Identifikasi Distribusi Akar dan Tajuk sebagai Dasar Penyusunan Detail Penanaman

IDENTIFIKASI DISTRIBUSI AKAR DAN TAJUK SEBAGAI
DASAR PENYUSUNAN DETAIL PENANAMAN

FIRDAUS

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Distribusi
Akar dan Tajuk sebagai Dasar Penyusunan Detail Penanaman adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Firdaus
NIM A44080063

ABSTRAK
FIRDAUS. Identifikasi Distribusi Akar dan Tajuk sebagai Dasar Penyusunan
Detail Penananan. Dibimbing oleh NIZAR NASRULLAH.
Distribusi hara, air, dan cahaya terutama dipengaruhi oleh karakteristik dari
jenis pohon, khususnya bentuk tajuk dan distribusi perakaran. Oleh karena itu,
sangat penting untuk mendeskripsikan distribusi spasial akar. Akar pohon diekspos,
diamati, dan diukur untuk mengidentifikasi distribusinya. Karakteristik
percabangan dan beberapa data lain juga digunakan sebagai input data. Fraksi akar
horizontal, rasio akar-batang, dan indeks kedangkalan akar digunakan dalam proses
analisis. Kerapatan akar palem raja di kedalaman 0-15 cm lebih tinggi dibandingkan
di kedalaman 15-30 cm. Pada bungur, akar masih dijumpai hingga kedalaman 100
cm dengan kerapatan akar di kedalaman 50 cm. Kerapatan akar palem raja dan bungur berkurang dengan
pertambahan jarak dari pangkal batang serta kerapatan akar bungur berkurang
dengan pertambahan kedalaman. Akar palem raja menyebar sampai jarak 4,5 m dari
pangkal batang sedangkan bungur sampai jarak 4 m. Tinggi pohon, lebar tajuk,

diameter batang berpengaruh terhadap perkembangan akar lateral/horizontal.
Produk dari penelitian ini adalah rekomendasi perencanaan penanaman.
Kata kunci: Tajuk, distribusi akar, fraksi akar horizontal, rasio batang-akar, indeks
kedangkalan akar

ABSTRACT
FIRDAUS. Identification of Plant Shoot and Root Distribution as Basis of
Preparation of Planting Detail. Supervised by NIZAR NASRULLAH.
The distribution of nutriens, water, and light is influenced mainly by the
caracteristics of the tree spesies, particularly crown shape and root distribution.
Therefore, it is especially important to describe the spatial distribution of roots. In
this research, tree roots were exposed, observed, and measured to identify their
distribution. The parameters were counted which are root number, diameter, root
length, surface area,and root length density. Branches characteristics and other data
are also used as input data. Horizontal root fraction, shoot-root ratio, and index of
root shallowness were used in analysis process. Root density of Roystonea regia
in the depth of 0-15 cm higher than in the depth of 15-30 cm. At bungur, roots still
found in the depth up to 100 cm and root density in the depth 50 cm. Root density of Roystonea regia and Lagerstroemia
speciosa decreased with increasing distance from the base of the stem and root
density of Lagerstroemia speciosa decreased with increasing depth. Roystonea

regia roots spread up to a distance of 4.5 m from the base of the stem while bungur
to 4 m from the base of the stem. Other result showed tree height, canopy width,
stem diameter influenced the development of the lateral/horizontal roots. The
output of this study is planting plan recomendation.
Keywords: Plant shoot, root distribution, horizontal root fraction, shoot-root ratio,
index of root shallowness

IDENTIFIKASI DISTRIBUSI AKAR DAN TAJUK SEBAGAI
DASAR PENYUSUNAN DETAIL PENANAMAN

FIRDAUS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Judul skripsi : Identifikasi Distribusi Akar dan Tajuk sebagai Dasar Penyusunan
Detail Penanaman
Nama
: Firdaus
NIM
: A44080063

Disetujui oleh

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Sc.
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanallahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah
struktur dan karakteristik tanaman, dengan judul Identifikasi Distribusi Akar dan
Tajuk sebagai Dasar Penyusunan Detail Penanaman.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dan
berkontribusi dalam proses penelitian serta penyelesaian penulisan karya ilmiah ini,
yaitu kepada:
1. Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. selaku pembimbing skripsi atas
bimbingan, masukan, arahan dan kesabarannya selama penyusunan
karya ilmiah ini.
2. Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S. dan Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si. selaku
dosen penguji atas koreksi, masukan, dan sarannya.
3. Ayah, ibu, dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan dan kasih
sayangnya.
4. Prastyo Zahara, M. Azkari H. A. serta teman-teman semua yang tidak
dapat disebutkan satu persatu atas bantuan, dukungan, dan doanya.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk pihakpihak yang memerlukan dan berguna sebagai referensi bagi penelitian lain yang
dilaksakan pada masa yang akan datang.

Bogor, Juli 2015
Firdaus

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pikir Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Perencanaan dan Desain Penanaman

2

Arborikultur dan Manajemen Nutrisi

4

Arsitektur Pohon

4

Struktur dan Karakteristik Akar

5


Parameter Pengamatan Akar

6

METODE

7

Lokasi dan Waktu Penelitian

7

Alat dan Bahan

7

Prosedur Penelitian

7


HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Palem Raja (Roystonea regia)

11

Pohon Bungur (Lagerstroemia speciosa)

14

Rekomendasi

17

SIMPULAN DAN SARAN

17


Simpulan

17

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Contoh format data dalam pengamatan akar proksimal
Tabel 2 Hasil pengamatan rata-rata kerapatan akar palem raja pada
kedalaman 0-15 cm
Tabel 3 Hasil pengamatan rata-rata kerapatan akar palem raja pada
kedalaman 15-30 cm
Tabel 4 Ukuran tinggi, diameter batang dan tajuk palem raja
Tabel 5 Perbandingan ukuran batang-tajuk dengan fraksi akar horizontal
dan rasio akar-batang pada pohon bungur
Tabel 6 Rata-rata kerapatan akar bungur (kg/dm3) pada berbagai kedalaman
dan jarak dari pangkal batang

