Sintesis Hidrotermal dan Karakterisasi Kristal Titanium Dioksida (TiO2)

(1)

SINTESIS HIDROTERMAL DAN KARAKTERISASI

KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA (TiO

2

)

MARLIA SUGIARTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

ABSTRAK

MARLIA SUGIARTI. Sintesis Hidrotermal dan Karakterisasi Kristal Titanium

Dioksida (TiO

2

). Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI WULANAWATI.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu dan metode

terhadap ukuran dan fase kristal titanium dioksida (TiO

2

). Kristal TiO

2

disintesis

melalui metode hidrotermal dengan mencampurkan TiO

2

(Rutil, Merck) dan

NaOH pekat dalam tabung reaktor hidrotermal selama 48 jam, pada suhu 180 °C.

Setelah proses hidrotermal, satu sampel tidak dikasinasi (a) dan sampel yang lain

dikalsinasi selama 2 jam pada suhu 500 °C (a) dan 800 °C (c). Kristal TiO

2

yang

dihasilkan dianalisis menggunakan XRD dan SEM. Pada perlakuan (a), belum

terbentuk fase anatase maupun rutil dengan jelas, dihasilkan kristal dengan ukuran

rerata 0,147 nm dan kristalinitas sebesar 37,84 %. Pada perlakuan (b) dihasilkan

kristal fase anatase dengan ukuran rerata 34,507 nm dan kristalinitas sebesar

70,38 %. Kristal yang lebih homogen dihasilkan pada perlakuan (c) dengan

ukuran rerata 45,168 nm dan kristalinitas sebesar 90,47 %. Kristal pada perlakuan

(c) bertransformasi dari fase anatase menuju rutil.

ABSTRACT

MARLIA SUGIARTI. Hydrothermal Synthesis and Characterization of Titanium

dioxide (TiO

2

) Crystal. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI

WULANAWATI.

The aim of this research is studied about methode and temperature effect to

phase and size of titanium dioxide (TiO

2

) crystal. Titanium dioxide (TiO

2

) crystal

was synthesized by hydrothermal method with mixed of TiO

2

powder (Rutile,

Merck) and strong of natrium hidroxide (NaOH) in hydrothermal container at 180

°C for 48 h. After synthesized, one sample made without calcination (a) and two

samples other were calcinated at 500 °C (b) and 800 °C for 2 h (c). The

morphologies of crystals were analyzed using X-ray diffraction and Scanning

Electron Microscopy (SEM). Crystal without calcination (a) was obtained with

avarage size crystal about 0,147 nm and cristalinity was resulted about 37,84 %,

this crystal was amorphous thus hadn’t formed into anatase or rutil phase yet. In

second treatment (b), crystal was obtained with average size about 34,507 nm,

crystal was formed into anatase phase and it had crystalinity about 70,38 %. In

third treatment (c), crystal was more homogen with average size about 45,168 nm

and crystalinity was resulted about 90,47 %. Crystal (c) was becomes unstable and

transformed from anatase into rutile phase.


(3)

SINTESIS HIDROTERMAL DAN KARAKTERISASI

KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA (TiO

2

)

MARLIA SUGIARTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(4)

Judul Skripsi : Sintesis Hidrotermal dan Karakterisasi Kristal Titanium Dioksida

(TiO

2

)

Nama

: Marlia Sugiarti

NIM : G44052015

Disetujui oleh

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Sri Mulijani, M.S. Armi Wulanawati, S.Si., M.Si.

NIP. 196304011991032001 NIP. 196907252000032001

Diketahui oleh

Ketua Departemen Kimia

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002


(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan pertolongan-Nya

penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Sintesis hidrotermal dan karakterisasi

kristal titanium dioksida (TiO

2

). Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada

Rasulullah SAW dan kita semua sebagai umatnya.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Dr. Sri Mulijani, M.S. dan Ibu

Armi Wulanawati, S.Si., M.Si. selaku pembimbing yang senantiasa memberikan saran,

motivasi dan bimbingannya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Budi Arifin, S.Si., M.Si. yang telah memberikan motivasi dan arahan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu ‘Ai, Pak Yani, Pak Syawal, Pak Mail,

Pak Mul, Pak Caca dan Teh Nurul atas bantuannya selama penelitian.

Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada Ayah, Mamah, Anona, Teh

Wiwi, Didit dan Eneng tercinta atas kesabaran, doa, kasih sayang dan dukungannya. Juga

ucapan terima kasih kepada Dartiawati, Laras, Guslina, Ade, Syaeful Fahmi, Novi dan semua

teman-teman kimia angkatan 41 sampai 45 atas bantuan, doa, motivasi dan saran yang

diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2012


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 Maret 1987 dari pasangan Bapak M. Sibli

Santibi dan Ibu Maryamah, S.Ag. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMAN 5 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk

IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI IPB).

Semasa mengikuti perkuliahan penulis sangat aktif di berbagai organisasi intra dan inter

kampus. Penulis pernah menjadi salah satu peraih beasiswa PPSDM dari IPB dan

mendapatkan kesempatan untuk lolos skala IPB dan didanai DIKTI dalam ajang lomba karya

tulis Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Kewirausahaan (PKMK) bersama Anisa dan

Paramitha pada tahun 2008. Penulis juga aktif mengajar privat IPA untuk murid SMP sejak

tahun 2007 sampai 2009 dan mengajar privat Kimia TPB dan Kimia untuk murid SMA di

bawah naungan bimbingan belajar Prima Exacta sejak tahun 2008 sampai 2010. Penulis

melaksanakan Praktik Kerja Lapang di Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

(BPPHH) dengan judul “Pemanfaatan Tempurung Biji Nyamplung Sebagai Bahan Baku

Briket dan Arang Aktif” bersama Bapak Ir. Djeni Hendra, M.Si. Penulis sempat bekerja di

sebuah Sekolah Taman Kanak-kanak Islam Terpadu Shalahuddin II pada tahun 2011 dan

membuka tempat les privat sendiri di rumah untuk murid SMA IPA sampai April 2012 dan

pada tahun yang sama penulis menjadi guru privat fisika untuk murid-murid di Sekolah

Berwawasan Internasional (SBI) MADANIA dan penulis bekerja sebagai Guru IPA di

HASMI

Boarding School

(HBS) sejak bulan Juli 2012 sampai sekarang.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

