SELF FORGIVENESS PADA WANITA YANG TELAH MELAKUKAN ABORSI

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak pasangan yang menginginkan memiliki seorang anak, tetapi setelah
beberapa tahun pernikahan masih juga belum dikaruniai anak. Tidak hanya beban
finansial yang besar dan psikologis yang berat untuk memiliki anak sendiri. Mereka
bersedia melakukan apapun untuk mempunyai anak. Ada yang melakukan bayi
tabung untuk memiliki anak mereka sendiri, namun tentunya dengan biaya yang
tidak sedikit pula. Tapi ada juga yang dengan berat hati akhirnya melakukan adopsi
sebagi jalan keluarnya. Hal ini sangat berbeda dengan beberapa pasangan yang
menggugurkan janinnya disebabkan karena tidak menginginkannya.
Sebagian

wanita

tetap

melakukan


aborsi

sebagai

solusi

masalah

kehamilannya yang tidak diinginkan, meskipun mereka banyak yang mengerti bahwa
aborsi adalah tindakan ilegal. Wanita yang dengan sengaja melakukan aborsi,
perbuatannya bisa dikenai tindak pidana. Namun tidak hanya wanita tersebut saja,
orang-orang lain yang terlibat dalam proses aborsi itu juga bisa terkena tindak pidana
pula. Serupa dengan berita di Kompas.com pada Kamis 22 Januari 2009, polisi
menahan 3 tersangka pelaku aborsi yang dilakukan di Jakarta Utara, dua orang yang
menjalankan praktik aborsi akan dijerat pasal 346 KUHP dengan hukuman maksimal
5 tahun dan pasal 348 KUHP dengan tuntutan hukuman maksimal 5 tahun 6 bulan.
Sementara itu, wanita yang melakukan aborsi dijerat pasal 346 KUHP dengan
maksimal 5 tahun penjara. Namun aborsi juga tidak selamanya dilarang, aborsi
diijinkan bila dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, seperti dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992.

Umumnya aborsi dilakukan oleh seorang wanita hamil baik yang telah
menikah maupun yang belum menikah dengan berbagai alasan. Ada alasan yang
bersifat medis dan non medis. Namun alasan yang paling sering digunakan adalah
alasan-alasan yang bersifat non medis (termasuk jenis aborsi buatan/sengaja).
Menurut Berstens (2002), alasan aborsi ada yang bersifat medis dan tidak
medis. Alasan medis yang diajukan aborsi dilakukan bila si ibu atau janin dalam
1

2

bahaya. Daripada ibu maupun janin akan mati atau salah satu saja dari mereka mati,
maka terjadilah aborsi. Secara umum, hal ini tidak hanya dilakukan bila nyawa ibu
terancam, namun juga bila kesehatan ibu terancam serius, biarpun tidak sampai
mengancam hidupnya. Sedangkan yang bersifat non medis, misalnya karena si
perempuan tidak menginginkan kehamilannya. Entah itu karena gagal dalam
keluarga berencana ataupun karena malu memiliki banyak anak.
Hasil penelitian dari Perdana (2009), latar belakang seseorang melakukan
aborsi dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal (adanya perilaku egosentrisme
mementingkan diri sendiri, ketidaksiapan individu dalam mempunyai anak dan
membina rumah tangga serta belum siap untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

sendiri, munculnya kecemasan merusak image diri sendiri dan orang tua dan
kecemasan mendapatkan hukuman dari orang tua). Adapun faktor eksternal (adanya
dukungan melakukan aborsi dan tekanan dari keluarga karena tidak merestui
hubungan individu dengan pasangannya serta penolakan orang tua terhadap janin
yang ada di perutnya, faktor ekonomi keluarga, serta lingkungan pergaulannya yang
memberi petunjuk kepada individu untuk melakukan aborsi.
Sedangkan alasan wanita melakukan aborsi yang ditemukan oleh peneliti
pada subyek adalah ketidaksiapan subyek dengan pacarnya untuk menikah dan
memiliki seorang anak. Selain itu juga, karena perasaan malu dan takut bila keluarga
dan lingkungan sekitarnya mengetahui kehamilannya. Setelah mengetahui hal itu,
maka kemudian subyek dan pasangannya memutuskan untuk mengaborsi janin
tersebut.
Dari hasil penelitian Suratno (2010) yang berjudul pengambilan keputusan
untuk melakukan aborsi pada mahasiswa, aborsi dilatarbelakangi oleh faktor internal
dan eksternal. Faktor internalnya adalah intensitas dan komitmen kedua pasangan
untuk menikah, serta belum siap secara psikologis dan ekonomi untuk hidup
berumah tangga. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sikap dan penerimaan orang
tua, penilaian masyarakat serta pandangan agama tentang kehamilan diluar nikah.
Dengan berbagai macam alasan tersebut, kemudian wanita yang tidak
menginginkan kehamilannya akan melakukan aborsi. Sayangnya banyak wanita yang

