Kajian Dampak Coremap terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan Kabupaten Sikka

(1)

KAJIAN DAMPAK COREMAP TERHADAP KONDISI

SOSIAL EKONOMI NELAYAN KABUPATEN SIKKA

BARNABAS PABLO PUENTE WINI BHOKALEBA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Dampak Coremap terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan Kabupaten Sikka adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Barnabas Pablo Puente Wini Bhokaleba


(4)

BARNABAS PABLO PUENTE WINI BHOKALEBA. Kajian Dampak Coremap terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan Kabupaten Sikka. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan LUKY ADRIANTO.

Kabupaten Sikka memiliki ekosistem terumbu karang yang potensial bagi pengembangan pariwisata bahari dan pemanfaatan ikan karang di wilayah Kabupaten Sikka. Pada awal tahun 2000, pemerintah Indonesia mencanangkan program Coral Reef Rehabilitation and Management Programme (COREMAP) di Kabupaten Sikka. Berdasarkan kondisi di atas, maka perlu adanya kajian dampak program Coremap terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir dan laut Kabupaten Sikka.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis pemanfaatan sumberdaya perikanan karang secara optimal dan berkelanjutan, (2) menganalisis kondisi terumbu karang dan ikan karang dan hubungannya dengan pendapatan nelayan ikan karang, (3) menganalisis kondisi sosial dan kelembagaan masyarakat pesisir dan laut Kabupaten Sikka, dan (4) mengevaluasi status keberlanjutan pengelolaan perikanan karang di Kabupaten Sikka. Penelitian survei dengan teknik two stage cluster sampling untuk penentuan desa sampel dan teknik convenience untuk penentuan responden.

Berdasarkan hasil analisis bioekonomi, pemanfaatan ikan karang di perairan laut Kabupaten Sikka telah mengalami biological dan economic overfishing. Analisis laju degradasi dan depresiasi menggambarkan terjadi peningkatan laju degradasi diatas batas normal diikuti dengan penurunan laju depresiasi. Analisis korelasi menggambarkan tidak adanya hubungan antara tutupan karang dengan kelimpahan ikan target. Di sisi lain, analisis ini menggambarkan hubungan antara kelimpahan ikan target dengan hasil tangkapan dan adanya hubungan antara hasil tangkapan dengan pendapatan nelayan ikan karang. Berdasarkan kondisi di atas dapat dikatakan dampak Coremap terhadap sumberdaya ikan karang belum terlihat dan keberadaannya belum mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan ikan karang karena diikuti dengan peningkatan effort/upaya tangkap.


(5)

SUMMARY

BARNABAS PABLO PUENTE WINI BHOKALEBA. The COREMAP Impact Study of Socio-Economics Condition of Fishermen in Sikka Region. Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and LUKY ADRIANTO.

Sikka Region has a coral reef ecosystem with potential for tourism development and utilization of marine reef fish in Sikka Region. In early 2000, the Indonesian government launched Coral Reef Rehabilitation and Management Programme (COREMAP) in Sikka. Based on the above conditions, it is necessary to study the impact of the Coremap program on socio-economic conditions of sikka coastal communities and marine.

The purpose of this study was to (1) analyze the utilization of reef fish resources in an optimal and sustainable, (2) analyze the condition of coral reefs and reef fish and its relationship to reef fish fishermen's income, (3) analyze the social and institutional conditions of coastal and marine communities, (4) evaluate the sustainability status of reef fisheries management. Survey research with two stage cluster sampling technique for the determination of sample villages and convenience technique to determine the respondents.

Based on the bioeconomic analysis, utilization of reef fish in the Sikka’s sea has biological and economic overfishing. The analysis degradation rate and depreciation rate illustrates the degradation rate increased above the normal range followed by a decrease in the rate of depreciation. Correlation analysis illustrates there is no relationship between coral cover and the abundance of fish targets. The other side, this analysis indicates the relationship between the abundance of fish targets and fish catches and between fish catches and reef fish fishermen income. Based on the condition, it can be said that Coremap impact on reef fish resources have not seen and its existence have not been able to improve the welfare of reef fish fishermen because arrest followed an increase efforts.


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

KAJIAN DAMPAK COREMAP TERHADAP KONDISI

SOSIAL EKONOMI NELAYAN KABUPATEN SIKKA

BARNABAS PABLO PUENTE WINI BHOKALEBA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(8)

(9)

Judul Tesis : Kajian Dampak Coremap terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan Kabupaten Sikka

Nama : Barnabas Pablo Puente Wini Bhokaleba NIM : H352100041

Program Studi : Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi Dr Ir Luky Adrianto, MSc Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ekonomi Sumberdaya

Kelautan Tropika

Prof Dr Ir Tridoyo Kusumastanto, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(10)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas penyertaan dan perlindunganNya sehingga tesis yang berjudul ”Kajian Dampak Coremap terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan Kabupaten Sikka” dapat

diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi dan Dr Ir Luky Adrianto, MSc sebagai Komisi

Pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyusunan tesis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Aceng Hidayat, MT sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan koreksi konstruktif. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Tridoyo Kusumastanto, MS sebagai Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika beserta staf pengajar atas bimbingan, arahan dan perhatiannya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sikka beserta staf, Kepala Bappeda Sikka beserta staf, Kepala BPS Sikka beserta staf, Kepala Desa dan Lurah beserta staf di daerah penelitian, masyarakat pesisir Kabupaten Sikka dan mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Nipa atas sumbangsih selama penelitian. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga atas dukungan dan doa selama ini. Ucapan terima kasih kepada teman-teman ESK, Gamanusratim IPB, Forum Mahasiswa Pascasarjana periode 2011-2012 atas kebersamaan selama ini, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam diskusi, saran dan doa sehingga tesis ini terselesaikan dengan baik.

Bogor, Agustus 2014


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Permasalahan 3

Tujuan Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

Kerangka Pemikiran 4

Manfaat Penelitian 6

2 METODE PENELITIAN 7

Metode Penelitian 7

Tempat dan Waktu Penelitian 7

Jenis dan Sumber Data 7

Teknik Penentuan Desa Sampel 8

Teknik Penentuan Responden 10

Analisis Data 10

3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21

Kondisi Geografis 21

Keragaan Sumberdaya Ikan 23

Perkembangan Perikanan Tangkap 24

Perkembangan Armada dan Alat Tangkap 26

Keadaan Umum Desa Sampel 30

Karakteristik Responden 35

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41

Analisis Bioekonomi Ikan Karang 41

Hubungan Kondisi Terumbu Karang, Kelimpahan Ikan Karang, Hasil Tangkapan Ikan Karang dan Pendapatan Nelayan Ikan Karang 43

Analisis Stakeholder 46

Analisis Persepsi 49

Analisis Konflik 53

Analisis Kapasitas Masyarakat 53

Evaluasi Status Keberlanjutan 55

Dampak Coremap dan Implikasi Kebijakan 74

5 SIMPULAN DAN SARAN 77

Simpulan 77

Saran 77


(12)

1 Matriks tujuan, jenis data, metode pengambilan data, dan analisis 8 2 Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan aktor 15 3 Atribut-atribut keberlanjutan perikanan karang menurut dimensinya 19 4 Indeks keberlanjutan perikanan karang di Kabupaten Sikka 21 5 Klasifikasi persentase penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis

kelamin di Kabupaten Sikka tahun 2012 22 6 Nama perusahaan perikanan di Kabupaten Sikka dan jenis kegiatannya 24 7 Perkembangan hasil tangkapan ikan di Kabupaten Sikka tahun

2006-2012 25

8 Perkembangan armada perikanan tangkap di Kabupaten Sikka

tahun 2006-2012 26

9 Perkembangan alat tangkap di Kabupaten Sikka tahun 2006-2012 27 10 Perkembangan hasil tangkapan ikan karang tahun 2001-2011 28 11 Perkembangan nilai produksi ikan karang tahun 2001-2011 29

12 Klasifikasi umur responden KNIK 35

13 Klasifikasi responden KNIK menurut jumlah tanggungan keluarga 36

14 Lama pekerjaan responden KNIK 37

15 Armada penangkapan responden KNIK 38

16 Alat tangkap yang digunakan KNIK 38

17 Klasifikasi umur responden BKNIK 38

18 Parameter biologi dan ekonomi sumberdaya ikan karang dengan

menggunakan metode estimasi CYP 41

19 Hasil analisis bioekonomi dalam berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan karang dengan metode estimasi CYP 42 20 Rekapitulasi sebaran tutupan karang hidup dan kelimpahan

ikan target 44

21 Jumlah KNIK, jumlah responden KNIK dan pendapatan rata-rata

per trip 45

22 Hasil analisis korelasi tutupan karang hidup, kelimpahan ikan, hasil tangkapan dan pendapatan nelayan menggunakan korelasi Carl

Pearson 46

23 Hasil identifikasi aktor dalam pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya ikan karang 47

24 Perbandingan tingkat keuntungan pada kondisi aktual, MSY dan

MEY 61

25 Hasil perhitungan NPV dan IRR pada usaha penangkapan ikan

karang 62

26 Perbandingan nilai/indeks keberlanjutan hasil MDS dan Monte Carlo (selang kepercayaan 95%) pada sumberdaya ikan karang 73


(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 6

2 Skema penentuan desa sampel menggunakan two stage cluster sampling

dan purposive sampling 9

3 Aktor Grid (Haswanto 2006) 16

4 Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Sikka tahun 2006-2012 22 5 Perkembangan RTP perikanan tangkap di Kabupaten Sikka tahun 2006-

2012 26

6 Tren total hasil tangkapan ikan karang per tahun 28 7 Tren total nilai produksi ikan karang per tahun 29 8 Klasifikasi tingkat pendidikan responden KNIK � = 36 9 Status pekerjaan responden KNIK � = 37 10 Klasifikasi tingkat pendidikan responden BKNIK (� = 1 39 11 Laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya perikanan karang 43 12 Hasil tangkapan rata-rata nelayan ikan karang 45 13 Analisis posisi kepentingan dan pengaruh stakeholder 48 14 Tingkat persepsi KNIK dan BKNIK terhadap keberadaan Coremap 50 15 Tingkat persepsi KNIK dan BKNIK terhadap keterlibatannya dalam

kegiatan Coremap 51

16 Tingkat persepsi KNIK dan BKNIK terhadap manfaat terumbu

karang 51

17 Persepsi KNIK terhadap pendapatannya sebelum Coremap dan

setelah Coremap 52

18 Diagram layang untuk keberlanjutan perikanan karang

di Kabupaten Sikka 74

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian 82

2 Kuisioner 83

3 Matriks capaian Coremap II di Kabupaten Sikka 94 4 Produksi dan upaya tangkap sumberdaya ikan karang 95

5 CPUE sumberdaya ikan karang 96

6 Nilai fishing power index untuk alat tangkap ikan karang 96 7 Nilai effort standar untuk sumberdaya ikan karang 96 8 Perkembangan produksi aktual, total effort standar dan CPUE standar

sumberdaya ikan karang 97

9 Hubungan CPUE standar dan effort standar sumberdaya ikan karang 97 10 Data input untuk sumberdaya ikan karang pada metode estimasi CYP 98

