BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Legitimasi
Teori legitimasi adalah suatu kondisi atau status yang ada ketika suatu sistem nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem social yang lebih
besar dimana perusahaan merupakan bagiannya Ghozali dan Cariri, 2007:411. Legitimasi merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam rangka
mengembangkan perusahaan kedepan. Hal tersebut dapat dijadikan upaya untuk memposisikan diri ditengah lingkungan masyarakat yang semakin maju.
Legitimasi mencerminkan sebagai sesuatu yang diinginkan perusahaan dari masyarakat. Dengan kata lain, legitimasi merupakan manfaat atau sumber daya
potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup going concern O’Donovan, dalam Nor Hadi. 2011:87.
Apabila dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak, teori legitimasi sangat berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Teori legitimasi merupakan
suatu kondisi nilai perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar dimana perusahaan merupakan bagiannya. Kepatuhan wajib pajak saat
membayar pajak hotel, wajib pajak harus taat dan mengikuti sistem dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Dengan dikeluarkannya kebijakan
tersebut pemerintah berharap wajib pajak mengikuti dan mentaati kebijakan yang telah dikeluarkan dan juga diharapkan wajib pajak dapat menyadari kewajibannya
sebagai warga negara yaitu secara sukarela dalam membayar pajak. Hal tersebut
11
dikarenakan secara tidak langsung, dampak daripada pajak tersebut akan dirasakan oleh wajib pajak itu sendiri dalam hal ini pembangunan nasional
misalnya.
2.1.2 Pengertian Pajak
Menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan Tata Cara
Perpajakan, pajak merupakan kontribusi wajib negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU dengan tidak mendapat balas
jasa secara langsung dan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Pajak adalah iuran yang dikeluarkan oleh masyarakat kepada pemerintah yang
berdasarkan pada undang-undang penetapan pajak yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran pemerintah Mardiasmo 2011:1.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak
untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
12
2.1.3 Fungsi Pajak
Fungsi pajak menurut Sambodo 2015:7: 1 Fungsi Budgeter
Fungsi budgeter yaitu sebagai sumber dana bagi negara. Dengan pajak digunakan sebagai alat untuk memasukan uang sebesar-besarnya kedalam
dalam kas negara sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku untuk dapat membiayai pengeluaran negara.
2 Fungsi Reguler mengatur Fungsi ini sebagai alat mengatur atau melaksanakan kegiatan pemerintah
di bidang sosial dan ekonomi. 3 Fungsi Distribusi
Maksud dari fungsi ini pajak dapat digunakan sebagai alat pemerataan penghasilan. Pajak dipungut dari masyarakat yang mempunyai
penghasilan lebih. Hasil dari pemungutan pajak tersebut kemudian digunakan untuk membangun fasilitas umum yang dapat dinikmati oleh
seluruh lapisan masyarakat. 4 Fungsi Stabilisasi
Dengan adanya pajak, pemerintah menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabisisasi harga sehingga inflasi dapat dekendalikan.
Hal ini bisa dilakukan dengan mengatur peredaran uang di masyarakat. Selain itu pemerintah juga melakukan stabilisasi sebagai pencipta
lapangan kerja.
13
5 Fungsi Demokrasi Fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong, termasuk
kegiatan pemerintah dalam pembangunan nasional. Jika pajak telah berjalan dengan baik maka timbal balik yang dirasakan masyarak,
pemerintah akan memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
2.1.4 Syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo 2011:2, untuk menghindari hambatan atau perlawanan, pemungutan pajak wajib memenuhi beberapa syarat-syarat sebagai
berikut: 1 Syarat Keadilan
Demi tercapainya keadilan, pelaksana dan undang-undang harus adil. Adil dalam pelaksanaan yaitu memberikan hak bagi wajib pajak apabila ingin
mengajukan keberatan, mengajukan banding atau mengajukan penundaan dalam pembayaran kepada Majelis Pertimbangan Pajak. Sedangkan, adil
dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara merata dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
2 Syarat Yuridis Memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan bagi bagi warga
maupun negaranya sesuai UUD 1945 pasal 23 ayat 2. 3 Syarat Ekonomis
Agar tidak menimbulkan kelesuan perekonomian di masyarakat, pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan
perdagangan maupun produksi.