melakukan aborsi secara tidak aman yaitu di tempat dukun beranak atau ahli pijat,
bahkan tidak sedikit yang berusaha menggugurkan kandungannya sendiri dengan
2

3

jalan mengkonsumsi jamu atau ramuan tertentu. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian dari Guttmacher Institute (2008), bahwa hampir setengah dari semua
wanita yang mencari pelayanan aborsi di Indonesia lari pada dukun bersalin, dukun
tradisional atau ahli pijat yang menggunakan cara pemijatan untuk menggugurkan
kandungan.
Setiap tahunnya di Indonesia, ada berjuta-juta wanita yang mengalami
kehamilan yang tidak diinginkan, dan sebagian besar wanita tersebut lebih memilih
aborsi guna mengakhiri kehamilan mereka. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia
saja, tapi banyak nagara lainnya. Umumnya di negara-negara berkembang terdapat
stigma dan pembatasan yang ketat terhadap aborsi, sehingga sangat sulit untuk
mengetahui data secara pasti jumlah statistik dari tindak aborsi ini, karena pada
umumnya aborsi dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh oknum-oknum tertentu.
Seperti diberitakan okezone.com pada Kamis, 3 Februari 2011, bahwa Polres
Sidoarjo berhasil membongkar sebuah klinik yang diduga sebagai tempat aborsi.

Kemudian polisi menangkap dokter yang bernama Edward Armando sebagai
pelakunya. Menurut dokter tersebut, dalam seminggu pasien yang menggugurkan
kandungannya antara 20 hingga 25 orang, sehingga dalam dua tahun dia berhasil
menggugurkan 1500 pasien.
Secara statistik, dari hasil penelitin Guttmacher Institute (2008), pada tahun
2000 di Indonesia diperkirakan bahwa sekitar 2 juta tindak aborsi terjadi. Angka ini
dihasilkan dari sampel terhadap 6 wilayah. Estimasi berdasarkan penelitian ini adalah
angka tahunan aborsi sebesar 37 aborsi untuk setiap 1000 wanita usia reproduksi (1549 tahun). Aborsi tidak hanya dilakukan oleh wanita yang sudah menikah namun
juga para remaja yang umumnya masih seorang pelajar. Hal ini seperti yang
diberitakan oleh harian Surya.co.id pada Senin, 16 Februari 2009, bahwa jumlah
kasus aborsi di Indonesia, setiap tahun mencapai 2,3 juta dan 30 % diantaranya
dilakukan oleh remaja. Serupa dengan berita vivanews.com Kamis 23 Maret 2010,
kira-kira 2,3 juta abortus tidak aman terjadi setiap tahun di Indonesia. Sebanyak 1
juta keguguran spontan, 700 ribu karena kehamilan tidak diinginkan, dan 600 ribu
karena kegagalan KB, serta 15% aborsi dilakukan oleh kelompok usia remaja kurang
dari 20 tahun. Rata-rata kehamilan yang menjalani aborsi atau digugurkan adalah
3

