Analisis kepuasan konsumen terhadap produk dan pelayanan rumah makan Pecel Lele Lela Bogor

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK
DAN PELAYANAN RUMAH MAKAN
PECEL LELE LELA BOGOR

SKRIPSI

OCKY FARREZA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Kepuasan Konsumen terhadap produk dan pelayanan Rumah Makan Pecel Lele
Lela Bogor adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Ocky Farreza
H34086064

1

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

ABSTRAK
OCKY FARREZA. Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Produk dan
Pelayanan Rumah Makan Pecel Lele Lela Bogor Dibimbing oleh NETTI
TINAPRILLA.
Restoran adalah istilah umum untuk menyebut usaha gastronomi yang
menyajikan hidangan kepada masyarakat dan menyediakan tempat untuk

menikmati hidangan tersebut serta menetapkan tarif tertentu untuk makanan dan
pelayanannya. Dalam hal ini salah satu restoran yang merupakan bisnis waralaba
atau franchise yang menyajikan masakan lele adalah Restoran Pecel Lela yang
berlokasi di Ruko Jl. Jend Sudirman, Bogor. Selama memberikan jasa kuliner
restoran mengalami fluktuasi jumlah pengunjung yang terkadang membuat
kekhawatiran tersendiri bagi pengelola, baik dalam memperpanjang lisensi
Franchise-nya maupun dalam keputusan lainnya. Menanggapi hal tersebut
pengelola sangat perlu mempertimbangkan langkah antisipatif dengan cara
mendiagnosa langsung melalui survey kepuasan konsumen yang perlu dilakukan
terhadap masyarakat minimal diawali dengan penelitian terhadap konsumen yang
berdatangan untuk kemudian mengambil keputusan pada tahap selanjutnya.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap 60 responden (konsumen)
adalah Restoran Pecel Lela harus mempercepat waktu penyajian makanan yang
dipesan oleh konsumen, menyajikan menu yang disukai atau diminati oleh
konsumen sehingga bisa di referensikan kepada teman atau keluarganya, dan
melakukan promosi mengenai Restoran Pecel Lele Lela itu sendiri.
Kata Kunci : Rumah Makan Pecel Lele Lela, Kepuasan Konsumen,

ABSTRACT
OCKY FARREZA. Customer Satisfaction Analysis of the Products and Services

Rumah Makan Pecel Lele Lela Bogor. Supervised by NETTI TINAPRILLA.
Restaurant is a general term to refer to the gastronomic venture that
serves the community and provides a place to enjoy the dish and set specific rates
for food and service. In this case one of the restaurant which is a franchise
business or franchise that serves catfish is Pecel Lela Restaurant located in the
office Jl. Jend. Sudirman, Bogor. During provide culinary services restaurant
fluctuated number of visitors who often makes its own concerns for managers both
in extending its franchise license or in other decisions. Responding to the
manager really needs to consider anticipatory measures by way of diagnosing
directly through customer satisfaction surveys that need to be made to the
minimum community begins with a study of consumers who came to then take a
decision at a later stage. Based on the analysis conducted on 60 respondents
(consumers) are Pecel Lela Restaurant serving food should speed up the time
ordered by the consumer, serves favored or preferred by consumers so they can
refer to friends or family, and the promotion of Restaurant Pecel Lele Lela itself.
Keywords : Restaurant Pecel Lele Lela, customer satisfaction surveys

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK
DAN PELAYANAN RUMAH MAKAN
PECEL LELE LELA BOGOR


OCKY FARREZA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis
Kepuasan Konsumen terhadap Produk dan Pelayanan Rumah Makan Pecel Lele
Lela Bogor”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkaji
karakteristik konsumen yang dating ke Rumah Makan Pecel Lele Lela Bogor,

mengidentifikasi proses keputusan pembelian oleh konsumen Rumah Pecel Lele
Lela Bogor, dan menganalisis tingkat kepentingan, tingkat kinerja dan tingkat
Harapan serta kepuasan konsumen terhadap atribut Rumah Makan Pecel Lele Lela
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran, Tintin Sarianti, SP, MM
sebagai Dosen Evaluator, dan Dra.Yusalina Msi selaku Dosen Penguji. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Teddy dan Ibu Ling Ling
(Rumah Makan Pecel Lele Lela Bogor) yang telah membantu selama
pengumpulan data. Terima kasih kepada seluruh dosen Departemen Agribisnis
atas ilmu yang selama ini diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

Ocky Farreza

1


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

1

DAFTAR TABEL

3

DAFTAR GAMBAR

4

DAFTAR LAMPIRAN

4

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3


TINJAUAN PUSTAKA

4

Karakteristik Konsumen

4

Analisis Kepuasan Konsumen

4

KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN

5

Kerangka Pemikiran Teoritis

5


Definisi Rumah Makan dan Restoran

5

Definisi Waralaba (Franchise)

6

Definisi Jasa

7

Karakteristik Jasa

7

Klasifikasi Jasa

7


Karakteristik Konsumen

9

Atribut Produk

9

Kepuasan Pelanggan

10

Kerangka Pemikiran Operasional

15

METODOLOGI PENELITIAN

17


Lokasi dan Waktu Penelitian

17

Jenis dan Sumber Data

17

Metode Pengambilan Sampel

17

Metode Pengumpulan Data

17

Metode Analisis Data

18

Analisis Deskriptif

18

Uji Validitas

19

Uji Reliabilitas

19

Importance Performance Analysis

19

2

Customer Satisfaction Index
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

21
22

Profil Rumah Makan Pecel Lele Lela

22

VISI & MISI

23

Struktur Organisasi

24

Deskripsi Jabatan di Restoran Pecel Lele Lela

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

26

Hasil Uji Validitas Instrumen

26

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen

27

Karakteristik Konsumen

28

Pengetahuan dan Pengalaman Konsumen

31

Analisis Tingkat Kepentingan Rumah Makan Pecel Lele Lela

35

Analisis Tingkat Kinerja Rumah Makan Pecel Lele Lela

36

Importance Performance Analisys (IPA)

37

Analisis Customer Satisfaction Index (CSI)

