Pesan-Pesan Simbolik Dalam Upacara Panjang Jimat Di Keraton Kasepuhan Cirebon

(1)

PESAN-PESAN SIMBOLIK DALAM UPACARA PANJANG JIMAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

(Studi Etnografi Komunikasi Dalam Upacara Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon)

Diajukan untuk memperoleh gelar strata 1 (S1) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh :

SelvyYuliana 41807041

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


(2)

ABSTRAK

PESAN-PESAN SIMBOLIK DALAM TRADISI PANJANG JIMAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

(Studi Etnografi Komunikasi dalam Tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon)

Oleh : Selvy Yuliana NIM. 41807041

Skripsi ini dibawah bimbingan Ferry Darmawan, S.Sos., M.Ds.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pesan-pesan simbolik dalam tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dimunculkan pertanyaan tentang bagaimana aspek linguistic dalam tradisi Panjang Jimat, bagaimana aspek interaksi social dalam tradisi Panjang Jimat, bagaimana aspek kebudayaan dalam tradisi Panjang Jimat dan pesan-pesan simbolik dalam tradisi Panjang Jimat.

Tipe penelitian ini adalah kualitatif. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah studi etnografi komunikasi dengan teknik analisis deskriptif. Sebagian besar data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi serta didukung oleh studi literature. Informan yang didapatkan sebanyak 4 orang yang berstatuskan sebagai bagian dari keraton kasepuhan dan warga kota Cirebon. Setelah dilakukan wawancara, peneliti melakukan kategorisasi dari pertanyaan yang diajukan dan hasil tersebut di analisis secara deskriptif menurut observasi serta wawancara kecil untuk memastikan bahwa informan mengetahui banyak tentang tradisi Panjang Jimat.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada umumnya informan yang berpengalaman mengabdi di Keraton Kasepuhan sejak lama. Aspek linguistic dalam tradisi Panjang Jimat yaitu menggunakan bahasa verbal bahasa kromo inggil atau jawa babasan dan bahasa Indonesia, sedangkan bahasa non verbalnya yaitu pakaian adat yang dipakai dan adat jalan jongkok pada saat upacara Pnajang Jimat berlangsung. Aspek interaksi socialnya yaitu persepsi masyarakat yang menyambut gembira upacara tahunan ini yang biasa disebut dengan muludan dan situasi yang terjadi pada saat upacara Panjang Jimat berlangsung khidmat karena acara sacral. Nilai yang terkandung dalam tradisi Panjang Jimat adalah untuk mengingat 2 kalimat syahadat dan merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa pesan-pesan simbolik dalam tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan adalah bentuk penggambaran dari proses kelahiran Nabi Muhammad SAW yang mana dsambut baik oleh seluruh umat Islam di dunia. Khususnya bagi warga kota Cirebon.


(3)

THE PALACE KASEPUHAN CIREBON

(Ethnographic Study of Communication in the Ceremony of Panjang Jimat in the Palace Kasepuhan Cirebon)

By : Selvy Yuliana NIM. 41807041

This research under the guidance of Ferry Darmawan, S.Sos., M.Ds.

This study aims to determine the symbolic messages in the tradition of Panjang Jimat in the Kasepuhan Cirebon. To achieve that goal then raised the question of how the linguistic aspects of the tradition Panjang Jimat, how aspects of social interaction in the tradition of Panjang Jimat, how aspects of culture in the tradition of Panjang Jimat and the symbolic messages in the tradition of Panjang Jimat.

This type of research is qualitative. While research method used is an ethnographic study of communication with descriptive analysis techniques. Most of the data collected through interviews and observations and supported by literature studies. Informants who earned as much as 4 people who domiciled as part of the palace and the town of Cirebon Kasepuhan. After the interviews, researchers conducted a categorization of the questions asked and the results are analyzed descriptively according to a small observation and interviews to ensure that informants know much about the Panjang Jimat traditions.

The results of these studies show that in general informants who served in the Palace Kasepuhan experienced for a long time. Linguistic aspects of the tradition of Panjang Jimat is using verbal language or Java language kromo inggil babasan and the Indonesian language, while non-verbal language that is customary clothing worn and custom street squat at Panjang Jimat the ceremony took place. Socialnya interaction aspects of society that welcomed the perception of this annual ceremony is usually called Muludan and situations that occur during a solemn ceremony took place because the Panjang Jimat sacred event. The value contained in the tradition of Panjang Jimat is to remember two sentences creed and celebrate the birth of Prophet Muhammad.

The conclusion from these studies show that the symbolic messages in the ceremony of Panjang Jimat in the Kasepuhan and the message in symbols Panjang Jimat is a depiction birth of Prophet Muhammad which was welcomed well by all Muslims in the world. Especially for Cirebon’s people.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada TUHAN YME, atas berkat rahmat-NYA peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dan tidak lupa kepada kedua orang tua peneliti yang memberikan dukungan baik moril maupun materi yang tak terhingga besarnya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan Restu dan Doa, peneliti akan tunjukan yang terbaik untuk Bapak Abdul Karim dan Ibu Titin Suprihatin. Terima kasih yang tak terbatas atas segala dukungan dan motivasinya. Dari membantu mulai awal penelitian bolak-balik ke keraton Kasepuhan hingga akhir penelitian. Insyaallah ananda akan menjadi anak yang bisa dibanggakan dan membahagiakan keluarga. Amien.

Penyusunan skripsi ini dibuat berdasarkan hasil penelitian penulis di Keraton Kasepuhan Cirebon.

Dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penelitian sehingga tersusun skripsi ini : 1. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs.,M.A. Selaku Dekan FISIP Universitas

Komputer Indonesia.

2. Drs. Manap Solihat, S.Sos.,M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations Universitas Komputer Indonesia. 3. Ferry Darmawan, S.Sos.,M.Ds. selaku Dosen Pembimbing Usulan

Penelitian dan skripsi.


(5)

5. Pak Iman, Pak RM. Hafid Permadi, Pak Thamrin, Pak Ade, selaku informan peneliti.

6. Feni Dwi Novitasari dan M. Ahdi Maulidin, adik-adikku tersayang yang telah banyak membantu dengan saran dan perhatian serta kasih sayangnya, dan sepupu-sepupuku terima kasih banyak.

7. Buat Semua teman-teman di ilmu komunikasi UNIKOM, dari IK-1 dan IK-Humas 3 yang telah membantu dalam segala hal.

8. Buat teman-teman sepermainan dan seperjuangan Yuning, Mia, Nung, Fryska, Ratih, EP 16 dan Azhii yang telah menemani dan membantuku dalam segala suka dan duka selama ini.

9. Buat Semua Pihak yang telah membantu penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya terimakasih atas semangat dan bantuan serta sarannya terima kasih banyak.

Semoga nasehat doa restu dan bantuan serta amal kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari TUHAN YME. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini, baik isi maupun bentuk penyajiannya masih jauh dari kesempurnaan sehingga masih banyak kekurangan yang perlu diberi saran dan kritik dari semua pihak penulis harapkan agar dapat bermanfaat bagi penulis khususnya maupun bagi pembaca sekalian.

Bandung, Juli 2011


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Cirebon merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki sejarah dan kebudayaan yang menarik untuk diminati. Terbentuknya akulturasi budaya Cirebon yang menjadi ciri khas masyarakat hingga dewasa ini lebih disebabkan oleh factor geografis dan historis. Dalam konteks ini, sebagai daerah pesisir, Cirebon sejak sebelum dan sesudah masuknya pengaruh islam merupakan pelabuhan yang penting di pesisir utara Jawa. Dalam posisinya yang demikian Cirebon menjadi sangat terbuka bagi interaksi budaya yang luas dan dalam. Cirebon menjadi tempat bertemunya berbagai suku, agama dan bahkan antar bangsa.

Cirebon kota kecil ini, memiliki corak budaya yang kaya karena menjadi persimpangan lalu lintas niaga sejak dulu. Persis terletak diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah, baik bahasa maupun budayanya agak khas yaitu “Tidak Jawa, Tidak Sunda” atau “Ya Jawa, Ya Sunda”. Cirebon menerima pengaruh manapun dan meramunya menjadi budaya yang unik, sekaligus kaya warna bangunan bersejarah disini.

Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506, beliau bersemayam didalam Agung


(7)

Pakungwati Cirebon. Keraton Kasepuhan dulunya bernama Keraton Pakungwati I. Dan sebutan nama Pakungwati berasal dari Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Kemudian diperluas dan diperbaharui oleh Sunan Gunung Jati pada tahin 1483 M. Kini, Keraton Kasepuhan sangat potensial sebagai objek wisata, baik sebagai wisata sejarah maupun sebagai wisata budaya. Sebagai situs sejarah dan situs budaya dengan nilai estetika religious yang tinggi. Lokasi Keraton Kasepuhan terletak di kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon.

Yang menjadi sorotan utama dari Keraton Kasepuhan adalah salah satunya tradisi Panjang Jimat yang biasa diadakan setahun sekali pada bulan Robiul Awal dalam kalender Hijriyah sebagai tanda untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW atau disebut dengan “Muludan” oleh masyarakat Cirebon. Panjang Jimat tradisi Maulid Nabi di Keraton Cirebon sudah ada sejak zaman Khalifah Sholahudin Al Ayubi 1993 M, tujuannya tidak lain untuk mengenang dan selalu meneladani Nabi Muhammad SAW.

Nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang tumbuh dalam kehidupan manusia berguna untuk mewujudkan keseimbangan dalam tatanan kehidupan. Nilai-nilai dan norma-norma tersebut dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang pada akhirnya menjadi sebuah adat istiadat. Salah satu bentuk adat istiadat tersebuat adalah upacara ritual, sehingga upacara ritual dapat diartikan sebagai rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada atauran-atauran tertentu menurut adat atau agama berkaiatan dengan tradisi dan kepercayaan masyarakat (Suyami, 2008 : 7).


(8)

3

Bagi sebagian orang Islam tradisi merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan sebagai salah satu bentuk rasa cinta umat kepada Rasul Nya. Di tanah Jawa sendiri tradisi ini telah ada sejak zaman walisongo, pada masa itu tradisi Maulid Nabi dijadikan sebagai sarana dakwah penyebaran agama Islam dengan menghadirkan berbagai macam kegiatan yang menarik masyarakat. Pada saat ini tradisi Maulid/Mauludan di Jawa disamping sebagai bentuk perwujudan cinta umat kepada Rasul juga sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa Walisongo.