4


kehamilan tanpa alat kontrasepsi, sehingga risiko kematian pada kehamilan remaja
dua kali lebih tinggi.
Aborsi yang tidak aman dapat membahayakan nyawa pelakunya. Tidak
sedikit wanita yang mengalami dampak negatif setelah melakukan aborsi, yang
berupa gangguan baik itu fisik maupun psikis. Gangguan ini biasa disebut dengan
post abortion syndrome atau sindrom pasca aborsi (PAS). PAS merupakan gangguan
stres dan traumatik yang biasanya terjadi ketika seorang perempuan post-abortus
tidak dapat menghadapi respon emosional yang muncul akibat trauma aborsi. Tetapi
tidak semua wanita yang aborsi mengalami PAS. Ada beberapa faktor yang memicu
aborsi menjadi traumatis yaitu aborsi yang menyakitkan, melakukan aborsi karena
paksaan, adanya infeksi akibat aborsi, dan menentang sistem nilainya. Seorang
wanita pasca aborsi dikatakan mengalami PAS berat ketika kondisi yang dialaminya
mengarah pada gejala-gejala yang mengganggu kelangsungan hidup atau
keselamatan dirinya. (Hudaya, 2009)
Terdapat berbagai macam gangguan fisik yang biasanya timbul setelah
aborsi. Efek jangka pendeknya adalah rasa sakit yang intens, terjadi kebocoran
uterus, perdarahan hebat, infeksi, bagian bayi yang tertinggal di dalam, syok/koma,
merusak organ tubuh lain, kematian. Sedangkan efek jangka panjangnya adalah tidak
dapat hamil kembali, keguguran kandungan, kehamilan tuba, kelahiran prematur,
gejala peradangan di bagian panggul (pelvis), histerektomi (pengangkatan rahim).

Selain itu, gangguan psikis yang timbul akibat aborsi adalah adanya perasaan
bersalah, rasa malu, kesedihan yang berlarut-larut, kehilangan rasa percaya diri, dan
merasa tidak berharga. (Hudaya, 2009)
Menurut hasil penelitian Perdana (2009), dampak fisik yang timbul dari
aborsi adalah sering merasa pusing pada kondisi tertentu, sering mengalami sakit
perut yang disebabkan haid tidak teratur, serta mengalami permasalahan nafsu makan
menurun. Sedangkan pengaruh terhadap kognisinya, yaitu individu tidak bisa
melupakan perilakunya pada saat mengambil keputusan untuk melakukan aborsi.
Terkadang muncul kembali ingatan mengenai aborsi yang dia lakukan, mengalami
perasaan bersalah terhadap dirinya dan lingkungan sekitarnya khususnya keluarga.
Kemudian dampaknya terhadap perilaku, dimana individu sering menghindar jika
ada sesuatu yang memaksanya untuk mengingat kembali peristiwa aborsi yang
4

5

dilakukannya. Terakhir pengaruh terhadap emosi individu yaitu dia sering menangis
sendiri tanpa sebab yang jelas jika mengingat peristiwa aborsi tersebut.
Dari hasil wawancara awal dengan subyek, didapatkan informasi bahwa
setelah melakukan aborsi, subyek merasa kehilangan anaknya dan menyesal telah

melakukan aborsi. Selama beberapa bulan kemudian, dia merasa bersalah, sering
menangis, mengalami insomnia, mimpi buruk, dan merasa sering didatangi atau
melihat bayinya yang telah diaborsi. Hingga saat ini, subyek terkadang masih
menangis ketika mengingat bayinya, meski sekarang dia sudah lebih stabil dan telah
menerima kesalahan yang pernah dia perbuat. Hal ini dikarenakan subyek telah
memaafkan dirinya.
Saat wanita telah melakukan aborsi, maka akan timbul perasaan malu, rasa
bersalah, dan menyesal atas perbuatannya. Rasa bersalah pada bayi yang telah
diaborsi, serta perasaan malu pada diri sendiri, keluarga dan lingkungannya. Atribusi
yang ia miliki bahwa aborsi merupakan perbuatan yang salah dan tidak sesuai
dengan nilai-nilai moralnya akan bertanggung jawab dalam meningkatkan perasaan
malu dan bersalah terhadap perbuatannya tersebut.
Baumiester (dalam Wohl,DeShea dan Wahkinney, 2008) mengatakan ketika
seseorang melakukan kesalahan dalam hubungan dengan orang yang signifikan, akan
berakibat menyesalinya. Sehingga, kepercayaan terhadap diri sendiri untuk
melakukan perilaku yang salah menghasilkan pemikiran yang destruktif, perasaan,
dan perilaku terhadap dirinya sendiri. Misalnya seseorang tidak menyukai dirinya
sendiri atau mempercayai dirinya tidak berharga, hal tersebut merupakan orang yang
gagal untuk memaafkan dirinya (self forgiveness).
Perasaan bersalah ini kemudian akan meningkatkan perilaku berdamai