10
11
12
13
15
15

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian ................................................................... 2
Gambar 2 Lokasi dan kondisi palem raja ........................................................... 7
Gambar 3 Ilustrasi lokasi delapan titik pengamatan (S) pada berbagai
interval jarak dari pangkal batang palem raja yang diamati
pengamatan dan salah satu lubang pengambilan contoh akar ............ 8
Gambar 4 Ilustrasi akar proksimal dan percabangannya .................................. 10
Gambar 5 Grafik rata-rata kerapatan akar palem raja pada kedalaman tanah
0-15 cm ............................................................................................. 12
Gambar 6 Grafik rata-rata kerapatan akar palem raja pada kedalaman tanah
15-30 cm ...................................................................................... 13
Gambar 7 Ekspresi morfologi dari tiga sampel bungur
14
Gambar 8 Distribusi perakaran dari tiga sampel bungur
14
Gambar 9 Grafik rata-rata kerapatan akar bungur pada tiap interval
jarak
16
Gambar 10 Grafik rata-rata kerapatan akar bungur pada tiap interval
kedalaman
16

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ........................................................................................................ 20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyusunan detail penanaman dan pemeliharaan merupakan salah satu
kunci keberhasilan dalam penghijauan. Perlakuan dalam hal penanaman dan
pemeliharaan akan berbeda-beda tergantung jenis tanamannya. Aspek-aspek
pemeliharaan harus didefinisikan dengan jelas dan dilaksanakan dengan benar serta
terus menerus untuk menjaga keberlangsungan hidup tanaman tersebut serta agar
tanaman tersebut dapat terus menjalankan fungsinya sebagai penyeimbang ekologi.
Distribusi hara, air, dan cahaya dipengaruhi oleh karakteristik jenis pohon,
khususnya bentuk tajuk dan distribusi perakaran. Tanaman dapat tumbuh optimal
apabila mampu memanfaatkan ruang tumbuh secara optimal. Pada garis besarnya,
ruang tumbuh pohon terbagi ke dalam dua bagian yaitu ruang di atas tanah dan di
bawah tanah. Pengaturan ruang di atas tanah dimaksudkan agar tajuk berkembang
secara optimal dan bertujuan menurunkan persaingan intensitas cahaya matahari.
Tindakan yang sesuai untuk itu adalah pemangkasan dan penjarangan. Pengaturan
ruang di bawah tanah dimaksudkan agar akar berkembang secara optimal dan
bertujuan mengurangi persaingan hara dan air serta memberikan ruang penyebaran
akar dalam tanah. Tindakan yang sesuai untuk itu adalah pengaturan lebar jarak
tanam dan bentuk lubang tanam. Lebar jarak tanam ditentukan berdasarkan
kecepatan pemanjangan akar, sedangkan bentuk lubang tanam ditentukan
berdasarkan struktur akar.
Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral, dan
bahan-bahan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Walaupun
memiliki sumbangan yang sangat penting, sering kali akar tidak diperdulikan
karena tidak tampak (Gardner et al., 1991). Kesalahan dalam jarak tanam, lubang
penanaman, serta pemupukan adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terganggunya perakaran sehingga akar tidak dapat berfungsi optimal. Hal ini akan
berpengaruh terhadap perkembangan tanaman tersebut. Sekelompok tumbuhan
akan memberikan semacam rasio pucuk akar untuk setiap jenis tanaman, perubahan
tingkat kenormalan ini (turun atau naik) merupakan indikasi perubahan dari
keseluruhan tingkat kesuburan tanaman (Baluska et al., 1995). Oleh karena itu
pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman serta tajuk perlu dikaji lebih dalam
dan disesuaikan dengan lingkungan terkini sehingga dapat digunakan untuk
menduga perkembangan akar di lapangan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis distribusi perakaran vertikal
maupun horizontal tanaman berakar tunggang dan berakar serabut, serta
mempelajari hubungan tajuk pohon dengan distribusi perakaran. Produk penelitian
ini berupa rekomendasi perencanaan penanaman dan pemeliharaan khususnya
pemupukan.

2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara akademis diharapkan dapat bermanfaat dalam
melengkapi literatur bagi kalangan akademik tentang profil akar tanaman. Selain
itu, dapat pula dijadikan referensi bagi stakeholder terkait, baik perencana,
akademisi, pemerintah, dan masyarakat pada umumnya dalam penyusunan detail
penanaman dan pemeliharaan khususnya pemupukan.
Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan tambahan dasar acuan dalam
penyusunan detail penanaman. Kerangka penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1

Perencanaan, Desain dan Manajemen Penanaman

Jenis Tanah

Spesifikasi Bahan Tanaman

Waktu yang Tersedia

Struktur dan Fungsi Bagian Tanaman

Arsitektur Tajuk Pohon

Karakteristik Akar

Dasar Acuan Penyusunan Detail Penanaman
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan dan Desain Penanaman
Perencanaan dalam arti luas adalah suatu kemampuan untuk memahami dan
menganjurkan adanya suatu perubahan dari yang mungkin atau tidak mungkin pada
saat menjadi kenyataan pada masa yang akan datang. Lebih lanjut dikatakan bahwa
suatu proses perencanaan merupakan alat yang sistematis untuk menentukan saat
awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan tersebut.
Tujuan perencanaan lanskap yaitu untuk memperbaiki dan menyelamatkan lanskap
kolektif, membantu mempertemukan berbagai pengguna yang berkompetisi dan