BAHAN DAN METODE

Bahan dan alat ... 1

Sintesis kristal TiO

2

dengan metode hidrotermal ... 2

Kalsinasi kristal TiO

2

... 2

Karakterisasi kristal TiO

2

... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi dengan XRD ... 2

Karakterisasi dengan SEM ... 4

SIMPULAN DAN SARAN ... 5

DAFTAR PUSTAKA ... 5


(8)

DAFTAR

GAMBAR

Halaman

1 Pola difraksi kristal TiO

2

tanpa kalsinasi ... 2

2 Pola difraksi kristal TiO

2

dengan kalsinasi selama 2 jam, 500 °C ... 3

3 Pola difraksi kristal TiO

2

dengan kalsinasi selama 2 jam, 800 °C ... 3

4 Perbandingan pola difraksi kristal TiO

2

pada ketiga perlakuan ... 4

5 Mikrograf SEM kristal TiO

2

hasil sintesis tanpa kalsinasi (a), kalsinasi 2 jam,

500 °C (b), kalsinasi 2 jam, 800 °C (c) ... 4


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian ... 7

2 Data JCPDS TiO

2

fase anatase dan rutil ... 8

3 Data karakteristik TiO

2

(Rutil, Merck) ... 9

4 Data puncak dan intensitas relatif (

IR

) kristal TiO

2

hasil sintesis ... 10

5 Pola difraksi kristal TiO

2

hasil sintesis dan pola difraksi standar ... 11

6 Data ukuran kristal TiO

2

hasil analisis XRD ... 12

7 Contoh perhitungan ukuran kristal pada bidang hkl ... 15


(10)

1

PENDAHULUAN

Titanium dioksida (TiO2) merupakan bahan kimia bersifat semikonduktor dan fotokatalis yang dapat disintesis melalui proses sulfat dari TiOSO4 dan kalsinasi pada suhu 800-1000 °C menghasilkan TiO2 anatase maupun melalui proses klorida dari distilasi TiCl4 dan direaksikan dengan O2 pada suhu 1000 sampai dengan 1400 °C menghasilkan TiO2 rutil (Wilberg 2001). TiO2 sering digunakan di berbagai industri diantaranya industri pemurnian air, sensor gas, pewarna atau cat, dan kosmetik (Yuan 2004). Aplikasi TiO2 bergantung pada fase kristal, dimensi dan morfologi TiO2. Struktur TiO2 telah banyak dimodifikasi menjadi ukuran nano. Istilah nanopartikel digunakan dalam ilmu bahan yang menunjukkan partikel dengan ukuran lebih kecil dari 100 nm. Nanopartikel diketahui memiliki berbagai keunggulan antara lain yaitu ketahanan partikelnya terhadap perubahan sifat kimia dan fisik lingkungan, kekerasan mekanik, ketahanan kejut termal, dan elastisitas yang tinggi (Kartohardjono 2009).

Nanopartikel TiO2 dapat dimodifikasi menjadi beberapa bentuk antara lain

nanotube, nanoflakes, nanosheet, dan

nanowire bergantung pada metode sintesis dan variasi suhu yang digunakan. Penelitian mengenai modifikasi nanopartikel TiO2 dan aplikasinya sudah dikembangkan dengan berbagai metode, salah satunya metode sol-gel alumina berpori dan pelapisan titanium pada larutan tetrabutil amonium (TBA) hidroksida menghasilkan nanoflakes dan nanosheet TiO2 dengan ukuran kristal sebesar 5 nm (Yuan 2004).

TiO2 memiliki tiga fase kristal, yaitu anatase, rutil, dan brukit. Metode sintesis TiO2 dipilih berdasarkan aplikasi yang akan digunakan. Pada sintesis dengan suhu rendah biasanya dihasilkan kristal TiO2 fase anatase. Anatase merupakan bentuk yang paling sering digunakan karena memiliki luas permukaan serbuk yang lebih besar serta ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan rutil.

Fase anatase mulai muncul pada rentang suhu 400-650 °C dan cenderung bertransformasi menjadi rutil pada suhu 915 °C (Afrozi 2010). Fase rutil dipreparasi dengan kalsinasi anatase pada suhu tinggi. Fase rutil TiO2 menunjukkan fotoaktivitas yang lebih rendah daripada fase anatase. Selain itu, bandgap energi anatase lebih besar daripada rutil sehingga memiliki aktivitas fotokatalitik yang tinggi (Afrozi 2010).

Namun, beberapa sumber melaporkan bahwa preparasi rutil pada suhu rendah telah berkembang dan menghasilkan fotoaktivitas cukup tinggi (Palmisano 2007). Sementara itu, fase brukit kristal sulit untuk dipreparasi sehingga biasanya hanya kristal pada fase rutil dan anatase yang umum digunakan pada untuk berbagai aplikasi industri.

Kristal TiO2 pada bentuk nanotube dan pada fase anatase diketahui memiliki luas permukaan dan efek listrik yang besar, serta efisiensi fotokatalis yang tinggi sehingga sesuai jika digunakan untuk aplikasi semikonduktor dan membran keramik (Zhang 2008).

Pada penelitian ini dipelajari pengaruh metode hidrotermal dan suhu kalsinasi terhadap karakteristik kristal TiO2. Karakteristik tersebut meliputi ukuran dan fase kristal yang dihasilkan. Metode hidrotermal dipilih karena diketahui telah berhasil menyintesis kristal berukuran nano. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Retnantiti (2010) berhasil menyintesis BaTiO3 dengan ukuran butiran kristal sebesar 100 nm menggunakan metode hidrotermal. Keuntungan lain metode hidrotermal adalah dapat dilakukan pada suhu rendah dan juga dapat menghasilkan produk kristal yang homogen, tidak membutuhkan waktu banyak dan menjaga kemurnian bahan karena sampel dimasukkan ke dalam teflon dan bejana baja (reaktor hidrotermal) yang tertutup rapat sehingga terjaga dari kontaminasi luar.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah serbuk TiO2 (Sampel, Merck), NaOH 10 M, HCl pH 2, air destilata. Alat-alat yang digunakan adalah reaktor hidrotermal, teflon, corong Buchner, pengaduk magnetik, oven automatis, tanur, sentrifuse, indikator pH universal, alat-alat gelas, difraktometer sinar X (SHIMADZU XRD 7000) dan SEM (BRUKER ZEISS EVO 50).