terhadap janin yang telah digugurkan. Perilaku berdamai ini dapat berupa minta
maaf, kompensasi terhadap korban, dan hadiah. Perilaku berdamai (misalnya minta
maaf pada bayinya) secara positif akan membantu proses self forgiveness. Selain itu,
dengan adanya keyakinan bahwa Tuhan dan bayinya telah memaafkan kesalahannya,
sehingga ia kemudian mampu memaafkan dirinya. Bila telah memaafkan diri sendiri
diharapkan ia mampu untuk kembali mencintai dirinya dan tidak menyalahkan
dirinya atas kesalahan yang pernah diperbuat, melepaskan kenangan dan kejadian
5

6

traumatis tersebut dan menumbuhkan pikiran optimis mengenai masa depan, dan bisa
menghormati dirinya sendiri.
Menurut Simonellli (2007), self forgiveness adalah melepaskan diri dari
perasaan bersalah atau situasi yang menyalahkan. Self forgiveness bukan
menghukum atau menghakimi apa yang telah ia lakukan buruk melainkan sikap
mental mencintai dirinya setelah melakukan kesalahan. Self forgiveness dipengaruhi
oleh adanya perubahan emosi (rasa bersalah dan malu), perubahan perilaku dan
sosial kognitifnya.
Wohl, DeShea, dan Wahkinney (2008) mengatakan bahwa self forgiveness

berhubungan dengan psychological well being dalam konteks hubungan yang
signifikan.
Sama halnya menurut Enright (dalam Wohl, DeShea, dan Wahkinney, 2008)
self forgiveness bertanggung jawab menghadapi sesuatu yang salah ketika menunda
pemikiran negatif, perasaan dan perilaku yang berhubungan langsung dengan diri
sendiri ( self ) menggantinya dengan perasaan kasihan, kemurahan hati, dan cinta.
Enright berpendapat bahwa self forgiveness bersinonim dengan self reconciliation
(berdamai pada diri sendiri).
Menurut penelitian Pamintaningtyas (2009), mengenai perilaku forgiveness
pada istri-istri yang mengalami kekerasan rumah tangga (KDRT), faktor yang
menyebabkan istri memaafkan suaminya dikarenakan masih mencintai suami,
komitmen, faktor usia, keraguan untuk menikah lagi, faktor orang tua, dan yang
utama demi masa depan anak. Proses memaafkannya melalui introspeksi diri, lebih
bersabar, menyadari, dan akhirnya memaafkan si suami. Sedangkan manfaat yang
didapat dari memaafkan adalah merasa lebih tenang, pikiran lebih lepas, dan
penyakit yang ada jarang kambuh karena terhindar dari stress sehingga subyeknya
merasa bahagia.
Pada model proses self forgiveness sebelumnya seperti Hall & Fincham
(2005) menggunakan subyek penelitian terhadap self forgiveness pada anak tiri.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Hall & Fincham ( 2008 ), partisipan yang

digunakan 148 mahasiswa dengan beragam etnis dimana mereka diindikasikan telah
melakukan sesuatu yang menyakitkan dan penyesalan kepada orang lain selama 3
hari terakhir. Sehingga belum ada penelitian self forgiveness mengenai kasus aborsi.
6

7

Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan subyek wanita yang telah
melakukan aborsi.
Diperlukan waktu yang tidak sedikit bagi wanita yang telah melakukan aborsi
untuk menerima kesalahannya dan memaafkan dirinya. Bahkan ada yang perlu
bertahun-tahun untuk dapat memaafkan kesalahannya. Namun bila individu berhasil
melakukannya, maka dia akan bisa melanjutkan kehidupannya kembali. Dampak
negatif dari ketidakmampuan untuk memaafkan diri sendiri berhubungan dengan
neuritik, depresi, kecemasan, dan permusuhan (Hall & Fincham, 2005).
Penelitian mengenai aborsi, umumnya berkisar mengenai latar belakang
melakukan

