Analisis Bioekonomi Untuk Pengelolaan Sumber Daya Ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang Didaratkan Di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat
ANALISIS BIOEKONOMI UNTUK PENGELOLAAN
SUMBER DAYA IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) YANG
DIDARATKAN DI TPI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT
FAUZIA ANUGRAHILLAH WAGIANTORO
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Bioekonomi
untuk Pengelolaan Sumber Daya ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang
Didaratkan Di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Fauzia Anugrahillah Wagiantoro
C24090033
ABSTRAK
FAUZIA ANUGRAHILLAH WAGIANTORO. Analisis Bioekonomi Untuk
Pengelolaan Sumber Daya Ikan tembang (Sardinella fimbriata)yang didaratkan di
TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan
YONVITNER.
Ikan tembang merupakan ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis
penting. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kondisi populasi ditinjau dari
aspek ekonomi ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang didaratkan di TPI
Blanakan, Subang, Jawa Barat. Model produksi surplus yang digunakan pada
penelitian ini yaitu model Schaefer, Fox, Walter Hilborn, CYP, Schnute. Model
Walter Hilborn memiliki nilai R2 yang lebih besar yaitu 69% dibandingkan model
produksi surplus lainnya. Model Walter Hilborn mendapatkan hasil tangkapan
lestari (MSY) sebesar 171 940 kg/tahun dan upaya penangkapan (Fmsy) sebesar
142 trip/tahun. Analisis bioekonomi mendapatkan nilai MEY sebesar 171 095
kg/tahun Fmey sebesar 132 trip/tahun. Analisis bioekonomi menunjukan nilai
Faktual lebih besar dari nilai Fmsy dan Fmey. Hal ini mengindikasikan bahwa
ikan tembang (Sardinella fimbriata) telah mengalami overfishing secara ekonomi.
Pengelolaan yang lebih baik yaitu kondisi MEY karena pada kondisi ini
mendapatkan nilai upaya penangkapan dan Total Pengeluaran yang lebih kecil
dan keuntungan yang lebih besar dibandingkan kondisi MSY dan open access.
Rencana pengelolaan ikan tembang di TPI Blanakan yaitu pengaturan upaya
penangkapan.
Kata Kunci : analisis bioekonomi, model produksi surplus, (Sardinella fimbriata),
tangkap lebih, TPI Blanakan.
ABSTRACT
FAUZIA ANUGRAHILLAH WAGIANTORO. Bioeconomic Analysis for
Management of Fringescale sardinella (Sardinella fimbriata) Landed in TPI
Blanakan, Subang, West Java. Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and
YONVITNER.
Fringescale sardinella (Sardinella fimbriata) is a small pelagic fish which has
economically important. The purpose of this study is to find out the economic aspects
condition of the Fringescale sardinella (Sardinella fimbriata) population from the Bay
of Banten. The models used in this study were Schaefer, Fox, Walter Hilborn, CYP,
and Schnute surplus production models. Walter Hilborn models had a highest
coefficient of determination (R2) value than the others surplus production models.
This coefficient of determination (R2) value model was 69%, with maximum
sustainability yield (MSY) was 171 940 kg/year and its effort (Fmsy) was 142 trip/year.
Bioeconomic analysis of MEY was 171 095 kg/year and Fmey was 132 trip/year.
Bioeconomic analysis showed that Factual value greater than Fmsy and Fmey. It indicate
that Fringescale sardinella has been in overfishing condition economically. The better
management regime is a regime management of MEY because it gets a catch effort
and Total Cost that was smaller and larger profit than management of MSY and
oppen access. As plan for fish management for Fringescale sardinella in TPI
Blanakan are controlling the catches effort.
Keywords: bioeconomic analysis, surplus production models, Fringescale sardinella,
overfishing, TPI Blanakan.