42

Rekomendasi untuk Meningkatkan Kepuasan Pelanggan/Konsumen

43

KESIMPULAN DAN SARAN

44

Kesimpulan

44

Saran

45

DAFTAR PUSTAKA

46

RIWAYAT HIDUP

69

3

DAFTAR TABEL
Tabel 1

Pendapatan Asli (Pajak) Daerah Kota Bogor Sektor Pariwisata

5

Tabel 2

Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Pecel Lele Lela Lima Bulan

6

Terakhir
Tabel 3

Uji Validitas Tingkat Kepentingan Konsumen

31

Tabel 4

Uji Validitas Tingkat Kinerja Konsumen

32

Tabel 5

Uji Reliabilitas

32

Tabel 6

Usia Responden Rumah Makan Pecel Lele Lela

33

Tabel 7

Gender Responden Rumah Makan Pecel Lele Lela

33

Tabel 8

Pendidikan Terakhir Responden Rumah Makan Pecel Lele Lela

34

Tabel 9

Alamat Responden Rumah Makan Pecel Lele Lela

34

Tabel 10

Status Pernikahan Responden Rumah Makan Pecel Lele Lela

35

Tabel 11

Pekerjaan Responden Rumah Makan Pecel Lele Lela

35

Tabel 12

Pendapatan Responden Rumah Makan Pecel Lele Lela

36

Tabel 13

Frekuensi Makan di Luar Rumah Responden Rumah Makan

36

Pecel Lele Lela
Tabel 14

Sejak Kapan Mengetahui Rumah Makan Pecel Lele Lela

37

Tabel 15

Jumlah Kunjungan ke Rumah Makan Pecel Lele Lela

38

Tabel 16

Memperoleh Informasi Rumah Makan Pecel Lele Lela

38

Tabel 17

Alasan Memilih Rumah Makan Pecel Lele Lela

39

Tabel 18

Berminat mengunjungi Rumah Makan Pecel Lele Lela di lain

39

waktu
Tabel 19

Frekuensi Kunjungan ke Rumah Makan Pecel Lele Lela

39

Tabel 20

Penilaian Tingkat Kepentingan Rataan Rumah Makan Pecel Lele

40

Lela
Tabel 21

Penilaian Tingkat Kinerja Rataan Rumah Makan Pecel Lele Lela

41

Tabel 22

Perhitungan Customer Satisfaction Index

47

4

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1

Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan

16

Gambar 2

Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional

21

Gambar 3

Diagram Kartesius

26

Gambar 4

Struktur Organisasi Pecel Lele Lela di Bogor

29

Gambar 5

Diagram Kartesius Importance and Performance Analysis

42

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

Kuesioner

51

Lampiran 2

Rekapitulasi jawaban kuesioner

60

Lampiran 3

Daftar Wisata Kuliner di Kota Bogor

70

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha Makanan merupakan salah satu bisnis yang sangat diminati oleh
masyarakat, karena makanan merupakan kebutuhan untuk kelangsungan hidup
yang akan terus dicari. Ketika krisis global menerpa Indonesia di tahun 2008,
bisnis makanan dan minuman masih mampu mengalami pertumbuhan sekitar 14,
9 % (Suprapto,2008).
Makan minum merupakan produk yang memilii nilai penting dalam industri
pariwisata. Bisnis makanan saat ini telah memberi kontribusi sekitar 19,33% dar
total penghasilan industri pariwisata khususnya yang berasal dari wisatawan 4,9
mancanegara yang jumlah nya mencapai lebih dari 117,1 juta orang. Makanan
dan minuman pun menjadi pengeluaran kedua terbesar setelah akomodasi yang
kontribusinya mencapai 38,48% dari total pengeluaran wisatawan mancanegara.
Kontribusi ini kemudian menjadi istilah wisata makanan (food tourism) dan atau
wisata kuliner. Beberapa tayangan televisi tayangan pariwisata dan wisata boga
seperti wisata kuliner, Jalan Jajan (Trans TV), Koper dan Ransel (Trans TV) Jejak
Petualan (RCTI), oleh-oleh food & baverage (SBO) dan sebagainya makin
mendorong masyarakt untuk melakukan perjalanan wisata kuliner ini.
Keberadaan kuliner ini harus adaptif terhadap persaingan, perubahan selera
konsumen, serta perubahan sosial ekonomi yang menjadi peluang dan tantangan
tersendiri. Salah satu kota di Indonesia yang memiliki cukup banyak wisata
kuliner adalah Kota Bogor. Berdasarkan data dari Pemerintah Kota Bogor (2013)
pada Lampiran 1 rumah makan yang terdaftar pada tahun 2014 sebanyak 90
rumah makan. Perkembangan perekonomian di Kota Bogor sekarang ini ditandai
dengan persaingan yang ketat dalam bidang usaha dan bisnis, hal tersebut dapat
dilihat dari besarnya pajak restoran sebagai penyumbang terbesar terhadap
pendapatan asli daerah Kota Bogor. Pendapatan pajak restoran pada tahun 2008
mencapai 11,5 milyar rupiah, dan naik menjadi 11,8 milyar pada tahun 2009.
Tabel 1 menyajikan pendapatan kota Bogor dari sektor pariwisata, tahun 2008
sampai dengan 2010.
Tabel 1 Pendapatan asli daerah Kota Bogor sektor pariwisata
No
1
2
3

Jenis Pendapatan
Pajak Restoran
Pajak Hotel
Pajak Hiburan

Perkembangan per Tahun
2008
2009
2010
11.506.156.630
11.811.168.165
19.393.960.174
3.367.744.464
3.992.664.377
6.403.876.082
2.473.094.511
4.159.466.201
6.964.692.407

Sumber : BPS Kota Bogor dalam Fauza (2011)
Pecel Lele Lela yang merupakan salah satu Kuliner dengan model
franchise/waralaba yang ada di Kota Bogor merupakan salah satu kuliner yang
memiliki sensasi khas ditengah banyaknya rumah makan atau warung tenda yang
menyediakan masakan pecel lele. Pecel Lele Lela berdiri pada tahun 2006
ditengah maraknya produk pecel lele yang cukup mendominasi kota Bogor. Pecel
Lele Lela dari awal berdirinya telah melakukan tindakan inovatif terhadap
pelayanan makanan dan minumannya agar menu tidak monoton dengan

2

banyaknya olahan produk berbahan dasar Lele dan dapat meningkatkan kualitas
mutu, pelayanan dan produknya agar konsumen tidak mengalami kejenuhan
terhadap masakan pecel lele.
Selama memberikan jasa kuliner, Pecel Lele Lela yang berlokasi di Ruko Jl.
Jend Sudirman Bogor yang telah secara resmi difranchise kan dari tahun 2009
mengalami fluktuasi jumlah pengunjung yang acapkali membuat kekhawatiran
tersendiri bagi pengelola baik dalam memperpanjang lisensi Francis-nya maupun
dalam keputusan lainnya. Indikator hal ini adalah naik turunnya jumlah
pengunjung yang bersamaan dengan naik turun nya pendapatan. Pada 5 bulan
terakhir di tahun 2014 ini saja diketahui sebagai berikut:
Tabel 2 Jumlah pengunjung dan pendapatan Pecel Lele Lela lima bulan terkahir
pada 2014
No
1
2
3
4
5