11 Hasil OLS metode estimasi CYP 99

12 Perbandingan data aktual, parameter biologi, MSY dan uji statistik pada

sumberdaya ikan karang 100


(14)

16 Rezim pengelolaan perikanan karang di perairan Kabupaten Sikka

menurut estimasi CYP 102

17 Laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan karang 102

18 Hasil analisis korelasi 103

19 Hasil analisis konflik 106

20 Nilai skor setiap atribut pada dimensi keberlanjutan ekologi

sumberdaya ikan karang 107

21 Posisi status keberlanjutan perikanan karang pada dimensi ekologi 107 22 Faktor pengungkit pada dimensi ekologi 108 23 Ordinasi analisis Monte Carlo dengan selang kepercayaan 95% pada

dimensi ekologi 108

24 Investasi, biaya dan penerimaan usaha perikanan karang

di Kabupaten Sikka 109

25 Nilai skor setiap atribut pada dimensi keberlanjutan ekonomi

sumberdaya ikan karang 110

26 Posisi status keberlanjutan perikanan karang pada dimensi ekonomi 111 27 Faktor pengungkit pada dimensi ekonomi 111 28 Ordinasi analisis Monte Carlo dengan selang kepercayaan 95% pada

dimensi ekonomi 112

29 Nilai skor setiap atribut pada dimensi keberlanjutan sosial

sumberdaya ikan karang 112

30 Posisi status keberlanjutan perikanan karang pada dimensi sosial 113 31 Faktor pengungkit pada dimensi sosial 113 32 Ordinasi analisis Monte Carlo dengan selang kepercayaan 95% pada

dimensi sosial 114

33 Nilai skor setiap atribut pada dimensi keberlanjutan kelembagaan

sumberdaya ikan karang 114

34 Posisi status keberlanjutan perikanan karang pada dimensi kelembagaan 115 35 Faktor pengungkit pada dimensi kelembagaan 115 36 Ordinasi analisis Monte Carlo dengan selang kepercayaan 95% pada


(15)

Latar Belakang

Wilayah pesisir memiliki arti penting dan strategis bagi Indonesia baik dari segi ekonomi, ekologi, ketahanan pangan, keanekaragaman biologi, sosial budaya maupun keindahan alamnya, serta pencegahan terhadap erosi/abrasi, gelombang laut dan badai. Salah satu ekosistem penting pesisir adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem ini memberikan manfaat ekonomi yang sangat besar terutama bagi masyarakat pesisir dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Fungsi ekonomi yang dapat dirasakan dari pemanfataan ekosistem terumbu karang meliputi: (1) menjadi daerah penangkapan ikan (fishing ground) bagi lebih dari 50 persen nelayan di Indonesia, (2) kegiatan budidaya perikanan (mariculture), (3) kegiatan wisata bahari untuk diving dan snorkeling, (4) construction material dan sumber kapur bagi daerah tertentu, (5) penelitian dan pendidikan, (6) genetic dan

drugs. Pemanfaatan terumbu karang di Kabupaten Sikka terutama sebagai daerah

fishing ground. Pemanfaatan untuk pariwisata bahari masih terus diupayakan pengembangannya oleh pemerintah.

Sebagian besar masyarakat pesisir Kabupaten Sikka merupakan masyarakat nelayan yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap sumberdaya terumbu

karang. Menurut Manuputty dan Djuwariah (2010), luas terumbu karang di kabupaten ini sebesar 104,92 km2 terdiri atas terumbu karang tepi (fringing

reef) yang terdapat di pesisir daratan utama (Pulau Flores) maupun di pesisir pulau-pulau kecil. Ekosistem terumbu karang di Kabupaten Sikka menyediakan biota laut ekonomis terutama ikan karang konsumsi yang menjadi target penangkapan dari nelayan ikan karang lokal. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Sikka tahun 2012, produksi ikan karang pada tahun 2010 sebesar 164 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 2.102.000.000 dan meningkat menjadi 267 ton pada tahun 2011 dengan nilai produksi sebesar Rp 4.190.000.000. Potensi tersebut akan memberikan manfaat ekonomi yang semakin besar bagi masyarakat nelayan apabila menerapkan pola pemanfaatan yang berkelanjutan.

Di sisi lain, semakin bertambahnya nilai ekonomi dan ekologi ekosistem terumbu karang menyebabkan terumbu karang mengalami banyak tekanan sebagai akibat dari pola pemanfaatan tidak ramah lingkungan. Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat menyebabkan penurunan kualitas (deteriorasi) dan kerusakan (degradasi) pada ekosistem terumbu karang.

Hasil penelitian Wilkinson (1993) dan Suharsono (1995) vide Tuwo (2011), menempatkan terumbu karang Indonesia dalam kategori kritis dan terancam hanya 7 persen dalam kondisi baik. Penelitian P2O-LIPI yang dilakukan pada tahun 1996 menunjukkan bahwa 32,05 persen terumbu karang Indonesia dalam keadaan rusak, 37,33 persen dalam keadaan sedang, 25,11 persen dalam keadaan baik dan hanya 5,51 persen dalam keadaan sangat baik (Suharsono 2007). Mengacu pada kondisi seperti disebutkan di atas, maka pada awal tahun 2000, pemerintah Indonesia mencanangkan program pengelolaan terumbu karang dengan nama coral reef rehabilitation and management programme

(COREMAP). Kabupaten Sikka merupakan satu-satunya wilayah pelaksanaan kegiatan Coremap di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Coremap di Kabupaten


(16)

Sikka dilaksanakan sejak tahun 1998 dengan nama Coremap Tahap I, namun program ini baru terealisasi pada tahun 2001 dan dilanjutkan dengan pelaksanaan Coremap Tahap II yang berakhir pada tahun 2011.

Indikator yang digunakan untuk melihat tercapainya tujuan Coremap antara lain melihat aspek biofisik dan sosial ekonomi. Aspek biofisik diharapkan mencapai peningkatan tutupan karang paling sedikit 5% per tahun sampai mencapai level yang sama dengan daerah yang telah dikelola secara baik atau

pristine area (daerah terumbu karang yang masih asli/belum dimanfaatkan). Selanjutnya indikator keberhasilan Coremap dari aspek sosial ekonomi adalah (1) adanya pendapatan penduduk dan jumlah penduduk yang menerima pendapatan dari kegiatan ekonomi berbasis terumbu karang dan kegiatan ekonomi alternatif lainnya, mengalami kenaikan sebesar 10% pada akhir program tahun 2009 dan (2) paling sedikit 70% dari masyarakat nelayan (beneficiary) di kabupaten program merasakan dampak positif Coremap (World Bank, Project Appraisal Document 2004 vide DKP Sikka 2011).

Penelitian Coremap-AusAid (2001) vide Vincentius (2003) melaporkan terumbu karang di Kabupaten Sikka dalam keadaan baik dengan persentase tutupan 10,6%. Persentase tutupan karang di Kabupaten Sikka seperti tersebut di atas telah mengalami penurunan tajam dari waktu ke waktu. Populasi ikan demersal di lingkungan terumbu karang juga telah mengalami penurunan. Jenis ikan herbivora hanya mencapai 8% dan jenis ikan karnivora hanya 2% dari total spesies yang terdapat di lingkungan terumbu karang di wilayah Kabupaten Sikka. Populasi invertebrata (hewan tidak bertulang belakang termasuk binatang seperti lobster, cumi-cumi, gurita, teripang, kerang-kerangan, bunga karang dan anemon) telah mengalami penurunan populasi karena penangkapan ikan yang berlebihan.

Pasca pelaksanaan Coremap II, tercatat hasil monitoring kesehatan terumbu karang menunjukkan tingkat kerusakan terumbu karang Kabupaten Sikka mencapai 63,99% dan dalam keadaan baik sebesar 36,01%. Faktor utama

penyebab kerusakan terumbu karang adalah gempa dan tsunami tanggal 12 Desember 1992 dan faktor lainnya seperti erosi, sedimentasi dan bahan

peledak seperti penggunaan potasium sianida (DKP Sikka 2011). Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi pada beberapa desa program (di daratan Pulau Flores dan pulau-pulau kecil), menyebutkan bahwa pada tahun 2000-an sebagian besar penduduk di kawasan desa-desa tersebut sudah beralih dari nelayan menjadi pedagang dan pembudidaya rumput laut (khususnya di Desa Kojadoi) karena semakin menurunnya hasil tangkapan sebagai akibat rusaknya ekosistem terumbu karang. Pendapatan riil penduduk di kawasan pulau-pulau kecil hanya sekitar Rp 509.013 per bulan atau sekitar Rp 16.967 per hari dan berada di bawah pendapatan per kapita keseluruhan desa program yang diteliti. Rata-rata pendapatan tersebut masih berada di bawah rata-rata pendapatan rumah tangga dari berbagai sumber pendapatan. Hal ini menunjukkan penduduk di kawasan pulau-pulau kecil masih termasuk kategori miskin (Repu et al. 2011).

Berdasarkan kondisi di atas, maka perlu dilakukan kajian mengenai dampak

ekonomi, ekologi, sosial, dan kelembagaan pasca pelaksanaan Coremap di Kabupaten Sikka. Hasil kajian diharapkan dapat menjadi acuan atau dasar bagi

kebijakan pemerintah Kabupaten Sikka dalam mengelola wilayah pesisir dan lautnya secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat (social well being).


