Bioekologi Cacing Tanah Pheretima darnleiensis

BIOEKOLOGI CACING TANAH
Pheretima darnleiensis

ANDY DARMAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Bioekologi Cacing Tanah
Pheretima darnleiensis adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2010
Andy Darmawan

NIM G352080081

ABSTRACT
ANDY DARMAWAN. Bioecology of Earthworm Pheretima darnleiensis.
Supervised by RIKA RAFFIUDIN and TRI HERU WIDARTO.
Pheretima darnleiensis is a native earthworm in Southeast Asia, India,
Japan, and Indonesia, however there is lack of study on P. darnleiensis.
Determining the characteristics of P. darnleiensis and the ecology surrounding its
habitat is needed in order to culture the earthworm. Hence, this study was aimed
to study the structure of several organs and morphological characters that can be
used to identify P. darnleiensis and its habitat condition. Earthworms were
collected in a plot of 100 x 100 x 20 cm in 10 locations and were identified. The
structure of P. darnleiensis organs was studied histologically using paraffin.
Pheretima darnleiensis did not have diverticula and stalked gland on copulatory
pouches, nephridia occurred on bithecate spermatheca, and the first spermathecal
pores were at segment 4/5. Based on this study, the highest population of P.
darnleiensis was found in an area containing abundance of other earthworm
species at 15 individuals/m2, plant cover at 25.00%, soil arthropods at 16.32
individuals/kg fresh soil, abiotic component cover at 78.50%, soil temperature at
27.42 ± 1.01 oC, soil pH at 5.77 ± 0.53, soil moisture at 19.83 ± 9.92%, organic

carbon at 3.39%, N at 0.29%, P at 286.80 ppm, K at 500.00 ppm, sand at 28.76%,
silt at 38.74%, and clay at 32.50%. Silt fraction could be considered as one of
factors influencing P. darnleiensis abundance.
Keywords: P. darnleiensis, habitat, histology, abundance

RINGKASAN
ANDY DARMAWAN. Bioekologi Cacing Tanah Pheretima darnleiensis.
Dibimbing oleh RIKA RAFFIUDIN dan TRI HERU WIDARTO.
Cacing tanah merupakan hewan yang memiliki banyak manfaat, misalnya
dapat digunakan sebagai obat, agen dekomposisi, atau bahan makanan. Penelitian
mengenai cacing tanah dan cara membudidayakannya di Indonesia selama ini
banyak menggunakan cacing Eropa seperti Eisenia dan Lumbricus, sementara itu
Pheretima darnleiensis sebagai cacing lokal Indonesia belum banyak diteliti.
Untuk membudidayakan P. darnleiensis, perlu diketahui karakter yang menjadi
ciri identifikasi dan ekologinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
mengenai bioekologi P. darnleiensis. Aspek yang dipelajari meliputi karakter
morfologi yang dapat menjadi ciri identifikasi P. darnleiensis, serta kondisi
lingkungan tempat ditemukannya P. darnleiensis.
Sampling dilakukan pada sepuluh lokasi di sekitar kampus IPB Darmaga
Kabupaten Bogor dan Baranangsiang Kotamadya Bogor. Plot berukuran sekitar

100 x 100 cm dengan kedalaman 20 cm dibuat pada tiap lokasi. Seluruh cacing
dikoleksi dengan cara menggali menggunakan sekop.
Identifikasi P. darnleiensis dilakukan dengan mengamati karakter eksternal
dan internalnya. Karakter eksternal diamati secara langsung ataupun dengan
mikroskop stereo. Organ-organ internal yang diamati adalah sekum, spermateka,
dan kantong kopulasi. Organ tersebut diamati dengan mikroskop stereo.
Pengamatan histologi P. darnleiensis dilakukan dengan metode sayatan
menggunakan parafin. Jaringan P. darnleiensis difiksasi dengan FAAC, diwarnai
dengan haematoksilin-eosin, lalu ditutup dengan entellan. Identifikasi dan
pembuatan preparat jaringan P. darnleiensis dilakukan di Laboratorium
Mikroteknik bagian Fungsi dan Perilaku Hewan Departemen Biologi FMIPA IPB.
Ekologi P. darnleiensis dipelajari dengan mengamati kondisi biotik maupun
abiotik lingkungannya. Kondisi biotik yang dipelajari meliputi jumlah cacing
yang ditemukan bersama dengan P. darnleiensis, persen tutupan tumbuhan, dan
jumlah artropoda tanah yang ditemukan pada lokasi sampling. Seluruh cacing
yang dikoleksi diawetkan dalam alkohol 70% untuk diidentifikasi hingga tingkat
genus, kecuali cacing Pheretima diidentifikasi hingga tingkat spesies. Persen
tutupan tumbuhan ditentukan dengan menghitung luas lokasi sampling pada tiap
lokasi yang tertutup tumbuhan. Seluruh tumbuhan yang terdapat di lokasi
pengamatan diidentifikasi hingga tingkat ordo. Jumlah artropoda pada tiap lokasi

dihitung dalam 250 gram tanah segar menggunakan saluran Tullgren. Artropoda
yang dikoleksi diidentifikasi hingga tingkat ordo.
Kondisi abiotik yang dipelajari meliputi persen tutupan komponen abiotik
(seperti puing, batu, dan plastik), temperatur, pH, kelembaban tanah, karbon
organik, nitrogen, fosfat, kalium, dan tekstur tanah. Persen tutupan komponen
abiotik ditentukan dengan menghitung luas lokasi sampling pada tiap lokasi yang
tertutup komponen abiotik dengan menggunakan meteran. Rata-rata temperatur
tanah pada tiap plot diukur dengan menggunakan termometer tanah pada lima
titik, yaitu di empat titik sudut dan satu di titik tengah plot. Pengukuran pH tanah
dan kelembaban tanah dilakukan dengan menggunakan soil pH & moisture tester
pada lima titik pada tiap plot, yaitu di empat titik sudut dan satu di titik tengah.

Analisis karbon organik, nitrogen, fosfat, kalium, dan tekstur tanah dilakukan di
Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas
Pertanian IPB. Karbon organik dianalisis dengan metode Walkley-Black, nitrogen
dengan metode Kjeldahl, fosfat dan kalium dengan metode spektrofotometri, dan
tekstur dengan metode pipet.
Analisis komponen utama dilakukan untuk menentukan variabel yang
berpengaruh terhadap keberadaan P. darnleiensis. Hubungan antarvariabel
dianalisis dengan korelasi Pearson. Analisis data dilakukan dengan program R

