Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik
PENGARUH JUMLAH INOKULUM PADA PEMBUATAN
KOPI SECARA FERMENTASI MENGGUNAKAN ISOLAT
XILANOLITIK DAN PROTEOLITIK
LISA SILVIA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Jumlah
Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara Fermentasi Menggunakan Isolat
Xilanolitik dan Proteolitik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Lisa Silvia
NIM F34090016
ABSTRAK
LISA SILVIA. Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara
Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik. Dibimbing oleh
ERLIZA NOOR dan ANJA MERYANDINI.
Produksi kopi luwak dengan memanfaatkan hewan luwak memiliki
keterbatasan. Untuk itu dilakukan rekayasa proses produksi kopi luwak melalui
fermentasi dengan memanfaatkan isolat bakteri dari feses luwak. Isolat bakteri
yang digunakan yaitu bakteri xilanolitik dan proteolitik. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui jumlah inokulum terbaik dari penggunaan kombinasi bakteri
xilanolitik dan proteolitik serta lamanya waktu fermentasi. Hasil perlakuan terbaik
selanjutnya dilakukan pengujian asam organik, kadar kafein, dan citarasa. Jumlah
inokulum yang digunakan pada penelitian ini yaitu 5%, 10%, dan 15%. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa kopi fermentasi terbaik yaitu kopi dengan
kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik sebanyak 5% yang difermentasi
selama 2 hari. Kopi yang telah difermentasi mengalami penurunan kadar kafein,
seperti halnya kopi luwak. Akan tetapi citarasa yang dihasilkan masih belum baik
berdasarkan pengujian organoleptik yang dilakukan oleh panelis ahli karena
proses pengeringan dan penanganan bahan yang belum tepat.
Kata kunci: kopi luwak, fermentasi, jumlah inokulum, xilanolitik, proteolitik
ABSTRACT
LISA SILVIA. Effect of Inoculum Density on Coffee Production in Fermentation
Using Xylanolytic and Proteolytic Isolates. Supervised by ERLIZA NOOR and
ANJA MERYANDINI
The production of civet coffee by civet has many restrictions. Therefore,
artificial civet coffee production is introduced by fermentation process using
bacterial isolates from the civet feces. Bacterial isolates used were xylanolytic and
proteolytic bacteria. The objectives of this research were to determine the best
inoculum density using combination of xylanolytic and proteolytic bacteria and
period of fermentation. Percentages of inoculums used were 5%, 10%, and 15%.
The result showed that the best fermentation process was one using 5% of
xylanolytic and proteolytic bacteria fermented for 2 days. Fermented coffee as
well as civet coffee decreased level of the caffeine. However, the resulting flavor
was not good enough according to cupping test conducted by the expert panelists
due to improper drying and material handling.
Keywords: civet coffee, fermentation, number of inoculums, xylanolytic,
proteolytic
PENGARUH JUMLAH INOKULUM PADA PEMBUATAN
KOPI SECARA FERMENTASI MENGGUNAKAN ISOLAT
XILANOLITIK DAN PROTEOLITIK
LISA SILVIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara
Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik
Nama
: Lisa Silvia
NIM
: F34090016
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Erliza Noor
Pembimbing I
Prof Dr Anja Meryandini, MS
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Pengaruh Jumlah Inokulum pad a Pembuatan Kopi Secara
Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik
: Lisa Silvia
Nama
NIM
: F34090016
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Erliza Noor
Pembimbing I
Tanggal Lulus:
Prof Dr Anja Meryandini, MS
Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Oktober
2013 ini ialah Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara
Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik.
Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Ibu Prof Dr Ir Erliza Noor dan Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan,
serta saran.
2. Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran bagi perbaikan skripsi ini.
3. Ayahanda Munardi, Ibunda Arneti, serta seluruh keluarga atas segala
doa dan kasih sayangnya.
4. Ibu Egnawati, Bapak Gun, Bapak Edi, dan laboran TIN lainnya yang
telah membantu selama penelitian berlangsung.
5. Nur Faizah, Syarifah Aini, dan Fatia Tririzqi atas bantuan dan dukungan
yang telah diberikan.
6. Keluarga besar TIN 46 atas semangat, bantuan, dan kebersamaan selama
menjalani masa studi hingga penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Lisa Silvia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
3
Waktu dan Tempat Penelitian
3
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Penelitian
3
Penelitian pendahuluan
3
Kinerja fermentasi
4
Kinerja produk
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Karakteristik Bahan
5
Karakteristik Isolat
6
Kinerja Fermentasi
7
Aktivitas enzim xilanase dan protease
7
Kadar protein dan aktivitas spesifik
9
Gula pereduksi
11
Total gula
11
Derajat polimerisasi
12
Susut bobot substrat kulit kopi
13
Kinerja Produk
14
Kadar kafein dan asam-asam organik
14
Pengujian organoleptik
16
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Hasil analisis proksimat kulit dan biji kopi arabika (basis kering)
Kandungan karbohidrat pada biji kopi arabika
Kadar protein dan aktivitas spesifik xilanolitik
Asam-asam organik biji kopi sebelum dan setelah fermentasi
Skor citarasa biji dan seduhan kopi hasil fermentasi
5
5
7
15
17
DAFTAR GAMBAR
1 Kurva turbidimetri () dan aktivitas enzim () isolat Flx3 pada media
xilan 0.5% yang diinkubasi pada suhu ruang
2 Kurva turbidimetri (▲) dan aktivitas enzim ( ) isolat Flp1 pada media
skim 1% yang diinkubasi pada suhu 30 oC
3 Aktivitas enzim xilanase dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),
dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
4 Aktivitas enzim protease dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),
dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
5 Kadar protein dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15%
(▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
6 Aktivitas spesifik xilanase dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),
dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
7 Aktivitas spesifik protease dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),
dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
8 Gula pereduksi dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15%
(▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
9 Gula total dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15% (▲)
pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
10 Derajat polimerisasi dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), 15%
(▲), dan 10% bobot kering substrat () pada cairan fermentasi kopi
pada suhu ruang
11 Susut bobot substrat kulit kopi dengan jumlah inokulum 5% (▧), 10%
(░), dan 15% (▨) pada fermentasi kopi suhu ruang
12 Penurunan kadar kafein pada biji kopi setelah difermentasi pada jumlah
inokulum 5%, 10%, dan 15% pada suhu ruang
6
7
8
8
9
10
10
11
12
12
13
14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Metode analisis proksimat (AOAC 1995)
2 Metode analisis kinerja fermentasi dan kinerja produk
3 Diagram alir produksi kopi fermentasi
21
23
26
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Indonesia yang
memiliki nilai ekspor tinggi dan memberikan devisa cukup besar bagi negara.
Sekitar 60% dari jumlah produksi kopi nasional diekspor dengan negara tujuan
utama yaitu Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang (Rahardjo 2013). Keunggulan
ini menjadi salah satu faktor perlunya pengolahan kopi menjadi produk yang
memiliki nilai tambah tinggi. Bagian tanaman kopi yang banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat adalah biji. Biji kopi diolah menjadi minuman yang mengandung
kafein, yang dalam dosis rendah mampu mengurangi rasa lelah dan membuat
pikiran menjadi segar. Kafein bermanfaat sebagai zat perangsang syaraf di bidang
farmasi dan kedokteran (Panggabean 2011b). Sifat kopi yang berperan sebagai
perangsang (stimulant) membuat kopi digemari oleh banyak orang.
Di Indonesia terdapat dua jenis kopi yang berkembang, yaitu kopi robusta
dan arabika. Selain kedua jenis kopi tersebut, di Indonesia juga berkembang jenis
kopi lain yaitu kopi luwak. Kopi luwak merupakan jenis kopi yang telah melalui
proses fermentasi singkat di dalam pencernaan luwak. Enzim-enzim pada saluran
pencernaan mampu menghasilkan kopi yang terfermentasi dengan citarasa dan
aroma khas (Panggabean 2011b). Biji kopi dikeluarkan bersama-sama kotoran
luwak setelah mengalami proses fermentasi sempurna (Rahardjo 2013).
Dalam perkembangannya, kopi luwak digemari oleh para penikmat kopi.
Namun produksi kopi luwak dengan memanfaatkan spesies luwak tidak dapat
terus menerus diandalkan karena dapat dikategorikan sebagai usaha eksploitasi
alam. Kendala lain dalam produksi kopi luwak adalah beberapa kalangan
menganggap kopi luwak sebagai produk yang tidak layak dikonsumsi karena
diperoleh dari biji kopi pada feses luwak. Sementara nilai tambah yang diperoleh
dengan memproduksi kopi luwak cukup tinggi.
Untuk mengatasi keterbatasan pada produksi kopi luwak, dibutuhkan suatu
alternatif produksi sehingga kebutuhan terhadap kopi luwak dapat terus dipenuhi.
Produksi harus dapat dilakukan dalam jumlah besar dan status kebersihan yang
lebih terjamin. Dengan demikian perlu dilakukan rekayasa proses produksi kopi
luwak dengan kondisi enzimatis menyerupai pada pencernaan luwak. Rekayasa
proses dilakukan melalui fermentasi kopi dengan menggunakan isolat bakteri
yang telah diisolasi dari feses luwak, yaitu xilanolitik (Flx3) dan proteolitik
(Flp1). Dewi (2012) melaporkan bahwa isolat Flx3 merupakan isolat xilanolitik
yang terpilih dari isolasi pada feses luwak. Sementara itu Rohman (2013)
melaporkan bahwa isolat proteolitik yang terpilih dari isolasi pada feses luwak
adalah isolat Flp1.
Penggunaan isolat proteolitik dan xilanolitik didasarkan pada kemampuan
kedua isolat dalam memecah komponen protein dan hemiselulosa pada biji kopi
sehingga diharapkan dapat diperoleh biji kopi dengan citarasa yang lebih baik.
Komponen utama hemiselulosa adalah xilan yang memiliki ikatan rantai β-1,4
xilosida. Xilanase merupakan kelompok enzim yang memiliki kemampuan
menghidrolisis hemiselulosa (xilan atau polimer dari xilosa) dan xilooligosakarida (Richana, 2002). Molekul hemiselulosa umumnya lebih mudah
2
menyerap air dan mempunyai permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan
selulosa. Hidrolisis hemiselulosa menjadi mono- dan oligosakarida relatif lebih
mudah, dan berlangsung sempurna baik dengan asam maupun dengan enzim
dalam kondisi sederhana (Judoamidjojo dan Said 1989). Menurut Hadipernata dan
Nugraha (2012) luwak tergolong sebagai karnivora yang sistem pencernaannya
mampu mensekresikan enzim protease untuk memecah protein pada biji kopi.
Kadar gula dan protein ini akan berpengaruh saat proses penyangraian yaitu akan
menyebabkan perubahan warna cokelat dan pembentukan senyawa volatil atau
flavor.
Perumusan Masalah
1. Berapakah jumlah inokulum terbaik untuk fermentasi biji kopi pada
kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik?
2. Berapa lama waktu terbaik untuk fermentasi biji kopi dengan kombinasi
bakteri xilanolitik dan proteolitik?
3. Bagaimana penilaian asam-asam organik, kafein, dan citarasa kopi
fermentasi yang dihasilkan?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah inokulum terbaik dari
penggunaan kombinasi bakteri xilanolitik (isolat Flx3) dan proteolitik (isolat
Flp1) serta lamanya waktu fermentasi terbaik untuk menghasilkan kopi
fermentasi. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui penilaian asam
organik, penurunan kafein, dan citarasa kopi yang dihasilkan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan sebagai rekayasa proses untuk memperoleh
kopi fermentasi yang menyerupai kopi luwak dengan metode pembuatan tanpa
pemanfaatan hewan luwak. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat sebagai metode alternatif untuk memproduksi kopi luwak sehingga
secara tidak langsung eksploitasi hewan luwak dapat diminimalisasi.
Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini digunakan isolat xilanolitik (Flx3) dan proteolitik (Flx1)
yang diisolasi dari feses luwak. Proses fermentasi dilakukan melalui fermentasi
substrat padat dengan memanfaatkan kulit kopi arabika sebagai substrat.
Fermentasi dilakukan dengan variasi jumlah inokulum bakteri xilanolitik dan
proteolitik sebanyak 5%, 10%, dan 15% dari bobot basah substrat pada suhu
ruang selama 1-4 hari. Setelah proses fermentasi, dilakukan analisis pada cairan
fermentasi dan kulit kopi. Pemilihan perlakuan fermentasi terbaik terutama
didasarkan pada nilai derajat polimerisasi yang diperoleh. Biji kopi yang
3
difermentasi dengan jumlah inokulum dan waktu terbaik dianalisis kadar kafein,
asam organik, dan citarasa yang dihasilkan.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 sampai dengan
Oktober 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Dasar Ilmu Terapan,
Laboratorium Bioindus tri, dan Laboratorium Instrumen Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, serta Laboratorium
Mikrobiologi Pangan SEAFAST.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu biji kopi dan kulit kopi dari buah kopi
arabika yang diperoleh dari wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Media yang
digunakan terdiri atas xilan, sukrosa, ekstrak khamir, nutrient broth, susu skim,
dan aquades. Isolat bakteri yang digunakan merupakan hasil pemilihan isolat
terbaik dari feses luwak yang telah dilakukan oleh Dewi (2012) dan Rohman
(2013), yaitu Stenotropomonas sp (Flx3) dan Bacillus aerophilus (Flp1). Untuk
prosedur pengujian digunakan pula bahan-bahan larutan DNS, fenol 5%, asam
sulfat pekat, TCA 0.1 M, dan bahan-bahan kimia lainnya.