Bulan pada 2014
Januari
Februari
Maret
April
Mei

Jumlah Pengunjung
3250
4025
3690
4210
3115

Jumlah Pendapatan
113.750.000
161.000.000
147.600.000
168.400.000
124.600.000

Sumber : Rumah makan Pecel Lele Lela, 2014
Menanggapi hal tersebut pengelola sangat perlu mempertimbangkan
langkah antisipatif dengan cara mendiagnosa langsung melalui survey yang perlu
dilakukan terhadap masyarakat yang minimal diawali dengan penelitian terhadap
konsumen yang berdatangan untuk kemudian mengambil keputusan pada tahap
selanjutnya guna memperbaiki kinerja perusahaan agar dapat meningkatkan
jumlah pendapatan. Hal ini lah yang kemudian membuat peneliti tertarik untuk
meneliti.
Perumusan Masalah
Berawal dari berdirinya Pecel Lele Lela yang berdiri dari tanggal 12 bulan
januari tahun 2006 yang kemudian di franchise kan pada tahun 2009. Rumah
makan yang dimiliki oleh Teddi S. Cafe ini terletak di Jalan Sudirman ruko baru
samping Circle K. Rumah makan Pecel Lele Lela perlu memantau lingkungannya
yang terus berubah secara terus-menerus terjadi pada lima bulan terkahir (tabel 2)
dan menyesuaikan strategi pemasarannya untuk menjawab tantangan dan peluangpeluang baru. Perkembangan lingkungan dapat menyebabkan perubahan pada
kebutuhan dan keinginan seseorang. Demikian juga dengan berkembangnya
produk makanan yang beredar di Bogor termasuk Rumah Makan Pecel Lele Lela.
Besarnya penjualan yang dicapai oleh Rumah Makan Pecel Lele Lela terjadi
karena adanya konsumen baru, maupun pembelian ulang oleh konsumen lama.
Mengetahui akan pentingnya kepuasan konsumen, maka menarik bagi peneliti
untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang menentukan kepuasan
konsumen terhadap produk Rumah Makan Pecel Lele Lela.Dengan adanya
pengukuran kepuasan konsumen ini maka perusahaan bisa menentukan prioritas
perbaikan kualitas produk pecel lele lela sesuai dengan harapan konsumen
sehingga akan dapat meningkatkan kepuasan konsumen lebih tinggi lagi dan
jumlah pelanggan menjadi relatif lebih banyak.

3

Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik konsumen Rumah Makan Pecel Lele Lela?
2. Bagaimana kepuasan konsumen terhadap produk dan pelayanan pada
Rumah Makan Pecel Lele Lela?
3. Rekomendasi alternatif apa yang tepat untuk meningkatkan kepuasan
konsumen?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi karakteristik konsumen Rumah Makan Pecel Lele Lela
Bogor.
2. Menganalisis atribut kepuasan konsumen terhadap produk dan pelayanan
pada Rumah Makan Pecel Lele Lela Bogor.
3. Merumuskan rekomendasi alternatif yang tepat untuk meningkatkan
kepuasan konsumen.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan dapat berguna
sebagai masukan bagi perusahaan berupa informasi untuk meningkatkan
pelayanan dan pertimbangan dalam penetapan kebijakan terutama yang berkaitan
dengan penerapan strategi pemasaran dalam usaha rumah makan agar tetap dapat
bersaing dengan pesaing potensial lainnya. Selain itu, penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya atau yang
berhubungan dengan masalah-masalah yang relevan dengan penelitian ini dan
sebagai sumber keterangan untuk penelitian lebih lanjut.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu mengkaji karakteristik umum konsumen
dan tingkat kepuasan konsumen. Penelitian ini dilakukan terhadap Rumah Makan
Pecel Lele Lela Bogor, yang berada di Ruko Baru JL Jend Sudirman. Informasi
yang dapat diperoleh penelitian ini adalah karakteristik konsumen dan tingkat
kepuasan. Pengambilan responden dilakukan hanya pada konsumen Rumah
Makan Pecel Lele Lela dan telah berusia lebih atau sama dengan 17 tahun serta
pernah melakukan pembelian di Rumah makan Pecel Lele Lela. Objek yang
diteliti mencangkup semua jenis produk makanan dan minuman serta bentuk
pelayanan dan fasilitas Rumah makan Pecel Lele Lela.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Konsumen
Akbar (2009) melakukan penelitian “Analisis Kepuasan Konsumen
Restoran Papa Ron’s Pizza Bogor”, yang bertujuan mengidentifikasi karakteristik
konsumen dan proses keputusan pembelian konsumen restoran Papa Ron’s Pizza
Bogor, menganalisis tingkat kepuasan konsumen terhadap restoran Papa Ron’s
Pizza Bogor serta merumuskan saran perbaikan untuk restoran Papa Ron’s Pizza
Bogor. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif
tabulasi frekuensi sederhana, Importance Performance Analysis (IPA) dan
Customer Satisfaction Index (CSI) dan analisis kesenjangan (Gap). Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel tanpa peluang
(nonprobability sampling) dengan menggunakan metode convinience sampling.
Jumlah responden yang diambil sebanyak 60 responden. Hasil analisis
karakteristik responden restoran Papa Ron’s Pizza Bogor yang paling banyak
berkunjung yaitu responden berjenis kelamin laki-laki, lokasi tempat tinggal di
Bogor, status belum menikah, usia 23-28 tahun, suku Jawa, beragama Islam,
berpendidikan akhir sarjana, bekerja sebagai pelajar/ mahasiswa dan pegawai 19
swasta, pendapatan/ uang saku per bulan berkisar Rp 500.000 – Rp 1.500.000 dan
di atas Rp 4.500.000.
Puspitasari (2009) melakukan penelitian “Analisis Tingkat Kepuasan
Konsumen terhadap Mutu Produk dan Jasa Pelayanan di Restoran Burger &
Grill”, yang bertujuan mengidentifikasi karakteristik konsumen, analisis
hubungan karakteristik konsumen dengan tingkat kepuasannya terhadap mutu
produk dan jasa pelayanan Restoran Burger & Grill, tingkat kepentingan serta
kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk dan jasa pelayanan
Restoran Burger & Grill . Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif,
Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI).
Jumlah responden yang dianalisis didapat dari teknik purposive sampling dengan
menggunakan perhitungan Slovin (tingkat kesalahan yang ditolerir adalah 10
persen), dan diperoleh 100 responden. Hasil analisis karakteristik responden
Restoran Burger & Grill yang paling banyak berkunjung yaitu responden berjenis
kelamin wanita, lokasi tempat tinggal di Depok, status belum menikah, usia 21-30
tahun, berpendidikan akhir SMA, bekerja sebagai pelajar/mahasiswa, pendapatan/
uang saku per bulan berkisar Rp 500.000 – Rp 1.500.000.
Analisis Kepuasan Konsumen
Penelitian yang dilakukan Ruhmat (2008), dengan judul “Analisis Tingkat
Kepuasan Konsumen Cafe De’Daunan Kebun Raya Bogor”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik konsumen lokal dan wisatawan mancanegara
(wisman) didominasi oleh laki-laki yang berumur antara 21-40 tahun dan
berstatus sudah menikah. Jenis pekerjaan sebagian besar konsumen adalah
pegawai swasta dengan pendidikan terakhir sarjana dan pasca sarjana. Persepsi
konsumen lokal terhadap kinerja Cafe De’Daunan dapat dikatakan sudah baik,
yaitu menurut penilaian konsumen secara umum menyatakan setuju terhadap
tingkat kinerja cafe dan menilai sangat penting terhadap pelaksanaan atribut