Sebagian masyarakat Jawa merayakan maulid dengan membaca Barzanji, Diba‟i atau al-Burdah atau dalam istilah orang Jakarta dikenal dengan rawi. Barzanji dan Diba‟i adalah karya tulis seni sastra yang isinya bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Sedangkan Al-Burdah adalah kumpulan syair-syair pujian kepada Rasulullah SAW yang dikarang oleh Al-Bushiri. Berbagai macam acara dibuat untuk meramaikan acara ini, lambat laun menjadi bagian dari adat dan tradisi turun temurun kebudayaan setempat. Di Yogyakarta, dan Surakarta, perayaan maulid dikenal dengan istilah sekaten,. Istilah ini berasal dari stilasi lidah orang Jawa atas kata syahadatain, yaitu dua kalimat syahadat. Perayaan umumnya bersifat ritual penghormatan (bukan penyembahan) terhadap jasa para wali penyebar Islam, misalnya upacara Panjang Jimat yaitu upacara pencucian senjata pusaka peninggalan para wali.


(9)

Di Cirebon upacara Maulid Nabi (selanjutnya disebut dengan Panjang Jimat) dilaksanakan di empat tempat yang menjadi peninggalan dari Syarief Hidayatullah. PProsesi adat "Panjang Jimat" adalah refleksi dari proses kelahiran Nabi Muhammad SAW dan merupakan acara puncak dari serangkaian kegiatan Maulud Nabi Muhamad di Keraton Kasepuhan Cirebon. “Panjang” berarti sederetan iring-iringan berbagai benda pusaka dalam prosesi itu dan “Jimat” berarti “siji kang dirumat” atau satu yang dihormati yaitu kalimat sahadat “La Illa ha Illahah” sehingga arti gabungan dua kata itu adalah sederetan persiapan menyongsong kelahiran nabi yang teguh mengumandangkan kalimat sahadat kepada umat di dunia. Pada umumnya masing-masing upacara terdiri atas kombinasi berbagai macam unsur upacara seperti berkorban, berdo‟a, bersaji makan bersama, berprosesi, semadi, dan sebagainya. Urutannya telah tertentu sebagai hasil ciptaan para pendahulunya yang telah menjadi tradisi (AB Usman dkk, 2004: 205).

Upacara ritual yang diselenggarakan di Keraton Kasepuhan Cirebon meliputi upacara komunal dan upacara individual. Upacara komunal adalah upacara yang diselenggarakan untuk kepentingan orang banyak (umum), sedangkan upacara individual adalah upacara yang diselenggarakan untuk kepentingan seseorang (Suyami, 2008 : 8). Berkaiatan dengan Keraton Kasepuhan maka upacara komunal ditujukan untuk keselamatan Keraton Kasepuhan beserta seluruh warganya. Upacara komunal yang diselenggarakan di Keraton Kasepuhan Cirebon diantaranya Panjang jimat yang dilaksanakan setiap bulan Maulud, Gerebeg Syawal, Raya Agung (Idul adha), Syura, Rebo Wekasan (Sapar),


(10)

5

Rhamadon (Ramadhan). Upacara ritual individu diantaranya adalah upacara pada masa kehamilan disebut dengan Siraman,Nenamu (selamatan kelahiran bayi), upacara hari kelahiran, upacara pernikahan, upacara kematian.

Dari beberapa upacara ritual tersebut yang menjadi ikon upacara ritual di Keraton Kasepuhan adalah Upacara panjang jimat yang berlangsung selama tujuh hari dibulan maulud. Ini saat-saat kerabat keraton berkumpul, sebagian menyempatkan diri untuk hadir dan membantu persiapan upacara, bahkan para kerabat yang sudah tinggal diluar kota pun hadir. Tetapi ada yang karena kesibukan maka hanya hadir pada malam terakhir upacara panjang jimat atau Pelal. Di hari pertama dilaksanakan pencucian piring-piring panjang yang nantinya akan menjadi tempat untuk makanan khas untuk upacara (seperti nasi jimat/kebuli), piring-piring ini berasal dari arab dan cina, tentunya memiliki usia yang tidak muda lagi. hari -hari berikutnya di isi dengan persiapan-persiapan upacara, dari bersih keraton, masak-masak, dan soan pada sultan tetapi sejak keraton dibuka untuk khalayak umum maka hari-hari tersebut adalah hari yang ramai wisatawan. Puncak acara adalah hari ke tujuh/pelal, berlangsung setelah isya/7.30 WIB sampai jam 24.00/tengah malam. pencucian piring dan guci kuno tengah dilakukan di Bangsal Kaputren Keraton Kasepuhan Cirebon. Yang dicuci antara lain piring kecil sebanyak 28 buah, piring besar 7 buah, guci besar 2 buah serta tempat minyak 2 buah. Piring-piring dan guci tersebut semua merupakan barang-barang kuno yang berusia ratusan tahun dan merupakan peninggalan dari Sunan Gunung Jati.


(11)

Pencucian terlihat dilakukan di sebuah bak besar yang dilakukan oleh para kaum, yaitu penjaga masjid Agung Keraton Kasepuhan. Setelah dicuci, piring-piring dan guci tersebut dilap menggunakan kain putih bersih oleh kerabat keraton.Dampak langsung dari upacara ini adalah terbukanya peluang usaha dadakan selama 7 hari berturut-turut, sangat ramai sebut saja seperti sebuah pasar malam, hanya saja selain barang-barang biasa, diperjual belikan juga berbagai makanan dan cinderamata khas cirebon.

Seperti yang telah diketahui bahwa upacara Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan sudah ada sejak jaman dahulu dan sampai sekarang masih dilakukan oleh masyarakat Cirebon. Hal ini khususnya dikarenakan masyarakat masih memegang teguh adat istiadat ataupun kebiasaan akan tradisi yang diwariskan turun temurun. Secara prinsip, upacara Panjang Jimat tetap dilakukan dari tahun ke tahun, namun dalam pelaksanaannya lebih ditingkatkan yakni dilaksanakan dengan lebih besar, meriah, diisi dengan program pembangunan dan dikaitkan dengan pariwisata. Terdapat suatu indikasi bahwa hal ini disebabkan karena sudah memasuki jaman globalisasi yang serba modern.

Diselenggarakannya Upacara Panjang Jimat (Muludan) ini ternyata memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat sekitar keraton. Penyelenggaraan acara ini seakan-akan dimanfaatkan oleh para pedagang setempat untuk mengais rejeki. Apalagi dua minggu sebelum acara, pihak keraton mengizinkan ribuan pedagang kaki lima (PKL) untuk berjualan selama rentetan kegiatan menyambut Maulud Nabi Muhammad Saw. Sehingga tidak mengherankan bila halaman depan atau jalan menuju Keraton Kasepuhan ini


(12)

7

disesaki oleh berbagai pedagang, mulai dari pedagang makanan, pakaian, barang antik, mainan anak, peralatan rumah tangga, dan sebagainya.

Spradley menjelaskan focus perhatian etnografi adalah pada apa yang individu dalam suatu masyarakat lakukan (perilaku), kemudian apa yang mereka bicarakan (bahasa), dan terakhir apakah ada hubungan antara perilaku dengan apa yang seharusnya dilakukan dalam masyarakat tersebut, sebaik apa yang mereka buat atau mereka pakai sehari-hari (artifak). Fokus penelitian etnografi adalah keseluruhan perilaku dalam tema kebudayaan tertentu.

Pada etnografi komunikasi, yang menjadi focus perhatian adalah perilaku komunikasi dalam tema kebudayaan tertentu, jadi bukan keseluruhan perilaku seperti dalam etnografi. Perilaku komunikasi dalam etnografi komunikasi adalah perilaku dalam konteks social cultural. Asumsi dasar Skinner adalah perilaku mengikuti hukum-hukum perilaku (lawfulness of behavior) perilaku dapat diramalkan dan perilaku dpat dikontrol.

Prof. DR. Harsya Bachtiar mengatakan budaya dengan berbagai macam simbolnya yang berisikan “kepercayaan” pengetahuan nilai-nilai dan aturan-aturan jelas mempengaruhi pemikiran, perasaan, sikap dan perilaku setiap manajer sebagai manusia yang berhubungan dengan manusia-manusia lainnya.

Sehingga dari latar belakang diatas dapat dirumuskan “Bagaimana Pesan-pesan Simbolik dalam Tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon(Studi Etnografi Komunikasi Dalam Tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon) ?”


(13)

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana aspek linguistik dalam tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon ?

2. Bagaimana aspek interaksi sosial dalam Tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon ?

3. Bagaimana aspek kebudayaan dalam tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon ?

4. Bagaimana pesan-pesan simbolik dalam Tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon ?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian dimaksudkan untuk menggambarkan secara mendalam tentang pesan-pesan simbolik dalam tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui aspek linguistik dalam tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon .


(14)

9

2. Untuk mengetahui aspek interaksi sosial dalam Tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon.

3. Untuk mengetahui aspek kebudayaan dalam Tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon.

4. Untuk mengetahui pesan-pesan simbolik dalam Tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai rujukan bagi peneltian-penelitian selanjutnya sehingga mampu menunjang perkembangan dalam bidang ilmu komunikasi dan menambah wawasan serta referensi pengetahuan tentang pesan-pesan simbolik dalam tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon khususnya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Kegunaan bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang Ilmu Komunikasi khususnya tentang pesan-pesan simbolik dan etnografi komunikasi.

a. Kegunaan bagi Akademik

Penelitian yang dilakukan berguna bagi mahasiswa Unikom secara umum, mahasiswa ilmu komunikasi konsentrasi humas


(15)

melakukan penelitian pada kajian etnografi komunikasi dan budaya. Juga memberikan kesadaran kepada masyarakat agar lebih peduli dan terus menjaga nilai-nilai historis yang masih tersimpan di Keraton Kasepuhan karena selain sebagai asset di bidang pariwisata, juga sebagai asset pendidikan bagi generasi mendatang.

1.5 Kerangka Pemikiran

1.5.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Komunikasi dalam kehidupan manusia terasa sangat penting, karena dengan komunikasi dapat menjembatani segala bentuk ide yang akan disampaikan seseorang. Dalam setiap melakukan komunikasi unsur penting diantaranya adalah pesan, karena pesan disampaikan melalui media yang tepat, bahasa yang di mengerti, kata-kata yang sederhana dan sesuai dengan maksud, serta tujuan pesan itu akan disampaikan dan mudah dicerna oleh komunikan.