Metode Penelitian

Sintesis kristal TiO2 dengan metode

hidrotermal (Zhang 2008)

Sebanyak 2 g sampel TiO2 dan NaOH 10 M 25 mL dimasukkan ke dalam teflon lalu teflon ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam bejana yang terbuat dari baja (reaktor


(11)

2

hidrotermal). Proses hidrotermal dilakukan di dalam oven yang telah dikalibrasi pada suhu 180 °C selama 48 jam.

Hasil proses hidrotermal berupa suspensi berwarna putih terbentuk akibat reaksi antara NaOH dan TiO2. Setelah suspensi mencapai suhu ruang kemudian dicuci dengan air destilata dan disaring vacum setelah itu dikeringkan dalam suhu ruang kemudian dimasukkan ke dalam 500 mL HCl pH 2 dan distirer selama 24 jam dengan kecepatan 800 rpm (pada metode ini dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali) untuk menghilangkan Na+ dan larutan menjadi netral (Yoshida et al

2005). Setelah itu dilakukan pemusingan atau sentrifugasi pada larutan dengan kecepatan 1500 rpm agar terpisah dengan cepat antara suspensi dan larutan HCl encer. Setelah didapatkan suspensi titanium dioksida, lalu dikeringkan dengan pemanasan selama 10 jam di dalam oven pada suhu 70 °C (Djaeni 2010). Setelah 10 jam maka terbentuklah kristal titanium dioksida tanpa residu ion Na+.

Kalsinasi terhadap kristal TiO2

Kristal TiO2 yang terbentuk melalui proses hidrotermal kemudian dikalsinasi di dalam tanur pada variasi suhu 500 °C dan 800 °C selama masing-masing 2 jam. Setelah itu didiamkan hingga tanur mencapai suhu ruang lalu sampel dikeluarkan dari tanur dan dibiarkan mendingin sampai suhu ruang.

Karakterisasi kristal TiO2

Kristal TiO2 hasil sintesis dengan metode hidrotermal pada suhu 180 °C tanpa kalsinasi dan kristal TiO2 yang dikalsinasi dengan dua variasi suhu (500 °C dan 800 °C). Variasi suhu tersebut dipilih karena diketahui pada kedua suhu tersebut fase kristal TiO2 bertransformasi (Yoshida et al 2005). Kristal TiO2 kemudian dikarakterisasi dengan XRD dan SEM. Karakterisasi XRD dapat memberi informasi secara umum baik kuantitatif maupun kualitatif untuk mengetahui fasa yang terdapat dalam sampel, menentukan ukuran kristal dan kristalinitas. Kristal hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan alat XRD. Untuk mengetahui morfologi kristal yaitu tampilan permukaan dan keseragaman bentuknya, kristal TiO2 hasil sintesis dikarakterisasi dengan SEM. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi dengan XRD

Bahan utama yang digunakan adalah serbuk TiO2 (Merck). Pola difraksi TiO2 tersebut menunjukkan bahwa kristal TiO2 memiliki fase rutil dengan ukuran rerata kristal pada bidang hkl sebesar 0.156 nm (Lampiran 2 dan 3).

Pada proses awal, TiO2 (Rutil, Merck) direaksikan dengan NaOH 10 M, selama proses hidrotermal 48 jam pada suhu 180 °C, ikatan Ti-O-Ti terurai dan ikatan Ti-OH dan Ti-O-Na terbentuk dengan adanya penambahan NaOH. Setelah proses hidrotermal, suspensi TiO2 yang masih mengandung Na+ dimasukkan ke dalam larutan HCl pH 2 selama 24 jam dengan 3 kali ulangan untuk menghilangkan residu Na+ tersebut (Zhang 2008). Sampel dibedakan atas 3 perlakuan (tanpa kalsinasi, kalsinasi 2 jam 500 °C dan 800 °C). Ketiga perlakuan tersebut dilakukan untuk melihat pengaruh suhu terhadap perubahan fase dan ukuran kristal. Kristal TiO2 hasil sintesis dikarakterisasi dengan XRD. Pola difraksi yang dihasilkan dicocokkan dengan data joint cristal powder difraction standard (JCPDS) (Lampiran 2). Pola difraksi kristal TiO2 tanpa kalsinasi ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Pola difraksi kristal TiO2 tanpa kalsinasi.

Pola difraksi kristal TiO2 tanpa kalsinasi menunjukkan bahwa puncak-puncak yang tinggi terbentuk pada sudut sekitar 25°. Hanya ada satu puncak yang mirip dengan pola difraksi dan data JCPDS anatase (Lampiran 2), yaitu puncak pada sudut 25.20° dengan intensitas relatif (IR) 95.83% sementara IR

tertinggi 100 % dimiliki puncak dengan nilai sudut 24.66° (Lampiran 4). Kristal TiO2 pada

0 10 20 30 40 50 60

5 15 25 35 45 55 65 75

In te n si ta s (a r b. uni t)


(12)

3

perlakuan tanpa kalsinasi masih berbentuk amorf atau belum terbentuk fase kristal, tetapi kemunculan puncak pada rentang sudut 25° memperlihatkan bahwa kristal cenderung akan membentuk fase anatase pada suhu lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa metode hidrotermal selama 48 jam pada suhu 180 °C dapat mengubah kristal TiO2 rutil menjadi amorf dan selanjutnya dapat berubah menjadi anatase dengan pemberian suhu lebih tinggi. Nilai kristalinitas TiO2 tanpa kalsinasi masih rendah, yaitu sebesar 37.84%. Pengukuran ukuran kristal pada bidang hkl menggunakan formula Scherrer, dengan persamaan (Shinoda 2011):

L(h,k,l) = 0���.9�

dengan L adalah ukuran kristal (nm) pada bidang hkl, λ adalah panjang gelombang sinar-x (nm), � adalah Full Width at Half Maximum

(FWHM) dalam radian, dan θ adalah setengah sudut difraksi. Bidang yang lazim digunakan untuk menghitung ukuran kristal adalah bidang yang memiliki puncak yang cukup tinggi. Ukuran kristal berbanding terbalik dengan nilai FWHM. Semakin kecil nilai FWHM maka ukuran kristal semakin besar. Ukuran rerata kristal TiO2 sebesar 0.147 nm (Lampiran 6).