aborsi,

proses

pengambilan

keputusan

untuk

aborsi,

dampak

psikologisnya, dan stres yang dialami wanita yang melakukan aborsi. Padahal
penelitian mengenai cara mereka memaafkan dirinya sangat penting, agar mereka
dapat kembali melangsungkan hidupnya dan bangkit kembali dari keterpurukannya.
Oleh karena itu, penelitian self forgiveness penting untuk dilakukan karena bila tidak
mampu memaafkan dirinya, maka besar kemungkinan dapat membahayakan dirinya.
Hal ini disebabkan tidak sedikit wanita post abortus yang memiliki keinginan untuk
bunuh diri akibat terlalu menyalahkan dirinya yang kemudian menjadi depresi.
Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran
self forgiveness pada wanita yang telah melakukan aborsi. Sehingga wanita post
abortus bisa mengatasi permasalahan psikologis yang dialaminya, dan berusaha tidak
menyalahkan dirinya sendiri atas kesalahan yang dia perbuat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran self forgiveness pada wanita yang telah melakukan
aborsi?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi self forgiveness pada wanita
yang telah melakukan aborsi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:

7

8

1. Untuk mengetahui gambaran self forgiveness pada wanita yang telah
melakukan aborsi.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi self forgiveness pada
wanita yang telah melakukan aborsi.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan
masukan dalam mengembangkan ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis,
perkembangan, dan sosial.
2. Secara Praktis
Diharapkan dapat membantu para wanita post-abortus yang masih
belum bisa memaafkan perbuatannya untuk dapat belajar memaafkan dirinya
terutama pada wanita yang psikologisnya tidak jauh berbeda dengan subyek.

8

SELF FORGIVENESS PADA WANITA YANG TELAH
MELAKUKAN ABORSI

SKRIPSI

Oleh:

Ervina Mayasari
07810182

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2011

iii

SELF FORGIVENESS PADA WANITA YANG TELAH
MELAKUKAN ABORSI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang
Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :
Ervina Mayasari
07810182

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2011

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

1.

Judul Skripsi

: Self Forgiveness Pada Wanita yang Telah
Melakukan Aborsi.

2.

Nama Peneliti

: Ervina Mayasari

3.

Nomor Induk Mahasiswa

: 07810182

4.

Fakultas

: Psikologi

5.

Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

6.

Waktu Penelitian

: 25 Juli – 19 Agustus 2011

7.

Tanggal Ujian

: 5 November 2011

Malang, 22 November 2011
Pembimbing I

Pembimbing II

Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si

Ni’matuzahro, S.Psi, M.Psi

iiii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji
Pada tanggal: 5 November 2011

Dewan Penguji
Ketua Penguji

:

Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si

(………………)

Anggota Penguji

:

1. Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Psi

(………………)

2. Yudi Suharsono, S.Psi, M.Si

(………………)

3. Dra. Diantini, M.Si

(………………)

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang

Drs.Tulus Winarsunu, M.Si

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama

:

Ervina Mayasari

NIM

:

07810182

Fakultas / Jurusan

:

Psikologi

Perguruan Tinggi

:

Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi / karya ilmiah yang berjudul :
Self Forgiveness Pada Wanita yang Telah Melakukan Aborsi.

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali
dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah
disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan
merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai
sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan
apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi
sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui

Malang, 22 November 2011

Ketua Program Studi

Yang menyatakan

M. Salis Yuniardi, M.Psi

Ervina Mayasari

iii

KATA PENGANTAR
Tiada kata yang paling indah untuk diucapkan, kecuali ucapan alhamdulillah puji
syukur kehadirat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Self Forgiveness Pada Wanita yang Telah Melakukan Aborsi”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas
Muhammadiyah Malang.
Sebagai pribadi yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa
kelancaran penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya dorongan, bantuan, dan
dukungan dari semua pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Drs. Tulus Winarsunu M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si dan Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Psi selaku
pembimbing I dan pembimbing II yang sudah banyak meluangkan waktunya
serta selalu memberikan kritik, saran, bimbingan serta motivasinya sehingga
tugas ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Ari Firmanto, S.Psi selaku Dosen Wali Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang angkatan 2007 kelas D yang telah banyak membantu
dan mengarahkan kegiatan akademis penulis
4. Kedua subyek saya Mbak DY dan MA yang udah bersedia meluangkan
waktunya untuk saya korek ceritanya dan merelakan rahasia pribadinya untuk
saya jadikan bahan skripsi. Begitu juga dengan teman-teman subyek yang juga
mau bersedia meluangkan waktu dan membantuku mengetahui cerita subyek.
Saya benar-benar berterima kasih dan minta maaf kalau ada salah.
5.