5

bauran pemasaran. Sedangkan atribut yang dinilai cukup setuju adalah
penampilan pramusaji, pemilihan media iklan serta potongan harga makanan dan
minuman. Secara umum konsumen wisman menilai setuju dengan kinerja cafe
untuk setiap atribut bauran pemasaran dan menilai sangat penting terhadap setiap
pelaksanaan bauran pemasaran yang ditawarkan pihak Cafe De’Daunan. Atribut
yang dinilai kurang penting oleh konsumen wisman adalah potongan harga
makanan. Sebagian besar konsumen lokal dan wisman menilai sudah puas dengan
kinerja Cafe De’Daunan. Atribut-atribut yang harus dipertahankan adalah variasi
menu makanan dan minuman, kebersihan makanan dan minuman, kecepatan
transaksi pembayaran, kecepatan penyajian, sikap pramusaji dan kondisi cafe.
Atribut yang harus ditingkatkan adalah aroma makanan, fasilitas cafe, penanganan
keluhan pengunjung, dan kemampuan pramusaji dalam berkomunikasi dan
melayani konsumen.
Dari ketiga penelitian terdahulu tersebut alat analisis yang digunakan adalah
analisis deskriptif, Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer
Satisfaction Index (CSI), dapat disimpulkan bahwa rata-rata karakteristik
konsumen yang datang adalah pria dan wanita dengan usia 21-30 dengan
berpendidikan SMA sampai dengan pasca sarjana dengan pendapatan perbulan
≥Rp 500.000. Sedangkan untuk atribut rumah makan konsumen lebih
memprioritaskan kepada harga, rasa, kebersihan dan kenyaman serta lokasi
dimana restoran itu berada serta rata-rata semua konsumen merasa puas terhadap
ketiga rumah makan tersebut. Menarik bagi penulis untuk mencoba menganalisis
Kepuasan Konsumen yang terdapat pada Rumah Makan Pecel Lele Lela Bogor.

KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Definisi Rumah Makan dan Restoran
Rumah makan adalah istilah umum untuk menyebut usaha gastronomi yang
menyajikan hidangan kepada masyarakat dan menyediakan tempat untuk
menikmati hidangan tersebut serta menetapkan tarif tertentu untuk makanan dan
pelayanannya. Definisi Rumah Makan dan Restoran Menurut SK Menteri
Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No. KM 73/PW 105/MPPT-85 menjelaskan
bahwa Rumah Makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup
kegiatannya menyediakan hidangan dan minuman untuk umum. Dalam SK
tersebut juga ditegaskan bahwa setiap rumah makan harus memiliki seseorang
yang bertindak sebagai pemimpin rumah makan yang sehari-hari mengelola dan
bertanggungjawab atas pengusahaan rumah makan tersebut.
Restoran menurut Torsina (2010), terdapat sepuluh jenis restoran orisinil :
1) Family Continental : yaitu restoran tradisi keluarga, mementingkan
masakan enak, suasana dan harga bersahabat. Biasanya pelayanan dan
dekorasi biasa-biasa saja.
2) Fast Food : yaitu eat-in (makan di restoran) dan take-out (dibungkus
untuk makan di luar restoran), menu siap atau segera tersedia, agak

6

terbatas dalam jenis, ruang dengan dekorasi warna-warna utama dan
terang, harga tidak mahal, mengutamakan banyak pelanggan.
3) Kafetaria : biasanya terdapat di dalam gedung-gedung perkantoran
atau pusat perjalanan, sekolah, pabrik-pabrik. Menu agak terbatas dan
biasa berganti-ganti menurut hari, berharga ekonomis.
4) Gourment, yaitu restoran yang berkelas memerlukan suasana restoran
yang sangat nyaman dengan dekorasi artistik. Ditujukan bagi mereka
yang menuntut standar penyajian yang tinggi dan bergengsi.
Disamping makanan juga disajikan minuman seperti wines dan
liquors.
5) Etnik : menyajikan masakan dari daerah (suku atau Negara) yang
spesifik, misalnya masakan Jawa Timur, Manado, India, Cina dan
lain-lain. Dekorasi biasanya disesuaikan etnik yang bersangkutan
bahkan termasuk seragam para karyawannya.
6) Buffet : ciri utamanya adalah satu harga untuk makan sepuasnya apa
yang disajikan pada buffet. Peragaan dan display makanan sangat
penting disini, sebab ia langsung menjual dirinya.
7) Coffe shop : jenis ini ditandai dengan pelayanan secara cepat dan
cepat pergantian tempat duduk. Banyak seating menempati counter
service untuk menekan suasana informal. Lokasi utamanya di gedung
perkantoran atau pusat perbelanjaan.
8) Snack bar : ruangan biasanya lebih kecil cukup untuk melayani
orang-orang yang ingin makanan kecil/jajanan.
9) Drive in/thru or parking, para pembeli yang memakai mobil tidak
perlu turun dari mobilnya. Pesanan diantar hingga ke mobil untuk eat
in (sementara parkir) atau take away. Jenis makanan harus bisa
dikemas secara praktis. Lokasi tertentu harus sesuai untuk tempat
parkir mobil/motor.
10) Speciality restaurant, jenis restoran yang terletak jauh dari keramaian,
tetapi menyajikan masakan khas yang menarik dan bermutu.
Ditujukan kepada turis atau keluarga dalam suasana khas yang lain
dari pada yang lain.
Dalam hal ini rumah makan Pecel Lele Lela termasuk didalam Family
Continental dikarenakan rumah makan tersebut dapat ditujukan kepada seluruh
kalangan, harga yang bersahabat, mementingkan masakan enak, serta suasana
nyaman tetapi dekorasi dan pelayanan biasa-biasa saja.
Definisi Waralaba (Franchise)
Waralaba menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia No. 259/MPR/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba, yaitu waralaba adalah perikatan
dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha
yang dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan dalam rangka menyediakan dan atau penjualan barang dan jasa.
Pengertian waralaba menurut PP RI No. 42 Tahun 2007 tentang waralaba, (Revisi
atas PP No. 16 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Perindustrian dan

7

Perdagangan No. 259/MPR/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba), waralaba adalah hak khusus yang
dimiliki oleh orang perorangan atau badan usaha terhadap sistem dengan ciri khas
usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti hasil
dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan
perjanjian waralaba.
Definisi Jasa
Pengertian jasa menurut Idris (2009) “jasa atau pelayanan” adalah suatu
kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, ia lebih dapat dirasakan
daripada dimiliki. Kondisi suatu jasa/pelayanan yang ditawarkan atau diberikan
oleh pengusaha/operator, akan sangat tergantung kepada penilaian pengguna jasa
itu sendiri. Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa jasa
merupakan sesuatu yang tidak berwujud namun dapat dinikmati dan dapat
digunakan untuk mencukupi kebutuhan. Yang termasuk jasa disini adalah
mengenai restoran, perusahaan restoran menawarkan jasa seperti pelayanan
kepada pelanggan dalam melayani pelanggan dengan ramah dan penuh sopan
santun. Dalam hal ini pelayanan tersebut adalah tidak teraba tetapi dapat dirasakan
oleh pelanggannya.

