HUKUM MEMAKAI JIMAT

HUKUM MEMAKAI JIMAT
Pertanyaan dari :
Hadi Suroso, hadisbaya@gmail.com
(disidangkan pada Jum’at, 14 Rabiul Akhir 1430 H / 10 April 2009)
Pertanyaan:

1.
2.
3.
4.

Assalamu alaikum. Wr. Wb.
Seorang teman pernah mengajak saya untuk ikut pengajian di salah satu pondok pesantren
di Ploso Jombang. Namun saya tidak bersedia karena menurut saya banyak hal yang dipelajari
tidak sesuai dengan hati saya. Di antaranya:
Sebelum mengikuti ajaran di pondok pesantren tersebut harus mengikuti proses baiat
Doa-doa yang diajarkan dicampur aduk dengan bahasa Indonesia (Jawa)
Di rumahnya dipasang jimat (rajah)
Bukunya tidak boleh dipelajari oleh sembarang orang
Pertanyaan saya:
Apakah hukumnya kita memakai jimat (rajah)? Apakah benar ada ajaran Islam yang

disembunyikan (hanya diajarkan pada orang-orang tertentu)?
Terima kasih.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Jawaban:
A. Jimat atau dalam bahasa arab disebut dengan tamimah, bentuk jamaknya adalah tama’im yaitu
sesuatu yang digantungkan di leher atau pada selainnya berupa mantra-mantra, kantong berjahit,
rajah atau tulang dan yang lainya, dengan tujuan untuk mendatangkan manfaat atau untuk
menolak madharat. Semakna dengan definisi di atas, tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan
di leher anak-anak sebagai penangkal penyakit ‘ain (penyakit karena pandangan mata orang lain
yang dengki), dan terkadang juga dikalungkan pada orang-orang dewasa termasuk para wanita.

‫عن أيَِ ب ي‬
‫ى ري‬
‫ي‬
ٍ
‫ي‬
ّ
َ
‫صلّى اهُ َعلَْي يه‬

ِّ
‫ال‬
‫ع‬
‫م‬
‫ن‬
‫ا‬
‫ك‬
‫ه‬
‫ن‬
‫أ‬
‫ه‬
‫ع‬
‫اه‬
‫ي‬
‫ض‬
‫ر‬
‫ا‬
‫ص‬
‫ن‬
‫أ‬

‫ا‬
ْ
‫ش‬
َ
َ
ْ
َ
ّ
ْ
َ
ْ َ
ُ ُ ُ َ َ َ
َ ّ ََ
َْ
‫َو َسلّ َم يِ بَ ْع ي‬
‫َ يِ َرقَبَ ية بَعيٍْْ قياَ َدةٌ يم ْن‬
ّ َ ‫َس َفا يري فَأ َْر َس َل َر ُس ْواً أَ ْن ًَ يَْب َق‬
ْ‫ض أ‬
‫ي‬
‫ي‬

]‫ادةٌ إيًّ قُطعت [متفق عليه‬
َْ
َ َ ‫َوتَ ٍر أ َْوق‬
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Basyir al-Anshari ra, bahwa dia pernah bersama Rasulallah
saw dalam satu perjalanan beliau. Lalu beliau mengutus seorang utusan (untuk mengumumkan):
“Supaya tidak terdapat lagi di leher unta kalung (jimat) dari tali busur panah atau kalung
apapun, kecuali harus diputuskan.” [Muttafaq Alaih]

Tamimah ada dua macam, yaitu tamimah yang diambil dari al-Qur’an dan tamimah yang
diambil selain dari al-Qur’an.
1. Tamimah yang diambil dari al-Qur’an
Yaitu menulis ayat-ayat al-Qur’an atau asma’ dan sifat Allah kemudian dikalungkan di
leher untuk memohon kesembuhan dengan perantaranya. Para ulama berbeda pendapat tentang
hukum mengalungkan tamimah jenis ini, akan tetapi pendapat yang benar adalah diharamkan.
Hal ini didasarkan pada tiga hal:
a. Keumuman larangan Nabi saw serta tidak ada dalil yang mengkhususkannya
b. Untuk tindakan prefentif (saddu adz-dzari’ah), karena hal itu menyebabkan dikalungkannya
sesuatu yang tidak dibolehkan
c. Bahwasannya jika ia mengalungkan sesuatu dari ayat al-Qur’an, maka hal itu menyebabkan
pemakaiannya menghinakan, misalnya dengan membawanya untuk buang hajat, istinja’ atau

