasil fermentasi yang optimal.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendapatkan konsentrasi inokulum kombinasi proteolitik, selulolitik, dan
xilanotik serta lama waktu fermentasi yang memberikan hasil optimum.
2. Mendapatkan hasil fermentasi kopi terbaik dengan melakukan analisis
kandungan kimia (kafein dan asam-asam organik) dan pengujian citarasa.

Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi:
Analisis proksimat bahan baku
Karakterisasi isolat yang telah diisolasi dari penelitian sebelumnya
Fermentasi kopi menggunakan kombinasi 3 mikroba (proteolitik,
selulolitik, dan xilanotik) pada suhu 30oC
Mengetahui pengaruh perlakuan konsentrasi inokulum 5%, 10%, dan 15%
(v/b) dengan lama fermentasi 1, 2, 3 dan 4 hari
Pengujian filtrat hasil fermentasi (aktivitas enzim, gula total, gula
pereduksi, dan derajat polimerisasi) dan susut bobot
Analisis kimia biji kopi berupa kadar kafein dan asam-asam organik
menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
Pengujian mutu organoleptik biji dan seduhan kopi oleh panelis ahli

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan yaitu pada bulan Maret sampai
Desember 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Departemen
Teknologi Industri Pertanian dan Laboratorium Sea Fast Fateta - Institut Pertanian
Bogor.

Metode
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan sebagai media padat pada penelitian ini adalah
buah kopi dari kopi jenis arabika yang berasal dari perkebunan kopi Balitri
Sukabumi, Jawa Barat. Identifikasi yang dilakukan oleh tim peneliti sebelumnya
terpilih isolat terbaik yaitu, Stenotropomonas sp MH34 (FLX3), Proteus penneri

3
(FLS1), dan Bacillus aerophilus (FLP1). Sumber isolat berasal dari perkebunan
kopi Cukul RT 03/07 Desa Pengalengan, Bandung. Bahan yang digunakan terdiri
atas media untuk petumbuhan dan bahan kimia untuk analisis. Media untuk
pertumbuhan terdiri atas media Carboxy Methyl Cellulose (CMC) untuk bakteri
selulolitik, media xilan untuk bakteri xilanolitik, dan media skim untuk bakteri
proteolitik. Bahan-bahan kimia untuk analisis terdiri atas larutan Bradford, DNS,
fenol 5%, asam sulfat, dan bahan kimia lainnya.
Alat-alat utama yang digunakan adalah timbangan analitik, autoklaf,
shaker, cleanbench, oven, gelas ukur, bunsen, cawan petri, tabung reaksi,
Erlenmeyer, sentrifuge, spektrofotometer dan alat-alat gelas lainnya.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan 2 tahapan, yaitu tahap pendahuluan
dan penelitian utama.
Tahap Pendahuluan :
a. Analisis proksimat kopi
Analisis proksimat kopi terdiri atas pengujian kadar air, kadar abu, kadar
serat kasar, kadar protein, kadar lemak.
b. Karakterisasi isolat
Karakterisasi isolat meliputi peremajaan dan pertumbuhan bakteri,
pengujian aktivitas enzim, dan aktivitas spesifik. Pengukuran ini dilakukan pada 5
titik waktu didasarkan dengan hasil penelitian Dewi (2012). Isolat bakteri yang
digunakan untuk inokulum yaitu FLS1 untuk selulolitik dan FLX3 untuk
xilanolitik. Isolat bakteri yang terdapat pada agar miring ditumbuhkan dengan
goresan penuh pada cawan petri dengan media yang sesuai, isolat proteolitik pada
media susu skim 1%, isolat selulolitik pada media CMC 1% dan isolat xilanolitik
pada media xilan 0.5% yang kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 30oC.
Isolat yang terbentuk ditumbuhkan pada media cair (Lampiran 1), dengan
pengadukan shaker 100 rpm. Untuk menentukan kurva pertumbuhan melalui
pengukuran kekeruhan (Optical Density) menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang ( ) 620 nm.
Pengukuran aktivitas enzim selulase dan xilanase dilakukan sesuai dengan
metode pada Lampiran 2. Pengukuran aktivitas enzim protease didasarkan pada
penelitian sebelumnya oleh Susilo (2013). Aktivitas spesifik merupakan nilai
aktivitas unit enzim dibagi dengan kadar proteinnya. Kadar protein ditentukan
dengan metode Bradford (1976) pada Lampiran 2.
Penelitian Utama :
a. Persiapan substrat
Buah kopi segar terlebih dahulu dipisahkan antara kulit (bagian luar dan
pulp) dan biji kopi. Kulit kopi dikeringkan dengan menggunakan panas matahari
selama 1-2 hari sampai kadar airnya kurang dari 13% agar tidak ditumbuhi
mikroorganisme. Kulit kopi kemudian digiling sampai berukuran kurang lebih 4065 mesh. Biji kopi (termasuk kulit tanduk) disimpan di freezer untuk
mempertahankan umur simpannya.
b. Fermentasi kopi