Alat
Peralatan yang digunakan selama penelitian antara lain tabung reaksi,
mikropipet, Erlenmeyer, cawan petri, autoklaf, spektrofotometer, inkubator
goyang (shaker), clean bench, dan sentrifuse.
Prosedur Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan terbagi menjadi penelitian pendahuluan
dan penelitian utama.
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan terdiri atas karakterisasi bahan baku kulit kopi dan
biji kopi dengan analisis proksimat (AOAC 1995), meliputi pengujian kadar air,
kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar serat kasar. Metode pengujian
proksimat dapat dilihat pada Lampiran 1. Selain itu dilakukan karakterisasi bakteri
yaitu pembuatan kurva turbidimetri dan aktivitas enzim. Pada pembuatan kurva
turbidimetri dan aktivitas enzim xilanolitik mula-mula isolat diremajakan pada
media padat xilan 0.5%, lalu diinkubasi selama 48 jam. Kemudian dibuat kultur
dengan memindahkan sebanyak 2-3 ose biakan dari media padat ke dalam 200 ml
4
media cair. Kultur diinkubasi pada inkubator goyang (shaker) suhu ruang dengan
kecepatan 100 rpm. Sebanyak 25 ml sampel diambil setiap 12 jam untuk diukur
nilai Optical Density menggunakan spektrofotometer dan dilakukan pengujian
aktivitas enzim. Metode pengujian aktivitas enzim dapat dilihat pada Lampiran 2
Kinerja fermentasi
Penelitian utama terdiri atas fermentasi kopi dengan variasi jumlah
inokulum bakteri xilanolitik dan proteolitik sebanyak 5%, 10%, dan 15% dari
bobot basah substrat. Substrat yang digunakan terdiri dari kulit kopi kering
dengan kadar air 10%. Diagram alir produksi kopi fermentasi dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Persiapan substrat. Mula-mula buah kopi dipisahkan biji dan kulit luarnya. Kulit
kopi dikeringkan dengan panas matahari selama 1-2 hari sehingga kadar air
menjadi 10%. Untuk mempermudah penyimpanan kulit kopi dilakukan
pengecilan ukuran. Sementara itu, biji kopi yang masih diselimuti kulit tanduk
disimpan di dalam freezer untuk mencegah kerusakan.
Kulit kopi dan biji kopi yang masih diselimuti kulit tanduk ditempatkan
pada wadah fermentasi dengan perbandingan bobot 1:2. Kulit dan biji kopi
dilembabkan menggunakan akuades sehingga kadar air menjadi 60%, kemudian
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.
Persiapan inokulum. Mula-mula isolat Flx3 dan Flp1 diremajakan masingmasing pada media padat xilan 0.5% dan skim lalu diinkubasi selama 48 jam.
Kemudian dibuat kultur dengan memindahkan sebanyak 1-2 ose biakan dari
media padat ke dalam 100 ml media cair. Kultur diinkubasi pada inkubator
goyang (shaker) suhu ruang dengan kecepatan putar 100 rpm selama 22 jam untuk
isolat xilanolitik dan 18 jam untuk isolat proteolitik. Kultur siap digunakan
sebagai inokulum pada proses fermentasi kopi.
Fermentasi kopi. Kulit dan biji kopi yang telah steril diinokulasi dengan bakteri
xilanolitik dan proteolitik dengan variasi jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15%
dari bobot basah kulit dan biji kopi. Kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik
digunakan pada rasio 1:1. Fermentasi kopi dilakukan selama 4 hari pada suhu
ruang. Pada setiap selang waktu 24 jam dilakukan analisis cairan fermentasi.
Cairan fermentasi diperoleh melalui penambahan 100 ml akuades lalu dilakukan
pemisahan dengan kulit dan biji kopi. Analisis pada cairan fermentasi meliputi
pengujian aktivitas enzim xilanase, aktivitas enzim protease, gula pereduksi, total
gula, dan kadar protein. Kemudian dilakukan perhitungan sehingga diperoleh nilai
aktivitas spesifik xilanase dan protease serta nilai derajat polimerisasi. Pada kulit
kopi dilakukan pengujian susut bobot substrat. Prosedur pengujian dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Kinerja produk
Pengujian kinerja produk biji kopi yang telah difermentasi pada perlakuan
terbaik dilakukan dengan metode HPLC untuk mengetahui kadar asam-asam
organik dan kadar kafein. Pengujian organoleptik (cupping test) dilakukan oleh
panelis ahli untuk mengetahui citarasa yang dihasilkan. Metode pengujian dapat
5
dilihat pada Lampiran 2. Sebelum pengujian, biji kopi dikeringkan pada suhu 40
o
C menggunakan blower selama 24 jam lalu dipisahkan dari kulit tanduknya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan
Karakterisasi dilakukan terhadap bahan baku yang digunakan untuk
mengetahui komponen penyusunnya. Karakterisasi bahan dilakukan dengan
metode analisis proksimat. Hasil analisis proksimat kulit kopi dan biji kopi dapat
dilihat pada Tabel 1.
Penentuan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri, yaitu
menguapkan air yang ada di dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kadar air yang
tinggi mengakibatkan bahan tidak dapat disimpan dalam waktu lama, rentan rusak
terutama oleh mikroorganisme, dan dapat mengalami penurunan kualitas. Untuk
itu dilakukan tahapan pengeringan pada kulit kopi sehingga dapat terhindar dari
kerusakan bila disimpan pada suhu ruang. Sementara itu untuk biji kopi dilakukan
penyimpanan pada freezer untuk menghindari kerusakan.
Tabel 1 Hasil analisis proksimat kulit dan biji kopi arabika (basis kering)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Komponen
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
Serat Kasar
Karbohidrat (by difference)
Kulit Kopi (%)
6.11
8.67
1.00
9.31
10.16
81.02
Biji Kopi (%)
1.79
4.30
4.54
9.90
24.12
81.27
Kadar protein kulit kopi berdasarkan analisis proksimat basis kering sebesar
9.31%. Protein yang terkandung pada kulit kopi berperan sebagai sumber nitrogen
untuk pertumbuhan bakteri dan sintesis enzim. Komponen yang berperan sebagai
sumber karbon adalah serat kasar dan karbohidrat. Berdasarkan pengujian
diperoleh nilai kadar serat kasar dan karbohidrat basis kering kulit kopi masingmasing sebesar 10.16% dan 81.02%. Sumber karbon pada substrat kulit kopi akan
dimanfaatkan untuk pertumbuhan bakteri.
Tabel 2 Kandungan karbohidrat pada biji kopi arabika
Komponen Karbohidrat
Monosakarida
Sukrosa
Polisakarida
Arabinosa
Mannosa
Glukosa
Galaktosa
Rhamnosa
Xylosa
Arabika (% bobot kering)
0.2-0.5
6-9
43.0-45.0
3.4-4
22
7.2
11
0.3
0-0.2
Sumber: Panggabean (2011a)
6
Pada proses fermentasi, komponen protein pada biji kopi akan dihidrolisis
oleh enzim proteolitik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Analisis proksimat
menunjukkan kadar protein basis kering pada biji kopi sebesar 9.90%. Sementara
itu komponen karbohidrat khususnya hemiselulosa pada biji kopi akan dihidrolisis
oleh enzim xilanase. Dari hasil hidrolisis akan diperoleh gula-gula sederhana.
Analisis proksimat menunjukkan kadar karbohidrat (by difference) basis kering
pada biji kopi sebesar 81.27%. Kandungan karbohidrat pada biji kopi arabika
dapat dilihat pada Tabel 2. Komponen hemiselulosa terdapat pada biji kopi
sebagai polisakarida.
Karakteristik Isolat
0.5
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
3
2.75
2.5
2.25
2
1.75
1.5
1.25
1
0.75
0.5
0.25
0
0
12
24
36
48
60
72
84
Aktivitas enzim (Unit/ml)
Optical Density
Kurva turbidimetri bakteri xilanolitik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa
fase eksponensial telah berlangsung mulai dari jam ke-0. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) bahwa isolat Flx3 mulai
memasuki fase eksponensial pada jam ke-0.
Fase eksponensial merupakan fase di mana bakteri mengalami pertumbuhan
yang optimal atau suatu periode pertumbuhan bakteri yang cepat. Fase ini terus
berlangsung hingga mencapai fase stasioner pada jam ke-63. Pada fase
eksponensial inilah xilanolitik menghasilkan enzim xilanase yang mampu
menghidrolisis substrat.
Pengujian aktivitas enzim xilanase pada Gambar 1 menunjukkan
peningkatan aktivitas enzim hingga jam ke-57 dengan nilai 0.148 unit/ml. Pada
saat aktivitas enzim optimum, bakteri mengeluarkan enzim secara maksimal. Nilai
aktivitas enzim xilanase kemudian mengalami penurunan hingga pengukuran pada
jam ke-84. Hal ini seiring dengan terjadinya fase stasioner.
96
Waktu Pengukuran (jam)
Gambar 1 Kurva turbidimetri () dan aktivitas enzim () isolat Flx3
pada media xilan 0.5% yang diinkubasi pada suhu ruang
7
Pada karakterisasi isolat xilanolitik juga dilakukan pengukuran kadar
protein dan perhitungan aktivitas spesifik. Data yang diperoleh dapat dilihat pada
Tabel 3. Aktivitas spesifik tertinggi terjadi pada jam ke-63 yaitu sebesar 0.68
unit/mg.
Tabel 3 Kadar protein dan aktivitas spesifik xilanolitik
Kadar Protein
Aktivitas Spesifik
Jam ke(mg/ml)
(unit/mg)
12
0.293
0.0363
36
0.352
0.212
57
0.268
0.552
63
0.203
0.680
84
0.276
0.427
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0
Aktivitas enzim (Unit/ml)
Optical Density
Gambar 2 menunjukkan kurva turbidimetri dan aktivitas enzim isolat Flp1
yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rohman (2013). Isolat
Flp1 sebagai bakteri proteolitik mulai memasuki fase eksponensial pada jam ke12. Sementara itu puncak aktivitas enzim isolat FLp1 terjadi pada jam ke-24
sebesar 1.4 unit/ml. Sintesis enzim maksimum terjadi sebelum fase stasioner atau
akhir fase eksponensial menjelang fase stasioner. Umumnya setelah fase stasioner,
aktivitas enzim akan menurun. Hal ini disebabkan oleh adanya hasil-hasil
metabolisme yang dapat menghambat aktivitas enzim (Sumarlin 2008).
6 12 18 24 30 36 42 48 54 60
Waktu Pengukuran (jam)
Gambar 2 Kurva turbidimetri (▲) dan aktivitas enzim () isolat Flp1
pada media skim 1% yang diinkubasi pada suhu 30 oC
Kinerja Fermentasi
Aktivitas enzim xilanase dan protease
Satu unit aktivitas enzim xilanase adalah banyaknya enzim yang dapat
memproduksi 1 μmol xilosa/menit/ml dan satu unit aktivitas enzim setara dengan
16.67 nkat/ml (Dybkaer 2001). Aktivitas enzim xilanase menyatakan kemampuan
8
Aktivitas Enzim Xilanase
(Unit/ml)
enzim menguraikan hemiselulosa menjadi produknya yaitu xilosa. Aktivitas
enzim xilanase dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan hasil analisis terhadap
aktivitas enzim xilanase, diperoleh nilai aktivitas enzim tertinggi untuk jumlah
inokulum 15% pada hari ke-2 sebesar 1.75 unit/ml. Sementara itu untuk jumlah
inokulum 5% pada hari ke-1 sebesar 0.98 unit/ml dan jumlah inokulum 10% pada
hari ke-2 yaitu 0.6 unit/ml.
Aktivitas enzim protease dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan hasil
analisis terhadap aktivitas enzim protease, diperoleh nilai aktivitas tertinggi untuk
jumlah inokulum 15% pada hari ke-3 sebesar 0.129 unit/ml. Sementara itu untuk
jumlah inokulum 5% pada hari ke-1 sebesar 0.11 unit/ml dan jumlah inokulum
10% pada hari ke-2 yaitu 0.092 unit/ml. Pada jumlah inokulum 5% dan 10%
terjadi penurunan nilai aktivitas enzim mulai dari hari ke-1. Sementara itu pada
jumlah inokulum 15% aktivitas enzim meningkat hingga hari ke-3 kemudian
mengalami penurunan hingga hari ke-4.
2
1.6
1.2
0.8
0.4
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Aktivitas Enzim Protease
(Unit/ml)
Gambar 3
Aktivitas enzim xilanase dengan jumlah
inokulum 5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada
cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
0.15
0.12
0.09
0.06
0.03
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 4 Aktivitas enzim protease dengan jumlah inokulum
5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada cairan
fermentasi kopi pada suhu ruang
9
Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa aktivitas enzim akan
mengalami penurunan setelah mencapai fase puncak. Penurunan aktivitas enzim
dapat disebabkan oleh adanya penghambatan metabolit (feedback inhibition).
Menurut Purwoko (2007) hal ini terjadi karena produk akhir enzim biasanya
memberikan efek alosterik negatif terhadap kerja enzim. Bakteri memliki
kecenderungan memanfaatkan gula-gula sederhana sebelum memecah substrat
kompleks (Lestari et al. 2001). Gula-gula sederhana yang terbentuk karena
aktivitas enzim menyebabkan bakteri memanfaatkan sumber karbon dari senyawa
yang lebih sederhana sehingga jumlah enzim yang disekresikan untuk
menghidrolisis substrat kompleks semakin lama semakin berkurang.