2.4.0.
Cacing yang dikoleksi dari sepuluh lokasi terdiri atas empat genus, yaitu
Amynthas, Metaphire, Pheretima, dan Pontoscolex. Genus Pheretima memiliki
tubuh silindris dengan warna keseluruhan tubuh gelap dengan bagian dorsal lebih
gelap daripada bagian ventral, banyak seta tersebar per segmen (sekitar 40 pada
segmen 13), sekum pada segmen 27, terdapat kantong kopulasi, dan memiliki
nefridia pada spermateka. Sementara itu, spesies P. darnleiensis memiliki kantong
kopulasi tanpa divertikula dan kelenjar bertangkai, posisi spermateka bithecate,
dan lubang spermateka pertama pada segmen 4/5.
Klitelum P. darnleiensis memiliki lapisan kelenjar mukus, kelenjar
pensekresi kokon, dan kelenjar pensekresi albumin. Faring bagian dalam P.
darnleiensis tersusun atas epitel kolumnar bersilia, pada lambungnya terdapat
lapisan kutikula yang tebal, dan tiflosol P. darnleiensis berbentuk lurus. Pembuluh
darah dorsal P. darnleiensis lebih tebal daripada pembuluh darah ventralnya.
Ganglion serebral P. darnleiensis terdiri atas serabut saraf dan sel saraf, pada tali
sarafnya terdapat serabut kasar. Sperma dewasa ditemukan pada spermateka P.
darnleiensis, sedangkan pada vesikula seminalis ditemukan sperma dewasa dan
muda serta Monocystis. Prostat P. darnleiensis berbentuk racemose.
Pheretima darnleiensis dikoleksi pada lima dari sepuluh lokasi pengamatan,
yaitu di lokasi 3, 4, 5, 8, dan 9 sebanyak masing-masing satu individu kecuali

pada lokasi 5 sebanyak tujuh individu. Kondisi lingkungan lokasi yang terdapat P.
darnleiensis dibandingkan dengan lokasi tanpa P. darnleiensis (1, 2, 6, 7, dan 10)
menggunakan uji t. Nilai-nilai variabel antara lokasi dengan P. darnleiensis dan
lokasi tanpa P. darnleiensis tidak berbeda signifikan.
Jumlah P. darnleiensis paling banyak pada lokasi 5, yaitu sebanyak tujuh
individu. Pada lokasi ini dikoleksi cacing lain sebanyak 15 individu/m2, yaitu
Amynthas, Metaphire, Pontoscolex, dan cacing juvenil berturut-turut sebanyak 6,
4, 1, dan 4 individu. Lokasi 5 juga tertutup tumbuhan sebanyak 25.00%
(Glumiflorae 22.00% dan Spathiflorae 3.00%). Artropoda yang terdapat pada
lokasi 5 dalam tiap kilogram tanah segar antara lain Colembola, Hymenoptera
(Fomicidae), Diplura, Isopoda, Parasitiformes, dan Acariformes, masing-masing
sebanyak 2.04 individu kecuali Hymenoptera sebanyak 6.12 individu. Tutupan
komponen abiotik pada lokasi 5 sebesar 78.50%, temperatur tanah 27.42 ± 1.01
o
C, pH tanah 5.77 ± 0.53, kelembaban tanah 19.83 ± 9.92%, C organik = 3.39%,
N = 0.29%, P = 286.80 ppm, K = 500.00 ppm, fraksi pasir 28.76%, debu 38.74%,
dan liat 32.50%. Seluruh nilai variabel pada lokasi 5 dibandingkan dengan nilai
variabel pada lokasi lainnya dengan standar deviasi. Nilai-nilai variabel pada
lokasi 5 tidak berbeda dengan lokasi lainnya kecuali pada fraksi debu. Pada lokasi
5 fraksi debu memiliki nilai paling tinggi dibandingkan lokasi lainnya.


Biplot analisis komponen utama variabel dan lokasi penelitian menunjukkan
P. darnleiensis berada dekat dengan lokasi 5. Hal ini sejalan dengan kelimpahan
P. darnleiensis yang paling tinggi pada lokasi 5. Variabel yang terletak dekat
dengan lokasi 5 adalah tutupan tumbuhan dan fraksi debu. Tutupan tumbuhan dan
kelimpahan P. darnleiensis memiliki nilai korelasi tidak signifikan sebesar 0.14
sedangkan fraksi debu dan kelimpahan P. darnleiensis memiliki nilai korelasi
signifikan sebesar 0.82.
Berdasarkan hasil penelitian ini, karakter yang dapat menjadi ciri
identifikasi P. darnleiensis adalah memiliki tubuh silindris dengan warna
keseluruhan tubuh gelap dengan bagian dorsal lebih gelap daripada bagian ventral
dan banyak seta tersebar per segmen (sekitar 40 pada segmen 13). Sekum P.
darnleiensis terletak pada segmen 27. Pada dasar prostat P. darnleiensis terdapat
kantong kopulasi tanpa divertikula dan kelenjar bertangkai. Pada spermateka
terdapat nefridia, posisi spermateka bithecate, dan lubang spermateka pertama
pada segmen 4/5.
Berdasarkan penelitian ini, P. darnleiensis paling banyak dikoleksi pada
kondisi lingkungan terdapat 15 individu cacing lain/m2, tutupan tumbuhan
25.00%, artropoda tanah 16.32 individu/kg tanah segar, tutupan komponen abiotik
78.50%, temperatur tanah 27.42 ± 1.01 oC, pH tanah 5.77 ± 0.53, kelembaban

tanah 19.83 ± 9.92%, C organik = 3.39%, N = 0.29%, P = 286.80 ppm, K =
500.00 ppm, fraksi pasir 28.76%, debu 38.74%, dan liat 32.50%. Fraksi tanah
debu merupakan komponen yang berpengaruh terhadap kelimpahan P.
darnleiensis.
Kata kunci: P. darnleiensis, habitat, histologi, kelimpahan

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

BIOEKOLOGI CACING TANAH
Pheretima darnleiensis

ANDY DARMAWAN


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas berkat-Nya sehingga
tulisan ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Rika
Raffiudin, M.Si. dan Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc. selaku pembimbing, dan juga
Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si. selaku penguji atas sarannya. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar Biosains Hewan
Departemen Biologi FMIPA IPB atas diskusi dan dukungannya, juga kepada Pak

Hari Nugroho selaku staf LIPI Cibinong atas bimbingannya. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada Mbak Tini, Mbak Ani, Pak Nunu, Pak Heri, dan Pak Adi
selaku laboran bagian Fungsi dan Perilaku Hewan Biologi FMIPA IPB, Pak
Suparman selaku laboran bagian Taksonomi Tumbuhan, Bu Iko di departeman
tanah, seluruh teman, dan orang tua penulis atas dukungannya. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2010
Andy Darmawan

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 31 Mei 1985 sebagai putra dari
Suhandi Darmawan dan Lita Wijaya. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Mardi
Yuana Sukasari dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur USMI. Penulis memilih Fakultas MIPA dan lulus tahun 2007
sebagai lulusan terbaik pada periode tersebut. Selama menjadi mahasiswa, penulis
pernah menjadi asisten mata kuliah Mikroteknik pada tahun 2007 dan
melaksanakan praktik lapang di bagian forensik PMI Bogor pada tahun 2006.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian .............................................................................. 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 2
2 KARAKTER MORFOLOGI DAN HISTOLOGI Pheretima darnleiensis
Pendahuluan ................................................................................................... 3
Bahan dan Metode ......................................................................................... 4
Hasil ............................................................................................................... 6
Pembahasan ................................................................................................. 14
Simpulan ...................................................................................................... 21
3 EKOLOGI Pheretima darnleiensis
Pendahuluan ................................................................................................. 22
Bahan dan Metode ....................................................................................... 24
Hasil ............................................................................................................. 27
Pembahasan ................................................................................................. 35
Simpulan ...................................................................................................... 39
4 PEMBAHASAN UMUM .................................................................................. 40
5 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43
LAMPIRAN .......................................................................................................... 47