4
Fermentasi dilakukan dengan kelembaban tinggi (fermentasi padat). Mulamula buah kopi (kulit dan biji kopi) dilembabkan dengan menggunakan akuades
sehingga kadar airnya mencapai 60%. Substrat lembab ditempatkan pada botol
fermentasi dan disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Penelitian ini
menggunakan 500 gram biji kopi segar dengan penambahan 250 gram kulit buah
kopi yang sudah dilembabkan (perbandingan biji dan kulit kopi adalah 2:1).
Substrat steril yang telah dingin diaduk agar partikelnya merata dan kemudian
diinokulasi secara aseptik dengan kombinasi inokulum sebanyak 5%, 10%, dan
15% (v/b) yang telah mencapai fase eksponensialnya setelah ditumbuhkan pada
media cair. Dilakukan pengadukan sampai merata dan diinkubasi pada suhu 30oC
selama 1, 2, 3, dan 4 hari tanpa pengadukan. Setiap 24 jam dilakukan pengujian
hasil fermentasi.
c. Analisis hasil fermentasi
Setelah diinkubasi sampai waktu yang sesuai dengan perlakuan waktu
yang diterapkan, kulit dan biji kopi dilarutkan dengan akuades kemudian diaduk
sampai merata. Setelah diaduk, kulit dan biji kopi kemudian disaring
menggunakan kertas saring sehingga terpisah antara cairan dengan kulit dan biji
kopi. Cairan (filtrat) hasil fermentasi dilakukan beberapa analisis, yaitu aktivitas
enzim, perubahan komposisi karbohidrat yaitu gula total, gula pereduksi, dan
derajat polimerisasi (DP). Sisa fermentasi (kulit kopi) dilakukan pengujian susut
bobot. Prosedur pengujian dijelaskan dalam Lampiran 2. Pada biji kopi dianalisis
kadar kafein dan asam-asam organik menggunakan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC).
d. Pengujian citarasa
Pengujian ini dilakukan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember, Jawa
Timur oleh 2 panelis ahli. Sampel yang digunakan merupakan hasil pemilihan
konsentrasi terbaik dari kombinasi mikroba proteolitik, selulolitik, dan xilanolitik,
serta hasil penelitian terdahulu menggunakan bakteri tunggal dan kombinasi 2
mikroba. Metode yang dilakukan dalam cup test mula-mula dilakukan roasting
kopi dengan penyangraian medium dengan menggunakan mesin roaster selama 812 menit yang mampu menurunkan kadar air hingga 5-8%. Penyangraian medium
dipilih agar diperoleh hasil seduhan kopi yang baik tanpa menghilangkan karakter
kopi. Setelah penyangraian, dilakukan penggilingan biji kopi menggunakan mesin
grinder 20 mesh, lalu disajikan di tiap mangkuk gelas sebanyak 8.25 gram dengan
penambahan air 150 ml dengan suhu 93oC. Panelis ahli melakukan penilaian
terhadap karakter biji dan seduhan kopi sesuai dengan Lampiran 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Bahan
Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan kandungan
nutrien secara rinci, namun berupa nilai perkiraan (Soejono 1990). Dalam
penelitian ini diperoleh hasil analisis proksimat buah kopi (Tabel 1) yang masih

5
memiliki kadar air cukup tinggi, sehingga untuk mempertahankan umur simpan,
kulit kopi dikeringkan terlebih dahulu agar tidak mudah ditumbuhi mikroba.
Tabel 1. Komposisi kimia buah kopi (kulit buah dan biji) berdasarkan basis basah
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Komponen
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
Serat Kasar
Karbohidrat by difference

Kulit kopi (%)
85.93
1.22
0.14
1.31
1.43
11.4

Biji kopi (%)
64.13
1.54
1.63
3.55
8.65
29.15

Buah kopi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perkebunan
Sukabumi dan berbeda dengan penelitian sebelumnya menggunakan bahan baku
buah kopi dari perkebunan Pangalengan Bandung. Kadar protein yang diperoleh
mencapai 1.31% (b/b) setara dengan 9.31% (b/k) pada kulit kopi, sementara pada
biji kopi mencapai 3.55% (b/b) yang setara dengan 9.90% (b/k). Kandungan
protein menjadi sumber nitrogen bagi mikroorganisme. Kandungan serat kasar
dari kulit buah kopi yang dianalisis dalam basis basah memiliki nilai yang lebih
rendah (1.43%) daripada penelitian sebelumnya oleh Zahiroh (2013) yang
memiliki kandungan serat kasar 2.38%. Kandungan serat terdiri atas selulosa,
hemiselulosa, dan lignin yang akan digunakan sebagai substrat dalam fermentasi.
Hasil pengukuran kadar serat kasar kulit buah kopi dalam penelitian ini diperoleh
1.43% (b/b) yang setara dengan 10.16% dalam basis kering. Biji kopi memiliki
kandungan serat kasar sebesar 8.65% (b/b) yang setara dengan 24.12% (b/k).
Menurut Latief dkk (2000), kulit kopi memiliki kadar protein kasar 11.2% dan
serat kasar 21% berdasarkan basis kering. Nilai ini menunjukan hasil pengukuran
kadar protein dan kadar serat kasar dalam penelitian ini memiliki nilai yang lebih
rendah. Hal ini karena perbedaan karakteristik, varietas, dan tempat tumbuh kopi.
Karakterisasi Isolat
Hasil identifikasi ketiga bakteri yang telah dilakukan oleh Dewi (2012)
diketahui bahwa FLX3 adalah Stenotrophomonas sp MH34, FLS1 adalah Proteus
penneri, FLP1 adalah Bacillus aerophilus. Karakterisasi isolat dilakukan dengan
penentuan kurva tumbuh, aktivitas enzim, kadar protein, dan aktivitas spesifik.
Pada grafik kurva pertumbuhan (Gambar 1) terlihat bahwa pada jam ke-0 mikroba
selulolitik sudah memasuki fase eksponensial, sementara pada jam ke 60 sudah
memasuki fase stasioner. Kurva tumbuh merupakan grafik yang menunjukkan
tingkat pertumbuhan mikroorganisme per satuan waktu. Tingkat pertumbuhan
terukur berdasarkan tingkat kekeruhan yang mampu menyerap cahaya
(absorbansi). Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah
tersedianya nutrien, air, suhu, pH, oksigen, potensial oksidasi reduksi, adanya zatzat penghambat, dan adanya mikroorganisme lain (Waluyo 2004).
Gambar 1 dan Gambar 2 terlihat bahwa pembentukan enzim selulase
berasosiasi dengan pertumbuhan dari bakteri selulolitik, yang mana produksi