3
menggabungkannya ke dalam suatu lanskap dimana tidak terjadi kerusakan alam
dan sumberdaya cultural tempat masyarakat dijumpai. Selain itu tujuan utama
perencanaan untuk menentukan tempat yang sesuai dengan daya dukung lahan dan
keadaan umum masyarakat sekitar (Simonds, 1983).
Knudson (1980) menjelaskan perencanaan adalah mengumpulkan dan
mengintepretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi
masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalahmasalah tersebut. Nurisyah dan Pramukanto (1995, dalam Faikoh, 2008)
mengemukakan bahwa perencanaan merupakan suatu tindakan menata dan
menyatukan berbagai penggunaan lahan berdasarkan pengetahuan teknis lahan dan
kualitas estetiknya guna mendukung fungsi yang akan dikembangkan pada lahan
tersebut termasuk fungsi-fungsi baru yang akan direncanakan. Oleh berbagai pakar
arsitektur lanskap dikemukakan bahwa perencanaan lanskap berfungsi utama
sebagai panduan atau penuntun tentang saling keterkaitan yang kompleks antara
fungsi atau berbagai fungsi dengan habitat.
Perencanaan penanaman merupakan suatu perencanaan dalam ruang lingkup
yang lebih sempit. Tujuannya kurang lebih sama dengan perencanaan lanskap yaitu
untuk memperbaiki dan menyelamatkan lanskap dengan lebih terfokus pada hijauan
dan proses-proses perawatannya. Salah satu contohnya dalam manajemen
pemupukan. Beberapa pakar arsitektur lanskap mengemukakan bahwa rencana
penanaman adalah penanaman yang diinginkan pada suatu lahan di masa yang akan
datang. Sedangkan unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam membuat desain
penanaman adalah spesifikasi bahan tanaman, jenis tanah, dan waktu yang tersedia.
Manfaat perencanaan dan desain penanaman yang benar yaitu tanaman dapat
tumbuh secara optimum, tanaman dapat menampilkan sifat fisik yang diinginkan,
mudah dipelihara, dan menguntungkan kontraktor bila dilaksanakan dengan benar.
Pentingnya perencanaan dan desain detail penanaman yang benar karena tanaman
memiliki sifat untuk berkompetsi dengan tanaman lain yang dapat menyebabkan
hasil yang tidak kita harapkan. Guritno dan Sitompul (1995) menjelaskan kompetisi
yang terjadi pada tanaman yaitu:
 Kompetisi unsur hara dan air. Apabila dua atau lebih tanaman ditanam
dengan jarak yang cukup dekat serta ketersediaan unsur hara dan air terbatas,
maka kompetisi terhadap faktor tersebut akan terjadi.
 Kompetisi cahaya. Kompetisi untuk cahaya berbeda prosesnya dengan
kompetisi untuk unsur hara dan air yang sifatnya aktif. Cahaya bukanlah
suatu faktor yang terletak pada suatu sumber yang kemudian tanaman
mengambilnya. Tanaman menerima cahaya yang datang apa adanya.
Sehingga kompetisi cahaya dalam waktu singkat lebih banyak bersifat pasif
yaitu suatu tanaman tidak melancarkan gaya untuk mendapatkan cahaya
yang banyak. Pada jangka panjang, tanaman mungkin dapat melancarkan
gaya dengan menambah luas daun atau tebal daun untuk meningkatkan
intersepsi cahaya. Tetapi ini dapat juga tidak membawa hasil positif karena
pertambahan luas dan tebal daun akan mengurangi transmisi cahaya ke
lapisan bawah tajuk.

4
Arborikultur dan Manajemen Nutrisi
Harris et al. (2004) mengemukakan bahwa perawatan tanaman berkayu
seperti pohon berdasarkan berdasarkan pada konsep dasar. Secara keseluruhan,
prinsip panduan berikut membentuk kerangka program manajemen:
 Perkembangan pohon berubah seiring waktu, sehingga perawatan pohon
merupakan keharusan.
 Perawatan pohon adalah jangka panjang, proses intensitas rendah.
 Perawatan pohon didasarkan pada prinsip-prinsip perawatan kesehatan
tanaman.
 Perawatan pohon berlaku konsep umum untuk genotip tertentu.
 Dalam perawatan pohon, satu ons pencegahan bernilai satu pon pengobatan
karena kita memiliki kemampuan terbatas untuk menyembuhkan.
 Pohon yang baik dan perawatan pohon, dimulai dengan tanaman yang
berkualitas.
 Pohon pilihan berdasarkan pada “tanaman yang tepat, tempat yang tepat”.
 Perawatan arborikultur dapat memiliki manfaat positif atau konsekuensi
negatif.
 Kesehatan pohon dan resiko yang ada saling terkait namun tidak setara.
 Arborikultur dan kehutanan saling terkait namun bukan bidang yang setara.
Termasuk di dalam arborikultur adalah manajemen nutrisi. Salah satu praktek
dalam manajemen nutrisi adalah pemupukan. Pemupukan dilakukan untuk
memberikan unsur tersedia bagi perakaran tanaman. Bahkan dalam jenis tanah
tertentu, misalnya tanah gambut, beberapa unsur hara juga dibutuhkan oleh mikroba
dalam mendekomposisi tanah gambut, seperti N, P, Mg, Fe, Co, Ni, dan Mn (Yavitt
et. al. 2004). Dalam hal pemupukan, dijelaskan ada beberapa metode aplikasi pupuk,
yaitu:
 Ditebarkan di permukaan tanah
 Ditempatkan dalam lubang di tanah
 Disuntikan ke tanah dalam larutan di bawah tekanan
 Disemprotkan pada daun
 Disuntikan ke atau ditempatkan di lubang (implan) di batang pohon
Keberadaan unsur hara yang diberikan ke tanah sangat dipengaruhi oleh
reaksi biologi, fisik, dan kimiawi sehingga menyebabkan konsentrasi unsur hara
yang diberikan akan mengalami perubahan. Proses fisik yang mempengaruhi
perubahan konsentrasi hara disebabkan oleh serapan akar, suhu, aliran air, dan
pengolahan lahan (Bassirirad, 2000; Bertol et. al. 2003). Erosi akibat aliran
permukaan menyebabkan unsur hara teristribusi ke arah horizontal dan lateral
(Subagyono dan Tanaka, 2007; Faucette et. al. 2004). Pemanasan tanah
menyebabkan unsur hara mobil akan tervolatilisasi. Pencucian (leaching)
menyebabkan unsur hara terdistribusi ke arah vertikal (ke bawah).
Arsitektur Pohon
Transmisi cahaya, karbon dioksida dan air hujan di antara bagian-bagian di
atas tanah ari pohon dan tanaman bawah dipengaruhi oleh ekspresi komponenkomponen utama arsitektur pohon yang membentuk tajuk dan distribusi daun

