RELASI NEGARA DAN MASYARAKAT SIPIL DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) DI ERA DEMOKRASI (Studi Pada Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013 Kota Malang)

(1)

RELASI NEGARA DAN MASYARAKAT SIPIL

DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA DAERAH (APBD) DI ERA DEMOKRASI

(Studi Pada Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013 Kota Malang)

Diajukan sebagai prasyarat untuk memenuhi Gelar Sarjana S-2

Program Studi Magister Sosiologi

Diajukan Oleh SALAHUDIN 201010270211017

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

TAHUN 2013


(2)

HALAMAN PENGESAHAN

TESIS

Dipersiapkan dan disusun oleh: SALAHUDIN

Nim: 201010270211017

Telah dipertahankan didepan dewan penguji Pada Tanggal 26 Juli 2013

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Ketua : Dr. Vina Salviana D.S, M.Si.

Sekretaris : Dr. Tri Sulistyningsih, M.Si. ………

Penguji I : Drs. Rinekso Kartono, M. Si. ………


(3)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya

Nama :SALAHUDIN

NIM : 201010270211017

Program Studi : Magister Sosiologi Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :

1. Tesis dengan Judul RELASI NEGARA DAN MASYARAKAT SIPIL DALAM

PENYUSUNAN KEBIJAKAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) DI ERA DEMOKRASI (Studi Pada Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013 Kota Malang) Adalah hasil karya saya dan naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis oleh orang lain, baik sebagian ataupun keseluruhan, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

2. Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia TESIS ini DIGUGURKAN dan GELAR AKADEMIK YANG TELAH SAYA PEROLEH DIBATALKAN, serta diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

3. Tesis ini dapat dijadikan sumber pustaka yang merupakan HAK BEBAS ROYALTY NON EKSKLUSIF.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Malang, 31 Juli 2013 Yang Menyatakan


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatu

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan kekuatan kepada saya sehingga perkuliahan dan pengerjaan tesis “Relasi Negara dan Masyarakat Sipil dalam Penyusunan Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Era Demokrasi (Studi Pada Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2013 Kota Malang) dapat diselesaikan dengan baik. Penulis tergolong nekad untuk melanjutkan studi ditingkat strata 2 (S2). Pasalnya penulis tidak memiliki modal cukup untuk membiayai S2 namun karena niat dan tekad penulis memberanikan diri untuk mengenyam pendidikan S2. Cita-cita ingin melanjutkan S2 tertanam kuat dalam diri penulis.

Dengan modal Rp 350.000, Tahun 2010 penulis tekad untuk melanjutkan S2 di Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang dengan Magister Sosiologi. Modal tersebut cukup membayar biaya registrai. Alhamdulillah pada saat itu Universitas Muhammadiyah Malang memberlakukan kebijakan dispensasi kepada mahasiswa-mahasiswannya yang belum mampu. Dengan kebijakan itu, penulis berhasil menjadi salah satu mahasiswa di Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang. Allah SWT memberkahi rizki kepada penulis sehingga mampu membayar tunggakan SPP semester satu hingga semester empat. Allah SWT tidak menutup mata terhadap hamba-hambanya yang mau berusaha termasuk kepada penulis.

Perkuliahan dan pengerjaan tesis ini tidak lepas dari bantuan pihak-pihak lain. Karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si. Beliau sangat baik dan berkontribusi banyak terhadap penyelesaian perkuliahan dan pengerjaan tesis saya. Kebaikan beliau tidak bisa penulis ungkapkan dalam kata-kata. Kenekadtan penulis untuk studi S2 seperti disampaikan di atas adalah karena dorongan dan bantuan Beliau. Disaat penulis mengalami kesusahan, Beliau selalu ada untuk meringankan beban saya. Beliau banyak mengajarkan kepada penulis bagaimana menapak kehidupan ini, bagaimana bekerja dengan baik, dan bagaimana menjadi orang yang lebih baik. Semoga kebaikan dan keikhlasan Beliau dibalas oleh Allah SWT dengan kebaikan-kebaikan pula. 2. Dr. Vina Salviana DS., M.Si. Beliau adalah pembimbing utama tesis saya. Beliau

telah memberikan yang terbaik kepada saya terutama membuka pikiran-pikaran saya untuk mengkaji obyek penelitian secara dalam dan teliti sehingga tesis ini menjadi


(5)

karya ilmiah yang layak dibaca. Beliau dikenal sabar, kerja keras, ikhlas, dan hormat kepada siapapun. Karakternya ini sangat tampak didalam kesehariannya termasuk pada saat membimbing tesis penulis. Semoga Beliau mendapatkan kemudahan dan kelancaran dalam segala urusannya.

3. Dr. Asep Nurjaman, M.Si. Pak Asep, begitu sapaan saya kepada Beliau, adalah salah seorang dewan penguji tesis saya. Beliau sangat perhatian terhadap perkembangan studi saya. Tidak hanya terhadap perkembangan studi, Beliau juga perhatian kepada arah kehidupan penulis. Beliau sering mengatakan kepada saya “selama kita bekerja keras maka selama itupula kita akan menemukan jalan untuk terus eksis dalam kehidupan”, dan “Kita harus bisa membuat orang lain senang dan bahagian, karena disitulah datangnya kesenangan dan kebahagiaan kita”. Begitu nasehat-nasehatnya kepada saya. Semoga saya mampu mengamplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan semoga Pak Asep mendapatkan kemudahan dalam segala urusannya.

