Pemanfaatan Media Sisa Hermetia Illucens Sebagai Media Cacing Kalung (Pheretima Aspergillum) Yang Menggunakan Darah

i

PEMANFAATAN MEDIA SISA Hermetia illucens SEBAGAI MEDIA
CACING KALUNG (Pheretima aspergillum) YANG
MENGGUNAKAN DARAH

RIO OCTARIZZA SEGARA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Media
Sisa Hermetia illucens sebagai Media Cacing Kalung (Pheretima aspergillum)
yang Menggunakan Darah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Rio Octarizza Segara
NIM D14110006

iv

v

ABSTRAK
RIO OCTARIZZA SEGARA. Pemanfaatan Media Sisa Hermetia illucens sebagai
Media Cacing Kalung (Pheretima aspergillum) yang Menggunakan Darah.
Dibimbing oleh SALUNDIK dan HOTNIDA C H SIREGAR.

Limbah Darah merupakan masalah utama dalam Rumah Potong Hewan.
Darah merupakan salah satu sumber pakan tinggi protein. Darah berpotensi
sebagai substitusi pakan untuk ternak cacing. Namun, kelemahan dalam
penggunaan darah adalah kandungan amoniaknya yang dapat membunuh cacing
tersebut, sehingga dilakukan inovasi pengembangan limbah darah dengan
memberikan perlakuan darah terlebih dahulu ke larva Hermetia illucens yang
diketahui tahan terhadap kandungan amoniak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi pemanfaatan limbah darah secara optimal dengan integrasi larva
Hermetia illucens untuk meminimalisir pencemaran lingkungan akibat limbah
darah di Rumah Potong Hewan. Jenis cacing tanah yang digunakan adalah cacing
kalung (Pheretima aspergillum) sebanyak 50 g dengan persentase darah yang
ditambahkan pada media adalah 7.5%, 15%, 22.5% dan 2.5% (media kontrol).
Data dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap dan dilanjutkan dengan uji
tukey. Peubah yang diamati diantaranya hasil analisis nutrien mineral media ideal,
hasil analisis nutrien nilai proksimat media, perubahan suhu media, perubahan
kelembaban (Rh) media, perubahan nilai pH, penyusutan media dan pertambahan
biomassa cacing kalung. Hasil menunjukkan berbeda nyata (P20 karena awalnya nilai nisbah awal
pemeliharaan sudah tinggi. Hal ini diakibatkan jumlah unsur C yang tinggi tidak
dapat diimbangi oleh peningkatan unsur N yang lambat atau kecil sehingga faktor
pembaginya menjadi kecil. Salah satu cara untuk meningkatkan unsur N pada

media adalah menambah jumlah feses sapi saat awal pemeliharaan cacing sebagai
bahan organik tambahan. Pengukuran KTK menunjukkan hasil yang baik pada
semua media pemeliharaan yaitu mengalami peningkatan yang signifikan. Nilai
terendah akhir pemeliharaan terjadi pada media kontrol yaitu 5.52±1.16b me per
100 g sedangkan, media sisa H. illucens memiliki nilai tertinggi adalah media
P7.5 yaitu 11.23±1.28a me per 100 g namun, hal ini tidak menunjukkan adanya
perbedaan nyata pada media sisa H. illucens lainnya karena secara uji statistik
nilai tersebut tidak berbeda nyata.
Tabel 6 menyajikan hasil analisis proksimat media kontrol dan media
bekas media H. illucens yang menggunakan darah. Pada tabel tersebut terlihat
bahwa perlakuan media sisa H. illucens dengan persentase penambahan darah
22.5% (P22.5) memiliki hasil rataan yang tertinggi secara umum yaitu pada
parameter peningkatan protein kasar (PK), lemak kasar (LK), dan serat kasar (SK)
lalu, diikuti oleh media P7.5 dan P15. Berdasarkan data yang diperoleh nilai PK
pada perlakuan P22.5 yang awalnya tinggi cenderung turun setelah pemeliharaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa P. aspergillum belum dapat memanfaatkan
kandungan protein secara maksimal pada media dengan persentase darah tinggi
yang diakibatkan banyaknya penggumpalan darah pada media dan tingginya
kelembaban media tersebut. Perlakuan ini terjadi pada minggu awal pemeliharaan
yaitu media terlihat basah dan cacing terlihat pucat akibat penurunan daya

