Variasi Alel BoLA DRB 3.2 pada Sapi Madura

(1)

VARIASI ALEL BoLA DRB 3.2 PADA SAPI MADURA

ANANDITA EKA SETIADI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Variasi Alel BoLA DRB 3.2 pada Sapi Madura adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2010 Anandita Eka Setiadi NIM G352080041


(3)

ANANDITA EKA SETIADI. Variation of BoLA DRB 3.2 Alleles in Madura Cattle. Supervised by ACHMAD FARAJALLAH and BAMBANG SURYOBROTO.

Variation of BoLA DRB 3.2 alleles was investigated in madura cattle by PCR-RFLP and was compared with variation of BoLA DRB 3.2 alleles in limousin and FH cattle. The result indicated that BoLA DRB 3.2 was highly polymorphic in madura cattle and also in limousin and FH cattle. Thirty four BoLA DRB 3.2 alleles were identified with frequencies ranging from 1.47 to 22.00%. Thirty of thirty four alleles were similar to those reported earlier. Four alleles were new and had not been reported previously, those were *dbd, *kea, *kba, and *iaa. Three alleles were shared between madura, limousin, and FH cattle (*11, *23, and *37). Eight alleles were shared between madura and limousin cattle (*06, *16, *17, *20, *28, *34, *36, and *40). Two alleles were shared between madura and FH cattle (*12 and *25). Eleven alleles were only found in madura cattle (*04, *08, *21, *26, *27, *39, *43, *44, *50, *53, and *dbd). BoLA DRB 3.2*39 was the most frequent allele in madura cattle (17.65%). Keywords: BoLA DRB 3.2 allele, madura cattle, PCR-RFLP, allele frequency


(4)

ANANDITA EKA SETIADI. Variasi Alel BoLA DRB 3.2 pada Sapi Madura. Dibimbing oleh ACHMAD FARAJALLAH dan BAMBANG SURYOBROTO.

Sapi madura merupakan salah satu bangsa sapi lokal Indonesia. Berdasarkan asal usulnya, sapi madura diperkirakan berasal dari persilangan sapi zebu dan banteng atau sapi bali dan sapi jawa. Sapi jawa merupakan hibrid dari sapi zebu, taurin dan banteng. Dengan demikian, komposisi dan variasi alel yang terdapat pada populasi sapi madura diperkirakan merupakan gabungan alel yang berasal dari leluhur dan alel hasil rekombinasi.

MHC yang terdapat pada sapi disebut Bovine Lymphocyte Antigen (BoLA). BoLA kelas II penyandi rantai β pada subregion DR disebut BoLA DRB. DRB 3 exon 2 merupakan lokus gen pada kompleks BoLA yang memiliki polimorfisme paling tinggi. Komposisi alel BoLA DRB 3.2 berbeda untuk masing-masing jenis sapi. Belum ada laporan mengenai variasi alel BoLA DRB 3.2 pada sapi madura.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui variasi alel BoLA DRB 3.2 pada sapi madura dengan menggunakan metode PCR-RFLP serta membandingkannya dengan variasi alel BoLA DRB 3.2 pada sapi limousin dan sapi FH. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi informasi dasar untuk mengatahui komposisi alel BoLA DRB 3.2 pada populasi sapi madura, limousin dan FH di Indonesia.

Bahan yang digunakan adalah 40 sampel sapi madura (30 asal kabupaten Sampang dan 10 asal kabupaten Bangkalan). Sebagai pembanding digunakan 31 sampel sapi limousin dan 10 sampel sapi FH. Identifikasi alel BoLA DRB 3.2 didasarkan pada kombinasi pola pemotongan enzim restriksi RsaI, BstYI, dan HaeIII terhadap produk PCR ruas gen BoLA DRB3.2. Alel yang ditemukan kemudian dikonfirmasi dengan definisi alel yang dibuat oleh Van Eijk et al. (1992), Gelhaus et al. (1995), dan Maillard et al. (1999).

Hasil pemotongan amplikon dengan enzim RsaI menemukan 19 pola pemotongan dalam 35 kombinasi, dengan enzim BstYI menemukan 3 pola pemotongan dalam 3 kombinasi, dan dengan enzim HaeIII menemukan 6 pola pemotongan dalam 7 kombinasi.

Alel BoLA DRB 3.2 pada populasi sapi madura dan sapi FH memiliki keragaman yang tinggi, sedangkan pada populasi sapi limousin keragaman alelnya rendah. Analisis chi square untuk melihat kesetimbangan Hardy-Weinberg menemukan bahwa populasi sapi FH dalam keadaan setimbang, sedangkan populasi sapi madura dan limousin tidak dalam keadaan setimbang. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan pada populasi sapi madura dan limousin tidak dilakukan secara acak.

Tiga puluh empat alel telah diidentifikasi, 30 alel diantaranya merupakan alel yang telah teridentifikasi oleh Van Eijk et al. (1992), Gelhaus et al. (1995) dan Maillard et al. (1999). Empat alel lainnya merupakan alel baru, yaitu *dbd, *iaa, *kba dan *kea. Pada populasi sapi madura ditemukan 24 alel, pada populasi sapi limousin 21 alel, dan 9 alel pada populasi sapi FH. Tiga alel ditemukan pada pada populasi sapi madura, sapi limousin dan sapi FH, yaitu *11, *23, dan *37.


(5)

*06, *16, *17, *20, *28, *34, *36, dan *40. Dua alel ditemukan pada populasi sapi madura dan sapi FH, yaitu *11 dan *25. Sebelas alel hanya ditemukan pada populasi sapi madura, yaitu *04, *08, *21, *26, *27, *39, *43, *44, *50, *53 dan *dbd. Frekuensi alel pada populasi madura berkisar antara 1.47% - 17.65%. Alel yang paling banyak ditemukan pada populasi sapi madura adalah alel *39 dengan frekuensi 17.65% (n=68).

Variasi alel BoLA DRB 3.2 pada populasi sapi madura diperkirakan berhubungan dengan asal usulnya. Alel *06, *20, *34, dan *44 (2.94-5.88%) umum ditemukan pada populasi sapi zebu dan alel *08, *11, *12, *16, *17, *20, *21, *23, *26, *28, dan *37 (1.47-10.29%) umum ditemukan pada populasi sapi taurin.

Alel *dbd yang ditemukan pada populasi sapi madura diduga berkaitan dengan alel adaptif yang dimiliki oleh sapi madura. Alel *dbd diperkirakan berasal dari banteng sebagai leluhur sapi madura. Asumsi lain yang mungkin menjadi alasan ditemukannnya alel baru pada populasi madura berkaitan dengan spesiasi. Alel baru tersebut muncul sebagai hasil rekombinasi dari persilangan yang telah dilakukan pada populasi sapi madura.


(6)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

VARIASI ALEL BoLA DRB 3.2 PADA SAPI MADURA

ANANDITA EKA SETIADI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010


(8)

(9)

Nama : Anandita Eka Setiadi NRP : G352080041

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si. Ketua

Dr.Bambang Suryobroto Anggota

Dr.Bambang Suryobroto Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M. S. Diketahui

Ketua Program Studi Biosains Hewan

Dekan Sekolah Pascasarjana


(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2009 ini ialah mengenai Variasi Alel BoLA DRB 3.2 Pada Sapi Madura.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si. dan Bapak Dr. Bambang Suryobroto selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Jakaria S.Pt. M.Si. selaku penguji yang telah memberikan banyak saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Dyah Perwitasari, M.Sc. atas ijinnya untuk menggunakan sampel yang diperoleh dari proyek KKP3T Deptan tahun 2009. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Mbak Tini dan Mbak Ani selaku laboran bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan Biologi FMIPA IPB serta seluruh teman atas diskusi dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada ibunda, suami dan seluruh keluarga penulis atas dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2010 Anandita Eka Setiadi


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kalabahi pada tanggal 14 April 1980 dari ayah Paulus Detakiuk (Almarhum) dan ibu Mimin Mintarsih. Penulis menikah dengan M. Yunus Aqli S.E. dan dikaruniai seorang putri bernama Millati Nurul Hidayah.

Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Pontianak. Tahun 2000 penulis diterima di Universitas Padjadjaran melalui jalur UMPTN. Penulis memilih jurusan Biologi FMIPA dan lulus tahun 2006. Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih mayor Biosains Hewan Departemen Biologi FMIPA IPB.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. Tinjauan Umum Sapi Madura ... Error! Bookmark not defined. Major Histocompatibility Complex (MHC) ... Error! Bookmark not defined. Lokus Gen BoLA DRB 3.2 ... Error! Bookmark not defined. Polymerase Chain Reaction – Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) ... 9

METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. Waktu dan Tempat... Error! Bookmark not defined. Bahan ... Error! Bookmark not defined. Metode ... Error! Bookmark not defined. Ekstraksi dan Isolasi DNA ... Error! Bookmark not defined. Amplifikasi BoLA DRB 3.2 ... Error! Bookmark not defined. Pemotongan dengan Enzim Restriksi ... Error! Bookmark not defined. Visualisasi Produk PCR dan PCR-RFLP ... Error! Bookmark not defined. Konfirmasi Tipe Alel BoLA DRB 3.2 ... Error! Bookmark not defined. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. HASIL ... Error! Bookmark not defined. Amplifikasi BoLA DRB 3.2 dan Pola Pemotongan Enzim Restriksi ... Error! Bookmark not defined. Pola pemotongan enzim RsaI ... Error! Bookmark not defined. Pola pemotongan enzim BstYI ... Error! Bookmark not defined. Pola pemotongan enzim HaeIII ... Error! Bookmark not defined. Variasi Alel BoLA DRB 3.2 ... Error! Bookmark not defined. PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. SIMPULAN DAN SARAN... Error! Bookmark not defined. Simpulan...31

Saran...31 DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sampel yang digunakan dalam penelitian ... Error! Bookmark not defined.

2 Pola pemotongan enzim RsaI dan frekuensi tipe BoLA DRB 3.2/RsaIError! Bookmark not defined.

3 Kombinasi pola pemotongan enzim RsaI ... 18

4 Pola pemotongan enzim BstYI dan frekuensi tipe BoLA DRB 3.2/BstYI ... 19

5 Kombinasi pola pemotongan enzim BstYI ... 20

6 Pola pemotongan enzim HaeIII dan frekuensi tipe BoLA DRB 3.2/HaeIII ... 20

7 Kombinasi pola pemotongan enzim HaeIII... 21

8 Variasi alel BoLA DRB 3.2 pada populasi sapi madura, limousin dan FH Error! Bookmark not defined. 9 Frekuensi genotipe alel BoLA DRB 3.2 ... 23 10 Frekuensi alel BoLA DRB 3.2 pada populasi sapi madura dan populasi sapi lainnya. ... Error! Bookmark not defined.


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi kompleks BoLA (MHC mamalia) ... 7

2 Nomenklatur alel BoLA ... 8

3 Produk PCR BoLA DRB 3.2 ... 21


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Pola pemotongan BoLA DRB 3.2 ... Error! Bookmark not defined.

2 Alel BoLA DRB 3 dengan metode SBT dan PCR-RFLP.. Error! Bookmark not defined.

3 Hasil analisis PCR-RFLP pada sampel sapi madura ... Error! Bookmark not defined.

4 Hasil analisis PCR-RFLP pada sampel sapi limousin ... Error! Bookmark not defined.

5 Hasil analisis PCR-RFLP pada sapi FH ... Error! Bookmark not defined.


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan sapi di Indonesia berawal dari domestikasi banteng (Bos javanicus) yang merupakan leluhur sapi bali pada 3500 SM (Lenstra & Bradley 1999). Pada sekitar abad ke-2 M bersamaan dengan tersebarnya kebudayaan Hindu, sapi zebu (Bos indicus) dari India mulai masuk ke Indonesia (Payne & Hodges 1997). Sapi taurin (B. taurus) mulai masuk ke Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Sapi madura diperkirakan mulai muncul setelah masuknya sapi zebu ke Indonesia. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada laporan yang mengungkapkan awal domestikasi sapi madura.