4. Drs. Rinekso Kartono, M.Si. Beliau adalah dewan penguji utama tesis saya. Beliau dikenal kritis dan obyektif terhadap segala permasalahan yang ada. Beliau pada saat menguji tesis saya memberikan banyak masukan sehingga saya mendapat banyak inspirasi untuk perbaikan tesis menjadi lebih baik. Penulis mengakui, manakala berdiskusi dengan Beliau selalu saja ada hal baru yang penulis dapatkan. Karena itu, penulis banyak mengutip pikiran-pikiran Beliau untuk tulisan karya ilmiah opini saya. 5. Drs. Jainuri, M.Si. Beliau adalah dosen saya pada saat S1 di Jurusan Ilmu Pememrintahan Universitas Muhammadiyah Malang. Beliau selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan studi S2. Menurutnya dengan selesainya S2, penulis dapat melakukan langkah-langkah strategis untuk menapak karir menjadi lebih baik. 6. Dosen-Dosen saya: Dr. Vina Salviana, DS., M.Si., Dr. Wahyudi, M.Si., Dr. Achmad

Bahib, MA., Prof. Bambang Widagdo, Drs. Oman Sukmana, M.Si., Dr. Sugeng Pujileksono, M.Si., Dr. Nazaruddin Malik, MM., Prof. Syamsul Arifin, M.Si., Prof. Jabal Tarik, Dr. Sanapiah, dan Dr. Waras Wakidi. Terima kasih atas Ilmu yang diberikan kepada saya. Semoga Bapak/Ibu diberikan kesehatan dan diridhoi Allah SWT di Dunia dan di Akhirat.

7. Pimpinan Universitas Muhammadiyah Malang. Penulis mengucapkan terima kasih atas kebijakan dispensasinya sehingga saya tetap dapat melanjutkan kuliah hingga selesai.

8. Pimpinan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih banyak.


(6)

9. Pimpinan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang terima kasih atas kebijaksanaannya selama ini.

10.Seluruh staff Tata Usaha Pascasarjana terima kasih atas pelayanannya selama ini. 11.Seluruh keluarga besar-Ku baik yang ada di Dompu-Bima-Kediri terima kasih atas

do‟a dan dukungannya. Mohon do‟a dan dukungannya semoga saya segera dapat beasiswa S3.

12.Adik-Adik saya yang tergabung dalam IKATAN MAHASISWA BIMA DOMPU (IMBD) (Furkan, Nasar, Muarif, Dzul, Ilham, Hendri, Dayat, Sarwo dll). Terima kasih atas perhatian dan motivasi yang diberikan sehingga saya dapat meraih Gelar M.Si. Mohon do‟a dan dukungannya semoga saya segera dapat beasiswa S3.

13.Teman-teman yang tergabung dalam LAPINDA BIDOS (Pak Mujib, Pak Iwan, Pak Andi Mukhlis, Pak Husni, dll) terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

Akhir dari kata pengantar dan ucapan terima kasih ini, penulis menyadari karya ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, dimohon kepada para pembaca untuk memberikan masukan, kritikan, dan sanggahan sehingga karya ini menjadi lebih baik. Masukan, kritikan, dan sanggahannya dapat dilakukan melalui email: [email protected], FB: Udin Salahudin, dan Website: udin.staff.umm.ac.id/www.lapindabidos.blogspot.com.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

Malang, 31 Juli 2013


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL TESIS ... 0

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I : PENDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 10

C. Tujuan Penelitian ... ... 10

D. Manfaat Penelitian ... ... 11

E. Penegasan Istilah ... ... 11

BAB II : KAJIAN PUSTAKA ... ... 14

A. Pemikiran-Pemikiran Politik Antonio Gramsci ... ... 15

1. Kritikan Gramsci terhadap Marx dan Marxis lain ... ... 15

2. Sumbangsih Pemikiran Gamsci ... ... 18

a. Pendidikan Kritis ... ... 18

b. Hegemoni Politik ... ... 20

c. Masyarakat Sipil ... ... 24

d. Kekuasaan ... ... 33

e. Ideologi ... ... 35

B. Teori Negara Munaf Rizal Manan-Negara Pluralis dan Nordlinger ... ... 42

C. Masyarakat Sipil (Civil Society) Afan Gaffar- Victor Perez-Diaz dan Cristhoper Briyant ... 46

D. Kebijakan Publik Charles O. Jones ... ... 53

E. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ... ... 57

F. Hasil Penelitian Terdahulu ... ... 65

BAB III : METODE PENELITIAN ... ... 70

A. Pendekatan Penelitian ... ... 70

B. Jenis Penelitian... ... 71


(8)