Karakteristik Jasa
Menurut Rini (2007) jasa memiliki empat karakteristik yang
membedakannya dengan sektor yang lain, diantaranya:
1. intangible, jasa tidak dapat dipegang, diukur, diinventarisasi dan
diperankan, sehingga sulit diberi tarif dan sulit dievaluasi, karena kriteria
pelanggan berbeda–beda, tidak dapat distandarisasi.
2. perishable, yang berarti jasa tidak dapat disimpan untuk dikonsumsi
kembali dikemudian hari atau dijual kembali.
3. simultaneous, jasa diproduksi dan dikonsumsi secara simultan,
melibatkan konsumen dan penyedia dalam transaksi dan outcome jasa, terjadi
kontak yang tinggi dengan pengguna jasa.
4. heterogeneous, setiap produk jasa dihasilkan berbeda. Hal ini terjadi
karena proses produksi jasa selalu berbeda dari pengguna jasa yang berbeda.
Klasifikasi Jasa
Dalam melaksanakan pemasaran jasa tidak disamakan antara pemasaran
satu jasa dengan yang lain, karena industri jasa sendiri sangatlah beragan.
Klasifikasi jasa dapat membantu memahami batasan-batasan dari industri jasa dan
memanfaatkan pengalaman industri jasa lainya yang mempunyai masalah dan
karakteristik yang sama untuk diaplikasikan pada suatu bisnis jasa. Sebagai akibat
bauran barang dan jasa yang berbeda-beda, sulit untuk menggeneralisasi jasa
kecuali dengan pembedaan lebih lanjut.
Philip Kotler (2000) Mengunakan pendekatan sebagai berikut :

8

1. Jasa dibedakan sesuai dengan apakah jasa itu berdasarkan manusia
(people based) atau berdasarkan peralatan (equipment based). Jasa
berdasarkan peralatan beragam tergantung dari apakah jasa itu
dilakukan secara otomatis atau dimonitor oleh operator terlatih atau
tidak terlatih. Jasa berdasarkan manusia dibedakan atas apakah jasa itu
dilakukan oleh pekerja terlatih, tidak terlatih atau professional.
2. Tidak semua jasa memerlukan kehadiran klien (client presence) dalam
menjalankan kegiatanya.
3. Jasa dibedakan berdasarkan apakah jasa itu sesuai dengan kegiatan
pribadi atau kegiatan bisnis
4. Penyedia jasa berada dalam tujuanya (profit atau non profit) dan dalam
kepemilikan (private or public).
Jasa dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria, yaitu:
1. Berdasarkan sifat tindakan jasa : Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah
matriks yang terdiri atas dua sumbu, di mana sumbu vertikalnya
menunjukkan sifat tindakan jasa (tangible actions dan intangible
actions), sedangkan sumbu horizontalnya adalah penerima jasa
(manusia dan benda).
2. Berdasarkan hubungan dengan pelanggan : Jasa dikelompokkan ke
dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu, di mana sumbu
vertikalnya menunjukkan tipe hubungan antara perusahaan jasa dan
pelanggannya (hubungan keanggotaan dan tak ada hubungan formal),
sedangkan sumbu horizontalnya adalah sifat penyampaian jasa
(penyampaian secara berkesinambungan dan penyampaian diskret).
3. Berdasarkan tingkat customization dan judgment dalam penyampaian
jasa : Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas
dua sumbu, di mana sumbu vertikalnya menunjukkan tingkat
customization karakteristik jasa (tinggi dan rendah), sedangkan sumbu
horizontalnya adalah tingkat judgment yang diterapkan oleh contact
personnel dalam memenuhi kebutuhan pelanggan industrial (tinggi dan
rendah).
4. Berdasarkan sifat permintaan dan penawaran jasa : Jasa dikelompokkan
ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu, di mana sumbu
vertikalnya menunjukkan sejauh mana penawaran jasa menghadapi
masalah sehubungan dengan terjadinya permintaan puncak (permintaan
puncak dapat dipenuhi tanpa penundaan berarti dan permintaan puncak
biasanya melampaui penawaran), sedangkan sumbu horizontalnya
adalah tingkat fluktuasi permintaan sepanjang waktu (tinggi dan
rendah).
5. Berdasarkan metode penyampaian jasa : Jasa dikelompokkan ke dalam
sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu, di mana sumbu vertikalnya
menunjukkan sifat interaksi antara pelanggan dan perusahaan jasa
(pelanggan mendatangi perusahaan jasa, perusahaan jasa mendatangi
pelanggan, serta pelanggan, dan perusahaan jasa melakukan transaksi
melalui surat atau media elektronik), sedangkan sumbu horizontalnya
adalah ketersediaan outlet jasa (single site dan multiple sites).

9

Karakteristik Konsumen
Konsumen memiliki karakteristik yang dapat mempengaruhi perilaku dalam
proses keputusan pembelian. Karakteristik konsumen terdiri dari pengetahuan dan
pengalaman konsumen, kepribadian konsumen dan karakteristik demografi
konsumen (Sumarwan 2004). Karakteristik demografi dapat dilihat dari faktorfaktor seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa,
pendapatan, jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi dan kelas sosial.
Karakteristik demografi berkaitan dengan konsep sub-budaya yang membagi
masyarakat ke dalam kelompok-kelompok. Usia menjadi karakteristik yang
penting untuk dipahami oleh pemasar (Sumarwan 2004). Konsumen yang berbeda
usia akan mengkonsumsi produk yang berbeda. Para pemasar harus mengetahui
dengan jelas komposisi dan distribusi penduduk jika usia menjadi dasar dari
segmentasi produknya. Selain usia, tingkat pendapatan juga menjadi karakteristik
konsumen yang penting untuk diketahui oleh pemasar. Jumlah pendapatan akan
menggambarkan besarnya daya beli dari konsumen (Sumarwan 2004). Daya beli
menjadi indikator yang penting bagi pemasar dalam jumlah produk yang bisa
dibeli oleh konsumen. Faktor pendidikan juga menjadi faktor penting dalam
proses keputusan pembelian. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan
membuat konsumen senang untuk mencari informasi tentang suatu produk
sebelum memutuskan untuk membelinya. Pekerjaan juga akan mempengaruhi
cara pandang dan persepsi terhadap suatu produk, karena akan berpengaruh pada
pengetahuan dan pengalaman untuk termotivasi dalam keputusan pembelian
produk.
Atribut Produk
Menurut Kotler (2000), atribut produk merupakan sifat-sifat produk yang
menjamin agar produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan yang
diharapkan oleh pembeli. Atribut produk menjadi suatu pertimbangan bagi
konsumen untuk memutuskan pembelian produk. Atribut terdiri dari dua jenis
yaitu :
1. Atribut yang berwujud (tangible) meliputi ciri produk seperti harga,
kemasan, kualitas, desain produk, label dan warna.
2. Atribut yang tidak berwujud (intangible) meliputi ciri produk yang tidak
berwujud seperti nama baik, popularitas perusahaan penghasil produk
serta pandangan atau image konsumen terhadap merek produk.
Menurut Kotler (2005) menyatakan bahwa terdapat lima penentu mutu jasa
yang membantu penentuan atribut untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen yaitu Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy.
1. Tangibles (Berwujud)
Dimensi ini mencakup kondisi fisik, peralatan, serta penampilan kerja.
Karena jasa tidak dapat diamati secara langsung, maka pelanggan sering
kali berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dalam
melakukan evaluasi seperti tempat duduk, areal parkir, kebersihan lokasi
dan lain-lain.