Kedua orang tuaku tercinta yang selalu perhatian, kasih sayangnya, dan
mengorbankan segalanya untuk pendidikan ketiga putri tercintanya, serta tidak
lupa selalu menanyakan perkembangan skripsiku tanpa henti-henti. Begitu
juga dengan kedua adekku yg selalu cerewet si Epi and Gigis yg tak hentihentinya menggangguku dengan telponnya.

iiiv

6.

Mr.cueksku yang ngarep banget aku cepet lulus. makasih untuk kesabaranmu,
kuharap kamu tetap sabar menungguku. Moga harapan kita terwujud.

7. Untuk anak-anak kos gg.15c 11c lt.2 yang gokil-gokil. lu’lu, thesa, tia, ika,
tika, cita, ndah, dan ulphe, terima kasih untuk semua kenangan indahnya dan
dukungan kalian guys.
8. Semua teman-temanku di Fakulatas Psikologi angkatan 2007 khususnya kelas
D ijuk (yang ngenalin aku ke someone), novi, mbah, mbek dan semuanya
terima kasih atas dukungan dan kebersamaan kita selama ini.
9. Untuk genk Nak Nik Nuk keseluruhan, cho2, ndah, pika, paini, ophiek yg
nganterin kemana-mana, iyip yang cerewet nyuruh skripsiku cepet selesai and
mb.ana terimakasih atas dukungan dan kebersamaan kalian selama ini. Si dede
juga, makasih selalu ikut aku bimbingan, dan kamu sudah menjadi teman
depresi yang baik
10. Buat teman seperjuangan bimbingan bu zahroh dan bu naning Si ririn, fitri
(yang udah ngasih ide dan selalu membantuku), dll.
11. Untuk teman-teman part timeku ber-20 orang, yang selalu cerewet n perhatian
ke skripsiku. Juga pak ros dan bu.dian, mas hendrik, sisi, dan outsourcing lain,
juga para kepala BKMA. Terima kasih untuk 6 bulan yang menyenangkan itu.
12. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

Akhir kata tiada satupun karya manusia yang sempurna, oleh karenanya
saran dan kritik demi perbaikan sangat penulis hargai dan harapkan. Semoga
Allah SWT selalu memberikan rahmat dan ridhonya kepada kita semua amien.