6
enzim selulase merupakan metabolit primer sehingga pembentukan gula
sederhana dapat terukur sebagai aktfitas enzim.
Optical density

2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0

20

40

60

80

100

Jam keGambar 1. Kurva tumbuh bakteri selulolitik pada media CMC yang
diinkubasi pada suhu 30oC
Hasil pengujian aktivitas enzim selulolitik menunjukkan bakteri FLS1 aktif
menghasilkan selulase selama pertumbuhannya. Pada grafik (Gambar 2) dapat
dilihat bakteri FLS1 memiliki aktivitas selulolitik secara kuantitatif yang tertinggi
sebesar 0.0045 unit/ml dengan waktu inkubasi 40 jam. Aktivitas enzim meningkat
seiring dengan pertumbuhan bakteri dan akan menurun ketika sudah memasuki
fase kematian (stasioner).
Aktivitas enzim
selulase (unit/ml)

0.0050
0.0040
0.0030
0.0020
0.0010
0.0000
0

20

40

60

80

100

Jam keGambar 2. Aktivitas enzim selulase pada media CMC yang
diinkubasi pada suhu 30oC
Tabel 2. Kadar protein dan aktivitas spesifik isolat FLS1
Jam ke12
34
40
60
84

Kadar protein
(ml/mg)
0.089
0.178
0.150
0.154
0.135

Aktivitas spesifik
enzim (unit/mg)
0.0258
0.0157
0.0300
0.0123
0.0030

7

Optical density

Peningkatan nilai aktivitas spesifik sesuai dengan peningkatan aktivitas
enzim. Nilai aktivitas spesifik diperoleh dari pembagian antara aktivitas enzim
dengan kadar protein. Nilai aktivitas spesifik tertinggi untuk bakteri FLS1 adalah
0.030 unit/mg (setara dengan 0.5033 nKat/mg) yang diperoleh pada waktu
inkubasi 40 jam. Nilai ini lebih rendah dengan nilai aktivitas spesifik selulase
yang telah dilakukan oleh Dewi (2012), bahwa aktivitas selulase tertinggi pada
jam ke-36 dengan nilai 0.896 nKat/mg. Perbedaan pertumbuhan pada bakteri ini
disebabkan oleh keanekaragaman fisiologis dan respon yang berbeda terhadap
kondisi fisik dan lingkungannya (Pelezar dan Chan 2007).
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0

20

40

60

80

100

Jam ke-

Aktivitas enzim
xilanase (unit/ml)

Gambar 3. Kurva tumbuh bakteri xilanolitik pada media birchwood xilan
yang diinkubasi pada suhu 30oC
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0

20

40

60

80

100

Jam keGambar 4. Aktivitas enzim xilanase pada media birchwood xilan
yang diinkubasi pada suhu 30oC
Xilanase mendegradasi xilan yang merupakan komponen utama
hemiselulosa. Kurva pertumbuhan bakteri xilanolitik menunjukkan bahwa fase
eksponensial telah berlangsung mulai dari jam ke-0. Fase ini terus berlangsung
hingga mencapai fase stasioner pada jam ke-63. Pada fase eksponensial inilah
xilanolitik menghasilkan enzim xilanase yang mampu menghidrolisis xilan
menjadi xilosa.
Berdasarkan pengukuran terhadap aktivitas enzim xilanase (Gambar 4),
diperoleh bahwa aktivitas enzim mengalami peningkatan hingga jam ke-57 (0.148
unit/ml). Nilai aktivitas enzim xilanase kemudian mengalami penurunan hingga
pengukuran jam ke-84. Penurunan ini dapat disebabkan oleh semakin sedikitnya

8
jumlah substrat yang mampu dihidrolisis oleh enzim. Aktivitas enzim meningkat
seiring dengan pertumbuhan selnya. Hubungan antara aktivitas xilanase dan
protein yang dihasilkan dinyatakan dengan aktivitas spesifik. Hasil pengukuran
kadar protein tidak memiliki perubahan yang begitu tinggi. Aktivitas spesifik
tertinggi (Tabel 3) diperoleh pada jam ke-63 dengan nilai 0.679 unit/mg. Aktivitas
spesifik meningkat pada fase eksponensial dimana enzim xilanase diproduksi
dalam jumlah besar dalam fase ini. Hal ini menunjukan bahwa enzim xilanase
merupakan metabolit primer yang berasosiasi dengan pertumbuhan selnya.
Tabel 3. Kadar protein dan aktivitas spesifik isolat FLX3
Jam ke12
36
57
63
84