Pada perlakuan berikutnya, TiO2 dikalsinasi pada variasi suhu 500 °C dan 800 °C. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mengamati pengaruh suhu terhadap perubahan karakteristik kristal. Pola difraksi kristal TiO2 hasil kalsinasi selama 2 jam pada suhu 500 °C ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2 Pola difraksi kristal TiO2, kalsinasi 2 jam, 500 °C.

Fase anatase kristal TiO2 mulai terbentuk pada suhu 500 °C. Hal ini dapat dilihat dengan adanya puncak-puncak yang sejajar dengan puncak standar anatase (Lampiran 5). Puncak-puncak tersebut memiliki nilai sudut yang mendekati JCPDS (Lampiran 2), yaitu 25.32°;

47.96°; 37.90°; 55.10°; 53.94°; 62.66° dan 75.12° (Lampiran 4). Puncak tertinggi terdapat pada sudut 25.32° dengan nilai IR

100%. Fase anatase merupakan fase yang diharapkan terbentuk karena pada fase ini kristal TiO2 memiliki luas permukaan dan

bandgap energi yang lebih besar (Afrozi 2010), serta ukuran kristal yang lebih kecil daripada fase rutil sehingga TiO2 sering digunakan untuk aplikasi semikonduktor. Kristalinitas kristal TiO2 dengan kalsinasi 2 jam pada suhu 500 °C sebesar 70.38%. Ukuran rerata kristal sebesar 34.507 nm (Lampiran 6). Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa suhu mampu meningkatkan kristalinitas sehingga ukuran kristal menjadi lebih besar.

Pola difraksi sampel TiO2 yang dikalsinasi selama 2 jam pada suhu 800 °C dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pola difraksi kristal TiO2, kalsinasi 2 jam, 800 °C.

Pada pola difraksi kristal TiO2 dengan kalsinasi 2 jam pada suhu 800 °C terdapat beberapa puncak yang nilai sudutnya mendekati JCPDS fase anatase (Lampiran 2), yaitu pada sudut 25.32°; 48.08°; 53.96°; 37.82°; 55.12°; 68.76°; 74.06° (Lampiran 4). Puncak tertinggi pada sudut 25.32° dengan IR

100%. Pada suhu 800 °C ini terjadi transformasi fase dari anatase menuju rutil. Hal ini diperlihatkan dengan munculnya puncak-puncak yang nilai sudutnya mendekati JCPDS fase rutil (Lampiran 2), yaitu pada sudut 27.42°; 36.90° dan 62.72° (Lampiran 4). Namun pada sudut-sudut ini nilai IR masih

rendah dibandingkan dengan nilai IR fase

anatase. Hal ini dikarenakan untuk membentuk fase rutil dibutuhkan suhu pemanasan yang lebih tinggi, yaitu sekitar 915 °C (Afrozi 2010).

Pada sudut sekitar 11° dan 14° muncul puncak yang tidak sesuai dengan data JCPDS

0 50 100 150 200 250 300

5 15 25 35 45 55 65 75

In te n si ta s (a r b. uni t )

Sudut 2θ (°)

0 50 100 150 200 250 300

5 15 25 35 45 55 65 75

Int e ns it a s ( a r b. uni t)


(13)

4

yang diduga sebagai pengotor yang berasal dari teflon yang digunakan atau bisa juga merupakan serpihan dekomposisi dari ion titanat (Yoshida et al 2005). Perbandingan pola difraksi kristal TiO2 hasil sintesis pada suhu 800 °C dan pola difraksi standar kristal TiO2 fase anatase dan rutil dapat dilihat pada Lampiran 5. Contoh perhitungan IR dapat

dilihat pada Lampiran 5.

Pada sampel dengan kalsinasi 800 °C diperoleh nilai kristalinitas terbesar yaitu 90.47%. Hal ini dikarenakan pada suhu tinggi dihasilkan puncak X-ray yang lebih tajam dan sempit sehingga meningkatkan kristalinitas. Kenaikan suhu mengakibatkan meningkatnya energi getaran termal yang kemudian mempercepat difusi atom melalui batas butir, dari butiran kecil menuju butiran yang lebih besar (Shinoda 2011). Ukuran rerata kristal TiO2 pada perlakuan kalsinasi 800 °C adalah sebesar 45.168 nm (Lampiran 6). Contoh perhitungan ukuran kristal dapat dilihat pada Lampiran 7.

Perbandingan pola difraksi kristal TiO2 hasil sintesis dengan tiga perlakuan (tanpa kalsinasi, kalsinasi 2 jam pada suhu 500 °C dan 800 °C) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Perbandingan pola difraksi kristal TiO2 hasil sintesis dengan tiga perlakuan: tanpa kalsinasi ( ), kalsinasi 2 jam pada suhu 500 °C ( ) dan 800 °C ( )

Karakterisasi dengan SEM

Analisis SEM bertujuan untuk melihat pengaruh pemanasan terhadap morfologi kristal. Hasil analisis sampel menggunakan SEM dapat dilihat dalam Gambar 5.

Analisis sampel tanpa kalsinasi (a) dilakukan pada perbesaran 5000x. Hasil analisis sampel menunjukkan kristal mengalami penggumpalan hal ini dikarenakan TiO2 bersifat menggumpal jika terkena udara. Penggumpalan juga disebabkan tidak adanya pengadukan saat proses hidrotermal dan tidak dilakukan proses kalsinasi pada sampel.

Kristal pada sampel tanpa kalsinasi memiliki ukuran panjang dan lebar sebesar 565.7 nm dan 401.9 nm. Sementara itu untuk sampel dengan kalsinasi 500 °C (b) dilakukan pada perbesaran 10000x. Morfologi kristal nampak lebih baik, butiran yang nampak lebih besar. Satu butir kristal terukur dengan panjang dan lebar sebesar 446.6 nm dan 256.8 nm. Pada sampel dengan kalsinasi 800 °C (c) analisis SEM dilakukan pada perbesaran 5000x terlihat butiran lebih menyebar dan homogen. Ukuran panjang dan lebar kristal sebesar 379.6 nm dan 312.6 nm. Berdasarkan hasil analisis SEM dari ketiga sampel terlihat bahwa butiran kristal lebih homogen seiring bertambahnya suhu kalsinasi. Morfologi dari ketiga sampel hampir sama dengan morfologi TiO2 (Rutil, Merck) yang digunakan sebagai bahan dasar, hanya ada beberapa yang berbentuk bulat-panjang pada kristal TiO2 hasil sintesis hidrotermal. Morfologi kristal TiO2 yang digunakan sebagai bahan awal dapat dilihat pada Lampiran 8.