Sapi madura merupakan salah satu bangsa sapi lokal Indonesia yang telah terseleksi secara alamiah dan memiliki persebaran yang terbatas di pulau Madura serta pulau-pulau sekitarnya. Berdasarkan asal usulnya, sapi madura merupakan persilangan sapi zebu dan banteng atau sapi bali (Rouse 1972). Payne & Hodges (1997) menyatakan bahwa sapi madura merupakan hasil persilangan sapi bali dan sapi jawa, dimana sapi jawa sendiri merupakan hibrid dari sapi zebu, taurin dan banteng). Penelitian dengan penanda mikrosatelit menunjukkan sapi madura merupakan hasil persilangan banteng dan zebu atau taurin dan zebu (Nijman et al. 2003). Penelitian dengan penanda mtDNA menunjukkan bahwa terdapat dua tipe maternal origin sapi madura yaitu banteng dan zebu (Uggla 2008; Firdhausi 2010). Berdasarkan penanda gen SRY paternal sapi madura diperkirakan adalah banteng (Verkaar et al. 2003) atau sapi taurin (Kusdiantoro et al. 2009).

Karakter individu dikendalikan oleh sepasang alel. Variasi alel individu dipengaruhi oleh proses seleksi dan persilangan, sedangkan variasi alel dalam suatu populasi dipengaruhi oleh perubahan komposisi alel. Seleksi alam terpusat pada pembentukan individu yang kuat dan tahan terhadap tantangan lingkungan alami. Hal tersebut mengakibatkan hewan hasil seleksi alam umumnya memiliki komposisi alel dengan karakter yang ekspresinya terbatas hanya untuk mempertahankan hidup. Pada hewan domestikasi beberapa karakter yang berkaitan dengan produksi (pertumbuhan) dan reproduksi akan diseleksi oleh manusia.


(17)

Persilangan pada populasi sapi madura dilakukan untuk meningkatkan mutu genetik dan produktivitas. Persilangan tersebut didasarkan pada seleksi untuk memilih sifat yang dikehendaki dan mengeliminir sifat yang tidak dikehendaki. Variasi alel yang terdapat pada populasi sapi madura saat ini, diperkirakan merupakan gabungan alel yang berasal dari leluhur dan alel hasil rekombinasi.

MHC merupakan kumpulan gen dan kendali genetik yang menentukan perbedaan reaktivitas imun pada setiap individu. Kendali genetik tersebut mempengaruhi ketahanan dan kerentanan individu terhadap suatu penyakit dalam suatu populasi (Nicholas 1987). MHC yang terdapat pada sapi disebut Bovine Lymphocyte Antigen (BoLA) (Lewin et al. 1999). BoLA terbagi menjadi tiga kelas gen. BoLA kelas II penyandi rantai β pada subregion DR disebut BoLA DRB. DRB3 exon 2 (BoLA DRB3.2) merupakan lokus gen pada kompleks BoLA yang memiliki polimorfisme paling tinggi (Gilliespie et al. 1999; Maillard et al. 1999; Takeshima et al. 2002; Behl et al. 2007; Nassiry et al. 2008).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa variasi alel BoLA DRB 3.2 berbeda untuk setiap jenis sapi, antara lain sapi Holstein (Dietz et al. 1997; Nassiry et al. 2008), Canadian Dairy Cattle (Sharif et al. 1998a), sapi Jersey (Gilliespie et al. 1999), Japanese Shorthorn (Takeshima et al. 2002; Takeshima et al. 2003), Brazilian Dairy Gir Cattle (da Mota 2002), Japanese Black (Takeshima et al. 2003), dan Norwegian Red Cows (Kulberg et al. 2007). Sampai saat ini, belum ada laporan mengenai variasi alel BoLA DRB 3.2 pada sapi madura. Oleh karena itu, penelitian mengenai variasi alel BoLA DRB 3.2 pada sapi madura perlu dilakukan. Sebagai pembanding untuk mengetahui hubungan antara sapi madura dengan sapi jenis taurin, dilakukan juga penelitian mengenai variasi alel BoLA DRB 3.2 pada sapi limousin dan FH.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi alel BoLA DRB 3.2 pada sapi madura dengan menggunakan metode PCR-RFLP serta membandingkannya dengan variasi alel BoLA DRB 3.2 pada sapi limousin dan sapi FH.


(18)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi informasi dasar untuk mengatahui komposisi alel pada populasi sapi madura di Indonesia.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Sapi Madura

Pada awal domestikasi, sapi diternakkan manusia untuk dimanfaatkan tenaganya guna membantu di bidang pertanian dan transportasi. Sapi juga digunakan masyarakat sebagai perlambang status sosial dan komoditi perdagangan. Sebagai hewan ternak, sapi juga dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani.

Sapi domestik yang berkembang saat ini merupakan hasil domestikasi dari Bos primigenius. Leluhur sapi tersebut punah ± 2000 tahun yang lalu. Terdapat dua tipe utama sapi domestik yang berasal dari B. Primigenius, yaitu jenis kelompok sapi taurin (B. taurus) dan zebu (B. indicus). Zebu merupakan sapi berpunuk (humped) yang tersebar di Asia bagian selatan dan Afrika. Jenis sapi zebu masuk ke wilayah Asia dibawa oleh pengembara Verdic Aryan dari Irak menuju India. Berbeda dengan sapi zebu, sapi taurin merupakan sapi tanpa punuk (humpless) yang berkembang di wilayah Eropa, Asia Tengah, Afrika Barat dan Amerika (Williamson & Payne 1965; Payne & Wilson 1999).

Keragaman sapi lokal Indonesia merupakan hasil persilangan dari sapi zebu, taurin dan banteng (Rouse 1972). Domestikasi banteng yang merupakan nenek moyang sapi bali telah dimulai sejak sekitar 3500 SM (Lenstra & Bradley 1999). Menurut Uggla 2008 sebagian besar sapi lokal Indonesia berasal dari jenis sapi zebu dan sepertiganya berasal dari sapi bali.

Sapi zebu diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar abad ke-2 M, bersamaan dengan masuknya kebudayaan Hindu ke wilayah ini (Payne & Hodges 1997). Pada masa penjajahan Belanda, tahun 1806 – 1897 Kontrolir Rothenbuhler Surabaya melaporkan bahwa pedagang ternak di Jawa Timur telah mendatangkan sapi pejantan zebu jenis Mysore, Ongol, Hissar, Gujarat dan Gir dari India untuk dipersilangkan dengan sapi Jawa dan Madura. Tahun 1891 – 1921 di daerah Pasuruan Jawa Timur telah dilakukan usaha persilangan sapi Jawa dengan sapi madura oleh kontrolir Van Andel. Program persilangan tersebut dihentikan karena kurang memenuhi harapan para petani terhadap kerja ternak. Pada tahun 1957


(20)

dilakukan perbaikan mutu genetik sapi madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Danis (Utoyo et al. 1996; Hardjosubroto 2004).

Sapi madura merupakan salah satu jenis sapi lokal Indonesia yang berkembang di pulau Madura serta pulau-pulau sekitarnya. Secara morfologi, sapi madura memiliki karakter hampir sama dengan sapi bali kecuali ukuran tubuh dan tanduknya yang lebih kecil. Warna kulit pada sapi madura jantan dan betina lebih coklat dari sapi bali, kaki bagian bawah sampai lutut dan sebagian bokongnya berwarna putih (Rouse 1972). Selain itu, sapi madura lebih tahan terhadap cuaca panas, efisien terhadap makanan, memiliki kualitas daging yang baik, dan lebih resisten terhadap parasit (Payne & Hodges 1997).

Kepastian asal domestikasi sapi madura hingga saat ini masih belum diketahui. Masih terdapat perbedaan pada beberapa hasil penelitian mengenai asal usul sapi madura. Menurut Rouse (1972) sapi madura merupakan persilangan antara jenis sapi zebu dan banteng atau sapi bali. Litelatur lain menyatakan bahwa sapi madura merupakan hasil persilangan antara sapi bali dan sapi jawa, dimana sapi jawa sendiri merupakan hibrid dari zebu, taurin, dan banteng (Payne & Hodges 1997). Penelitian Nijman et al. (2003) dengan menggunakan penanda mikrosatelit mengungkapkan bahwa sapi madura merupakan hasil persilangan antara banteng dan zebu atau taurin dan zebu. Penelitian dengan penanda mtDNA yang telah dilakukan oleh Uggla (2008) dan Firdhausi (2010) menunjukkan bahwa terdapat dua tipe maternal origin sapi madura yaitu banteng dan zebu. Sedangkan dengan penanda gen SRY pada kromosom Y paternal sapi madura diperkirakan adalah banteng (Verkaar et al. 2003) atau sapi taurin (Kusdiantoro et al. 2009).

Sapi madura merupakan sapi lokal yang dianggap sebagai salah satu kekayaan plasma nutfah Indonesia. Beberapa Undang – undang diberlakukan sebagai upaya untuk menjaga kemurniannya. Salah satu peraturan tentang pelestarian sapi madura yang dikeluarkan sejak zaman kolonial Belanda adalah staatsblad (lembaran negara) No. 226/1923, No. 57/1934, dan No. 115/1937. Pasca kemerdekaan, pasal 13a Undang-undang No. 6/1967, telah menetapkan pokok-pokok peternakan dan kesehatan hewan, sebagai upaya untuk


(21)

mempertahankan populasi, menjaga bentuk, warna kulit, serta meningkatkan kualitas produksi sapi madura (Utoyo et al. 1996).

Major Histocompatibility Complex (MHC)

Major Histocompatibility Complex (MHC) merupakan kelompok lokus yang terdiri atas kumpulan gen penting (major) yang mengendalikan respon imun (Kuby 1997). MHC dibedakan menjadi tiga kelas gen, yaitu kelas I, II dan III. MHC kelas I berisi beberapa gen yang berperan dalam respon imun selular. MHC kelas II merupakan gabungan gen yang berperan penting dalam respon imun selular dan humoral. MHC kelas III mengandung beberapa gen yang memiliki fungsi luas, berperan dalam pembentukan komponen protein dan sistem komplemen, hanya beberapa diantaranya yang terlibat dalam respon imun (Guillemot et al. 1988).

Respon imun terutama disebabkan oleh adanya aksi limfosit yang dihasilkan dalam sel sumsum tulang. Aksi limfosit dalam sistem kekebalan dipacu oleh adanya antigen. Peranan MHC dalam sistem kekebalan seluler diawali dari masuknya antigen ke dalam tubuh melalui proses up take oleh makrofag yang kemudian memicu limfosit T untuk mematikan sel yang terinfeksi. Sementara itu, dalam sistem kekebalan humoral, MHC berperan dalam membantu pembentukan antibodi oleh limfosit B. Peranan keseluruhan MHC yang berkaitan dengan antigen adalah menentukan kemampuan individu untuk membedakan self dan non-self serta mengatur interaksi fungsi imunitas. Berkaitan dengan peranannya tersebut, MHC disebut immune response associated antigen (Nicholas 1987; Guillemot et al. 1988; Kuby 1997).

Nomenklatur MHC pada setiap hewan berbeda. Diawali dengan singkatan yang merujuk pada jenis hewan dan dilanjutkan dengan huruf L (Limfosit) dan A (Antigen). MHC yang terdapat pada sapi disebut Bovine Lymphocyte Antigen (BoLA) (Lewin et al. 1999).


(22)

Lokus Gen BoLA DRB 3.2

MHC pada setiap spesies mempunyai sifat polimorfisme yang tinggi (Guillemot et al. 1988). Sifat polimorfisme pada BoLA menyebabkan kemampuan setiap individu untuk bereaksi terhadap antigen berbeda-beda dan sangat spesifik. Dengan kata lain, BoLA berperan dalam menentukan ketahanan dan kerentanan setiap individu dalam suatu populasi terhadap suatu penyakit secara spesifik.