konsumsi media. Namun, akhir pemeliharaan pemanfaatannya lebih baik
dibanding media kontrol akibat kelembaban yang sudah berkurang banyak. Pada
pengukuran kadar air (KA) setelah pemeliharaan, nilai tertinggi terjadi pada media
kontrol (P2.5) yaitu 73.70±2.41a% walaupun, memiliki nilai PK terendah yaitu
3.92±0.65b%. Penurunan KA yang kecil diakibatkan jumlah darah yang
ditambahkan sedikit (2.5%) sehingga penggumpalan media hanya sedikit.
Penyebab lain penurunan nilai PK yang tinggi dan KA yang sedikit pada media
kontrol diakibatkan media masih cukup baru yang berbentuk bongkahan kasar
sehingga perlu waktu lebih lama untuk merupakan suatu proses yang
mengakibatkan suatu campuran bahan-bahan organik akan terurai menjadi
produk akhir (kompos) berbentuk remah dan stabil di bawah kondisi yang
optimum (Cosico 1985). Sedangkan, berkurangnya KA pada media sisa
H.illucens disebabkan bertambahnya waktu dekomposisi pada media. Saat
pengomposan proses dekomposisi berjalan terus menerus sehingga suhu media
semakin meningkat, sedangkan kadar air akan berkurang untuk menstabilkan
temperatur media. Hal ini menunjukkan bahwa larva H. illucens mampu
memanfaatkan darah yang tinggi protein dengan baik, walaupun di dalam darah

13


memiliki bau yang menyengat akibat kandungan amoniak yang tinggi yang
dicirikan dengan bau ofensif yang menyengat. Bau pada media tinggi protein
disebabkan oleh terakumulasinya kandungan amoniak hasil peruraian protein pada
pakan maupun media (Roseno 2014).
Tabel 6 Hasil analisis proksimat media ideal

Pada parameter abu, hasil analisis sebelum pemeliharaan tidak
menunjukkan hasil yang berbeda nyata, namun setelah pemeliharaan terjadi beda
nyata pada uji statistik dengan nilai abu tertinggi ke terendah antara lain, media
P7.5(29.01±0.99a%),
P15(23.44±5.12a%),
P22.5(18.08±6.62ab%)
dan
P2.5(9.88±1.19b). Berdasarkan hal ini dijelaskan bahwa media kontrol dan sisa H.
illucens meningkatkan kandungan abu suatu bahan dan memenuhi standar
kompos. Sutanto (2002) menyatakan bahwa bahan dasar kompos mengandung
abu sebesar 3-5%, protein sebesar 5-40%, dan lemak sebesar 1-15%. Sedangkan
nilai Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) tertinggi sebelum pemeliharaan
dimiliki oleh perlakuan P15 yaitu 75.36±1.23a yang memiliki nilai SK terendah
yaitu 6.00±0.88b. Hal ini diakibatkan pergeseran komposisi bahan pada serat

kasar menyebabkan terjadinya penurunan kandungan serat kasar. Turunnya
kandungan serat kasar berbanding terbalik dengan kandungan BETN yang
cenderung naik. Perubahan kuantitatif kandungan serat kasar terjadi akibat
aktivitas bakteri yang menghasilkan enzim selulase dan enzim lainnya yang
mampu memecah ikatan kompleks serat kasar menjadi lebih sederhana
sehingga meningkatkan kandungan BETN dengan semakin banyaknya gula
sederhana yang dihasilkan (Pratama et al. 2014). Hal ini juga ditunjukkan setelah
pemeliharaan dimana media kontrol dengan nilai BETN tertinggi 76.89±1.49a
memiliki nilai SK cukup rendah yaitu 7.91±0.45a walaupun hasil uji statistik tidak
menunujukkan berbeda nyata pada media lainnya.
Berikut ini akan disajikan contoh hasil analisis proksimat pada limbah
ikan dan kascing (vermikompos) pada Tabel 7 sebagai perbandingan dengan

14

penelitian ini (Tabel 6) yaitu pupuk vermikompos dengan tambahan bahan
organik darah sapi. Parameter yang diuji pada analisis proksimat tersebut adalah
kadar air, abu, protein dan lemak.
Tabel 7 Hasil analisis proksimat limbah ikan dan kascing (vermikompos)
Parameter

Limbah ikan
Kascing (vermikompos)
Kadar air (%)
61.83±0.00
52.85±0.01
Abu (%)
5.83±0.00
19.28±0.00
Protein (%)
13.50±0.00
7.85±0.00
Lemak (%)
1.83±0.00
1.42±0.00
Sumber : Hasil analisis proksimat dan kandungan hara bahan baku (Ibrahim et al. 2013)