Gambar 4 Mikrograf SEM kristal TiO2 hasil sintesis: tanpa kalsinasi, perbesaran 5000 x (a); kalsinasi 2 jam, 500°C, perbesaran 10000 x (b); kalsinasi 2 jam, 800°C, perbesaran 5000 x (c).

a

b


(14)

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kristal nanopartikel TiO2 fase anatase dapat disintesis dari TiO2 fase rutil dengan metode hidrotermal selama 48 jam pada suhu 180 °C dan kalsinasi pada suhu 500 °C. Fase transformasi dari anatase menuju rutil terjadi pada suhu 800 °C. Perubahan kristalinitas dan ukuran kristal TiO2 pada bidang hkl sangat dipengaruhi oleh suhu kalsinasi. Semakin tinggi suhu yang diberikan maka kristalinitas dan ukuran kristal pada bidang hkl semakin besar. Berdasarkan hasil analisis SEM, ukuran butiran kristal TiO2 secara berturut-turut sebesar, 565.7 nm dan 401.9 nm (kristal TiO2, tanpa kalsinasi), 446.6 nm dan 256.8 nm (kalsinasi 2 jam, 500 °C), dan 379.6 nm dan 312.6 nm (kalsinasi 2 jam, 800 °C).

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, diperlukan optimasi suhu dan waktu saat proses hidrotermal dan optimasi suhu kalsinasi untuk menghasilkan puncak- puncak dan fase kristal TiO2 yang sesuai dengan JCPDS.

DAFTAR PUSTAKA

Afrozi. 2010. Pengembangan Sensor Analisis [skripsi]. Jakarta: Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

Djaeni. 2010. Multistage Zeolite Drying to Enhance Energy Efficiency of Food Drying.

Drying Technology 25 (6): 1053-1067. Kartohardjono. 2009. Pengaruh Ukuran Nano

Terhadap Sifat Mekanik Partikel. Bandung: ITB Press.

Palmisano. 2007. Optical Properties of TiO2 Suspensions: Influence of pH and Powder Concentration on Mean Particle Size. Ind. Eng. Chem. Res46: 7620-7626.

Retnantiti MD. 2010. Sintesis Hidrotermal dan Karakterisasi Barium Titanat (BaTiO3) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Samosir N. 2005. Karakterisasi struktur mikro pelat elemen baker (PEB) U3Si2Al dengan menggunakan scanning electron microscope

(SEM). Presentasi Peneliti Muda Bidang Metalurgi. Tangerang: PTBN Batan.

Shinoda. 2011. X-Ray Diffraction Crystallography: Introduction, Examples

and Solved Problems. Department of

Materials Science and Engineering. Kyoto University. Kyoto; 2011.

Tilmant JB, Pommier C, Chhor K. 2000. Synthesis of supported TiO2 membrane by using supercritical alcohol. Materials Chemistry and Physics 64: 156-165.

Wilberg. 2001. Inorganic Chemistry. Munchen: Academic Press.

Will George. Powder Difraction: The Rietveld Method and The Two Stage Methode Determine and Refine Crystal Structure from Powder Diffraction Data. Berlin: Springer-verlag Berlin Heidelberg. 2006. Yoshida R, Suzuki Y, Yoshikawa S. 2005.

Syntheses of TiO2(B) nanowires and TiO2 anatase nanowires by hydrothermal and post-heat treatment. J Solid State Chem 178: 2179-2185.

Yuan. 2004. Titanium oxide nanotubes, nanofibers and nanowires. Colloids and Surfaces A: Physicochem. Eng. Aspects 241:

173–183 [terhubung berkala].

http://www.elsevier.com/locate/collsurface [25 Mei 2004].

Zhang. 2008. TiO2 nanowire membrane for concurrent filtration and photocatalytic oxidation of humic acid in water. Membran 313: 44–51 [terhubung berkala]. http:// sciencedirect. com/nanofiltration by TiO2 membrane. [03 Januari 2008].


(15)

(16)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

2 g serbuk TiO

2

(Rutil, Merck)

NaOH 10 M (aq), 25 mL

Sintesis kristal TiO

2

dengan

metode hidrotermal pada suhu

180 °C selama 48 jam

Pencucian dengan air destilata

dan penyaringan dengan corong

buchner

Pencucian suspensi dengan larutan

HCl pH 2, 500 mL (3x ulangan)

Sentrifugasi suspensi TiO

2

dan

larutan HCl pH 2

Pengeringan dengan pemanasan

pada suhu 70 °C selama 10 jam

Karakterisasi kristal TiO

2

XRD

(SHIMADZU XRD 7000)

SEM

(BRUKER ZEISS EVO 50)

Kalsinasi selama 2 jam


(17)

8

Lampiran 2 Data JCPDS TiO

2

Fase Anatase


(18)

9

Lampiran 3 Pola difraksi dan data kristal TiO

2

sampel (Rutil, Merck) berdasarkan

analisis XRD

2θ (°) β (°) 2θ (rad) θ (rad) cos θ β (rad) L (nm)

27.103 0.107 0.473 0.237 0.972 0.994 0.143 27.466 0.200 0.479 0.240 0.971 0.980 0.146 35.913 0.096 0.627 0.313 0.951 0.995 0.146 36.121 0.160 0.630 0.315 0.951 0.987 0.148 39.211 0.173 0.684 0.342 0.942 0.985 0.149 41.275 0.170 0.720 0.360 0.936 0.986 0.150 44.072 0.173 0.769 0.385 0.927 0.985 0.152 54.355 0.178 0.949 0.474 0.890 0.984 0.158 54.564 0.100 0.952 0.476 0.889 0.995 0.157 56.666 0.176 0.989 0.495 0.880 0.985 0.160 62.795 0.172 1.096 0.548 0.854 0.985 0.165 64.094 0.158 1.119 0.559 0.848 0.988 0.166 69.042 0.163 1.205 0.603 0.824 0.987 0.171 69.848 0.176 1.219 0.610 0.820 0.985 0.172 Rerata 0.156