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jumlah cacing yang dikoleksi dari lokasi koleksi empat genus cacing .............. 7
2 Perbandingan warna, aktivitas, dan panjang cacing yang dikoleksi ................... 7
3 Koordinat dan deskripsi lokasi koleksi empat genus cacing di kampus IPB
Darmaga Kabupaten Bogor dan kampus IPB Baranangsiang Kotamadya
Bogor ................................................................................................................. 28
4 Karakter biotik dan abiotik lokasi koleksi empat genus cacing ........................ 29
5 Tumbuhan yang terdapat di lokasi koleksi empat genus cacing ....................... 30
6 Artropoda tanah yang terdapat di lokasi koleksi empat genus cacing .............. 31
7 Kisaran temperatur, pH, dan kelembaban tanah lokasi koleksi empat genus
cacing ................................................................................................................ 31
8 Nilai korelasi log antarvariabel pada sepuluh lokasi koleksi empat genus
cacing ................................................................................................................ 34

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Empat genus cacing yang dikoleksi .................................................................. 7
2 Karakter eksternal P. darnleiensis .................................................................... 8
3 Karakter internal P. darnleiensis....................................................................... 9
4 Sekum, kantong kopulasi, spermateka, dan gambaran skematik
spermateka dengan nefridia P. darnleiensis ...................................................... 9
5 Fotomikrograf dinding tubuh P. darnleiensis ................................................. 10
6 Faring dan lambung P. darnleiensis................................................................ 11
7 Fotomikrograf saluran pencernaan P. darnleiensis......................................... 11
8 Fotomikrograf sistem sirkulasi P. darnleiensis............................................... 12
9 Fotomikrograf nefridia P. darnleiensis ........................................................... 12
10 Fotomikrograf sistem saraf P. darnleiensis .................................................... 13
11 Fotomikrograf organ reproduksi P. darnleiensis ............................................ 13
12 Diagramatik sayatan melintang Lumbricus ..................................................... 19
13 Saluran Tullgren untuk mengekstraksi artropoda tanah ................................. 26
14 Biplot analisis komponen utama variabel dan lokasi penelitian ..................... 33
15 Gambar skematik lokasi lubang jantan Pontoscolex corethrurus ................... 48
16 Lokasi lubang jantan P. darnleiensis .............................................................. 48
17 Gambar skematik seta Pontoscolex corethrurus ............................................. 48
18 Gambar skematik seta P. darnleiensis ........................................................... 49
19 Kantong kopulasi P. darnleiensis dan gambar skematiknya .......................... 49
20 Prostat Amynthas dan gambar skematiknya .................................................... 49
21 Spermateka P. darnleiensis dan gambar skematiknya .................................... 49
22 Spermateka Metaphire dan gambar skematiknya ........................................... 50

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Cacing tanah merupakan cacing terrestrial yang tersebar luas di bumi,
kecuali pada lingkungan ekstrim seperti gurun, salju, dan es (Stephenson 1930).
Cacing tanah secara umum memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah
menyuburkan tanah dan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran tanah
(Edwards 2004), bahan makanan (Simanjuntak & Walujo 1982), obat (Mihara et
al. 1992; Hong et al. 2007), atau agen dekomposisi (Ndegwa et al. 2000; Arancon
et al. 2003; Aira et al. 2007). Selain itu, keberadaan cacing dapat meningkatkan
kandungan auksin dan sitokinin dalam tanah (Krishnamoorthy & Vajranabhaiah
1986). Kasting cacing banyak mengandung unsur hara yang siap tersedia bagi
tanaman dan aktivitas menggali cacing dapat memperbaiki tata udara tanah
sehingga infiltrasi udara menjadi lebih baik dan mudah ditembus akar
(Hardjowigeno 2007). Pheretima darnleiensis juga diperkirakan memiliki potensi
seperti cacing tanah pada umumnya, namun penelitian mengenai manfaat P.
darnleiensis belum pernah dilakukan.
Pheretima endemik di Asia Tenggara, termasuk India Timur dan Jepang
(Stephenson 1930). Sims & Easton (1972) mengoleksi spesies P. darnleiensis di
Borneo. Stephenson (1930) mengelompokkan P. darnleiensis ke dalam ordo
Oligochaeta,

subordo

Neooligochaeta,

famili

Megascolecidae,

subfamili

Megascolecinae, genus Pheretima, spesies P. darnleiensis.
Pheretima darnleiensis sebagai cacing lokal di Indonesia belum banyak
diteliti. Budidaya cacing di Indonesia umumnya menggunakan cacing Eropa
Lumbricus dan Eisenia. Untuk membudidayakan P. darnleiensis, diperlukan data
mengenai bioekologinya (aspek biologi dan ekologi). Maka, perlu dilakukan
penelitian mengenai bioekologi P. darnleiensis. Dalam penelitian ini, aspek
biologi yang dipelajari adalah karakteristik morfologi dan histologi yang dapat
menjadi ciri identifikasi P. darnleiensis. Identifikasi diperlukan untuk memastikan
spesies P. darnleiensis dalam membudidayakannya. Aspek ekologi yang
dipelajari meliputi kondisi lingkungan tempat hidup P. darnleiensis sehingga
dalam membudidayakannya dapat dibuat kondisi lingkungan yang cocok.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari (1) karakter morfologi dan
histologi yang dapat menjadi ciri identifikasi P. darnleiensis, serta (2) kondisi
lingkungan tempat ditemukannya P. darnleiensis. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menggali potensi P. darnleiensis untuk dimanfaatkan dan dibudidayakan.

Manfaat Penelitian
Kemampuan mengidentifikasi P. darnleiensis dapat bermanfaat dalam
pemeliharaan untuk memastikan spesies cacing yang dibudidayakan. Data
mengenai kondisi habitat tempat ditemukannya P. darnleiensis dapat digunakan
untuk membuat kondisi lingkungan yang nyaman dalam membudidayakannya.