Pada sapi, kompleks BoLA terdapat pada lengan pendek kromosom 23. Sebagaimana MHC pada mamalia lainnya, BoLA dibagi menjadi tiga kelas gen. BoLA kelas I memiliki tiga gen fungsional, yaitu A, B dan C. BoLA kelas II atau disebut region D dibagi menjadi tiga subregion, yaitu DP, DQ dan DR. Masing-masing subregion paling tidak memiliki dua gen fungsional, yaitu satu gen penyandi rantai α (disebut gen DPA, DQA dan DRA) dan gen lainnya penyandi rantai β (disebut gen DPB, DQB dan DRB). Sampai saat ini, telah diketahui setidaknya ada tiga lokus gen BoLA penyandi rantai β pada subregion DR, yaitu BoLA DRB1, BoLA DRB2 dan BoLA DRB3 (Gambar 1) (Nicholas 1987; Guillemot et al. 1988; Ellis & Ballingall 1999).

Gambar 1 Ilustrasi kompleks BoLA (MHC mamalia) (Guillemot et al. 1988) Penamaan alel BoLA mengikuti format nomenklatur alel HLA yang dibuat oleh WHO Nomenclature Committee, yaitu lokus.exon*alel (Lewin et al. 1999; Buckingham & Flaws 2007).


(23)

Gambar 2 Nomenklatur alel BoLA (Buckingham & Flaws 2007)

DRB3 exon 2 (BoLA DRB3.2) merupakan lokus gen pada kompleks BoLA yang memiliki polimorfisme yang paling tinggi (Maillard et al. 1999; Gilliespie et al. 1999; Takeshima et al.2002; Behl et al. 2007; Nassiry et al. 2008). Berdasarkan metode PCR-RFLP, Van Eijk et al. (1992) telah mengidentifikasi 30 Alel BoLA DRB 3.2 berbeda pada 10 peranakan sapi Eropa. Berdasarkan metode yang sama, Gelhaus et al. (1995) menambahkan 10 alel baru yang ditemukannya pada sapi peranakan Afrika dan FH. Alel BoLA DRB3.2 yang telah diidentifikasi dengan metode PCR-RFLP hingga saat ini ada 54 tipe, dengan tambahan 14 alel baru yang ditemukan Maillard et al. (1999) pada sapi zebu Brahman. Seiring perkembangannya, metode yang digunakan untuk mengidentifikasi alel BoLA DRB 3 menjadi sangat bervariasi, salah satunya dengan metode PCR-SBT (Sequence Based Typing) yang telah mengidentifikasi 103 alel BoLA DRB 3 (Takeshima et al. 2003; Miltiadou et al. 2003).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan alel-alel BoLA DRB3 dengan sifat produksi dan imunitas. Dietz et al. (1997) menemukan bahwa alel – alel BoLA DRB 3.2 berhubungan erat dengan karakter imunitas. Alel-alel BoLA DRB 3.2 diketahui berhubungan dengan ketahanan dan kerentanan individu sapi terhadap beberapa penyakit seperti Mastitis (Sharif et al. 1998a; Kulberg et al. 2007), Limfositosis persisten yang disebabkan bovine leukemia virus (Lewin et al. 1999), Penyakit Kuku dan Mulut (Lewin et al. 1999), Dermatofilosis (Maillard et al. 2003), East Coast Fever (ECF) yang disebabkan serangan kutu-parasit Theileria parva (Ballingall et al. 2004) dan Penyakit yang disebabkan serangan kutu Boophilus microplus (Martinez et al. 2006). Selain itu,


(24)

variasi alel pada BoLA DRB3 juga berhubungan dengan karakter produksi susu (Sharif et al. 1998b).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa variasi dan distribusi alel BoLA DRB 3.2 berbeda untuk setiap jenis sapi, antara lain sapi Jersey (Gilliespie et al. 1999), Holstein (Dietz et al. 1997; Nassiry et al. 2008), Japanese Shorthorn (Takeshima et al.2002; Takeshima et al.2003), Japanese Black (Takeshima et al.2003), Brazilian Dairy Gir cattle ( Da Mota 2002) Canadian Dairy Cattle (Sharif et al. 1998a) dan Norwegian Red Cows (Kulberg et al. 2007). Polimorfisme pada kompleks BoLA yang dimiliki oleh populasi sapi mungkin berhubungan dengan asal usulnya (Ellis 1999). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa distribusi alel-alel tertentu pada kompleks BoLA mewakili tipe sapi taurin dan zebu (Gilliespie et al. 1999; Maillard et al. 1999). Polimorfisme pada kompleks BoLA juga berpengaruh terhadap fitnes individu dalam populasi. Hal ini berkaitan dengan respon masing-masing gen dalam kompleks BoLA terhadap tekanan lingkungan. Polimorfisme yang tinggi dalam populasi akan memungkinkan populasi tersebut bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan (Ellis 1999).

Polymerase Chain Reaction Restriction Fragment Length Polymorphism

(PCR-RFLP)

Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode enzimatis yang digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuen nukleotida secara eksponensial secara in vitro (Erlich 1989). Teknik PCR dipengaruhi oleh empat komponen utama yaitu: DNA cetakan, oligonukleotida primer, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP) dan enzim DNA polymerase (Sambrook et al. 1989). Prinsip kerja PCR adalah denaturasi, penempelan (annaeling), dan pemanjangan (elongasi).

Proses denaturasi cetakan DNA berlangsung pada suhu tinggi (94 – 96 °C) sehingga memungkinkan rantai ganda fragmen DNA akan terpisah menjadi rantai tunggal. Proses dilanjutkan dengan penempelan (annaeling) primer pada bagian cetakan DNA yang komplementer. Penempelan ini bersifat spesifik tergantung pada panjang-pendeknya primer. Suhu yang tidak tepat menyebabkan penempelan tidak terjadi atau primer menempel pada tempat yang salah. Tahapan selanjutnya


(25)

adalah pemanjangan (elongasi) pada suhu 72 °C. Proses dari denaturasi, penempelan, dan pemanjangan disebut satu siklus. Pada umumnya, proses PCR berlangsung dengan 25 – 40 siklus (Sambrook et al. 1989).

PCR-RFLP merupakan teknik PCR yang dikembangkan untuk memvisualisasikan perbedaan runutan nukleotida DNA mengunakan enzim restriksi (Park & Moran 1995). Enzim restriksi bersifat spesifik, yaitu suatu jenis enzim hanya akan memotong runutan nuleotida yang dikenalinya (situs restriksi). Profil fragmen hasil pemotongan menggambarkan variasi runutan nukleotida situs restriksi. Dengan kata lain, perbedaan runutan nukleotida pada setiap fragmen DNA akan menghasilkan pola pemotongan yang berbeda. Fragmen-fragmen DNA hasil pemotongan tersebut dapat dipisahkan dengan elektroforesis melalui matriks gel yang berbentuk pita-pita. Berdasarkan perbedaan panjang pita yang dihasilkan dapat diketahui variasi genetik antar individu dan populasi (Acharya et al. 2002).

PCR-RFLP merupakan metode yang telah terbukti cepat dan sensitif untuk mendeteksi polimorfisme pada gen BoLA DRB 3. Metode ini berguna untuk mempelajari evolusi dan polimorfisme MHC pada sapi dan Bovidae lainnya (Van Eijk et al. 1992). Metode PCR-RFLP untuk mengkarakterisasi BoLA-DRB 3 didasarkan pada banyaknya polimorfisme yang terdapat pada exon 2 gen BoLA DRB 3, polimorfisme tersebut dapat dideteksi dengan enzim restriksi. Alel BoLA DRB 3.2 yang telah diidentifikasi dengan metode PCR-RFLP hingga saat ini ada 54 alel (Van Eijk et al.1992; Gelhaus et al. 1995; Maillard et al. 1999).

Metode PCR-RFLP untuk mendeteksi variasi alel BoLA DRB 3.2 pertama kali digunakan oleh Van Eijk et al. (1992). Penelitian ini dilakukan pada 10 sapi peranakan Eropa (Angus, Ayrshire, Brown-Swiss, Gelbvieh, Guernsey, Jersey, Holstein-Friesian, Polled Hereford, Simmental dan South Devon). Enzim restriksi yang digunakan adalah RsaI, HaeIII dan BstYI. Kombinasi pola pemotongan dari ketiga enzim tersebut digunakan untuk mengidentifikasi 30 Alel BoLA DRB 3.2. Hasil konfirmasi menunjukkan bahwa alel-alel hasil identifikasi menggunakan metode PCR-RFLP cocok dengan urutan DNA yang diperkirakan.

Enzim restriksi RsaI memotong pada situs gt↓ac. Sampai saat ini telah diketahui terdapat 25 pola pemotongan alel BoLA DRB 3.2 oleh enzim RsaI. Enzim restriksi HaeIII memotong pada situs gg↓cc, pola pemotongan yang bisa


(26)

dihasilkan oleh enzim ini ada 9 tipe. Sedangkan enzim BstYI memotong pada situs R↓gatc, terdapat 5 pola pemotongan yang berbeda dihasilkan oleh enzim ini. Masing-masing pola pemotongan ditampilkan pada lampiran 1.


(27)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel darah dan DNA sapi madura, sapi limousin dan sapi FH koleksi Laboratorium Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan IPB. Jumlah keseluruhan sampel yang digunakan adalah 81 sampel, terdiri atas 40 sampel sapi madura, 10 sampel sapi FH, dan 31 sampel sapi limousin (Tabel 1). Sampel darah sapi madura diawetkan dalam alkohol absolut, sampel berasal dari peternakan rakyat di kabupaten Sampang dan Bangkalan, Madura. Koleksi sampel sapi limousin dan sapi FH dalam bentuk DNA. Sampel sapi FH berasal dari Koperasi Peternakan Susu (KPS) Kunak Bogor, sedangkan sampel sapi limousin berasal dari Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang, Jawa Barat.

Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

Asal Sampel Jumlah Sampel Tahun Koleksi Jenis Kelamin Sapi madura

Sapi limousin Sapi FH

Sampang Bangkalan BET Cipelang KPS Kunak Bogor

30 10 31 10

2009 2009 2008 2009

♂ & ♀ ♂ & ♀

♀ ♂ & ♀

Total 81

Keterangan: ♂ = Jantan; ♀ = Betina. Metode

Ekstraksi dan Isolasi DNA

Ekstraksi dan isolasi DNA dari sampel darah sapi menggunakan DNA Extraction Kit for Fresh Blood (GeneAid Canada) yang dimodifikasi. Empat tahapan ekstraksi dan isolasi DNA telah dilakukan sebagaimana tertera pada manual kit, yaitu pelisisan, pengikatan, pencucian dan pengendapan DNA. Modifikasi dilakukan pada tahap pelisisan sel darah yang disimpan dalam alkohol. Alkohol sebagai media penyimpan dibuang dengan sentrifugasi 1000 g selama 10


(28)

menit. Sel-sel darah kemudian direndam dalam akuades selama 20 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi 1000 g selama 10 menit. Sel-sel darah yang sudah bebas dari alkohol disuspensikan dalam bufer 1x STE (0.5 M Sodium chloride; Tris-HCl 0.2 M; EDTA 0.02 M; pH 8.0) kemudian dilisis menggunakan proteinase K 0.125 mg/ml dan sodium dodesil sulfat 1% sambil dikocok pelan dalam suhu 56 oC selama 1 jam. Tahap pemisahan dan pemurnian molekul DNA mengikuti petunjuk DNA Extraction Kit for Fresh Blood.

Amplifikasi BoLA DRB 3.2

Amplifikasi lokus BoLA DRB 3.2 dilakukan secara in vitro menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Primer forward yang digunakan adalah AF135: 5’–ATCCTCTCTCTGCAGCACATTTCC–3’ dan primer reverse AF137: 5’–TCGCCGCTGCACAGTGAAACTCTC–3’. Kedua primer diatas didisain oleh Van Eijk et al. (1992) sebagai HLO30 dan HLO32 dengan target DNA hasil amplifikasi berukuran 284 bp. Pereaksi PCR terdiri atas 10-100 ng sampel DNA, primer forward dan reverse masing-masing 1 µM, dNTP mix 120 µM, MgCl2

100 µM, dan Taq polymerase RBC 1 unit beserta bufernya. Total volume pereaksi adalah 25 μl dalam tabung 0.2 ml. Reaksi PCR dilakukan menggunakan mesin thermocycler TaKaRa yang telah diprogram untuk kondisi predenaturasi pada suhu 94 oC selama 5 menit, 30 siklus denaturasi 94 oC selama 1 menit, penempelan (annealing) pada suhu 57 oC selama 1 menit, pemanjangan 64 oC selama 1 menit. Pemanjangan akhir dilakukan pada suhu 72 oC selama 2 menit.