(19)

10

Lampiran 4 Data puncak dan intensitas relatif (

IR

) kristal TiO

2

hasil sintesis

No 2θ (°) IR (%)

180 °C 500 °C 800 °C 180 °C 500 °C 800 °C

1 24.66 25.32 25.32 100 100 100

2 25.22 47.96 48.08 95.83 25.95 35.00

3 37.96 37.90 53.96 58.33 23.66 25.20

4 62.68 55.10 37.82 50.00 20.61 22.76

5 55.08 53.94 55.12 50.00 16.03 17.07

6 68.76 62.66 68.76 33.33 13.74 8,.3

7 75.24 75.12 74.06 29.17 12.98 5,.9

8 27.42 10.56

9 62.72 17.07

10 36.90 10.57

Contoh perhitungan intensitas relatif (

I

R

), kalsinasi 2 jam, 500 °C.

IR

= x 100%

=

x 100%

= 25.95%

Keterangan:

IR

= intensitas relatif

Ia

= intensitas puncak tertinggi

Ib

= intensitas puncak ke-n


(20)

11

Lampiran 5 Perbandingan pola difraksi kristal TiO

2

hasil analisis dan standar

Kalsinasi 2 jam, 500 °C (biru) dan standar anatase (merah).

Kalsinasi 2 jam, 800 °C (biru), dan standar anatase (merah).


(21)

12

Lampiran 6 Data kristal TiO

2

hasil sintesis

Tanpa kalsinasi (180 °C)

2θ (o) β (o) 2θ (rad) θ (rad) cos θ β (rad) L (nm) 5.468 0.017 0.095 0.048 0.999 1.000 0.139 6.3812 0.090 0.111 0.056 0.998 0.996 0.139 6.9925 0.033 0.122 0.061 0.998 0.999 0.139 7.7259 0.027 0.135 0.067 0.998 1.000 0.139 8.3093 0.100 0.145 0.073 0.997 0.995 0.140 8.4974 0.040 0.148 0.074 0.997 0.999 0.139 9.7618 0.090 0.170 0.085 0.996 0.996 0.140 10.0498 0.050 0.175 0.088 0.996 0.999 0.139 11.8681 0.053 0.207 0.104 0.995 0.999 0.140 12.8558 0.050 0.224 0.112 0.994 0.999 0.140 13.501 0.045 0.236 0.118 0.993 0.999 0.140 15.4931 0.060 0.270 0.135 0.991 0.998 0.140 16.7655 0.030 0.293 0.146 0.989 1.000 0.140 18.6277 0.060 0.325 0.163 0.987 0.998 0.141 19.7913 0.070 0.345 0.173 0.985 0.998 0.141 20.7378 0.087 0.362 0.181 0.984 0.996 0.141 21.9899 0.017 0.384 0.192 0.982 1.000 0.141 22.9546 0.030 0.401 0.200 0.980 1.000 0.142 23.9577 0.060 0.418 0.209 0.978 0.998 0.142 24.8062 0.040 0.433 0.216 0.977 0.999 0.142 25.1067 0.102 0.438 0.219 0.976 0.995 0.143 25.5689 0.088 0.446 0.223 0.975 0.996 0.143 26.0252 0.058 0.454 0.227 0.974 0.998 0.143 26.2672 0.047 0.458 0.229 0.974 0.999 0.143 27.5703 0.077 0.481 0.241 0.971 0.997 0.143 28.4334 0.065 0.496 0.248 0.969 0.998 0.143 28.9435 0.033 0.505 0.253 0.968 0.999 0.143 29.6094 0.100 0.517 0.258 0.967 0.995 0.144 30.009 0.040 0.524 0.262 0.966 0.999 0.144 31.7437 0.053 0.554 0.277 0.962 0.999 0.144 32.4714 0.090 0.567 0.283 0.960 0.996 0.145 33.0492 0.107 0.577 0.288 0.959 0.994 0.145 34.5445 0.060 0.603 0.301 0.955 0.998 0.145 37.2957 0.033 0.651 0.325 0.948 0.999 0.146 38.1868 0.090 0.666 0.333 0.945 0.996 0.147 39.6208 0.060 0.692 0.346 0.941 0.998 0.148 47.4242 0.135 0.828 0.414 0.916 0.991 0.153 54.0691 0.110 0.944 0.472 0.891 0.994 0.157 60.687 0.070 1.059 0.530 0.863 0.998 0.161 66.3004 0.040 1.157 0.579 0.837 0.999 0.166 75.7031 0.070 1.321 0.661 0.790 0.998 0.176 76.4979 0.080 1.335 0.668 0.785 0.997 0.177 79.4772 0.040 1.387 0.694 0.769 0.999 0.180 79.671 0.060 1.392 0.696 0.767 0.998 0.181 Rerata 0.147


(22)

13

Lanjutan Lampiran 6

Kalsinasi 2 jam, 500 °C.

2θ (°) β (°) 2θ (rad) θ (rad) cos θ β (rad) L (nm)

24.8661 0.240 0.434 0.217 0.977 0.004 32.321 25.3321 0.323 0.442 0.221 0.976 0.006 24.016 25.6848 0.200 0.448 0.224 0.975 0.003 38.723 37.0192 0.133 0.646 0.323 0.948 0.002 56.507 37.902 0.300 0.662 0.331 0.946 0.005 25.042 38.184 0.113 0.667 0.333 0.945 0.002 66.251 38.671 0.160 0.675 0.337 0.944 0.003 46.845 47.706 0.200 0.833 0.416 0.915 0.003 36.324 48.066 0.391 0.839 0.419 0.913 0.007 18.554 48.478 0.145 0.846 0.423 0.912 0.003 49.951 53.981 0.340 0.942 0.471 0.891 0.006 20.818 55.059 0.272 0.961 0.480 0.887 0.005 25.896 55.284 0.200 0.965 0.482 0.886 0.003 35.183 62.745 0.327 1.095 0.548 0.854 0.006 20.759 68.946 0.253 1.203 0.602 0.824 0.004 25.852 70.099 0.200 1.223 0.612 0.819 0.003 32.514 70.439 0.160 1.229 0.615 0.817 0.003 40.558 70.108 0.260 1.224 0.612 0.819 0.005 25.009 Rerata 34.507


(23)

14

Lanjutan Lampiran 6

Kalsinasi 2 jam, 800 °C.