2 KARAKTER MORFOLOGI DAN HISTOLOGI
Pheretima darnleiensis
PENDAHULUAN
Dalam membudidayakan cacing tanah diperlukan penentuan spesies cacing
yang dipelihara. Oleh karena itu, cara untuk mengidentifikasi cacing tanah
penting untuk diketahui. Untuk mengidentifikasi cacing tanpa mematikannya
dapat dilakukan dengan mengamati karakter eksternalnya, seperti bentuk tubuh,
warna tubuh, posisi seta, dan posisi lubang genital, namun identifikasi cacing
tanah secara pasti hingga famili hanya dapat dilakukan dengan melakukan
pembedahan dan mengamati karakter morfologi yang menjadi ciri identifikasi,
seperti sekum, kantong kopulasi, dan spermateka (Sims & Easton 1972).
Cacing epigeik seperti Pheretima umumnya lebih kecil dan berwarna lebih
gelap daripada cacing anekik atau endogeik (Edwards & Bohlen 1996). Karakter
eksternal genus Pheretima memiliki tubuh silinder dengan banyak seta yang
tersusun melingkar tiap segmen. Klitelum berbentuk cincin terdapat di segmen
14–16. Lubang jantan sepasang, kadang-kadang hanya satu, terletak di satu sisi,
bukaan lubang di segmen 18 (kadang di segmen 19 atau tidak terlihat). Lubang
betina satu di segmen 14. Lubang spermateka kecil (kadang besar), biasanya
berpasangan (bithecal), kadang satu di satu sisi (monothecal) pada segmen 4/5–
8/9. Tanda genital ada atau tidak ada, di sebelah lubang jantan atau lubang
spermateka, atau keduanya. Testis berpasangan pada segmen 10 dan 11.
Sementara itu, karakter internal genus Pheretima yaitu memiliki vesikula
seminalis berpasangan pada segmen 11 dan 12. Ovari berpasangan pada segmen
13. Spermateka berpasangan di segmen 5–9, kadang-kadang hanya pada satu sisi,
atau tidak ada. Kantong kopulasi jarang ada. Kelenjar prostat berbentuk racemose,
kadang satu pada satu sisi, atau tidak ada. Ada atau tidaknya kelenjar genital
bergantung pada ada atau tidaknya tanda genital. Lambung pada segmen 7/8 dan
9/10. Kantong esofagus tidak ada. Intestinum biasanya dimulai dari segmen 15,
kadang 14 atau 16. Sekum dimulai dari segmen 27 (kadang 24). Lubang dorsal
dimulai dari segmen 12/13, kadang-kadang dari 11/12 atau 13/14. Septa tidak ada

4
di segmen 8/9 dan 9/10. Jantung berpasangan di segmen 11–13 dan satu di
segmen 10. Tubula nefridial tidak ada (Ishizuka 1999).
Penelitian mengenai histologi P. darnleiensis belum pernah dilakukan.
Penelitian mengenai histologi cacing tanah pernah dilakukan oleh Coggeshall
(1966) dan Hama (1959, 1960). Coggeshall (1966) mempelajari lapisan epidermis
Lumbricus terrestris dan menyatakan lapisan tersebut terdapat di bawah lapisan
kutikula dan memiliki ketebalan 50–70 µm. Hama (1959) menyatakan serabut
kasar Eisenia foetida diselubungi lapisan Schwann, sedangkan Hama (1960)
mempelajari pembuluh darah pada Eisenia foetida dan mendapati adanya lapisan
otot sikular dan longitudinal pada pembuluh darah dorsal dan ventral.
Penentuan spesies P. darnleiensis dalam membudidayakannya sangat
penting, akan tetapi belum ada penelitian mengenai karakter morfologi dan
histologi P. darnleiensis, maka penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian ini
bertujuan mempelajari karakter morfologi dan histologi yang dapat menjadi ciri
identifikasi P. darnleiensis. Data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
untuk melakukan identifikasi terhadap P. darnleiensis.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian mengenai karakter morfologi dan histologi P. darnleiensis
dilakukan dari bulan Oktober 2009–Januari 2010. Identifikasi dan pengamatan
histologi P. darnleiensis dilakukan di Laboratorium Mikroteknik bagian Fungsi
Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk melakukan identifikasi P. darnleiensis adalah
mikroskop stereo, gunting bedah, jarum, pinset, lilin, dan cawan petri. Bahan yang
digunakan untuk melakukan identifikasi P. darnleiensis adalah alkohol 70% dan
akuades.
Alat yang digunakan untuk mempelajari histologi P. darnleiensis adalah
tabung 0.5 ml, oven parafin, mikrotom putar, pisau mikrotom, hot plate, kaca

5
preparat, kaca tutup, mikroskop, dan fotomikroskop. Bahan yang digunakan
dalam proses pembuatan sayatan P. darnleiensis adalah FAAC, alkohol seri (30,
50, 70, 80, 95, dan 100%), xilol, parafin, albumin, akuades, haematoksilin Ehrlich,
eosin 1%, air, dan entellan.

Identifikasi P. darnleiensis
Seluruh cacing yang didapatkan dari lokasi penelitian diawetkan dalam
alkohol 70%. Cacing diidentifikasi dengan kunci identifikasi Sims & Easton
(1972). Karakter morfologi yang diamati meliputi klitelum, prostomium, seta,
lubang jantan, lubang betina, lubang spermateka, lubang dorsal, sekum, prostat,
dan spermateka.

Pembuatan Preparat untuk Pengamatan Histologi P. darnleiensis
Metode Pembuatan Preparat dan Organ P. darnleiensis yang
Dipelajari. Seluruh penelitian ini menggunakan cacing dewasa kecuali untuk
pengamatan dinding tubuh yang menggunakan cacing dewasa dan muda. Metode
yang digunakan untuk mempelajari histologi P. darnleiensis adalah metode
sayatan modifikasi Gunarso (1989). Metode ini menghasilkan sayatan seri yang
saling berhubungan. Sayatan yang dibuat adalah dinding tubuh (tanpa klitelum
dan dengan klitelum), organ pencernaan (faring, lambung, dan intestinum), organ
sirkulasi (pembuluh darah dorsal dan ventral), organ ekskresi (nefridia), organ
saraf (ganglion serebral dan tali saraf), dan organ reproduksi (spermateka,
vesikula seminalis, dan prostat). Seluruh sayatan tersebut dibuat dengan
menggunakan P. darnleiensis yang telah memiliki klitelum.
Proses Pembuatan Preparat P. darnleiensis. Pertama cacing dibersihkan
dengan cara membilasnya dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang
menempel pada tubuh cacing. Selanjutnya cacing dibius dengan eter dalam wadah
tertutup, lalu dipotong berdasarkan organ yang akan diamati. Potongan-potongan
organ cacing difiksasi dengan FAAC selama 142 jam, lalu dicuci dengan akuades
hingga aroma FAAC hilang. Selanjutnya organ cacing didehidrasi dengan alkohol
30, 50, 70, 80, dan 95% selama masing-masing 60 menit dan di alkohol 100%
selama 18 jam. Penjernihan dilakukan dengan merendam organ di dalam larutan

6
alkohol:xilol dengan perbandingan 1:1 selama 60 menit, xilol I selama 60 menit,
dan xilol II selama 10 menit. Penjernihan dengan xilol II dilakukan di dalam oven
dengan temperatur 60 oC. Setelah penjernihan organ cacing diinfiltrasi dengan
parafin cair yang memiliki titik lebur 59 oC selama 3 x 45 menit di dalam oven
dengan temperatur 60 oC. Organ yang telah selesai diinfiltrasi dicetak ke dalam
cetakan yang terbuat dari kertas kalender. Blok parafin disayat melintang dengan
mikrotom putar setebal 6 μm. Pita hasil sayatan dilekatkan ke kaca preparat
dengan mengoleskan kaca preparat dengan satu tetes larutan albumin:gliserin
dengan perbandingan 1:1, lalu dipanaskan di atas hot plate dengan temperatur 40
o