Malang, 22 November 2011
Penulis

Ervina Mayasari

viii

INTISARI
Mayasari, Ervina.(2011). Self Forgiveness Pada Wanita Yang Telah Melakukan
Aborsi.
Skripsi.Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Pembimbing : (1) Cahyaning Suryaningrum, (2) Ni’matuzahroh
Kata Kunci : Self forgiveness, aborsi
Rasa bersalah merupakan reaksi normal yang biasanya muncul setelah
wanita menyadari bahwa tindakan aborsi itu salah dan bahwa ia bertanggung
jawab penuh atas pilihannya. Rasa bersalah yang terus menerus dapat berakibat
negative pada dirinya, seperti neuritik, depresi, kecemasan, dan permusuhan
terhadap dirinya. Namun rasa bersalah ini dapat diatasi dengan jalan memaafkan
dirinya atas kesalahan yang telah diperbuat (self forgiveness). Dengan memaafkan
dirinya maka ia mampu untuk kembali mencintai dirinya dan tidak menyalahkan
dirinya atas kesalahan yang pernah diperbuat, melepaskan kenangan dan kejadian
traumatis tersebut dan menumbuhkan pikiran optimis mengenai masa depan, dan
bisa menghormati dirinya sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran self forgiveness pada wanita yang melakukan aborsi dan
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi self forgiveness pada wanita yang telah
melakukan aborsi.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subyek dalam
penelitian ini adalah 2 wanita yang telah melakukan aborsi dan telah memaafkan
dirinya di Malang dan Kediri. Untuk penggalian data digunakan wawancara semi
terstruktur. Sedangkan sebagai uji keabsahan untuk mengecek kebenaran data,
digunakan metode triangulasi data yang dilakukan pada teman kerja dan teman
dekat subyek.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa gambaran proses self forgiveness
pada wanita yang telah melakukan aborsi adalah diawali dengan adanya atribusi
bahwa aborsi salah, kemudian timbul perasaan bersalah, muncul perilaku
berdamai ke pihak yang disakiti, adanya ampunan dari korban atau keyakinan
telah dimaafkan meskipun sebenarnya belum tentu dimaafkan, dan self
forgiveness. Untuk dapat memaafkan dirinya ada beberapa faktor yang
mempengaruhinya yaitu faktor yang berasal dari dalam diri (intern) dan luar
(ekstern). Faktor yang berasal dari dalam diri meliputi faktor atribusi, rasa
bersalah, menyesal, perilaku berdamai, dan keyakinan telah dimaafkan.
Sedangkan faktor yang berasal dari luar dipengaruhi oleh adanya dukungan sosial
yang berasal dari orang-orang terdekatnya. ditemukan Ditemukan pula tingkatan
self forgiveness yang berbeda dari setiap subyek. Hal ini dikarenakan tidak adanya
keinginan subyek untuk menceritakan perbuatannya kepada orang tuanya
sehingga tidak timbul perilaku berdamai ke orang tua dan belum mendapatkan
maaf darinya. Tingkatan self forgivenessnya hanya pada limited forgiveness.
Sedangkan pada subyek yang satu lagi, self forgivenessnya berada pada tingkatan
full forgiveness dikarenakan adanya ampunan dari orang tuanya.

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................

i

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

ii

SURAT PERNYATAAN ...............................................................................

iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................

iv

INTISARI .......................................................................................................

vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL……………………………………………………………..

x

DAFTAR SKEMA……………………………………………………………. xi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................

1

B. Rumusan Masalah ...........................................................................

7

C. Tujuan Penelitian .............................................................................

7

D. Manfaat Penelitian...........................................................................

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Self Forgiveness .............................................................................

9

1. Pengertian self forgiveness .......................................................

9

2. Faktor self forgiveness .............................................................

10

3. Model self forgiveness .............................................................

11

4. Proses Fase Forgiveness ...........................................................

14

5. Tingkatan forgiveness ..............................................................

14

6. Manfaat self forgiveness .........................................................

15

Aborsi .......................................................................................

16

1. Pengertian aborsi ......................................................................

16

2. Jenis aborsi ...............................................................................

16

3. Alasan aborsi ............................................................................

18

B.

vii
iii

4. Gejala-gejala sindrom pasca-aborsi .........................................

19

5. Proses self forgiveness pada wanita yang telah
melakukan aborsi .....................................................................

23

BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...............................................................................

26

B. Batasan Istilah ................................................................................

26

C. Subyek Penelitian ...........................................................................

27

D. Metode Pengumpulan Data ............................................................

27

E. Jenis Data Dan Instrument Penelitian ............................................

28

F. Prosedur Penelitian .......................................................................

28

G. Teknik Analisis Data ......................................................................

29

H. Metode Keabsahan Data ................................................................

30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..............................................................................

31

1. Identitas Subjek Penelitian .........................................................

31

2. Deskripsi Data ............................................................................

31

B. Analisa Data ...................................................................................

39

C. Self Forgiveness Pada Wanita Yang Telah Melakukan Aborsi .....

45

D. Pembahasan .....................................................................................

48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .....................................................................................

54

B. Saran.....................................................................................................

54

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

56

LAMPIRAN ........................................................................................................