Pemotongan dengan Enzim Restriksi

Identifikasi variasi alel BoLA-DRB 3.2 menggunakan metode PCR-RFLP yang dikembangkan oleh Van Eijk (1992). Produk PCR dipotong menggunakan enzim restriksi endonuklease RsaI, HaeIII (NEB biolabs, New England-USA), dan BstYI (Fermentas). Produk PCR yang menunjukkan pita tunggal di atas gel kemudian dipotong dengan enzim restriksi. Sebanyak 2 μl produk PCR dipotong dengan enzim restriksi 3 unit. Unit aktifitas enzim restriksi yang digunakan berlebih untuk memastikan tidak ada incomplete digestion. Proses pemotongan


(29)

produk PCR oleh ketiga enzim dilakukan dalam inkubator pada suhu 37 oC selama 3 jam hingga satu malam (± 18 jam).

Visualisasi Produk PCR dan PCR-RFLP

Pemisahan produk PCR dilakukan menggunakan polyacrilamide gel electrophoresis (PAGE) 8% dan produk PCR-RFLP menggunakan PAGE 8% yang dilanjutkan dengan pewarnaan sensitif perak menurut Tegelström (1986). Elektroforesis dijalankan pada tegangan 100 V sampai pewarna bromtimol blue dari loading bufer mencapai tepi katoda gel.

Konfirmasi Tipe Alel BoLA DRB 3.2

Pola hasil pemotongan PCR-RFLP dikonfirmasikan dengan pola pemotongan yang telah diidentifikasi oleh Van Eijk et al. (1992), Gelhaus et al. (1995) dan Maillard et al. (1999) (Lampiran 1). Identifikasi alel BoLA DRB 3.2 menggunakan kombinasi pola pemotongan enzim RsaI, BstYI, dan HaeIII (Lampiran 2).

Analisis Data

Frekuensi tipe pola pemotongan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

xi = Frekuensi tipe i

ni = Jumlah tipe i dalam populasi

N = Jumlah total tipe dalam populasi

Frekuensi genotipe dihitung berdasarkan rumus Nei (1987) sebagai berikut:

Keterangan:

Xii = Frekuensi genotipe ii

nii = Jumlah individu bergenotip ii

N = Jumlah total individu Xii= nii / N


(30)

Frekuensi alel dihitung berdasarkan jumlah individu bergenotipe homozigot dan heterozigot dengan menggunakan rumus Nei (1987) sebagai berikut:

Keterangan:

Xi = Frekuensi alel i (%)

nii = Jumlah individu bergenotipe ii

nij = Jumlah individu bergenotipe ij N = Jumlah total individu

Analisis keragaman genetik pada populasi dilakukan dengan cara membandingkan nilai hetrozigositas hasil penelitian (Ho) dengan nilai heterozigositas yang diharapkan (He) (Nei 1973 diacu dalam Freeland 2005). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

nij = jumlah individu bergenotipe ij

N = jumlah total individu Xi = frekuensi Alel i

Analisis kesetimbangan populasi menggunakan Uji Chi-squared dengan cara membandingkan frekuensi genotipe hasil pengamatan dengan frekuensi genotipe pada populasi setimbang Hardy-Weinberg. Uji Chi-squared menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

O = jumlah individu bergenotip ii, ij,...jj hasil pengamatan E = jumlah individu bergenotip ii, ij,...jj yang diharapkan,

Kriteria Uji yang digunakan adalah: jika angka sigifikansi atau p-value lebih besar dari 0.01 atau χ2 hitung χ2tabel

,

maka populasi dalam keadaan

Xi= (2nii+ Σ nij)/2N x 100%

χ2= Ʃ(O –

E)2 / E


(31)

setimbang, jika p-value lebih kecil dari 0.01 atau χ2hitung χ2tabel,maka populasi

tidak setimbang. Derajat bebas pengujian adalah k – 2, karena dalam analisis dilakukan dua kali pendugaan, yaitu pendugaan frekuensi alel dan frekuensi genotipe. Sedangkan k adalah kombinasi yang mungkin terbentuk dari banyaknya alel.


(32)

HASIL

Amplifikasi BoLA DRB 3.2 dan Pola Pemotongan Enzim Restriksi

Amplifikasi lokus BoLA DRB 3.2 pada sapi madura, sapi limousin dan sapi FH menggunakan primer AF135 dan AF137. Panjang ruas DNA hasil amplifikasi adalah 284 bp.

Pola Pemotongan Enzim RsaI

Enzim restriksi RsaI memotong pada situs gt↓ac. Kesulitan yang muncul pada saat identifikasi antara lain ukuran fragmen yang terpotong sangat kecil (30, 33 dan 39 bp) dan beberapa pita memiliki perbedaan ukuran fragmen yang sangat sedikit misalnya 50, 51 dan 54 bp; 63 dan 69 bp; 90 dan 93 bp; 104 dan 111 bp.

Berdasarkan hasil pemotongan enzim RsaI, pada populasi Sampang, ditemukan 13 tipe pola pemotongan, yaitu c, d, f, h, j, k, l, n,o, t, u, x, dan y, yang terdistribusi dengan frekuensi 0.0172-0.1724 (n = 58). Tipe-tipe tersebut ditemukan dalam 14 pola kombinasi. Pada populasi Bangkalan ditemukan 8 tipe, yaitu d, g, k, l, o, p, t, dan u, yang membentuk 7 pola kombinasi. Tipe-tipe yang ditemukan pada populasi Bangkalan terdistribusi dengan frekuensi 0.0556-0.2778 (n = 18). Pada sapi limousin ditemukan 14 tipe, yaitu c,d, g, h, i, j, k, l, m, n, o, s, u, dan v, yang membentuk 20 pola kombinasi. Tipe-tipe tersebut terdistribusi dengan frekuensi 0.0167-0.2833 (n = 60). Pada sapi FH ditemukan 8 tipe, yaitu g, h, i, k, l, n, o, dan s, yang membentuk 8 pola kombinasi. Tipe-tipe tersebut terdistribusi dengan frekuensi 0.0625-0.3125 (n = 18).

Tipe k, l, dan o ditemukan pada semua populasi. Tipe d dan u ditemukan pada populasi sapi madura dan sapi limousin. Tipe t ditemukan pada populasi sapi madura. Dengan demikian, tipe d, k, l, o, t, dan u merupakan pola yang ditemukan pada kedua populasi sapi madura. Tipe pola pemotongan RsaI yang hanya ditemukan pada populasi Sampang adalah f, x, dan y, sedangkan p hanya ditemukan pada populasi Bangkalan.

Dari keseluruhan sampel yang telah diidentifikasi, didapatkan 19 tipe dalam 35 pola kombinasi (Tabel 2 dan Tabel 3). Ada tiga pola kombinasi yang ditemukan pada kedua populasi sapi madura, yaitu du, ko dan lt. Pola kombinasi


(33)

cj, do, fy, ll, lx, dan ot hanya ditemukan pada populasi Sampang, sedangkan go, gt, lo, dan pp hanya ditemukan pada populasi Bangkalan. Selain itu, kombinasi pola cl, dl, dn, gg, hh, il,jk, jm, ln, uu, dan vv hanya ditemukan pada sapi limousin, dan ho, kn, no hanya ditemukan pada populasi sapi FH.

Tabel 2 Pola pemotongan enzim RsaI dan frekuensi tipe BoLA DRB 3.2/RsaI

No Tipe BoLA DRB 3.2/RsaI

MS MB L FH

n x n x n x n x

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 c d f g h i j k l m n o p s t u v x y 1 4 1 - 1 - 1 13 8 - 2 11 - - 10 4 - 1 1 0.0172 0.0690 0.0172 - 0.0172 - 0.0172 0.2241 0.1379 - 0.0345 0.1897 - - 0.1724 0.0690 - 0.0172 0.0172 - 1 - 2 - - - 3 2 - - 5 2 - 2 1 - - - - 0.0556 - 0.1111 - - - 0.1667 0.1111 - - 0.2778 0.1111 - 0.1111 0.0556 - - - 1 4 - 4 3 3 2 6 7 1 17 3 - 2 - 5 2 - - 0.0167 0.0667 - 0.0667 0.0500 0.0500 0.0333 0.1000 0.1167 0.0167 0.2833 0.0500 - 0.0333 - 0.0833 0.0333 - - - - - 1 1 1 - 5 1 - 4 2 - 1 - - - - - - - - 0.0625 0.0625 0.0625 - 0.3125 0.0625 - 0.2500 0.1250 - 0.0625 - - - - -

Ʃ 58 1.00 18 1.00 60 1.00 16 1.00

Keterangan: n= Jumlah individu; x=Frekuensi gen; MS = Sapi madura asal Sampang; MB = Sapi madura asal Bangkalan; L = Sapi limousin; FH = Sapi Friesian Holstein

Tabel 3 Kombinasi pola pemotongan enzim RsaI

No Kombinasi Pola BoLA DRB 3.2/RsaI Jumlah Individu

MS MB L FH

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 cj cl dl dn do du fy gg go gs gt hh hk ho ik il jk jm 1 - - - 1 3 1 - - - - - 1 - - - - - - - - - - 1 - - 1 - 1 - - - - - - - - 1 1 1 - 2 - 1 - 2 - 1 1 - 1 2 1 1 - - - - - - - - - 1 - - - 1 1 - - -


(34)

Lanjutan

No Kombinasi Pola BoLA DRB 3.2/RsaI Jumlah Individu

MS MB L FH

19 20 kk kl 4 - - - - 1 1 1 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 kn ko ku ll lo ln lt lx nn no oo ot pp uu vv - 3 1 1 - - 5 1 1 - 1 5 - - - - 3 - - 1 - 1 - - - - - 1 - - - 1 1 - - 2 - - 7 - 1 - - 1 1 1 - - - - - - - 1 1 - - - - -

Ʃ 29 9 30 8

Keterangan: MS = Sapi madura asal Sampang; MB = Sapi madura asal Bangkalan; L = Sapi limousin; FH = Sapi Friesian Holstein.

Pola Pemotongan Enzim BstYI

Enzim restriksi BstYI memotong pada situs R↓gatc. Menurut Van Eijk et al. (1992) pola pemotongan enzim BstYI teridentifikasi pada 5 tipe (a-e). Hasil visualisasi PCR-RFLP tipe a (199 dan 85 bp), c (196 dan 85 bp), dan d (197 dan 87 bp) sulit untuk dibedakan, tipe yang hampir sama tersebut diidentifikasi sebagai tipe a. Hal ini mengakibatkan, dalam penelitian ini ada over estimasi pada tipe a.

Secara keseluruhan didapatkan 3 tipe pola pemotongan dengan enzim BstYI, yaitu a, b dan e dalam 3 kombinasi (ab, bb dan be) (Tabel 4 dan Tabel 5). Tipe dan kombinasi pola terdistribusi pada semua populasi dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Tabel 4 Pola pemotongan enzim BstYI dan frekuensi tipe BoLA DRB 3.2/BstYI

No Tipe BoLA DRB 3.2/BstYI

MS MB L FH

n x n x n x n x

1 2 3 a b e 10 48 2 0.1667 0.8000 0.0333 2 16 2 0.1000 0.8000 0.1000 8 51 3 0.1290 0.8226 0.0484 2 15 3 0.1000 0.7500 0.1500

Ʃ 60 1.00 20 1.00 62 1.00 20 1.00

Keterangan: n= Jumlah individu; x=Frekuensi tipe; MS = Sapi madura asal Sampang; MB = Sapi madura asal Bangkalan; L = Sapi limousin; FH = Sapi Friesian Holstein.