14
4 Syarat Finansiil Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 5 Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana yang dimaksud hal ini yaitu sistem pemungutan yang sederhana sehingga dapat mendorong dan memudahkan
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 4 yaitu Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton 2011:3:
1 Official Assessment System yakni sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak fiskus untuk menentukan besarnya
pajak yang harus dibayar pajak yang terutang oleh seseorang. 2 Semi Self Assessment System yakni suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada fiskus dan wajib pajak untuk menentukan besarnya utang pajak.
3 Self Assessment System yakni sistem pemungutan pajak yang saat ini diterapkan di indonesia. Self Assessment System merupakan suatu sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan
sendiri besarnya utang pajak.
15
4 Witholding System yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotongmemungut besarnya
pajak yang terutang.
2.1.6 Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi kemakmuran rakyat.
2.1.7 Jenis Pajak Daerah
Di Indonesia, pajak digolongkan berdasarkan tingkatan pemerintahan yaitu pajak daerah tingkat I Provinsi dan pajak daerah tingkat II Kabupaten Kota.
Selanjutnya, UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengklasifikasikan pajak daerah menurut wilayah pemungutan pajaknya
diantaranya: 1 Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Provinsi:
1 Pajak Kendaraan Bermotor. 2 Pajak Air Permukaan.
3 Pajak Rokok. 4 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
5 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
16
2 Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Kabupaten Kota: 1 Pajak Hotel.
2 Pajak Restoran. 3 Pajak Penerangan Jalan.
4 Pajak Reklame. 5 Pajak Hiburan.
6 Pajak Parkir. 7 Pajak Air Tanah.
8 Pajak Sarang Burung Walet. 9 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
10Pajak Bumi dan Bangunan. 11Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2.1.8 Pajak Hotel
Menurut Undang-undang no. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah, pajak hotel adalah pajak yang dikenakan kepada penyedia fasilitas penyedia jasa
penginapanperistirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata,
pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 sepuluh.
2.1.9 Obyek Pajak Hotel
Obyek pajak hotel merupakan pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang
17
sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
2.1.10 Subyek dan Wajib Pajak Hotel
1 Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan daerah.
2 Subyek pajak hotel adalah wajib pajak orang pribadi atau badan yang menyediakan jasa penginapanperistirahatan termasuk jasa terkait lainnya
dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan
sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 sepuluh.
2.1.11 Kesadaran Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kesadaran adalah keadaan tahu, mengerti, dan merasa. Kesadaran untuk mematuhi ketentuan hukum pajak yang
berlaku tentu menyangkut faktor–faktor apakah ketentuan tersebut telah diketahui, diakui, dihargai, dan ditaati. Bila seseorang hanya mengetahui berarti kesadaran
wajib pajak tersebut masih rendah. Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan
perpajakan dengan benar dan sukarela. Pengetahuan dan pemahaman tentang perpajakan sangat penting karena dapat membantu wajib pajak dalam mematuhi
aturan perpajakan. wajib pajak harus melaksanakan aturan itu dengan benar dan
18
sukarela. Jadi berdasarkan pernyataan tersebut, dapat di simpulkan bahwa suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, mengakui, menghargai dan menaati
ketentuan perpajakan yang berlaku serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk memenuhi kewajiban pajaknya.
Menurut Manik Asri 2009 Wajib pajak dikatakan memiliki kesadaran apabila telah sesuai dengan hal-hal berikut:
1 Mengetahui adanya Undang-Undang dan ketentuan perpajakan. 2 Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara.
3 Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4 Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan negara. 5 Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan sukarela.
6 Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.
2.1.12 Kualitas Pelayanan
Pelayanan dapat dikatakan berkualitas apabila Jika jasa yang diterima atau dirasakan perceived service sesuai dengan yang diharapkan, maka
kualitas pelayanan
dipersepsikan baik dan memuaskan, jika jasa yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik dan
berkualitas. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Menurut Fuadi dan
Yenni 2013, pelayanan dalam sektor pajak adalah pelayanan yang diberikan oleh pemungut pajak dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak
19
dalam memenuhi kewajibannya. Pelayanan termasuk pelayanan publik karena dijalankan oleh pemerintah dan tidak berorientasi pada profit.
Menurut Prabawa dan Naniek 2012, kualitas pelayanan dapat diukur melalui indikator-indikator kualitas pelayanan diantaranya:
1 Tangibles Bukti Langsung Pelanggan melihat langsung keadaan fisik fasilitas yang mendukung
kinerja perpajakan seperti sarana komunikasi dan sistem. 2 Reliability Keandalan
Pelanggan dapat merasakan kemampuan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang diharapkan.