Konsentrasi inokulum merupakan faktor yang sangat penting untuk
pertumbuhan sel dan pembentukan produksi enzim (Cai et al. 2008). Pengujian
aktivitas enzim xilanase dan protease menunjukkan aktivitas enzim mengalami
penurunan lebih cepat pada jumlah inokulum yang lebih kecil. Sementara itu pada
jumlah inokulum yang lebih besar, aktivitas enzim mengalami peningkatan lalu
diikuti dengan penurunan hingga hari terakhir fermentasi. Hal ini diduga karena
jumlah inokulum yang lebih besar memicu aktivitas enzim yang lebih tinggi.
Kadar Protein (mg/ml)
Kadar protein dan aktivitas spesifik
Pengujian kadar protein dilakukan untuk mengetahui jumlah protein yang
diproduksi oleh enzim pada substrat yang menjadi media pertumbuhan bakteri.
Metode yang digunakan adalah metode Bradford sehingga yang terukur adalah
protein kasar. Prinsip dasar metode Bradford adalah pengikatan warna Coomassie
Brilliant Blue oleh protein. Keuntungan metode Bradford adalah menggunakan
pereaksi yang sederhana dan mudah disiapkan, serta pembentukan kompleks
warna biru yang cepat dan bersifat stabil. Kekurangan dari metode ini ialah
sensitivitas yang kurang terhadap sampel yang mengandung sedikit protein
(Wilson dan Walker 2000). Protein terlarut yang terukur tidak mutlak
mencerminkan enzim yang disintesis oleh mikroorganisme, karena di dalam
media juga mengandung protein terlarut atau hasil metabolisme protein
mikroorganisme yang disekresikan.
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
1
2
3
4
Waktu Fermentasi (hari)
5
Gambar 5 Kadar protein dengan jumlah inokulum 5% (), 10%
(), dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada
suhu ruang
10
Aktivitas Spesifik
Xilanase (Unit/mg)
Kadar protein dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan hasil pengujian
diperoleh kadar protein untuk setiap perlakuan mengalami peningkatan pada hari
ke-2, kemudian terjadi penurunan pada hari ke-3. Nilai kadar protein pada jumlah
inokulum 15% lebih rendah dibandingkan kadar protein pada jumlah inokulum
5% dan 10%. Nilai tertinggi pada jumlah 5% dan 10% masing-masing 0.089
mg/ml dan 0.088 mg/ml. Untuk jumlah inokulum 15% nilai kadar protein
tertinggi yaitu 0.044 mg/ml.
50
40
30
20
10
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Aktivitas Spesifik Protease
(Unit/mg)
Gambar 6 Aktivitas spesifik xilanase dengan jumlah inokulum
5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada cairan
fermentasi kopi pada suhu ruang
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 7 Aktivitas spesifik protease dengan jumlah inokulum
5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada cairan
fermentasi kopi pada suhu ruang
Aktivitas spesifik didefinisikan sebagai banyaknya unit enzim yang terdapat
pada satu mg protein. Adapun nilai aktivitas spesifik tersebut dapat digunakan
sebagai ukuran besarnya kemurnian enzim hasil isolasi (Lehninger 1994).
Semakin besar aktivitas spesifiknya menunjukkan bahwa kemurnian enzim
tersebut semakin tinggi. Gambar 6 menyajikan nilai aktivitas spesifik xilanase.
Aktivitas spesifik xilanase mengalami penurunan pada jumlah inokulum 5% dan
10%, sementara itu peningkatan terjadi pada jumlah inokulum 15% dan mencapai
titik tertinggi pada fermentasi hari ke-3 yaitu sebesar 47.95 unit/mg. Hal ini
diduga karena pada jumlah inokulum 15% aktivitas enzim xilanase lebih tinggi
11
dibandingkan dengan jumlah inokulum 5% dan 10%, sehingga pada jumlah
inokulum 15% aktivitas spesifik pun mengalami peningkatan.
Nilai aktivitas spesifik protease ditunjukkan pada Gambar 7. Aktivitas
spesifik protease pada jumlah inokulum 5% dan 10% mengalami penurunan. Nilai
aktivitas spesifik protease mengalami peningkatan pada jumlah inokulum 15%
pada hari ke-3 yaitu sebesar 4.12 unit/mg. Peningkatan ini sejalan dengan nilai
aktivitas enzim protease pada jumlah inokulum 15%.
Gula Pereduksi (mg/ml)
Gula pereduksi
Pembentukan gula pereduksi dikuantifikasi dengan metode DNS (Miller
1959). Penambahan DNS memperlihatkan adanya perubahan warna yang terjadi
karena reaksi antara gula pereduksi yang memiliki gugus karbonil yang berada
pada ujung rantai karbon dengan asam dinitrosalisilat (Miller 1959). Hasil analisis
gula pereduksi dapat dilihat pada Gambar 8. Pada jumlah inokulum 5%, 10%, dan
15% terjadi peningkatan gula pereduksi pada hari ke-2, yaitu masing-masing
47.02 mg/ml, 48.15 mg/ml, dan 26.06 mg/ml. Secara keseluruhan peningkatan
gula pereduksi terjadi pada hari ke-2. Hal ini diduga karena aktivitas enzim pada
hari ke-2 lebih tinggi sehingga lebih banyak hemiselulosa yang dirombak menjadi
gula pereduksi oleh enzim xilanase.
Saat awal kultivasi bakteri akan menggunakan gula-gula sederhana, setelah
gula sederhana habis barulah bakteri memecah substrat kompleks (Lestari et al.
2001). Xilosa merupakan contoh gula sederhana yang berperan sebagai sumber
karbon yang berguna dalam aktivitas metabolisme sel bakteri. Semakin lama
waktu fermentasi menyebabkan terjadi penurunan kadar gula pereduksi, karena
penggunaan xilosa sebagai sumber karbon lebih besar dibandingkan dengan
pembentukan gula sederhana oleh bakteri.
50
40
30
20
10
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 8 Gula pereduksi dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),
dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
Total gula
Total gula ditetapkan berdasarkan metode fenol dengan prinsip bahwa gula
sederhana, oligosakarida, polisakarida dan turunannya bereaksi dengan fenol dan
asam sulfat pekat menghasilkan warna oranye (Dubois et al. 1956).
12
Total gula (mg/ml)
600
500
400
300
200
100
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 9 Gula total dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan
15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
Hasil pengujian total gula dapat dilihat pada Gambar 9. Pada semua
perlakuan yang diuji terjadi penurunan nilai total gula selama fermentasi sampai
hari ke-4. Untuk jumlah inokulum 5% dan 15% total gula tertinggi terdapat pada
hari ke-1, masing-masing 494.67 mg/ml dan 489.60 mg/ml. Untuk jumlah
inokulum 10% terjadi peningkatan total gula pada hari ke-2 sehingga menjadi
582.74 mg/ml, kemudian terjadi penurunan hingga hari ke-4. Penurunan nilai total
gula diduga terjadi karena adanya pemanfaatan substrat oleh mikroorganisme
sebagai sumber karbon.
Derajat polimerisasi
80
Derajat Polimerisasi
70
60
50
40
30
20
10
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 10 Derajat polimerisasi dengan jumlah inokulum 5% (), 10%
(), 15% (▲), dan 10% bobot kering substrat () pada cairan
fermentasi kopi pada suhu ruang
13
Derajat polimerisasi menunjukkan seberapa banyak rantai polisakarida,
dalam hal ini polimer xilan, dapat dipecah menjadi monomernya yaitu xilosa.
Nilai derajat polimerisasi terus mengalami penurunan. Nilai derajat polimerisasi
yang semakin menurun menunjukkan adanya proses hidrolisis secara enzimatik
oleh xilanase pada substrat kulit kopi. Semakin kecil derajat polimerisasi maka
semakin banyak fraksi polisakarida yang terhidrolisis menjadi gula-gula yang
lebih sederhana (Surhaini 2010).
Nilai derajat polimerisasi dapat dilihat pada Gambar 10. Jumlah inokulum
5% menunjukkan nilai derajat polimerisasi yang lebih rendah, kemudian diikuti
oleh jumlah inokulum 10% dan 15%. Jumlah inokulum 5% dipilih sebagai
perlakuan terbaik karena dengan konsentrasi kecil mampu menghidrolisis
polisakarida dengan baik sehingga dinilai lebih efisien. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan oleh Susilo (2013), diperoleh bahwa derajat polimerisasi
pada fermentasi kopi dengan jumlah inokulum 10% bobot kering menunjukkan
nilai yang lebih tinggi daripada jumlah inokulum 5%. Dengan demikian jumlah
inokulum 5% mampu menghidrolisis polisakarida dengan lebih baik.
Susut Bobot (%)
Susut bobot substrat kulit kopi
Susut bobot merupakan kehilangan bobot dari kulit kopi selama fermentasi
dibandingkan dengan bobot awal sebelum fermentasi. Selama berlangsungnya
proses fermentasi, terjadi pemanfaatan substrat oleh bakteri xilanolitik dan
proteolitik. Menurut Sanchez (2009) tingginya penyusutan bobot disebabkan
adanya perombakan selulosa, hemiselulosa, dan protein oleh enzim yang
dihasilkan bakteri menjadi bahan mudah larut sehingga menyebabkan bobot
substrat menjadi berkurang.
36.70 37.88
32.36
40
35
30
25
20
15
10
5
0
1
2
3
4
Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 11
Susut bobot substrat kulit kopi dengan jumlah inokulum
5% (▧), 10% (░), dan 15% (▨) pada fermentasi kopi
suhu ruang
Hasil pengujian susut bobot pada substrat kulit kopi dapat dilihat pada
Gambar 11. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai susut bobot pada jumlah
inokulum 5% dan 15% mengalami peningkatan hingga hari ke-4. Susut bobot
tertinggi pada jumlah inokulum 5% yaitu 32.36% yang terjadi pada hari ke-4.
14
Pada jumlah inokulum 15% nilai susut bobot tertinggi yaitu 37.88%. Pada jumlah
inokulum 10% diperoleh nilai susut bobot yang tidak signifikan, dengan nilai
tertinggi pada hari ke-4 yaitu 36.7%. Secara keseluruhan penyusutan bobot
substrat tertinggi terjadi pada hari ke-4. Hal ini menunjukkan adanya pemanfaatan
substrat oleh mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung.
Kinerja Produk
Penurunan Kafein (%)
Kadar kafein dan asam-asam organik
Kafein merupakan jenis alkaloid yang umumnya terkandung dalam bahanbahan penyegar, termasuk biji kopi. Asam-asam organik dari produk fermentasi
dapat dihasilkan dari aktivitas pertumbuhan bakteri. Setelah dilakukan pengujian
kafein dan asam-asam organik dengan metode High Performance Liquid
Chromatography, diperoleh kadar kafein, asam laktat, dan asam oksalat.
Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa biji kopi yang telah melalui proses
fermentasi mengalami penurunan kadar kafein. Berkurangnya kadar kafein dapat
disebabkan oleh adanya aktivitas bakteri selama fermentasi. Kafein adalah
senyawa kimia hasil metilasi xantin. Pengurangan kafein juga dapat disebabkan
adanya kemampuan bakteri menguraikan senyawa kafein (trimetilxantin) menjadi
bentuk senyawa yang lebih sederhana misalnya dimetilxantin melalui proses
demetilasi (Mazzafera 2002).
30
25
21.20
21.92
XP5 H1
XP5 H2
23.66
23.62
25.73
20
15
10
5
XP5 H3 XP10 H2 XP15 H2
Perlakuan Fermentasi
Gambar 12 Penurunan kadar kafein pada biji kopi setelah difermentasi
pada jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15% pada suhu ruang
Pengujian dilakukan pada kopi yang difermentasi dengan jumlah inokulum
terbaik, yaitu 5% pada fermentasi hari ke-1, hari ke-2, dan hari ke-3. Sementara
itu juga dilakukan pengujian pada waktu fermentasi terbaik berdasarkan hasil
analisis kinerja fermentasi, yaitu hari ke-2 pada jumlah inokulum 5%, 10%, dan
15%. Perlakuan XP5 H1 menunjukkan biji kopi yang difermentasi dengan
inokulum xilanolitik dan proteolitik dengan jumlah inokulum 5% selama 2 hari.
Sementara itu perlakuan XP5 H2 dan XP5 H3 difermentasi dengan jumlah
inokulum yang sama, masing-masing selama 2 hari dan 3 hari. Perlakuan XP10
15
H2 menunjukkan biji kopi yang difermentasi dengan jumlah inokulum 10%
selama 2 hari. Perlakuan XP15 H2 menunjukkan kopi yang difermentasi dengan
jumlah inokulum 15% selama 2 hari.
Penurunan kadar kafein tertinggi terjadi pada kopi yang difermentasi dengan
inokulum 15% selama 2 hari. Berdasarkan data yang diperoleh, kadar kafein
semakin menurun seiring dengan meningkatnya jumlah inokulum yang digunakan.
Fermentasi kopi pada hari ke-2 untuk jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15%
masing-masing menghasilkan biji kopi dengan penurunan kadar kafein berturutturut 0.219%, 0.236%, dan 0.257%. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan
aktivitas bakteri pada fermentasi biji kopi. Penurunan kadar kafein pada kopi
fermentasi sesuai dengan karakteristik biji kopi yang diharapkan. Menurut
Panggabean (2011b) kopi luwak digemari karena keistimewaannya yang memiliki
kandungan kafein yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis kopi lain.
Pengujian asam-asam organik yang dilakukan meliputi asam laktat, asam
oksalat, dan asam butirat. Asam organik dari produk fermentasi merupakan hasil
aktivitas pertumbuhan bakteri dan menjadi salah satu ciri produk yang dihasilkan
melalui fermentasi. Asam laktat diperoleh melalui pemecahan glukosa yang
terkandung dalam biji kopi. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan
asam laktat pada kopi yang difermentasi bila dibandingkan terhadap kopi tanpa
fermentasi. Peningkatan ini menunjukkan adanya aktivitas bakteri dalam
pemecahan glukosa pada biji kopi sehingga diperoleh asam laktat. Peningkatan
asam laktat khususnya terjadi seiring bertambahnya jumlah inokulum yang
digunakan. Kadar asam laktat pada hari fermentasi ke-2 dengan jumlah inokulum
5%, 10%, dan 15% masing-masing 1703.23 ppm, 1897.55 ppm, dan 2081.52 ppm.