Kadar protein
(ml/mg)
0.293
0.352
0.268
0.203
0.276

Aktivitas spesifik
Enzim (unit/mg)
0.036
0.211
0.552
0.679
0.427

Pengukuran kurva tumbuh dan aktivitas protease didasarkan pada
penelitian sebelumnya oleh Susilo (2013) yang menyatakan bahwa, bakteri
proteolitik FLP1 memiliki fase log mulai dari jam ke-0 sampai jam ke-24.
Aktivitas spesifik protease tertinggi diperoleh pada jam ke-24 dengan nilai 10.817
unit/mg. Pada jam setelahnya aktivitas enzim menurun karena dihasilkan produk
berupa asam amino yang mampu menurunkan aktivitas enzim protease. Hal ini
disebabkan oleh akumulasi produk hasil kerja enzim dapat menjadi inhibitor jika
jumlahnya berlebihan.
Analisis Filtrat Hasil Fermentasi
Proses fermentasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
fermentasi padat. Setiawihardja (2004) mendeskripsikan fermentasi padat sebagai
proses degradasi komponen media padat oleh mikroba yang cukup mengandung
air untuk keperluan mikroorganisme. Kadar air media padat yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan mikroba berkisar antara 60%-80% (Aidoo et al. 2012). Hasil
fermentasi terdiri atas filtrat cairan, kulit, dan biji kopi.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan pemilihan mikroba terbaik untuk
fermentasi kopi. Zahiroh (2013) telah melakukan tiga perlakuan, yaitu fermentasi
menggunakan bakteri tunggal (proteolitik), kombinasi dua (selulolitik dan
proteolitik), dan kombinasi tiga (proteolitik, selulolitik, dan xilanolitik). Perlakuan
kombinasi 3 memberikan hasil yang paling optimal. Hasil fermentasi kombinasi
tiga bakteri diperoleh nilai aktivitas enzim tertinggi yaitu pada suhu 30oC selama
3 hari. Nilai aktivitas enzim akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kandungan total gula, gula pereduksi, dan susut bobot yang dihasilkan.
Aktivitas Enzim
Enzim merupakan protein yang mampu mengkatalisis reaksi kimia. Dalam
prosesnya, enzim memiliki aktivitas yang bekerja spesifik yang dipengaruhi oleh

9

Aktivitas enzim
(unit/ml)

ketersediaan substrat, jumlah inokulum, suhu, dan waktu. Bakteri selulolitik dan
xilanolitik menghasilkan enzim selulase dan xilanase yang mampu mempercepat
reaksi hidrolisis selulosa dan hemiselulosa. Proteolitik akan menghasilkan enzim
protease yang mampu mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan peptida pada protein.
0.14
0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
0

1

2

3

4

5

Hari keGambar 5. Aktivitas enzim selulase dan xilanase pada filtrat hasil fermentasi
dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )
Fermentasi kopi dilakukan selama 1,2,3, dan 4 hari pada berbagai
konsentrasi inokulum (5%, 10%, dan 15%). Aktivitas tertinggi dicapai pada hari
ke-3 fermentasi, kemudian menurun pada hari ke-4. Pada fase stasioner kecepatan
pembelahan sel sama dengan kecepatan kematian sel dan lisis sel, sehingga pada
fase ini aktivitas enzim selulase dan xilanase menurun. Aktivitas tertinggi pada
hari ke-3 fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5% diperoleh aktivitas selulase
dan xilanase sebesar 0.026 unit/ml, pada konsentrasi 10% sebesar 0.054 unit/ml,
kemudian meningkat pada konsentrasi 15% sebesar 0.129 unit/ml. Hasil
penelitian menunjukan semakin tingginya konsentrasi inokulum memicu semakin
meningkatnya aktivitas enzim. Proses fermentasi dapat meningkatkan
ketersediaan zat-zat makanan seperti protein dan energi metabolis serta mampu
memecah komponen kompleks menjadi komponen sederhana (Kompiang dkk.
1994). Oleh karena itu, peningkatan konsentrasi inokulum akan meningkatkan
kecepatan fermentasi sehingga semakin banyak zat makanan yang dirombak yang
akan meningkatkan kualitas hasil fermentasi. Nilai aktivitas enzim selulase dan
xilanase pada substrat filtrat hasil fermentasi dihitung secara bersamaan karena
tidak dapat dibedakan produk hasil degradasi xilan dan selulosa.
Pada konsentrasi inokulum 5% peningkatan aktivitas enzim tidak terlihat
signifikan. Hal ini dikarenakan inokulum yang terlalu sedikit sehingga kinerja
yang dihasilkan kurang optimal akibat fase lag yang lebih panjang. Terlalu
banyaknya inokulum yang ditambahkan pada proses fermentasi juga akan memicu
penurunan aktivitas enzim akibat terlalu banyaknya kompetisi terhadap substrat.
Krisna et al.(2011), agar kualitas proses fermentasi dapat terjaga maka prosedur
inokulasi yang digunakan dalam fermentasi harus konsisten. Dua hal yang harus
dipertimbangkan dalam prosedur inokulasi adalah jumlah dan umur inokulum
yang digunakan. Konsentrasi inokulum 15% masih dapat meningkatkan aktivitas
enzim secara optimum dibandingkan konsentrasi 10%.

10

Aktivitas enzim
(unit/ml)

3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
0

1

2
3
Hari ke-

4

5

Gambar 6. Aktivitas enzim protease pada filtrat hasil fermentasi dengan
konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )
Berdasarkan hasil pengujian aktivitas enzim protease diperoleh bahwa
aktivitas enzim tertinggi pada hari pertama fermentasi. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya oleh Zahiroh (2013), bahwa aktivitas protease tertinggi
diperoleh pada jam ke-24 fermentasi. Bakteri proteolitik (FLP1) memiliki fase
eksponensial pada jam ke 12-24 (Rohman 2013).
Pada fase eksponensial bakteri mampu menghasilkan enzim yang lebih
banyak. Hasil pengujian menunjukan semakin rendah konsentrasi inokulum
terjadi peningkatan aktivitas protease. Konsentrasi 5% aktivitas protease diperoleh
sebesar 2,454 unit/ml, kemudian menurun pada konsentrasi 10% (1.433 unit/ml)
dan 15% (0.655 unit/ml). Hal ini menunjukan bahwa protease memiliki aktivitas
yang optimum pada konsentrasi inokulum 5%. Semakin rendah penambahan
konsentrasi inokulum bakteri proteolitik maka nilai aktivitas enzim proteasenya
semakin tinggi. Hasil ini menunjukan bahwa penambahan konsentrasi inokulum
5% sudah mampu mencukupi kebutuhan substrat yang paling optimal. Fermentasi
selanjutnya (hari ke-2, 3, dan 4) terdapat penurunan aktivitas protease yang
signifikan. Hal ini karena bakteri proteolitik memasuki fase kematian sehingga
terjadi penurunan aktivitas enzim.
Nilai aktivitas enzim protease, selulase, dan xilanase pada filtrat hasil
fermentasi lebih tinggi daripada media tumbuh CMC, xilan, dan skim milk
menunjukan bakwa bakteri selulolitik, xilanolitik, dan proteolitik mampu
mendegradasi substrat yang lebih kompleks. Dewi (2012) menjelaskan bahwa,
perbedaan waktu optimum yang diperoleh dari perlakuan substrat menunjukan
adanya keberagaman diantara masing-masing isolat dalam memanfaatkan sumber
karbon.
Kadar Protein dan Aktivitas Spesifik Enzim
Pengukuran kadar protein dilakukan untuk mengetahui kadar protein
terlarut yang berasal dari campuran protein enzim dan sumber N organik.
Perlakuan penambahan inokulum dengan konsentrasi 5% memiliki kisaran kadar
protein sebesar 0.055-0.069 mg/ml. Inokulum 10% memiliki kisaran kadar protein
0.069-0.075 mg/ml, sementara pada konsentrasi 15% kisarannya sebesar 0.0590.064 mg/ml. Pengukuran kadar protein yang telah dilakukan diperoleh hasil yang