(17)

Rumusan Permasalahan

Masyarakat pesisir Kabupaten Sikka memiliki ketergantungan tinggi terhadap sumberdaya kelautan dan perikanan, terutama sumberdaya terumbu karang. Hal ini dilihat dari mata pencaharian masyarakat pesisir yang sebagian besar adalah nelayan. Pemanfaatan sumberdaya terumbu karang di wilayah Kabupaten Sikka adalah kegiatan penangkapan ikan karang. Menurut Manuputty dan Djuwariah (2010), kegiatan penangkapan ikan karang ini dilakukan para nelayan dengan menggunakan alat tangkap sederhana seperti panah, pancing, pancing ulur dan rawai. Sebagian besar hasil tangkapan ikan karang yang diperoleh para nelayan, dijual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan data BPS Sikka (2012), RTP tangkap di Kabupaten Sikka berjumlah 4.585 RTP dengan dominasi armada jukung dan perahu papan 1.825 unit dan dominasi alat tangkap pancing 3.510 unit. Hal ini menunjukkan sebagian besar rumah tangga perikanan tangkap di kabupaten ini tergolong nelayan tradisional. Kondisi inilah yang menunjukkan pentingnya pengelolaan sumberdaya terumbu karang yang berkelanjutan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir Kabupaten Sikka. Solusi pemerintah dalam rangka pengelolaan terumbu karang di Indonesia adalah dengan mencanangkan program Coremap.

Pelaksanaan program rehabilitasi terumbu karang Coremap di Kabupaten Sikka telah dilaksanakan terhitung sejak tahun 2001 sampai tahun 2011. Program Coremap ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu Coremap Tahap I dan Tahap II. Berbagai bentuk kegiatan telah dilakukan dalam rangka rehabilitasi terumbu karang di Kabupaten Sikka, namun nilai dampak dari program tersebut belum terukur. Menjawab masalah di atas, maka perlu adanya penilaian program secara komprehensif.

Pembangunan perikanan yang berkelanjutan ditinjau dari 4 aspek yaitu: ekonomi, ekologi, sosial dan kelembagaan. Keempat aspek di atas dapat dijadikan dasar penilaian program untuk digunakan sebagai informasi dan acuan bagi pengelolaan pesisir dan laut Kabupaten Sikka yang berkelanjutan.

Berdasarkan hal tersebut, perumusan masalah dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut Kabupaten Sikka sebagai berikut:

a. Bagaimana kondisi perikanan karang yang optimal dan berkelanjutan pasca pelaksanaan Coremap di Kabupaten Sikka?

b. Apakah peningkatan pendapatan nelayan ikan karang merupakan akibat dari peningkatan kondisi terumbu karang dan kondisi ikan karang di Kabupaten Sikka?

c. Bagaimana kondisi sosial masyarakat pesisir pasca pelaksanaan Coremap di Kabupaten Sikka?

d. Bagaimana kondisi kelembagaan masyarakat pesisir pasca pelaksanaan Coremap di Kabupaten Sikka?

e. Bagaimana status keberlanjutan perikanan karang sebagai input bagi pemerintah untuk menentukan strategi pengelolaan pesisir dan laut Kabupaten Sikka?


(18)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pemanfaatan sumberdaya perikanan karang secara optimal dan berkelanjutan pasca pelaksanaan Coremap di Kabupaten Sikka.

2. Menganalisis kondisi terumbu karang dan ikan karang dan hubungannya dengan pendapatan nelayan ikan karang di Kabupaten Sikka.

3. Menganalisis kondisi sosial dan kelembagaan masyarakat pesisir Kabupaten Sikka pasca pelaksanaan Coremap.

4. Mengevaluasi status keberlanjutan pengelolaan perikanan karang di Kabupaten Sikka.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji dampak Coremap terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan. Objek yang diteliti adalah nelayan ikan karang yang berada di desa-desa binaan Coremap Sikka. Data yang digunakan merupakan data time series tahun 2001-2011, data wawancara pada saat penelitian dan data sekunder lainnya. Kondisi ekologi dan ekonomi meliputi tingkat pemanfaatan aktual dan optimal dan keterkaitan antara kondisi terumbu karang dan kelimpahan ikan karang dengan pendapatan nelayan ikan karang. Kondisi sosial dan kelembagaan meliputi persepsi kelompok nelayan ikan karang dan bukan kelompok nelayan ikan karang, konflik-konflik sumberdaya perikanan karang, kapasitas masyarakat pesisir dan

stakeholder yang berperan dalam kelembagaan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan karang. Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan teknik two stage cluster sampling untuk penentuan desa sampel dan teknik

convenience untuk penentuan responden. Analisis yang digunakan antara lain analisis Bioekonomi untuk menganalisis pemanfaatan sumberdaya ikan karang, analisis korelasi Carl Pearson untuk menganalisis keterkaitan kondisi terumbu karang dan ikan karang dengan pendapatan nelayan ikan karang, analisis persepsi, konflik dan kapasitas masyarakat untuk menganalisis kondisi sosial nelayan, analisis stakeholder, konflik dan kapasitas masyarakat untuk menganalisis kondisi kelembagaan dan analisis multi dimension scalling menggunakan teknik Rapfish

untuk mengevaluasi keberlanjutan perikanan karang.

Kerangka Pemikiran

Kondisi biofisik terumbu karang dalam keadaan baik akan menyediakan kelimpahan dan keragaman ikan sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan secara berkelanjutan untuk peningkatan taraf hidup dan kesejahteraannya. Menurut laporan Coremap-AusAid, kondisi biofisik terumbu karang Kabupaten Sikka pada tahun 2001 dalam keadaan baik hanya mencapai 10,6%. Kerusakan terumbu karang disebabkan karena bencana gempa dan tsunami pada tahun 1992 dan perilaku penangkapan destruktif. Pasca pelaksanaan Coremap tahun 2011, kondisi biofisik terumbu karang dalam keadaan baik mencapai 36,1% atau meningkat sebesar 25,5%. Selain peran terhadap rehabilitasi biofisik, program ini juga menata kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir berupa kegiatan-kegiatan


(19)

produktif, pendidikan dan pelatihan, penyadaran, bantuan ekonomi mikro, dan pembentukan kelembagaan tingkat desa untuk pengelolaan sumberdaya terumbu karang yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Coremap di Kabupaten Sikka telah dilakukan dalam 2 tahap yaitu Tahap I dan Tahap II. Berbagai kegiatan yang mendukung program telah direalisasikan bagi masyarakat Kabupaten Sikka. Sejauh ini dampak dari program tersebut belum terukur. Guna mengukur sejauh mana dampak program terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan Kabupaten Sikka, maka perlu dilakukan kajian terhadap program tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi pengelolaan pesisir dan lautan secara berkelanjutan di Kabupaten Sikka.

Kajian dampak Coremap dalam penelitian ini dilakukan melalui 4 pendekatan antara lain pendekatan ekonomi, ekologi, sosial, dan kelembagaan. 1. Pendekatan ekonomi menganalisis pemanfaatan sumberdaya perikanan karang.

Analisis pemanfaatan sumberdaya perikanan karang menggunakan pendekatan bioekonomi.

2. Pendekatan ekologi menganalisis hubungan antara kondisi terumbu karang dan kondisi ikan karang dengan pendapatan nelayan ikan karang. Analisis korelasi sederhana digunakan untuk menggambarkan hubungan ketiga variabel tersebut. 3. Pendekatan sosial menganalisis kondisi sosial masyarakat pesisir pasca pelaksanaan Coremap dengan analisis persepsi, analisis konflik dan analisis kapasitas.

4. Pendekatan kelembagaan menganalisis kondisi kelembagaan masyarakat pesisir pasca pelaksanaan Coremap dengan analisis stakeholder, analisis kapasitas dan analisis konflik.

5. Selanjutnya, analisis multi dimentional scalling (MDS) akan menentukan status keberlanjutan pengelolaan perikanan karang Kabupaten Sikka berdasarkan hasil analisis dari pendekatan ekonomi, ekologi, sosial, dan kelembagaan. 6. Hasil penentuan status keberlanjutan pengelolaan perikanan karang sebagai

input bagi pemerintah untuk menentukan strategi yang tepat dalam upaya pengelolaan pesisir dan laut Kabupaten Sikka. Secara skematis kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.


(20)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi berbagai pihak dalam upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan karang dan sebagai arahan bagi pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan karang di wilayah pesisir dan laut Kabupaten Sikka.

Kondisi Terumbu Karang

Kondisi Ikan Karang Kondisi Sosial Masyarakat Status Pemanfaatan

Perikanan Karang

Kondisi Kelembagaan

Analisis Korelasi

Analisis Korelasi

Analisis Persepsi Analisis Konflik Analisis Kapasitas Analisis Bioekonomi

Analisis Stakeholder

Analisis Konflik Analisis Kapasitas

Input Strategi Pengelolaan Pesisir dan Laut Kabupaten Sikka

Analisis MDS Status Keberlanjutan

Pengelolaan

Ekologi

Ekonomi Sosial Kelembagaan

Kajian COREMAP


(21)

2

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian kajian dampak Coremap terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan Kabupaten Sikka adalah metode survei. Menurut Nazir (1988), metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Dalam metode survei juga dikerjakan evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa mendatang.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sikka yang merupakan wilayah Coremap di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian di lapangan dilakukan selama tiga bulan yaitu dari Bulan Juni 2013 sampai Bulan September 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan adalah data dari 4 aspek yang dikaji antara lain aspek ekonomi, ekologi, sosial, dan kelembagaan. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuisioner yang meliputi kondisi perikanan karang, kondisi sosial dan kondisi kelembagaan. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari studi literatur meliputi data kondisi terumbu karang, kondisi ikan karang, kondisi sosial, dan kondisi kelembagaan. Data sekunder diperoleh dari DKP, BPS dan Bappeda baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat pusat. Secara rinci matriks tujuan penelitian, jenis data, metode pengambilan data dan analisis disajikan pada Tabel 1.


(22)

Tabel 1 Matriks tujuan, jenis data, metode pengambilan data, dan analisis

Teknik Penentuan Desa Sampel

Pertimbangan lokasi yang luas (pulau-pulau dan daratan besar) dan akses masyarakat terhadap sumberdaya, maka pengambilan data ekonomi, sosial dan kelembagaan dilakukan dengan cara cluster sampling. Menurut Nazir (1988),

cluster sampling adalah teknik memilih sebuah sampel dari kelompok-kelompok unit-unit yang kecil. Menurut Sevilla et al. (1993),

individu yang memiliki karakteristik yang sama dikategorikan dalam satu kelompok. Pengambilan sampel kadang-kadang dikaitkan sebagai pengambilan sampel wilayah sebab dalam pelaksanaannya seringkali didasarkan atas letak geografis.


(23)

Penentuan desa sampel menggunakan teknik two stage cluster sampling. Adapun tahapan penentuan desa sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Dari data sekunder pada kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sikka diperoleh keterangan bahwa terdapat 44 desa sasaran Coremap (N = 44).