5
(Oldeman 1992 dan Vester 1997). Dasar pengamatan karakteristik atau arsitektur
bagian di atas tanah adalah karakteristik batang, pola percabangan,diferensiasi, dan
reiterasi cabang serta bentuk tajuk. Hallé et al. (1978) mendeskripsikan 24 model
arsitektur pohon. Sebelumnya, Hallé dan Oldeman (1970) memberi nama modelmodel tersebut dengan nama botanis yang menemukannya.
Bentuk tajuk secara physiognomy diklasifikasikan berdasarkan kriteria yang
dibuat oleh Direktorat Jenderal Kehutanan (1976), dimana bentuk tajuk dikatakan
piramid jika bagian terlebar ditemukan pada dasar tajuk dan semakin ke atas
semakin kecil. Bentuk tajuk parabola jika panjang atau dalamnya tajuk lebih dari
dua kali lebarnya dan lebarnya tajuk sama sepanjang batang. Tajuk dikatakan
hemispherical bila bagian terlebar dari tajuk ada di tengah-tengah panjang tajuk dan
panjang tajukm hampir sama dengan lebarnya.
Struktur dan Karakteristik Akar
Tjitrosoepomo (2009) mengemukakan bahwa akar adalah bagian pokok yang
nomor tiga (di samping batang dan daun) bagi tumbuhan yang tubuhnya telah
merupakan kormus. Akar biasanya mempunyai sifat-sifat berikut:
 Merupakan bagian tumbuhan yang biasanya terdapat di dalam tanah dengan
arah tumbuh ke pusat bumi (geotrop) atau menuju air (hidrotrop),
meninggalkan udara dan cahaya.
 Tidak berbuku-buku, jadi juga tidak beruas dan tidak mendukung daundaun atau sisik-sisik maupun bagian-bagian lainnya.
 Warna tidak hijau, biasanya keputih-putihan atau kekuning-kuningan.
 Tumbuh terus pada ujungnya, tetapi umumnya pertumbuhannya masih
kalah dibandingkan dengan batang.
 Bentuknya seringkali meruncing, hingga lebih mudah untuk menembus
tanah.
Sewaktu tumbuhan masih kecil, yaitu dalam bentuk lembaga di dalam biji,
calon akar itu sudah ada, dan disebut akar lembaga (radicula). Pada perkembangan
lanjutannya, kalau biji mulai berkecambah sampai menjadi tumbuhan dewasa, akar
lembaga dapat memperlihatkan perkembangan yang berbeda, hingga pada
tumbuhan lazimnya dibedakan dua macam sistem perakaran:
 Sistem akar tunggang, jika akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok
yang bercabang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil. Akar pokok
yang berasal dari akar lembaga disebut akar tunggang (radix primaria).
Susunan akar yang demikian ini biasanya terdapat pada tumbuhan biji belah
(Dicotyledoneae) dan tumbuhan biji telanjang (Gymnospermae).
 Sistem akar serabut, yaitu jika akar lembaga dalam perkembangan
selanjutnya mati atau kemudian disusul oleh sejumlah akar yang kurang
lebih sama besar dan semuanya keluar ari pangkal batang. Akar-akar ini
karena bukan berasal dari calon akar yang asli dinamakan akar liar,
bentuknya seperti serabut. Oleh karena itu dinamakan akar serabut (radix
adventicia).
Baik pada sistem akar tunggang maupun pada sistem akar serabut, masingmasing akar dapat bercabang-cabang untuk memperluas bidang penyerapan dan
untuk memperkuat berdirinya batang tumbuhan. Suatu tumbuhan, walaupun dari