10

2. Reliability (Keandalan)
Dimensi ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan secara akurat dan andal, dapat dipercaya, bertanggungjawab
atas apa yang dijanjikan, tidak pernah memberi janji yang berlebihan dan
selalu memenuhi janjinya.
3. Responsiveness (Daya Tanggap)
Dimensi ini mencakup kesediaan untuk membantu pelanggan dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat, selalu memperoleh definisi
yang tepat dan segera mengenai pelanggan. Dimensi ini merefleksikan
komitmen perusahaan untuk memberikan pelayanan tepat pada waktunya.
4. Assurance (Jaminan)
Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka
menyampaikan kepercayaan dan keyakinan pada pelanggan terhadap
kompetensi dan kredibilitas dari perusahaan tersebut (terdiri dari
kompetensi, kesopanan, kredibilitas dan keamanan)
5. Empathy (Empati)
Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada
masing-masing pelanggan ( terdiri dari kemudahan, komunikasi dan
kemampuan memahami).
Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler (2000), kepuasan konsumen merupakan perasaan senang
atau kecewa konsumen yang didapat dengan membandingkan antara kesan kinerja
terhadap kinerja produk jasa dengan harapan kinerja produk atau jasa tersebut.
Apabila kenyataannya sama dengan atau lebih dari hasil yang diharapkan, maka
konsumen akan puas. Sebaliknya, apabila konsumen merasa kurang maka akan
timbul ketidakpuasan. Kepuasan pelanggan merupakan salah satu hasil dari
pembelian. Kepuasan pelanggan mencerminkan seberapa jauh perusahaan telah
merespon keinginan dan harapan pasar. Konsumen yang merasa puas dapat
melakukan pembelian ulang dan dapat menjadi pelanggan dengan loyalitas yang
tinggi. Kepuasan konsumen terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Kepuasan fungsional, merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi atau
pemakaian suatu produk. Misal: karena makan membuat perut kita
kenyang.
2. Kepuasan psikologikal, merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut
yang bersifat tidak berwujud. Misal: perasaan bangga karena mendapat
pelayanan yang sangat istimewa dari sebuah rumah makan yang mewah.
Menurut Sumarwan (2004), teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan
atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah the expectancy disconfirmation
model, yang mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen
merupakan dampak perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian
dengan yang sesungguhnya diperoleh oleh konsumen dari produk yang dibeli
tersebut. Ada empat alat untuk melacak dan mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran
Untuk mengidentifikasikan masalah maka perusahaan harus
mengumpulkan informasi langsung dari konsumen dengan cara
menyediakan kotak saran. Sejumlah perusahaan yang berpusat pada

11

pelanggan menyediakan nomor telepon bebas pulsa hot lines. Perusahaan
juga menggunakan situs web dan email untuk komunikasi dua arah yang
cepat.
2. Survei kepuasan konsumen
Perusahaan yang tanggap mengukur kepuasan pelanggan secara langsung
dengan melakukan survei secara berkala. Sambil mengumpulkan data
pelanggan perusahaan tersebut juga perlu bertanya lagi guna mengukur
minat membeli ulang dan mengukur kecenderungan atau kesediaan
merekomendasikan perusahaan dan merek ke orang lain.
3. Belanja siluman (ghost shopping)
Metode ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
perusahaan pesaing dan membandingkannya dengan perusahaan
bersangkutan. Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai
calon pembeli guna melaporkan titik kuat dan titik lemah yang dialami
sewaktu membeli produk perusahaan dan pesaing.
4. Analisis kehilangan konsumen
Tingkat kehilangan konsumen menunjukkan kegagalan perusahaan dalam
memuaskan konsumennya. Perusahaan seharusnya menganalisa dan
memahami mengapa konsumen tersebut berhenti mengkonsumsi
produknya.
Menurut Umar (2000), menyatakan bahwa kepuasan konsumen dapat
dianalisis dari dua dimensi yaitu dari harapan-harapan atas sesuatu dan kenyataankenyataan yang diterima konsumen. Konsep kepuasan pelanggan mencakup
perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan.
Konsep kepuasan pelanggan disajikan dalam Gambar 1.
Tujuan Perusahaan

Kebutuhan dan
Keinginan Pelanggan

Produk

Harapan Pelanggan
terhadap Produk

Nilai Produk Bagi
Pelanggan
Tingkat Kepuasan
Pelanggan
Gambar 1 Diagram konsep kepuasan pelanggan
Sumber : Rangkuti . F (2006)
Teori yang menjelaskan tentang kepuasan dan ketidakpuasan terbentuk
adalah the expectancy disconfirmation model. Model ini mengemukakan bahwa
kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan
antara harapan konsumen sebelum membeli dengan sesungguhnya diperoleh
konsumen dari produk yang dibeli (Sumarwan 2004). Model ini berkaitan dengan
fungsi produk yang diharapkan oleh konsumen. Adapun fungsi produk yang dapat
mempengaruhi kepuasan pelanggan adalah :