2. Selanjutnya peneliti secara random memilih desa sampel berdasarkan letak geografis dan jumlah desa dalam kecamatan. Letak geografis dibagi menjadi dua sub populasi besar yaitu pantai utara (N1) dan pantai selatan (N2). Pantai utara dibagi lagi menjadi dua sub populasi yaitu pulau-pulau kecil (N11) dan daratan (N12). Berdasarkan jumlah desa dalam kecamatan, maka desa sampel selanjutnya digolongkan ke dalam desa dengan jumlah > 4 dan desa dengan jumlah < 4. Kelompok desa di pulau-pulau kecil dengan jumlah > 4 (N111) terdiri atas Desa Kojadoi, Kojagete dan Parumaan. Kelompok desa di pulau-pulau kecil dengan jumlah < 4 (N112) terdiri atas Desa Pemana, Gunung Sari, Samparong, Reruwairere, Maluriwu dan Lidi, sedangkan, kelompok desa di daratan pantai utara dengan jumlah > 4 (N121) terdiri atas Desa Hoder, Watudiran, Egon, Nangatobong, Wairterang, Wailamung, Nangahale, Darat Pantai, Lewomada, Bangkoor, Beru, Wairotang dan Waioti. Kelompok desa di daratan pantai utara dengan jumlah < 4 (N122) terdiri atas Desa Kolisia, Reroroja, Watumilok, Kota Uneng, Waiara, Geliting, Namangkewa, Wolomarang, Hewuli dan Wuring. Kelompok desa di pantai selatan dengan jumlah > 4 (N21) terdiri atas Desa Lela, Sikka, Watutedang, Hepang dan Kolidetung. Kelompok desa di pantai selatan dengan jumlah < 4 (N22) terdiri atas Desa Korobhera, Ipir, Hebing, Pruda, Paga, Wolowiro dan Mbengu. 3. Total desa sampel dalam penelitian ini sebanyak 8 desa terdiri atas Desa

Reroroja, Darat Pantai, Bangkoor, Kojadoi, Pemana, Sikka, Ipir dan Wuring. Skema penentuan desa sampel disajikan pada Gambar 2.

Stage-1

Stage-2

Gambar 2 Skema penentuan desa sampel menggunakan two stage cluster sampling dan purposive sampling

N1 = 32

N11 = 9

N = 44

N111 = 6 N112 = 3 N121 = 13 N122 = 10

N2 = 12

N21 = 5 N22 = 7

n1 = 1 n2 = 1 n3 = 2 n4 = 2 n5 = 1 n6 = 1

∑ni = 8


(24)

Teknik Penentuan Responden

Responden yang dipilih terdiri atas masyarakat desa pesisir Coremap dan

stakeholder terkait pengelolaan Coremap di Kabupaten Sikka. Masyarakat desa contoh pesisir Coremap � yang dimaksud adalah kelompok nelayan ikan karang (KNIK) sedangkan stakeholder diambil secara hirarki dari desa, kecamatan, dan kabupaten yang mewakili semua kepentingan yang berpengaruh atau berkepentingan dengan Coremap. Pemilihan responden KNIK dengan teknik

convenience yaitu prosedur memilih responden yang paling mudah tersedia, sembarang atau kebetulan dijumpai (Sevilla et al. 1993; Juanda 2007). Prosedur ini digunakan dengan alasan tidak tersedianya data sekunder berupa statistik populasi nelayan ikan karang baik di DKP Sikka, unit pemerintahan tingkat kecamatan maupun desa atau kelurahan. Responden dan stakeholder lain terdiri atas tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat dari masing-masing desa/kelurahan sampel serta pelaku perikanan dan pengelola program Coremap.

Analisis Data Analisis Bioekonomi Ikan Karang

Penilaian terhadap kondisi pemanfaatan ikan karang di Kabupaten Sikka pasca pelaksanaan Coremap dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan bioekonomi. Hal terpenting dalam penilaian sumberdaya perikanan adalah nilai estimasi tangkapan lestari dari stok ikan. Penilaian sumberdaya perikanan ini idealnya dilakukan pada setiap spesies (stock-by-stock basis). Produktivitas dari stok ikan perlu diketahui terlebih dahulu menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui nilai estimasi tangkapan lestari tersebut.

Metode analisis data penelitian ini berdasarkan model surplus produksi terdiri dari metode untuk pendugaan parameter-parameter yang digunakan dan metode untuk pendugaan nilai optimal pengelolaan sumberdaya ikan karang di perairan Kabupaten Sikka. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan yaitu parameter biologi dan parameter ekonomi. Parameter biologi yang diduga adalah parameter pertumbuhan intrinsik ikan (r), kemampuan alat tangkap dalam melakukan penangkapan ikan (q) dan daya dukung lingkungan (K), sedangkan parameter ekonomi yaitu harga input dalam melakukan penangkapan dan harga output ikan karang.

Kegiatan awal adalah menyusun data produksi dan upaya (input atau effort) dalam bentuk urut waktu (series). Perikanan karang di perairan Kabupaten Sikka termasuk dalam kategori multigear-multispecies, sehingga terlebih dahulu produksi harus dipisahkan menurut jenis alat tangkap. Produksi tersebut diusahakan merupakan target species dari alat tangkap yang dianalisis. Data yang diambil dalam kurun waktu 11 tahun, terhitung awal pelaksanaan sampai akhir pelaksanaan Coremap di Kabupaten Sikka.

Parameter biologi diduga dengan menggunakan model surplus produksi yang dikemukakan Clark, Yoshimoto dan Pooley (1992), atau lebih dikenal dengan metode CYP. Persamaan CYP dalam bentuk matematis dapat ditulis sebagai berikut (Ami et al. 2005 vide Mussadun 2012):


(25)

Ut-1 = 2+r ln qK +2r 2+r ln U2-r t - 2+r Eq t+Et+1

Dimana:

U : produksi per unit upaya (CPUE)

ln �+ : sebagai variabel terikat (Y), nilai ln CPUE tahun t+1 ln � : sebagai variabel bebas 1 , nilai ln CPUE tahun t

� + �+ : sebagai variabel bebas 2 , jumlah upaya tahun t ditambah t+1 : koefisien pertumbuhan alami ikan

: koefisien daya tangkap

� : koefisien daya dukung lingkungan

Dengan meregresikan hasil tangkap per unit input (effort) yang dilambangkan dengan U pada periode t+1 dan dengan U pada periode t, serta penjumlahan input pada periode t dan t+1, akan diperoleh koefisien r, q dan K

secara terpisah. Selanjutnya setelah disederhanakan persamaan di atas dapat diestimasikan dengan OLS melalui:

ln Un+1 = α+β1ln Un +β2 En+En+1

Sehingga nilai parameter r, q dan K dapat diperoleh melalui persamaan berikut:

r=2(1-β1)/(1+β1) q=1-β2(1+β1)

K=eα 2+r / 2r /q

Nilai parameter r, q dan K kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan fungsi logistik, untuk memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Pendugaan nilai optimal meliputi manfaat ekonomi lestari �∗ , upaya optimal lestari �∗ , dan produksi optimal lestari ℎ∗ pada daerah penangkapan ikan karang sebagai berikut:

Model manfaat ekonomi optimal lestari

π*= pqKE 1-q

rE -cE

Model upaya (input) optimal lestari E*=2qr 1-pqKc

Model produksi optimal lestari h*=rK4 1+pqKc 1-pqKc


(26)

Dalam menentukan jumlah input (upaya penangkapan) yang digunakan terlebih dahulu dilakukan standarisasi terhadap upaya penangkapan. Standarisasi dilakukan untuk memperoleh jumlah alat tangkap yang mempunyai hasil tangkapan per unit upaya penangkapan yang sama. Standarisasi alat tangkap mengacu kepada metode yang dikemukakan oleh Guland (1983) vide Sobari (2009) yaitu dengan menghitung fishing power index (FPI):

FPI = CPUECPUEi s

Dimana:

FPI : fishing power index

� �� : CPUE alat tangkap yang akan distandarisasi (kg per trip)

� �� : CPUE alat tangkap standar (kg per trip)

Selanjutnya diikuti dengan standarisasi upaya penangkapan yang dihitung dengan rumus (Guland 1983 vide Sobari 2009):

fs = FPI x fi

Dimana:

� : upaya penangkapan hasil standarisasi (trip)

� : upaya penangkapan yang akan distandarisasi (trip)

Parameter ekonomi yang mempengaruhi model bioekonomi dalam perikanan tangkap adalah harga input atau biaya penangkapan (c) dan harga output tangkapan (p). Estimasi parameter ekonomi berupa biaya memanen per trip atau per hari melaut dan harga per kg atau per ton, sebaiknya diukur dalam ukuran riil. Nilai dari survei atau data sekunder harus dikonversi ke pengukuran riil dengan cara menyesuaikannya dengan indeks harga konsumen (IHK) sehingga pengaruh inflasi bisa dieliminir (Fauzi dan Anna 2005).

Analisis laju degradasi sumberdaya perikanan merupakan analisis yang digunakan untuk melihat sejauhmana pemanfaatan sumberdaya ikan berpengaruh terhadap kondisi sumberdaya ikan tersebut. Model penentuan koefisien atau laju degradasi ikan karang mengadopsi hasil riset Anna (2003), dengan persamaan sebagai berikut:

∅D = 1 1+ ehh0

Dimana:

ℎ� : produksi lestari

ℎ : produksi aktual

∅� : koefisien atau laju degradasi

Menurut Fauzi dan Anna (2002), penilaian depresiasi sumberdaya alam penting dilakukan, karena dapat mengetahui dengan pasti kerusakan/penurunan kualitas sumberdaya alam sebagai akibat dari eksploitasi sumberdaya tersebut. Laju depresiasi dihitung dengan memasukkan nilai rupiah yaitu analisis rente


(27)

aktual dibandingkan dengan rente lestari dari pemanfaatan sumberdaya ikan karang. Perhitungan laju depresiasi sumberdaya alam pada dasarnya sama dengan formula perhitungan laju degradasi, hanya saja input variabel perhitungannya yang berbeda dimana perhitungan laju depresiasi menggunakan parameter ekonomi dengan persamaan sebagai berikut:

∅R= 1 1+ eππ0

Dimana:

�� : rente lestari

� : rente aktual

∅� : koefisien atau laju depresiasi

Analisis Hubungan Kondisi Terumbu Karang, Kelimpahan Ikan Karang, Hasil Tangkapan Ikan Karang dan Pendapatan Nelayan Ikan Karang

Penilaian kondisi terumbu karang pada penelitian ini dengan melihat persentase tutupan karang hidup pada unit analisis pada tahun 2011. Penilaian kondisi ikan karang pada penelitian ini dengan melihat hasil identifikasi kelimpahan ikan target atau ikan konsumsi pada unit analisis pada tahun 2011. Penilaian kondisi terumbu karang dan kondisi ikan karang menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan capaian kegiatan Coremap, DKP Sikka tahun 2011.