Adapun pesan itu menurut Onong Uchjana Effendy, menyatakan bahwa pesan adalah: “suatu komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan seseorang dengan menggunakan lambang, bahasa/lambang-lambang lainnya disampaikan kepada orang lain”.(Effendy, 1989:224).


(16)

11

Sedangkan Abdul Hanafi menjelaskan bahwa pesan itu adalah “produk fiktif yang nyata yang di hasilkan oleh sumber–encoder”. (Siahaan, 1991:62). Kalau berbicara maka“pembicara”itulah pesan, ketika menulis surat maka “tulisan surat” itulah yang dinamakan pesan. Pesan dapat dimengerti dalam tiga unsur yaitu kode pesan, isi pesan dan wujud pesan.

1. Kode pesan adalah sederetan simbol yang disusun sedemikian rupa sehingga bermakna bagi orang lain. Contoh bahasa Indonesia adalah kode yang mencakup unsur bunyi, suara, huruf dan kata yang disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai arti.

2. Isi pesan adalah bahan untuk atau materi yang dipilih yang ditentukan oleh komunikator untuk mengomunikasikan maksudnya.

3. Wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan itu sendiri, komunikator memberi wujud nyata agar komunikan tertarik akan isi pesan didalamnya. (Siahaan,1991:62).

Symbol menurut James P. Spradley dikutip oleh Amri Marzali. adalah objek atau peristiwa apapun yang menunjuk pada sesuatu. Semua symbol melibatkan tiga unsur, yakni symbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara symbol dengan rujukan. Symbol itu sendiri meliputi apapun yang dapat kita rasakan atau kita alami.


(17)

Etnografi komunikasi menurut Spradley yang dikutip oleh Kuswarno, adalah perilaku komunikasi dalam tema kebudayaan tertentu, jadi bukan keseluruhan perilaku seperti etnografi.

Menurut Deddy Mulyana etnografi komunikasi lebih terfokus pada sosiolinguistik dan budaya dari suatu peristiwa komunikasi berbeda dengan etnografi sebagai sebuah metode yang meliputi materi pembahasan yang lebih luas.

Model komunikasi dari sudut pandang etnografi komunikasi menjadi penting karena :

1. Untuk membedakan bagaimana etnografi komunikasi memandang perilaku komunikasi dan peristiwa komunikasi dari ilmu yang lain.

2. Untuk mempermudah pemahaman bagaimana etnografi komuniikasi dalam memandang perilaku komunikasi dan peristiwa komunikasi.

3. Sebagai panduan dalam melakukan penelitian etnografi komunikasi.


(18)

13

Gambar 1.1

Model Etnografi Komunikasi

Aspek linguistic

Tindak ujaran

Tindak ujaran Peristiwa Komunikasi pemolaan komunikasi

Tindak ujaran aspek kebudayaan

Aspek interaksi social

Sumber : Kuswarno, 2008.

1.5.2 Kerangka Pemikiran Konseptual

Dari definisi menurut Onong Effendy, menyatakan bahwa pesan adalah: “suatu komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan seseorang dengan menggunakan lambang, bahasa/lambang-lambang lainnya disampaikan kepada orang lain”.(Effendy, 1989:224). Dapat diaplikasikan sesuai dengan penelitian tentang tradisi Panjang Jimat yang didalamnya terdapat pesan simbolik yang memiliki makna tetapi disampaikan kepada khalayak luas hanya berupa symbol. Untuk mengerti makna dari symbol itu butuh penelitian tentang makna dan pesan dari symbol pada kebudayaan tersebut.


(19)

Dan semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan symbol-simbol. Contohnya seperti pesan yang terkandung dalam pencucian piring-piring panjang sebelum upacara Panjang Jimat/Pelal yang memiliki pesan tersendiri bagi masyarakat Cirebon khususnya agar selalu memiliki hati yang bersih ditandai dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW dan memiliki makna arti dari maksud pencucian piring-piring tersebut yang sejarahnya diturunkan secara turun temurun. Salah satunya adalah piring-piring panjang, beras yang dibungkus oleh kain putih. Perilaku setiap orang yang memiliki tanggung jawab mengemban tugas sebagai „abdi dalem‟ tidaklah mudah karena dibutuhkan keseriusan dan kesetiaan dalam upacara Panjang Jimat ini, karena menyangkut dengan tata karma dan komunikasi dengan para leluhur yang patut untuk di jaga dan dilestarikan.

Aspek linguistic meliputi elemen-elemen verbal, non verbal,pola elemen-elemen dalam peristiwa tutur tertentu. Dalam hal ini bahasa yang dimaksud adalah seperti bahasa yang digunakan dalam upacara tradisi Panjang Jimat karena memakai bahasa Cirebon bebasan, dan memakai pakaian adat tradisi khusus sebagai bahasa non verbal. aspek interaksi social mencakup persepsi ciri-ciri penting dalam situasi komunikatif, seleksi dan interpretasi bentuk-bentuk yang tepatuntuk situasi, peran dan hubungan tertentu, termasuk kepada perilaku-perilaku dalam pelaksanaan upacara tradisi Panjang Jimat, Yang menyangkut persepsi dari masyarakat Cirebon mengenai adanya tradisi Panjang Jimat, situasi pada saat upacar


(20)

15

berlangsung, juga peran yang terlibat dalam upacara Panjang Jimat. Dan aspek kebudayaan mencakup stuktur social, nilai dan sikap, peta / skema kognitif ,proses enkulturasi (transmisi pengetahuan dan keterampilan) mencakup nilai yang terkandung dalam tradisi Panjang Jimat dan sikap dari para abdi dalemnya itu sendiri dalam mengemban tugas sebagai pembawa perangkat alat upacara Panjang Jimat.

Hasil percampuran budaya Cirebon yang membuat kota ini memiliki kekhasan dalam sejarah dan peninggalan-peninggalan baik itu berupa benda atau tradisi yang diturunkan secara turun temurun, ditambah dengan bentuk bangunan dan alur sejarah dari berdirinya Keraton Kasepuhan yang membuat masyarakat Cirebon memiliki keunikan, terutama dalam komunikasi.

1.6 Pertanyaan Penelitian

1. Aspek linguistik dalam tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon

a) Bagaimana bahasa verbal dan nonverbal yang digunakan pada saat upacara tradisi Panjang Jimat ?

2. Aspek interaksi social dalam Tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon

a) Bagaimana persepsi masyarakat mengenai upacara tradisi Panjang Jimat ?


(21)

c) Siapa yang berhak menyeleksi petugas atau bagian dari upacara tradisi Panjang Jimat ?

d) Peran apa saja yang terdapat dalam upacara tradisi panjang Jimat ?

e) Bagaimana hubungan komunikasi antar abdi dalem pada saat upacara tradisi Panjang Jimat ?

3. Aspek kebudayaan dalam Tradisi Panjang Jimat ?

a) Bagaimana struktur social bagi tamu undangan yang hadir pada saat upacara tradisi Panjang Jimat ?

b) Apakah ada batasan antara keluarga keraton dengan tamu undangan dan abdi dalem pada saat upacara Panjang Jimat ? c) Apa nilai yang terkandung tradisi Panjang Jimat

d) Bagaimana sikap abdi dalem dalam menjalani tugasnya ?

e) Hal-hal apa saja yang dilarang dilakukan pada saat upacara tradisi Panjang Jimat berlangsung ?

4. Pesan-pesan simbolik dalam Tradisi Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon

a) Symbol apa saja yang terdapat dalam upacara tradisi Panjang Jimat ?


(22)

17

c) Apakah ada pesan khusus yang terkandung dalam tradisi Panjang Jimat ?

1.7 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif studi etnografi komunikasi. Karena metode ini dapat menggambarkan, menjelaskan dan membangun hubungan dari kategori-kategori dan data yang ditemukan. Hal ini sesuai dengan tujuan dari studi etnografi komunikasi untuk menggambarkan, menganalisis dan menjelaskan perilaku komunikasi dari suatu kelompok social.

Sesuai dengan dasar pemikiran etnografi komunikasi, yang menyatakan bahwa saluran komunikasi yang berbeda akan mengakibatkan perbedaan struktur berbicara, dan kebudayaan suatu kelompok masyarakat.

Dengan demikian, etnografi komunikasi membutuhkan alat atau metode penelitian yang bersifat kualitatif untuk dapat memahami objek kajiannya itu. Penelitian (berparadigma) kualitatif mengasumsikan bahwa perilaku dan makna yang dianut sekelompok manusia hanya dapat dipahami melalui analisis atas lingkungan alamiah (natural setting) mereka.

Defenisi penelitian (berparadigma) kualitatif itu sendiri menurut Bogdan dan Taylor adalah pendekatan keilmuan yang diarahkan pada latar dan individu secara holistic dan utuh. Moleong kemudian melengkapi


(23)

penjelasannya mengenai metode penelitian kualitatif melalui definisi penelitian kualitatif dari Kirk dan Miller, yang menyebutkan bahwa sebagai tradisi tertentu dalam ilmu social metode penelitian kualitatif secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang tersebut, baik dalam bahasannya maupun dalam peristilahannya. Etnografi komunikasi sangat relevan termasuk dalam ranah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif akan menuntun etnografi komunikasi untuk memahami bagaimana bahasa, komunikasi, dan kebudayaan saling bekerja sama untuk menghasilkan perilaku komunikasi yang khas. Etnografi komunikasi juga merupakan ilmu sekaligus metode penelitian dalam ilmu social.

1.8 Subjek dan Informan Penelitian 1.8.1 Subjek Penelitian

Yang subjek pada penelitian ini adalah pengelola dan abdi dalem dari Keraton Kasepuhan Cirebon.


(24)

19

1.8.2 Informan Penelitian

Tabel 1.1 Informan penelitian

No Nama Jabatan

1 Bapak Iman Sugiman Pengelola Keraton Kasepuhan Cirebon 2 Bapak RM. Hafid

Permadi

Koordinator kemantren baju hitam Keraton kasepuhan Cirebon 3 Bapak Thamrin Iskandar Koordinator kemantren baju putih

Keraton Kasepuhan Cirebon

4 Ade Permadi Salah satu warga kota Cirebon

1.9 Teknik Pengumpulan Data

a. Interview atau wawancara

Esterberg sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Sugiyono dalam bukunya memahami penelitian kualitatif mendefinisikan interview sebagai berikut.

“a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint constructionog meaning about a particular topic”. (Sugiyono, 2005 :72).


(25)

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu.

b. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat berupa tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.

c. Studi Pustaka

Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan buku atau referensi sebagai penunjang penelitian, dan dengan melengkapi atau mencari data-data yang diperlukan peneliti dari literature, referensi, majalah, makalah, internet dan lainnya.