Pada Tabel 7 terlihat bahwa kandungan kadar air (KA) pada kascing
52.85% dan limbah ikan 61.83% sedangkan, hasil penelitian media kontrol dan
media sisa pemeliharaan menunjukkan nilai KA 66%-73%. Berdasarkan hal ini,
KA media penelitian dan KA pada tabel tidak sesuai SNI 19-7030-2004 mengenai

pupuk kompos yaitu maksimal standar KA 50%. Pada hasil uji proksimat kadar
abu Tabel 7 terlihat bahwa nilai pupuk kascing 19.28% sedangkan, pupuk media
kontrol dan media sisa H. illucens memiliki kandungan 9%-29% yang berarti
semakin tinggi kandungan darah semakin meningkatkan kadar abu media. Pada
uji proksimat parameter protein dan lemak pada Tabel 6 dan Tabel 7 terlihat
bahwa kandungan protein pada kascing dan media penelitian ini cukup sama yaitu
±7% lebih kecil daripada protein limbah ikan ±13.50%. Selain itu, hasil analisis
proksimat uji lemak antara Tabel 6 dan Tabel 7 tidak berbeda jauh yaitu hasil
limbah ikan 1.83±0.00%, pupuk kascing 1.42±0.00%, media kontrol darah
1.40±0.05ab% dan media sisa H. illucens 1.31%-1.71%. Berdasarkan tabel- tabel
tersebut hanya KA yang tidak sesuai standar kompos. Kompos yang sesuai dapat
dipergunakan sebagai penyubur tanah yang berfungsi sebagai pupuk yang
dapat memperbaiki sifat fisik tanah, menyebabkan tanah menjadi remah dan
membuat mikroba-mikroba tanah yang bermanfaat dapat hidup dengan subur
(Wudianto 1996).
Tabel 8 akan menjelaskan tentang perbandingan susut media antara H.
illucens dengan P. aspergillum untuk menentukan penyusutan oleh organisme
mana yang lebih tinggi. Parameter yang ditambahkan pada tabel ini adalah
koefisien keragaman (KK) untuk melihat jumlah keragaman antar media.
Tabel 8 Perbandingan susut media antara H. illucens dan P. aspergillum

Susut Media (%)
Koefisien Keragaman (%)
Perlakuan
H. illucens
P. aspergillum H. illucens P. aspergillum
P7.5
35.74±4.08
41.97±3.23
11.42
7.70
P15
34.11±0.89
41.27±3.10
2.60
7.51
P22.5
29.89±4.83
41.77±3.63
16.16
8.68

P2.5 (Kontrol)
36.79±4.58
12.45
Rataan
33.25
40.45

15

Hasil perhitungan susut media larva H. illucens bersumber dari penelitian
Nova (2015) mengenai pengolahan feses dan darah menggunakan larva H.
illucens pada taraf penambahan darah yang berbeda. Berdasarkan hasil yang
diperoleh dari tabel 8 mengenai perbandingan penyusutan media H. illucens dan P.
aspergillum, diperoleh hasil yang baik. Berdasarkan uji asumsi, data tersebut lolos
uji asumsi dan tidak berbeda nyata. Nilai penyusutan tertinggi dari media H.
illucens maupun P. aspergillum diperoleh oleh perlakuan P7.5 dengan nilai
penyusutan H. illucens 35.74±4.08 dan nilai P. aspergillum 41.97±3.23, namun
hasil ini memiliki nilai koefisien keragaman yang tinggi, sehingga dapat dikatakan
bahwa media tersebut memiliki keragaman pada setiap perlakuan ulangan.
Penyusutan tebaik adalah perlakuan P15. Hal ini dikarenakan nilai penyusutan di