Pendapatan nelayan ikan karang dalam penelitian ini adalah pendapatan nelayan ikan karang pada tahun 2011 yang diperoleh dari data primer melalui hasil wawancara. Demikian pula dengan data hasil tangkapan nelayan ikan karang yang diperoleh dari data primer pada tahun 2011. Untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua, maka dilakukan analisis korelasi antara persentase tutupan karang dengan kelimpahan ikan target, kelimpahan ikan target dengan hasil tangkapan, dan hasil tangkapan dengan pendapatan nelayan ikan karang. Analisis data dilakukan menggunakan software SPSS 15.0.

Menurut Sunyoto (2011), analisis korelasi adalah suatu analisis statistik yang mengukur tingkat hubungan antara variabel bebas (independent variable)

disimbolkan dengan ”X” dengan variabel terikat (dependent variable)

disimbolkan dengan ”Y”. Hubungan antara dua variabel (X dan Y) ini disebut

korelasi bivariat. Koefisien korelasi adalah suatu ukuran arah dan kekuatan hubungan linier antara dua variabel random. Penelitian ini menggunakan pengukuran korelasi bivariat secara linier dengan rumus Carl Pearson sebagai berikut:

r = n∑XY-∑X∑Y

√n∑X2- X 2nY2 Y 2

Dimana:

: koefisien korelasi : variabel bebas : variabel terikat


(28)

Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya hubungan antara variabel yang sedang diselidiki maka perlu dilakukan uji hipotesis terhadap koefisien korelasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan H0 dan Ha

a. Hubungan antara persentase tutupan karang dengan kelimpahan ikan target

H0 : r = 0 (tidak ada hubungan yang signifikan antara persentase tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan target)

Ha : r ≠ 0 (ada hubungan yang signifikan antara persentase tutupan

karang hidup dengan kelimpahan ikan target)

b. Hubungan antara kelimpahan ikan target dengan hasil tangkapan ikan H0 : r = 0 (tidak ada hubungan yang signifikan antara kelimpahan ikan target dengan hasil tangkapan ikan)

Ha : r ≠ 0 (ada hubungan yang signifikan antara kelimpahan ikan target

dengan hasil tangkapan ikan)

c. Hubungan antara hasil tangkapan ikan dengan pendapatan nelayan ikan karang

H0 : r = 0 (tidak ada hubungan yang signifikan antara hasil tangkapan ikan dengan pendapatan nelayan ikan karang)

Ha : r ≠ 0 (ada hubungan yang signifikan antara hasil tangkapan ikan

dengan pendapatan nelayan ikan karang) 2. Menentukan level of significance

Tingkat kesalahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5% dengan nilai tabel = tα/2; df(n-2)

3. Kriteria Pengujian

H0 diterima jika –tα/2; df(n-2) < thitung < +tα/2; df(n-2)

H0 ditolak jika thitung < -tα/2; df(n-2) atau thitung > +tα/2; df(n-2) 4. Pengujian

Pengujian dilakukan dengan menggunakan besaran pengujian thitung sebagai berikut:

t hitung= r√n-2

√1-r2

5. Kesimpulan

Kesimpulannya adalah dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Jika thitung < ttabel maka keputusannya adalah menerima H0.

Jika thitung > ttabel maka keputusannya adalah menolak H0 dan menerima Ha. Analisis Stakeholder

Analisis stakeholder adalah analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan memetakan aktor (tingkat kepentingan dan pengaruhnya) dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan karang di wilayah Coremap Kabupaten Sikka serta potensi kerjasama dan konflik antar aktor. Aktor merupakan masyarakat yang memiliki daya untuk mengendalikan penggunaan sumberdaya.

Aktor sangat bervariasi jika dilihat dari derajat pengaruh dan kepentingannya. Aktor ini dapat dikategorikan sesuai dengan banyak atau sedikitnya pengaruh dan kepentingan relatifnya terhadap keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam.


(29)

Analisis stakeholder dapat dikatakan sebagai suatu sistem untuk mengumpulkan informasi mengenai kelompok atau individu yang terkait, mengkategorikan informasi, dan menjelaskan kemungkinan konflik antar kelompok, dan kondisi yang memungkinkan terjadinya trade-off. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis stakeholder adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi aktor

2) Membuat tabel aktor

3) Menganalisis pengaruh dan kepentingan aktor 4) Membuat aktor grid

5) Menyepakati hasil analisis dengan aktor utama

Proses penentuan aktor dilakukan dengan beberapa langkah antara lain: a. Mengidentifikasi sendiri berdasarkan pengalaman dalam bidang

pembangunan wilayah atau berkaitan dengan perencanaan kebijakan. b. Mengidentifikasi berdasarkan catatan statistik serta laporan penelitian.

Hasil identifikasi ini berupa daftar panjang individu dan kelompok yang terkait dengan pembangunan wilayah pesisir.

c. Identifikasi aktor menggunakan pendekatan partisipatif dengan teknik

snowball yaitu setiap aktor mengidentifikasi aktor lainnya untuk diteliti. Berdiskusi dengan aktor pertama kali teridentifikasi dapat mengungkapkan pandangan mereka tentang keberadaan aktor penting lainnya yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya. Metode ini dapat juga membantu mendapatkan pengertian yang lebih mendalam terhadap kepentingan dan keterkaitan aktor.

Tabel 2 Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan aktor

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Kepentingan Aktor

5 17-20 Sangat Tinggi Sangat bergantung pada keberadaan sumberdaya 4 13-16 Tinggi Ketergantungan tinggi pada keberadaan

sumberdaya

3 9-12 Cukup Tinggi Cukup bergantung pada keberadaan sumberdaya 2 5-8 Kurang Tinggi Ketergantungan pada keberadaan sumberdaya

kecil

1 0-4 Rendah Tidak bergantung pada keberadaan sumberdaya

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Pengaruh Aktor

5 17-20 Sangat Tinggi Jika responnya berpengaruh nyata terhadap aktivitas aktor lain

4 13-16 Tinggi Jika responnya berpengaruh besar terhadap aktivitas aktor lain

3 9-12 Cukup Tinggi Jika responnya cukup berpengaruh terhadap aktivitas aktor lain

2 5-8 Kurang Tinggi Jika responnya berpengaruh kecil terhadap aktivitas aktor lain

1 0-4 Rendah Jika responnya tidak berpengaruh terhadap aktivitas aktor lain


(30)

Untuk memudahkan analisis aktor, maka setiap aktor dikategorikan kedalam lima kategori yakni pemerintah (pengambil kebijakan dan lembaga legislatif), swasta (pengusaha dan lembaga donor), masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi sosial lainnya, serta perguruan tinggi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung dan kuisioner terhadap wakil dari masing-masing aktor yang teridentifikasi dari hasil analisis aktor, pengolahan data kualitatif hasil wawancara dikuantitatifkan dengan mengacu pada pengukuran data berjenjang 5 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Untuk mengetahui besarnya kepentingan dan pengaruh masing-masing aktor terhadap pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir, alat analisis selanjutnya adalah analisis grid. Dalam analisis ini, aktor dikategorikan menurut tingkat kepentingan dan pengaruhnya terhadap pengelolaan sumberdaya. Sebaran posisi aktor menurut kepentingan dan pengaruhnya diilustrasikan pada Gambar 3.

Tinggi

Kepentingan

Rendah

A.

Subyek / Subject

B.

Pemain / Key Player

C.

Penonton / Crowd

D.

Aktor / Context Setter

Rendah Pengaruh Tinggi Gambar 3 Aktor Grid (Haswanto 2006)

 Kotak A (subyek) menunjukkan kelompok yang memiliki kepentingan yang tinggi terhadap kegiatan tetapi rendah pengaruhnya, mencakup anggota organisasi yang melakukan kegiatan dan responsif terhadap pelaksanaan kegiatan tetapi bukan pengambil kebijakan.

 Kotak B (pemain) merupakan kelompok aktor yang memiliki derajat pengaruh dan kepentingan yang tinggi untuk mensukseskan kegiatan seperti tokoh masyarakat, kepala instansi terkait, dan kepala pemerintahan.

 Kotak C (penonton) mewakili kelompok aktor yang rendah pengaruh dan kepentingannya, interest mereka dibutuhkan untuk memastikan dua hal yakni: (a) interest-nya terpengaruh sebaliknya, dan (b) kepentingan dan pengaruhnya tidak mengubah keadaan.

 Kotak D (aktor) merupakan aktor yang berpengaruh tetapi rendah kepentingannya dalam pencapaian tujuan dan hasil kebijakan.

Analisis Persepsi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Karang

Menurut Robbins dan Judge (2009) vide Hanggraeni (2011), persepsi diartikan sebagai cara individu menganalisis dan mengartikan pengamatan


(31)

indrawi mereka dengan tujuan untuk memberikan makna terhadap lingkungan sekitar mereka. Seorang individu akan memandang segala sesuatu dengan persepsi mereka sendiri yang mungkin saja berbeda dengan persepsi orang lain.

Hasil penelitian Aranbica et al. (1999) vide Mussadun (2012), menyatakan bahwa upaya memperkuat kesadaran dan pemahaman stakeholder tentang arti pentingnya menjaga sumberdaya pesisir sangat berhubungan erat dengan kemampuan dan kebijakan manajemen sumberdaya pesisir di kawasan konservasi laut teluk selatan Meksiko. Pengelolaan kolaboratif tidak akan berhasil tanpa didukung dengan upaya pemberdayaan. Salah satu upaya untuk memberdayakan dan melibatkan nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Sikka adalah menggali pemahaman nelayan melalui persepsi mereka tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sumberdaya perikanan karang di Kabupaten Sikka secara berkelanjutan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengelolaan sumberdaya perikanan karang berkelanjutan di Kabupaten Sikka ditinjau dari tiga komponen utama program Coremap yaitu penguatan kelembagaan (institutional strengthening); pengelolaan berbasis masyarakat dan kolaborasi (co-management); penyadaran masyarakat, pendidikan dan mitra bahari (sea-partnership). Ketiga komponen di atas menjadi dasar atau acuan persepsi masyarakat pesisir terhadap Coremap mengenai keberadaan program Coremap, dampak program terhadap pendapatan nelayan, dan dampak program terhadap perilaku nelayan dari aktivitas destruktif menjadi ramah lingkungan.