yang lainnya.
Adapun menggantungkan tulisan ayat al-Qur’an, asma’ dan sifat Allah untuk tujuan
perhiasan atau agar untuk dibaca ketika melihatnya, misalkan di dinding rumah, di pintu, atau di
kendaraan, maka hal itu diperbolehkan.
2. Tamimah yang diambil selain dari Al-Qur’an
Yaitu mengalungkan atau meletakkan jimat atau mantra di leher atau di tempat yang lain,
dengan meyakini bahwa jimat atau mantra tersebut dapat memberikan manfaat atau menolak
madharat. Bentuk-bentuk jimat atau mantra tersebut di antaranya; kantong berjahit, tulang,
benang, rumah kerang, batu akik, mantra-mantra jawa, atau ayat-ayat al-Qur’an yang sudah
dibolak-balik sehingga maknanya tidak jelas, dan bentuk- bentuk lain yang serupa fungsinya.
Tamimah jenis kedua ini juga diharamkan dan termasuk syirik karena menggantungkan
kepada selain Allah. Hal ini berdasarkan dalil-dalil dari nash, di antaranya adalah:

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar.” [QS. an-Nisa’: 48]

‫ي ي‬
ٍ ‫َع ْن عُ ْقبَةَ بْ ين َعايم ٍر ر يضي اهُ َعْهُ أَنّهُ َجاء يِ رْك‬
‫صلّي‬

َ ‫ب َع ْشَرةٌ إي ََ َر ُس ْول اه‬
َ َ
َ َ
‫ يإ ّن‬:‫اشأْنُهُ؟ فَ َق َال‬
َ ‫ َم‬:‫ك َع ْن َر ُج ٍل يمْ ُه ْم فَ َقالُْوا‬
َ ‫اهُ َعلَْي يه َو َسلّ َم فَبَايَ َع تي ْس َعةا َوأ َْم َس‬
‫ي‬
‫يِ ع ي ي ي‬
‫ي‬
‫صلّى اهُ تَ َع َاَ َعلَْي يه‬
َُ
َ ‫ضد ََْي َمةا فَ َقطَ َع الّر ُج ُل التّمْي َمةَ فَبَايَ َعهُ َر ُس ْو ُل اه‬
]‫ [روا أمد واحاكم‬."‫ك‬
َ‫َو َعلَى آلييه َو َسلّ َم ُُّ قَ َال " َم ْن َعلّ َق فَ َق ْد أَ ْشَر‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir ra, ada sepuluh orang lelaki datang menghadap
Rasulallah saw dengan mengendarai kendaraan. Lalu Rasulullah membaiat sembilan orang di
antara mereka, sedang yang satu tidak dibaiat. Para sahabat kemudian bertanya: “Ya
Rasulullah mengapa yang satu orang itu tidak dibaiat?” Jawab Rasulullah: “Sebab di
lengannya terdapat jimat.” Kemudian lelaki itu melepas jimatnya, dan Rasulullah pun
membaitnya. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa memakai jimat maka dia telah

musyrik.” [HR. Ahmad dan al-Hakim]

‫ي‬
‫يي‬
‫ي ي‬
‫ٍ ي‬
ٌ‫َع ْن َعْبد اه بْ ين َم ْسعُ ْود َرض َي اهُ َعْهُ أَنّهُ َد َخ َل َعلَى ْامَرئَته َويِ عُُق َها َش ْيء‬
‫اه أَ ْغيياء أ َْن ي ْش يرُكوا بي ي‬
‫آل عب يد ي‬
‫اه‬
ْ ََ
َْ ُ ‫صبَ َح‬
َ ‫َم ْع ُق ْوٌد فَ َج َذبَهُ فَ َقطَ َعهُ َُّ قَ َال لََق ْد أ‬
َ
ُ
ْ
َ
‫مامَ ي يزَ ْل بييه سْلطَاناا ُُّ قَ َال َيَعت رسوَل ي‬
‫اه يَ ُق ْو ُل إي ّن الّرقَي َوالت َّمائي َم‬
ْ ُ َْ َ

ُ
ُْ َ ُ ْ
]‫ك [روا ابن حبان واحاكم و قال صحيح اً س اد‬
ٌ‫َوالتّ َولَةَ يشْر‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra, sesungguhnya dia menemui istrinya,
didapati istrinya mengenakan sesuatu (kalung) yang diikat di lehernya. Lalu Abdullah bin
Mas’ud menarik dan memotongnya. Kemudian berkata: “Sungguh keluarga Abdullah tidak
butuh berbuat syirik kepada Allah, dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjahnya”,
kemudian berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya ruqyah (yang
mengandung unsur syirik), tamimah dan tiwalah (sesuatu yang digunakan perempuan untuk
membuat suaminya tertarik untuk mencintainya) adalah syirik”. [HR. Ibnu Hibban dan alHakim, dia mengatakan hadits ini adalah shahih sanadnya]