D. Lokasi Penelitian ... ... 73

E. Sumber Data... ... 74

F. Teknik Pengumpulan Data ... ... 75

G. Teknik Analisis Data... ... 77

BAB IV : DATA DAN PEMBAHASAN ... ... 84

A. Pelaksanaan Kegiatan Musrenbang di Kota Malang ... ... 84

1. Tujuan dan mekanisme pelaksanaan Musrenbang Kota Malang... ... 84

2. Strategi pelaksanaan musrenbang tahun 2012 ... ... 88

3. Musrenbang dan Kepentingan Elit... ... 92

4. Partisipasi manipulative dalam pelaksanaan musrenbang ... ... 99

B. APBD Berbasis Kinerja dan Kepentingan ... ... 104

C. Dampak Dominasi Kekuatan Politik Terhadap Postur APBD TA 2013 ... ... 114

D. Upaya Masyarakat Sipil Mewujudkan APBD Pro Rakyat ... ... 119

1. Penghapusan fungsi Anggaran (budgeting) DPRD ... ... 120

2. Optimalisasi peraturan hukum, moral force, dan penumbuhan good will ... ... 120

3. Pengorganisasian masyarkayat, membentuk block historis ... ... 123

4. Penguatan forum deliberatif masyarakat sipil ... ... 125

5. Efek bola salju gerakan sosial masyarakat sipil ... ... 127

E. Relevansi Temuan dan Teori ... ... 130

BAB V : PENUTUP ... ... 137

A. Kesimpulan ... ... 137

B. Saran ... ... 139


(9)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Madekhan. 2007. Orang Desa Anak Tiri Perubahan. Penerbit Averso Press Malang. Bocock, Robert. 2007, Cetakan Pertama. Pengantar Komprehensif Untuk Memahami

Hegemoni. Penerbit Jalasutra, Bandung.

Gaffar, Afan. 2006, Cetakan Keenam. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Hamidi. 2004, Cetakan Pertama. Metode Penelitian Kualitatif. Penerbit UMM Press Malang. Hadi Krishno. Laporan Penelitian 2006 dibiayai DPPM UMM. Partisipasi Masyarakat

Dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah.

Ibrahim, Anis. 2008, Cetakan Pertama. Legislasi dan Demokrasi. Penerbit In-Trans Publishing, Malang.

Jones, Charles O. 1994, Cetakan Kedua. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy). Penerbit PT Rajagrafindo Persada, Jakarta Utara.

J.Kurniawan, Luthfi. 2005. Panduan Memahami APBD.Diterbitkan Atas Kerjasama Malang Corruption Watch (MCW), YAPPIKA, Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi, Institute for Strengthening Transition Society Studies (In-TRANS), Jurusalan Ilmu Pemerintahan-Laboratorium Ilmu Pemerintahan –FISIP Universitas Muhammadiyah Malang.

Mahfud, Chairul. 2009, Cetakan Pertama. 39 Tokoh Sosiologi Politik Dunia Dari Socrates Sampai Barack Obama. Penerbit PT. Temprina Media Grafika, Surabaya.

Manan, Munafrizal. 2005, Cetakan Pertama. Gerakan Rakyat Melawan Elit. Penerbit Resist Book, Yogyakarta.

Puspitosari, Hesti dkk. 2006. Marginalisasi Rakyat Dalam Anggaran Publik, Partisipasi Rakyat Dalam Menyusun Anggaran Publik di Daerah. Jakarta. Diterbitkan atas kerjasama Malang Corruption Watch (MCW), YAPPIKA, Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi.

Suharmawijaya, Dadan S., dkk. 2007, Cetakan Pertama. Membangunan Inisiatif Mendorong Perubahan, 10 Inisiatif Pelibatan Organisasi Islam-Ornop Dalam Mendorong Good Governance dan Anti Kemiskinan. Diterbitkan dan Disponsori oleh The Asia Foundation.

Simon, Roger. 1999, Cetakan Pertama. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci. Penerbit INSIST dengan Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Tim Simpul Demokrasi. 2006, Cetakan Pertama. Reformasi Birokrasi dan Demokratisasi Kebijakan Publik. Penerbit PlaCID Averros dan KID (Komunitas Indonesia untuk Demokrasi)

Unaradjan, Dolet. 2000, Cetakan Pertama. Pengantar Metode Penelitian Ilmu Sosial. Penerbit PT Gramedia Jakarta.

Kantaprawira, Rusadi. 2004, Cetakan Kesembilan. Sistem Politik Indonesia. Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung.

Salahudin. 2012, Cetakan Pertama. Korupsi Demokrasi dan Pembangunan Daerah. Penerbit Litera Jogjakarta.


(10)

Yuwono, Sony, dkk. 2008. Memahami APBD dan Permasalahanya (Panduan Penelolaan Keuangan Daerah) Dilengkapi dengan Analisis Permendagri No.59/2007 tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Malang: Penerbit Bayumedia Publishing.

Sumber lain:

www.pppodbrawijaya.com, PPOTD, 8 (delapan) Daerah di Jawa Timur Belum Sahkan

APBD, diakses 01 Oktober 2012.

www.setnasfitra.com, “Kemampuan Pemerintahan Daerah Dalam Pengelolaan Anggaran”,

diakses 01 Oktober 2012

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2001 Tentang Keuangan Negara


(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan anggaran dipandang sebagai produk dari proses politik karena didalamnya terdapat berbagai kepentingan negara dan masyarakat sipil sebagai institusi yang memiliki kewenangan merumuskan, menyusun, menetapkan, dan mengevalusi kebijakan anggaran. Negara dan masyarakat sipil berinteraksi pada proses politik sebagai upaya merumuskan kebijakan anggaran. Upaya-upaya yang dilakukan adalah melakukan komunikasi politik, agregasi politik, dan artikulasi politik. Upaya demikian dilakukan dengan tujuan yaitu mempertahankan kepentingan politik masing-masing agar dirumuskan dan menjadi bagian dalam kebijakan anggaran.