1.10Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. (Sugiyono, 2005: 89). Teknik analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, dengan menerapkan konsep dari Miles and Huberman


(26)

21

serta Spradley. Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu reduction, data display, dan conclusion drawing/verivication. Berikut adalah model interaktif dalam analisis data.

Gambar 1.2

Komponen dalam analisis data (interactive model)

Sumber : Miles dan Huberman, 1984 1.11Lokasi dan Waktu Penelitian

1.11.1 Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penyusunan laporan penelitian ini, maka peneliti melakukan penelitian di Keraton Kasepuhan Cirebon yang beralamatkan Jl. Kasepuhan, kelurahan kasepuhan, kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

Data collection

Data Reduction

Data display

Conclusions: Drawing/verify


(27)

1.11.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini terhitung dari bulan Februari 2011 hingga bulan Juli 2011.

Tabel 1.2

Jadwal Kegiatan penelitian 2011

No Kegiatan Bulan

Februari Maret April Mei Juni Juli 1 TAHAP

PERSIAPAN

Pengajuan Judul Persetujuan Judul 2 TAHAP

PENELITIAN

Wawancara 3 TAHAP

PENYUSUNAN

Pengolahan Data Analisis Data Penyusunan 4 SIDANG


(28)

23

1.12 Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian dibuat untuk member gambaran umum tentang penelitian yang dilakukan dan untuk member kejelasan mengenai hasil penelitian dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini membahas mengenai latar belakang masalah penelitian dan identifikasi masalah penelitian, maksud penelitian dan tujuan kegunaan penelitian (meliputi; kegunaan teoritis, kegunaan praktis), kerangka pemikiran (meliputi; kerangka pemikiran teoritis,kerangka pemikiran konseptual), pertanyaan penelitian, metode penelitian, subjek dan informan penelitian atau narasumber (meliputi: subjek penelitian, informan penelitian), teknik pengumpulan data, teknik analisa data, lokasi dan waktu penelitian (meliputi; lokasi penelitian, waktu penelitian), dan diakhiri dengan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini menguraikan beberapa sub bab berdasarkan penelitian yaitu: Mencakup tentang tinjauan komunikasi (meliputi; definisi komunikasi, unsur-unsur komunikasi, tujuan komunikasi, dan bentuk-bentuk komunikasi), tinjauan mengenai etnografi komunikasi, pesan-pesan simbolik.


(29)

BAB III OBJEK PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan mengenai objek penelitian mengenai Keraton Kasepuhan Cirebon dan lain-lain.

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan membahas semua data-data yang telah diperoleh dari informan dan data lapangan yang terkumpul, mencakup tentang deskripsi identitas informan, deskripsi hasil penelitian, dan pembahasan mengenai hasil penelitian.

BAB V

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian berikut, saran-saran yang dapat diimplementasikan.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi 2.1.1 Definisi Ilmu Komunikasi

Komunikasi adalah salah satu syarat bagi berlangsungnya hubungan antar manusia atau interaksi social diantara sesame manusia, karena pada dasarnya, manusia tidak bisa hidup sendirian, manusia adalah mahluk social yang harus selalu berkomunikasi dengan manusia lain. Oleh karena itu, komunikasi merupakan hal biasa terjadi di dalam kehidupan manusia. Seseorang melakukan komunikasi karena ingin mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communication atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Para pakar komunikasi mendefinisikan komunikasi secara berbeda, berikut beberapa definisi tentang komunikasi:

Menurut Effendy komunikasi berarti “proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan.: (Effendy, 1993:28)


(31)

Carl I. Hovland mendefinisikan “komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambing-lambang verbal) untuk merubah perilaku orang lain (komunikan).” (Mulyana, 2007: 68)

Harold Lasswell menjelaskan bahwa “(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Atau siapa mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?” (Mulyana, 2007: 68)

Pendapat para ahli tersebut mwmwbrikan gambaran bahwa komponen-komponen pendukung komunikasi termasuk efek yang ditimbulkan, antara lain adalah:

1. Komunikator (komunikator, source, sender) 2. Pesan (message)

3. Media (channel)

4. Komunikan (komunikan receiver) 5. Efek (effect)

Berdasarkan gambaran diatas kita dapat melihat bahwa pengerian komunikasibegitu kompleks apabila dilihat dari berbagai sudut pandang dan tidak sesedrhana yang dibayangkan. Sehingga wajar apabila komunikasi yang merupakan kebutuhan essensial manusia dijadikan suatu ilmu tersendiri. Pengertian komunikasi tidak hanya terbatas pada


(32)

27

penyampaian dari komunikator terhadap komunikan, tetapi lebih dari itu setiap kegiatan komunikasi mempunyai media yang mampu menimbulkan suatu efek tertentu bagi tujuan atau sasaran.

2.1.2 Unsur-unsur Komunikasi

Komunikasi akan terjadi bila telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat didalamnya. Artinya, komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi. Untuk melihat unsur-unsur komunikasi berikut beberapa unsur komunikasi menurut Cangara:

Gambar 2.1

Unsur-unsur Komunikasi

Sumber: Cangara, 1988

MEDIA PENERIMA EFEK PESAN

SUMBER


(33)

Keterangan: 1. Sumber

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa inggrisnya disebut source,sender,decoder.

2. Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Isi pesan bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau proganda. Dalam istilah asing pesan diterjemahkan dengan kata message, content, atau information 3. Media

Media ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Selman atau media komunikasi terbagi atas media massa dan media nirmassa. Nirmassa merupakan komunikasi tatap muka sedangkan media massa menggunakan saluran yang berfungsi sebagai alat yang dapat menyampaikan pesan secara massal.

4. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara.


(34)

29

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh bisa diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.(Cangara, 2004:21-25).

2.1.3 Fungsi Komunikasi

Komunikasi memiliki beberapa fungsi. Menurut Effendy ada empat fungsi utama dari kegiatan komunikasi, yaitu:

1. Menginformasikan (to inform)

Adalah memberikan informasi kepada masyarakat, memberitahukan kepada masyarakat mengenai peristiwa yang terjadi, ide atau pikiran dan tingkah laku orang lain, serta segala sesuatu yang disampaikan orang lain

2. Mendidik (to educate)

Adalah komunikasi merupakan sarana pendidikan, dengan komunikasi manusia dapat menyampaikan ide dan pikirannya kepada orang lain sehingga orang lain mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan

3. Menghibur (to entertain)

Adalah komunikasi selain berguna, untuk menyampaikan komunikasi, pendidikan, mempengaruhi juga berfungsi untuk


(35)

4. Mempengaruhi (to influence)

Adalah fungsi mempengaruhi setup individu yang berkomunikasi, tentunya berusaha Baling mempengaruhi jalan pikiran komunikan dan lebih jauh lagi berusaha merubah sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan apa yang diharapkan.(Wendy, 1997 : 36).

2.1.4 Pengertian Media Komunikasi

Media komunikasi adalah semua sarana yang dipergunakan untuk memproduksi, memproduksi mendistribusikan atau menyebarkan dan menyampaikan informasi. Jenis media komunikasi berdasarkan fungsinya media komunikasi dibagi menjadi 3 yakni :

a) Fungsi Produksi, ialah media komunikasi yang berguna untuk menghasilkan informasi, contohnya adalah komputer pengolah kata word processor;

b) Fungsi Reproduksi, ialah media komunikasi yang kegunaannya untuk memproduksi ulang dan menggandakan informasi, misalnya audio tapes recorder dan videotapes.

c) Fungsi penyampaian informasi, ialah media komunikasi dipergunakan untuk menyearluaskan dan menyampaikan pesankepada komunikan yang menjadi sasaran. Contoh : telepon, bulletin, faksimile dsb.


(36)

31

Berdasarkan bentuknya media komunikasi dibagi menjadi 3 yaitu :

a) Media Cetak, ialah segala barang cetak yang dapat dipergunakan sebagai sarana penyampaian pesan, contohnya seperti surat kabar, leaflet, brosur, bulletin dan sebagainya.

b) Media Visual atau Media Pandang, artinya untuk menerima pesan yang disampaikan digunakan indera penglihatan, Misalnya film, televisi, lukisan, foto, pameran, dll

c) Media Audio, untuk menerima pesan yang disampaikan dengan menggunakan indera pendengaran, seperti radio, telepon, tape recorder dan sebagainya.

d) Media Audio-Visual, ialah media komunikasi yang dapat dilihat sekaligus ddengar. Jadi untuk dapat mengakses informasi yang disampaikan, digunakan indera penglihatan dan pendengaran sekaligus. Yang termasuk dalam jenis ini adalah tv dan film.

Berdasarkan jangkauan penyebaran informasi terbagi menjadi 2 yaitu media komunikasi external dan media komunikasi internal.

Media Komunikasi Eksternal adalah media komunikasi yang dipergunakan untuk menjalin hubungan dan menyampaikan informasi dengan pihak-pihak yang berada di luar perkantoran. Media komunikasi eksternal yang sering digunakan antara lain :

1. Media cetak ialah media komunikasi tercetak atau tertulis dimaksudkan untuk menjangkau public eksternal seperti pemegang


(37)

saham, konsumen, pelanggan, mitra kerja, dan sebagainya. Contohnya adalah majalah perusahaan, bulletin, brosur dan leaflet. Media eksternal cetak ini berfunghsi sebagai :- Media Penghubung;- Sarana menyampaikan keterangan-keterangan kepada kalayak- Media Pendidikan- Sarana membentuk opini publik- Sarana membangun citra.