ANALISIS BIOEKONOMI UNTUK PENGELOLAAN
SUMBER DAYA IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) YANG
DIDARATKAN DI TPI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT
FAUZIA ANUGRAHILLAH WAGIANTORO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Bioekonomi Untuk Pengelolaan Sumber Daya
Nama
NIM
Ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang Didaratkan Di TPI
Blanakan, Subang, Jawa Barat
: Fauzia Anugrahillah Wagiantoro
: C24090033
Disetujui oleh
Dr Ir Achmad Fahrudin, M Si
Pembimbing I
Dr Yonvitner S Pi, M Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Anaiis:s Bioekonomi Untuk Pengelolaan Sumber Daya
Nama
NIM
Ikan tembang (Sardin ella fimbriata) yang Didaratkan Di TPI
Blanakan. Subang, Jawa Bar"at
: Fauzia :-\nugrahillah Wagiantoro
: C24090033
Disetujui oleh
Dr Yonv" ner S Pi M Si
Pembimbing II
Dr Ir Achmad Fahrudin, M Si
Pembimbing I
MSc
Tanggal Lulus:
0 4 0 22 0 1 4
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Skripsi
Berjudul “Analisis Bioekonomi Untuk Pengelolaan Sumber Daya Ikan tembang
(Sardinella fimbriata) yang Didaratkan Di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Dr Ir Achmad Fahrudin, M.Si dan Dr Yonvitner, S.Pi, M.Si sebagai
pembimbing skripsi yang telah membimbing, menuntun, mengarahkan serta
memberikan masukan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
2. Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc sebagai dosen penguji tamu dan Dr Ir
Yunizar Ernawati, MS sebagai komisi pendidikan yang telah memberikan
kritik dan saran yang sangat penting dalam penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi sebagai pembimbing akademik yang telah
mendukung dan memberikan arahan selama perkuliahan hingga
penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh dosen MSP dan Staf Tata Usaha MSP yang telah memberikan ilmu
dan pengalaman serta saran selama perkuliahan.
5. Staf KUD Mina Fajar Sidik dan DKP Subang sebagai pihak yang telah
memfasilitasi serta kontribusinya selama pelaksaan penelitian.
6. Keluarga tercinta; Mama Ade, Papa Teguh, Ardiza atas doa, kasih sayang
dan dukungannya selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan MSP 46 (Syarif, Arni, Viska, Gilang, Ara,
Nanda, Anggi, Dewi, Janty, Nisa, Tyas, Ika, Arinta, Conny, Adam, Devi,
dan teman-teman yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu),
8. Fikri Gumilar dan Rifky Maulana atas semangat dan saran yang diberikan
untuk penulisan skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusuan skripsi ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di
masa depan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Fauzia Anugrahillah Wagiantoro
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
METODE
Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Pengumpulan Data
Data primer
Data sekunder
Prosedur Analisis Data
Analisis model surplus produksi
Model Walter - Hilborn (1976)
Analisis model bioekonomi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ikan tembang (Sardinella fimbriata)
Komposisi Hasil tangkapan di TPI Blanakan
Hasil dan Upaya Tangkapan ikan tembang
Tangkapan Per Satuan Upaya ikan tembang
Model Surplus Produksi
Analisis Bioekonomi
Pengelolaan ikan tembang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
1
1
1
2
2
2
3
3
3
3
3
4
4
5
5
6
7
9
9
11
14
15
15
15
15
18
21
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan parameter koefisien determinasi (R2) antara lima model
surplus produksi sumber daya ikan tembang yang didaratkan di TPI
Blanakan
2 Data hasil tangkapan Walter Hilborn (1976)
3 Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi
4 Hasil bioekonomi ikan tembang dalam berbagai kondisi pengelolaan
10
10
11
12
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Lokasi Penelitian
2 Komposisi Hasil Tangkapan di TPI Blanakan Tahun 2012
3 Komposisi hasil tangkapan dan harga ikan yang ditangkap alat tangkap
purse seine tahun 2012
4 Hasil dan upaya tangkapan ikan tembang di TPI Blanakan tahun 20052012
5 Tangkapan per satuan unit ikan tembang di TPI Blanakan tahun 20052012
6 Kurva hubungan CPUE dengan jumlah upaya tangkapan Effort
2
6
7
7
9
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Biaya Operasianal Penangkapan Ikan
2 Harga Ikan Tembang
3 Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang di TPI Blanakan dari
tahun 2005-2012
4 Analisis bioekonomi ikan tembang dengan model Walter Hilborn
5 Data Bioekonomi
6 Bahan dan Alat yang digunakan
18
18
18
19
20
20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten yang potensial untuk
kegiatan perikanan tangkap. Kabupaten subang memiliki empat Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) yaitu terdapat di Kecamatan Blanakan, Legon Kulon,
Pusakanegara dan Sukasari. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan merupakan
salah satu Tempat Pelelangan ikan yang cukup berpengaruh di Kabupaten Subang,
karena memiliki jumlah nelayan dan infrastruktur yang memadai. Perairan Subang
terletak di bagian utara Provinsi Jawa Barat yang berhadapan langsung dengan
Laut Jawa dan perairan tersebut berkontribusi dalam pemanfaatan sumber daya
ikan pelagis kecil di (WPP 712) Laut Jawa. Produksi perikanan tangkap di TPI
Blanakan mengalami penurunan yang sangat drastis ketika musim barat tiba yaitu
antara bulan Januari-April. Penurunan produksi perikanan tangkap ini dikarenakan
banyak nelayan yang tidak beroperasi melakukan kegiatan penangkapan ikan.