(35)

Tabel 5 Kombinasi pola pemotongan enzim BstYI

No Kombinasi pola BoLA DRB 3.2/BstYI Jumlah individu

MS MB L FH

1 2 3 ab bb be 10 18 2 2 6 2 8 20 3 2 5 3

Ʃ 30 10 31 10

Keterangan: MS = Sapi madura asal Sampang; MB = Sapi madura asal Bangkalan; L = Sapi limousin; FH = Sapi Friesian Holstein.

Pola Pemotongan Enzim HaeIII

Enzim restriksi HaeIII memotong pada situs gg↓cc. Ukuran fragmen hasil pemotongan enzim HaeIII adalah 219, 190, 167, 117, dan 65 bp. Besar fragmen yang terpotong tersebut teridentifikasi pada 6 tipe (a, b, d, e, f dan i) dalam 7 kombinasi (aa, ab, ad, ae, bb, be dan fi) (Tabel 6 dan Tabel 7).

Tipe a dan b ditemukan pada populasi sapi madura, sapi limousin, dan sapi FH. Tipe a merupakan tipe dengan frekuensi tertinggi di semua populasi. Tipe e ditemukan pada kedua populasi sapi madura dengan frekuensi 0.0370 pada populasi sampang (n = 54) dan 0.0625 pada populasi Bangkalan (n = 16). Tipe d, f, dan i hanya ditemukan pada populasi Sampang dengan frekuensi 0.0370, 0.0556, dan 0.0556.

Pada penelitian ini, kombinasi pola aa dan ab ditemukan pada populasi sapi madura, Limousin, dan FH. Kombinasi pola aa dan ab ditemukan juga pada populasi sapi Gir dan Kenkrej (Acharya et al. 2002) serta Iranian Holstein (Nassiry 2008). Kombinasi pola yang hanya ditemukan pada populasi Sampang adalah fi, dan be hanya ditemukan pada populasi Bangkalan. Selain itu, kombinasi pola bb hanya ditemukan pada populasi sapi limousin.

Tabel 6 Pola pemotongan enzim HaeIII dan frekuensi tipe BoLA DRB 3.2/HaeIII

No Tipe BoLA DRB 3.2/HaeIII

MS MB L FH

n x n x n x n x

1 2 3 4 5 6 a b d e f i 32 12 2 2 3 3 0.5926 0.2222 0.0370 0.0370 0.0556 0.0556 9 6 - 1 - - 0.5625 0.3750 - 0.0625 - - 27 22 3 - - - 0.5192 0.4231 0.0577 - - - 9 4 1 - - - 0.6429 0.2857 0.0714 - - -

Ʃ 54 1.00 16 1.00 52 1.00 14 1.00

Keterangan: n= Jumlah individu; x=Frekuensi tipe; MS= Sapi madura asal Sampang; MB = Sapi madura asal Bangkalan; L = Sapi limousin; FH = Sapi Friesian Holstein.


(36)

Tabel 7 Kombinasi pola pemotongan enzim HaeIII

No Kombinasi pola BoLA DRB 3.2/Hae III

Jumlah individu

MS MB L FH

1 2 3 4 5 6 7 aa ab ad ae bb be fi 8 12 2 2 - - 3 2 5 - - - 1 - 6 12 3 - 5 - - 2 4 1 - - - -

Ʃ 27 8 26 7

Keterangan: MS = Sapi madura asal Sampang; MB = Sapi madura asal Bangkalan; L = Sapi limousin; FH = Sapi Friesian Holstein.

Gambar 3 Produk PCR BoLA DRB 3.2.

(a)

(b) (c) Gambar 4 Hasil visualisasi Produk PCR RFLP.

M = penanda 100 bp DNA ladder

Enzim restriksi RsaI: kh= 156 + 111 + 78 + 69 bp; ko= 284 + 156 + 78 bp; nn= 180 + 104 + 78 bp; lt= 234+143+141; no= 284 + 180 + 104 bp; ln= 234 + 180 + 104 bp (a) BstYI:

ab = 284 + 199 + 85 bp; bb = 284 bp; be = 284 + 112 + 87 + 85 bp (b) HaeIII: ad = 190+167+65+52 bp; aa= 167 + 65 + 52 bp; bb= 219 + 65 bp (c).

M 284 bp 300 300 200 200 200 100 100 100 300 200

ln no lt nn nn ko kh

bb ab be


(37)

Variasi Alel BoLA DRB 3.2

Identifikasi alel didasarkan pada pola pemotongan enzim RsaI, BstYI, dan HaeIII. Pada penelitian ini, 34 alel telah diidentifikasi, 30 diantaranya merupakan alel yang telah teridentifikasi oleh Van Eijk et al. (1992), Gelhaus et al. (1995), dan Maillard et al. (1999). Empat alel lainnya merupakan alel baru yang belum teridentifikasi sebelumnya. Alel tersebut adalah alel *dbd yang ditemukan pada populasi Sampang, alel *iaa dan *kba pada populasi sapi limousin, serta alel *kea pada populasi sapi limousin dan FH( Tabel 8).

Tabel 8 Variasi alel BoLA DRB 3.2 pada populasi sapi madura, limousin dan FH

No Alel BoLA DRB 3.2

Sapi madura Sapi limousin Sapi FH

n x (%) n x (%) n x (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 *04 *06 *08 *11 *12 *14 *15 *16 *17 *19 *20 *21 *22 *23 *24 *25 *26 *27 *28 *34 *35 *36 *37 *39 *40 *43 *44 *46 *50 *53 *dbd *iaa *kba *kea 1 4 1 2 1 - - 1 6 - 3 3 - 2 - 1 1 1 6 2 - 2 7 12 4 2 3 - 1 1 1 - - - 1.47 5.88 1.47 2.94 1.47 - - 1.47 8.82 - 4.41 4.41 - 2.94 - 1.47 1.47 1.47 8.82 2.94 - 2.94 10.29 17.65 5.88 2.94 4.41 - 1.47 1.47 1.47 - - - - 2 - 1 - 2 2 2 3 1 2 - 2 5 11 - - - 1 1 1 4 2 - 3 - - 2 - - - 1 1 1 - 4.00 - 2.00 - 4.00 4.00 4.00 6.00 2.00 4.00 - 4.00 1- 22.00 - - - 2.00 2.00 2.00 8.00 4.00 - 6.00 - - 4.00 - - - 2.00 2.00 2.00 - - - 1 1 - 1 - - 1 - - - 2 2 1 - - - - - - 2 - - - - - - - - - - 1 - - - 8.33 8.33 - 8.33 - - 8.33 - - - 16.67 16.67 8.33 - - - - - - 16.67 - - - - - - - - - - 8.33 Keterangan: n = jumlah alel dalam populasi; x (%) = Frekuensi alel


(38)

Pada penelitian ini, ditemukan 46 genotipe dari kombinasi 34 alel berbeda (Tabel 9). Dua puluh dua genotipe ditemukan pada populasi sapi madura dengan frekuensi berkisar antara 0.0294-0.1176 (n = 34). Dua puluh satu genotipe ditemukan pada populasi sapi limousin dengan frekuensi berkisar antara 0.0400-0.1600 (n = 25). Enam genotipe ditemukan pada populasi sapi FH dengan frekuensi masing-masing 0.1667 (n = 6).

Lima dari 22 genotipe pada populasi sapi madura ditemukan dengan frekuensi lebih dari 0.005, yaitu *37/*17 (0.1176), *39/*28 (0.1176), *40/*06 (0.1176), *39/*20 (0.0882), dan *44/*43 (0.0588). Tujuh belas genotipe lainnya ditemukan dengan frekuensi masing-masing 0.0294. Satu dari 22 genotipe yang ditemukan pada populasi sapi madura merupakan genotipe homozigot, yaitu *23/*23 (0.0294). Genotipe *23/*23 ditemukan juga pada populasi sapi limousin dengan frekuensi 0.0400.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa alel BoLA DRB 3.2 pada populasi sapi madura dan FH memiliki keragaman yang tinggi (Ho > He), sedangkan pada populasi sapi limousin keragaman alelnya rendah (Ho < He). Analisis Chi-squared digunakan untuk mengetahui kesetimbangan Hardy-Weinberg. Uji Chi-squared alel BoLA DRB 3.2 pada populasi sapi FH diperoleh angka signifikansi (p-value) lebih besar dari 0.01, sedangkan pada populasi sapi madura dan limousin diperoleh angka signifikansi lebih kecil dari 0.01. Hal ini berarti, populasi sapi FH dalam keadaan setimbang, sedangkan populasi sapi madura dan limousin tidak dalam keadaan setimbang.

Tabel 9 Frekuensi genotipe alel BoLA DRB 3.2

No Genotipe

BoLA DRB 3.2

madura Limousin FH

n x n x n x

1 *14/*14 - - 1 0.0400 - -

2 *16/*04 1 0.0294 - - - -

3 *17/*12 1 0.0294 - - - -

4 *19/*11 - - 1 0.0400 1 0.1667

5 *20/*06 - - 1 0.0400 - -

6 *20/*15 - - 1 0.0400 - -

7 *22/*06 - - 1 0.0400 - -

8 *23/*16 - - 1 0.0400 - -


(39)

Lanjutan

No Genotipe

BoLA DRB 3.2

madura Limousin FH

n x n n x n

10 *23/*23 1 0.0294 1 0.0400 - -

11 *24/*23 - - 2 0.0800 1 0.1667

12 *24/*24 - - 4 0.1600 - -

13 *25/*15 - - - - 1 0.1667

14 *25/*17 1 0.0294 - - - -

15 *28/*11 1 0.0294 - - - -

16 *28/*21 1 0.0294 - - - -

17 *34/*23 - - 1 0.0400 - -

18 *36/*15 - - 1 0.0400 - -

19 *36/*17 - - 1 0.0400 - -

20 *36/*21 1 0.0294 - - - -

21 *36/*35 - - 1 0.0400 - -

22 *37/*12 - - - - 1 0.1667

23 *37/*17 4 0.1176 - - - -

24 *37/*23 - - - - 1 0.1667

25 *37/*26 1 0.0294 - - - -

26 *37/*28 - - 1 0.0400 - -

27 *39/*11 1 0.0294 - - - -

28 *39/*20 3 0.0882 - - - -

29 *39/*21 1 0.0294 - - - -

30 *39/*28 4 0.1176 - - - -

31 *39/*34 1 0.0294 - - - -

32 *39/*36 1 0.0294 - - - -

33 *39/*37 1 0.0294 - - - -

34 *40/*06 4 0.1176 - - - -

35 *40/*17 - - 1 0.0400 - -

36 *40/*40 - - 1 0.0400 - -

37 *44/*27 1 0.0294 - - - -

38 *44/*43 2 0.0588 - - - -

39 *46/*46 - - 1 0.0400 - -

40 *50/*34 1 0.0294 - - - -

41 *53/*08 1 0.0294 - - - -

42 *dbd/*37 1 0.0294 - - - -

43 *iaa/*17 - - 1 0.0400 - -

44 *kba/*16 - - 1 0.0400 - -

45 *kea/*24 - - - - 1 0.1667

46 *kea/*37 - - 1 0.0400 - -

Ho He χ2

hitung p-value

97.06 92.34 438.09 2.66e-07

68.00 91.20 284.61 0.0082

100 87.50 36.00 0.7991

Keterangan: n= Jumlah individu; x=Frekuensi genotipe; Ho = Heterozigositas hasil penelitian; He = Heterozigositas yang diharapkan; χ2hitung = Hasil uji Chi-Squared; p-value = angka


(40)

Tabel 10 Frekuensi alel BoLA DRB 3.2 pada populasi sapi madura dan populasi sapi lainnya.