Analisis Konflik Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Karang

Analisis berbagai konflik antar pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pemanfaatan sumberdaya terumbu karang dan ikan karang di Kabupaten Sikka menggunakan pendekatan yang dilakukan oleh Fisher et al. (2000). Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam metode analisis ini, sebelumnya dipahami dahulu mengapa konflik itu terjadi: (1) agar dipahami latar belakang dan sejarah suatu situasi dan kejadian-kejadian saat ini (2) identifikasi kelompok yang terlibat, dan tidak hanya kelompok yang menonjol saja (3) agar memahami pandangan semua kelompok dan lebih mendalami bagaimana hubungan mereka satu sama lain (4) identifikasi faktor-faktor dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari konflik dan (5) agar belajar dari kegagalan dan juga kesuksesan.

Pada tahap analisis ini dilakukan pemetaan konflik, identifikasi wujud dan jenis konflik dan identifikasi terhadap jenis penyelesaian konflik dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan karang selama pelaksanaan Coremap di Kabupaten Sikka. Konflik seperti diutarakan Fuad dan Maskanah (2000), dipetakan ke dalam ruang-ruang konflik dengan menggunakan kriteria-kriteria berikut yaitu konflik data, konflik kepentingan, konflik hubungan antar manusia, konflik nilai dan konflik struktural. Identifikasi wujud konflik diklasifikasikan kedalam tiga jenis konflik yaitu konflik tertutup (latent), konflik mencuat (emerging) dan konflik terbuka (manifest). Beberapa bentuk penyelesaian konflik dikemukakan oleh Singth dan Vlatas (1991) vide Budiono (2005) antara lain forcing, withdrawal, smoothing, compromising dan

confrontation. Selanjutnya berdasarkan hasil identifikasi di atas, dilakukan perumusan relosusi atau penyelesaian konflik yang terbaik bagi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan karang tersebut.


(32)

Analisis Kapasitas Masyarakat dalam Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Karang

Kapasitas diartikan sebagai kemampuan, ketrampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan perilaku, motivasi, sumberdaya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap individu, organisasi, jaringan kerja/sektor, dan sistem yang lebih luas untuk melaksanakan fungsi-fungsi mereka dan mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu (Milen 2006 vide Yuswijaya 2008). Suharjito (2010), dalam tulisannya memaparkan definisi kapasitas sebagai kemampuan untuk melakukan tindakan untuk mencapai yang dikehendaki baik untuk kepentingan dirinya maupun kepentingan pihak lain. Kemampuan itu merupakan perpaduan dari pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), pengalaman (experiences), daya cipta (innovativeness) dan hasrat atau cita-cita (desire). Analisis yang digunakan pada tahap ini adalah analisis secara kualitatif tentang faktor -faktor yang membentuk kemampuan nelayan secara individu diantaranya pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan pengalaman (experience) dalam pemanfaatan sumberdaya terumbu karang dan ikan karang selama pelaksanaan Coremap di Kabupaten Sikka.

Lebih lanjut dikatakan Suharjito (2010), kapasitas ada pada individu -individu dan pada masyarakat sebagai kolektivitas. Pada tingkat masyarakat terjadi proses-proses saling belajar antar individu, bekerjasama, saling menolong, gotong-royong, pengaturan, pengorganisasian, dan lain-lain proses sosial. Kapasitas individu dipertukarkan, diperkaya, diregenerasi, terjadi ”proliferation”. εasyarakat mempunyai kapasitasnya sendiri lebih dari kapasitas individu-individu anggotanya. Dalam masyarakat terdapat norma, nilai, aturan-aturan yang menjadi pedoman, bahkan memaksa bagi anggotanya dalam melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan.

Modal sosial (social capital) merupakan suatu konsep yang menggambarkan kapasitas masyarakat. Modal sosial memfasilitasi hubungan -hubungan sosial antar individu (atau kelompok dan organisasi) melalui penyaluran informasi, penegakan norma, pemeliharaan saling percaya (trustworthiness), jaringan sosial (social network). Untuk itu dilakukan pengukuran kapasitas masyarakat pesisir Kabupaten Sikka yang meliputi: trust

(kepercayaan), jaringan sosial (social networking) dan norma-norma sosial (social norms).

Menurut Dharmawan (2002), kepercayaan (trust) bagi sebagian analisis sosial disebut sebagai bagian tak terpisahkan dari modal sosial dalam pembangunan yang menjadi ruh dari modal sosial. Kepercayaan (trust) tersebut terbagi ke dalam tiga klasifikasi aras yaitu kepercayaan pada aras individu dimana kepercayaan merupakan bagian moralitas dan adab yang selalu melekat pada karakter setiap individu, kepercayaan pada aras kelompok dan kelembagaan yang menjadi karakter moral kelompok dan institusi, kepercayaan pada sistem yang abstrak seperti ideologi dan religi yang membantu setiap individu dalam menerapkan kepercayaan dalam hubungan masyarakat.

Norma masyarakat merupakan elemen penting untuk menjaga agar hubungan sosial dalam suatu sistem sosial (masyarakat) dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan (Soekanto 1990). Modal sosial dibentuk dari


(33)

norma-norma informal berupa aturan-aturan yang sengaja dibuat untuk mendorong terjadinya kerjasama diantara dua atau lebih individu. Norma-norma yang membentuk modal sosial dapat bervariasi dari hubungan timbal balik antara dua teman sampai pada hubungan kompleks dan kemudian menjadi sebuah aturan. Selain terbentuk oleh aturan-aturan tertulis misalnya dalam organisasi sosial, dalam menjalin kerjasama dalam sebuah interaksi sosial juga terkait dengan nilai-nilai tradisional misalnya kejujuran, sikap menjaga komitmen, pemenuhan kewajiban, ikatan timbal balik dan yang lainnya. Nilai-nilai sosial seperti ini sebenarnya merupakan aturan tidak tertulis dalam sebuah sistem sosial yang mengatur masyarakat untuk berperilaku dalam interaksinya dengan orang lain.

Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan Perikanan Karang

Pendekatan yang digunakan untuk evaluasi status keberlanjutan dari perikanan karang Kabupaten Sikka adalah teknik Rapfish. Rapfish (rapid

appraissal for fisheries) didasarkan pada teknik ordinasi dengan

multi-dimensional scalling (MDS). MDS sendiri pada dasarnya merupakan teknik statistik yang mencoba melakukan transformasi multidimensi ke dalam dimensi

yang lebih rendah (Fauzi dan Anna 2005). Lebih lanjut dikatakan Alder et al. (2000) vide Fauzi dan Anna (2005), pembangunan perikanan yang

berkelanjutan harus didekati dengan pendekatan holistik yang mengakomodasi berbagai komponen penentu keberlanjutan pembangunan perikanan. Komponen tersebut menyangkut aspek ekologi, ekonomi, teknologi, sosial dan etis. Dimensi dan atribut yang diukur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Atribut-atribut keberlanjutan perikanan karang menurut dimensinya Dimensi Atribut-atribut keberlanjutan pembangunan perikanan karang

Ekologi 1) Persentase tutupan karang hidup, 2) Tingkat eksploitasi perikanan, 3) Discard and by catch, 4) Tekanan pemanfatan perairan, 5) Perubahan ukuran ikan tertangkap dalam 10 tahun terakhir, 6) Perubahan jenis ikan yang tertangkap dalam 10 tahun terakhir , 7) Tingkatan kolaps

Ekonomi 8) Keuntungan, 9) Kepemilikan, 10) Alternatif pekerjaan dan pendapatan, 11) Tingkat subsidi, 12) Lokasi tujuan atau orientasi pemasaran, 13) Gaji/upah rata-rata nelayan terhadap UMR

Sosial 14) Jumlah RTP dibanding jumlah penduduk di wilayah tersebut, 15) Pengetahuan lingkungan perikanan, 16) Tingkat pendidikan nelayan, 17) Status dan frekuensi konflik, 18) Partisipasi keluarga, 19) Frekuensi pertemuan antar warga terkait pengelolaan sumberdaya, 20) Frekuensi penyuluhan dan pelatihan untuk nelayan

Kelembagaan 21) Ketersediaan peraturan formal dan informal tentang pengelolaan perikanan, 22) Ketersediaan personil penegak hukum, 23) Keterlibatan/demokrasi nelayan dalam penentuan kebijakan, 24) Illegal fishing, 25) Peranan kelembagaan formal yang mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan, 26) Peran kelembagaan lokal dalam mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan, 27) Manfaat aturan formal bagi nelayan

Sumber: Gomez dan Yap 1988, RAPFISH Group UBC (2005) vide Mamuaya (2008), Susilo (2003) vide Hermawan (2006)


(34)

Tahapan analisis Rapfish dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu (Fauzi dan Anna 2005):

1)Me-review atribut dan mendefinisikan perikanan yang akan dianalisis (misalnya vessel-base, area-base, atau berdasarkan periode waktu).

2)Melakukan skoring yang didasarkan pada ketentuan yang sudah ditetapkan

Rapfish.

3)Melakukan MDS untuk menentukan posisi relatif dari perikanan terhadap ordinasi good dan bad dan nilai stress.

Objek atau titik dalam MDS yang diamati dipetakan ke dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga objek atau titik tersebut diupayakan ada sedekat mungkin terhadap titik asal. Sebaliknya objek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan. Teknik ordinasi (penentuan jarak) di dalam MDS didasarkan pada euclidian distance yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut:

d= √(x1-x1)2+|y1-y2|2+ |z1-z2|2+ …)

Konfigurasi atau ordinasi dari suatu objek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (� ) dari titik ke titik dengan titik asal (� ) sebagaimana persamaan berikut:

(dij) = α + β ij +

Metode ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat (squared distance = � ) terhadap data kuadrat (titik asal = ) yang dalam tiga dimensi (i, j, k) ditulis dalam formula yang disebut S-Stress sebagai berikut:

S =

1

m

∑ [

∑ ∑i j dijk2 -Oijk2 2

∑ ∑i jOijk4

]

m

k=1

Pada setiap pengukuran yang bersifat mengukur (metric) seberapa fit

(goodness of fit), jarak titik pendugaan dengan titik asal, menjadi sangat penting. Goodness of fit dalam MDS tidak lain mengukur seberapa tepat (how well) konfigurasi dari suatu titik dapat mencerminkan data aslinya.