Relasi negara dan masyarakat sipil dalam merumuskan kebijakan anggaran merupakan aktifitas politik yang harus menghiasi sistem politik demokrasi. Demokrasi memberikan ruang khusus (public sphare) bagi pemangku kepentingan untuk berdialog, berdiskusi, dan berdebat sebagai upaya mempertahankan kepentingan politik masing-masing. Dinamika tersebut diharapkan dapat tumbuh kembang dalam sistem politik demokrasi. Sistem politik demokrasi menghendaki peran aktif negara dan masyarakat sipil menjalankan fungsi masing-masing dalam membentuk dan menentukan kebijakan publik termasuk kebijakan anggaran.


(12)

2

Menurut Samuel P. Hutington perlunya peran aktif masyarakat sipil dalam proses kebijakan politik adalah untuk meminimalisirkan terciptanyan konflik. Jhon Lock (pemikir demokrasi klasik) meyakini, dengan keikutsertaan warga negara masyarakat dalam masalah-masalah masyarakat, maka para warga negara akan memperoleh pengetahuan dan pemahaman, mengembangkan rasa tanggungjawab sosial yang penuh dan menjangkau perspektif mereka di luar batas-batas kehidupan pribadi1.

Peran aktif masyarakat hanya berlangsung dalam sistem demokrasi karena terdapat ruang dan kesempatan untuk ikut terlibat dalam proses politik. Anis Ibrahim menjelaskan politik demokrasi dapat memberikan kesempatasn relasi maksimal stakeholder (negara dan masyarakat sipil) dalam perumusan kebijakan publik. Stakeholder berinteraksi dalam ruang publik untuk saling mempertahankan argumentasi politik masing-masing yang akan dijadikan sebagai bagian dari muatan atau isi kebijakan negara.

“Konfigurasi politik demokrasi adalah suatu susunan kekuatan/kekuasaan politik yang membuka peluang bagi potensi stakeholder secara maksimal untuk menentukan kebijakan negara. Oleh karena itu, dalam proses legislasi akan memberikan peranan besar kelompok-kelompok sosial ataupun individu-individu dalam masyarakat. Dalam konfigurasi politik demokrasi, pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, dan partai politik merupakan lembaga yang harus melaksanakan kehendak-kehendak masyarakatnya dengan cara merumuskan kebijakan secara demokratis dan bekerja secara proposional, dan dunia pers dapat melaksanakan fungsinya dengan bebas tanpa ancaman pembredelan. Perumusan kebijakan demokratis niscaya akan melahirkan hukum dengan tipe responsif yang mempunyai komitmen pada hukum yang berprespektif konsumen”2.

1

Samuel P. Hutington dan Jhon Lock, dikutip dalam buku Teori dan Proses Kebijakan Publik, Budi Winarno, 2002, hlm. 45

2


(13)

3

Penjelasan Anis Ibrahim di atas menunjukkan eksistensi masyarakat sipil (media, ormas, LSM, sektor swasta) dalam sistem demokrasi memiliki peran penting untuk ikut serta pada proses legislasi (penyusunan kebijakan anggaran). Keikut sertaan masyarakat sipil bertujuan mengarahkan kebijakan untuk berpihak kepada masyarakat. Politik demokrasi dapat diimplementasikan dengan baik jika didukung komitmen pemerintah untuk membentuk separangkan hukum sebagai payung implementasi demokrasi.

Pasca reformasi, stakeholder terus berupaya membentuk sejumlah peraturan hukum sebagai landasan normatif menghidupkan demokrasi pada proses politik kebijakan termasuk kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Perumusan atau penyusunan kebijakan anggaran dilandasi oleh berbagai peraturan hukum yang dinilai mencerminkan adanya relasi negara dan masyarakat sipil yang berasaskan nilai-nilai demokrasi (partisipatif, persamaan, keadilan, proposional).

Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUP3) dibentuk untuk menjamin adanya hubungan negara dan masyarakat sipil yang partisipatif dan transparan dalam penyusunan kebijakan publik, sebagaimana penjelasan berikut ini:

“Yang dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat (stakeholder) mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan”3.

3


(14)

4

Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara menegaskan “keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan”4

. Penjelasan tersebut dipertegas kembali pada undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan sebagai berikut, “ keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat”5.

Undang-undang nomor 37 tahun 2012 tentang pedoman penyusunan APBD tahun anggaran 2013, penyusunan APBD harus berdasarkan pada prinsip: “(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah, (2) APBD harus disusun secara tepat waktu sesuai tahapan dan jadwal, (3) Penyusunan APBD dilakukan secara transparan, dimana memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD, (4) Penyusunan APBD harus melibatkan masyarakat, (5) APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, dan (6) Substansi APBD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya6. Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan

4

Pasal 3 ayat 1 undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara 5

Pasal 66 ayat 1 undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan 6

Pasal 2 ayat 1 pin b, Peratuaran Pemerintahan nomor 37 tahun 2012 tentang pedoman penyusunan APBD tahun anggaran 2013


(15)

5

informasi publik, semakin memperkuat adanya prinsip keterbukaan dalam urusan publik termasuk penyusunan kebijakan APBD.

