uni Sintesis Hidrotermal dan Karakterisasi Kristal Titanium Dioksida (TiO2)

hidrotermal. Proses hidrotermal dilakukan di dalam oven yang telah dikalibrasi pada suhu 180 °C selama 48 jam. Hasil proses hidrotermal berupa suspensi berwarna putih terbentuk akibat reaksi antara NaOH dan TiO 2 . Setelah suspensi mencapai suhu ruang kemudian dicuci dengan air destilata dan disaring vacum setelah itu dikeringkan dalam suhu ruang kemudian dimasukkan ke dalam 500 mL HCl pH 2 dan distirer selama 24 jam dengan kecepatan 800 rpm pada metode ini dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali untuk menghilangkan Na + dan larutan menjadi netral Yoshida et al 2005. Setelah itu dilakukan pemusingan atau sentrifugasi pada larutan dengan kecepatan 1500 rpm agar terpisah dengan cepat antara suspensi dan larutan HCl encer. Setelah didapatkan suspensi titanium dioksida, lalu dikeringkan dengan pemanasan selama 10 jam di dalam oven pada suhu 70 °C Djaeni 2010. Setelah 10 jam maka terbentuklah kristal titanium dioksida tanpa residu ion Na + . Kalsinasi terhadap kristal TiO 2 Kristal TiO 2 yang terbentuk melalui proses hidrotermal kemudian dikalsinasi di dalam tanur pada variasi suhu 500 °C dan 800 °C selama masing-masing 2 jam. Setelah itu didiamkan hingga tanur mencapai suhu ruang lalu sampel dikeluarkan dari tanur dan dibiarkan mendingin sampai suhu ruang. Karakterisasi kristal TiO 2 Kristal TiO 2 hasil sintesis dengan metode hidrotermal pada suhu 180 °C tanpa kalsinasi dan kristal TiO 2 yang dikalsinasi dengan dua variasi suhu 500 °C dan 800 °C. Variasi suhu tersebut dipilih karena diketahui pada kedua suhu tersebut fase kristal TiO 2 bertransformasi Yoshida et al 2005. Kristal TiO 2 kemudian dikarakterisasi dengan XRD dan SEM. Karakterisasi XRD dapat memberi informasi secara umum baik kuantitatif maupun kualitatif untuk mengetahui fasa yang terdapat dalam sampel, menentukan ukuran kristal dan kristalinitas. Kristal hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan alat XRD. Untuk mengetahui morfologi kristal yaitu tampilan permukaan dan keseragaman bentuknya, kristal TiO 2 hasil sintesis dikarakterisasi dengan SEM. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi dengan XRD Bahan utama yang digunakan adalah serbuk TiO 2 Merck. Pola difraksi TiO 2 tersebut menunjukkan bahwa kristal TiO 2 memiliki fase rutil dengan ukuran rerata kristal pada bidang hkl sebesar 0.156 nm Lampiran 2 dan 3. Pada proses awal, TiO 2 Rutil, Merck direaksikan dengan NaOH 10 M, selama proses hidrotermal 48 jam pada suhu 180 °C, ikatan Ti-O-Ti terurai dan ikatan Ti-OH dan Ti-O-Na terbentuk dengan adanya penambahan NaOH. Setelah proses hidrotermal, suspensi TiO 2 yang masih mengandung Na + dimasukkan ke dalam larutan HCl pH 2 selama 24 jam dengan 3 kali ulangan untuk menghilangkan residu Na + tersebut Zhang 2008. Sampel dibedakan atas 3 perlakuan tanpa kalsinasi, kalsinasi 2 jam 500 °C dan 800 °C. Ketiga perlakuan tersebut dilakukan untuk melihat pengaruh suhu terhadap perubahan fase dan ukuran kristal. Kristal TiO 2 hasil sintesis dikarakterisasi dengan XRD. Pola difraksi yang dihasilkan dicocokkan dengan data joint cristal powder difraction standard JCPDS Lampiran 2. Pola difraksi kristal TiO 2 tanpa kalsinasi ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1 Pola difraksi kristal TiO 2 tanpa kalsinasi. Pola difraksi kristal TiO 2 tanpa kalsinasi menunjukkan bahwa puncak-puncak yang tinggi terbentuk pada sudut sekitar 25°. Hanya ada satu puncak yang mirip dengan pola difraksi dan data JCPDS anatase Lampiran 2, yaitu puncak pada sudut 25.20° dengan intensitas relatif I R 95.83 sementara I R tertinggi 100 dimiliki puncak dengan nilai sudut 24.66° Lampiran 4. Kristal TiO 2 pada 10 20 30 40 50 60 5 15 25 35 45 55 65 75 In te n si ta s a r