C selama 24 jam. Parafin dihilangkan dari jaringan dengan merendam preparat

dalam tiga tabung xilol yang terpisah masing-masing selama 5, 5, dan 10 menit.
Selanjutnya adalah tahap dealkoholisasi dengan mencelupkan preparat berisi
sayatan jaringan ke dalam alkohol 100, 95, 80, dan 70%. Jaringan diwarnai
dengan haematoksilin Ehrlich selama 1 menit lalu dibilas dengan air untuk
menghilangkan kelebihan haematoksilin Ehrlich. Pewarnaan berikutnya dengan
merendam jaringan dalam eosin selama 10 menit lalu dibilas dengan air untuk
menghilangkan kelebihan eosin. Setelah diwarnai jaringan didehidrasi dengan
mencelupkan preparat ke dalam alkohol 30, 50, 70, 80, 95, dan 100%. Penjernihan
dilakukan dengan merendam preparat dalam xilol I selama 10 menit dan xilol II
10 menit. Preparat ditutup dengan kaca tutup mengunakan entellan. Hasil sayatan
difoto dengan menggunakan fotomikroskop (Olympus).

HASIL

Identifikasi P. darnleiensis
Cacing yang ditemukan di lokasi penelitian sebanyak empat genus, yaitu
Amynthas (Gambar 1a), Metaphire (Gambar 1b), Pheretima (Gambar 1c), dan
Pontoscolex (Gambar 1d) (Tabel 1). Cacing genus Pheretima memiliki warna
yang paling gelap dan aktivitas paling tinggi dibandingkan Amynthas, Metaphire,
dan Pontoscolex (Tabel 2). Perbedaan keempat cacing tersebut hingga tingkat
genus disajikan secara ringkas pada Lampiran 1.

7

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 1 Empat genus cacing yang dikoleksi: (a) Amynthas, (b) Metaphire, (c)
Pheretima, dan (d) Pontoscolex. Garis skala = 5 cm.
Tabel 1 Jumlah cacing yang dikoleksi dari lokasi koleksi empat genus cacing
Lokasi
1

Genus cacing
Amynthas
Metaphire
?
2
Amynthas
?
3
Amynthas
Metaphire
Pheretima
4
Amynthas
Metaphire
Pheretima
5
Amynthas
Metaphire
Pheretima
Pontoscolex
?
6
Amynthas
7
Amynthas
Pontoscolex
?
8
Amynthas
Metaphire
Pheretima
?
9
Pheretima
Pontoscolex
?
10
Amynthas
Metaphire
Pontoscolex
?
? = cacing tidak dapat diidentifikasi.

Fase
Dewasa
Dewasa
Juvenil
Dewasa
Juvenil
Dewasa
Dewasa
Dewasa
Dewasa
Dewasa
Dewasa
Dewasa
Dewasa
Dewasa
Muda
Juvenil
Dewasa
Dewasa
Dewasa
Juvenil
Dewasa
Dewasa
Dewasa
Juvenil
Dewasa
Dewasa
Juvenil
Dewasa
Dewasa
Dewasa
Juvenil

Jumlah (individu)
1
2
1
1
1
11
5
1
1
3
1
6
4
7
1
4
2
5
1
1
2
13
1
8
1
30
1
8
1
5
2

Total (individu)
4

2
17

5

22

2
7

24

32

16

8
Tabel 2 Perbandingan warna dorsal, aktivitas, dan panjang cacing yang dikoleksi
Genus cacing
Amynthas
Metaphire
Pheretima
Pontoscolex

Warna tubuh
Gelap (+++)
Gelap (+++)
Sangat gelap (++++)
Pucat (+)

Aktivitas
Aktif (++)
Aktif (++)
Sangat aktif (+++)
Pasif (+)

(a)

(b)

(c)

(e)

Panjang (cm)
15–20
15–20
10–15
5–15

(d)

(f)

(h)

(g)

(i)

(j)

Gambar 2 Karakter eksternal P. darnleiensis: (a) posisi klitelum pada segmen 14–
16, (b) klitelum, (c) gambar skematik prostomium tampak atas, (d)
gambar skematik prostomium tampak samping, (e) gambar skematik
seta pada segmen 13, (f) lubang jantan pada segmen 18 dan lubang
betina pada segmen 14, (g) gambar skematik lubang jantan, (h) lubang
spermateka, (i) ilustrasi posisi lubang spermateka, (j) lubang dorsal.
Garis skala = 2 mm.

9
Karakter eksternal P. darnleiensis yang diamati adalah klitelum berbentuk
cincin pada segmen 14–16 (Gambar 2a, 2b), prostomium epilobus dengan dasar
terbuka (Gambar 2c, 2d), jumlah seta sekitar 40 pada segmen 13 (Gambar 2e).
Lubang betina satu di bagian ventral tengah pada segmen 14 (Gambar 2f), lubang
jantan sepasang di bagian ventral tepi pada segmen 18 (Gambar 2f, 2g), lubang
spermateka 4 pasang di bagian ventral tepi pada segmen 4/5, 5/6, 6/7, 7/8
(Gambar 2h, 2i). Lubang dorsal satu di bagian tengah segmen dan lubang dorsal
pertama di segmen 12/13 (Gambar 2j).

Gambar 3 Karakter internal P. darnleiensis. Garis skala = 2 mm.

(a)

(c)
Gambar 4

(b)

(d)

Sekum (a), kantong kopulasi (b), spermateka (c), dan gambaran
skematik spermateka dengan nefridia (d) P. darnleiensis. Garis skala
= 2 mm.

10
Untuk mengamati karakter internal, P. darnleiensis dibedah pada bagian
dorsal dari bagain anterior ke posterior (Gambar 3). Karakter internal P.
darnleiensis yang berfungsi sebagai ciri identifikasi adalah terdapat sekum pada
segmen 27 (Gambar 4a). Kantong kopulasi tanpa divertikula dan kelenjar
bertangkai (Gambar 4b), spermateka dengan nefridia (Gambar 4c, 4d), bithecate,
dan lubang spermateka pertama pada segmen 4/5.

Histologi P. darnleiensis
Dinding tubuh. Pada P. darnleiensis, klitelum tampak lebih pucat daripada
segmen lainnya. Pada sayatan melintang klitelum (Gambar 5a) tampak kelenjar
mukus, kelenjar pensekresi kokon, dan kelenjar pensekresi albumin. Kelenjarkelenjar tersebut tidak terdapat pada dinding tubuh tanpa klitelum (Gambar 5b).

(a)

(b)
Gambar 5 Fotomikrograf dinding tubuh P. darnleiensis: (a) dengan klitelum dan
(b) tanpa klitelum. Garis skala = 0.1 mm.