2θ (°) β (°) 2θ (rad) θ (rad) cos θ β (rad) L (nm)

9.052 0.120 0.158 0.079 0.997 0.002 66.401 11.656 0.120 0.203 0.102 0.995 0.002 66.538 11.925 0.260 0.208 0.104 0.995 0.005 30.717 14.172 0.230 0.247 0.124 0.992 0.004 34.802 21.353 0.200 0.373 0.186 0.983 0.003 40.416 23.958 0.260 0.418 0.209 0.978 0.005 31.231 24.567 0.307 0.429 0.214 0.977 0.005 26.515 25.336 0.377 0.442 0.221 0.976 0.007 21.613 27.472 0.220 0.479 0.240 0.971 0.004 37.169 28.366 0.170 0.495 0.248 0.970 0.003 48.194 28.641 0.080 0.500 0.250 0.969 0.001 102.475 29.799 0.320 0.520 0.260 0.966 0.006 25.686 30.498 0.260 0.532 0.266 0.965 0.005 31.666 32.047 0.100 0.559 0.280 0.961 0.002 82.643 33.056 0.400 0.577 0.288 0.959 0.007 20.714 33.411 0.330 0.583 0.292 0.958 0.006 25.131 36.103 0.060 0.630 0.315 0.951 0.001 139.241 36.963 0.260 0.645 0.323 0.948 0.005 32.212 37.845 0.387 0.661 0.330 0.946 0.007 21.715 38.596 0.310 0.674 0.337 0.944 0.005 27.149 41.299 0.140 0.721 0.360 0.936 0.002 60.633 43.379 0.260 0.757 0.379 0.929 0.005 32.879 44.628 0.080 0.779 0.389 0.925 0.001 107.328 48.062 0.432 0.839 0.419 0.913 0.008 20.132 48.566 0.310 0.848 0.424 0.912 0.005 28.110 52.705 0.200 0.920 0.460 0.896 0.003 44.322 53.969 0.350 0.942 0.471 0.891 0.006 25.468 54.509 0.090 0.951 0.476 0.889 0.002 99.280 55.139 0.310 0.962 0.481 0.886 0.005 28.906 56.113 0.220 0.979 0.490 0.882 0.004 40.914 57.983 0.120 1.012 0.506 0.875 0.002 75.677 60.242 0.280 1.051 0.526 0.865 0.005 32.798 67.150 0.180 1.172 0.586 0.833 0.003 52.966 67.490 0.100 1.178 0.589 0.832 0.002 95.527 68.880 0.280 1.202 0.601 0.825 0.005 34.398 70.089 0.180 1.223 0.612 0.819 0.003 53.901 70.419 0.240 1.229 0.615 0.817 0.004 40.508 75.098 0.280 1.311 0.655 0.793 0.005 35.782 Rerata 45.168


(24)

15

Lampiran 7 Contoh perhitungan ukuran kristal TiO

2

Ukuran satu butir kristal pada sampel dengan kalsinasi 2 jam 800 °C

Data yang diketahui:

λ

= 0,15404 nm

Ukuran kristal dihitung menggunakan formula Scherrer, dengan persamaan:

L

(h,k,l)

=

0

.9 � �����

=

0.9 . 0.15404nm

0.007 . 0.976

= 21.613 nm

Keterangan:

L

= ukuran kristal (nm) pada bidang hkl

λ

= panjang gelombang sinar-x (nm)

= Full Width at Half Maximum / FWHM (radian)

θ

= setengah sudut difraksi.

2θ (o)

β (o)

2θ (rad)

θ (rad)

cos θ

β (rad)

D(nm)


(25)

16


(1)

Lampiran 5 Perbandingan pola difraksi kristal TiO2 hasil analisis dan standar

Kalsinasi 2 jam, 500 °C (biru) dan standar anatase (merah).

Kalsinasi 2 jam, 800 °C (biru), dan standar anatase (merah).


(2)

Tanpa kalsinasi (180 °C)

2θ (o) β (o) 2θ (rad) θ (rad) cos θ β (rad) L (nm)