6
golongan biji belah, tidak akan mempunyai akar tunggang jika tidak ditanam dari
biji.
Pembagian karakteristik akar secara garis besar seperti yang dijelaskan
sebelumnya. Namun, secara khusus sulit untuk mengklasifikasi karakteristik
perakaran dari spesies pohon yang berbeda karena distribusi perakaran dalam ruang
dan waktu dipengaruhi oleh faktor genetik maupun kondisi tanah setempat (Huck
1983, Atger 1992) sehingga tempat dan kondisi tanah terkadang sangat banyak
mengubah pertumbuhan akar sehingga karakter spesies tidak jelas (Kozlowski,
1971)
Parameter Pengamatan Akar
Hasil Pengamatan akar dapat dinyatakan per satuan tanaman, per satuan
volume tanah, dan per satuan luas tanah. Cara pertama sesuai untuk studi hubungan
tajuk akar, kedua untuk studi penggunaan air dan unsur hara, dan ketiga untuk studi
tingkat komunitas tanaman (De Willingen dan Van Noordwijk, 1987). Parameter
akar yang dapat diamati langsung adalah berat akar, jumlah akar, dan panjang akar.
Sedangkan luas permukaan akar dan volume akar biasanya diperoleh dengan
penaksiran.
Indeks yang dapat dibentuk dari berat akar adalah nisbah berat akar (NBA)
yaitu nisbah berat akar (W akar) dengan biomassa total tanaman (W). Ini dapat
digunakan untuk menjelaskan efisiensi akar dalam mendukung pembentukan
biomassa total tanaman. Apabila pengamatan akar melibatkan volume tanah, maka
informasi kerapatan penyebaran akar dapat dinyatakan dalam indeks kerapatan
panjang akar (KPA) yaitu nisbah panjang akar dengan volume tanah yang diamati.
Secara analogi, indeks kerapatan berat akar (KBA) dan kerapatan luas akar
(KLA) dapat dibentuk dengan menggunakan berat dan luas akar sebagai pengganti
panjang akar. Indeks luas akar (ILA)sering juga digunakan, yang sejajar dengan
indeks luas daun (ILD), yaitu nisbah luas permukaan akar dengan luas tanah
(Guritno dan Sitompul, 1995).
Selain itu, pengamatan akar dapat didekati berdasarkan arah dari akar
proksimal, fraksi akar horizontal, perbandingan batang-akar (Shoot-root ratio), dan
indeks kedangkalan akar (Van Noordwijk dan Purnomosidi 1995). Fraksi akar
horizontal adalah perbandingan antara luas permukaan akar-akar horizontal dengan
total luas permukaan seluruh akar (horizontal + vertikal). Hal ini akan menunjukan
pertumbuhan manakah yang lebih kuat antara akar horizontal dan vertikal. Adapun
akar diklasifikasikan sebagai akar horizontal bila sudut antara akar dan bidang
vertikal ≥ 45 ̊ . Jika sudutnya < 45 ̊ , akar tersebut diklasifikasikan sebagai akar
vertikal. Shoot-root ratio adalah perbandingan antara total luas penampang
melintang akar dengan luas penampang melintang batang atau basal area. Ini
menunjukan manakah yang lebih tinggi antara laju pertumbuhan diameter akar dan
laju pertumbuhan diameter batang (Muniarti, 2010).

7

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi sampel penelitian ini di Arboretum Lanskap dan Taman Plaza
Rektorat Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Adapun sebagian pengolahan
sampel penelitian dilaksanakan di Gang Masjid 3 Babakan Doneng dan Jln.
Ciheulet, Pakuan, Baranang Siang, Bogor Timur. Penelitian dimulai dari bulan
Januari 2015 sampai Juni 2015 kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data dan
penyusunan laporan akhir.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kamera digital, roll
meter, hagameter, jangka sorong, mikrometer sekrup, drying oven
(300x300x270mm; 24,3 liter), ember, cangkul, linggis dan peralatan lain untuk
penggalian akar. Bahan yang digunakan adalah bungur (Lagerstroemia speciosa)
dan palem raja (Roystonea regia). Untuk setiap jenis pohon, diambil tiga individu
sebagai contoh, yang berumur >10 tahun. Selain itu juga digunakan data sekunder,
literatur, dan pustaka dalam penelitian ini.

Gambar 2 Lokasi dan kondisi palem raja
Prosedur Penelitian
Penelitian antara palem raja dan bungur menggunakan dua prosedur yang
berbeda, yaitu sebagai berikut:
Palem Raja (Roystonea regia)
Lokasi sampel palem raja berada di taman plaza rektorat. Bagian selatan
pohon dibatasi perkerasan sebagai jalur sirkulasi penghubung antara bangunan
Graha Widya Wisuda dan rektorat. Begitu pula bagian timur dan barat pohon juga
terdapat perkerasan. Bagian utara pohon dibatasi dengan daerah resapan air dan

8
danau perpustakaan IPB. Batas ke arah utara yang tidak terganggu dengan
perkerasan ditetapkan sebagai daerah pengamatan.
Pada setiap pohon pengamatan (P) ditentukan titik pengamatan akar
sebanyak 8 titik (S) dengan interval jarak dari pusat batang palem adalah 1,0; 1,5;
2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0 dan 4,5 m (Gambar 3), sehingga jumlah titik pengamatan
adalah: (P) 3 x (S) 8 = 24 titik. Pada masing-masing titik tersebut diambil contoh

Gambar 3 Ilustrasi lokasi delapan titik pengamatan (S) pada berbagai interval
jarak dari pangkal batang palem raja yang diamati dan salah satu lubang
pengambilan contoh akar
tanah pada 2 kedalaman (D) yaitu 0-15 cm dan 15-30 cm untuk diketahui kerapatan
akarnya. Keseluruhan contoh tanah menjadi sebanyak: (P) 3 x (S) 8 x (D) 2 = 48
contoh.
Contoh tanah untuk analisis kerapatan akar diambil dengan menggunakan
alat pengambil akar. Alat tersebut ditusukan ke dalam tanah hingga kedalaman 15
cm kemudian diangkat hingga tanah beserta akar yang berada di dalamnya dapat
terambil. Begitu pula prosedur untuk pengambilan contoh tanah pada kedalaman
15-30 cm. Setiap contoh tanah dicuci di dalam ember/wadah berisi air bersih lalu
dipisahkan antara akar dan tanah. Pemisahan tersebut berdasarkan penampakan
visual dengan bantuan alat penyaring. Akar yang terkumpul dikeringkan dengan
menggunakan oven pada suhu 700C selama 2x24 jam hingga mencapai berat
konstan. Setelah itu, akar kering tersebut dipisahkan berdasarkan diameter akar
fungsional.
Harris (2004) mengemukakan bahwa sistem perakaran palem jauh lebih
sederhana dibandingkan pohon berkayu. Individu akar dapat bercabang namun
tidak serumit perakaran pohon berkayu. Konsekuensi dari hal tersebut adalah