Peningkatan ini diduga terjadi karena lebih banyak komponen gula yang
mengalami perubahan menjadi asam organik. Menurut Hadipernata dan Nugraha
(2012) hasil dari proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam-asam lain
yaitu etanol, asam butirat, dan propionat. Hal ini seiring dengan penurunan nilai
gula pereduksi dan total gula pada pengujian kinerja fermentasi yang telah
dilakukan sebelumnya. Kadar asam laktat ini lebih tinggi daripada kadar asam
laktat yang diperoleh oleh Susilo (2013) pada penelitian sebelumnya, yaitu 1176
ppm.
Tabel 4 Asam-asam organik biji kopi sebelum dan setelah fermentasi
Sampel
Biji kopi arabika tanpa fermentasi
Kopi + Inokulum 5% (1 hari)
Kopi + Inokulum 5% (2 hari)
Kopi + Inokulum 5% (3 hari)
Kopi + Inokulum 10% (2 hari)
Kopi + Inokulum 15% (2 Hari)
Asam Laktat
(ppm)
1567.24
1347.66
1703.23
1514.05
1897.55
2081.52
Asam Oksalat
(ppm)
6.02
3.00
5.58
2.99
6.02
2.14
Asam Butirat
(ppm)
66.16
52.96
36.13
64.32
51.77
54.14
Kopi yang telah mengalami fermentasi cenderung mengalami penurunan
kadar asam oksalat. Mikroorganisme memanfaatkan asam oksalat sebagai salah
satu sumber karbon untuk metabolisme (Iriani 2004). Semakin kecil kadar asam
oksalat menunjukkan semakin banyak asam oksalat yang disintesis menjadi asam
sitrat pada siklus Krebs reduktif yang selanjutnya disintesis menjadi ATP sebagai
sumber energi bagi mikroorganisme. Tabel 4 menunjukkan kadar asam oksalat
16
yang diperoleh mengalami fluktuasi, namun cenderung mengalami penurunan
dengan bertambahnya jumlah inokulum yang digunakan. Hal ini menunjukkan
semakin banyak jumlah inokulum yang digunakan maka kebutuhan energi
menjadi lebih banyak sehingga semakin banyak asam oksalat yang disintesis
menjadi asam sitrat dan ATP. Asam oksalat pada kopi yang telah difermentasi
pada hari ke-2 dengan jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15% masing-masing 5.58
ppm, 6.02 ppm, dan 2.14 ppm. Kadar asam oksalat yang diperoleh jauh lebih
rendah dibandingkan dengan kadar asam oksalat yang diperoleh pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Susilo (2013), yaitu sebesar 1176.26 ppm. Hal
ini dapat terjadi karena perbedaan sumber bahan baku buah kopi yang digunakan.
Kadar asam butirat pada kopi yang telah mengalami fermentasi dapat dilihat
pada Tabel 4. Kadar asam butirat pada hari ke-2 dengan jumlah inokulum 5%,
10%, dan 15% masing-masing 36.13 ppm, 51.77 ppm, dan 54.14 ppm. Hal ini
menunjukkan telah terjadi peningkatan kadar asam butirat seiring dengan
meningkatnya jumlah inokulum yang digunakan. Peningkatan ini diduga terjadi
karena lebih banyak komponen gula yang mengalami perubahan menjadi asam
organik, dalam hal ini asam butirat. Pada pengujian kinerja fermentasi telah
diketahui bahwa terjadi penurunan nilai gula pereduksi dan total gula pada
penambahan jumlah inokulum yang digunakan. Kadar asam butirat yang
diperoleh jauh lebih rendah dibandingkan dengan kadar asam butirat pada
penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2013) yaitu sebesar 432 ppm. Perbedaan
ini dapat terjadi karena perbedaan sumber bahan baku buah kopi yang digunakan.
Pengujian organoleptik
Untuk dapat menghasilkan kopi fermentasi dengan kualitas yang baik perlu
dilakukan pengujian organoleptik. Pengujian organoleptik merupakan metode
pengujian citarasa yang dilakukan oleh panelis ahli. Hasil pengujian organoleptik
terhadap kopi yang telah difermentasi dapat dilihat pada Tabel 5.
Pengujian organoleptik dilakukan terhadap kopi arabika tanpa fermentasi
sebagai kontrol dan kopi yang difermentasi pada enam perlakuan. Pengujian
organoleptik dilakukan pada kopi fermentasi dengan perlakuan terbaik yaitu kopi
yang difermentasi dengan inokulum xilanolitik dan proteolitik sebanyak 5%
selama 2 hari (XP5 H2). Kopi fermentasi lainnya yang diujikan terdiri atas 5
perlakuan fermentasi terbaik berdasarkan penelitian sebelumnya yang
menggunakan jumlah inokulum 10% dari bobot kering substrat. Rohman (2013)
melaporkan bahwa kopi yang difermentasi dengan inokulum proteolitik tunggal
terbaik adalah kopi yang difermentasi selama 1 hari (P10 H1), sementara itu untuk
kopi fermentasi dengan inokulum proteolitik dan selulolitik yang terbaik adalah
yang difermentasi selama 2 hari (SP10 H2). Zahiroh (2013) melaporkan bahwa
kopi yang difermentasi dengan inokulum selulolitik tunggal dan kombinasi
inokulum xilanolitik dengan selulolitik terbaik adalah kopi yang difermentasi
selama 2 hari (S10 H2 dan XS10 H2). Susilo (2013) melaporkan bahwa kopi yang
difermentasi dengan inokulum xilanolitik tunggal yang terbaik adalah kopi yang
difermentasi selama 3 hari (X10 H3).
Karakteristik yang diujikan masing-masing memiliki perbedaan dan akan
menentukan kualitas kopi. Karakteristik quality of fragrance dan intensity of
fragrance menunjukkan kualitas dan intensitas aroma dari berbagai macam gas
yang dilepaskan sebelum kopi diseduh. Karakteristik quality of aroma dan
17
intensity of aroma menunjukkan kualitas dan intensitas sensasi aroma berbagai
macam gas dari permukaan kopi seduhan. Karakteristik quality of flavor dan
intensity of flavor menunjukkan kualitas dan intensitas citarasa seduhan.
Tabel 5 Skor citarasa biji dan seduhan kopi hasil fermentasi
Karakteristik
Quality of Fragrance
Intensity of Fragrance
Quality of Aroma
Intensity of Aroma
Quality of Flavor
Intensity of Flavor
Body
Acidity
Sweetness
Quality of Aftertaste
Intensity of Aftertaste
Bitterness
Astringency
Clean cups
Balance
Taints/Defects
Preference
Skor Citarasa
X 10
XS 10
S 10 H2
H3
H2
6.375
6.50
6.625
7.25
7.375
7.25
5.875
6.50
6.25
7.75
6.875
6.75
5.875
6.875
5.75
6.375
7.375
6.75
6.375
6.875
6.50
5.875
7.152
6.50
5.75
6.50
5.625
5.875
6.875
5.75
6.875
7.375
6.75
0.50
1.00
1.50
2.00
1.00
1.50
8.00
8.00
7.50
5.875
6.625
6.25
Kontrol
7.00
7.25
7.375
7.50
7.00
7.375
7.125
7.25
6.75
6.75
6.875
1.00
2.00
7.50
6.75
XP 5
H2
6.25
7.625
6.625
7.375
6.00
7.125
7.125
5.00
4.5
5.5
7.125
3.5
2.00
7.50
6.00
P 10
H1
6.25
7.375
6.375
7.625
6.00
6.375
6.625
6.625
6.25
6.25
5.875
1.00
1.50
8.00
6.25
SP 10
H2
6.375
7.25
6.25
6.375
6.25
6.875
6.75
6.375
5.625
6.00
6.75
2.00
1.50
7.50
5.875
Earthy
=X
None
None
Earthy=
X
Fermented=
XX
Earthy=
X
None
7.125
5.50
6.00
5.875
6.625
6.25
5.625
keterangan : X= Xilanolitik; P = Proteolitik; S= Selulolitik; H= hari fermentasi
Karakteristik body menunjukkan tekstur kehalusan/ kepekatan larutan
seduhan. Karakteristik acidity menunjukkan sensasi asam-manis karena adanya
keberadaan senyawa asam yang berinteraksi dengan gula. Karakteristik sweetness
menunjukkan sensasi rasa manis seduhan. Karakteristik quality of aftertaste dan
intensity of aftertaste menunjukkan kualitas dan intensitas sensasi aroma serta rasa
yang tertinggal di dalam mulut. Karakteristik bitterness menunjukkan sensasi rasa
pahit oleh senyawa alkaloid dan asam organik. Karakteristik astringency
menunjukkan cacat pada rasa berupa sepat atau campuran asam, asin, dan pahit
yang tidak seimbang. Karakteristik clean cups menunjukkan citarasa yang
menonjol. Karakteristik balance menunjukkan keseimbangan berbagai aspek pada
seduhan kopi. Karakteristik taints/ defect menunjukkan cacat pada citarasa
seduhan kopi.
Kualitas dan intensitas yang baik pada fragrance, aroma, flavor maupun
aftertaste menunjukan nilai yang sama-sama tinggi. Apabila terdapat nilai yang
lebih rendah pada salah satu komponen, maka nilai yang diberikan menjadi
kurang baik. Nilai terbaik pada karakteristik fragrance terdapat pada kopi tanpa
perlakuan (kontrol). Kontrol memiliki komponen quality maupun intensity yang
lebih kuat. Kopi dengan perlakuan xilanolitik dan proteolitik yang difermentasi
18
selama 2 hari memiliki intensity of fragrance yang lebih kuat daripada kontrol,
namun quality of fragrance yang diberikan kurang baik. Hal yang sama juga
ditunjukkan oleh karakteristik aroma. Nilai intensity of aroma pada kopi dengan
perlakuan proteolitik tunggal, selulolitik tunggal, dan kombinasi xilanolitikproteolitik menunjukkan hasil yang baik, namun kurang baik pada quality of
aroma. Karakteristik body paling kuat dihasilkan oleh kopi dengan perlakuan
kombinasi xilanolitik-proteolitik. Secara tidak langsung body mampu
menunjukkan adanya kandungan serat dan protein yang terdapat di dalam kopi.
Citarasa khas aroma pada kopi akan terbentuk dari menguapnya asam-asam
yang terdapat pada kopi akibat proses penyangraian. Asam-asam seperti asam
asetat, butirat dan valerat yang terbentuk dari pemecahan gula pada proses
fermentasi bersifat mudah menguap dan menciptakan aroma khas pada kopi
(Siswoputranto 1993). Asam-asam karbokasilat pada biji kopi antara lain asam
format, asam asetat, asam oksalat, asam suksinat, asam sitrat, pimvic acid, asam
laktat, asam malat, dan asam quinat berubah pada proses penyangraian menjadi
asam asetat, asam malat, asam sitrat, dan asam phosporat yang sangat penting
pada pembentukan komponen citarasa acidity (Velmourougane 2011).
Karakteristik acidity dan sweetness pada kopi fermentasi dinilai belum lebih baik
daripada kontrol. Hal ini dapat disebabkan proses pengeringan yang belum tepat
pada biji kopi yang mengalami fermentasi sehingga mempengaruhi citarasa kopi
yang dihasilkan. Berbeda dengan biji kopi tanpa fermentasi yang tidak mengalami
tahapan pengeringan terlebih dahulu.
Karakteristik astringency pada kopi yang dihasilkan terdapat pada rentang
nilai 1-2 dan terdeteksi lemah. Secara keseluruhan preference kopi dinilai pada
rentang 5-6 dan dinyatakan netral. Penilaian preference kopi dinilai baik bila
memperoleh skor lebih dari 7. Nilai preference tertinggi setelah kontrol dimiliki
oleh kopi dengan perlakuan xilanolitik 10%.
Penilaian terhadap kontrol secara keseluruhan lebih baik daripada kopi
dengan perlakuan. Hal ini dapat disebabkan oleh treatment yang berbeda pada biji
kopi. Biji kopi dengan perlakuan mengalami proses penyimpanan di dalam freezer
terlebih dahulu sehingga diduga terjadi penurunan mutu kopi selama penyimpanan.
Penanganan bahan dan proses pengeringan yang dilakukan juga belum tepat
sehingga citarasa yang dihasilkan masih belum baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Jumlah inokulum kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik yang
menghasilkan kopi fermentasi terbaik, terutama dinilai dari faktor derajat
polimerisasi, ialah kopi yang difermentasi dengan jumlah inokulum 5% selama 2
hari. Nilai derajat polimerisasi yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan
derajat polimerisasi pada kopi fermentasi dengan jumlah inokulum 10% bobot
kering substrat. Derajat polimerisasi yang lebih rendah menunjukkan tingkat
hidrolisis polisakarida yang berlangsung lebih baik. Pengujian kafein pada biji
kopi yang difermentasi dengan kombinasi xilanolitik dan proteolitik selama 2 hari
19
menunjukkan adanya penurunan kadar kafein. Pengujian organoleptik yang
dilakukan terhadap kopi tersebut menunjukkan hasil yang belum opti
KOPI SECARA FERMENTASI MENGGUNAKAN ISOLAT
XILANOLITIK DAN PROTEOLITIK
LISA SILVIA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Jumlah
Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara Fermentasi Menggunakan Isolat
Xilanolitik dan Proteolitik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Lisa Silvia
NIM F34090016
ABSTRAK
LISA SILVIA. Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara
Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik. Dibimbing oleh
ERLIZA NOOR dan ANJA MERYANDINI.