Goodness of fit ini dalam MDS dicerminkan dari besaran nilai S-Stress

yang dihitung berdasarkan nilai S di atas.

Nilai stress yang rendah menunjukkan good fit, sementara nilai S yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Model yang baik di dalam Rapfish

ditunjukkan dari nilai stress yang lebih kecil dari 0,25 (S < 0,25).

4)Melakukan analisis sensitivitas (leverage) yang bertujuan untuk melihat atribut mana yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan pembangunan perikanan karang. Pengaruh setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan root mean square (RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu X dari skala status keberlanjutan. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut tertentu maka semakin besar pula peranan atribut tersebut di dalam pembentukan nilai pada skala


(35)

keberlanjutan atau semakin sensitif atribut tersebut dalam keberlanjutan pembangunan perikanan karang.

5) Evaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses untuk menduga nilai ordinasi keberlanjutan pembangunan perikanan karang menggunakan analisis Monte Carlo.

Indeks keberlanjutan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada skala dasar (0–100) dan disusun dalam 4 kategori yaitu tidak berkelanjutan, kurang berkelanjutan, cukup berkelanjutan dan berkelanjutan. Indeks keberlanjutan perikanan karang di Kabupaten Sikka disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Indeks keberlanjutan perikanan karang di Kabupaten Sikka

Nilai / indeks Kategori

0 – 25 Tidak berkelanjutan / buruk > 25 – 50 Kurang berkelanjutan > 50 – 75 Cukup berkelanjutan > 75 – 100 Berkelanjutan Sumber: Susilo (2003) vide Hermawan (2006)

3

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis Letak dan Luas Wilayah

Kabupaten Sikka terletak di Pulau Flores dan berada pada posisi antara koordinat 8°22’ δS sampai 8°50’ δS dan 121°55’40” BT sampai 122°41’30” BT dengan batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Ende

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Flores Timur

 Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Sawu

Kabupaten Sikka dengan ibu kota Maumere merupakan salah satu Kabupaten dari 21 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Luas wilayah Kabupaten Sikka sebesar 7.553,24 km² terdiri atas luas daratan (Pulau Flores) 1.613,18 km2, pulau-pulau (17 buah) 118,73 km2 dan luas lautan 5.821,33 km² atau sebesar 77,07 % dari total luas wilayah. Kabupaten Sikka memiliki panjang garis pantai 444,50 km dan terdiri dari 18 gugusan pulau; sebanyak 9 pulau merupakan pulau yang dihuni dan 9 pulau lainnya tidak dihuni.

Kependudukan

Jumlah penduduk di Kabupaten Sikka dari tahun 2006-2012 terus menunjukkan peningkatan dari 290.743 orang meningkat menjadi 317.101 orang dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1,41%. Jumlah penduduk Kabupaten Sikka di tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 3,7%. Penurunan jumlah penduduk ini disebabkan oleh angka kelahiran yang menurun. Keberhasilan program


(36)

Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pendorong penurunan angka kelahiran tersebut. Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Sikka dari tahun 2006 sampai tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Sikka tahun 2006-2012 Penduduk sebagai subjek pembangunan dapat terwujud bila penduduk tersebut mampu bekerja secara produktif. Penduduk usia produktif dapat melakukan aktivitas yang dapat mendatangkan pendapatan secara mikro (rumah tangga) dan regional (Kabupaten Sikka). Berdasarkan komposisi umur, penduduk dapat dibagi dalam 2 kategori yaitu kelompok umur tidak produktif (0-14 tahun atau kecil) dan kelompok umur produktif (15-64 tahun). Penggolongan ini didasarkan pada kenyataan bahwa penduduk yang berusia 15–64 tahun secara rasional merupakan kelompok yang dianggap mampu secara ekonomi melakukan kegiatan produksi. Komposisi penduduk menurut kelompok umur tersebut di Kabupaten Sikka disajikan dalam Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 Klasifikasi persentase penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin di Kabupaten Sikka tahun 2012

Kelompok umur Laki-laki Perempuan Jumlah

0 – 4 11,06 11,00 11,03

5 – 9 13,75 9,80 11,78

10 – 14 11,97 11,31 11,64

15 – 19 9,35 7,37 8,36

20 – 24 5,77 5,58 5,68

25 – 29 8,53 9,16 8,85

30 – 34 6,95 7,93 7,44

35 – 39 5,45 6,35 5,90

40 – 44 6,21 6,11 6,16

45 – 49 4,10 6,06 5,08

50 – 54 4,79 5,17 4,98

55 – 59 3,43 4,04 3,74

60 – 64 2,76 3,17 2,97

65 – 69 2,42 2,41 2,42

70 – 74 1,39 1,90 1,65

≥ 75 2,08 2,64 2,36

Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS Sikka 2013

270000 280000 290000 300000 310000 320000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Ju

m

lah

P

en

d

u

d

u

k

(

Jiw

a)


(37)

Pada Tabel 5 di atas terlihat bahwa pada tahun 2012, secara ringkas komposisi persentase penduduk terbesar berada pada umur 15-64 tahun sebanyak 59,14 persen dari total penduduk Kabupaten Sikka, sedangkan yang berumur 0-14 tahun sebanyak 34,45 persen dan berumur 65 tahun keatas sebanyak 6,42 persen dari total penduduk. Tabel di atas juga menggambarkan komposisi penduduk menurut umur dikategorikan kedalam komposisi penduduk umur muda karena persentase penduduk berumur 0-14 tahun cukup besar yaitu 34,45 persen. Kelompok umur muda ini di satu sisi menjadi aset bagi desa-desa pesisir di lokasi penelitian, namun di sisi lain kelompok ini menuntut ketersediaan sarana prasarana sosial yang cukup dan meluas. Hal tersebut akan menyerap keuangan desa demi membangun sarana sosial seperti sekolah, puskesmas dan sarana lainnya yang dibutuhkan penduduk usia tersebut. Tingkat beban ketergantungan yang merupakan jumlah penduduk yang masih menjadi beban terhadap penduduk usia produktif sebesar 65,56%. Hal ini berarti setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 66 orang yang tidak atau kurang produktif, disamping menanggung dirinya. Apabila dilihat dari angka beban ketergantungan yang lebih dari 60, berarti masih dianggap cukup tinggi.

Keragaan Sumberdaya Ikan

Wilayah administrasi Kabupaten Sikka meliputi 21 kecamatan terdiri atas 16 kecamatan yang memiliki wilayah laut dengan 66 desa pantai. Kecamatan yang berada di pesisir pantai utara (menghadap ke Laut Flores) berjumlah 9 kecamatan, membentang dari barat ke timur meliputi Kecamatan Magepanda, Kecamatan Alok Barat, Kecamatan Alok, Kecamatan Alok Timur, Kecamatan Kangae, Kecamatan Kewapante, Kecamatan Waigete, Kecamatan Talibura, dan Kecamatan Palue yang berada di Pulau Palue (salah satu gugus pulau terletak di depan daratan pulau Flores). Selanjutnya 7 kecamatan lainnya terletak di pesisir pantai selatan dan menghadap Laut Sawu masing-masing terdiri atas Kecamatan Paga, Kecamatan Mego, Kecamatan Lela, Kecamatan Bola, Kecamatan Doreng, Kecamatan Mapitara dan Kecamatan Waiblama. Terdapat 5 kecamatan yang tidak memiliki wilayah laut antara lain Kecamatan Tanawawo, Kecamatan Nelle, Kecamatan Koting, Kecamatan Nita dan Kecamatan Hewokloang. Kondisi wilayah Kabupaten Sikka yang strategis dan dikelilingi laut menunjukkan potensi pesisir dan laut yang cukup besar bagi pengembangan ekonomi di bidang perikanan tangkap maupun budidaya untuk kesejahteraan masyarakatnya di masa mendatang.

Kabupaten Sikka merupakan wilayah kepulauan dengan perairan luas yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) sangat besar, baik yang bersifat dapat pulih (renewable resources) seperti perikanan, terumbu karang, mangrove, rumput laut, industri pengolahan dan bioteknologi, energi terbarukan seperti pasang surut, gelombang, angin, OTEC (ocean thermal energy conversion). Selain itu terdapat jasa-jasa lingkungan kelautan yang dapat dikembangkan untuk industri pariwisata bahari, industri maritim dan jasa transportasi laut; sumberdaya tak dapat pulih (non renewable resources) seperti bahan tambang serta sumberdaya mineral lainnya.


(38)

Perairan laut Kabupaten Sikka memiliki potensi lestari ikan (MSY) sebesar 21.175 ton per tahun, yang terdiri atas berbagai jenis ikan ekonomis penting termasuk ikan hias, ikan pelagis maupun ikan demersal. Potensi perikanan yang ada di Kabupaten Sikka ada dua yaitu potensi perikanan tangkap dan potensi perikanan budidaya. Potensi perikanan tangkap terbagi ke dalam dua kelompok ikan yaitu kelompok ikan pelagis meliputi ikan tuna, cakalang, layang, selar, tongkol, tenggiri, kembung dan tembang; kelompok ikan demersal meliputi kerapu, ikan merah, kakap, dan ekor kuning. Disamping itu potensi perikanan budidaya seluas 6.000 ha dengan perincian potensi budidaya mutiara seluas 1.350 ha dan luas potensi budidaya rumput laut sebesar 4.650 ha. Saat ini tercatat

8 perusahaan yang mendukung aktivitas perikanan tangkap dan budidaya di Kabupaten Sikka. Nama-nama perusahaan perikanan di Kabupaten Sikka dan

jenis kegiatannya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Nama perusahaan perikanan di Kabupaten Sikka dan jenis kegiatannya No Nama perusahaan Jenis kegiatan

1 PT. Karya cipta buana sentosa Perikanan tangkap tuna dan cakalang 2 CV. Ome trading coy Pengolahan ikan kayu

3 PT. Biru laut khatulistiwa Pembelian dan pengolahan ikan tuna 4 PT. Sinta rathian Frozen tuna

5 PT. Timor otsuki mutiara Budidaya mutiara 6 PT. Mutiara nusa bunga Budidaya mutiara 7 PT. Iwan abadi Budidaya mutiara 8 PT. Langit laut biru Pengolahan rumput laut Sumber: DKP Sikka 2010

Perusahaan yang bergerak di bidang perikanan tangkap berjumlah 4 buah, tiga perusahaan memasarkan produk perikanannya dalam bentuk fillet dan frozen

(beku) dengan jenis komoditi ikan tuna, tongkol dan cakalang dan satu perusahaan memasarkan produk dalam bentuk ikan kayu. Produk fillet tuna dipasarkan ke Denpasar, produk tongkol dan cakalang beku dipasarkan ke Jakarta sedangkan produk ikan kayu dipasarkan ke Makassar. Selain itu, ada beberapa pengusaha pengumpul ikan karang hidup yang memasarkan produk ini ke daerah tujuan Denpasar dan Kendari.