58

viii
ii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Halaman

Gambar 2.1 : Model self forgiveness oleh Hall&Fincham 2005………....12
Gambar 2.2 : Model alternatif self forgiveness oleh Mc. Connell………..13

iii
ix

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Halaman

Tabel 4.1 : Identitas subyek penelitian……………………………………31

ii
x

DAFTAR SKEMA

Nomor Skema

Halaman

Skema 4.1 : Self forgiveness pada subyek DY……………………………40
Skema 4.2 : Self forgiveness pada subyek MA…………………………..43
Skema 4.3 : Self forgiveness pada kedua subyek………………………...46

iii
xi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran

Halaman

Lampiran 1 : Guide interview ……………………………………….….59
Lampiran 2 : Instrumen penentuan subyek penelitian ………………….63
Lampiran 3 : Verbatim ………………………………………………….67
Lampiran 4 : Informed Consent …………………………………...……90

ii
xii

DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. (2002). Aborsi: sebagai masalah etika. Jakarta: Grasindo.
Fakultas Psikologi UMM. (2010). Pedoman penyusunan skripsi. Malang: UMM
Press.
Flanigan, B. ( 2000, 10 Januari). Degrees of forgiveness. Christianity today.
Hall, J., & Fincham, F., (2005). Self–forgiveness: The stepchild of forgiveness
research. Journal of Social and Clinical Psychology, Vol. 24, No. 5,
2005, pp. 621-637.
. (2008). The temporal course of Self–forgiveness.
Journal of Social and Clinical Psychology, Vol. 27, No. 2, 2008, pp.
174–202.
Hudaya, I. (2008). Diary of loss: samsara seorang pelaku aborsi. Jakarta: Spasi &
VHR Book.
Kurniawati, F.N. (2011). Self forgiveness pada wanita yang membunuh suaminya.
(Skripsi, Jurusan Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang)
Kusmaryanto, CB. (2002). Kontroversi aborsi. Jakarta: Grasindo.
Lubis, Petti, & Lutfi D.P.A. 2,3 juta aborsi setahun terjadi di Indonesia (Online).
Diakses 23 Maret 2011 dari http://kosmo.vivanews.com/news/
read/139051-23_juta_aborsi_setahun_terjadi_di_Indenesia
Mcconnell, J., (2009). Confirming a model of self-forgiveness ( Tesis, Ball State
University Muncie, Indiana).
Moleong, J., (2007). Metode penelitian kualitatif edisi revisi. Bandung: Rosda.
Murphy, P., ( t.t ). Forgiving oneself. Diperoleh dari www.osun.org
Pamintaningtyas, I. (2009). Perilaku forgiveness pada istri-istri yang mengalami
kekerasan rumah tangga(KDRT). Abstrak dari: http://digilib.umm.ac.id
Perdana, N. (2009). Latar belakang dan dampak psikologis pelaku aborsi.
Abstrak dari: http://digilib.umm.ac.id
Rouf, A. Dua tahun operasi Edward aborsi 1500 pasien (Online). Diakses 23
Maret 2011 dari

58
iii

59

http://news.okezone.com/read/2011/02/03/340/421110/dua-tahunoperasi-edward-aborsi-1-500-pasien
Samil, R.S. (2001). Etika kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Setiawan, D. “Polisi tetapkan 3 tersangka kasus aborsi” (Online)
http://travel.kompas.com/read/2009/01/22/20504327/polisi.tetapkan.3.t
ersangka.kasus.aborsi
Simonelli, R., (t.t). A forgiveness trilogy. Diperoleh dari www.osun.org
Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: Grasindo.
Sugiyono. (2008). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
Suratno, N.K.S. (2010). Pengambilan keputusan untuk melakukan aborsi pada
mahasiswi (Studi Kasus Pada Mahasiswi Di Salah Satu Perguruan
Tinggi Di Yogyakarta). Abstrak dari: http://digilib.uin-suka.ac.id
Taylor, S.E. (2003).Health psychology (ed.Fifth). Boston: Mc. Graw Hill.
Taylor, S.E., Peplu, L.A., Sears, D.O. (2009). Psikologi sosial (ed.Keduabelas).
Jakarta:Kencana Perdana Media Group.
Wohl, M., DeShea, L., & Wahkinney, R., ( 2008 ). Looking Within: Measuring
State Self-Forgiveness and Its Relationship to: Psychological WellBeing. Canadian Journal of Behavioural Science 2008, Vol. 40, No. 1,
1-10.
30 persen pelaku aborsi di Indonesia adalah remaja (Online) Diakses 23 Maret
2011 dari http://www.surya.co.id/2009/02/16/30-persen-pelaku-aborsidi-Indonesia-adalah-remaja

ii