Produksi kopi luwak dengan memanfaatkan hewan luwak memiliki
keterbatasan. Untuk itu dilakukan rekayasa proses produksi kopi luwak melalui
fermentasi dengan memanfaatkan isolat bakteri dari feses luwak. Isolat bakteri
yang digunakan yaitu bakteri xilanolitik dan proteolitik. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui jumlah inokulum terbaik dari penggunaan kombinasi bakteri
xilanolitik dan proteolitik serta lamanya waktu fermentasi. Hasil perlakuan terbaik
selanjutnya dilakukan pengujian asam organik, kadar kafein, dan citarasa. Jumlah
inokulum yang digunakan pada penelitian ini yaitu 5%, 10%, dan 15%. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa kopi fermentasi terbaik yaitu kopi dengan
kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik sebanyak 5% yang difermentasi
selama 2 hari. Kopi yang telah difermentasi mengalami penurunan kadar kafein,
seperti halnya kopi luwak. Akan tetapi citarasa yang dihasilkan masih belum baik
berdasarkan pengujian organoleptik yang dilakukan oleh panelis ahli karena
proses pengeringan dan penanganan bahan yang belum tepat.
Kata kunci: kopi luwak, fermentasi, jumlah inokulum, xilanolitik, proteolitik
ABSTRACT
LISA SILVIA. Effect of Inoculum Density on Coffee Production in Fermentation
Using Xylanolytic and Proteolytic Isolates. Supervised by ERLIZA NOOR and
ANJA MERYANDINI
The production of civet coffee by civet has many restrictions. Therefore,
artificial civet coffee production is introduced by fermentation process using
bacterial isolates from the civet feces. Bacterial isolates used were xylanolytic and
proteolytic bacteria. The objectives of this research were to determine the best
inoculum density using combination of xylanolytic and proteolytic bacteria and
period of fermentation. Percentages of inoculums used were 5%, 10%, and 15%.
The result showed that the best fermentation process was one using 5% of
xylanolytic and proteolytic bacteria fermented for 2 days. Fermented coffee as
well as civet coffee decreased level of the caffeine. However, the resulting flavor
was not good enough according to cupping test conducted by the expert panelists
due to improper drying and material handling.
Keywords: civet coffee, fermentation, number of inoculums, xylanolytic,
proteolytic
PENGARUH JUMLAH INOKULUM PADA PEMBUATAN
KOPI SECARA FERMENTASI MENGGUNAKAN ISOLAT
XILANOLITIK DAN PROTEOLITIK
LISA SILVIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara
Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik
Nama
: Lisa Silvia
NIM
: F34090016
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Erliza Noor
Pembimbing I
Prof Dr Anja Meryandini, MS
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Pengaruh Jumlah Inokulum pad a Pembuatan Kopi Secara
Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik
: Lisa Silvia
Nama
NIM
: F34090016
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Erliza Noor
Pembimbing I
Tanggal Lulus:
Prof Dr Anja Meryandini, MS
Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Oktober
2013 ini ialah Pengaruh Jumlah Inokulum pada Pembuatan Kopi Secara
Fermentasi Menggunakan Isolat Xilanolitik dan Proteolitik.
Ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Ibu Prof Dr Ir Erliza Noor dan Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan,
serta saran.
2. Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran bagi perbaikan skripsi ini.
3. Ayahanda Munardi, Ibunda Arneti, serta seluruh keluarga atas segala
doa dan kasih sayangnya.
4. Ibu Egnawati, Bapak Gun, Bapak Edi, dan laboran TIN lainnya yang
telah membantu selama penelitian berlangsung.
5. Nur Faizah, Syarifah Aini, dan Fatia Tririzqi atas bantuan dan dukungan
yang telah diberikan.
6. Keluarga besar TIN 46 atas semangat, bantuan, dan kebersamaan selama
menjalani masa studi hingga penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Lisa Silvia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
3
Waktu dan Tempat Penelitian
3
Bahan
3
Alat
3
Prosedur Penelitian
3
Penelitian pendahuluan
3
Kinerja fermentasi
4
Kinerja produk
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Karakteristik Bahan
5
Karakteristik Isolat
6
Kinerja Fermentasi
7
Aktivitas enzim xilanase dan protease
7
Kadar protein dan aktivitas spesifik
9
Gula pereduksi
11
Total gula
11
Derajat polimerisasi
12
Susut bobot substrat kulit kopi
13
Kinerja Produk
14
Kadar kafein dan asam-asam organik
14
Pengujian organoleptik
16
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Hasil analisis proksimat kulit dan biji kopi arabika (basis kering)
Kandungan karbohidrat pada biji kopi arabika
Kadar protein dan aktivitas spesifik xilanolitik
Asam-asam organik biji kopi sebelum dan setelah fermentasi
Skor citarasa biji dan seduhan kopi hasil fermentasi
5
5
7
15
17
DAFTAR GAMBAR
1 Kurva turbidimetri () dan aktivitas enzim () isolat Flx3 pada media
xilan 0.5% yang diinkubasi pada suhu ruang
2 Kurva turbidimetri (▲) dan aktivitas enzim ( ) isolat Flp1 pada media
skim 1% yang diinkubasi pada suhu 30 oC
3 Aktivitas enzim xilanase dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),
dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
4 Aktivitas enzim protease dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),
dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
5 Kadar protein dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15%
(▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
6 Aktivitas spesifik xilanase dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),
dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
7 Aktivitas spesifik protease dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),
dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
8 Gula pereduksi dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15%
(▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
9 Gula total dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan 15% (▲)
pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
10 Derajat polimerisasi dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), 15%
(▲), dan 10% bobot kering substrat () pada cairan fermentasi kopi
pada suhu ruang
11 Susut bobot substrat kulit kopi dengan jumlah inokulum 5% (▧), 10%
(░), dan 15% (▨) pada fermentasi kopi suhu ruang
12 Penurunan kadar kafein pada biji kopi setelah difermentasi pada jumlah
inokulum 5%, 10%, dan 15% pada suhu ruang
6
7
8
8
9
10
10
11
12
12
13
14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Metode analisis proksimat (AOAC 1995)
2 Metode analisis kinerja fermentasi dan kinerja produk
3 Diagram alir produksi kopi fermentasi
21
23
26
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Indonesia yang
memiliki nilai ekspor tinggi dan memberikan devisa cukup besar bagi negara.
Sekitar 60% dari jumlah produksi kopi nasional diekspor dengan negara tujuan
utama yaitu Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang (Rahardjo 2013). Keunggulan
ini menjadi salah satu faktor perlunya pengolahan kopi menjadi produk yang
memiliki nilai tambah tinggi. Bagian tanaman kopi yang banyak dimanfaatkan
oleh masyarakat adalah biji. Biji kopi diolah menjadi minuman yang mengandung
kafein, yang dalam dosis rendah mampu mengurangi rasa lelah dan membuat
pikiran menjadi segar. Kafein bermanfaat sebagai zat perangsang syaraf di bidang
farmasi dan kedokteran (Panggabean 2011b). Sifat kopi yang berperan sebagai
perangsang (stimulant) membuat kopi digemari oleh banyak orang.
Di Indonesia terdapat dua jenis kopi yang berkembang, yaitu kopi robusta
dan arabika. Selain kedua jenis kopi tersebut, di Indonesia juga berkembang jenis
kopi lain yaitu kopi luwak. Kopi luwak merupakan jenis kopi yang telah melalui
proses fermentasi singkat di dalam pencernaan luwak. Enzim-enzim pada saluran
pencernaan mampu menghasilkan kopi yang terfermentasi dengan citarasa dan
aroma khas (Panggabean 2011b). Biji kopi dikeluarkan bersama-sama kotoran
luwak setelah mengalami proses fermentasi sempurna (Rahardjo 2013).
Dalam perkembangannya, kopi luwak digemari oleh para penikmat kopi.
Namun produksi kopi luwak dengan memanfaatkan spesies luwak tidak dapat
terus menerus diandalkan karena dapat dikategorikan sebagai usaha eksploitasi
alam. Kendala lain dalam produksi kopi luwak adalah beberapa kalangan
menganggap kopi luwak sebagai produk yang tidak layak dikonsumsi karena
diperoleh dari biji kopi pada feses luwak. Sementara nilai tambah yang diperoleh
dengan memproduksi kopi luwak cukup tinggi.
Untuk mengatasi keterbatasan pada produksi kopi luwak, dibutuhkan suatu
alternatif produksi sehingga kebutuhan terhadap kopi luwak dapat terus dipenuhi.
Produksi harus dapat dilakukan dalam jumlah besar dan status kebersihan yang
lebih terjamin. Dengan demikian perlu dilakukan rekayasa proses produksi kopi
luwak dengan kondisi enzimatis menyerupai pada pencernaan luwak. Rekayasa
proses dilakukan melalui fermentasi kopi dengan menggunakan isolat bakteri
yang telah diisolasi dari feses luwak, yaitu xilanolitik (Flx3) dan proteolitik
(Flp1). Dewi (2012) melaporkan bahwa isolat Flx3 merupakan isolat xilanolitik
yang terpilih dari isolasi pada feses luwak. Sementara itu Rohman (2013)
melaporkan bahwa isolat proteolitik yang terpilih dari isolasi pada feses luwak
adalah isolat Flp1.
Penggunaan isolat proteolitik dan xilanolitik didasarkan pada kemampuan
kedua isolat dalam memecah komponen protein dan hemiselulosa pada biji kopi
sehingga diharapkan dapat diperoleh biji kopi dengan citarasa yang lebih baik.
Komponen utama hemiselulosa adalah xilan yang memiliki ikatan rantai β-1,4
xilosida. Xilanase merupakan kelompok enzim yang memiliki kemampuan
menghidrolisis hemiselulosa (xilan atau polimer dari xilosa) dan xilooligosakarida (Richana, 2002). Molekul hemiselulosa umumnya lebih mudah
2
menyerap air dan mempunyai permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan
selulosa. Hidrolisis hemiselulosa menjadi mono- dan oligosakarida relatif lebih
mudah, dan berlangsung sempurna baik dengan asam maupun dengan enzim
dalam kondisi sederhana (Judoamidjojo dan Said 1989). Menurut Hadipernata dan
Nugraha (2012) luwak tergolong sebagai karnivora yang sistem pencernaannya
mampu mensekresikan enzim protease untuk memecah protein pada biji kopi.
Kadar gula dan protein ini akan berpengaruh saat proses penyangraian yaitu akan
menyebabkan perubahan warna cokelat dan pembentukan senyawa volatil atau
flavor.
Perumusan Masalah
1. Berapakah jumlah inokulum terbaik untuk fermentasi biji kopi pada
kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik?
2. Berapa lama waktu terbaik untuk fermentasi biji kopi dengan kombinasi
bakteri xilanolitik dan proteolitik?
3. Bagaimana penilaian asam-asam organik, kafein, dan citarasa kopi
fermentasi yang dihasilkan?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah inokulum terbaik dari
penggunaan kombinasi bakteri xilanolitik (isolat Flx3) dan proteolitik (isolat
Flp1) serta lamanya waktu fermentasi terbaik untuk menghasilkan kopi
fermentasi. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui penilaian asam
organik, penurunan kafein, dan citarasa kopi yang dihasilkan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan sebagai rekayasa proses untuk memperoleh
kopi fermentasi yang menyerupai kopi luwak dengan metode pembuatan tanpa
pemanfaatan hewan luwak. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat sebagai metode alternatif untuk memproduksi kopi luwak sehingga
secara tidak langsung eksploitasi hewan luwak dapat diminimalisasi.
Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini digunakan isolat xilanolitik (Flx3) dan proteolitik (Flx1)
yang diisolasi dari feses luwak. Proses fermentasi dilakukan melalui fermentasi
substrat padat dengan memanfaatkan kulit kopi arabika sebagai substrat.
Fermentasi dilakukan dengan variasi jumlah inokulum bakteri xilanolitik dan
proteolitik sebanyak 5%, 10%, dan 15% dari bobot basah substrat pada suhu
ruang selama 1-4 hari. Setelah proses fermentasi, dilakukan analisis pada cairan
fermentasi dan kulit kopi. Pemilihan perlakuan fermentasi terbaik terutama
didasarkan pada nilai derajat polimerisasi yang diperoleh. Biji kopi yang
3
difermentasi dengan jumlah inokulum dan waktu terbaik dianalisis kadar kafein,
asam organik, dan citarasa yang dihasilkan.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret 2013 sampai dengan
Oktober 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Dasar Ilmu Terapan,
Laboratorium Bioindus tri, dan Laboratorium Instrumen Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, serta Laboratorium
Mikrobiologi Pangan SEAFAST.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu biji kopi dan kulit kopi dari buah kopi
arabika yang diperoleh dari wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Media yang
digunakan terdiri atas xilan, sukrosa, ekstrak khamir, nutrient broth, susu skim,
dan aquades. Isolat bakteri yang digunakan merupakan hasil pemilihan isolat
terbaik dari feses luwak yang telah dilakukan oleh Dewi (2012) dan Rohman
(2013), yaitu Stenotropomonas sp (Flx3) dan Bacillus aerophilus (Flp1). Untuk
prosedur pengujian digunakan pula bahan-bahan larutan DNS, fenol 5%, asam
sulfat pekat, TCA 0.1 M, dan bahan-bahan kimia lainnya.
Alat
Peralatan yang digunakan selama penelitian antara lain tabung reaksi,
mikropipet, Erlenmeyer, cawan petri, autoklaf, spektrofotometer, inkubator
goyang (shaker), clean bench, dan sentrifuse.