No Alel BoLA DRB 3.2

Frekuensi Alel (%) Sapi Madurae

(n = 68)

Sapi Limousine (n = 50)

Sapi FHe (n = 12)

Canadian Dairyf (n = 835)

Jersey Cowg (n = 344)

Holsteinh (n = 100)

Iranian Holsteini (n = 350)

Kenkrejj (n = 100)

Girk (n = 56) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 *04a *06 a *08 a *11 a *12 a *16 a *17 a *20 a *21 a *23 a *25 a *26 a *27 a *28 a *34 a *36 a *37 a *39 b *40 c *43 c *44 c *50 c *53 c *dbd d

1.47 5.88 1.47 2.94 1.47 1.47 8.82 4.41 4.41 2.94 1.47 1.47 1.47 8.82 2.94 2.94 10.29 17.65 5.88 2.94 4.41 1.47 1.47 1.47 - 4.00 - 2.00 - 4.00 6.00 4.00 - 10.00 - - - 2.00 2.00 8.00 4.00 - 6.00 - - - - - - - - 8.33 8.33 - - - - 16.67 8.33 - - - - - 16.67 - - - - - - - - 0.7 20.1 14.9 0.2 9.2 0.2 0.4 0.5 6.4 - 1.4 0.8 0.6 0.2 - - - - - - - - - - - 11.3 - - - 5.5 3.7 10.7 0.9 0.3 - - 4.7 - 9.3 0.9 - - - - - - - - - 9 14 1 10 - - 1 5 - - - 6 - - - - - - - - - - - 1.13 16.19 4.80 0.28 12.78 - - 1.98 5.68 - 1.13 3.12 1.42 - - 1.36 - - - - - - - - 12 - - 1 2 1 9 - - - - - 1 22 4 7 - 1 - 1 - - - - 14.29 - - - - - 17.86 - - - - 7.14 - 3.57 - - - - - 1.79 - - -

Keterangan: n= jumlah alel dalam populasi; a= Alel diidentifikasi Van Eijk et al. (1992) pada sapi Eropa ; b=Alel diidentifikasikan Gelhaus et al. (1995) pada sapi peranakan Afrika; c=Alel diidentifikasi Mailard et al. (1999) pada sapi Brahman; d= Alel baru; e= Hasil penelitian; f= Jenis sapi taurin hasil penelitian Sharif et al.

(1998a); g= Jenis sapi taurin hasil penelitian Gilliespie et al. (1999); h= Jenis sapi taurin hasil penelitian Parnian et al. (2006); i= Jenis sapi taurin hasil penelitian Nassiry


(41)

Didapatkan 11 alel yang ditemukan pada populasi sapi madura tetapi tidak ditemukan pada populasi sapi limousin dan sapi FH. Lima diantaranya ditemukan pada populasi jenis sapi lain dari penelitian lainnya (Sharif et al. 1998a; Gilliespie et al. 1999; da Mota et al. 2002; Parnian et al. 2006; Behl et al. 2007; Nassiry et al. 2008). Alel-alel tersebut adalah alel *8, *21, *26, *27, dan *44, dengan frekuensi alel berturut-turut 1.47, 4.41, 1.47, 1.47, dan 4.41%. Enam Alel lainnya hanya ditemukan pada populasi sapi madura tetapi tidak ditemukan pada populasi lainnya. Alel-alel tersebut adalah *4, *39, *43, *50, *53, dan *dbd dengan frekuensi berturut-turut 1.47, 17.65, 2.94, 1.47, dan 1.47%.

Alel *06, *12 , *16, *17, *20, *25, *27, *28, *34, *36, *37, dan *40, dengan frekuensi 55.86% dari total keseluruhan alel yang ditemukan pada populasi sapi madura, merupakan alel yang terdapat pada populasi sapi madura, sapi limousin dan sapi FH. Alel-alel tersebut ditemukan juga pada populasi sapi zebu dan taurin dari penelitian lain seperti pada populasi Canadian Dairy Cattle (Sharif et al. 1998a), Jersey cow (Gilliespie et al. 1999), Brazilian Gir (da Mota et al. 2002), Holstein bulls (Parnian et al. 2006), Kenkrej (Behl et al. 2007) dan Iranian Holstein (Nassiry et al. 2008).

Alel *08, *11, *21, *23, dan *26 terhitung 13.23% dari total alel yang ditemukan pada populasi sapi madura merupakan alel yang diidentifikasi Van Eijk et al. (1992) pada sapi Eropa dan hanya ditemukan pada populasi sapi taurin seperti Canadian Dairy Cattle (Sharif et al. 1998a), Jersey cow (Gilliespie et al. 1999), Holstein bulls (Parnian et al. 2006) dan Iranian Holstein (Nassiry et al. 2008).

Alel *40 merupakan alel yang diidentifikasi Gelhaus et al. (1995) pada sapi peranakan Afrika (N’Dama). Alel *44 merupakan alel yang diidentifikasikan oleh Mailard et al. (1999) pada sapi Brahman. Alel *40 dan *44 ditemukan pada populasi sapi madura dengan frekuensi 5.88 dan 4.41%. Kedua alel tersebut ditemukan juga pada populasi sapi zebu lainnya seperti Kenkrej (Behl et al. 2007) dan Brazilian Gir (da Mota et al. 2002), namun tidak ditemukan pada populasi sapi taurin.


(42)

PEMBAHASAN

Variasi alel BoLA DRB 3.2 pada populasi sapi madura diduga berhubungan dengan asal usulnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya alel sharing yang ditemukan pada populasi sapi madura, sapi limousin, dan sapi FH. Alel sharing tersebut mencapai 55.86%. Selain itu, beberapa alel yang ditemukan pada populasi sapi madura dilaporkan telah ditemukan pada populasi Canadian Dairy Cattle (Sharif et al. 1998a), Jersey cow (Gilliespie et al. 1999), Brazilian Gir (da Mota et al. 2002), Holstein bulls (Parnian et al. 2006), Kenkrej (Behl et al. 2007), dan Iranian Holstein (Nassiry et al. 2008).

Alel *06, *20, *34, dan *44 merupakan alel yang umum ditemukan pada populasi sapi zebu (Mailard et al. 1999; da Mota et al. 2002; Behl et al. 2007). Alel-alel tersebut diduga berasal dari jenis sapi zebu yang merupakan leluhur sapi madura (Rouse 1972). Ditemukannya alel sapi zebu pada populasi sapi madura mendukung hasil penelitian Firdhausi (2010) yang mengungkapkan adanya dua tipe maternal origin sapi madura yaitu banteng dan zebu. Data tersebut juga mendukung hasil penelitian Nijman et al. (2003) yang mengungkapkan bahwa sapi madura merupakan hasil persilangan antara banteng-zebu atau taurin-zebu.

Alel-alel yang ditemukan pada populasi sapi madura dan umum terdapat pada populasi sapi taurin adalah alel *08, *11, *12, *16, *17, *20, *21, *23, *26, *28, dan *37 (Sharif et al. 1998a; Gilliespie et al. 1999; Takeshima et al. 2002; Parnian et al. 2006; Nassiry et al. 2008). Alel-alel tersebut diduga berasal dari jenis sapi taurin yang merupakan salah satu leluhur sapi madura (Kusdiantoro et al. 2009).

Alel sapi zebu dan taurin yang ditemukan pada populasi sapi madura diduga berkaitan dengan sejarah perkembangan sapi madura. Sebagai sapi potong, sapi madura dinilai memiliki ukuran yang kecil sehingga tidak ekonomis untuk dikembangkan. Hal ini menyebabkan pemerintah menjalankan program importasi dan persilangan antara jenis-jenis sapi lokal (salah satunya sapi madura) dengan jenis-jenis sapi impor. Sapi impor yang telah disilangkan dengan sapi madura antara lain jenis sapi Brahman, Simmental, Limousin dan Red Danis (Diwyanto 2008).


(43)

Alel *39 yang diidentifikasi oleh Gelhaus et al. (1995) pada sapi peranakan Afrika merupakan alel pada populasi sapi madura dengan frekuensi paling tinggi yaitu 17.65%. Alel *04 dengan frekuensi 1.74 % merupakan alel yang diidentifikasi Van Eijk et al. (1992) pada sapi Eropa. Alel *43, *50, dan *53 dengan frekuensi berturut turut 2.94, 1.74, dan 1.74% merupakan alel yang diidentifikasi oleh Mailard et al. (1999) pada sapi Brahman. Alel-alel tersebut ditemukan pada populasi sapi madura tetapi sangat jarang ditemukan pada populasi sapi lainnya. Pada populasi sapi limousin alel *24 merupakan alel yang paling banyak ditemukan dengan frekuensi 22.00%. Alel *24 tidak ditemukan pada populasi sapi madura.

Empat alel baru yang belum diidentifikasi oleh Van Eijk et al. (1992), Gelhaus et al. (1995) dan Maillard et al. (1999) adalah *dbd, *iaa, *kba, dan *kea. Alel *dbd ditemukan pada populasi Sampang, sedangkan alel *iaa, *kba, dan *kea ditemukan pada populasi sapi limousin. Alel *iaa memiliki kesamaan dengan alel yang ditemukan pada populasi Jersey cow (Gilliespie at al. 1999) dan Holstein bulls (Parnian et al. 2006), sedangkan alel *kba ditemukan juga pada populasi Jersey cow (Gilliespie at al. 1999) dan Sarabi cow (Pashmi et al. 2006). Sampai saat ini, belum ada laporan yang menerangkan adanya kesamaan alel *dbd dan *kea dengan populasi sapi lainnya.

Alel *dbd yang ditemukan pada populasi sapi madura mungkin berkaitan dengan alel adaptif yang dimiliki oleh sapi madura. Alel baru tersebut tidak ditemukan pada jenis sapi taurin dan zebu. Diperkirakan alel *dbd merupakan alel yang berasal dari banteng sebagai leluhur sapi madura. Namun, asumsi ini belum dapat dipastikan karena tidak didukung oleh data pembanding dari variasi alel BoLA DRB 3.2 pada banteng. Asumsi lain yang mungkin menjadi alasan ditemukannnya alel baru pada populasi madura mungkin berkaitan dengan spesiasi. Alel baru tersebut muncul sebagai hasil rekombinasi dari persilangan yang telah dilakukan pada populasi sapi madura.

Alel baru yang ditemukan pada populasi sapi madura, limousin dan FH menunjukkan bahwa lokus BoLA DRB 3.2 memiliki polimorfisme tinggi. Beberapa hasil penelitian mengenai variasi alel BoLA DRB 3.2 pada beberapa jenis sapi telah menemukan alel-alel baru yang belum teridentifikasi oleh Van


(44)

Eijk et al. (1992), Gelhaus et al. (1995), dan Maillard et al. (1999) (Gilliespie et al. 1999; Parnian et al. 2006; Pashmi et al. 2006; Behl et al. 2007). Lebih jauh Maillard et al. (1999) memperkirakan alel-alel baru akan banyak teridentifikasi terutama pada jenis-jenis sapi di daerah tropis.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa alel BoLA DRB 3.2 pada populasi sapi madura dan FH memiliki keragaman yang tinggi, sedangkan populasi sapi limousin keragaman alelnya rendah. Hasil analisis Chi-squared menunjukkan populasi sapi FH dalam keadaan setimbang, sedangkan populasi sapi madura dan limousin tidak dalam keadaan setimbang. Dengan kata lain alel BoLA DRB 3.2 pada populasi sapi FH terdistribusi mengikuti kesetimbangan Hardy-Weinberg, sedangkan populasi sapi madura dan limousin tidak. Hal ini mungkin dikarenakan pada populasi sapi madura dan limousin persilangan tidak dilakukan secara acak sehingga alel BoLA DRB 3.2 dipengaruhi oleh tekanan seleksi yang dikendalikan oleh manusia.

Variasi alel BoLA DRB 3.2 mengindikasikan fitness individu dalam populasi. Berdasarkan hasil penelitian, BoLA DRB 3.2 merupakan lokus gen pada kompleks BoLA yang memiliki variasi alel tinggi. Respon masing-masing alel BoLA DRB 3.2 terhadap tekanan lingkungan akan berbeda. Dengan demikian, variasi alel BoLA DRB 3.2 yang tinggi dalam populasi akan memungkinkan populasi tersebut bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan (Ellis & Ballingall 1999).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan alel BoLA DRB 3.2 berhubungan dengan sifat produksi dan imunitas (Dietz et al. 1997; Ballingal et al. 2004; Kulberg et al. 2007; Hameed et al. 2008; Panei et al. 2009). Namun, hubungan alel BoLA DRB 3.2 dengan sifat produksi dan imunitas tidak sama untuk semua populasi sapi. Masing-masing alel BoLA DRB 3.2 memiliki tingkat kerentanan dan ketahanan berbeda pada populasi yang berbeda (Parnian et al. 2006).