2. Radio merupakan media audio yang mampu mengirimkan pesan berupa informasi lisan (suara) kepada khalayak. Beberapa perkatoran memilih memanfaatkan radio untuk menyampaikan informasi secara luas kepada khalayak sasaran. Penggunaan media radio oleh suatu perusahaan dapat dilakukan dengan mendirikan pemancar, mengisi acara pada stasiun radio, TV Kepentingan perusahaan untuk menyampaikan pesan kepada public melalui televisi dapat ditempuh dengan memasang iklan, mengundang wartawan atau reporter televisi agar memuat berita tentang kegiatan perusahaan atau dapat pula mengajukan permohonan untuk mengisi acara

3. Telepon Sebagai media komunikasi, telepon sangat penting untuk menyampaikan dan menerima informasi lisan secara cepat dengan pihak public eksternal

4. Surat merupakan media penyampaian informasi secara tertulis, dapat berupa surat konvensional maupun surat elektronik. Surat


(38)

33

menyurat merupakan salah satu kegiatan penting diperusahaan. Banyak informasi yang keluar masuk perusahaan melalui media surat, karena surat merupakan media komunikasi yang efektif apabila yang terkait tidak dapat berhubungan secara langsung atau lisan. Internet merupakan media komunikasi berbasis komputer teknlogi informasi. Internet banyak dipilih oleh perusahaan guna menjalin kemampulan dalam menjangkau khalayak. Keunggulan media komunikasi internet adalah

a) Mudah, cepat dan murah dengan jangkauan dunia

b) Tidak ada birokrasi baik secara teknis maupun non teknis

c) Tersebar di berbagai pelosok kota

Media Komunikasi Internal adalah semua sarana penyampaian dan penerimaan informasi di kalangan public internal perusahaan, dan

biasanya bersifat non komersial. Penerima maupun pengirim informasi adalah orang dalam atau orang dalam tau public internal, terdiri atas pimpinan, angota, pegawai, maupun unit-unit kertja yang ada di dalam perusahaan tersebut, Jenis media yang dipergunakan secara internal ini antara lain :

a. Telepon


(39)

c. Papan pengumuman

d. House Journal Bentuknya dapat berupa majalah bulanan, profil perusahaan, prospectus, bulletin dan tabloid.

e. Printed material Media komunikasi dan publikasi berupa barang-barang cetakan seperti booklet, pamlet, kop surat, logo, kartu nama dan memo.

f. Media pertemuan dan pembicaraan

2.2 Tinjauan Tentang Pesan-pesan Simbolik 2.2.1 Definisi Pesan Simbolik

Komunikasi dalam kehidupan manusia terasa sangat penting, karena dengan komunikasi dapat menjembatani segala bentuk ide yang akan disampaikan seseorang. Dalam setiap melakukan komunikasi unsur penting diantaranya adalah pesan, karena pesan disampaikan melalui media yang tepat, bahasa yang di mengerti, kata-kata yang sederhana dan sesuai dengan maksud, serta tujuan pesan itu akan disampaikan dan mudah dicerna oleh komunikan.

Adapun pesan itu menurut Onong Uchjana Effendy, menyatakan bahwa pesan adalah: “suatu komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan seseorang dengan menggunakan


(40)

35

lambang, bahasa/lambang-lambang lainnya disampaikan kepada orang lain”.(Effendy, 1989:224).

Sedangkan Abdul Hanafi menjelaskan bahwa pesan itu adalah “produk fiktif yang nyata yang di hasilkan oleh sumber–encoder”. (Siahaan, 1991:62). Kalau berbicara maka“pembicara”itulah pesan, ketika menulis surat maka “tulisan surat” itulah yang dinamakan pesan. Pesan dapat dimengerti dalam tiga unsur yaitu kode pesan, isi pesan dan wujud pesan.

1. Kode pesan adalah sederetan simbol yang disusun sedemikian rupa sehingga bermakna bagi orang lain. Contoh bahasa Indonesia adalah kode yang mencakup unsur bunyi, suara, huruf dan kata yang disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai arti.

2. Isi pesan adalah bahan untuk atau materi yang dipilih yang ditentukan oleh komunikator untuk mengomunikasikan maksudnya.

3. Wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan itu sendiri, komunikator memberi wujud nyata agar komunikan tertarik akan isi pesan didalamnya. (Siahaan,1991:62).

Semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan symbol-simbol. Cara orang berpakaian juga merupakan symbol, sebagaimana juga ekspresi wajah seseorang serta gerakan tangannya. Symbol adalah objek atau peristiwa apapun yang menunjuk pada sesuatu. Semua symbol


(41)

melibatkan tiga unsure, yakni symbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara symbol dengan rujukan. Ketiga hal ini merupakan dasar bagi smeua makna simbolik.

Symbol itu sendiri meliputi apapun yang dapat kita rasakan atau kita alami. Symbol yang digunakan dalam hal ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Tidak kurang, symbol adalah istilah analitis dari istilah budaya antropologi, seperti etnografi, masalah deskriptif dan budaya. Setiap masyarakat memiliki memiliki cadangan bahan yang tidak terbatas untuk mencipatakan symbol.

Suatu rujukan adalah benda yang menjadi rujukan symbol. Rujukan dapat berupa apapun yang dapat dipikirkan dalam pengalaman manusia. Hubungan antara suatu symbol dengan suatu rujukan adalah unsure ketiga dalam makna. Hubungan ini merupakan hubungan yang berubah-ubah, yang didalamnya rujukan disandikan dalam symbol itu. Jika penyandian itu terjadi, maka kita berhenti untuk memikirkan symbol itu sendiri dan memfokuskan perhatian kita pada apa yang dirujuk oleh symbol itu. Ketika mempelajarinya, kita menganggap kode-kode simbolik kita sebagai sesuatu hal yang benar, dan seringkali memperlakukan kode-kode simbolik itu seolah-olah ekuivalen dengan apa yang dirujuknya. Symbol budaya adalah kategori budaya; istilah-istilah penduduk asli merupakan tipe utama dari symbol budaya. Kategori adalah suatu aturan dari berbagai hal yang berbeda yang kita perlakukan seolah-olah ekuivalen. Ketika symbol berfungsi sebagai kategori, maka symbol itu berperan untuk


(42)

37

megurangi kompleksitas dalam pengalaman manusia. Melakukan menyederhanakan kompleksitas pengalaman dengan menggunakan symbol-simbol yang memperlakukan corak-corak yang berbeda seolah-olah corak itu adalah merah, kuning, biru dan lain-lain. Tanpa kategori simbolik kita akan diperbudak dalam kekhususan itu.

2.3 Tinjauan Tentang Tradisi Upacara Panjang Jimat 2.3.1 Definisi Tradisi Upacara Panjang Jimat

Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun dari nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan.

Tradisi(Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Dalam pengertian lain tradisi adalah adat-istiadat atau kebiasaan yang turun temurun yang masih dijalankan di masyarakat. Dalam suatu masyarakat muncul semacam penilaian bahwa cara-cara yang sudah ada


(43)

merupakan cara yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan. Biasanya sebuah tradisi tetap saja dianggap sebagai cara atau model terbaik selagi belum ada alternatif lain. Misalnya dalam acara tertentu masyarakat sangat menggemari kesenian rabab.Rabab sebagai sebuah seni yang sangat digemari oleh anggota masyarakat karena belum ada alternatif untuk menggantikannya disaat itu. Tapi kerena desakan kemajun dibidang kesenian yang didukung oleh kemajuan teknologi maka bermunculanlah berbagai jenis seni musik. Dewasa ini kita sudah mulai melihat bahwa generasi muda sekarang sudah banyak yang tidak lagi mengenal kesenian rabab. Mereka lebih suka seni musik dangdut misalnya.

Tradisi merupakan roh dari sebuah kebudayaan. Tanpa tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan akan hidup dan langgeng. Dengan tradisi hubungan antara individu dengan masyarakatnya bisa harmonis. Dengan tradisi sistem kebudayaan akan menjadi kokoh. Bila tradisi dihilangkan maka ada harapan suatu kebudayaan akan berakhir disaat itu juga. Setiap sesuatu menjadi tradisi biasanya telah teruji tingkat efektifitas dan tingkat efesiensinya. Efektifitas dan efesiensinya selalu ter- up date mengikuti perjalanan perkembangan unsur kebudayaan. Berbagai bentuk sikap dan tindakan dalam menyelesaikan persoalan kalau tingkat efektifitasnya dan efesiensinya rendah akan segera ditinggalkan pelakunya dan tidak akan pernah menjelma menjadi


(44)

39

sebuah tradisi. Tentu saja sebuah tradisi akan pas dan cocok sesuai situasi dan kondisi masyarakat pewarisnya.

Selanjutnya dari konsep tradisi akan lahir istilah tradisional. Tradisional merupakan sikap mental dalam merespon berbagai persoalan dalam masyarakat. Didalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir dan bertindak yang selalu berpegang teguh atau berpedoman pada nilai dan norma yang belaku dalam masyarakat. Dengan kata lain setiap tindakan dalam menyelesaikan persoalan berdasarkan tradisi.

Seseorang akan merasa yakin bahwa suatu tindakannya adalah betul dan baik, bila dia bertindak atau mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Dan sebaliknya, dia akan merasakan bahwa tindakannya salah atau keliru atau tidak akan dihargai oleh masyarakat bila ia berbuat diluar tradisi atau kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Disamping itu berdasarkan pengalaman (kebiasaan)nya dia akan tahu persis mana yang menguntungkan dan mana yang tidak. Di manapun masyarakatnya tindakan cerdas atau kecerdikan seseorang bertitik tolak pada tradisi masyarakatnya.

Dari uraian diatas akan dapat dipahami bahwa sikap tradisional adalah bahagian terpenting dalam sitem tranformasi nilai-nilai kebudayaan. Kita harus menyadari bahwa warga masyarakat berfungsi sebagai penerus budaya dari genersi


(45)

kegenerasi selanjutnya secara dinamis. Artinya proses pewarisan kebudayaan merupakan interaksi langsung (berupa pendidikan) dari generasi tua kepada generasi muda berdasarkan nilai dan norma yang berlaku. Proses pendidikan sebagai proses sosialisasi, semenjak bayi anak belajar minum asi, anak belajar tingkah laku kelompok dengan tetangga dan di sekolah. Anak menyesuaikan diri dengan nilai dan norma dalam masyarakat dan sebagainya.

Setiap anak harus belajar dari pengalaman di lingkungan sosialnya, dengan menguasai sejumlah keterampilan yang bermanfaat untuk merespon kebutuhan hidupnya. Dengan demikian dalam masyarakat banyak kebiasaan dan pola kelakuan yang dipelajari, seperti bahasa, ilmu pengetahuan seni dan budaya. Ini berarti juga bahwa konten pendidikan tidak bisa terlepas dari tradisi. Terjadinya proses internalisasi dalam diri setiap anggota masyarakat sudah pasti landasannyatradisional, yang meliputi sikap mental, cara berfikir dan cara bertindak menyelesaikan persoalan hidup.