3 Assurance Jaminan Kepastian Perusahaan memberikan rasa percaya, keramahan, kesopanan terhadap
janji yang dikemukakan kepada pelanggan sehingga hal tersebut berdampak pada kepercayaan para pelanggan terhadap perusahaan.
Kepercayaan juga mencakup pengetahuan dan keahlian karyawan. 4 Responsivenees Ketanggapan
Pelanggan merasakan adanya kemampuan yang tanggap saat diberikan pelayanan seperti sikap simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.
5 Emphaty Empati Berupaya memahami keinginan pelanggan dengan cara memberikan
perhatian yang tulus dan lebih peduli meliputi kesediaan karyawan dan pengusaha untuk memberikan perhatian secara pribadi.
20
2.1.13 Sanksi Pajak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sanksi adalah tanggungan tindakan, hukuman, dan sebagainya untuk memaksa orang menepati perjanjian
atau menaati ketentuan perundang-undangan. Sanksi perpajakan merupakan alat pencegah wajib pajak melanggar norma perpajakan Suandy, 2011:165.
Dalam undang-undang perpajakan, ada dua jenis sanksi yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat dijatuhkan apabila
Wajib Pajak melakukan pelanggaran, terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan UU KUP. Sanksi yang dijatuhkan dapat berupa sanksi administrasi bunga, denda dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana dapat
dijatuhkan berupa hukuman kurungan dan hukuman penjara Rahayu, 2010:13. Menurut Resmi 2008:71, sanksi perpajakan terjadi karena adanya pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan. Semakin besar kesalahan yang dilakukan maka semakin besar pula sanksi yang dijatuhkan. Contoh pelanggaran
yang sering dilakukan adalah keterlambatan dalam membayar pajak, kurang bayar dan kesalahan dalam pengisian SPT. Melalui pemberian sanksi, wajib pajak akan
memandang bahwa sanksi lebih banyak merugikannya sehingga wajib pajak lebih memilih memenuhi kewajiban perpajakannya Nugroho, 2006.
2.1.14 Pemahaman Peraturan Perpajakan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah perbuatan manusia untuk mengathui suatu objek tertentu yang dapat berwujud barang-
barang baik lewat indera maupun lewat akal. Sedangkan menurut Mamang dan
21
Sopiah 2010, pengetahuan merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, dan berpikir yang menjadi dasar seseorang dalam bersikap dan bertindak. Dari uraian
di atas maka dapat disimpulkan bahwa wajib pajak lebih bersedia untuk mematuhi aturan dan ketentuan yang berlaku jika mereka memahami konsep dasar
perpajakan. Apabila WP memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tata cara pembayaran pajak, maka semua ketentuaan pemenuhan kewajiban perpajakan
dapat dilakukan dengan baik oleh Wajib Pajak Ekawati dan Endro, 2008. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa wajib pajak lebih bersedia untuk
mematuhi aturan dan ketentuan yang berlaku jika mereka memahami konsep dasar perpajakan.
2.1.15 Kepatuhan Perpajakan
Menurut Safri Nurmanto dalam Siti Kurnia Rahayu 2010:138 mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Pemenuhan kewajiban perpajakan yang
dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan yang diharapkan di dalam pemenuhannya diberikan secara
sukarela. Kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut
sistem Self Asessment
di mana dalam prosesnya secara mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk
memperhitungkan, membayar dan melaporkan kewajiban pajaknya. Menurut Prabawa dan Naniek 2012, kepatuhan wajib pajak dapat dilihat dari beberapa
ciri-ciri sebagai berikut:
22
1 Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami ketentuan Peraturan perundang-undangan perpajakan.
2 Mengisi formulir pajak dengan tepat. 3 Menghitung pajak dengan jumlah yang benar.
4 Melakukan pembayaran pada waktunya. Menurut Puspitasari dan Supriyati 2015, terdapat dua macam kepatuhan wajib
pajak yaitu: 1 Kepatuhan formal adalah suatu keadaan ketika wajib pajak memenuhi
kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.
2 Kepatuhan material adalah suatu keadaan ketika wajib pajak memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa undang-
undang perpajakan. Kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal.
2.2 Pembahasan Penelitian sebelumnya