Hermetia illucens dan P. aspergillum tinggi, namun kedua perlakuan tersebut
memiliki koefisien keragaman yang rendah. Hal ini disebabkan cacing menyukai
media tersebut, sehingga dapat mengkonsumsi media lebih banyak. Karena media
berfungsi sebagai sarang dan sumber makanan bagi cacing (Astuti 2001)
Perbedaan susut media dapat dipengaruhi oleh komposisi bahan media. Media
yang memiliki nilai C/N lebih rendah akan memiliki susut media yang lebih
tinggi. Hal ini dibuktikan dengan perlakuan P15 yang memiliki nilai C/N sebesar
45.46±9.82b atau lebih kecil dibandingkan P22.5 dan P2.5 (kontrol).
Penyusutan media terendah dengan nilai koefisien keragaman tertinggi
terjadi pada media kontrol. Hal ini mengindikasikan sebaiknya pengolahan limbah
darah diberikan dahulu ke larva H. illucens baru didekomposisi oleh P.
aspergillum.
Biomassa P. aspergillum
Pertumbuhan bobot biomassa (PBB) P. aspergillum diukur selama 4
minggu pemeliharaan berkisar antara 103 g dan 195 g. faktor yang mempengaruhi
biomassa cacing tanah, antara lain : faktor lingkungan media seperti kandungan
air, kandungan bahan organik, dan pH media. Hasil analisis keragaman
terhadap PBB P. aspergillum, menunjukkan bahwa pemberian taraf darah berbeda
memberikan pengaruh nyata (P0.05), P7.5 = Media + darah 7.5%, P15 =
Media + darah 15%, P22.5 = Media + darah 22.5%, P2.5 = Media + darah 2.5%

Persentase P. aspergillum yang sedikit ini berpengaruh terhadap media
yang dapat dirombaknya, karena jumlah organismenya sedikit jadi hanya sedikit
media yang bisa dirombak. Nilai pertumbuhan yang rendah dan koefisien
keragaman (KK) yang tinggi pada P22.5 dipengaruhi oleh rendahnya daya
adaptasi P. aspergillum terhadap peningkatan pH media selama pemeliharaan,
kelembaban media yang terlalu tinggi dan kandungan amoniak dalam darah yang
terlalu tinggi. Kadar amoniak media berasal dari persentase darah yang tinggi dan
membuat media bersifat basa sehingga tidak disukai oleh cacing karena dapat
mengiritasi kulitnya, membuat keracunan serta membunuh cacing tersebut
(Roseno 2014). PBB tertinggi pada Tabel 9 terjadi pada media P2.5 (Kontrol)
yaitu 25.10±16.69a dengan koefisien keragaman terendah 66.50%. Hal ini
diakibatkan kandungan amoniak yang kecil akibat dari persentase darah yang
ditambahkan sangat sedikit. Berikut ini akan disajikan grafik PBB per minggu P.
aspergillum pada Gambar 5 untuk memperjelas perubahan yang terjadi.
60.00

Darah 7.5%
Darah 15%
Darah 22.5%
Darah 2.5%

50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

Gambar 5 Perubahan biomassa P. aspergillum
Gambar 5 menyajikan perubahan biomassa P. aspergillum. Penurunan
biomassa yang sangat tinggi terjadi pada minggu pertama pemeliharaan hingga
pertengahan minggu kedua. Hal ini disebabkan banyak P. aspergillum yang mati
di atas permukaan media akibat kelembaban media yang sangat tinggi dan sifat
darah yang menggumpalkan media sehingga sulit untuk dikonsumsi P.
aspergillum. Pada perlakuan media, perbandingan dari pemberian 50 g P.
aspergillum adalah 60%-70% cacing berukuran kecil sehingga sifat adaptasi dari
media sangat kecil, dibandingkan 30% cacing lain yang berukuran lebih besar.
Hal ini dimaksudkan agar P. aspergillum yang lebih kecil mengkonsumsi media
tersebut semaksimal mungkin, karena daya konsumsi makanan tertinggi dilakukan

17

oleh anakan P. aspergillum. Hal ini dicirikan dengan anakan cacing selalu berada
di atas permukaan media. Namun, pada penelitian ini anakan P. aspergillum
banyak yang mati pada minggu pertama. Hal ini dibuktikan dengan ditemukan
banyaknya jasad P. aspergillum berukuran kecil di atas media. Berdasarkan hal
ini, dapat ditunjukkan bahwa anakan P. aspergillum kurang mampu beradaptasi
terhadap pH tinggi, kelembaban media tinggi dan kandungan amoniak tinggi,
semakin tinggi kandungan amoniak di media tersebut maka akan semakin banyak
anakan P. aspergillum yang mati. Pemberian P. aspergillum untuk mengolah
darah sebaiknya dilakukan oleh P. aspergillum dewasa yang memiliki daya
adaptasi lebih tinggi terhadap media tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Media terbaik dari sisa larva H. illucens sebagai bahan vermikompos adalah
media P15 yang memiliki cukup kesesuaian media ideal, penyusutan media, dan
peningkatan biomassa P. aspergillum walaupun, belum memenuhi standar bila
digunakan langsung ke tanaman akibat nisbah C/N>20.
Saran
Perlu di