Ketahanan dan kerentanan sapi Argentina terhadap penyakit kuku dan mulut serta penyakit Limfositosis persisten yang disebabkan bovine leukemia virus (BLV) berkaitan dengan alel *11, *23 dan *28 (Panei et al. 2009). Ballingall et al. (2004) menunjukkan alel *16 dan *23 berhubungan dengan penyakit East


(45)

Coast Fever (ECF) yang disebabkan serangan kutu-parasit Theileria parva pada jenis sapi Boran.

Alel *8 dan *16 berhubungan dengan kerentanan individu terhadap penyakit Mastitis sedangkan alel *11 dan *23 berhubungan dengan ketahanannya (Dietz et al. 1997). Pada populasi sapi Norwegian Red Cow, alel *22 dan *26 berhubungan dengan kerentanan individu, sedangkan alel *7, *11, *18, dan *24 berhubungan dengan ketahanannya (Kulberg et al. 2007). Berbeda dengan hasil penelitian Dietz et al. (1997) dan Kulberg et al. (2007), pada dua populasi Polish Holstein, frekuensi alel *16 dan *23 tidak berhubungan dengan kerentanan dan ketahanan individu terhadap penyakit Mastitis (Hameed et al. 2008).


(46)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

BoLA DRB3.2 merupakan lokus gen pada kompleks BoLA yang memiliki polimorfisme tinggi. Hasil amplifikasi dengan metode PCR menggunakan primer AF135 dan AF137 adalah sepanjang 284 bp.

Pada penelitian ini, 34 alel telah diidentifikasi, 30 diantaranya merupakan alel yang telah teridentifikasi oleh Van Eijk et al. (1992), Gelhaus et al. (1995) dan Maillard et al. (1999). Empat alel lainnya merupakan alel baru yaitu; *dbd, *iaa, *kba dan *kea. Pada populasi sapi madura didapatkan 24 alel, pada populasi sapi limousin 21 alel, dan 9 alel pada populasi sapi FH. Tiga belas alel merupakan alel bersama yang ditemukan pada populasi sapi madura, sapi limousin dan sapi FH, yaitu: alel *06, *11, *12, *16, *17, *20, *23, *25, *28, *34, *36, *37 dan *40. Sebelas alel hanya ditemukan pada populasi sapi madura, alel tersebut adalah: alel *04, *08, *21, *26, *27, *39, *43, *44, *50, *53 dan *dbd. Alel yang paling banyak ditemukan pada populasi sapi madura adalah alel *39 dengan frekuensi 17.647% (n = 68).

Saran

Penelitian lebih lanjut diharapkan mengenai variasi alel pada populasi sapi madura dengan metode berbasis sekuensing. Hal ini perlu dilakukan untuk melacak lebih detil asal usul sapi madura.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Acharya CP, Pipalia DL, Rank DN, Joshi CG, Solanki JV, Shah RR. 2002. Detection of BoLA DRB3 Gene Polymorphism in Gir and Kankrej Cattle using PCR-RFLP. Indian J Anim Sci 72: 680-683.

Ballingal KT, Luyai A, Rowlands GJ, Sales J, Musoke AJ, Morzaria SP, McKeever DJ. 2004. Bovine Leukocyte Antigen Major Histocompatibility Complex Class II DRB*2703 and DRB*1501 Alleles Are Associated with Variation in Levels of Protection Against Theileria parva Challenge Following Immunization with The Sporozoite p67 Antigen. Infection And Immunity 72: 2738-2741.

Behl JD, Verma NK, Behl R, Mukesh M, Ahlawat SPS. 2007. Characterization of Genetics Polymorphism of The Bovine Lymphocyte Antigen DRB3.2 Locus in Kankrej Cattle (Bos indicus). J Dairy Sci 90: 2997-3001.

Buckingham L, Flaws ML. 2007. Molecular Diagnostics: Fundamentals, Methods And Clinical Applications. Philadelphia : F. A. Davis Company.

Da Mota AM, Gabriel JE, Martinez ML, Coutinho LL. 2002. Distribution of the Bovine Lymphocyte Antigen (BoLADRB3) Alleles from Brazilian Dairy Gir cattle (Bos indicus). Eur J Immunogenet 29: 223-227.

Dietz AB, Cohen ND, Timms L, Kehrli ME. 1997. Bovine lymphocyte antigen class II alleles as risk factors for high somatic cell counts in milk of lactating dairy cow. J Dairy Sci 40: 406-412.

Diwyanto K. 2008. Pemanfaatan sumber daya lokal dan inovasi teknologi dalam mendukung pengembangan sapi potong di Indonesia. Pengembangan Informasi Pertanian 1:173-178.

Ellis SA, Ballingall KT, 1999. Cattle MHC: evolution in action?. Immunol Rev 167:159-168.

Erlich HA. 1989. PCR Technology, Principles and Aplications for DNA Amplification. New York: Stockton Press.

Firdhausi NF. 2010. Asal Usul Sapi Madura Berdasarkan Penanda DNA Mitokondria [Tesis]. Institut Pertanian Bogor.

Freeland JR. 2005. Molecular Ecology. England: J Wiley.

Fries R, Ruvinsky A. 1999. The Genetics of Cattle. United kingdom: CABI Publishing.


(48)

Gilliespie BE, Jayarao BM, Dowlen HH, Oliver SP. 1999. Analysis and Frequency of Bovine Lymphocyte Antigen DRB 3.2 Alleles in Jersey Cows. J Dairy Sci 82: 2049-2053.

Gelhaus A, Schnittger L, Mehlizt D, Horstmann RD, Meyer CG. 1995. Sequence and PCR-RFLP analysis of 14 novel BoLA DRB3 Alleles. Anim Genet 26:147-135.

Guillemot F, Auffray C, Orr HT, Strominger JL. 1988. MHC Antigen Genes. Di dalam: Hames BD, Glover DM, editor. Molecular Immunology. Oxford: IRL Press.

Hardjosubroto. 2004. Alternatif Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya Genetik Sapi potong Lokal dalam Sistem Pembibitan Ternak Nasional. Wartazoa 14:107-115.

Kuby Janis. 1997. Immunology. Third edition. New York: W. H. Freeman and Company.

Kulberg S, Heringstad B, Guttersrud OA, Olsaker I. 2007. Study on The Association of BoLA DRB3.2 Alleles with Clinical Mastitis in Norwegian Red Cows. J Anim Breed Genet 124: 201-207.

Kusdiantoro M, Olsson M, Tol HTA, Mikko S, Vlaming BH, Andersson G, Martinez HR, Purwantara B, Paling, Colender B, Lenstra JA. 2009. The origin of Indonesian cattle. PloS ONE 4:1-5.

Lenstra JW, Bradley DG. 1999. Systematic and phylogeny of cattle. Di dalam: Fries R & Ruvinsky A, editor. The Genetics of Cattle. United Kingdom: CABI Publishing.

Lewin HA, Russell GC, Glass E. 1999. Comparative organization and function of the major histocompatibility complex of domesticated cattle. Immunol Rev 167:145-158.

Maillard JC, Berthier D, Chantal I, Thevenon S, Sidibe I, Stachurski DB, Razafindraibe H, Elsen JM. 2003. Selection Assisted by a BoLA DR/DQ Haplotype Against Susceptibility to Bovine Dermatophilosis. Genet Sel Evol 35: 193-200.

Maillard JC, Renard C, Chardon P, Chantal I, Bensaid A. 1999. Characterization of 18 New BoLA-DRB 3 Alleles. Anim Genet 30: 200-203.

Martinez ML, Machado MA, Nascimento CS, Silva MVGB, Teodoro RL, Furlong J, Prata MCA, Campos AL, Guimaraes MFM, Azevedo ALS, Pires MFA, Verneque RS. 2006. Association of BoLA DRB 3.2 Alleles with Tick (Boophilus microplus) Resistance in Cattle. Genet Mol Res 5: 513 – 524.


(49)

Miltiadou D, Law AS, Russell GC. 2003. Establishment of Sequence Based Typing System for BoLA DRB3 Exon 2. Tissue Antigens 62: 55-65.

Nassiry MR, Sadeghi B, Tohidi R, Afshari JT, Khosravi M. 2008. Comparison of Bovine Lymphocyte Antigen DRB3.2 Allele Frequencies Between Two subpopulation of Iranian Holstein Cattle. Afr J Biotechnol 7: 2671-2675. Nei M. 1987. Molecular Evolutionary genetics. New York: Columbia University

Press.

Nicholas FW. 1987. Veterinary Genetics. Oxford: Clarendon Press.

Nijman IJ, Otsen M, Veekar ELC, de Ruijter C, Hanecamp E, Ochieng JW, Shamshad S, Rege JEO, Hanotte O, Barwegwn MW, Sulawati T, Lenstra JA. 2003. Hybridization of Banteng (Bos javanicus) and Zebu (Bos indicus) Revealed by Mitochondrial DNA, Satellite DNA, AFLP and Microsatellites. Heredity 90:10-16.

Panei CJ, Suzuki K, Echeverria, Serena MS, Metz GE, Gonzales ET. 2009. Association of BoLA DRB 3.2 Alleles with resistance and susceptibility to Persistent Lymphocytosis in BLV Infected Cattle in Argentina. Int J Dairy Sci 4:123-128.

Park LK, Moran P. 1995. Development in Molecular Genetics Techniques in Fisheries. Di dalam: Gary R Carvalho dan T.T Pitcher. Editor. Molecular Genetics in Fisheries. Cornwall: TJ Press Ltd.

Parnian M, Ghorashi SA, Salehi A, Pashmi M, Mollasalehi M.R. 2006. Polymorphism of Bovine Lymphocyte Antigen DRB 3.2 in Holstein Bulls of Iran using PCR-RFLP. Iran J Biotechnol 4: 197-200.

Pashmi M, Ghorashi SA, Salehi AR, Moini M, Javanmard A, Qanbari S, Yadranji-Aghdam S. 2006. Polymorphism of Bovine Lymphocyte Antigen DRB3.2 Alleles in Iranian Native Sarabi Cows. Asian-Aust J Anim Sci 6:775-778.

Payne WJA, Hodges J. 1997. Tropical Cattle: Origin, Breed, and Breeding Policies. Oxford: Blackwell Science Ltd.

Payne WJA, Wilson. 1999. An Introduction to Animal Husbandry in the Tropics. Oxford: Blackwell science Ltd.

Rouse JE. 1972. Cattle of Africa and Asia. Oklahoma: University of Oklahoma Press.

Sambrook J, Fritsch, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory manual. Second Edition. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press.