11

Kadar protein (mg/ml)

fluktuatif. Kadar protein tersebut dipengaruhi oleh sekresi enzim ekstraseluler
(xilanase, selulase, protease dan sebagainya) dan protein terlarut dari sel yang
mati (Setyawati 2006).
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0.00
0

1

2
3
Hari ke-

4

5

Gambar 7. Kadar protein selama fermentasi dengan konsentrasi inokulum
5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )
Setelah diketahui kadar protein yang terkandung dalam filtrat hasil
fermentasi, dapat diketahui pula aktivitas spesifik dari masing-masing enzim.
Aktivitas spesifik enzim diukur untuk mengetahui seberapa besar kemampuan
enzim dapat bekerja. Aktivitas spesifik dapat diperoleh dengan membagi aktivitas
enzim (unit/ml) dengan kadar protein enzim (mg/ml). Nilai aktivitas spesifik
enzim sejalan dengan aktivitas enzimnya. Aktivitas spesifik selulase (Gambar 8)
tertinggi diperoleh pada konsentrasi inokulum 15% pada fermentasi hari ke-3
yaitu sebesar 2.186 unit/ml. Aktivitas spesifik protease (Gambar 9) diperoleh pada
fermentasi hari ke-1 dengan konsentrasi inokulum 5% sebesar 44.618 unit/ml.

Aktivitas spesifik
(unit/mg)

2.500
2.000
1.500
1.000
0.500
0.000
0

1

2

3

4

5

Hari keGambar 8. Aktivitas spesifik selulase dan xilanase pada filtrat hasil fermentasi
dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )

Aktivitas spesifik
(unit/ml)

12
50.0
45.0
40.0
35.0
30.0
25.0
20.0
15.0
10.0
5.0
0.0
0

1

2
Hari ke-

3

4

5

Gambar 9. Aktivitas spesifik protease pada filtrat hasil fermentasi dengan
konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )

Gula total (mg/ml)

Gula Total dan Gula Pereduksi
Gula total merupakan keseluruhan gula bebas yang dilepas dari hidrolisis
xilan dan selulosa oleh enzim. Hasil yang diperoleh (Gambar 10) menunjukan,
pada konsentrasi inokulum 5%, 10%, dan 15% memiliki nilai gula total tertinggi
pada hari ke-3 fermentasi. Hal ini sesuai dengan peningkatan aktivitas enzim yang
terus meningkat dari hari ke-1 hingga hari ke-3 kemudian menurun pada hari ke-4.
Gula total tertinggi diperoleh pada konsentrasi inokulum 15% pada hari ke-3 yaitu
sebesar 1391.42 mg/ml. Semakin banyaknya inokulum yang ditambahkan
menyebabkan semakin tingginya total gula yang dihasilkan. Hal tersebut dapat
terjadi karena dengan semakin banyaknya bakteri yang mampu mendegradasi
kandungan polisakarida maupun turunannya.
1500

1000
500
0
0

1

2
3
Hari ke-

4

5

Gambar 10. Kadar gula total selama fermentasi dengan konsentrasi
inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )
Surhaini (2010) menyatakan bahwa, peningkatan gula total dan gula
pereduksi diakibatkan oleh hidrolisis polisakarida. Peningkatan yang terjadi pada
gula total akibat hidrolisis pada umumnya terlihat tidak terlalu signifikan karena

13

Gula pereduksi
(mg/ml)

gula total merupakan keseluruhan gula bebas yang dilepaskan dari hidrolisis xilan
dan selulosa. Selain itu peningkatan gula total juga tidak terlalu dipengaruhi oleh
waktu. Berbeda halnya dengan peningkatan gula pereduksi. Selama fermentasi,
sel akan mengkonversi sumber karbon menjadi biomassa dan produk. Hal ini
ditandai dengan berkurangnya kadar gula yang digunakan sebagai sumber karbon.
Lamanya waktu hidrolisis sangat berpengaruh pada peningkatan gula pereduksi
(Susilo 2013).
Berdasarkan pengujian gula pereduksi, diperoleh bahwa gula pereduksi
tertinggi dicapai pada hari ke-3 dengan konsentrasi inokulum 15% yakni sebesar
93.57 mg/ml. Peningkatan gula pereduksi bergantung pada tingginya aktivitas
enzim. Yang et al. (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi aktivitas enzim
maka gula pereduksinya akan semakin tinggi pula.
100
80
60
40
20