5.468 0.017 0.095 0.048 0.999 1.000 0.139

6.3812 0.090 0.111 0.056 0.998 0.996 0.139

6.9925 0.033 0.122 0.061 0.998 0.999 0.139

7.7259 0.027 0.135 0.067 0.998 1.000 0.139

8.3093 0.100 0.145 0.073 0.997 0.995 0.140

8.4974 0.040 0.148 0.074 0.997 0.999 0.139

9.7618 0.090 0.170 0.085 0.996 0.996 0.140

10.0498 0.050 0.175 0.088 0.996 0.999 0.139

11.8681 0.053 0.207 0.104 0.995 0.999 0.140

12.8558 0.050 0.224 0.112 0.994 0.999 0.140

13.501 0.045 0.236 0.118 0.993 0.999 0.140

15.4931 0.060 0.270 0.135 0.991 0.998 0.140

16.7655 0.030 0.293 0.146 0.989 1.000 0.140

18.6277 0.060 0.325 0.163 0.987 0.998 0.141

19.7913 0.070 0.345 0.173 0.985 0.998 0.141

20.7378 0.087 0.362 0.181 0.984 0.996 0.141

21.9899 0.017 0.384 0.192 0.982 1.000 0.141

22.9546 0.030 0.401 0.200 0.980 1.000 0.142

23.9577 0.060 0.418 0.209 0.978 0.998 0.142

24.8062 0.040 0.433 0.216 0.977 0.999 0.142

25.1067 0.102 0.438 0.219 0.976 0.995 0.143

25.5689 0.088 0.446 0.223 0.975 0.996 0.143

26.0252 0.058 0.454 0.227 0.974 0.998 0.143

26.2672 0.047 0.458 0.229 0.974 0.999 0.143

27.5703 0.077 0.481 0.241 0.971 0.997 0.143

28.4334 0.065 0.496 0.248 0.969 0.998 0.143

28.9435 0.033 0.505 0.253 0.968 0.999 0.143

29.6094 0.100 0.517 0.258 0.967 0.995 0.144

30.009 0.040 0.524 0.262 0.966 0.999 0.144

31.7437 0.053 0.554 0.277 0.962 0.999 0.144

32.4714 0.090 0.567 0.283 0.960 0.996 0.145

33.0492 0.107 0.577 0.288 0.959 0.994 0.145

34.5445 0.060 0.603 0.301 0.955 0.998 0.145

37.2957 0.033 0.651 0.325 0.948 0.999 0.146

38.1868 0.090 0.666 0.333 0.945 0.996 0.147

39.6208 0.060 0.692 0.346 0.941 0.998 0.148

47.4242 0.135 0.828 0.414 0.916 0.991 0.153

54.0691 0.110 0.944 0.472 0.891 0.994 0.157

60.687 0.070 1.059 0.530 0.863 0.998 0.161

66.3004 0.040 1.157 0.579 0.837 0.999 0.166

75.7031 0.070 1.321 0.661 0.790 0.998 0.176

76.4979 0.080 1.335 0.668 0.785 0.997 0.177

79.4772 0.040 1.387 0.694 0.769 0.999 0.180

79.671 0.060 1.392 0.696 0.767 0.998 0.181


(3)

Lanjutan Lampiran 6

Kalsinasi 2 jam, 500 °C.

2θ (°) β (°) 2θ (rad) θ (rad) cos θ β (rad) L (nm)

24.8661 0.240 0.434 0.217 0.977 0.004 32.321

25.3321 0.323 0.442 0.221 0.976 0.006 24.016

25.6848 0.200 0.448 0.224 0.975 0.003 38.723

37.0192 0.133 0.646 0.323 0.948 0.002 56.507

37.902 0.300 0.662 0.331 0.946 0.005 25.042

38.184 0.113 0.667 0.333 0.945 0.002 66.251

38.671 0.160 0.675 0.337 0.944 0.003 46.845

47.706 0.200 0.833 0.416 0.915 0.003 36.324

48.066 0.391 0.839 0.419 0.913 0.007 18.554

48.478 0.145 0.846 0.423 0.912 0.003 49.951

53.981 0.340 0.942 0.471 0.891 0.006 20.818

55.059 0.272 0.961 0.480 0.887 0.005 25.896

55.284 0.200 0.965 0.482 0.886 0.003 35.183

62.745 0.327 1.095 0.548 0.854 0.006 20.759

68.946 0.253 1.203 0.602 0.824 0.004 25.852

70.099 0.200 1.223 0.612 0.819 0.003 32.514

70.439 0.160 1.229 0.615 0.817 0.003 40.558

70.108 0.260 1.224 0.612 0.819 0.005 25.009


(4)

Kalsinasi 2 jam, 800 °C.

2θ (°) β (°) 2θ (rad) θ (rad) cos θ β (rad) L (nm)

9.052 0.120 0.158 0.079 0.997 0.002 66.401

11.656 0.120 0.203 0.102 0.995 0.002 66.538

11.925 0.260 0.208 0.104 0.995 0.005 30.717

14.172 0.230 0.247 0.124 0.992 0.004 34.802

21.353 0.200 0.373 0.186 0.983 0.003 40.416

23.958 0.260 0.418 0.209 0.978 0.005 31.231

24.567 0.307 0.429 0.214 0.977 0.005 26.515

25.336 0.377 0.442 0.221 0.976 0.007 21.613

27.472 0.220 0.479 0.240 0.971 0.004 37.169

28.366 0.170 0.495 0.248 0.970 0.003 48.194

28.641 0.080 0.500 0.250 0.969 0.001 102.475

29.799 0.320 0.520 0.260 0.966 0.006 25.686

30.498 0.260 0.532 0.266 0.965 0.005 31.666

32.047 0.100 0.559 0.280 0.961 0.002 82.643

33.056 0.400 0.577 0.288 0.959 0.007 20.714

33.411 0.330 0.583 0.292 0.958 0.006 25.131

36.103 0.060 0.630 0.315 0.951 0.001 139.241

36.963 0.260 0.645 0.323 0.948 0.005 32.212

37.845 0.387 0.661 0.330 0.946 0.007 21.715

38.596 0.310 0.674 0.337 0.944 0.005 27.149

41.299 0.140 0.721 0.360 0.936 0.002 60.633

43.379 0.260 0.757 0.379 0.929 0.005 32.879

44.628 0.080 0.779 0.389 0.925 0.001 107.328

48.062 0.432 0.839 0.419 0.913 0.008 20.132

48.566 0.310 0.848 0.424 0.912 0.005 28.110

52.705 0.200 0.920 0.460 0.896 0.003 44.322

53.969 0.350 0.942 0.471 0.891 0.006 25.468

54.509 0.090 0.951 0.476 0.889 0.002 99.280

55.139 0.310 0.962 0.481 0.886 0.005 28.906

56.113 0.220 0.979 0.490 0.882 0.004 40.914

57.983 0.120 1.012 0.506 0.875 0.002 75.677

60.242 0.280 1.051 0.526 0.865 0.005 32.798

67.150 0.180 1.172 0.586 0.833 0.003 52.966

67.490 0.100 1.178 0.589 0.832 0.002 95.527

68.880 0.280 1.202 0.601 0.825 0.005 34.398

70.089 0.180 1.223 0.612 0.819 0.003 53.901

70.419 0.240 1.229 0.615 0.817 0.004 40.508

75.098 0.280 1.311 0.655 0.793 0.005 35.782


(5)

Lampiran 7 Contoh perhitungan ukuran kristal TiO2

Ukuran satu butir kristal pada sampel dengan kalsinasi 2 jam 800 °C

Data yang diketahui:

λ

= 0,15404 nm

Ukuran kristal dihitung menggunakan formula Scherrer, dengan persamaan:

L

(h,k,l)

=

0

.

9

���

=

0

.

9

.

0

.

15404

nm

0

.

007

.

0

.

976

=

21.613 nm

Keterangan:

L

= ukuran kristal (nm) pada bidang hkl

λ

= panjang gelombang sinar-x (nm)

= Full Width at Half Maximum / FWHM (radian)

θ

= setengah sudut difraksi.

2θ (o)

β (o)

2θ (rad)

θ (rad)

cos θ

β (rad)

D(nm)


(6)