Panjang Jimat adalah sebuah ritual tradisional yang rutin dan turun temurun di laksanakan di Keraton Cirebon (Kanoman, Kasepuhan, Kacirebonan dan Kompleks makam Syekh Syarief Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati, pendiri kasultanan Cirebon), tiap malam 12 Rabiul Awal atau Maulid, yakni bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dan memang, tujuan utama dari panjang jimat ini sendiri adalah untuk memperingati dan sekaligus mengenang hari


(46)

41

kelahiran Nabi Muhammad. Sebutan Panjang Jimat sendiri adalah berasal dari dua kata yaitu Panjang dan Jimat. Panjang yang artinya lestari dan Jimat yang berarti pusaka. Jadi, secara etimologi, panjang jimat berarti upaya untuk melestarikan pusaka paling berharga milik umat Islam selaku umat Nabi Muhammad yaitu dua kalimat syahadat. Atau kalau merujuk pada utak atik gatuk dalam bahasa Jawa Cirebon, jimat yang dimaksud adalah siji kang dirohmat yakni, lafadz Syahadat itu sendiri. Tahun lalu juga sebenarnya Portal Cirebon juga sudah membahas secara lengkap mengenai panjang jimat ini.

Pada puncak malam 12 Rabiul Awal, yang oleh masyarakat Cirebon disebut dengan malam pelal inilah diadakan ritual seremonal Panjang Jimat dengan mengarak berbagai macam barang yang sarat akan makna filosofis, diantaranya barisan orang yang mengarak nasi tujuh rupa atau nasi jimat dari Bangsal Jinem yang merupakan tempat sultan bertahta ke masjid atau mushala keraton, yang memiliki makna filosofis sebagai hari kelahiran nabi yang suci yang dilambangkan melalui nasi jimat ini. Nasi jimat sendiri konon berasal dari beras yang disisil (proses mengupas beras dengan tangan dan mulut) selama setahun oleh abdi keraton perempuan yang sepanjang hidupnya memutuskan untuk tidak pernah menikah atau disebut juga dengan perawan sunti.

Nasi Jimat itu diarak dengan pengawalan 200 barisan abdi dalem yang masing-masing dari mereka membawa barang-barang yang memiliki simbol-simbol tertentu seperti lilin yang bermakna sebagai penerang,


(47)

kemudian nadaran, manggar, dan jantungan yang merupakan simbol dari betapa agung dan besarnya orang yang dilahirkan pada saat itu, yakni Nabi Muhammad SAW. selanjutnya, di belakang orang-orang yang membawa jantungan dan sebagainya itu, menyusul barisan abdi dalem keraton yang membawa air mawar dan kembang goyang yang melambangkan air ketuban dan ari-ari sang jabang. Kemudian di barisan berikutnya, ada abdi dalem keraton yang pembawa air serbat yang disimpan di 2 guci yang melambangkan darah saat bayi dilahirkan. Kemudian 4 baki yang menjadi lambang 4 unsur yang ada dalam diri manusia, yakni angin, tanah, api dan air.

Iring-iringan ini yang berawal dari Bangsal Prabayaksa akan menuju satu tempat yakni Langgar Agung di mana nantinya akan di sambut oleh pengawal pembawa obor yang yang bisa dimaknai sebagai sosok Abu Thalib, sang paman nabi ketika beliau menyambut kelahiran keponakannya lahir yang pada saatnya kemudian tumbuh menjadi manusia agung pengemban amanat dari Tuhan untuk menyebarkan agama Islam.

Sesampainya di sana langgar agung itu, nasi jimat tujuh rupa itu kemudian dibuka berikut sajian makanan lain termasuk makanan yang disimpan dalam 38 buah piring pusaka. Piring pusaka ini dikenal amat bersejarah dan paling dikeramatkan karena merupakan peninggalan Sunan Gunung Djati, dan berusia lebih dari 6 abad. Di Langgar Agung ini dilakukan shalawatan serta pengajian kitab Barjanzi hingga tengah malam.


(48)

43

Pengajian dipimpin imam Masjid Agung Sang Cipta Rasa Keraton Kasepuhan. Setelah itu makanan tadi disantan bersama-sama. Di sinilah kejadian unik berlaku. Rakyat yang berjubel-jubel di luar masjid, berusaha berebutan menyalami atau sekadar menyentuh tangan PRA Arief, Sultan Kasepuhan. Dalam keyakinan masyarakat, bila berhasil menyentuh calon Sultan tersebut, maka ia akan mendapatkan berkah dalam kehidupannya. Tak heran bila PRA Arief mendapat pengawalan ketat dari pengawal keraton.

2.3 Tinjauan Tentang Studi Etnografi Komunikasi 2.3.1 Definisi Studi Etnografi Komunikasi

Studi etnografi komunikasi adalah pengembangan dari antropologi linguistic yang dipahami dalam konteks komunikasi. Studi ini diperkenalkan pertama kali oleh Dell Hymes pada tahun 1962, sebagai kritik terhadap ilmu linguistic yang terlalu memfokuskan diri pada fisik bahasa saja. Definisi etnografi komunikasi itu sendiri adalah pengkajian peranan bahasa dalam perilaku komunikatif suatu masyarakat, yaitu cara-cara bahasa dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya.

Etnografi komunikasi (ethnography communication) juga dikenal sebagai salah satu cabang ilmu dari Antropologi, khususnya turunan dari Etnografi Berbahasa (ethnography of speaking). Disebut etnografi komunikasi karena Hymes beranggapan bahwa yang menjadi kerangka


(49)

acuan untuk memberikan tempat bahasa dalam suatu kebudayaan haruslah difokuskan pada komunikasi bukan pada bahasa. Bahasa hidup dalam komunikasi, bahasa tidak akan mempunyai makna jika tidak dikomunikasikan.

Pada hakikatnya, etnografi komunikasi adalah salah satu cabang dari antropologi, khususnya antropologi budaya. Definisi etnografi itu sendiri adalah uraian terperinci mengenai pola-pola kelakuan suatu suku bangsa dalam etnologi (ilmu tentang bangsa-bangsa). Etnografi komunikasi ini lahir karena baik antropologi maupun linguistic sering mengabaikan sebagian besar bidang komunikasi manusia, dan hanya menjadikannya sebagai sarana untuk mencapai topic tertentu saja. Jadi komunikasi sering dipandang sebagai hal yang subsider.

Hymes menyebutkan bahwa linguistic yang memandang bahasa sebagai system yang abstrak, telah mengabstraksikan bidang kajiannya dari isi pertuturan. Sedangkan antropologi mengabstraksikan dirinya dari bnetuk tuturan. Jadi sebenarnya, kedua cabang ilmu tersebut telah mengabstraksikan bahasa dari pola penggunaannya. Hal inilah yang tidak disadari oleh keduanya, dan kemudian dipelajari lebih lanjut oleh etnografi komunikasi, sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri. Etnografi komunikasilah yang menjembatani keduanya, sekaligus membahas pola penggunaan bahasa, hal yang sebenarnya menjadi tujuan kajian linguistic dan antropologi.


(50)

45

Oleh karena itu, membahas etnografi komunikasi tidak dapat dipisahkan dari antropologi, sebagai ilmu induk yang membantu dalam proses kelahirannya. Namun demikian, ia juga membutuhkan analisis linguistic, interaksi (sosiologi), dan komunikasi untuk menjelaslan fenomena-fenomena komunikasi yang ditemuinya. Etnografi komunikasi telah menjelma menjadi disiplin ilmu baru yang mencoba untuk merestrukturisasi perilaku komunikasi dan kaidah-kaidah di dalamnya, dalam kehidupan social yang sebenarnya.

2.3.2 Sejarah Latar Belakang Etnografi Komunikasi

Etnografi komunikasi banyak mengambil latar belakang dari etnografi, pertama kali dikembangkan oleh Malinowski. Nama-nama seperti A.R. Radcliffe Brown, Bronislaw Malinowski, Boas dan John Wesley Powell (The Bureau of American Ethnogy / BAE), telah memimpin ilmuwan social, khususnya antropologi, kepada deskripsi perilaku manusia dilingkungan aslinya.

Adalah John Wesley Powell dengan BAE-nya (+ 1880) yang pertama kali memfokuskan bidang kajiannya pada bahasa (antropologi linguistic). Ia meneliti bahasa asli masyarakat Amerika dan membandingkannya dengan bahasa di benua Amerika Utara. Hasilnya pada saat itu adalah deskripsi mengenai system fonologi bahasa, struktur gramatika, dan daftar vocabulary (kosa kata). Dalam laporan yang berjudul Introduction to The study of Indian Language (1889), Powell


(51)

dengan tegas menyatakan bahwa ada hubungan antara bahasa dengan beberapa aspek kebudayaan, dimana bahasa itu hidup dan dipertukarkan.

Deskripsi-deskripsi para etnografer dan sosiolinguistik mengenai bahasa itulah yang kemudian menuntun pada lahirnya etnografi komunikasi. Semua deskripsi itu telah menuntun pada kesadaran bagaimana kosa kata dan sketsa budaya dalam bahasa, dibatasi oleh suatu kebudayaan tertentu. Selain itu, bahasa juga ternyata merefleksikan organisasi social, kaidah-kaidah interaksi, kamus etnologi, konsep tanaman dan binatang, penciptaan mitos, dan cerita rakyat dalam suatu kebudayaan.

2.3.3 Model Komunikasi Etnografi Komunikasi

Etnografi komunikasi sangat percaya bahwa setiap individu di belahan dunia manapun ketika berkomunikasi akan dipengaruhi dan diatur oleh kaidah-kaidah sosiokultural dari mana ia berasal dan dimana ia berkomunikasi. Sehingga dalam penjelasannya, etnografi komunikasi memandang perilaku komunikasi sebagai perilaku yang lahir dari interaksi tiga keterampilan yang dimiliki setiap individu sebagai mahluk social. Ketiga keterampilan ini terdiri dari keterampilan linguistic, keterampilan interaksi, dan keterampilan budaya.

Ketiga keterampilan ini pada dasarnya menggambarkan ruang lingkup etnografi komunikasi, atau bidang apa saja yang menjadi objek kajian etnografi komunikasi. Selanjutnya etnografi komunikasi menyebut


(52)

47

ketiga keterampilan ini sebagai kompetensi berkomunikasi. Sehingga melalui penjelasan tersebut dapat digambarkan model komunikasi etografi komunikasi, sebagai sebuah model untuk melihat perilaku komunikais dalam sebuah peristiwa komunikasi.

Penggambaran model komunikasi darisudut pandang etnografi komunikasi menjadi penting karena:

1. Untuk membedakan bagaimana etnografi komunikasi memandang perilaku komunikasi dan peristiwa komunikasi dari ilmu yang lain. 2. Untuk mempermudah pemahaman bagaimana etnografi komunikasi dalam memandang perilaku dan peristiwa komunikasi. 3. Sebagai panduan dalam melakukan penelitian etnografi

komunikasi.