9
bahkan spesimen palem yang besarpun berhasil ditransplantasi di berbagai lanskap.
Beberapa pakar lain juga menjelaskan tentang sistem perakaran palem yang lebih
sederhana dan sistem perakaran di antara jenis palem juga tidak sangat jauh berbeda.
Berdasarkan Harris (2004), Tinker (1976), Hartley (1997), Fatmawati dan
Ginting (1987), akar melakukan pertumbuhan yang kontinyu sehingga
menyebabkan terjadinya diversifikasi ukuran dan fungsinya. Akar primer terbentuk
dari akar yang tumbuh di pangkal batang kemudian terus membesar dan memanjang.
Bagian akar yang lebih kecil akan membentuk akar sekunder, tersier, hingga kuarter.
Diameter akar primer berukuran 6-10 mm, akar sekunder berukuran 2-4 mm, akar
tersier ditemukan pada ukuran 0,7-2 mm, dan akar kuarter berukuran 0,1-0,3 mm.
Penyerapan hara dan air dilakukan oleh akar tersier dan kuarter.
Pengelompokan akar pada penelitian palem raja ini adalah sebagai berikut:
Akar primer (Ø > 5 mm)
Akar sekunder (Ø 2,5-5 mm)
Akar tersier (0,5 ≤ Ø 5 mm). Akar
primer lebih berfungsi sebagai penopang pohon palem raja sehingga akar ini
mungkin tumbuh di lapisan tanah yang lebih dalam. Tabel 2 dan Gambar 5
menunjukan bahwa pada kedalaman 0-15 cm akar kuarter (Ø < 0,5 mm)
berkembang paling dominan kemudian diikuti oleh akar tersier (0,5 ≤ Ø 4,5 m, radius pemupukan sebaiknya tidak melebihi
4,5 karena dalam jarak tersebut akar masih cukup rapat. Sehingga pemupukan dapat
lebih efektif.

14

Pohon Bungur (Lagerstroemia speciosa)
Ekspresi morfologi dari tiga sampel bungur (Gambar 7) adalah bungur
memiliki lebar tajuk yang cukup konstan sepanjang batang, sementara tinggi
tajuknya kira-kira dua kali lebar tajuknya. Berarti secara physiognomy tajuk bungur
berbentuk oval/parabola berdasarkan kriteria klasifikasi yang dibuat oleh Direktorat
Jenderal Kehutanan (1976).

Bungur 1

Bungur 2

Bungur 3

Gambar 7 Ekspresi morfologi dari tiga sampel bungur

Gambar 8 Distribusi perkaran dari tiga sampel bungur

15
Hasil pengamatan seperti yang disajikan pada Tabel 5 menunjukan bahwa
fraksi akar horizontal dari tiga sampel bungur merupakan bagian yang cukup
dominan. Berarti sebaliknya, fraksi akar vertikal hanya merupakan bagian kecil dari
total akar. Hal ini sesuai dengan kondisi tajuk bungur yang cukup lebar dan
memiliki perkaran dangkal (Tabel 6). Umumnya jenis pohon yang memiliki
perakaran yang dalam dan fraksi akar vertikal yang tinggi serta bentuk tajuk yang
tipis dan sempit adalah jenis pohon pionir. Jenis yang cepat tumbuh, tahan terhadap
kekeringan, dan dapat beradaptasi dengan lingkungan yang tertekan seperti lahan
alang-alang yang tandus (Muniarti 2010). Adapun fraksi akar horizontal pada
sampel bungur 3 bernilai paling rendah dimungkinkan salah satu penyebabnya
lokasi bungur tersebut berada di sekitar tanah miring. Sehingga mungkin pada awal
pertumbuhan lebih memfokuskan pertumbuhan akar vertikal untuk lebih
memperkokoh berdirinya batang. Sedangkan bungur 1 dan 2 berada pada tanah
yang datar.
Tabel 5 Perbandingan ukuran batang-tajuk dengan fraksi akar horizontal dan
rasio akar-batang pada pohon bungur
Sampel

Tinggi Ø batang Ø Tajuk Fraksi akar H
(m)
(cm)
(m)
Bungur 1 20,4
54,35
10,86
0,80
Bungur 2 20,8
61,57
11,60
0,77
Bungur 3 21,5
81,42
12,40
0,73

Rasio akar
batang
1,48
1,39
1,59

Tabel 6 Rata-rata kerapatan akar bungur (kg/dm3) pada berbagai kedalaman
dan jarak dari pangkal batang
Kedalaman (cm)
0-25
25-50
50-75
75-100

Jarak dari pangkal pohon (m)
1
2
3
4
2,172
1,974
1,219
0,893
1,782
1,128
1,098
0,599
0,698
0,404
0,438
0,199
0,318
0,158
0,565
0,182

Adapun proporsi batang terhadap akar (Rasio akar-batang) menunjukan
bahwa laju pertumbuhan diameter batang lebih tinggi daripada laju pertumbuhan
diameter akar. Untuk diameter batang dan tinggi batang tidak terdapat korelasi yang
signifikan dengan nilai rasio akar-batang. Proporsi batang yang lebih besar daripada
akar salah satunya dimungkinkan suplai air dan hara yang cukup. Saat penggalian
akar, kondisi tanah cukup lembab, kaya akan serasah, serta banyak organisme tanah.
Pada tanah yang subur, akar pohon menyerap hara dan air dengan lebih mudah.
Sehingga tidak penting untuk menimbun dan atau mengalokasikan cadangan
makanan (hasil fotosintesis) untuk pertumbuhan akar-akar baru. Sebagian besar
cadangan makanan diakumulasikan pada bagian pohon di atas tanah. Oleh karena
itu nilai rasio akar-batang dapat lebih tinggi.