Beberapa peraturan hukum yang dijelaskan di atas secara eksplisit menjungnjungtinggi nilai-nilai demokrasi, yakni nilai partisipatif, persamaan, pemerataan, proposional, dan keadilan. Nilai-nilai demokrasi tersebut, menjadi dasar penelitian ini dalam memahami hubungan negara dan masyarakt sipil (civil society) dalam menyusun kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kota Malang.

Relasi negara dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan anggaran menarik untuk diamati, karena stakeholder baik negara maupun masyarakat sipil sama-sama diberi ruang oleh peraturan perundang-undangan seperti yang dijelaskan di atas. Karena memiliki posisi yang sama, maka terjadi persaingan atau pertarungan politik untuk mengarahkan kebijakan anggaran sesuai kebutuhan atau kepentingan masing-masing.

Pemerintah daerah yang diwakili oleh Kepala Daerah, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), dan pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melakukan penyusunan kebijakan anggaran sesuai peran dan posisi yang diatur peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah menyusun APBD diawali dengan penyusunan Rencana Kegiatan Pemerintahan Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas dan Plafon Anggaran (PPAS), Rencana Kegiatan dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD), dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Dokumen kebijakan anggaran yang disebutkan


(16)

6

tersebut masing-masing diajukan kepada legislatif untuk dibahas dan mendapatkan keabsahan (legitimasi) sehingga menjadi produk hukum yang syah.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memberikan keabsahan (legitimasi) terhadap dokumen kebijakan anggaran tersebut dengan berlandaskan pada pertimbangan aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang diwakili. Legislatif dapat menolak rancangan KUA, PPAS, dan RAPBD jika dianggap bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi atau tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, legislatif dituntut untuk kritis dalam mempelajari rancangan dokumen kebijakan anggaran (KUA, PPAS, RAPBD) yang diajukan eksekutif. Legislatif melalui pandangan fraksi menyampaikan pandangan-pandangan kritis terhadap sejumlah dokumen kebijakan anggaran sehingga menghasilkan kebijakan anggaran yang mencerminkan keadilan, persamaan, pemerataan, dan proposional.

Pandangan-pandangan kritis fraksi dapat dilakukan pada saat penyampaian Pandangan Umum (PU) terhadap Raperda APBD baik Raperda inisiatif maupun hasil prakarsa kepala daerah (eksekutif). Secara umum, PU fraksi berisi tentang:

“(1) minta penjelasan lebih lanjut kepada eksekutif terkait dengan materi yang terkandung dalam Raperda, (2) mempertanyakan dasar hukum pembentukan Raperda, (3) mempertanyakan kinerja birokrat daerah dalam menangani kesenjangan antara fakta yang ada di masyarakat dan kebijakan pengaturan yang selama ini telah dilakukan, (4) minta kepada eksekutif untuk meningkatkan profesionalime pekerjaannya dalam melakukan pembinaan dan


(17)

7

pengawasan terkait problem ekonomi-sosial-politik yang muncul di masyarakat berkenaan diterbitkannya Perda”7.

Dalam negara demokrasi, hubungan eksekutif dan legislatif perlu diimbangi oleh kekuatan masyarakat sipil (civil society) sebagai upaya: (1) untuk menghindari kolusifitas antara eksekutif dan legislatif , (2) memperkuat eksistensi masyarakat dalam memperjuangkan kepentingan, (3) menghindari dominasi kekuasaan eksekutif dan legislatif, dan (4) mewujudkan kebijakan anggaran yang berpihak kepada kepentingan masyarakat kecil.

Peran utama dari organisasi-organisasi masyarakat sipil adalah memberdayakan masyarakat sehingga mereka mempunyai wadah untuk menyuarakan aspirasinya dan disalurkan kepada pemerintah. Pada prinsipnya inti dari masyarakat sipil adalah memberdayakan masyarakat dan usaha-usaha membantu mengakses hak-hak mereka. Kontribusi masyarakat sipil termasuk LSM dan ornop sehingga dapat menjalankan perannya sebagai katalisator dalam proses partisipasi menuju good governance di Indonesia yaitu meningkatkan kesadaran eksekutif dan legislatif agar membuka diri terhadap partisipasi/keterlibatan masyarakat dan meningkatkan kesadaran warga terhadap hak dan kebutuhan mereka agar berpartisipasi dalam penyusunan perda8.

Berdasarkan penjelasan di atas, relasi negara (eksekutif dan legislatif) dan masyarakat sipil (civil society) dalam penyusunan kebijakan anggaran (APBD) harus berasaskan keadilan, persamaan, pemerataan, kepatutan, dan proporsional. Namun relasi tersebut sulit dijumpai dilapangan, justru terjadi relasi dominasi negara terhadap masyarakat.