Prosedur Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan terbagi menjadi penelitian pendahuluan
dan penelitian utama.
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan terdiri atas karakterisasi bahan baku kulit kopi dan
biji kopi dengan analisis proksimat (AOAC 1995), meliputi pengujian kadar air,
kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar serat kasar. Metode pengujian
proksimat dapat dilihat pada Lampiran 1. Selain itu dilakukan karakterisasi bakteri
yaitu pembuatan kurva turbidimetri dan aktivitas enzim. Pada pembuatan kurva
turbidimetri dan aktivitas enzim xilanolitik mula-mula isolat diremajakan pada
media padat xilan 0.5%, lalu diinkubasi selama 48 jam. Kemudian dibuat kultur
dengan memindahkan sebanyak 2-3 ose biakan dari media padat ke dalam 200 ml
4
media cair. Kultur diinkubasi pada inkubator goyang (shaker) suhu ruang dengan
kecepatan 100 rpm. Sebanyak 25 ml sampel diambil setiap 12 jam untuk diukur
nilai Optical Density menggunakan spektrofotometer dan dilakukan pengujian
aktivitas enzim. Metode pengujian aktivitas enzim dapat dilihat pada Lampiran 2
Kinerja fermentasi
Penelitian utama terdiri atas fermentasi kopi dengan variasi jumlah
inokulum bakteri xilanolitik dan proteolitik sebanyak 5%, 10%, dan 15% dari
bobot basah substrat. Substrat yang digunakan terdiri dari kulit kopi kering
dengan kadar air 10%. Diagram alir produksi kopi fermentasi dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Persiapan substrat. Mula-mula buah kopi dipisahkan biji dan kulit luarnya. Kulit
kopi dikeringkan dengan panas matahari selama 1-2 hari sehingga kadar air
menjadi 10%. Untuk mempermudah penyimpanan kulit kopi dilakukan
pengecilan ukuran. Sementara itu, biji kopi yang masih diselimuti kulit tanduk
disimpan di dalam freezer untuk mencegah kerusakan.
Kulit kopi dan biji kopi yang masih diselimuti kulit tanduk ditempatkan
pada wadah fermentasi dengan perbandingan bobot 1:2. Kulit dan biji kopi
dilembabkan menggunakan akuades sehingga kadar air menjadi 60%, kemudian
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit.
Persiapan inokulum. Mula-mula isolat Flx3 dan Flp1 diremajakan masingmasing pada media padat xilan 0.5% dan skim lalu diinkubasi selama 48 jam.
Kemudian dibuat kultur dengan memindahkan sebanyak 1-2 ose biakan dari
media padat ke dalam 100 ml media cair. Kultur diinkubasi pada inkubator
goyang (shaker) suhu ruang dengan kecepatan putar 100 rpm selama 22 jam untuk
isolat xilanolitik dan 18 jam untuk isolat proteolitik. Kultur siap digunakan
sebagai inokulum pada proses fermentasi kopi.
Fermentasi kopi. Kulit dan biji kopi yang telah steril diinokulasi dengan bakteri
xilanolitik dan proteolitik dengan variasi jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15%
dari bobot basah kulit dan biji kopi. Kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik
digunakan pada rasio 1:1. Fermentasi kopi dilakukan selama 4 hari pada suhu
ruang. Pada setiap selang waktu 24 jam dilakukan analisis cairan fermentasi.
Cairan fermentasi diperoleh melalui penambahan 100 ml akuades lalu dilakukan
pemisahan dengan kulit dan biji kopi. Analisis pada cairan fermentasi meliputi
pengujian aktivitas enzim xilanase, aktivitas enzim protease, gula pereduksi, total
gula, dan kadar protein. Kemudian dilakukan perhitungan sehingga diperoleh nilai
aktivitas spesifik xilanase dan protease serta nilai derajat polimerisasi. Pada kulit
kopi dilakukan pengujian susut bobot substrat. Prosedur pengujian dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Kinerja produk
Pengujian kinerja produk biji kopi yang telah difermentasi pada perlakuan
terbaik dilakukan dengan metode HPLC untuk mengetahui kadar asam-asam
organik dan kadar kafein. Pengujian organoleptik (cupping test) dilakukan oleh
panelis ahli untuk mengetahui citarasa yang dihasilkan. Metode pengujian dapat
5
dilihat pada Lampiran 2. Sebelum pengujian, biji kopi dikeringkan pada suhu 40
o
C menggunakan blower selama 24 jam lalu dipisahkan dari kulit tanduknya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan
Karakterisasi dilakukan terhadap bahan baku yang digunakan untuk
mengetahui komponen penyusunnya. Karakterisasi bahan dilakukan dengan
metode analisis proksimat. Hasil analisis proksimat kulit kopi dan biji kopi dapat
dilihat pada Tabel 1.
Penentuan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri, yaitu
menguapkan air yang ada di dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kadar air yang
tinggi mengakibatkan bahan tidak dapat disimpan dalam waktu lama, rentan rusak
terutama oleh mikroorganisme, dan dapat mengalami penurunan kualitas. Untuk
itu dilakukan tahapan pengeringan pada kulit kopi sehingga dapat terhindar dari
kerusakan bila disimpan pada suhu ruang. Sementara itu untuk biji kopi dilakukan
penyimpanan pada freezer untuk menghindari kerusakan.
Tabel 1 Hasil analisis proksimat kulit dan biji kopi arabika (basis kering)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Komponen
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
Serat Kasar
Karbohidrat (by difference)
Kulit Kopi (%)
6.11
8.67
1.00
9.31
10.16
81.02
Biji Kopi (%)
1.79
4.30
4.54
9.90
24.12
81.27
Kadar protein kulit kopi berdasarkan analisis proksimat basis kering sebesar
9.31%. Protein yang terkandung pada kulit kopi berperan sebagai sumber nitrogen
untuk pertumbuhan bakteri dan sintesis enzim. Komponen yang berperan sebagai
sumber karbon adalah serat kasar dan karbohidrat. Berdasarkan pengujian
diperoleh nilai kadar serat kasar dan karbohidrat basis kering kulit kopi masingmasing sebesar 10.16% dan 81.02%. Sumber karbon pada substrat kulit kopi akan
dimanfaatkan untuk pertumbuhan bakteri.
Tabel 2 Kandungan karbohidrat pada biji kopi arabika
Komponen Karbohidrat
Monosakarida
Sukrosa
Polisakarida
Arabinosa
Mannosa
Glukosa
Galaktosa
Rhamnosa
Xylosa
Arabika (% bobot kering)
0.2-0.5
6-9
43.0-45.0
3.4-4
22
7.2
11
0.3
0-0.2
Sumber: Panggabean (2011a)
6
Pada proses fermentasi, komponen protein pada biji kopi akan dihidrolisis
oleh enzim proteolitik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Analisis proksimat
menunjukkan kadar protein basis kering pada biji kopi sebesar 9.90%. Sementara
itu komponen karbohidrat khususnya hemiselulosa pada biji kopi akan dihidrolisis
oleh enzim xilanase. Dari hasil hidrolisis akan diperoleh gula-gula sederhana.
Analisis proksimat menunjukkan kadar karbohidrat (by difference) basis kering
pada biji kopi sebesar 81.27%. Kandungan karbohidrat pada biji kopi arabika
dapat dilihat pada Tabel 2. Komponen hemiselulosa terdapat pada biji kopi
sebagai polisakarida.
Karakteristik Isolat
0.5
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
3
2.75
2.5
2.25
2
1.75
1.5
1.25
1
0.75
0.5
0.25
0
0
12
24
36
48
60
72
84
Aktivitas enzim (Unit/ml)
Optical Density
Kurva turbidimetri bakteri xilanolitik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa
fase eksponensial telah berlangsung mulai dari jam ke-0. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) bahwa isolat Flx3 mulai
memasuki fase eksponensial pada jam ke-0.
Fase eksponensial merupakan fase di mana bakteri mengalami pertumbuhan
yang optimal atau suatu periode pertumbuhan bakteri yang cepat. Fase ini terus
berlangsung hingga mencapai fase stasioner pada jam ke-63. Pada fase
eksponensial inilah xilanolitik menghasilkan enzim xilanase yang mampu
menghidrolisis substrat.
Pengujian aktivitas enzim xilanase pada Gambar 1 menunjukkan
peningkatan aktivitas enzim hingga jam ke-57 dengan nilai 0.148 unit/ml. Pada
saat aktivitas enzim optimum, bakteri mengeluarkan enzim secara maksimal. Nilai
aktivitas enzim xilanase kemudian mengalami penurunan hingga pengukuran pada
jam ke-84. Hal ini seiring dengan terjadinya fase stasioner.
96
Waktu Pengukuran (jam)
Gambar 1 Kurva turbidimetri () dan aktivitas enzim () isolat Flx3
pada media xilan 0.5% yang diinkubasi pada suhu ruang
7
Pada karakterisasi isolat xilanolitik juga dilakukan pengukuran kadar
protein dan perhitungan aktivitas spesifik. Data yang diperoleh dapat dilihat pada
Tabel 3. Aktivitas spesifik tertinggi terjadi pada jam ke-63 yaitu sebesar 0.68
unit/mg.
Tabel 3 Kadar protein dan aktivitas spesifik xilanolitik
Kadar Protein
Aktivitas Spesifik
Jam ke(mg/ml)
(unit/mg)
12
0.293
0.0363
36
0.352
0.212
57
0.268
0.552
63
0.203
0.680
84
0.276
0.427
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0
Aktivitas enzim (Unit/ml)
Optical Density
Gambar 2 menunjukkan kurva turbidimetri dan aktivitas enzim isolat Flp1
yang diperoleh berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rohman (2013). Isolat
Flp1 sebagai bakteri proteolitik mulai memasuki fase eksponensial pada jam ke12. Sementara itu puncak aktivitas enzim isolat FLp1 terjadi pada jam ke-24
sebesar 1.4 unit/ml. Sintesis enzim maksimum terjadi sebelum fase stasioner atau
akhir fase eksponensial menjelang fase stasioner. Umumnya setelah fase stasioner,
aktivitas enzim akan menurun. Hal ini disebabkan oleh adanya hasil-hasil
metabolisme yang dapat menghambat aktivitas enzim (Sumarlin 2008).
6 12 18 24 30 36 42 48 54 60
Waktu Pengukuran (jam)
Gambar 2 Kurva turbidimetri (▲) dan aktivitas enzim () isolat Flp1
pada media skim 1% yang diinkubasi pada suhu 30 oC
Kinerja Fermentasi
Aktivitas enzim xilanase dan protease
Satu unit aktivitas enzim xilanase adalah banyaknya enzim yang dapat
memproduksi 1 μmol xilosa/menit/ml dan satu unit aktivitas enzim setara dengan
16.67 nkat/ml (Dybkaer 2001). Aktivitas enzim xilanase menyatakan kemampuan
8
Aktivitas Enzim Xilanase
(Unit/ml)
enzim menguraikan hemiselulosa menjadi produknya yaitu xilosa. Aktivitas
enzim xilanase dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan hasil analisis terhadap
aktivitas enzim xilanase, diperoleh nilai aktivitas enzim tertinggi untuk jumlah
inokulum 15% pada hari ke-2 sebesar 1.75 unit/ml. Sementara itu untuk jumlah
inokulum 5% pada hari ke-1 sebesar 0.98 unit/ml dan jumlah inokulum 10% pada
hari ke-2 yaitu 0.6 unit/ml.
Aktivitas enzim protease dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan hasil
analisis terhadap aktivitas enzim protease, diperoleh nilai aktivitas tertinggi untuk
jumlah inokulum 15% pada hari ke-3 sebesar 0.129 unit/ml. Sementara itu untuk
jumlah inokulum 5% pada hari ke-1 sebesar 0.11 unit/ml dan jumlah inokulum
10% pada hari ke-2 yaitu 0.092 unit/ml. Pada jumlah inokulum 5% dan 10%
terjadi penurunan nilai aktivitas enzim mulai dari hari ke-1. Sementara itu pada
jumlah inokulum 15% aktivitas enzim meningkat hingga hari ke-3 kemudian
mengalami penurunan hingga hari ke-4.
2
1.6
1.2
0.8
0.4
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Aktivitas Enzim Protease
(Unit/ml)
Gambar 3
Aktivitas enzim xilanase dengan jumlah
inokulum 5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada
cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
0.15
0.12
0.09
0.06
0.03
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 4 Aktivitas enzim protease dengan jumlah inokulum
5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada cairan
fermentasi kopi pada suhu ruang
9
Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa aktivitas enzim akan
mengalami penurunan setelah mencapai fase puncak. Penurunan aktivitas enzim
dapat disebabkan oleh adanya penghambatan metabolit (feedback inhibition).
Menurut Purwoko (2007) hal ini terjadi karena produk akhir enzim biasanya
memberikan efek alosterik negatif terhadap kerja enzim. Bakteri memliki
kecenderungan memanfaatkan gula-gula sederhana sebelum memecah substrat
kompleks (Lestari et al. 2001). Gula-gula sederhana yang terbentuk karena
aktivitas enzim menyebabkan bakteri memanfaatkan sumber karbon dari senyawa
yang lebih sederhana sehingga jumlah enzim yang disekresikan untuk
menghidrolisis substrat kompleks semakin lama semakin berkurang.
Konsentrasi inokulum merupakan faktor yang sangat penting untuk
pertumbuhan sel dan pembentukan produksi enzim (Cai et al. 2008). Pengujian
aktivitas enzim xilanase dan protease menunjukkan aktivitas enzim mengalami
penurunan lebih cepat pada jumlah inokulum yang lebih kecil. Sementara itu pada
jumlah inokulum yang lebih besar, aktivitas enzim mengalami peningkatan lalu
diikuti dengan penurunan hingga hari terakhir fermentasi. Hal ini diduga karena
jumlah inokulum yang lebih besar memicu aktivitas enzim yang lebih tinggi.