11
Pencernaan. Faring P. darnleiensis terletak di belakang rongga mulut dan
tampak tebal (Gambar 6a). Pada sayatan melintang faring, tampak lapisan epitel
kolumnar bersilia (Gambar 7a). Lambung terletak pada segmen 7/8 hingga 9/10
(Gambar 6b). Pada sayatan melintang lambung tampak lapisan kutikula yang tebal
(Gambar 7b). Tampak tiflosol yang menjorok ke lumen pada bagian dorsal.
Tiflosol P. darnleiensis tampak lurus (Gambar 7c).

(a)

(b)

Gambar 6 (a) Faring dan (b) lambung P. darnleiensis. Garis skala = 2 mm.

(a)

(b)

(c)
Gambar 7

Fotomikrograf saluran pencernaan P. darnleiensis: (a) faring, (b)
lambung, dan (c) bagian intestinum dengan pembuluh darah dorsal,
tiflosol, pembuluh darah ventral, dan tali saraf. Garis skala = 0.1
mm.

12
Sirkulasi. Pembuluh darah dorsal (Gambar 8a) terletak di bagian dorsal
saluran pencernaan. Pembuluh darah ventral (Gambar 8b) terletak di bagian
ventral saluran pencernaan. Pembuluh darah ventral tampak lebih kecil daripada
pembuluh darah dorsal.

(a)

(b)

Gambar 8 Fotomikrograf sistem sirkulasi P. darnleiensis: (a) pembuluh darah
dorsal dan (b) pembuluh darah ventral. Garis skala = 0.1 mm.
Ekskresi. Pada sayatan melintang tubuh P. darnleiensis tampak nefridia
(Gambar 9a) dan nefrostom (Gambar 9b). Nefridia terletak di bawah lapisan otot
longitudinal.

(a)

(b)

Gambar 9 Fotomikrograf nefridia P. darnleiensis: (a) nefridia dan (b) nefrostom.
Garis skala = 0.1 mm.
Saraf. Pada sayatan melintang ganglion serebral terlihat sel saraf dan
serabut saraf (Gambar 10a). Tali saraf (Gambar 10b) terletak di bagian ventral
intestinum.

13

(a)

(b)

Gambar 10 Fotomikrograf sistem saraf P. darnleiensis: (a) ganglion serebral dan
(b) tali saraf. Garis skala = 0.1 mm.
Reproduksi. Spermateka P. darnleiensis memiliki divertikula dan nefridia.
Pada sayatan melintang spermateka P. darnleiensis (Gambar 11a), tampak
kumpulan sperma yang tersimpan di dalamnya (Gambar 11b). Pada preparat
histologi vesikula seminalis P. darnleiensis tampak kumpulan sperma (Gambar
11c) dan tampak pula tropozoit Monocystis (Gambar 11d). Prostat Pheretima
berbentuk racemose. Pada sayatan melintang prostat P. darnleiensis, tidak tampak
batas yang jelas antarsel (Gambar 11e).

(a)

(b)

(d)

(c)

(e)

Gambar 11 Fotomikrograf organ reproduksi P. darnleiensis: (a) spermateka, (b)
kumpulan sperma, (c) vesikula seminalis dengan kumpulan sperma,
(d) tropozoit Monocystis, dan (e) prostat. Garis skala = 0.1 mm.

14

PEMBAHASAN
Identifikasi P. darnleiensis
Seluruh cacing yang dikoleksi dari lokasi pengamatan diawetkan dengan
merendamnya di alkohol 70% untuk diidentifikasi. Proses identifikasi cacing
dapat dilakukan berdasarkan karakter eksternal dan internal. Cacing juvenil tidak
dapat diidentifikasi karena organ seksual sebagai ciri identifikasi (misalnya
klitelum, spermateka, dan prostat) belum berkembang.
Amynthas,

Metaphire,

dan

Pheretima

termasuk

ke

dalam

famili

Megascolecidae. Famili Megascolecidae secara umum memiliki ciri seta dengan
ujung lancip dan susunan seta lumbricine atau perichaetine. Klitelum dimulai pada
segmen 15 atau di depannya. Lubang jantan satu pasang, biasanya pada segmen
17 atau 18, jarang pada segmen 19. Lubang betina berpasangan atau satu di bagian
tengah pada segmen 14. Kantong esofagus biasanya ada. Testis dua pasang pada
segmen 10 dan 11, atau satu pasang pada segmen 10 atau 11 saja. Prostat biasanya
ada, satu atau dua pasang. Ovari satu pasang pada segmen 13 (Stephenson 1930).
Pontoscolex termasuk dalam famili Glossoscolecidae. Ciri umum famili
Glossoscolecidae adalah seta umumnya berujung tunggal, jarang berujung ganda,
biasanya memiliki ornamen, umumnya berjumlah lebih dari delapan per segmen.
Lubang dorsal tidak ada, lubang nuchal jarang ada. Klitelum biasanya dimulai di
sebelah segmen 14. Lubang jantan berada pada daerah klitelum, biasanya di
bagian anterior daerah klitelum atau di depan klitelum, jarang di belakangnya.
Lambung umumnya satu, jarang lebih dari satu, terletak di depan segmen testis,
sering terdapat satu lambung rudimenter di bagian belakang esofagus di sebelah
segmen ovari. Meganefridial, jarang terdapat dua pasang nefridia per segmen.
Bagian ectal vas deferens biasanya simpel, sering dengan muscular apparatus
(bursa propulsoria atau kantong kopulasi), jarang dengan kelenjar prostat. Seta
penis tidak ada, seta kopulatori sering ada (Stephenson 1930).
Untuk membedakan keempat cacing yang ditemukan secara cepat,
dilakukan pengamatan terhadap posisi lubang jantan. Jika cacing memiliki lubang
jantan di daerah klitelum, cacing tersebut termasuk famili Glossoscolecidae. Jika