Civil Society yang diwakili oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kelompok-kelompok masyarakat, ikatan profesi, dan partai politik, tidak memiliki kekuatan untuk berperan aktif dalam mengimbangi kekuatan

7

Anis Ibrahim, op. cit., hal189. 8

Jorawati Simarmata, Keberdayaan masyarakat dalam Wajah Otonomi Daerah: Dari Perspektif Pembentukan Perda, (Yogyakarta: Percetakan Kanisius, 2007) hal. 115.


(18)

8

negara dalam menentukan kebijakan anggaran. Peran civil society cenderung diabaikan oleh eksekutif dan legislatif yang ditandai: (1) aspirasi masyarakat tidak dijadikan sebagai muatan atau isi kebijakan anggaran (APBD), (2) masyarakat tidak diundang atau dimintai pendapat pada penentuan dokumen kebijakan anggaran (RKPD, KUA, PPA, RAPBD), dan (3) Civil society

dianggap „musuh‟ daripada partner atau mitra.

Menurut Okveransi, mestinya pemerintah daerah menciptakan ruang-ruang publik bagi partisipasi publik diharapkan dapat mendorong efektivitas pembangunan daerah, melalui inisiatif-inisiatif masyarakat bersama NGO untuk merancang suatu payung hukum yang dapat menjamin terwujudnya partisipasi masyarakat terhadap kebijakan publik. Kehadiran masyarakat sipil seperti lembaga-lembaga organisasi kemasyarakatan adalah faktor yang signifikan guna mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aspek pemerintahan di tingkat lokal. Masyarakat sipil mendorong dialog-dialog dengan pemerintah daerah dan program pembangunan lebih mencerminkan aspirasi masyarakat9.

Hasil penelitian yang dilakukan Sopanah dan Wahyudi pada tahun 2009 di Kota Malang, menunjukkan keterlibatan rakyat dalam mengawasi proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran masih sangat kecil (5%) sehingga sangat memungkinkan terjadinya distorsi pada saat penyusunan anggaran. Temuan yang sama dari hasil penelitian mengenai distorsi Penyusunan APBD adalah: 1) Proses penyusunan APBD Tahun

9

Lissa Okveransi Pakaya,dkk., Membangun Indonesia dari Daerah, Partisipasi Publik dan Politik Anggaran, (Yogyakarta: Percetakan Kanisius, 2007) hal. 96.


(19)

9

2009 Kota Malang banyak mengalami ketidaksesuaian dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan tidak taat pada peraturan perundang-undangan, tidak partisipatif, dan sulit diakses oleh publik. 2) Terjadinya distorsi dalam proses penyusunan APBD Kota Malang Tahun 2005.

Sementara itu ketidakefektifan partisipasi masyarakat dalam proses Penyusunan APBD di Kota Malang adalah: 1) Tidak adanya sosialisasi dari Pemerintah Daerah dan dari DPRD, 2) Mekanisme Musrenbang yang ditempuh hanya sekedar formalitas, dan 3) Kepedulian (kesadaran) dari masyarakat khususnya masyarakat menengah kebawah masih relatif kecil10. Civil society yang diberi tempat peraturan perundang-undangan untuk berperan aktif tidak diindahkan oleh negara. Negara melalui lembaga eksekutif (Kepala Daerah dan bawahannya) dan legisaltif (DPRD) mengendalikan dan mengarahkan kebijakan.

Penjelasan di atas menunjukkan adanya persoalan didalam relasi negara dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan APBD. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang Relasi Negara dan Masyarakat Sipil Dalam Penyusunan Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kota Malang. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan Sopanah dan Wahyudi (2009). Sopanah dan Wahyudi mengkaji keterlibatan masyarakat dalam penyusunan APBD pada konteks kegiatan musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang).

10

Sopanah dan Wahyudi, Studi Fenomenalogis: Menguak Partisipasi Masyarakat dalam Proses Penyusunan APBD, journal.uii.ac.id/index.php/JAAI/article/view/2249/2051, diakses 03 Januari 2013.


(20)

10

Penelitian ini akan mengkaji secara komprehensif tentang relasi negara dan masyarakat sipil pada aspek keterlibatan masyarakat pada kegiatan musrenbang, cara pandang pemerintah terhadap keterlibatan masyarakat dalam kegiatan musrenbang, posisi negara dan masyarakat sipil dalam penyusunan KUA dan PPAS, relevansi kegiatan musrenbang dengan KUA, PPAS dan APBD, mengkaji dampak hubungan negara dan masyarakat sipil terhadap postur APBD, serta mengkaji upaya-upaya masyarakat sipil dalam membangun kekuatan untuk mewujudkan APBD pro rakyat. Pada sisi

output atau luaran penelitian, penelitian ini berorientasi pada pembuatan model sebagai acuan negara dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan APBD.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana Relasi

Negara dan Masyarakat Sipil (Civil Society) dalam Penyusunan

Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun

Anggaran 2013 Kota Malang di Era Demokrasi?

C. Tujuan Penelitian

Studi tentang politik anggaran dianggap menarik karena didalamnya terdapat relasi negara dan masyarakat sipil dalam memperjuangkan kepentingan politik masing-masing untuk dijadikan sebagai muatan kebijakan anggaran (APBN/APBD). Penelitian ini bertujuan


(21)

11

melakukan kajian relasi tersebut tersebut pada penyusunan kebijakan Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2013 Kota Malang di Era Demokrasi.