Diagram 2.1 Model Etnografi Komunikasi Aspek linguistic Tindak ujaran

Tindak ujaran Peristiwa Komunikasi Pemolaan komunikasi

Tindak ujaran aspek

kebudayaan

Aspek interaksi sosial Sumber : Kuswarno, 2008.


(53)

1. Tindak ujaran adalah tindakan yang berfungsi interaksi tunggal, seperti pernyataan, permohonan, perintah, atau bahasa non verbal.

2. Menggambarkan aspek-aspek yang mempengaruhi sebuah peristiwa komunikasi.

3. Peristiwa komunikasi adalah keseluruhan perangkat komponen komunikasi yang utuh. Dimulai dengan dengan tujuan utama komunikasi, topic umum yang sama, dan leibatkan partisipan yang sama, yang secara umum menggunakan varietas bahasa yang sama, mempertahankan tone yang sama dan kaidah-kaidah yang sama untuk berinteraksi, dan dalam setting yang sama. Sebuah peristiwa berakhir bila ada perubahan dalam batasan-batasannya, misalnya ketika terdapat keheningan, atau perubahan posisi tubuh partisipan komunikasi (komunikan). Sehingga yang menjadi komponen komunikasi (unit komunikasi) dalam etnografi komunikasi menurut Hymes adalah : tipe peristiwa, topic, tujuan atau fungsi, setting, partisipan, bentuk pesan, isi pesan, urutan tindakan, kaidah interaksi dan norma interpretasi.

4. Aspek linguistic mencakup elemen-elemen verbal, non verbal, pola elemen-elemen dalam peristiwa tutur tertentu, rentang varian yang mungkin (dalam semua elemen dan


(54)

49

pengorganisasian elemen-elemen itu), dan makna varian-varian dalam situasi tertentu.

5. Aspek interaksi social mencakup persepsi ciri-ciri penting dalam situasi komunikatif, seleksi dan interpretasi bentuk-bentuk yang tepat untuk situasi, peran, dan hubungan tertentu (kaidah untuk penggunaan ujaran), norma-norma interaksi dan interpretasi, dan strategi untuk mencapai tujuan.

6. Aspek kebudayaan mencakup struktur social, nilai dan sikap, peta/skema kognitif, proses enkulturasi (transmisi pengetahuan dan keterampilan).

7. Sebagai kata ganti menghasilkan.

8. Pola komunikasi adalah hubungan-hubungan khas dan berulang antar komponen komunikasi.

Kesimpulannya, focus penelitian atnografi adalah keseluruhan perilaku dalam tema kebudayaan tertentu. Pada etnografi komunikasi, yang menjadi focus perhatian adalah perilaku komunikasi dalam tema kebudayaan tertentu, jadi bukan keseluruhan perilaku seperti dalam etnografi. Adapun perilaku yang dimaksud dengan perilaku komunikasi menurut ilmu komunikasi adalah tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok, atau khalayak, ketika terlibat dalam proses komunikasi.

Tetapi karena etnografi komunikasi banyak berangkat dari antropologi, maka perilaku komunikasinya pun berbeda dengan perilaku


(55)

komunikasi menurut ilmu komunikasi. Perilaku komunikasi dalam etnografi komunikasi adalah perilaku dalam konteks social cultural.


(56)

BAB III

OBJEK PENELITIAN

3.1 Tinjauan Tentang Keraton Kasepuhan Cirebon 3.1.1 Sejarah Singkat Cirebon

Sejarah kemunculan Cirebon dapat dikaji dari berbagai sumber yang ditemukan. Deskripsi dari sumber-sumber tersebut beragam namun tetap dapat ditarik benang merah yang sebenarnya. Terdapat kemungkinan pada awalnya daerah Cirebon berada di bawah kekuasaan Raja Sunda di Galuh dan Pajajaran. Dari Purwaka Caruban Nagari didapatkan keterangan bahwa pada awalnya Cirebon adalah sebuah daerah yang bernama Tegal Alang-Alang yang kemudian disebut Lemah Wungkuk dan setelah dibangun oleh Raden Walangsungsang diubah namanya menjadi Caruban (Atja, 1986: 161).

Dari penemuan sebuah prasasti yang diberi nama Huludayeuh tidak berangka tahun yang ditemukan di desa Cikahalang blok Huludayeuh Kecamatan sumber Kabupaten Cirebon pada tahun 1991 diperoleh sebuah informasi baru. Isi prasasti ini untuk memperingati jasa “Ratu Purana (Sri Baduga) Sri Maharaja Ra ( tu) (ha ) ji Ri Pakwan Sia Sain ra (tu) (de) wata” yang memberikan kemakmuran bagi seluruh kerajaan. Kehadiran prasasti di daerah Cirebon sebelah Utara Gunung Ciremai Kuningan ini


(57)

menjadi suatu bukti bahwa daerah tersebut masuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda yang beribu kota di Pajajaran (Djafar, 1994: 3-11). Kemudian pada perkembangan selanjutnya dengan dipelopori oleh Syarif Hidayatullah Cirebon memisahkan dirinya dari kerajaan Sunda,

akan dipaparkan di Sejarah Keraton kasepuhan.

Berita-berita tentang Cirebon selanjutnya diperoleh dari sumber Portugis yaitu berita dari Tome Pires yang menyebut Cirebon dengan Corobam. Menurut catatan Pires, Cirebon adalah sebuah pelabuhan yang indah dan selalu ada empat sampai lima kapal yang berlabuh di sana. Hasil bumi yang utama adalah beras selain mengahsilkan bahan makanan lainnya (Cortesao, 1967: 183). Adanya kegiatan perdagangan di wilayah Jawa Barat juga dicatat dalam berita Tome Pires, kerajaan Sunda memiliki enam buah pelabuhan yaitu Banten, Pontang, Cigede, Tanara, Calap, dan Cimanuk. Selain penyebutan pelabuhan di kerajaan Sunda Pires juga menyebutkan bahwa ada sejumlah pelabuhan lainnya di wilayah Jawa yaitu Japura, Tegal, Semarang, Demak, Jepara, Rembang, Tuban, Giri, Surabaya, dan Cirebon (Cortesao, 1967: 170-181).

Dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa Cirebon pada awalnya berada dibawah kekuasaan Kerajaan Sunda Galuh Pakuan Pajajaran. Pada masa Portugis Cirebon menjadi sebuah kota pelabuhan dagang yang ramai dikunjungi dan perkembangannya pada masa Belanda tetap menjadi sebuah kota Pelabuhan dibawah kekuasaan Belanda. Pada masa sekarang Cirebon menjadi sebuah Kota Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Kajian


(58)

53

menarik yang perlu digaris bawahi adalah peran Cirebon sebagai kota pelabuhan dagang yang ramai dikunjungi oleh bangsa dari negeri lainnya. Keadaan seperti ini mendukung Cirebon menjadi sebuah kota yang menerima kedatangan orang-orang asing yang sudah pasti membawa pengaruh baru baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun dalam bidang agama, adat dan budaya. Pengaruh baru dalam bidang agama, adat, dan budaya inilah yang akan dibahas di makalah ini sebagai awal mula kemunculan peringatan Maulid Nabi atau yang dikenal sebagai upacara Panjang Jimat di Keraton Kasepuhan Cirebon.

3.1.2 Sejarah Singkat Keraton Kasepuhan

Keraton Kasepuhan terletak di Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon dengan luas 16 hektar yang dibatasi oleh tembok Keraton, tidak termasuk Alun-alun dan Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. Untuk sampai ke sana dari Jalan Lemah Wungkuk kita dapat berjalan lurus ke arah Selatan sampai tiba di Alun-alun Keraton Kasepuhan. Dari Alun-alun Keraton inilah kita dapat melihat kompleks Keraton Kasepuhan yang terletak persis di sebelah Selatan Alun-alun.

Dilihat dari sudut historisnya Keraton kasepuhan merupakan pembagian dari keraton kasunanan kerajaan Cirebon. Kerajaan Cirebon awalnya merupakan sebuah perkampungan yang bernama Tegal Alang-alang dan kemudian dibentuk menjadi perkampungan Cirebon oleh Pangeran Walangsungsang pada tahun 1445 M. Pembentukan dilakukan


(59)

awalnya ketika Pangeran Walangsungsang mencari ilmu agama Islam di daerah Tegal Alang-Alang ini, kemudian beliau melihat potensi daerah pesisir ini kaya akan udang dan bisa dijadikan pelabuhan dagang sehingga secara resmi Pangeran Walangsungsang mendirikan kampung Cirebon (PRA. Arif Natadiningrat, 2009).

Selain Pangeran Walangsungsang, Sri Baduga Maharaja juga mempunyai seorang Putri yang bernama Rara Santang yang telah kembali dari Mekkah dan beragama Islam. Rara Santang membawa serta putranya yang bernama Syarif Hidayatullah, Syarif Hidayatullah inilah yang mengukuhkan Cirebon bentukan Pangeran Walangsungsang sebagai daerah kekuatan agama Islam yang merdeka dari kerajaan Sri Baduga Maharaja di Pakuan Pajajaran dan menjadi raja Cirebon bergelar Susuhunan Jati 1479 M. Dalam versi sejarah Keraton Cirebon, Susuhunan Jati wafat pada tahun 1568 M dan dikuburkan di Gunung Jati (Cirebon) sehingga dikenal pula sebagai Sunan Gunung Jati. Pusat pengaturan pemerintahan Kerajaan Cirebon terdapat di Keraton Pakungwati. Keraton Pakungwati sudah dipakai oleh Raja-raja Cirebon sejak masa-masa awal perkembangan Islam. Nama Pakungwati tetap dipertahankan hingga masa pemerintahan Panembahan Ratu I, dan Panembahan Ratu II (Panembahan Girilaya). Setelah itu pada tahun 1679 M masa kepemimpinan Sultan Anam Badridin I terjadi perebutan kekuasaan intern kerajaan sehingga beliau membagi kerajaan Cirebon yang pusat pemerintahannya di Keraton Pakungwati ini menjadi tiga pusat kerajaan di tiga keraton. Keraton


(60)

55

tersebut yaitu Keraton Kasunanan, Keraton Kasepuhan, dan Keraton Kanoman. Keraton Kasepuhan mengambil tempat di kompleks bekas Keraton Pakungwati, dan sejak itu berkembang terus sampai ke selatan.