15
cacing memiliki lubang jantan setelah daerah klitelum, cacing termasuk famili
Megascolecidae.
Cacing yang dikoleksi dalam penelitian ini yang termasuk famili
Glossoscolecidae hanya satu genus, yaitu Pontoscolex. Pontoscolex memiliki
jumlah seta sebanyak delapan tiap segmen dan lubang jantan pada segmen 23. Ciri
ini membedakannya dari Amynthas, Metaphire, dan Pheretima yang memiliki
jumlah seta lebih dari delapan tiap segmen dan lubang jantan pada segmen 18.
Dalam penelitan ini, cacing yang termasuk famili Megascolecidae adalah
Amynthas, Metaphire, dan Pheretima. Penentuan genus cacing tersebut dilakukan
melalui pembedahan untuk mengamati kantong kopulasi pada ujung saluran
prostat di segmen 18. Jika cacing memiliki kantong kopulasi, kemungkinan cacing
tersebut adalah Metaphire atau Pheretima, sedangkan cacing yang tidak memiliki
kantong kopulasi adalah Amynthas. Selanjutnya, untuk membedakan genus
Metaphire dan Pheretima dilakukan pengamatan terhadap nefridia pada
spermateka yang terdapat di sekitar segmen 5–9. Cacing yang tidak memiliki
nefridia pada spermateka adalah Metaphire dan cacing yang memiliki nefridia
pada spermateka adalah Pheretima (Lampiran 1).
Cacing genus Pheretima diidentifikasi lebih lanjut hingga tingkat spesies.
Dalam penelitian ini hanya ditemukan satu spesies Pheretima yaitu P.
darnleiensis. Spesies ini memiliki ciri kantong kopulasi tanpa divertikula dan
kelenjar bertangkai, posisi spermateka bithecate, dan lubang spermateka pertama
pada segmen 4/5.
Karakter eksternal dapat digunakan untuk mengidentifikasi P. darnleiensis,
namun untuk memastikan spesiesnya, perlu dilakukan pembedahan untuk
mengamati karakter internalnya yaitu sekum, kantong kopulasi, dan spermateka.
Karakter eksternal yang dapat menjadi ciri identifikasi P. darnleiensis adalah
klitelum, prostomium, seta, lubang jantan, lubang betina, lubang spermateka, dan
lubang dorsal.
Klitelum. Klitelum yang berkembang baik merupakan organ yang hanya
dimiliki oleh cacing dewasa. Klitelum merupakan jaringan kelenjar yang berperan
dalam reproduksi seksual Oligochaeta dan Hirudinida (Brusca & Brusca 1990).
Klitelum P. darnleiensis berbentuk cincin. Klitelum bentuk ini merupakan ciri

16
famili Megascolecidae dan juga dimiliki oleh Amynthas dan Metaphire
(Stephenson 1930). Klitelum ini memanjang sepanjang tiga segmen dari segmen
14 hingga 16 dan berwarna agak pucat dibandingkan dengan segmen tubuh
lainnya. Cacing yang masih muda tidak memiliki klitelum dan pendugaan
spesiesnya harus dilakukan dengan mengamati karakter lain.
Prostomium. Prostomium P. darnleiensis berbentuk epilobus dengan dasar
terbuka. Ciri ini juga dimiliki oleh Amynthas dan Metaphire. Prostomium
merupakan cuping yang terletak paling anterior (Edwards & Lofty 1972).
Prostomium terletak di depan mulut dan dapat berfungsi sebagai organ perasa
lingkungan serta membantu menggenggam substrat (Blakemore 2002). Selain itu,
prostomium merupakan karakter morfologi yang dapat menjadi ciri identifikasi
(Sims & Easton 1972). Prostomium melekat pada segmen pertama, yaitu
peristomium (Blakemore 2002). Prostomium terkadang sulit diamati pada cacing
berukuran kecil.
Seta. Seta berfungsi sebagai alat gerak cacing. Pheretima darnleiensis
memiliki tipe seta perichaetine, yaitu tersebar baik pada bagian ventral maupun
dorsal dalam tiap segmen kecuali pada bagian peristomium dan pigidium
(Blakemore 2002). Jumlah seta pada P. darnleiensis sekitar 40 (dihitung pada
segmen 13).
Lubang jantan. Lubang jantan sering terletak pada tonjolan yang biasa
disebut kantong kopulasi (Blakemore 2002). Pada kantong kopulasi terdapat
ujung vas deferens dan kantong kopulasi dapat membalik keluar membentuk penis
sementara pada saat cacing berkopulasi (Stephenson 1930). Pheretima
darnleiensis memiliki kantong kopulasi pada bagian lubang jantannya. Lubang
jantan P. darnleiensis pada segmen 14 kontak dengan lubang spermateka
pasangannya pada segmen 4/5–7/8 saat berkopulasi. Cairan seminal ditransfer ke
spermateka cacing pasangan melalui lubang jantan (Edwards & Lofty 1972).
Lubang jantan P. darnleiensis tidak memiliki divertikula dan kelenjar bertangkai.
Lubang ini dapat dilihat tanpa bantuan mikroskop.
Lubang betina. Lubang betina adalah lubang tempat mengeluarkan sel telur
yang telah masak. Sel telur yang keluar akan dilapisi material kokon oleh klitelum
dan bergerak ke bagian anterior. Jumlah sel telur dalam tiap kokon berrvariasi

17
pada tiap spesies cacing. Pada Pheretima, dalam satu kokon dapat terdiri atas tiga
sel telur. Sperma akan dimasukkan ke sel telur saat melewati lubang spermateka.
Fertilisasi terjadi secara eksternal. Kokon akan dilepaskan melalui bagian kepala
cacing (Edwards & Lofty 1972). Lubang betina P. darnleiensis dapat dilihat tanpa
bantuan mikroskop, namun lubang ini akan menjadi sulit dilihat pada cacing yang
telah lama diawetkan.
Lubang

spermateka.

Lubang

spermateka

pada

segmen

4/5–7/8

menghubungkan spermateka yang terletak pada segmen 5–8 dengan lingkungan
luar tubuh. Sperma cacing pasangan dimasukkan melalui lubang saat berkopulasi.
Divertikula pada spermateka berfungsi untuk menyimpan sperma yang diterima
saat kopulasi (Stephenson 1930). Lubang spermateka P. darnleiensis terkadang
sulit dilihat. Hal ini dapat disebabkan oleh kontraksi cacing saat pembiusan.
Lubang dorsal. Lubang dorsal menghubungkan rongga tubuh dengan
lingkungan luar (Stephenson 1930). Lubang dorsal juga merupakan tempat
mensekresikan cairan selom untuk menjaga kelembaban tubuh cacing (Blakemore
2002). Lubang dorsal P. darnleiensis terletak di seluruh segmen tubuh kecuali
pada bagian anterior dari segmen 1–11.
Sekum. Sekum merupakan divertikula pada intestinum (Stephenson 1930).
Sekum P. darnleiensis terletak pada segmen 27 dan memanjang hingga segmen
24. Hal ini didukung oleh Sims & Easton (1972) yang menyatakan sekum P.
darnleiensis terletak di segmen 27 dan memanjang hingga segmen anatara 23–25.
Fungsi sekum belum banyak diketahui, diduga sekum befungsi sebagai tempat
mikroorganisme simbion (Blakemore 2002).
Kantong kopulasi. Kantong kopulasi terletak di ujung saluran prostat yang
kontak dengan lingkungan luar. Secara eksternal, keberadaan kantong kopulasi
dapat dilihat dari bentuk lubang jantan. Jika terdapat kantong kopulasi, lubang
jantan tampak agak menonjol atau memiliki lubang agak lebar.
Spermateka. Spermateka hanya dapat diamati dengan membedah cacing.
Selain bentuk spermateka, keberadaan nefridia juga menjadi ciri pembeda.
Nefridia terletak pada dasar spermateka dan tampak seperti serabut.
Karakter eksternal P. darnleiensis yang diperoleh dalam penelitian ini
didukung oleh Sims & Easton (1972) yang pernah memperoleh P. darnleiensis di

18
Borneo. Sims & Easton (1972) menemukan P. darnleiensis dengan panjang 7.5–
17 cm, klitelum pada segmen 14–16, dan jumlah seta 12–35 pada segmen 7 dan
38–45 pada segmen 20. Lubang dorsal pertama pada segmen 12/13, terkadang
pada segmen 11/12. Lubang jantan sepasang dengan kantong kopulasi pada
segmen 18. Lubang betina satu pada segmen 14. Lubang spermateka berpasangan,
besar, lateral pada segmen (4/5), 5/6, 6/7, 7/8, 8/9.