D. Manfaat Penelitian

Sebagai bagian dari produk politik, kebijakan APBD tidak lepas dari berbagai kepentingan politik stakeholder (eksekutif, legislatif, civil society). Oleh karena itu, penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif untuk pengembangan kebijakan anggaran menjadi terarah dan terkonsep sesuai peraturan berlaku yaitu kebijakan anggaran yang mencerminkan nilai keadilan, kepatutan, dan proposional.

Kontribusi (manfaat) penelitian di atas dapat dijelaskan berikut ini: (1) Sebagai model atau konsep melakukan pemetaan atau manajemen politik anggaran yang mencerminkan asas partisipatif, transparansi, persamaan, dan keadilan, (2) Sebagai konsep mewujudkan manajemen penyusunan kebijakan anggaran yang efektif dan efesien, dan (3) Sebagai model civil society

khususnyauntuk melakukan advokasi kebijakan APBD di Kota Malang.

E. Penegasan Istilah

Terdapat tujuh istilah penting yang terkait langsung dengan judul penelitian ini. Enam istilah yang dimaksud tersebut dapat dijelaskan definisinya berikut ini:


(22)

12

1. Negara. Negara didefinisikan sebagai institusi atau organisasi yang didalamnya memiliki institusi pemerintahan untuk menjalankan fungsi: pelayanan publik (public services), pemberdayaan (empowering), dan regulasi (regulation). Maka, untuk kepentingan penelitian ini, pemerintahan daerah yakni eksekutif dan legislatif daerah disebut sebagai negara.

2. Civil Society. Civil society atau di Indonesia diistilahkan sebagai masyarakat sipil, adalah organisasi masyarakat yang bergerak untuk mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan publik. Penelitian ini menggunakan civil society di Kota Malang yakni organisasi masyarakat yang bergerak pada advokasi kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

3. Kebijakan Anggaran. Kebijakan anggaran adalah bagian dari kebijakan publik yang dirumuskan bersama oleh eksekutif, legislatif, dan vicil society. Karena bagian dari kebijakan publik, maka kebijakan anggaran dibuat untuk melayani dan membiayai kehidupan bersama atau kehidupan publik, bukan kehidupan orang seorang atau golongan. Definisi tersebut dirumuskan berdasarkan pengertian kebijakan publik menurut Rian Nugroho (2006, 25), “..Kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama atau kehidupan publik, bukan orang seorang atau golongan….”.

4. Relasi Politik. Relasi politik didefinisikan sebagai relasi atau hubungan antar stuktur politik dalam menjalankan peran dan fungsi politik


(23)

masing-13

masing dengan tujuan mencapai konsensus atau keputusan yang syah


(1)

8

negara dalam menentukan kebijakan anggaran. Peran civil society cenderung diabaikan oleh eksekutif dan legislatif yang ditandai: (1) aspirasi masyarakat tidak dijadikan sebagai muatan atau isi kebijakan anggaran (APBD), (2) masyarakat tidak diundang atau dimintai pendapat pada penentuan dokumen kebijakan anggaran (RKPD, KUA, PPA, RAPBD), dan (3) Civil society dianggap „musuh‟ daripada partner atau mitra.

Menurut Okveransi, mestinya pemerintah daerah menciptakan ruang-ruang publik bagi partisipasi publik diharapkan dapat mendorong efektivitas pembangunan daerah, melalui inisiatif-inisiatif masyarakat bersama NGO untuk merancang suatu payung hukum yang dapat menjamin terwujudnya partisipasi masyarakat terhadap kebijakan publik. Kehadiran masyarakat sipil seperti lembaga-lembaga organisasi kemasyarakatan adalah faktor yang signifikan guna mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aspek pemerintahan di tingkat lokal. Masyarakat sipil mendorong dialog-dialog dengan pemerintah daerah dan program pembangunan lebih mencerminkan aspirasi masyarakat9.

Hasil penelitian yang dilakukan Sopanah dan Wahyudi pada tahun 2009 di Kota Malang, menunjukkan keterlibatan rakyat dalam mengawasi proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran masih sangat kecil (5%) sehingga sangat memungkinkan terjadinya distorsi pada saat penyusunan anggaran. Temuan yang sama dari hasil penelitian mengenai distorsi Penyusunan APBD adalah: 1) Proses penyusunan APBD Tahun

9

Lissa Okveransi Pakaya,dkk., Membangun Indonesia dari Daerah, Partisipasi Publik dan Politik Anggaran, (Yogyakarta: Percetakan Kanisius, 2007) hal. 96.


(2)

9

2009 Kota Malang banyak mengalami ketidaksesuaian dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan tidak taat pada peraturan perundang-undangan, tidak partisipatif, dan sulit diakses oleh publik. 2) Terjadinya distorsi dalam proses penyusunan APBD Kota Malang Tahun 2005.