(1)

Lanjutan

No Sampel

Rsa I Bst Y I Hae III

Alel situs pemotongan pola situs pemotongan pola situs pemotongan pola

S32 50, 54, 63, 78, 141 fy 85, 199, 284 ab 52, 65, 167 aa 8, 53

S33 141, 143, 234 tl 284 bb 65, 117, 167 ae 39, 21

S34 50, 111, 123, 156 ku 85, 87, 112, 284 be - -

S36 50, 78, 156 kk 85, 87, 112, 284 be - -

S38 50, 78, 156 kk 284 bb - -

S39 141, 143, 234 tl 284 bb 65, 167, 219 ab 20, 39

S40 141, 143, 234 tl 85, 199, 284 ab 65, 167, 219 ab 39, 34

S41 141, 143, 284 to 284 bb 65, 167, 219 ab 28, 39

S43 39, 104, 141, 143 gt 85, 87, 112, 284 be 52, 65, 167 aa 39, 11

S46 78, 156, 284 ko 284 bb 65, 167, 219 ab 17, 37

S49 50, 111, 143, 123 du 85, 199, 284 ab 52, 65, 167 aa 6, 40

S50 - 85, 199, 284 ab - -

S 51 141, 143, 234 tl 284 bb 65, 167, 219 ab 20, 39

S52 50, 234, 284 lo 284 bb 65, 117, 167, 219 be 21, 28

S53 39, 104, 141, 284 go 85, 87, 112, 284 be 65, 167, 219 ab 28, 11

S54 78, 156, 284 ko 284 bb 65, 167, 219 ab 17, 37

S60 39, 50, 51, 111 pp 284 bb - -

S61 78, 156, 284 ko 284 bb 65, 167, 219 ab 17, 37


(2)

43

Lampiran 4 Hasil Analisis PCR-RFLP pada sampel sapi limousin

No

Sampel

Rsa I Bst Y I Hae III

Alel situs pemotongan pola situs pemotongan pola situs pemotongan pola

L146

104, 180

nn

284

bb

65, 167, 219

ab

23,24

L149

50, 111, 123

uu

284

bb

52, 65, 167

aa

40

L154

50, 54, 78, 102

vv

284

bb

52, 65, 167

aa

46

L157

104, 180

nn

284

bb

52, 65, 167

aa

23

L161

-

85, 199, 284

ab

-

-L168

50, 69, 111

hh

284

bb

65, 219

bb

14

L169

50, 78, 156, 180

ik

85, 199, 284

ab

65, 167, 219

ab

17 , *iaa

L171

104, 180

nn

284

bb

65, 219

bb

24

L174

104, 180

nn

284

bb

65, 219

bb

24

L119

50, 180, 234

li

284

bb

52, 65, 167

aa

36, 15

L122

50, 111, 123, 156

ku

284

bb

65, 167, 219

ab

17, 40

L128

78, 156, 284

ko

85, 87, 112, 284

be

52, 65, 167

aa

37, *kea

L135

50, 93, 104, 141

gs

85, 87, 112, 284

be

65, 167, 219

ab

11, 19

L136

284

oo

284

bb

65, 167, 219

ab

37, 28

L137

104, 180

nn

284

bb

65, 167, 219

ab

23, 24

L138

50, 111, 143, 234

dl

85, 199, 284

ab

65, 167, 219

ab

6, 20

L140

104, 111, 143, 180

nd

85, 199, 284

ab

52, 65, 167

aa

6, 22

L141

50, 180, 234

li

284

bb

65, 167, 219

ab

15, 20

L142

93, 104, 111

jm

284

bb

52, 65, 167, 190

ad

22, 16

L144

39, 104, 141

gg

85, 87, 112

ee

-

-L150

50, 93, 111, 234

cl

284

bb

65, 167, 219

ab

35, 36


(3)

-Lanjutan

No Sampel

Rsa I Bst Y I Hae III

Alel situs pemotongan pola situs pemotongan pola situs pemotongan pola

L151

50, 111, 143, 123

du

85, 199, 284

ab

-

-L155

104, 180, 234

ln

85, 199, 284

ab

65, 167, 219

ab

23, 34

L156

104, 180, 234

ln

284

bb

65, 167, 219

ab

20, 23

L158

-

284

bb

52, 65, 167, 190

ad

-L159

104, 180

nn

284

bb

65, 219

bb

24

L160

104, 180

nn

284

bb

65, 219

bb

24

L163

50,69, 111,156

kh

85, 199, 284

ab

-

-L 148

50, 63, 78, 93 156

jk

284

bb

52, 65, 167, 190

ad

16, *kba


(4)

45

Lampiran 5 Hasil analisis PCR-RFLP pada Sapi FH

No

Sampel

Rsa I Bst Y I Hae III

Alel situs pemotongan pola situs pemotongan pola situs pemotongan pola

FH 1

104, 180

nn

284

bb

65, 167, 219

ab

23, 24

FH 2

54, 69, 111, 284

ho

85, 199, 284

ab

52, 65, 167

aa

12, 37

FH 4

50, 78, 156, 234

lk

284

bb

-

-FH 5

104, 180, 284

no

284

bb

52, 65, 167

aa

23,37

FH 15

104, 156, 180

kn

85, 87, 112, 284

be

65, 167, 219

ab

24, *kea

FH 16

50, 78, 156

kk

284

bb

-

-FH 17

50, 93, 104, 141

gs

85, 87, 112, 284

be

65, 167, 219

ab

11, 19

FH 22

50, 78, 156, 180

ik

284

bb

65, 167, 219

ab

15, 25

FH 36

50, 93, 104, 141

gs

85, 87, 112, 284

be

-


(5)

-1 AB523825 *06

tgtctctgcagcacatttcctgcagtatcataagggcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttgctggacagacacttctataatggagaag

agtacgtgcgcttcgacagcgactggggcgagtaccgggcggtgaccgagctggggcggccgtccgccgagcactggaacagccagaaggagatcctggagcgg

aggcgggccgaggtggacagggtgtgcagacacaactacggggtcggtgagagtttcactgtgcagcggcgag

2 EU586803 *08

atcctctctctgcagcacatttcctggagtattctaagagcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttcctgaacagatacttctataatgga

gaagagttcgtgcgcttcgacagcgactggggcgagtaccgggcggtgaccgatctagggcggccggacgccaagtactggaacagccagaaggacttcctgga

gcggacgcgggccactgtggacacgtactgcagacacaactacgggggtagtgagagtttcactgtgcagcggcga

3 EU586806 *11

atcctctctctgcagcacatttcctggagtattctaagagcgagtctaatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttcctggacagatccttctataatgga

gaagagaacgtgcgcttcgacagcgactggggcgagtaccgggcggtgaccgagctagggcggccggacgccgagtactggaacagccagaaggacttcctgga

ggagaggcgggccgaggtggacagggtgtgcagacacaactacgggggtagggagagtttcactgtgcagcggcga

4 AB523821 *12

tctctctgcagcacatttcctggagtatgctacgagcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttcctgcacagatacttctataatggagaag

agtacgcgcgcttcgacagcgactggggcgagttccgggcggtgaccgagctggggcggccggacgccaagtactggaacagccagaaggagatcctggagcgg

gagcgggcctatgtggacacgtactgcagacacaactacggggtcggtgagagtttcactgtgcagcggcgag

5 EU586800 *15

atcctctctctgcagcacatttcctggagtattctaagagcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagagggtgcggttcctgcacagatacttctataatgga

gaagagctcgtgcgcttcgacagcgactggggcgagtaccggcggttgaccgagctggggcggccggccgccgagtactggaacagccagaaggacttcctgga

gcagaagcgggccacgggggacacatactgcaaacacaactacgggggtagggagagtttcactgtgcagcggcga

6 EU586802 *16

atcctctctctgcagcacatttcctggagtattctaagagcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttcctggacagatacttccataatgga

gaagagttcgtgcgcttcgacagcgactggggcgagttccgggcggtgaccgagctggggcggccggtcgccgagtactggaacagccagaaggacttcctgga

gcggaagcgggcctatgtggacacgttgtgcagacacaactacgggggtattgagagtttcactgtgcagcggcga

7 AF317664 *17

atcctctctctgcagcacatttcctggagtattctacgagcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggtacctggacagatacttccataatgga

gaagagttcgtgcgcttcgacagcgactggggcgagttccgggcggtgaccgagctggggcggcaggacgccgagcagtggaacagccagaaggacaccctgga

ggacgagcgggccgctgtggacacgtactgcagatacaactacggggtcggtgagagtttcactgtgcagcggcga

8 AB523827 *19

tctctctgcagcacatttcctggagtataccaagaaagagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttcctggacagatacttccataatggagaag

agaccgtgcgcttcgacagcgactggggcgagtaccgggcggtgaccgagctagggcggcgcgtcgccgagcagtggaacagccagaaggacaccctggagcgg

gcgcgggccgcggtggacacgtactgcagacacaactacggggtcggtgagagtttcactgtgcagcggcga g

9 AB523838 *20

Tgtctctgcagcacatttcctggagtattctaagagcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttcctggacagatactacactaatggagaag agaccgtgcgcttcgacagcgactggggcgagttccgggcgttgaccgagctggggcggcaggacgccgagcagtggaacagccagaaggacaccctggagcgg


(6)

5

Lanjutan

No No Akses Ael Runutan DNA

10 AB558420 *21

tctctctgcagcacatttcctggagtatgctacgagcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttcctggacagatacttccataatggagaag

agctcgtgcgcttcgacagcgactggggcgagttccgggcggtgaccgagctggggcggccgtccgccgtgcacttgaacagccagaaggacttcctggaggac

gagcgggcttcggtggacacgtactgcagacacaactacggggtcgttgagagtttcactgtgcagcggcgag

11 EU586804 *23

atcctctctctgcagcacatttcctggagtattctaagagcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttcctggacagatactacactaatgga

gaagagaccgtgcgcttcgacagcgactggggcgagttccgggcggtgaccgagctggggcggccggacgccgagtactggaacagccagaaggacttcctgga

ggagaagcgggccgaggtggacagggtgtgcagacacaactacgggggtatggagagtttcactgtgcagcggcga

12 AB558418 *26

tctctctgcagcacatttcctggagtattgtaagagagagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttgctggacagatgcttccataatggagaag

agttcgtgcgcttcgacagcgactggggcgagttccgggcggtgaccgagctggggcggcgggtcgccgagcacttgaacagccagaaggagatcctggagcgg

aagcgggccgaggtggacacggtgtgcagacacaactacggggttggtgagagtttcactgtgcagcggcgag

13 AB558429 *27

tgtctctgcagcacatttcctgcagtatcataagggcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttgctggacagacacttctataatggagaag

agttcgtgcgcttcgacagcgactgggacgagttccgggcggtgaccgagctggggcggccggccgccgagcagtggaacagccagaaggacttcctggagcag

aagcgggccgaggtggacagggtgtgcagacacaactacgggggtgtggagagtttcactgtgcagcggcgag

14 AB523812 *28

tctctctgcagcacatttcctggagtattgtaagagagagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttcctggacagatgcttccataatggagaag agttcgtgcgcttcgacagcgactggggcgagttccgggcggtgaccgagctagggcggcgcgtcgccgagcagtggaacagccagaaggacttcctggaggag

aggcgggccgaggtggacagggtgtgcagacacaactacggggtcgtggagagtttcactgtgcagcggcgag

15 AB523833 *34

tctctctgcagcacatttcctggagtattctaagagcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggttcctggacagatactacactaatggagaag

agaccgtgcgcttcgacagcgactggggcgagttccgggcgttgaccgagctggggcggcaggacgccgagcagtggaacagccagaaggagatcctggaggac

gagcgggccgcggtggacacgtactgcagatacaactacggggtcggtgagagtttcactgtgcagcggcgag

16 AB523826 *44

tctctctgcagcacatttcctggagtattctacgagcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggtacctggacagatacttccataatggagaag

agttcgtgcgcttcgacagcgactggggcgagttccgggcggtgaccgagctggggcggccggccgccgagcagtggaacagccagaaggacaccctggaggac

gagcgggcttcggtggacacgtactgcagatacaactacggggtcggtgagagtttcactgtgcagcggcgag

17 AB523837 *46

tctctctgcagcacatttcctggagtattctaagagcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggtacctggacagatactacactaatggagaag

agaacgtgcgcttcgacagcgactggggcgagttccgggcggtgaccgagctggggcggccggacgccgagtactggaacagccagaaggacttcctggagcgg

aagcgggccaatgtggacacgtactgcagacacaactacggggtctttgagagtttcactgtgcagcggcgag

18 AB558434 *53

tctctctgcagcacatttcctggagtattctaagagcgagtgtcatttcttcaacgggaccgagcgggtgcggtacctggacagatacttctataatggagaag

agttcgtgcgcttcgacagcgactggggcgagtaccgggcggtgaccgagctagggcggccggacgccgagtactggaacagccagaaggacatcctggagcgg

aagcgggccaatgtggacacgtactgcagacacaactacggggtcgtggagagtttcactgtgcagcggcgag

Keterangan: gtac = situs pemotongan enzim RsaI; agatc = situs pemotongan enzim BstYI;ggcc = situs pemotongan enzim HaeIII.