‫ول اللّ ي‬
‫عن ع ْقبةَ بن ع يام ٍر قَ َال َي‬
‫ه‬
‫س‬
‫ر‬
‫ت‬
‫ع‬
‫ول َم ْن تَ َعلّ َق‬

َ
َ
ُ ‫صلّى اللّهُ َعلَْي يه َو َسلّ َم يَ ُق‬
َ َْ َ ُ ْ َ
َ
َُ ُ ْ
‫َي‬
]‫ََّ اه لَه [روا أمد‬
‫أ‬
‫ا‬
‫ف‬
‫ة‬
‫م‬
‫ي‬
َ
َ
َ
‫ا‬
ُ ُ
َْ


Artinya: “Diriwayatkan dari Uqbah ibn Amr, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw
bersabda: Barangsiapa menggantungkan tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan
keinginannya.” [HR. Ahmad]

‫ي ي‬
‫صلّى اللّهُ َعلَْي يه َو َسلّ َم أَنّهُ قَ َال َم ْن تَ َعلّ َق‬
ّ ‫َع ْن َعْبد اللّه بْ ين عُ َكْي ٍم َع ْن ال ي‬
َ ِّ
‫َشيئا وي ي‬
]‫كل إيلَيه [روا أمد والرمذي‬
ْ َ ُ ‫ْا‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Ukaim, barangsiapa menggantungkan sesuatu barang
(dengan anggapan bahwa barang itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya Allah
menjadikan dia selalu bergantung kepada barang tersebut.” [HR. Ahmad dan at-Tirmidzi]

‫ي‬
‫ي‬
‫ي‬
ٍ ْ‫ص‬

‫ص ْف ٍر‬
َ ‫ أَنّهُ َرأَى يِ يَد َر ُج ٍل َحلَ َق اة م ْن‬: َ
َ ‫َع ين اْحَ َس ين َع ْن ع ْمَرا َن بْ ين ُح‬
‫ أَّما إينّ َها ًَ يَ يزيْ ُد َك إيًّ َوْهاا‬: ‫ ( َما َه يذ ي ؟ ) قَ َال يم َن اْ َلو ياهَ ية قَ َال‬: ‫فَ َق َال‬
‫ي‬
]‫ك مت على غْ الفطرة [روا الطرى‬
ّ ‫ك لَْو ُم‬
َ ُ‫ت تََرى أَنّ َها تَقع‬
َ ّ‫َوإين‬
َ ْ‫ت َوأَن‬
Artinya: “Diriwayatkan dari al-Hasan dari ‘Imran ibn Hushain, bahwasanya Nabi saw melihat
di tangan seorang laki-laki ada sebuah tali (gelang) dari kuningan. Beliau bertanya: ‘Apakah
ini?’ Laki-laki itu menjawab: Ini (untuk menghindarkan) dari penyakit yang melemahkan. Nabi
saw bersabda: Sesungguhnya (dengan gelang itu) tidak akan bertambah bagimu kecuali
penyakit lemah (wahn). Dan sesungguhnya jika engkau mati engkau akan tahu bahwa memakai
gelang itu akan membuat engkau mati tidak dalam keadaan suci.” [HR. Ath-Thabrani]
B. Tidak benar jika dikatakan ada ajaran Islam yang disembunyikan (hanya diajarkan pada orangorang tertentu), karena salah satu sifat Nabi Muhammad saw adalah tabligh (menyampaikan),
yaitu menyampaikan semua apa yang datang dari Allah berupa wahyu/ al-Qur’an:

Artinya: “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-

Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [QS. al-Maidah (5) :67]

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan
berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada
manusia dalam al-Kitab (al-Qur’an), mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua
(makhluk) yang dapat mela'nati.” [QS. al-Baqarah (2) :159]

‫َو َسلّ َم قَ َال بَلّغُوا َع ّّ َولَْو‬

‫ي ي‬
‫صلّى اللّهُ َعلَْي يه‬
ّ ‫َع ْن َعْبد اللّه بْ ين َع ْم ٍرو أَ ّن ال ي‬
َ ِّ
]‫ة [روا البخاري‬
‫آيَ ا‬

Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr ra bahwa Rasulullah saw bersabda:
"Sampaikanlah dariku meskipun hanya satu ayat".” [HR. al-Bukhari]
Demikian jawaban dari kami. Selanjutnya, kami menyarankan agar berhati-hati dalam
memilih Pondok Pesantren atau lembaga keagamaan lain sebagai tempat belajar agama, agar
tidak terjerumus kepada ajaran yang menyimpang dari Islam.
Wallahu a’lam bi sh-shawab. *putm)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com
http://www.fatwatarjih.com