Perkembangan Perikanan Tangkap

Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Sikka terdiri atas ikan pelagis kecil seperti seperti kembung (Rastrelliger sp.), layang (Decapterus sp.), selar (Selaroides spp), lemuru (Sardinella longiceps), tembang (Sardinella fimbriata), tatengkek (Megalaspis cordyla), dan teri (Stolephorus spp); ikan pelagis besar terdiri dari tuna (Thunnus sp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Auxis thazard), dan tenggiri (Scromberomurus sp.); serta ikan-ikan demersal dan ikan karang seperti peperek (Leiognathidae spp), biji nangka (Upeneus sp.), ikan merah (Lutjanus spp), kerapu (Ephynephelus sp.), lencam (Lethrinus spp), kakap, swangi (Priachantus spp), ekor kuning (Caesioerythrogaster), cucut (Sphyrinidae), pari (Trigonidae), bawal (Formio niger), alu-alu (Sphyraena spp),


(39)

kuwe (Caranx sp.), daun bambu, sunghir (Elogotis sp.), ikan terbang (Cypsilurus

spp), belanak, julung-julung (Hemirhamphus spp), japuh, parang-parang, layur (Trichioridae), gerot-gerot (Pomadasys sp.), dan ikan lainnya.

Hasil tangkapan paling dominan adalah ikan pelagis besar seperti tuna dan cakalang dan ikan pelagis kecil yaitu selar dan layang. Ikan pelagis besar rata-rata ditangkap oleh nelayan Pemana yang memiliki armada penangkapan pole and line. Sebaliknya ikan pelagis kecil ditangkap oleh sebagian besar nelayan di Kabupaten Sikka menggunakan armada perahu motor tempel dengan jangkauan penangkapan di perairan dekat pantai.

Produksi ikan atau hasil tangkapan ikan di Kabupaten Sikka dalam kurun waktu tahun 2006-2012 sangat fluktuatif. Produksi ikan pada tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 1,44%. Sementara pada tahun 2009 produksi ikan mengalami stagnan dan kembali meningkat tajam pada tahun 2010 dengan kenaikan sebesar 29,19%. Pada tahun 2011 produksi ikan mengalami penurunan sebesar 17,44% dari tahun 2010 dan kembali meningkat sebesar 0,07% di tahun 2012. Perkembangan hasil tangkapan ikan di Kabupaten Sikka tahun 2006-2012 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Perkembangan hasil tangkapan ikan di Kabupaten Sikka tahun 2006-2012 Tahun Hasil tangkapan ikan (ton) Perkembangan (%)

2006 9.782,64

2007 9.925,08 1,44

2008 9.928,00 0,03

2009 9.928,00 0,00

2010 14.020,00 29,19

2011 11.938,00 -17,44

2012 11.946,00 0,07

Sumber: BPS Sikka 2007-2013

Nelayan Sikka yang menangkap ikan dikategorikan ke dalam 4 kelompok nelayan yaitu nelayan penuh, nelayan sambilan utama, nelayan sambilan

tambahan dan buruh nelayan. Jumlah rumah tangga perikanan tangkap di Kabupaten Sikka mengalami penurunan sebanyak 2.021 RTP dari jumlah 4.535 RTP pada tahun 2006 menjadi 2.514 RTP pada tahun 2007. Selama 3 tahun berturut-turut dari tahun 2007 sampai tahun 2009 jumlah RTP perikanan tangkap tidak mengalami perubahan. Jumlah RTP perikanan tangkap baru meningkat kembali pada tahun 2010 dan cukup signifikan yaitu sebesar 2.045 RTP atau 81% dari jumlah RTP di tahun 2009. Pada tahun 2011 jumlah RTP perikanan tangkap hanya mengalami sedikit peningkatan yaitu sebesar 26 RTP atau 0,57% dari jumlah 4.559 RTP di tahun 2010 menjadi 4.585 RTP. Pada tahun 2012 tidak mengalami perubahan jumlah RTP perikanan tangkap di Kabupaten Sikka. Selama kurun waktu dari tahun 2010 sampai tahun 2012, jumlah RTP perikanan tangkap yang menetap di pesisir pantai selatan (Laut Sawu) tidak mengalami perkembangan. Sementara itu jumlah RTP perikanan tangkap di pesisir pantai utara dan pulau-pulau kecil (Laut Flores) mengalami peningkatan sebanyak 26 RTP dari jumlah 3.783 RTP pada tahun 2010 menjadi 3.809 RTP pada tahun


(1)

Lampiran 28 Ordinasi analisis Monte Carlo dengan selang kepercayaan 95% pada dimensi ekonomi

Lampiran 29 Nilai skor setiap atribut pada dimensi keberlanjutan sosial sumberdaya ikan karang

No Indikator Baik Buruk Skor Penilaian

1

Jumlah RTP terhadap jumlah penduduk wilayah tersebut

0 2 0 BPS Sikka dan

Profil Kabupaten

2 Pengetahuan lingkungan

perairan 2 0 1 Nilai modus

3 Tingkat pendidikan nelayan 2 0 0 Nilai modus

4 Status dan frekuensi konflik 0 2 1 Nilai modus

5 Partisipasi keluarga 1 0 1 Nilai modus

6

Frekuensi pertemuan antar warga terkait pengelolaan SDI

2 0 0 Nilai modus

7 Frekuensi penyuluhan dan

pelatihan untuk nelayan 3 0 1 Nilai modus

-60 -40 -20 0 20 40 60

0 20 40 60 80 100 120

O

ther

Dis

ting

is

hin

g

F

ea

tures

Fisheries Sustainability

RAPFISH Ordination (Median with Error Bars showing 95% Confidence of Median)


(2)

Lampiran 30 Posisi status keberlanjutan perikanan karang pada dimensi sosial

Lampiran 31 Faktor pengungkit pada dimensi sosial

36.21

GOOD BAD

UP

DOWN -60

-40 -20 0 20 40 60

0 20 40 60 80 100 120

O

ther

Dis

ting

is

hin

g

F

ea

tures

Fisheries Sustainability RAPFISH Ordination

Real Fisheries References Anchors

2.05

5.58 5.68 5.53 0.57

5.32 2.22

0 1 2 3 4 5 6

Jumlah RTP terhadap jumlah penduduk wilayah tersebut

Pengetahuan lingkungan perairan Tingkat pendidikan nelayan Status dan frekuensi konflik Partisipasi keluarga Frekuensi pertemuan antar warga terkait

pengelolaan sumberdaya ikan Frekuensi penyuluhan dan pelatihan untuk

nelayan

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

At

tribute


(3)

Lampiran 32 Ordinasi analisis Monte Carlo dengan selang kepercayaan 95% pada dimensi sosial

Lampiran 33 Nilai skor setiap atribut pada dimensi keberlanjutan kelembagaan sumberdaya ikan karang

No Indikator Baik Buruk Skor Penilaian

1

Ketersediaan peraturan formal dan informal dalam pengelolaan perikanan

2 0 2

Laporan Coremap dan

Nilai modus

2 Ketersediaan personil

penegak hokum 2 0 2

Laporan Coremap dan

Nilai modus

3

Keterlibatan/demokrasi nelayan dalam penentuan kebijakan

2 0 0 Nilai modus

4 Illegal fishing 0 2 1 Nilai modus

5

Peran kelembagaan formal yang mendukung

pengelolaan sumberdaya perikanan

3 0 1 Nilai modus

6 Manfaat aturan formal

bagi nelayan 2 0 1 Nilai modus

7

Peran kelembagaan lokal dalam mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan

2 0 0 Nilai modus

-60 -40 -20 0 20 40 60

0 20 40 60 80 100 120

O

ther

Dis

ting

is

hin

g

F

ea

tures

Fisheries Sustainability

RAPFISH Ordination (Median with Error Bars showing 95% Confidence of Median)


(4)

Lampiran 34 Posisi status keberlanjutan perikanan karang pada dimensi kelembagaan

Lampiran 35 Faktor pengungkit pada dimensi kelembagaan

44.61

GOOD BAD

UP

DOWN -60

-40 -20 0 20 40 60

0 20 40 60 80 100 120

O

th

er

Dis

tin

g

is

h

in

g

Fea

tu

res

Fisheries Sustainability RAPFISH Ordination

Real Fisheries References Anchors

4.12

7.39 8.09 1.75

0.67 0.42

4.78

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Ketersediaan peraturan formal dan informal dalam pengelolaan perikanan Ketersediaan personil penegak hukum Keterlibatan/demokrasi nelayan dalam

penentuan kebijakan

Illegal fishing Peran kelembagaan formal yang mendukung

pengelolaan sumberdaya perikanan Manfaat peraturan formal bagi nelayan Peran kelembagaan lokal dalam mendukung

pengelolaan sumberdaya perikanan

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

At

tribute


(5)

Lampiran 36 Ordinasi analisis Monte Carlo dengan selang kepercayaan 95% pada dimensi kelembagaan

-60 -40 -20 0 20 40 60

0 20 40 60 80 100 120

O

ther

Dis

ting

is

hin

g

F

ea

tures

Fisheries Sustainability

RAPFISH Ordination (Median with Error Bars showing 95% Confidence of Median)


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lela, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tanggal 30 April 1979 sebagai anak sulung dari pasangan Bapak Agustinus Renggi dan Ibu Hortensia De (almarhumah). Pendidikan D III ditempuh pada Program Studi Manajemen Bisnis Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan S1 pada Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Universitas Brawijaya dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Magister Sains IPB pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Penulis merupakan staf pengajar pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Nipa Maumere sejak tahun 2007 sampai sekarang.

Pengalaman organisasi selama penulis menjadi mahasiswa S2 Pascasarjana IPB yaitu sebagai Wakil Ketua Paduan Suara Gita Suara Pascasarjana tahun 2010-2011, sebagai Ketua Bidang Olahraga dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa Pascasarjana dan sebagai Ketua Forum Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika tahun 2011-2012.