Sementara itu ketidakefektifan partisipasi masyarakat dalam proses Penyusunan APBD di Kota Malang adalah: 1) Tidak adanya sosialisasi dari Pemerintah Daerah dan dari DPRD, 2) Mekanisme Musrenbang yang ditempuh hanya sekedar formalitas, dan 3) Kepedulian (kesadaran) dari masyarakat khususnya masyarakat menengah kebawah masih relatif kecil10. Civil society yang diberi tempat peraturan perundang-undangan untuk berperan aktif tidak diindahkan oleh negara. Negara melalui lembaga eksekutif (Kepala Daerah dan bawahannya) dan legisaltif (DPRD) mengendalikan dan mengarahkan kebijakan.

Penjelasan di atas menunjukkan adanya persoalan didalam relasi negara dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan APBD. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang Relasi Negara dan Masyarakat Sipil Dalam Penyusunan Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kota Malang. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan Sopanah dan Wahyudi (2009). Sopanah dan Wahyudi mengkaji keterlibatan masyarakat dalam penyusunan APBD pada konteks kegiatan musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang).

10

Sopanah dan Wahyudi, Studi Fenomenalogis: Menguak Partisipasi Masyarakat dalam Proses Penyusunan APBD, journal.uii.ac.id/index.php/JAAI/article/view/2249/2051, diakses 03 Januari 2013.


(3)

10

Penelitian ini akan mengkaji secara komprehensif tentang relasi negara dan masyarakat sipil pada aspek keterlibatan masyarakat pada kegiatan musrenbang, cara pandang pemerintah terhadap keterlibatan masyarakat dalam kegiatan musrenbang, posisi negara dan masyarakat sipil dalam penyusunan KUA dan PPAS, relevansi kegiatan musrenbang dengan KUA, PPAS dan APBD, mengkaji dampak hubungan negara dan masyarakat sipil terhadap postur APBD, serta mengkaji upaya-upaya masyarakat sipil dalam membangun kekuatan untuk mewujudkan APBD pro rakyat. Pada sisi output atau luaran penelitian, penelitian ini berorientasi pada pembuatan model sebagai acuan negara dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan APBD.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana Relasi

Negara dan Masyarakat Sipil (Civil Society) dalam Penyusunan

Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2013 Kota Malang di Era Demokrasi?

C. Tujuan Penelitian

Studi tentang politik anggaran dianggap menarik karena didalamnya terdapat relasi negara dan masyarakat sipil dalam memperjuangkan kepentingan politik masing-masing untuk dijadikan sebagai muatan kebijakan anggaran (APBN/APBD). Penelitian ini bertujuan


(4)

11

melakukan kajian relasi tersebut tersebut pada penyusunan kebijakan Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2013 Kota Malang di Era Demokrasi.

D. Manfaat Penelitian

Sebagai bagian dari produk politik, kebijakan APBD tidak lepas dari berbagai kepentingan politik stakeholder (eksekutif, legislatif, civil society). Oleh karena itu, penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif untuk pengembangan kebijakan anggaran menjadi terarah dan terkonsep sesuai peraturan berlaku yaitu kebijakan anggaran yang mencerminkan nilai keadilan, kepatutan, dan proposional.

Kontribusi (manfaat) penelitian di atas dapat dijelaskan berikut ini: (1) Sebagai model atau konsep melakukan pemetaan atau manajemen politik anggaran yang mencerminkan asas partisipatif, transparansi, persamaan, dan keadilan, (2) Sebagai konsep mewujudkan manajemen penyusunan kebijakan anggaran yang efektif dan efesien, dan (3) Sebagai model civil society khususnya untuk melakukan advokasi kebijakan APBD di Kota Malang.

E. Penegasan Istilah

Terdapat tujuh istilah penting yang terkait langsung dengan judul penelitian ini. Enam istilah yang dimaksud tersebut dapat dijelaskan definisinya berikut ini:


(5)

12

1. Negara. Negara didefinisikan sebagai institusi atau organisasi yang didalamnya memiliki institusi pemerintahan untuk menjalankan fungsi: pelayanan publik (public services), pemberdayaan (empowering), dan regulasi (regulation). Maka, untuk kepentingan penelitian ini, pemerintahan daerah yakni eksekutif dan legislatif daerah disebut sebagai negara.

2. Civil Society. Civil society atau di Indonesia diistilahkan sebagai masyarakat sipil, adalah organisasi masyarakat yang bergerak untuk mengimbangi dan mengontrol kekuatan negara dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan publik. Penelitian ini menggunakan civil society di Kota Malang yakni organisasi masyarakat yang bergerak pada advokasi kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

3. Kebijakan Anggaran. Kebijakan anggaran adalah bagian dari kebijakan publik yang dirumuskan bersama oleh eksekutif, legislatif, dan vicil society. Karena bagian dari kebijakan publik, maka kebijakan anggaran dibuat untuk melayani dan membiayai kehidupan bersama atau kehidupan publik, bukan kehidupan orang seorang atau golongan. Definisi tersebut dirumuskan berdasarkan pengertian kebijakan publik menurut Rian Nugroho (2006, 25), “..Kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama atau kehidupan publik, bukan orang seorang atau golongan….”.

4. Relasi Politik. Relasi politik didefinisikan sebagai relasi atau hubungan antar stuktur politik dalam menjalankan peran dan fungsi politik


(6)

masing-13

masing dengan tujuan mencapai konsensus atau keputusan yang syah (legitimasi).