Kadar Protein (mg/ml)
Kadar protein dan aktivitas spesifik
Pengujian kadar protein dilakukan untuk mengetahui jumlah protein yang
diproduksi oleh enzim pada substrat yang menjadi media pertumbuhan bakteri.
Metode yang digunakan adalah metode Bradford sehingga yang terukur adalah
protein kasar. Prinsip dasar metode Bradford adalah pengikatan warna Coomassie
Brilliant Blue oleh protein. Keuntungan metode Bradford adalah menggunakan
pereaksi yang sederhana dan mudah disiapkan, serta pembentukan kompleks
warna biru yang cepat dan bersifat stabil. Kekurangan dari metode ini ialah
sensitivitas yang kurang terhadap sampel yang mengandung sedikit protein
(Wilson dan Walker 2000). Protein terlarut yang terukur tidak mutlak
mencerminkan enzim yang disintesis oleh mikroorganisme, karena di dalam
media juga mengandung protein terlarut atau hasil metabolisme protein
mikroorganisme yang disekresikan.
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
1
2
3
4
Waktu Fermentasi (hari)
5
Gambar 5 Kadar protein dengan jumlah inokulum 5% (), 10%
(), dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada
suhu ruang
10
Aktivitas Spesifik
Xilanase (Unit/mg)
Kadar protein dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan hasil pengujian
diperoleh kadar protein untuk setiap perlakuan mengalami peningkatan pada hari
ke-2, kemudian terjadi penurunan pada hari ke-3. Nilai kadar protein pada jumlah
inokulum 15% lebih rendah dibandingkan kadar protein pada jumlah inokulum
5% dan 10%. Nilai tertinggi pada jumlah 5% dan 10% masing-masing 0.089
mg/ml dan 0.088 mg/ml. Untuk jumlah inokulum 15% nilai kadar protein
tertinggi yaitu 0.044 mg/ml.
50
40
30
20
10
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Aktivitas Spesifik Protease
(Unit/mg)
Gambar 6 Aktivitas spesifik xilanase dengan jumlah inokulum
5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada cairan
fermentasi kopi pada suhu ruang
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 7 Aktivitas spesifik protease dengan jumlah inokulum
5% (), 10% (), dan 15% (▲) pada cairan
fermentasi kopi pada suhu ruang
Aktivitas spesifik didefinisikan sebagai banyaknya unit enzim yang terdapat
pada satu mg protein. Adapun nilai aktivitas spesifik tersebut dapat digunakan
sebagai ukuran besarnya kemurnian enzim hasil isolasi (Lehninger 1994).
Semakin besar aktivitas spesifiknya menunjukkan bahwa kemurnian enzim
tersebut semakin tinggi. Gambar 6 menyajikan nilai aktivitas spesifik xilanase.
Aktivitas spesifik xilanase mengalami penurunan pada jumlah inokulum 5% dan
10%, sementara itu peningkatan terjadi pada jumlah inokulum 15% dan mencapai
titik tertinggi pada fermentasi hari ke-3 yaitu sebesar 47.95 unit/mg. Hal ini
diduga karena pada jumlah inokulum 15% aktivitas enzim xilanase lebih tinggi
11
dibandingkan dengan jumlah inokulum 5% dan 10%, sehingga pada jumlah
inokulum 15% aktivitas spesifik pun mengalami peningkatan.
Nilai aktivitas spesifik protease ditunjukkan pada Gambar 7. Aktivitas
spesifik protease pada jumlah inokulum 5% dan 10% mengalami penurunan. Nilai
aktivitas spesifik protease mengalami peningkatan pada jumlah inokulum 15%
pada hari ke-3 yaitu sebesar 4.12 unit/mg. Peningkatan ini sejalan dengan nilai
aktivitas enzim protease pada jumlah inokulum 15%.
Gula Pereduksi (mg/ml)
Gula pereduksi
Pembentukan gula pereduksi dikuantifikasi dengan metode DNS (Miller
1959). Penambahan DNS memperlihatkan adanya perubahan warna yang terjadi
karena reaksi antara gula pereduksi yang memiliki gugus karbonil yang berada
pada ujung rantai karbon dengan asam dinitrosalisilat (Miller 1959). Hasil analisis
gula pereduksi dapat dilihat pada Gambar 8. Pada jumlah inokulum 5%, 10%, dan
15% terjadi peningkatan gula pereduksi pada hari ke-2, yaitu masing-masing
47.02 mg/ml, 48.15 mg/ml, dan 26.06 mg/ml. Secara keseluruhan peningkatan
gula pereduksi terjadi pada hari ke-2. Hal ini diduga karena aktivitas enzim pada
hari ke-2 lebih tinggi sehingga lebih banyak hemiselulosa yang dirombak menjadi
gula pereduksi oleh enzim xilanase.
Saat awal kultivasi bakteri akan menggunakan gula-gula sederhana, setelah
gula sederhana habis barulah bakteri memecah substrat kompleks (Lestari et al.
2001). Xilosa merupakan contoh gula sederhana yang berperan sebagai sumber
karbon yang berguna dalam aktivitas metabolisme sel bakteri. Semakin lama
waktu fermentasi menyebabkan terjadi penurunan kadar gula pereduksi, karena
penggunaan xilosa sebagai sumber karbon lebih besar dibandingkan dengan
pembentukan gula sederhana oleh bakteri.
50
40
30
20
10
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 8 Gula pereduksi dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (),
dan 15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
Total gula
Total gula ditetapkan berdasarkan metode fenol dengan prinsip bahwa gula
sederhana, oligosakarida, polisakarida dan turunannya bereaksi dengan fenol dan
asam sulfat pekat menghasilkan warna oranye (Dubois et al. 1956).
12
Total gula (mg/ml)
600
500
400
300
200
100
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 9 Gula total dengan jumlah inokulum 5% (), 10% (), dan
15% (▲) pada cairan fermentasi kopi pada suhu ruang
Hasil pengujian total gula dapat dilihat pada Gambar 9. Pada semua
perlakuan yang diuji terjadi penurunan nilai total gula selama fermentasi sampai
hari ke-4. Untuk jumlah inokulum 5% dan 15% total gula tertinggi terdapat pada
hari ke-1, masing-masing 494.67 mg/ml dan 489.60 mg/ml. Untuk jumlah
inokulum 10% terjadi peningkatan total gula pada hari ke-2 sehingga menjadi
582.74 mg/ml, kemudian terjadi penurunan hingga hari ke-4. Penurunan nilai total
gula diduga terjadi karena adanya pemanfaatan substrat oleh mikroorganisme
sebagai sumber karbon.
Derajat polimerisasi
80
Derajat Polimerisasi
70
60
50
40
30
20
10
0
1
2
3
4
5
Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 10 Derajat polimerisasi dengan jumlah inokulum 5% (), 10%
(), 15% (▲), dan 10% bobot kering substrat () pada cairan
fermentasi kopi pada suhu ruang
13
Derajat polimerisasi menunjukkan seberapa banyak rantai polisakarida,
dalam hal ini polimer xilan, dapat dipecah menjadi monomernya yaitu xilosa.
Nilai derajat polimerisasi terus mengalami penurunan. Nilai derajat polimerisasi
yang semakin menurun menunjukkan adanya proses hidrolisis secara enzimatik
oleh xilanase pada substrat kulit kopi. Semakin kecil derajat polimerisasi maka
semakin banyak fraksi polisakarida yang terhidrolisis menjadi gula-gula yang
lebih sederhana (Surhaini 2010).
Nilai derajat polimerisasi dapat dilihat pada Gambar 10. Jumlah inokulum
5% menunjukkan nilai derajat polimerisasi yang lebih rendah, kemudian diikuti
oleh jumlah inokulum 10% dan 15%. Jumlah inokulum 5% dipilih sebagai
perlakuan terbaik karena dengan konsentrasi kecil mampu menghidrolisis
polisakarida dengan baik sehingga dinilai lebih efisien. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan oleh Susilo (2013), diperoleh bahwa derajat polimerisasi
pada fermentasi kopi dengan jumlah inokulum 10% bobot kering menunjukkan
nilai yang lebih tinggi daripada jumlah inokulum 5%. Dengan demikian jumlah
inokulum 5% mampu menghidrolisis polisakarida dengan lebih baik.
Susut Bobot (%)
Susut bobot substrat kulit kopi
Susut bobot merupakan kehilangan bobot dari kulit kopi selama fermentasi
dibandingkan dengan bobot awal sebelum fermentasi. Selama berlangsungnya
proses fermentasi, terjadi pemanfaatan substrat oleh bakteri xilanolitik dan
proteolitik. Menurut Sanchez (2009) tingginya penyusutan bobot disebabkan
adanya perombakan selulosa, hemiselulosa, dan protein oleh enzim yang
dihasilkan bakteri menjadi bahan mudah larut sehingga menyebabkan bobot
substrat menjadi berkurang.
36.70 37.88
32.36
40
35
30
25
20
15
10
5
0
1
2
3
4
Waktu Fermentasi (hari)
Gambar 11
Susut bobot substrat kulit kopi dengan jumlah inokulum
5% (▧), 10% (░), dan 15% (▨) pada fermentasi kopi
suhu ruang
Hasil pengujian susut bobot pada substrat kulit kopi dapat dilihat pada
Gambar 11. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai susut bobot pada jumlah
inokulum 5% dan 15% mengalami peningkatan hingga hari ke-4. Susut bobot
tertinggi pada jumlah inokulum 5% yaitu 32.36% yang terjadi pada hari ke-4.
14
Pada jumlah inokulum 15% nilai susut bobot tertinggi yaitu 37.88%. Pada jumlah
inokulum 10% diperoleh nilai susut bobot yang tidak signifikan, dengan nilai
tertinggi pada hari ke-4 yaitu 36.7%. Secara keseluruhan penyusutan bobot
substrat tertinggi terjadi pada hari ke-4. Hal ini menunjukkan adanya pemanfaatan
substrat oleh mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung.
Kinerja Produk
Penurunan Kafein (%)
Kadar kafein dan asam-asam organik
Kafein merupakan jenis alkaloid yang umumnya terkandung dalam bahanbahan penyegar, termasuk biji kopi. Asam-asam organik dari produk fermentasi
dapat dihasilkan dari aktivitas pertumbuhan bakteri. Setelah dilakukan pengujian
kafein dan asam-asam organik dengan metode High Performance Liquid
Chromatography, diperoleh kadar kafein, asam laktat, dan asam oksalat.
Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa biji kopi yang telah melalui proses
fermentasi mengalami penurunan kadar kafein. Berkurangnya kadar kafein dapat
disebabkan oleh adanya aktivitas bakteri selama fermentasi. Kafein adalah
senyawa kimia hasil metilasi xantin. Pengurangan kafein juga dapat disebabkan
adanya kemampuan bakteri menguraikan senyawa kafein (trimetilxantin) menjadi
bentuk senyawa yang lebih sederhana misalnya dimetilxantin melalui proses
demetilasi (Mazzafera 2002).
30
25
21.20
21.92
XP5 H1
XP5 H2
23.66
23.62
25.73
20
15
10
5
XP5 H3 XP10 H2 XP15 H2
Perlakuan Fermentasi
Gambar 12 Penurunan kadar kafein pada biji kopi setelah difermentasi
pada jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15% pada suhu ruang
Pengujian dilakukan pada kopi yang difermentasi dengan jumlah inokulum
terbaik, yaitu 5% pada fermentasi hari ke-1, hari ke-2, dan hari ke-3. Sementara
itu juga dilakukan pengujian pada waktu fermentasi terbaik berdasarkan hasil
analisis kinerja fermentasi, yaitu hari ke-2 pada jumlah inokulum 5%, 10%, dan
15%. Perlakuan XP5 H1 menunjukkan biji kopi yang difermentasi dengan
inokulum xilanolitik dan proteolitik dengan jumlah inokulum 5% selama 2 hari.
Sementara itu perlakuan XP5 H2 dan XP5 H3 difermentasi dengan jumlah
inokulum yang sama, masing-masing selama 2 hari dan 3 hari. Perlakuan XP10
15
H2 menunjukkan biji kopi yang difermentasi dengan jumlah inokulum 10%
selama 2 hari. Perlakuan XP15 H2 menunjukkan kopi yang difermentasi dengan
jumlah inokulum 15% selama 2 hari.
Penurunan kadar kafein tertinggi terjadi pada kopi yang difermentasi dengan
inokulum 15% selama 2 hari. Berdasarkan data yang diperoleh, kadar kafein
semakin menurun seiring dengan meningkatnya jumlah inokulum yang digunakan.
Fermentasi kopi pada hari ke-2 untuk jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15%
masing-masing menghasilkan biji kopi dengan penurunan kadar kafein berturutturut 0.219%, 0.236%, dan 0.257%. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan
aktivitas bakteri pada fermentasi biji kopi. Penurunan kadar kafein pada kopi
fermentasi sesuai dengan karakteristik biji kopi yang diharapkan. Menurut
Panggabean (2011b) kopi luwak digemari karena keistimewaannya yang memiliki
kandungan kafein yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis kopi lain.