12

1. Produk berfungsi lebih baik sesuai dari harapan konsumen disebut
diskonfirmasi positif, maka konsumen merasa puas.
2. Produk berfungsi seperti harapan konsumen disebut dengan konfirmasi
sederhana maka konsumen merasa netral.
3. Produk berfungsi lebih buruk dari harapan konsumen disebut
diskonfirmasi negatif maka konsumen merasa tidak puas.
Definisi kepuasan opersional yang banyak digunakan termasuk yang
dikemukakan oleh Kotler. Kotler dan Keller (2006) mendefinisikan kepuasan
sebagai perasaan senang atau kecewa yang berasal dari perbandingan antara
persepsi (perception) terhadap hasil (perfomance) suatu produk dengan
harapannya (expectation). Bila kinerja produk dari pengalaman mengkonsumsi
berada di bawah harapannya, kondisi ini menunjukkan hal tidak puas
(dissatisfied), bila sama puas (satisfied), dan bila di atas sangat puas (higly
satisfied). Konsekuensi daripada definisi ini yaitu pengukuran kepuasan
didasarkan kepada kesenjangan antar harapan dan pengalaman, tanpa harus
mempermasalahkan dulu dimensi maupun indikator yang dijadikan ukuran
kepuasan pelanggan. Secara implisit konsep ini harus memenuhi asumsi bahwa
responden sudah lebih dahulu mempunyai harapan atas barang dan jasa yang akan
dikonsumsi, dan asumsi ini tidak selalu terpenuhi.
Lebih jauh, bila definisi di atas disimak, kondisi puas dapat diketahui
dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah mengkonsumsi. Posisi
sebelum yang ditunjukkan oleh harapan terkait dengan kecenderungan, reaksi,
atas berbagai atribut produk terkait. Sementara itu, dalam rentang waktu tertentu,
konsumen dapat mengalami perubahan kondisi kepuasan, sebagai akibat
perubahan persepsi terhadap atribut kepuasan itu sendiri. Sementara itu kondisi
setelah ditunjukkan oleh keadaan konsumen mengkonsumsi, apakah
yang
dialami dapat memenuhi yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan kepuasan, Kotler dan Keller (2006) secara implisit
meyakini tiga hal: Nilai Pelanggan, Kepuasan dan Loyalitas. Semakin tinggi
nilai yang diterima pelanggan, akan semakin tinggi pula tingkat kepuasan, dan
sebagai akibatnya pelanggan akan semakin loyal. Dalam kaitan ini, nilai
pelanggan didefinisikan sebagai perbandingan antara Nilai Total yang diterima
dengan Biaya Total. Oleh karena itu, peningkatan harga tidak bisa dilihat akan
mengurangi kepuasan, bilamana pemasar dapat memberikan nilai lebih dibanding
dengan biaya yang muncul karena peningkatan harga tersebut.
Harus digarsibawahi bahwa kondisi puas bukan saja bersumber dari barang
dan jasa yang dikonsumsi, akan tetapi berkaitan dengan kondisi psikis, pikiran,
dan mental konsumen. Baik hal ini muncul sesaat akan mengkonsumsi, maupun
karena akumulasi pengetahuan dan pengalamannya. Semakin kondusif hal ini,
maka potensi dia berada pada kondisi puas akan lebih tinggi bilamana hal
terpenuhi.
Secara teknis kepuasan direpleksikan oleh angka, bukan angka tunggal
akan tetapi nilai komposit dari berbagai atribut dan kondisi. Angka ini sifatnya
dinamis, bisa dikembangkan dari waktu ke waktu bahkan dapat dibandingkan
antara satu kondisi terhadap kondisi lain. sehingga bisa menggambarkan kondisi
yang sesuai dengan objek penelitian. Akibatnya, kondisi puas pada satu waktu
bisa kurang berarti bilamana kondisi sebelumnya lebih baik, ini dimungkinkan
karena adanya pembandingan.

13

a.

Atribut kepuasan
Bagaimanapun pengukuran kepuasan pelanggan berkaitan dengan atribut,
dimensi, maupun indikator yang secara akademis menjadi gambaran objek
penelitian. Secara teknis atribut ini yang dinilai konsumen yang kemudian
dikalkulasikan. Atribut ini sendiri tunduk kepada konsep maupun teori.
Bila dikaitkan dengan kemampuan barang dan jasa memenuhi kepuasan,
satu hal yang harus dipahami adalah kesadaran responden atas karakteristik
produk yang dikonsumsi. Karena karakteristik ini sesungguhnya adalah pintu
masuk untuk mengetahui sejauh mana konsumen tersadarkan (enlighted) atas
barang yang akan dikonsumsi. Pengukuran yang kompleks akan kurang berarti
bila dihadapkan kepada kondisi yang sangat bervariasi pengetahuannya atas
atribut barang. Sesuai dengan itu, untuk memastikan kesesuaian atribut
dibutuhkan studi pendahuluan yang dapat dimulai dengan eksplorasi sejauh mana
responden memahami dan membutuhkannya.
b. Langsung vs Tak Langsung
Mengukur kepuasan dapat dilakukan secara langsung atau tak langsung..
Secara langsung dilakukan dengan cara memperoleh gambaran kepuasan sebagai
satu konsep ataupun variabel, sementara secara tidak langsung dilakukan melalui
konsep atau variabel lain. Hal demikian dapat diperiksa melalui konsep yang
disampaikan Kotler, (2006) yang menunjukkan hubungan antara Customer Value
(CS), Satisfaction dan Loyalty. CS dalam hal ini ditentukan oleh perbandingan
antara Total Customer Value (TCV) dan Total Customer Cost (TCC). Bila TCV
melebihi TCC akan menunjukkan bahwa pelanggan akan merasa puas, karena
nilai yang diterima melebihi dari pengorbanan yang dilakukan. Artinya lebih
banyak nilai yang diterima, lebih puas pelanggan. Cara seperti ini dapat juga dapat
ditunjukkan kepada penanganaan keluhan. Bila pelanggan merasa puas terhadap
penanganan keluhannya, hal ini juga menunjukkan didapatnya kepuasan. Selain
itu, melalui importance and performance analysis dapat juga diketahui keadaan
puas atau tidak. Bilamana performance dapat memenuhi importance, kondisi ini
juga menunjukkan keadaan puas. Penjelasan ini menunjukkan bahwa kepuasan
dapat dilihat dari ukuran lain.
Lebih lanjut, dari sisi lain dapat dikatakan bahwa pengukuran kepuasan
dalam hal ini ditentukan oleh kondisi lain yang mendahuluinya. Misalnya, bila
penanganan terhadap keluhan pelanggan dilakukan dengan baik, maka akan
ditemukan kondisi yang lebih puas bagi pelanggan. Artinya, kepuasan dapat
dilihat sebagai satu akibat, karena dapat dipenuhinya kondisi lain yang menjamin
bahwa kepuasan akan terjadi. Dengan telaah seperti ini dapat juga dinyatakan
bahwa bila kepuasan tercipta maka akan ditemukan kondisi loyalitas pelanggan,
karena pelanggan yang puas cenderung untuk melakukan pembelian ulang.
c. Membandingkan vs tak membandingkan
Model kepuasan yang banyak digunakan hingga saat ini adalah
“disconfirmation”. Akan tetapi tetap saja ada alasan untuk menggunakan model
lain yang mungkin spesifik terhadap objek penelitian dimana melihat kepuasan
sebagai penyataan yang dievaluasi langsung oleh konsumen. Dalam kaitan ini
harus diketahui benar, apakah responden cukup memahami lingkup barang dan
jasa atau penyedia jasa yang ditanyakan kepadanya sehingga dapat memberikan
penilaian, membandingkan harapan dan penilaian.