3.1.3 Nama-nama Bangunan di Keraton Kasepuhan

Pada abad XV (+ 1430) Pangeran Cakrabuana putra mahkota Pajajaran membangun Keraton yang kemudian diserahkan kepada putrinya Ratu Ayu Pakungwati, maka keraton dinamai Keraton Pakungwati (hingga sekarang dikenal dengan sebutan Dalem Agung Pakungwati).

Ratu Ayu Pakungwati kemudian menikah dengan sepupunya Syech Syarif Hidayatullah (putra Ratu Mas Larasantang adik Pangeran Cakrabuana) lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati, kemudian Sunan Gunung Jati dinobatkan sebagai Pimpinan atau Kepala Negara di Cirebon dan bersemayam di Keraton Pakungwati. Semenjak itu Cirebon merupakan pusat pengembangan agama Islam di Jawa dengan adanya Wali Sanga yang dipimpin Sunan Gunung Jati dan peninggalan-peninggalannya diantaranya Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Pada abad XVI Sunan Gunung Jati wafat, kemudian Pangeran Emas Moch Arifin cicit dari Sunan Gunung Jati bertahta menggantikannya. Kemudian pada tahun candra sangkala Tunggal tata Gunaning wong atau 1451 Saka yaitu tahun 1529 beliau mendirikan


(61)

Keraton baru disebelah barat daya Dalem Agung Pakungwati, keraton ini dinamai Keraton Pakungwati dan beliaupun bergelar Panembaha pakungwati I. Keraton Pakungwati mengambil dari nama Ratu Ayu Pakungwati Putri P. Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati, Putri ini cantik rupawan dan berbudi luhur dapat mendampingi suami di bidang pembinaan Negara dan Agama juga penyayang rakyat.

Pada + tahun 1549 Masjid Agung Cipta Rasa kebakaran, Ratu Ayu Pakungwati yang sudah tua itu turut memadamkan api, api dapat dipadamkan namun ratu Ayu Pakungwati kemudian wafat. Semenjak itu nama/sebutan Pakungwati dimuliakan dan diabadikan oleh nasab Sunan Gunung Jati. Pada + tahun 1679 didirikan Keraton Kanoman oleh Sultan Anom I (Sultan Badridin) maka semenjak itu Keraton Pakungwati disebut Keraton kasepuhan hingga sekarang dan sultannya bergelar Sultan sepuh. Kasepuhan artinya tempat yang sepuh/tua, jadi antara Kasepuhan dan Kanoman itu awalnya yang tua dan yang muda (kakak beradik). Lokasi bangunan Keraton Kasepuhan membujur dari utara ke selatan atau menghadap ke utara, karena keraton-keraton di Jawa semuanya menghadap ke utara artinya menghadap magnet dunia, arti falsafahnya sang raja mengharapkan kekuatan.

Urut-urutan Baluarti :


(62)

57

Semenjak zaman Sunan Gunung Jati, alun-alun depan Keraton dinamai Sangkala Buwana, di tengah-tengahnya tumbuh sepasang baeringin jenggot, namun semenjak tahun 1930 beringin itu sudah tidak ada lagi.

2. Masjid Agung

Sebelah barat alun-alun berdiri bangunan masjid yang dibangun pada tahun 1422 S, atau 1500 M. oleh Wali Sanga dan masjid itu dinamai Sang Cipta Rasa, Sang= keagungan, Cipta=dibangun, Rasa=digunakan, artinya bangunan besar ini pergunakanlah untuk ibadah dan kegiatan agama.

3. Panca Ratna

Sebelah selatan alun-alun sebelah barat jalan menuju keraton berdiri bangunan tanpa dinding dinamai Panca Ratna, Panca=lima yang dimaksud disini hakekatnya Panca Indera atau getaran yang lima yaitu: pengucap, penghirup (hidung), pangrungu (telinga), pandeleng (mata), dan nafsu, juga panca diartikan dengan jalannya, Ratna dengan sengsem atau suka, maksudnya jalannya kesukaan. Panca Ratna fungsinya untuk tempat seba atau menghadap para penggada desa atau kampong yang diterima oleh Demang atau Wedana Keraton. Para penggada itu setiap hari sabtu pertama diharuskan bermain sodor berkuda yaitu semacam perang rider, permainan itu disebut Sabton. Sultan sangat suka sekali melihat


(63)

permainan ini, biasanya melihat dari Siti Inggil dengan para pengiringnya.

4. Panca Niti

Sebelah timur jalan menuju Keraton beridir bangunan tanpa dinding dinamai Panca Niti. Panca=jalan, Niti = dari kata Nata atau Raja namun yang dimaksud disini Atasan.

a) Tempat perwira yang sedang melatih perang-perangan pada prajurit

b) Tempat istirahat setelah berbaris.

c) Tempat jaksa yang akan menuntut hukuman mati terdakwa kepada hakim, dan apakah terdakwa itu dapat Grasi dari Raja.

d) Tempat petugas yang mengatur keramaian atau pentasan yang diadakan Negara.

5. Kali Sipadu

Sebelah selatan Panca Ratna dan Panca Niti membentang selokan dari barat ke timur yang dinamai kali Sipadu berfungsi sebagai pembatas antara umum dan penghuni baluarti Keraton Kasepuhan. 6. Kreteg Pangrawit

Diatas kali sipadu ada jembatan menuju Keraton yang dinamai Kreteg Pangrawit. Kreteg = perasaan, Pangrawit = kecil (yang dimaksud lembut/halus atau baik) artinya : orang yang melintasi


(64)

59

jembatan ini diharapkan yang bermaksud baik-baik saja yang telah diperiksa oleh kemitan Panca Ratna.

7. Lapangan Giyanti

Setelah melewati jembatan pangrawit sebelah barat jalan ada lapangan yang dinamai lapangan Gayanti, yang dahulunya Taman yang dibangun oleh Pangeran Arya Carbon Kararangen (P. Giyanti).

8. Siti Inggil

Sebelah timur lapangan Giyanti berdiri bangunan dari bata merah berbentuk podium dinamai siti Ingil. Sit = tanah, Inggil = tinggi (dari bahasa Cirebon). Siti Inggil dikelilingi tembok bata merah berupa candi Bentar. Candi = tumpukan, Bentar = bata. Tiap pilar diatasnya ada Candi Laras. Candi = tumpukan, Laras = sesuai. Artinya peraturan itu harus sesuai dengan ketentuan hukum. 9. Pengada

Sebelah selatan Siti Inggil berdiri bangunan tanpa dinding menghadap ke barat dinamai Pengada atau Kubeng artinya keliling (stelincup). Pengada fungsinya untuk tempat Panca Lima. Panca, diartikan jalannya = gerakan, Lima yang dimaksud 5 unsur aparat yaitu : Demang Dalem, Camat Dalem, Lurah Dalem, Laskar Dalem dan Kaum Dalem. Tepatnya Pengada iyu tempat tugas kelima unsur aparat itu. Didepan Pengada ditanami pohon Kepel. Kepel =


(1)

128

dan memahami makna simbolik secara keseluruhan untuk meyakini adanya Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai sang pencipta dan Rasul SAW sebagai pembawa jalan kebenaran.


(2)

129

DAFTAR PUSTAKA

AB Usman, dkk. (2004). “Upacara Sekaten Dalam Pendekatan Teologis” Merumuskan Kembali Interkasi Islam – Jawa. Yogyakarta: Penerbit Gama Media.

Ardianto, Elvinaro. 2010. Metodologi Penenlitian untuk Public Relations. Bandung: Simbiosa Rekatama.

Cangara, Hafied. 1988. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Rajawali Press. Effendi, Onong Uchjana. 1993. Dinamika komunikasi. Bandung : Remaja rosda

karya.

Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi komunikasi. Bandung: Widya Padjajaran. Marzali, Amri. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda karya.

Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sofyandi, Herman. 2007. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dari dokumen :

Dokumen Baluarti Keraton Kasepuhan Cirebon di susun kembali oleh E. Nurmas Argadikusuma.


(3)

130

Dari Internet :

http://heritagecirebon.blogspot.com/2010/09/tradisi-panjang-jimat-di-keraton.html

http://www.tempointeraktif.com/hg/bandung/2011/02/10/brk,20110210-312446,id.html

http://zona-orang-gila.blogspot.com/2010/02/panjang-jimat-di-keraton-cirebon.html

http://jalius12.wordpress.com/2009/10/06/tradisional/


(4)

D A F T A R R I W A Y A T H I D U P

D A T A P R I B A D I

Nama Lengkap : Selvy Yuliana Nama Panggilan : Selvy

Tempat, Tanggal Lahir : Cirebon, 22 Juli 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Tinggi / Berat : 161 cm / 48 kg

Agama : Islam

Status : Belum Menikah Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Imam Bonjol blok III RT 03/05 Bobos – Dukupuntang – Cirebon 45652

P E N D I D I K A N F O R M A L

- 2007 - Sekarang, Mahasiswa semester VIII (Delapan) Program SarjanaFakultas Sosial dan Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). - 2004 - 2007, SMAN 6 - Cirebon


(5)

- 1995 - 2001, MI Al- Ishlah - Cirebon - 1993 - 1994, TK An-Nur - Jakarta Selatan

P E N D I D I K A N N O N FO R M A L

2011, “Trend Cyberpreneurship 2011”. UNIKOM- Bandung. 2011, English Proficiency Test. UNIKOM- Bandung.

2011, International Seminar“Revitalization of Teaching English Professionalism as a Response to the Need of International-Based Schools”. Convention Hall Zamrud Hotel Cirebon.

2010, Seminar Budaya Preneurship “Mengangkat Budaya Bangsa Melalui Jiwa Entrepreneurship”. UNIKOM- Bandung.

2010, Seminar Fotografi “SemiotikaLensa”, Auditorium UNIKOM- Bandung.

2010, Pelatihan“Public Speaking” Auditorium UNIKOM- Bandung. 2010, kursusLembaga Indonesia - Amerika (LIA), Bandung.

2009, Workshop“Pembuatan Program TV”, Auditorium UNIKOM- Bandung.

2009, Study Tour Mass Mediake Lembaga Sensor Film, Metro Tv, Media Indonesia, Jakarta.

2008, Pelatihan “Personal Development and Brain Management” Auditorium Unikom- Bandung.

2008, Pelatihan “Master of Ceremony”Auditorium UNIKOM- Bandung.


(6)

2008, Talkshow Knowing, Detecting and Preventing Cervical Cancer” di KadinLounge Dago Plaza – Bandung.

2008, Pelatihan Table Manner di Hotel Jayakarta Bandung. 2008, MuslimahExhibitiondi Auditorium UNIKOM – Bandung.