Pengujian asam-asam organik yang dilakukan meliputi asam laktat, asam
oksalat, dan asam butirat. Asam organik dari produk fermentasi merupakan hasil
aktivitas pertumbuhan bakteri dan menjadi salah satu ciri produk yang dihasilkan
melalui fermentasi. Asam laktat diperoleh melalui pemecahan glukosa yang
terkandung dalam biji kopi. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan
asam laktat pada kopi yang difermentasi bila dibandingkan terhadap kopi tanpa
fermentasi. Peningkatan ini menunjukkan adanya aktivitas bakteri dalam
pemecahan glukosa pada biji kopi sehingga diperoleh asam laktat. Peningkatan
asam laktat khususnya terjadi seiring bertambahnya jumlah inokulum yang
digunakan. Kadar asam laktat pada hari fermentasi ke-2 dengan jumlah inokulum
5%, 10%, dan 15% masing-masing 1703.23 ppm, 1897.55 ppm, dan 2081.52 ppm.
Peningkatan ini diduga terjadi karena lebih banyak komponen gula yang
mengalami perubahan menjadi asam organik. Menurut Hadipernata dan Nugraha
(2012) hasil dari proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam-asam lain
yaitu etanol, asam butirat, dan propionat. Hal ini seiring dengan penurunan nilai
gula pereduksi dan total gula pada pengujian kinerja fermentasi yang telah
dilakukan sebelumnya. Kadar asam laktat ini lebih tinggi daripada kadar asam
laktat yang diperoleh oleh Susilo (2013) pada penelitian sebelumnya, yaitu 1176
ppm.
Tabel 4 Asam-asam organik biji kopi sebelum dan setelah fermentasi
Sampel
Biji kopi arabika tanpa fermentasi
Kopi + Inokulum 5% (1 hari)
Kopi + Inokulum 5% (2 hari)
Kopi + Inokulum 5% (3 hari)
Kopi + Inokulum 10% (2 hari)
Kopi + Inokulum 15% (2 Hari)
Asam Laktat
(ppm)
1567.24
1347.66
1703.23
1514.05
1897.55
2081.52
Asam Oksalat
(ppm)
6.02
3.00
5.58
2.99
6.02
2.14
Asam Butirat
(ppm)
66.16
52.96
36.13
64.32
51.77
54.14
Kopi yang telah mengalami fermentasi cenderung mengalami penurunan
kadar asam oksalat. Mikroorganisme memanfaatkan asam oksalat sebagai salah
satu sumber karbon untuk metabolisme (Iriani 2004). Semakin kecil kadar asam
oksalat menunjukkan semakin banyak asam oksalat yang disintesis menjadi asam
sitrat pada siklus Krebs reduktif yang selanjutnya disintesis menjadi ATP sebagai
sumber energi bagi mikroorganisme. Tabel 4 menunjukkan kadar asam oksalat
16
yang diperoleh mengalami fluktuasi, namun cenderung mengalami penurunan
dengan bertambahnya jumlah inokulum yang digunakan. Hal ini menunjukkan
semakin banyak jumlah inokulum yang digunakan maka kebutuhan energi
menjadi lebih banyak sehingga semakin banyak asam oksalat yang disintesis
menjadi asam sitrat dan ATP. Asam oksalat pada kopi yang telah difermentasi
pada hari ke-2 dengan jumlah inokulum 5%, 10%, dan 15% masing-masing 5.58
ppm, 6.02 ppm, dan 2.14 ppm. Kadar asam oksalat yang diperoleh jauh lebih
rendah dibandingkan dengan kadar asam oksalat yang diperoleh pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Susilo (2013), yaitu sebesar 1176.26 ppm. Hal
ini dapat terjadi karena perbedaan sumber bahan baku buah kopi yang digunakan.
Kadar asam butirat pada kopi yang telah mengalami fermentasi dapat dilihat
pada Tabel 4. Kadar asam butirat pada hari ke-2 dengan jumlah inokulum 5%,
10%, dan 15% masing-masing 36.13 ppm, 51.77 ppm, dan 54.14 ppm. Hal ini
menunjukkan telah terjadi peningkatan kadar asam butirat seiring dengan
meningkatnya jumlah inokulum yang digunakan. Peningkatan ini diduga terjadi
karena lebih banyak komponen gula yang mengalami perubahan menjadi asam
organik, dalam hal ini asam butirat. Pada pengujian kinerja fermentasi telah
diketahui bahwa terjadi penurunan nilai gula pereduksi dan total gula pada
penambahan jumlah inokulum yang digunakan. Kadar asam butirat yang
diperoleh jauh lebih rendah dibandingkan dengan kadar asam butirat pada
penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2013) yaitu sebesar 432 ppm. Perbedaan
ini dapat terjadi karena perbedaan sumber bahan baku buah kopi yang digunakan.
Pengujian organoleptik
Untuk dapat menghasilkan kopi fermentasi dengan kualitas yang baik perlu
dilakukan pengujian organoleptik. Pengujian organoleptik merupakan metode
pengujian citarasa yang dilakukan oleh panelis ahli. Hasil pengujian organoleptik
terhadap kopi yang telah difermentasi dapat dilihat pada Tabel 5.
Pengujian organoleptik dilakukan terhadap kopi arabika tanpa fermentasi
sebagai kontrol dan kopi yang difermentasi pada enam perlakuan. Pengujian
organoleptik dilakukan pada kopi fermentasi dengan perlakuan terbaik yaitu kopi
yang difermentasi dengan inokulum xilanolitik dan proteolitik sebanyak 5%
selama 2 hari (XP5 H2). Kopi fermentasi lainnya yang diujikan terdiri atas 5
perlakuan fermentasi terbaik berdasarkan penelitian sebelumnya yang
menggunakan jumlah inokulum 10% dari bobot kering substrat. Rohman (2013)
melaporkan bahwa kopi yang difermentasi dengan inokulum proteolitik tunggal
terbaik adalah kopi yang difermentasi selama 1 hari (P10 H1), sementara itu untuk
kopi fermentasi dengan inokulum proteolitik dan selulolitik yang terbaik adalah
yang difermentasi selama 2 hari (SP10 H2). Zahiroh (2013) melaporkan bahwa
kopi yang difermentasi dengan inokulum selulolitik tunggal dan kombinasi
inokulum xilanolitik dengan selulolitik terbaik adalah kopi yang difermentasi
selama 2 hari (S10 H2 dan XS10 H2). Susilo (2013) melaporkan bahwa kopi yang
difermentasi dengan inokulum xilanolitik tunggal yang terbaik adalah kopi yang
difermentasi selama 3 hari (X10 H3).
Karakteristik yang diujikan masing-masing memiliki perbedaan dan akan
menentukan kualitas kopi. Karakteristik quality of fragrance dan intensity of
fragrance menunjukkan kualitas dan intensitas aroma dari berbagai macam gas
yang dilepaskan sebelum kopi diseduh. Karakteristik quality of aroma dan
17
intensity of aroma menunjukkan kualitas dan intensitas sensasi aroma berbagai
macam gas dari permukaan kopi seduhan. Karakteristik quality of flavor dan
intensity of flavor menunjukkan kualitas dan intensitas citarasa seduhan.
Tabel 5 Skor citarasa biji dan seduhan kopi hasil fermentasi
Karakteristik
Quality of Fragrance
Intensity of Fragrance
Quality of Aroma
Intensity of Aroma
Quality of Flavor
Intensity of Flavor
Body
Acidity
Sweetness
Quality of Aftertaste
Intensity of Aftertaste
Bitterness
Astringency
Clean cups
Balance
Taints/Defects
Preference
Skor Citarasa
X 10
XS 10
S 10 H2
H3
H2
6.375
6.50
6.625
7.25
7.375
7.25
5.875
6.50
6.25
7.75
6.875
6.75
5.875
6.875
5.75
6.375
7.375
6.75
6.375
6.875
6.50
5.875
7.152
6.50
5.75
6.50
5.625
5.875
6.875
5.75
6.875
7.375
6.75
0.50
1.00
1.50
2.00
1.00
1.50
8.00
8.00
7.50
5.875
6.625
6.25
Kontrol
7.00
7.25
7.375
7.50
7.00
7.375
7.125
7.25
6.75
6.75
6.875
1.00
2.00
7.50
6.75
XP 5
H2
6.25
7.625
6.625
7.375
6.00
7.125
7.125
5.00
4.5
5.5
7.125
3.5
2.00
7.50
6.00
P 10
H1
6.25
7.375
6.375
7.625
6.00
6.375
6.625
6.625
6.25
6.25
5.875
1.00
1.50
8.00
6.25
SP 10
H2
6.375
7.25
6.25
6.375
6.25
6.875
6.75
6.375
5.625
6.00
6.75
2.00
1.50
7.50
5.875
Earthy
=X
None
None
Earthy=
X
Fermented=
XX
Earthy=
X
None
7.125
5.50
6.00
5.875
6.625
6.25
5.625
keterangan : X= Xilanolitik; P = Proteolitik; S= Selulolitik; H= hari fermentasi
Karakteristik body menunjukkan tekstur kehalusan/ kepekatan larutan
seduhan. Karakteristik acidity menunjukkan sensasi asam-manis karena adanya
keberadaan senyawa asam yang berinteraksi dengan gula. Karakteristik sweetness
menunjukkan sensasi rasa manis seduhan. Karakteristik quality of aftertaste dan
intensity of aftertaste menunjukkan kualitas dan intensitas sensasi aroma serta rasa
yang tertinggal di dalam mulut. Karakteristik bitterness menunjukkan sensasi rasa
pahit oleh senyawa alkaloid dan asam organik. Karakteristik astringency
menunjukkan cacat pada rasa berupa sepat atau campuran asam, asin, dan pahit
yang tidak seimbang. Karakteristik clean cups menunjukkan citarasa yang
menonjol. Karakteristik balance menunjukkan keseimbangan berbagai aspek pada
seduhan kopi. Karakteristik taints/ defect menunjukkan cacat pada citarasa
seduhan kopi.
Kualitas dan intensitas yang baik pada fragrance, aroma, flavor maupun
aftertaste menunjukan nilai yang sama-sama tinggi. Apabila terdapat nilai yang
lebih rendah pada salah satu komponen, maka nilai yang diberikan menjadi
kurang baik. Nilai terbaik pada karakteristik fragrance terdapat pada kopi tanpa
perlakuan (kontrol). Kontrol memiliki komponen quality maupun intensity yang
lebih kuat. Kopi dengan perlakuan xilanolitik dan proteolitik yang difermentasi
18
selama 2 hari memiliki intensity of fragrance yang lebih kuat daripada kontrol,
namun quality of fragrance yang diberikan kurang baik. Hal yang sama juga
ditunjukkan oleh karakteristik aroma. Nilai intensity of aroma pada kopi dengan
perlakuan proteolitik tunggal, selulolitik tunggal, dan kombinasi xilanolitikproteolitik menunjukkan hasil yang baik, namun kurang baik pada quality of
aroma. Karakteristik body paling kuat dihasilkan oleh kopi dengan perlakuan
kombinasi xilanolitik-proteolitik. Secara tidak langsung body mampu
menunjukkan adanya kandungan serat dan protein yang terdapat di dalam kopi.
Citarasa khas aroma pada kopi akan terbentuk dari menguapnya asam-asam
yang terdapat pada kopi akibat proses penyangraian. Asam-asam seperti asam
asetat, butirat dan valerat yang terbentuk dari pemecahan gula pada proses
fermentasi bersifat mudah menguap dan menciptakan aroma khas pada kopi
(Siswoputranto 1993). Asam-asam karbokasilat pada biji kopi antara lain asam
format, asam asetat, asam oksalat, asam suksinat, asam sitrat, pimvic acid, asam
laktat, asam malat, dan asam quinat berubah pada proses penyangraian menjadi
asam asetat, asam malat, asam sitrat, dan asam phosporat yang sangat penting
pada pembentukan komponen citarasa acidity (Velmourougane 2011).
Karakteristik acidity dan sweetness pada kopi fermentasi dinilai belum lebih baik
daripada kontrol. Hal ini dapat disebabkan proses pengeringan yang belum tepat
pada biji kopi yang mengalami fermentasi sehingga mempengaruhi citarasa kopi
yang dihasilkan. Berbeda dengan biji kopi tanpa fermentasi yang tidak mengalami
tahapan pengeringan terlebih dahulu.
Karakteristik astringency pada kopi yang dihasilkan terdapat pada rentang
nilai 1-2 dan terdeteksi lemah. Secara keseluruhan preference kopi dinilai pada
rentang 5-6 dan dinyatakan netral. Penilaian preference kopi dinilai baik bila
memperoleh skor lebih dari 7. Nilai preference tertinggi setelah kontrol dimiliki
oleh kopi dengan perlakuan xilanolitik 10%.
Penilaian terhadap kontrol secara keseluruhan lebih baik daripada kopi
dengan perlakuan. Hal ini dapat disebabkan oleh treatment yang berbeda pada biji
kopi. Biji kopi dengan perlakuan mengalami proses penyimpanan di dalam freezer
terlebih dahulu sehingga diduga terjadi penurunan mutu kopi selama penyimpanan.
Penanganan bahan dan proses pengeringan yang dilakukan juga belum tepat
sehingga citarasa yang dihasilkan masih belum baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Jumlah inokulum kombinasi bakteri xilanolitik dan proteolitik yang
menghasilkan kopi fermentasi terbaik, terutama dinilai dari faktor derajat
polimerisasi, ialah kopi yang difermentasi dengan jumlah inokulum 5% selama 2
hari. Nilai derajat polimerisasi yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan
derajat polimerisasi pada kopi fermentasi dengan jumlah inokulum 10% bobot
kering substrat. Derajat polimerisasi yang lebih rendah menunjukkan tingkat
hidrolisis polisakarida yang berlangsung lebih baik. Pengujian kafein pada biji
kopi yang difermentasi dengan kombinasi xilanolitik dan proteolitik selama 2 hari
19
menunjukkan adanya penurunan kadar kafein. Pengujian organoleptik yang
dilakukan terhadap kopi tersebut menunjukkan hasil yang belum opti