Histologi P. darnleiensis
Pengamatan histologi organ P. darnleiensis diawali dengan melakukan
pembedahan. Sayatan dari anterior (sekitar segmen 3) hingga ke posterior
(melewati segmen 30) dibuat pada bagian dorsal P. darnleiensis (Gambar 3). Hal
ini dilakukan karena organ-organ P. darnleiensis melekat pada bagian ventral
sehingga pembedahan pada bagian dorsal tidak merusak organ tersebut.
Dinding tubuh. Secara keseluruhan, dinding tubuh P. darnleiensis terdiri
atas lapisan kutikula, epidermis, otot sirkular, otot longitudinal, dan peritoneum.
Lapisan-lapisan tersebut juga dimiliki cacing lain seperti Lumbricus (Gambar 12).
Menurut Meglitsch & Schram (1991), kutikula merupakan material albuminoid
dan nonkitinous. Ketebalan kutikula bervariasi, umumnya tipis. Epidermis terdiri
atas lapisan epitel selapis, umumnya kolumnar. Klitelum merupakan jaringan
kelenjar yang berperan dalam reproduksi seksual Oligochaeta. Pada klitelum
terdapat kelenjar mukus, kelenjar pensekresi kokon, dan kelenjar pensekresi
albumin. Fungsi kelenjar mukus adalah mensekresi mukus yang berfungsi untuk
menjaga posisi cacing pada saat kopulasi. Kelenjar pensekresi kokon
mensekresikan material pembentuk kokon yang sebagian besar berupa protein.
Kelenjar pensekresi albumin mensekresikan albumin ke dalam kokon. Albumin
ini dapat berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi embrio (Edwards & Lofty 1972).

19

Gambar 12 Diagramatik sayatan melintang Lumbricus (Sherman & Sherman
1970).
Pencernaan. Sistem pencernaan P. darnleiensis dimulai dari mulut hingga
anus. Berdasarkan Meglitsch & Schram (1991), saluran pencernaan bagian depan
terdiri atas rongga mulut, faring, dan esofagus. Saluran pencernaan bagian tengah
terdiri atas intestinum yang tersusun oleh epitel bersilia. Saluran pencernaan
bagian belakang sangat pendek. Faring berfungsi sebagai alat penghisap untuk
memasukkan makanan (Edwards & Lofty 1972). Epitel kolumnar bersilia pada
faring mendukung fungsi faring sebagai organ untuk memasukkan makanan
menuju lambung. Lambung P. darnleiensis terletak pada segmen 7/8–9/10.
Lambung berfungsi menghaluskan makanan (Stephenson 1930) dengan bantuan
kutikula yang tebal dan partikel tanah yang ikut dimakan cacing. Intestinum
merupakan organ saluran pencernaan yang paling panjang dan dimulai pada
segmen 15. Peritoneum, lapisan otot sirkular, dan otot longitudinal termodifikasi
menjadi lapisan sel kloragogen (Stephenson 1930) yang berperan dalam ekskresi
(Beddard 1890) serta abstraksi material sisa dari darah (Stephenson 1930).
Tiflosol merupakan pelipatan intestinum untuk memperluas bidang penyerapan
(Stephenson 1930).

20
Sirkulasi. Pembuluh darah dorsal mengalirkan darah dari posterior menuju
anterior dan melalui jantung mengalirkan darah ke pembuluh darah ventral.
Pembuluh dorsal terletak berdekatan pada bagian dorsal saluran pencernaan.
Pembuluh darah ventral mengalirkan darah dari anterior menuju posterior dan
menyalurkan darah ke berbagai organ tubuh cacing (Edwards & Lofty 1972).
Ekskresi. Nefridia merupakan organ eksresi Oligochaeta (Stephenson
1930). Cairan selom masuk melalui nefrostom dan disaring dalam tubulus. Pada
Pheretima, nefridia terbuka kembali ke saluran pencernaan sehingga hasil
ekskresi P. darnleiensis dibuang lewat anus (Edwards & Lofty 1972).
Saraf. Ganglion serebral berkaitan dengan bagian anterior, yaitu
prostomium yang merupakan organ sensori. Ganglion serebral dihubungkan oleh
saraf sirkumfaringeal ke tali saraf yang terletak memanjang di bagian ventral
(Edwards & Lofty 1972). Serabut kasar terletak pada bagian dorsal tali saraf.
Serabut ini berfungsi memfasilitasi penghantaran impuls (Stephenson 1930).
Reproduksi. Spermateka merupakan tempat menerima sperma saat cacing
berkopulasi dan menyimpan sperma tersebut hingga terjadi pembuahan
(Stephenson 1930). Spermateka P. darnleiensis yang ditemukan umumnya dua
atau tiga pasang terdapat pada segmen 5, 6 dan 7. Sims & Easton (1972)
memperoleh P. darnleiensis yang memiliki spermateka pada segmen (5), 6, 7, 8,
dan 9. Hal ini mungkin disebabkan oleh P. darnleiensis yang ditemukan dalam
penelitian ini belum terlalu dewasa. Spermateka P. darnleiensis memiliki
divertikula dan nefridia. Sperma pada spermateka merupakan sperma yang telah
dewasa. Vesikula seminalis terletak pada segmen 11 dan 12. Pheretima
darnleiensis yang ditemukan Sims & Easton (1972) juga memiliki vesikula
seminalis pada segmen 11 dan 12. Vesikula seminalis merupakan tempat
pematangan sperma. Sperma pada vesikula seminalis merupakan sperma dari
berbagai fase mulai dari yang masih belum dewasa hingga telah dewasa
(Stephenson 1930). Monocystis merupakan parasit pemakan sperma cacing tanah
dan banyak ditemukan di vesikula seminalis (Field et al. 2003). Monocystis juga
dapat ditemukan pada organ lain, namun jumlahnya tidak banyak. Hal ini dapat
disebabkan oleh keberadaan sel selomosit yang akan memfagosit benda asing. Sel
selomosit tidak terdapat di vesikula seminalis sehingga Monocystis tidak difagosit

21
(Reinhart & Dollahon 2003). Prostat Pheretima berbentuk racemose (Blakemore
2002). Prostat mensekresikan semen bagi sperma (Stephenson 1930).

SIMPULAN
P. darnleiensis memiliki tubuh silindris dengan warna keseluruhan tubuh
gelap dengan bagian dorsal lebih gelap daripada bagian ventral dan banyak seta
tersebar per segmen (sekitar 40 pada segmen 13). S