0
0

1

2
3
Hari ke-

4

5

Gambar 11. Kadar gula pereduksi selama fermentasi dengan konsentrasi
inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )
Derajat Polimerisasi
Setelah diketahui kadar gula total dan gula pereduksi pada filtrat hasil
fermentasi, dapat diketahui pula derajat polimerisasinya. Derajat polimerisasi
(DP) merupakan perbandingan antara total gula dan gula pereduksi. DP dapat
menunjukkan seberapa besar rantai polisakarida dapat dipecah menjadi
monosakarida selama fermentasi berlangsung. Nilai DP berbanding terbalik
dengan nilai gula pereduksi. Semakin tinggi nilai gula pereduksi akan
menghasilkan nilai DP yang lebih rendah.
Nilai derajat polimerisasi yang diperoleh (Gambar 12), menunjukan
semakin banyaknya konsentrasi inokulum yang ditambahkan akan menurunkan
nilai derajat polimerisasi. Nilai DP cenderung menurun seiiring lamanya waktu
fermentasi. Pada penambahan inokulum 5% dengan fermentasi selama 4 hari
terjadi peningkatan nilai DP. Hal ini diduga karena sedikitnya mikroba yang
mendegradasi sumber karbon sehingga semakin sedikitnya kandungan gula
pereduksi pada fermentasi hari ke-4. Dibandingkan dengan hasil sebelumnya oleh
Susilo pada tahun 2013 (grafik konsentrasi 10% B), memiliki nilai derajat
polimerisasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan hasil yang diperoleh. Hal ini
diduga karena perbedaan bahan baku kopi yang digunakan dalam fermentasi.
Perbedaan yang signifikan ini menunjukan bahwa fermentasi yang dilakukan
dalam penelitian ini lebih optimal daripada penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, karena semakin rendahnya nilai derajat polimerisasi. DP yang

14

Derajat polimerisasi

semakin rendah menunjukkan semakin banyak polisakarida yang
terdepolimerisasi menjadi senyawa-senyawa dengan rantai yang lebih pendek.
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0

1

2
3
4
5
Hari keGambar 12. Nilai derajat polimerisasi selama fermentasi dengan konsentrasi
inokulum 5% ( ), 10%A ( ), 10%B ( ), dan 15% ( X )
Susut Bobot
Selama fermentasi berlangsung, mikroba mendegradasi molekul kompleks
menjadi monomer-monomer yang lebih sederhana. Degradasi tersebut
menyebabkan susut bobot meningkat seiring dengan lama waktu fermentasi. Hasil
penelitian menunjukan selama fermentasi berlangsung pada setiap perlakuan
terjadi peningkatan persentase susut bobot. Hasil pengukuran (Tabel 4)
menunjukan, penambahan konsentrasi inokulum 5% meningkatkan persentase
susut bobot hingga 35.3 %, sementara pada konsentrasi 10% meningkat 36.7 %
kemudian 39.2 % pada konsentrasi inokulum 15%. Hal ini menunjukan perlakuan
penambahan konsentrasi berbanding lurus dengan peningkatan susut bobot. Dewi
(2012) menjelaskan, semakin besar susut bobot, maka semakin besar juga hasil
kerja enzim yang mampu mendegradasi senyawa kompleks menjadi senyawa
yang lebih sederhana yang dapat memberikan tambahan kualitas pada biji kopi
hasil fermentasi.
Tabel 4. Susut bobot kulit kopi selama fermentasi
Hari Ke1
2
3
4

Inokulum 5%
33.1 %
34.5 %
34.8 %
35.3 %

Inokulum 10%
33.2 %
32.5 %
36.3 %
36.7 %

Inokulum 15%
34.3 %
34.7 %
37.7 %
39.2 %

15
Analisis Kimia Biji Kopi Hasil Fermentasi
Kafein
Terdapat dua komponen utama yang terdapat dalam biji, yaitu kafein yang
merupakan zat perangsang syaraf, dan kaffeol yang merupakan zat pembentuk cita
rasa dan aroma. Kafein menyumbang kurang dari 10% rasa bitterness
(Panggabean 2011). Farida dkk (2013) telah melakukan penurunan kadar kafein
melalui fermentasi selama 18 jam yang memanfaatkan kultur mikroba dari
campuran kelompok Acethomycetes dan Saccharomyces. Hasil penelitian tersebut
diperoleh kadar kafein kopi robusta menurun dari 60 mg/100ml menjadi 46.88
mg/100ml. Penurunan kadar kafein ini diakibatkan oleh degradasi mikroba yang
mengubah kafein menjadi uric acid (Gokulakrishnan et al. 2005)

Gambar 13. Degradasi senyawa kafein menjadi uric acid (Hakil et al. 1998)
Tabel 5. Kadar kafein biji kopi dan persen penurunannya selama fermentasi
Kopi Arabika
Kontrol (tanpa fermentasi)
Fermentasi 1 hari 15%
Fermentasi 2 hari 15%
Fermentasi 3 hari 15%
Fermentasi 3 hari 5%
Fermentasi 3 hari 10%

Kafein (mg/100g)
761.61
695.61
563.51
544.90
520.98
590.66

Penurunan kafein (%)
9
26
28
32
22

Hasil pengukuran kadar kafein kopi arabika (kontrol tanpa fermentasi)
diperoleh sebesar 761.61 mg/100gr. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan
dengan penelitian sebelumnya oleh Susilo (2013) dengan perolehan kadar kafein
1885.78 mg/100gr. Penelitian yang dilakukan oleh Mahendradatta dkk (2012),
menyebutkan kadar kafein kopi arabika diperoleh sebesar 1672 mg/100gr.
Perbedaan kadar kafein biji kopi ini dapat disebabkan adanya perbedaan varietas
dan tempat tumbuh kopi yang digunakan.
Penelitian terdahulu oleh Rohman (2013), penggunaan kombinasi
proteolitik, selulolitik, dan xilanolitik mampu mendegradasi kadar kafein hingga
46-52%. Pada hasil yang diperoleh dari penelitian ini kafein yang terdegradasi
tertinggi sebesar 32% diperoleh pada konsentrasi inokulum 5% dengan fermentasi
selama 3 hari. Hal ini diduga karena perbedaan aktivitas enzim protease yang
lebih tinggi. Macrone (2004) menjelaskan bahwa penguraian protein
menyebabkan berkurangnya kadar kafein pada kopi serta akan meningkatkan
asam amino bebas. Aktivitas enzim protease pada penambahan inokulum 5%
dengan fermentasi hari ke-3 memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan
penambahan inokulum 10% dan 15%. Konsentrasi 15% dengan fermentasi hari