b. uni

t Sudut 2 θ ° perlakuan tanpa kalsinasi masih berbentuk amorf atau belum terbentuk fase kristal, tetapi kemunculan puncak pada rentang sudut 25° memperlihatkan bahwa kristal cenderung akan membentuk fase anatase pada suhu lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa metode hidrotermal selama 48 jam pada suhu 180 °C dapat mengubah kristal TiO 2 rutil menjadi amorf dan selanjutnya dapat berubah menjadi anatase dengan pemberian suhu lebih tinggi. Nilai kristalinitas TiO 2 tanpa kalsinasi masih rendah, yaitu sebesar 37.84. Pengukuran ukuran kristal pada bidang hkl menggunakan formula Scherrer, dengan persamaan Shinoda 2011: L h,k,l = 0.9 � � ��� � dengan L adalah ukuran kristal nm pada bidang hkl, λ adalah panjang gelombang sinar- x nm, � adalah Full Width at Half Maximum FWHM dalam radian, dan θ adalah setengah sudut difraksi. Bidang yang lazim digunakan untuk menghitung ukuran kristal adalah bidang yang memiliki puncak yang cukup tinggi. Ukuran kristal berbanding terbalik dengan nilai FWHM. Semakin kecil nilai FWHM maka ukuran kristal semakin besar. Ukuran rerata kristal TiO 2 sebesar 0.147 nm Lampiran 6. Pada perlakuan berikutnya, TiO 2 dikalsinasi pada variasi suhu 500 °C dan 800 °C. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mengamati pengaruh suhu terhadap perubahan karakteristik kristal. Pola difraksi kristal TiO 2 hasil kalsinasi selama 2 jam pada suhu 500 °C ditunjukkan oleh Gambar 2. Gambar 2 Pola difraksi kristal TiO 2 , kalsinasi 2 jam, 500 °C. Fase anatase kristal TiO 2 mulai terbentuk pada suhu 500 °C. Hal ini dapat dilihat dengan adanya puncak-puncak yang sejajar dengan puncak standar anatase Lampiran 5. Puncak- puncak tersebut memiliki nilai sudut yang mendekati JCPDS Lampiran 2, yaitu 25.32°; 47.96°; 37.90°; 55.10°; 53.94°; 62.66° dan 75.12° Lampiran 4. Puncak tertinggi terdapat pada sudut 25.32° dengan nilai I R 100. Fase anatase merupakan fase yang diharapkan terbentuk karena pada fase ini kristal TiO 2 memiliki luas permukaan dan bandgap energi yang lebih besar Afrozi 2010, serta ukuran kristal yang lebih kecil daripada fase rutil sehingga TiO 2 sering digunakan untuk aplikasi semikonduktor. Kristalinitas kristal TiO 2 dengan kalsinasi 2 jam pada suhu 500 °C sebesar 70.38. Ukuran rerata kristal sebesar 34.507 nm Lampiran 6. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa suhu mampu meningkatkan kristalinitas sehingga ukuran kristal menjadi lebih besar. Pola difraksi sampel TiO 2 yang dikalsinasi selama 2 jam pada suhu 800 °C dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Pola difraksi kristal TiO 2 , kalsinasi 2 jam, 800 °C. Pada pola difraksi kristal TiO 2 dengan kalsinasi 2 jam pada suhu 800 °C terdapat beberapa puncak yang nilai sudutnya mendekati JCPDS fase anatase Lampiran 2, yaitu pada sudut 25.32°; 48.08°; 53.96°; 37.82°; 55.12°; 68.76°; 74.06° Lampiran 4. Puncak tertinggi pada sudut 25.32° dengan I R 100. Pada suhu 800 °C ini terjadi transformasi fase dari anatase menuju rutil. Hal ini diperlihatkan dengan munculnya puncak-puncak yang nilai sudutnya mendekati JCPDS fase rutil Lampiran 2, yaitu pada sudut 27.42°; 36.90° dan 62.72° Lampiran 4. Namun pada sudut-sudut ini nilai I R masih rendah dibandingkan dengan nilai I R fase anatase. Hal ini dikarenakan untuk membentuk fase rutil dibutuhkan suhu pemanasan yang lebih tinggi, yaitu sekitar 915 °C Afrozi 2010. Pada sudut sekitar 11° dan 14° muncul puncak yang tidak sesuai dengan data JCPDS 50 100 150 200 250 300 5 15 25 35 45 55 65 75 In te n si ta s a r

b. uni