16
Gambar 9 menunjukan bahwa semakin jauh dari pangkal batang kerapatan
akar mengalami penurunan secara gradual. Hal terlihat dari nilai koefisien
determinasi yang tinggi pada kedalaman 0-25 cm (R2 = 0,9524), kedalaman 25-50
cm (R2 = 0,9069), kedalaman 50-75 cm (R2 = 0,8505). Sedangkan kedalaman 75100 cm memiliki pola yang berbeda mungkin dikarenakan sampel bungur 3
berlokasi di lahan miring dan memiliki fraksi akar vertikal yang lebih tinggi.
Gambar 10 menunjukan pertambahan kedalaman berpengaruh secara signifikan
terhadap berkurangnya kerapatan akar. Hal tersebut ditunjukan dengan nilai
2,5

0-25

Kerapatan akar (kg/dm3)

25-50
2

50-75
75-100

1,5

y = -0,4592x + 2,7125
R² = 0,9524
y = -0,3579x + 2,0465
R² = 0,9069
y = -0,1463x + 0,8005
R² = 0,8505
y = -0,0001x + 0,306
R² = 5E-07

Linear (0-25)
Linear (25-50)

1

Linear (50-75)
0,5

Linear (75-100)

0
0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

Jarak dari batang (m)

Gambar 9 Grafik rata-rata kerapatan akar bungur pada tiap interval jarak
koefisien determinasi yang tinggi di setiap interval jarak dari batang bungur yaitu
R2 = 0,9576 (jarak 1 m), R2 = 0,9519 (jarak 2 m), R2 = 0,7689 (jarak 3 m), R2 =
0,9115 (jarak 4 m).
2,5

1m
2m

Kerapatan akar (kg/dm3)

2

3m
1,5

4m

y = -0,0266x + 2,904
R² = 0,9576
y = -0,0247x + 2,459
R² = 0,9519
y = -0,0105x + 1,4855
R² = 0,7689
y = -0,0101x + 1,1015
R² = 0,9115

Linear (1 m)
1
Linear (2 m)
Linear (3 m)

0,5

Linear (4 m)
0
0
-0,5

25

50

75

100

125

Kedalaman (cm)

Gambar 10 Grafik rata-rata kerapatan akar bungur pada tiap interval kedalaman

17
Menurut Dinas Tata Ruang Kota Bogor (2002, dalam Yulyaningsih 2010),
kedalaman efektif tanah di wilayah Kecamatan Bogor Barat berkisar antara 20 cm
hingga lebih dari 100 cm. Daerah studi mempunyai curah hujan rata-rata tahunan
sebesar 3.598 mm, curah hujan maksimum tahunan 4.212 mm, dan curah hujan
minimum tahunan 3.090 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata dalam setahun
adalah 189 hari serta rata-rata curah hujan setiap bulan lebih dari 100 mm (lampiran
1). Kedalaman efektif tanah hingga lebih 100 cm dan iklim dengan curah hujan
yang tinggi juga berpengaruh terhadap kedalaman akar bungur selain sifat genetik
dari bungur itu sendiri. Pada iklim dan jenis tanah yang berbeda, kedalaman akar
bungur mungkin dapat kurang atau lebih dari 100 cm.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian maka didapat beberapa rekomendasi sebagai
berikut:
 Jarak tanam sesama bungur sebaiknya ± 10 meter. Sedangkan jarak tanam
antar sesama palem raja antara 6-7 meter. Hal ini agar tidak mengganggu
perkembangan tajuk dan juga dikarenakan perakaran lateral keduanya
berkembang dengan dominan sehingga dapat saling mengganggu.
 Penanaman bungur yang dikelilingi perkerasan sebaiknya disediakan
bagian bebas perkerasan di sekeliling batang dengan diameter minimal 2
meter agar perkerasan tidak rusak oleh pertambahan diameter batang dan
perkembangan akar.
 Kerapatan akar palem raja yang tinggi di kedalaman 0-15 cm dan kerapatan
akar bungur yang tinggi hingga kedalaman 50 cm serta berkembang baiknya
akar-akar lateral/horizontal bungur menunjukan bahwa metode aplikasi
pupuk dengan cara ditebar di permukaan tanah di sekitar batang pohon
cukup efisien. Pupuk/hara di lapisan atas dapat terjaga oleh rapatnya akar
dan tidak mudah tercuci ke lapisan bawah. Agar pupuk/hara tidak
terdistribusi ke luar jangkauan serapan akar yang disebabkan oleh run-off
maka radius sebaran pupuk sebaiknya maksimal 2 m dari pangkal batang
untuk palem dan maksimal sejauh radius tajuk untuk bungur. Sehingga bila
pupuk/hara terdistribusi horizontal, pupuk/hara tetap dimungkinkan berada
di jangkauan serap akar.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kerapatan akar palem raja di kedalaman 0-15 cm lebih tinggi dibandingkan
di kedalaman 15-30 cm. Pada bungur, akar masih dijumpai hingga kedalaman 100
cm dengan kerapatan akar di kedalaman 50 cm. Kerapatan akar palem raja dan bungur berkurang dengan
pertambahan jarak dari pangkal batang serta kerapatan akar bungur berkurang
dengan pertambahan kedalaman. Akar palem raja menyebar sampai dengan jarak
4,5 m dari pangkal batang sedangkan bungur sampai 4 m dari pangkal batang.
Distribusi akar berhubungan erat dengan jarak dari pangkal batang dan kedalaman