16
pertama hanya mampu menurunkan kadar kafein sebesar 9% kemudian meningkat
pada hari ke-2 dengan penurunan sebesar 26%. Hal ini membuktikan bahwa
semakin lama fermentasi akan menurunkan kadar kafein biji kopi semakin besar
secara signifikan. Farida dkk (2013) menyatakan bahwa semakin lama waktu
fermentasi (lebih dari 12 jam) maka semakin banyak kafein yang terdegradasi
menjadi uric acid.
Asam Organik
Terbentuknya asam-asam alifatik selama proses fermentasi merupakan
penyebab meningkatnya keasaman biji kopi. Semakin lama waktu fermentasi akan
meningkatkan keasaman biji kopi (Sulistyowati dan Sumartono 2002). Asam
organik memiliki pengaruh terhadap citarasa kopi yang dihasilkan. Asam-asam
yang dianalisis dalam penelitian ini adalah asam laktat, butirat, dan oksalat. Hal
ini karena dalam proses fermentasi terjadi perubahan senyawa kompleks
khususnya selulosa dan hemiselulosa oleh inokulum selulolitik dan xilanolitik
menjadi senyawa gula yang nantinya dapat mempengaruhi kandungan asam
organik dalam biji kopi.
Tabel 6. Kandungan asam-asam organik biji kopi hasil fermentasi
Kopi arabika
Tanpa Fermentasi (Kontrol)
FLP1+FLS1+FLX3 15% 1 hari
FLP1+FLS1+FLX3 15% 2 hari
FLP1+FLS1+FLX3 15% 3 hari
FLP1+FLS1+FLX3 10 % 3 hari
FLP1+FLS1+FLX3 5 % 3 hari

Laktat
1567.24
1851.67
1699.27
2655.70
1673.79
1453.22

Asam organik (ppm)
Butirat
Oksalat
66.16
6.02
49.94
5.59
58.43
6.43
48.61
3.74
29.18
4.30
39.16
6.42

Asam laktat yang memiliki nama IUPAC: asam 2-hidroksipropanoat
diproduksi dari hasil metabolisme glukosa menjadi asam piruvat. Reddy et al.
(2008) menjelaskan bahwa, asam laktat pada kopi hasil fermentasi bergantung
pada kandungan gula yang tersedia di dalamnya. Hasil penelitian menunjukan,
semakin tinggi konsentrasi inokulum yang ditambahkan akan meningkatkan
aktivitas enzim dan gula pereduksi yang dihasilkan. Semakin banyak gula yang
tersedia maka akan meningkatkan pembentukan asam laktat. Kandungan asam
laktat tertinggi (Tabel 6) dihasilkan pada kombinasi FLP1+FLS1+FLX3 15%
yang difermentasi selama 3 hari yaitu sebesar 2655.70 ppm. Hasil penelitian ini
menunjukan adanya penambahan konsentrasi inokulum akan semakin
meningkatkan asam laktat yang dihasilkan. Terbukti pada penurunan konsentrasi
inokulum menjadi 10% menurunkan kadar asam laktat menjadi 1673.79 ppm,
kemudian menurun pula pada konsentrasi inokulum 5% menjadi 1453.22 ppm.
Dilihat dari pola secara keseluruhan, perlakuan kontrol biji kopi arabika dengan
tanpa fermentasi memiliki kadar asam laktat yang lebih rendah (1567.24 ppm)
dibandingkan kopi yang difermentasi namun lebih tinggi dibandingkan fermentasi
hari ke-3 dengan penambahan konsentrasi 5%. Hal ini disebabkan adanya
fermentasi spontan yang terjadi pada kontrol. Semakin lama waktu fermentasi