14

Dalam perkembangan terakhir, kepuasan menjadi sesuatu yang dianggap
mapan (established) sehingga diyakini adanya kaitan antara satu kondisi terhadap
kondisi lain. Pola hubungan ini positif dan sampai juga kepada simpulan bahwa
konsumen dengan tingkat konsumen yang berbeda akan mempunyai perilaku
yang berbeda pula, misalnya dalam hal mencari informasi dan dorongannya
terhadap bertindak. Sementara itu hal yang agak sumir dibedakan adalah konsep
loyalitas dan komitmen yang muncul karena kondisi puas.
Ciri daripada kemajuan satu negara saat ini diukur dari produk jasa yang
dihasilkannya pertahun, semakin tinggi nilainya, keadaan perekonomian dinilai
semakin baik. Perbedaan barang dan jasa lambat laun menjadi samar, karena
hampir tidak bisa dibedakan lagi apakah sesuatu yang ditawarkan oleh perusahaan
benar-benar barang atau jasa. Dalam pemahaman yang umum, sering
dicampuradukkan jasa dalam arti sebagai pelengkap terhadap barang yang
ditawarkan dengan pengertian jasa itu sendiri. Akibatnya, konsep pengukuran
yang digunakan untuk bidang jasa sering “dipaksakan” ke bidang barang
(manufaktur).
Dari sisi perusahaan, ada dua hal penting yang mengharuskan mereka
peduli terhadap kepuasan pelanggan yaitu; 1) memberikan pemahaman tentang
bagaimana konsumen mendefinisikan kualiats barang dan jasa, dan 2) fasilitas
yang disediakan perusahaan sehingga dapat tercipta kepuasan.
Kepuasan pelanggan adalah kondisi atau keadaan yang dapat bermakna
bagi seluruh organisasi ataupun perusahaan. Perkembangan terhadap kepedulian
pelanggan telah menjelma menjadi bagian tersendiri dalam bidang manajemen
dengan berkembangnya Customer Relationship Marketing (CRM). Sehingga
disimpulkannya bahwa yang lebih penting perusahaan harus membangun kultur
yang peduli kepada kepuasan. Dijelaskan bahwa upaya membangun kultur
kepuasan meliputi dimensi falsafah dan misi daripada pelayanan, peran dan
harapan daripada karyawan, kebijakan dan prosedur, dukungan manajemen,
barang dan jasa, motivator dan imbalan, pelatihan, dan sistem pengiriman.
Organisasi yang sudah maju menempatkan kepuasan pelanggan menjadi bagian
organisasi yang utuh, sehingga perihal kepuasan pelanggan telah menjadi bagian
rutin yang harus diungkapkan. Lebih dari itu, agar gambaran kepuasan
menunjukkan hal yang sebenarnya, perusahaan diharapkan tidak memberikan
janji terlalu tinggi atas barang dan jasa yang dihasilkan. Sudah barang tentu yang
harus digarisbawahi adalah bahwa apapun pendekatan yang akan dilakukan harus
berorientasi kepada konsumen. Sejauh mana perusahaan dapat mengikuti
perkembangan tuntutan atau pentingnya satu atribut kepada pelanggan, hal
demikianlah yang disertakan menjadi determinan kepuasan dan diukur dari masa
ke masa. Hal ini sudah barang tentu akan berubah sesuai dengan dinamika sosial
si konsumen.
Apapun upaya yang dilakukan mengukur kepuasan pelanggan, harus jelas
manfaatnya terhadap organisasi (penyedia). Satu hal yang perlu diingat oleh
organisasi adalah bahwa jaminan kepuasan terhadap produk yang dihasilkan tidak
dapat ditolak lagi.

15

Kerangka Pemikiran Operasional
Rumah Makan yang menyediakan banyak aneka ragam hidangan serta
pelayanan yang baik dan cepat sesuai dengan yang diharapkan konsumennya akan
dapat memenangkan persaingan atau bertahan dari persaingan rumah makan yang
lain. Para pengusaha harus jeli dan cermat dalam mengetahui keinginan
konsumen. Jadi usaha meningkatkan kualitas pelayanan terhadap konsumen
adalah salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi. Sangat penting bagi Rumah
Makan Pecel Lele Lela Bogor untuk mengetahui karakteristik konsumennya agar
tetap bertahan di dalam bisnis jasa kuliner ini. Selain itu, Rumah Makan Pecel
Lele Lela Bogor juga harus mampu memenuhi keinginan konsumennya dengan
mengetahui sikap konsumen terhadap rumah makannya. Karakteristik konsumen
Rumah Makan Pecel Lele Lela Bogor dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif, dengan membuat tabulasi sederhana yaitu dengan mengelompokkan
jawaban yang sama kemudian dipersentasekan.
Selanjutnya, melakukan identifikasi atribut-atribut yang dimiliki untuk
mengetahui seberapa besar tingkat kinerja Rumah Makan Pecel Lele Lela Bogor
dan tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut/variabel Rumah Makan Pecel
Lele Lela Bogor. Selain itu, menganalisa kepuasan konsumen agar dapat
mengetaui seberapa besar kepuasan konsumen terhadap atribut/variabel Rumah
Makan Pecel Lele Lela Bogor. Analisis yang digunakan untuk menjawab tingkat
kinerja dan tingkat kepentingan konsumen Rumah Makan Pecel Lele Lela Bogor
adalah dengan menggunakan Importance Performance Analisis (IPA), sedangkan
untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen menggunakan metode Customer
Statisfaction Index (CSI). Atribut-atribut yang diteliti dari dua variabel atribut
yaitu atribut produk dan atribut kualitas jasa. Atribut produk terdiri dari atribut
rasa, nasi timbel, atribut ukuran/porsi, atribut kehalalan, atribut harga produk, dan
atribut keragaman menu. Sedangkan atribut kualitas jasa yaitu kecepatan melayani
konsumen, ketanggapan pramusaji melayani keluhan konsumen, kesopanan
pramusaji, promosi, kemudahan menjangkau lokasi, penataan ruangan,
kebersihan, kerapihan dan keterampilan, keamanan dan kenyamanan, areal parkir,
ser

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penetapan Harga Dan Lokasi Terhadap Minat Beli Konsumen Di Restoran Pecel Lele Lela Jl. Dipati Ukur No. 248 Bandung

0 3 1

Formulasi Strategi Pemasaran pada Restoran Waralaba Pecel Lele Lela di Bogor, Jawa Barat

11 131 199

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA RUMAH MAKAN Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Rumah Makan Mang Engking Di Surakarta.

0 6 15

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA RUMAH MAKAN Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Rumah Makan Mang Engking Di Surakarta.

0 3 14

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PRODUK DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN DALAM Analisis Pengaruh Kualitas Produk Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Dalam Membentuk Loyalitas Pelanggan Pada Rumah Makan Di Kota Solo.

0 3 17

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PRODUK DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN DALAM MEMBENTUK LOYALITAS Analisis Pengaruh Kualitas Produk Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Dalam Membentuk Loyalitas Pelanggan Pada Rumah Makan Di Kota

0 4 15

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA RUMAH MAKAN PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA RUMAH MAKAN SSP (SPESIAL SUPER PENYET).

0 4 16

PENGARUH PROMOTION MIX TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN DI RUMAH MAKAN ROJO LELE SALATIGA Pengaruh Promotion Mix Terhadap Kepuasan Konsumen Di Rumah Makan Rojo Lele Salatiga.

0 2 13

PENGARUH PROMOTION MIX TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN DI RUMAH MAKAN ROJO LELE SALATIGA Pengaruh Promotion Mix Terhadap Kepuasan Konsumen Di Rumah Makan Rojo Lele Salatiga.

0 3 10

Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Rumah Makan Sirait - Ubharajaya Repository

0 0 15