18
tanah yang dibuktikan dengan nilai koefisien regresi linier yang tinggi yaitu kisaran
rata-rata R2 > 0,8. Adapun tinggi pohon, lebar tajuk, diameter batang berpengaruh
terhadap perkembangan akar-akar lateral/horizontal.
Saran
Perlunya penelitian lebih lanjut dengan memperbesar jumlah sampel serta
penelitian dengan kondisi lingkungan atau tanah yang berbeda-beda juga penelitian
dengan rentang umur sampel yang berbeda-beda. Selain itu, juga diperlukan
penelitian tentang konsentrasi hara yang terkandung di tanah untuk mengetahui
sifat macam-macam unsur hara baik makro maupun mikro. Sehingga data lebih
akurat dan metode aplikasi pupuk yang diterapkan di lapangan lebih tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Atger, C. 1992. Essai sur l’architecture Racinaire des Arbres. French: Universite
Montpellier II
Baluska, F., Ciamporova M, Gasparikova O, Barlow PW. 1995. Structure and
Function of Roots. Netherlands: Kluwer Academic Publishers.
Bassirirad, H. 2000. Kinetics of Nutrient Uptake by Roots: Responses to Global
Change. Review New Phytol. 147: 155-169
Bertol, I., Mello EL, Guadagnin JC, Zaparolli ALV, Carrafa MR. 2003. Nutrient
Losses by Water Erosion. Scientia Agricola 60 (3): 581-586
De Willigen, P. dan Van Noordwijk, M. 1987. Roots, Plant Production, and
Nutrient Use Efficiency [PhD thesis]. Netherlands: Agricultural
University Wageningen. hlm: 282
Direktorat Jenderal Kehutanan. 1976. Pedoman Inventarisasi Flora dan Ekosistem.
Bogor (ID): Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam. Direktorat
Jenderal Kehutanan.
Faikoh. 2008. Deteksi Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kota Industri Cilegon
[skripsi]. Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Fatmawati dan Ginting G. 1987. Morfologi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).
Pematang Siantar (ID): Pusat penelitian Marihat. Hlmn: 37-51
Faucette, L. B., Risse LM, Nearing MA, Gaskin JW, West LT. 2004. Runoff,
Erosion, and Nutrient Losses from Compost and Mulch Blankets Under
Simulated Rainfall. J Soil and Water Conservation. 59 (4)
Gardner, F. P., Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya Jakarta
(ID): UI Press
Guritno, B. dan Sitompul, S. M. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta
(ID): UGM Press
Hallé, F. dan R.A.A. Oldeman. 1970. Essai sur I’architecture et la Dynamique de
Croisance des Arbres Tropicaux. English Translation 1975. Kuala
Lumpur: Univ. Malaya. Hlm: 156

19
Hallé, F.; R.A.A. Oldeman; P.B. Tomlinson. 1978. Tropical Trees and Forest, An
Architectural Analysis. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. New York.
Hlm: 441
Harris, R. W., Clark JR, Matheny NP. 2004. Arboriculture: Integrated Management
of Landscape Trees, Shrubs, and Vines. New Jersey (US): Pearson
Education Inc.
Hartley, C. W. S. 1977. The Oil Palm Second ed. Tropical Agricultural Series.
London dan New York: Longman. Hlmn: 806
Huck, M. G., 1983. Root distribution, Growth and Activity with Reference to
Agroforestry. Plant Research and Agroforestry. Nairobi: ICRAF. Hlmn:
527-542
Knudson, D. M. 1980. Outdoor Recreation. New York: Mc Millan Publ. Co. Inc.
Kozlowski, T. T. 1971. Growth and Development of Trees. New York and London:
Academic Press
Murniati. 2010. Arsitektur pohon, distribusi perakaran, dan pendugaan biomassa
pohon dalam sistem agroforestry. J Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam. 7(2):103-107
Oldeman, R. A. A., 1992. Architectural Models, Fractal and Agroforestry Design.
Agriculture, Ecosystem and Environment 41: 179-188
Simons, J. O. 1983. Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Book Co.
Inc.
Subagyono, K. dan Tanaka, T. 2007. The Role of Subsurface Flow Dynamic on
Spatial and Temporal Variation of Water Chemistry in a Headwater
catchment. Indonesian Journal of Agricultural Science. 8 (1): 17-30.
Tinker, P. B. 1976. Soil Requirments of The Oil Palm Research. Cortley, R.H.V.,
Hardon, J.J. dan Wood, B.J. (ed). Amsterdam: Elsevier Scientific
Publishing Company. Hlmn. 165-181
Tjitrosoepomo, G. 2009. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): UGM Press
Van Noordwijk, M dan Purnomosidhi P. 1995. Root Architecture in Relation to
Tree-Soil-Crop Interactions and Shoot Pruning in Agroforestry.
Agroforestry System 30: 161-173
Vester, H. 1997. The Tress and The Forest. The Role of Tree Architecture in
Canopy Development: a Case Study in Secondary Forest (Araracuara,
Columbia). Wageningen Agricultural University. Hlmn 182
Yavitt, J., Williams C, Wieder R. 2004. Soil Chemistry versus Environmental
Controls on Production of CH4 and CO2 in Northem Peatlands. European
Journal of Soil Science. 56 (2): 169-178.
Yulyaningsih, N. 2010. Perencanaan Lanskap University Farm IPB Sindang Barang
Kota Bogor sebagai Kebun Agrowisata [skripsi]. Program Studi
Arsitekstur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

20

LAMPIRAN
Lampiran 1

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Muntok, Bangka Belitung pada tanggal 21 September
1990. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara, dari pasangan Alwi dan
Meida Harti. Penulis memulai pendidikan di SDN 21(418) Muntok pada tahun 1996
dan menyelesaikannya pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan jenjang
penidikan menengah pertama di SMPN 1 Muntok pada tahun 2002 dan lulus pada
tahun 2005. Selanjutnya pada tahun 2005 sampai dengan 2008 penulis menempuh
pendidikan menengah atas di SMAN 1 Muntok. Pada tahun 2008, penulis diterima
di program studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).
Selama masa studi di Institut Pertanian Bogor, sejak tahun 2008 penulis
bergabung di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Bangka dan Himpunan
Pelajar dan Mahasiswa Bogor (HPMB). Penulis juga aktif dalam kegiatan-kegiatan
serta perlombaan di perguruan pencak silat PERSINAS ASAD dan menjadi wasit
juri PERSINAS ASAD wilayah IV Jawa Barat.