17
juga mampu meningkatkan kadar asam laktat. Pembentukan asam laktat
dipengaruhi oleh bakteri selulolitik yang mampu mengubah selulosa menjadi
glukosa (Susilo 2013).
Hasil penelitian Rohman (2013) diperoleh kadar asam laktat pada kopi
arabika sebelum fermentasi sebesar 0.0074 % (7.4 ppm), nilai ini jauh lebih kecil
dibandingkan hasil penelitian ini (1567.24 ppm). Perlakuan fermentasi
menggunakan 3 kombinasi mikroba 10% diperoleh kadar asam laktat sebesar
1.33% (13300 ppm). Hasil yang diperoleh dari penelitian sebelumnya lebih tinggi
dibandingkan penelitian ini dengan kombinasi 3 bakteri 10% kadar yang diperoleh
1673.79 ppm. Perbedaan karakteristik biji kopi yang digunakan dalam penelitian
ini dengan sebelumnya merupakan faktor utama yang menyebabkan nilai asam
laktat yang berbeda. Yusianto (1999) menyatakan, asam laktat yang diperoleh
setelah penyangraian medium sebesar 0.11% (1100 ppm).
Hasil perlakuan fermentasi menunjukan penurunan kadar asam butirat.
Asam butirat dapat dibentuk dari pemecahan glukosa dan protein (Pelezar dan
Chan 2007). Oleh karena itu, mikroba yang berperan adalah proteolitik dan
selulolitik. Penambahan konsentrasi inokulum dapat terlihat penurunan asam
butirat yang lebih rendah. Fermentasi hari ke-2 dengan penambahan inokulum
15% memiliki perlakuan dengan kadar asam butirat tertinggi sebesar 58.43 ppm
dibandingkan perlakuan lain. Hari ke-3 fermentasi menunjukan penurunan dari
hari sebelumnya. Hal ini diduga asam butirat yang dihasilkan terdegradasi selama
proses pencucian dan pengeringan yang kurang baik. Dimungkinkan juga adanya
fermentasi spontan yang terjadi meningkatkan kadar asam butirat pada kontrol.
Hasil yang diperoleh pada penelitian terdahulu biji kopi yang dihasilkan memiliki
kadar asam butirat yang jauh lebih tinggi. Hal ini karena perbedaan bahan baku
yang digunakan. Asam butirat yang diperoleh Rohman (2013) pada biji kopi
arabika tanpa fermentasi sebesar 0.0072% (72 ppm), sementara pada fermentasi
kopi dengan 3 kombinasi bakteri 10% diperoleh kadar sebesar 0.28% (2800 ppm).
Asam oksalat (COOH)2 merupakan asam organik (dikarboksilat) yang
paling sederhana dan disintesis pada hampir seluruh jenis organisme termasuk
tumbuhan, hewan, bakteri dan kapang (Hodgkinson 1977). Asam oksalat
merupakan hasil samping produksi asam sitrat dalam fermentasi gula. Semakin
banyak isolat selulolitik dan xilanolitik mendegradasi gula akan menurunkan
kadar asam oksalat yang dihasilkan. Hal ini karena asam oksalat dimanfaatkan
oleh mikroba sebagai sumber karbon (Rohman 2013). Hasil penelitian
menunjukan asam oksalat yang dihasilkan memiliki pola yang fluktuatif. Namun,
secara keseluruhan, semakin tinggi konsentrasi inokulum yang ditambahkan akan
menurunkan kadar asam oksalat yang dihasilkan. Asam oksalat yang dihasilkan
pada konsentrasi inokulum 15% hanya sebesar 3.74 ppm jauh lebih rendah
dibandingkan dengan biji kopi tanpa fermentasi (6.02 ppm). Hasil yang diperoleh
pada kadar asam oksalat dalam penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan
penelitian terdahulu. Rohman (2013) memperoleh kadar asam oksalat biji kopi
arabika tanpa fermentasi 3000 ppm, sementara dengan penambahan 3 kombinasi
bakteri 10% diperoleh kadar sebesar 776.65 ppm. Yusianto (1999) menyebutkan
biji kopi arabika memiliki kadar asam oksalat sangat sedikit hingga 0.2% (2000
ppm).

18
Uji Citarasa Kopi Hasil Fermentasi
Penentuan aroma dan rasa memiliki peranan penting dalam menentukan
penerimaan seduhan kopi oleh peminumnya. Terdapat tiga parameter yang dapat
menentukan kualitas seduhan biji kopi, yaitu aroma, rasa (taste), dan cita rasa
(flavor) (Mulato dan Suharyanto 2012). Pengujian citarasa dapat dilakukan oleh
sekelompok panelis terlatih atau pun panelis ahli.
Perlakuan yang diuji dibandingkan dengan hasil kondisi proses pada
penelitian sebelumnya oleh Rohman (2013), Zahiroh (2013) dan Susilo (2013).
Terdapat 7 perlakuan uji citarasa dalam penelitian ini, yaitu:
1. Kontrol (kopi arabika tanpa fermentasi)
2. Kopi arabika dengan penambahan inokulum FLP1 10% fermentasi 1 hari (P 10
H1),
3. Kopi arabika dengan penambahan inokulum FLS1 10% fermentasi 2 hari (S 10
H2),
4. Kopi arabika dengan penambahan inokulum inokulum FLX3 10% fermentasi 3
hari (X 10 H3),
5. Kopi arabika dengan penambahan inokulum FLX3 dan FLS1 10% fermentasi 2
hari (XS 10 H2),
6. Kopi arabika dengan penambahan inokulum FLS1 dan FLP1 10% fermentasi 2
hari (SP 10 H2),
7. Kopi arabika dengan penambahan inokulum FLP1, FLX3, dan FLS1 15%
dengan fermentasi 3 hari (PXS 15 H3).
Hasil cup test yang telah dilakukan (Lampiran 4.) pada kontrol kopi
arabika tanpa fermentasi cenderung memiliki citarasa floral, spicy (sensasi agak
pedas), dan sedikit berbau tanah. Perlakuan penambahan kombinasi inokulum
FLP1, FLS1, dan FLX3 konsentrasi inokulum 15% dengan fermentasi 3 hari
memiliki citarasa fruity dan dried fruity. Hal ini karena, perlakuan penambahan
kulit kopi sebagai media tumbuh mikroba saat fermentasi dapat mempengaruhi
karakter biji kopi hasil fermentasi. Kulit kopi yang terfermentasi akan
memberikan pengaruh pada biji kopi menjadi fruity (citarasa buah). Karakter
fruity diduga akibat adanya aktivitas mikroba selulolitik dan xilanolitik yang
mampu mengubah serat menjadi gula-gula sederhana dan asam-asam organik.
Namun, jika terjadi lebih lama dan tidak terkendali akan menjadikan biji kopi
memiliki karakter defect seperti sour dan stinky yang dapat merusak citarasa
seduhan akibat kontaminasi kulit kopi yang busuk atau terfermentasi berlebihan.
Citarasa earthy disebabkan oleh kontaminasi tanah saat pemanenan buah kopi.
Karakteristik citarasa quality dan intensity of fragrance, aroma, flavor, dan
aftertaste pada seduhan kopi hasil fermentasi kombinasi 3 mikroba memiliki nilai
yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal ini diduga karena bahan
baku yang kurang seragam, adanya defect