Beberapa nelayan hanya beroperasi menangkap ikan harian (one day fishing) dan
lokasi penangkapan dekat dengan pantai.
Ikan tembang merupakan salah satu ikan pelagis kecil di TPI Blanakan dan
memiliki nilai ekonomis tinggi. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Subang (2008), jenis ikan yang dominan dihasilkan adalah ikan
tembang. Ikan tembang digunakan untuk pembuatan tepung ikan, minyak dan
pupuk. Keunggulan tersebut menunjukkan perlunya perhatian terhadap kelestarian
ikan tembang. Jika pemanfaatan ikan ini tidak dikontrol dari sekarang, maka akan
mengancam kelestarian atau kepunahan bagi sumberdaya ikan tembang di masa
mendatang. Untuk mengontrol tingkat eksploitasi perikanan tembang di
Kabupaten Subang maka perlu dilakukan analisis bioekonomi, dimana secara
biologi ikan tembang dapat lestari dan secara ekonomi nelayan dapat tetap
memperoleh keuntungan dari pemanfaatan ikan tembang tersebut.
Perumusan Masalah
Sumberdaya perikanan memiliki kemampuan untuk dapat memperbaiki
diri (renewable), namun apabila dimanfaatkan melebihi batas kelestariannya akan
mengakibatkan kepunahan. Kelompok ikan pelagis kecil mendapat perhatian
khusus untuk dijaga kelestariannya karena sebagian besar produksi perikanan
berasal dari kelompok ikan pelagis kecil yang termasuk ikan tembang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi populasi ditinjau dari
aspek ekonomi ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang didaratkan di TPI
Blanakan, Subang, Jawa Barat.
2
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di TPI Blanakan, Kecamatan Ciasem, Kabupaten
Subang, Provinsi Jawa Barat. Ikan contoh yang diperoleh merupakan hasil
tangkapan nelayan di sekitar perairan Laut Jawa. Pengambilan data primer dan
data sekunder dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 2013 hingga 20 Agustus 2013 di
TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat tulis, laptop, daftar
pertanyaan (kuisioner), dan alat dokumentasi (kamera digital). Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tembang (Sardinella fimbriata).
3
Pengumpulan Data
Data primer
Data primer yang digunakan berupa wawancara kepada nelayan purse seine
yang melakukan pendaratan ikan tembang di TPI blanakan. Nelayan purse seine
dipilih sebagai responden karena purse seine merupakan alat tangkap yang
dominan untuk menangkap ikan tembang di TPI Blanakan. Metode yang
digunakan adalah metode purposive sampling. Jumlah responden yang
diwawancarai sebesar 20% dari jumlah nelayan yang mendaratkan ikan tembang
(Sardinella fimbriata) dalam 1 hari yaitu sebanyak 8 orang. Data primer yang
dikumpulkan meliputi biaya operasional tangkapan, harga ikan, fisihing ground
dan musim penangkapan.
Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari KUD Mina Fajar Sidik Blanakan dan Data
statistik Dinas Perikanan dan Kelautan Subang. Data yang dikumpulkan meliputi
data upaya penangkapan ikan (trip), data produksi ikan tembang dari tahun 2005
sampai 2012, dan data harga ikan. Aspek biologi ikan tembang diperoleh dari
literatur pada tahun 2013.
Prosedur Analisis Data
Analisis model surplus produksi
Analisis model surplus produksi merupakan analisis produksi maksimum
lestari perikanan atau Maximum Sustainble Yield (MSY) dilakukan dengan
menggunakan metode surplus produksi dari Schaefer yaitu hubungan linier antara
hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dengan upaya penangkapan (Sparre dan
Venema 1999). Penentuan tingkat upaya penangkapan optimum (FMSY) dan
hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan
menggunakan lima model dan dicobakan pada penelitian ini yaitu terdiri dari
model Shaefer, Fox, Walter-Hilborn, Schnute, serta model Clarke Yoshimoto
Pooley. Dengan menggunakan model surplus produksi yang didasarkan pada sifat
biologis dapat diketahui potensi produksi dari sumberdaya ikan sekaligus tingkat
produksi maksimum yang dapat dicapai (Cooppola and Pascoe, 1998).
Syarat yang harus dipenuhi dalam menganalisis model surplus produksi
adalah ketersediaan ikan pada tiap-tiap periode tidak mempengaruhi daya tangkap
relatif, distribusi ikan menyebar rata, dan masing-masing alat tangkap memilki
kemampuan menangkap yang seragam (Gulland, 1983). Hilborn & Walters (1992)
menyatakan bahwa situasi surplus produksi dapat diintegrasikan sebagai stok ikan
yang meningkat pada saat taraf konstan.
Model surplus produksi yang telah dikenalkan oleh para ahli akan
diterapkan ke dalam data runut waktu tahunan tangkapan dan upaya tangkapan
ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang dilakukan oleh nelayan di TPI Blanakan,
Subang, Jawa Barat.
4
Model Walter-Hilborn (1976)
Walter-Hilborn (1976) yang diacu dalam Tinungki (2005),
mengembangkan jenis lain dari model produksi surplus, yang dikenal sebagai
model regresi. Model Walter-Hilborn ini, menggunakan persamaan diferensial
sederhana, dengan persamaan sebagai berikut:
Untuk memperoleh persamaan a, b, dan c diperoleh dengan meregresikan
koefisien berikut:
Sedangkan untuk memperoleh parameter K, q, dan r adalah:
Keterangan:
ft
CPUEt
r
K
q
m
MSY
fopt
: Upaya penangkapan tahun ke-t
: Hasil tangkapan per satuan upaya tahun ke-t (Ct/ft)
: Parameter pertumbuhan
: Daya dukung lingkungan
: Koefisien penangkapan
: Parameter tambahan
: Tangkapan Maksimum Lestari (Maximum Sustainable Yield)
: Upaya tangkapan optimal
Analisis model bioekonomi
Statistik hasil tangkapan dan upaya merupakan persyaratan dasar dari
penilaian sederhana untuk perikanan berkelanjutan yang berdasarkan model
surplus produksi (Moses, 2000). Analisis model bioekonomi biasanya dikenal
dengan GS (Gordon –Schaefer). Model bioekonomi yang digunakan adalah model
bioekonomi statik dengan harga tetap. Model ini disusun dari parameter biologi,
biaya operasional tangkapan dan harga ikan. Asumsi yang dipergunakan dalam
model statik Gordon Schaefer ini adalah harga ikan per kg (p) dan biaya
penangkapan per unit upaya tangkapan. Model ini juga digunakan untuk model
surplus produksi Schaefer, sedangkan untuk model surplus produksi Fox dikenal
dengan model bioekonomi Gomperts-Fox (Thanh 2011).
Total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan (TR) adalah:
Keterangan : TR = total revenue (penerimaan total) (Rp)
p = harga rata-rata ikan survey per kg (Rp)
Y = jumlah produksi ikan (Kg)
Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan:
5
Keterangan : TC = total cost (biaya penangkapan total) (Rp)
C = total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp)
F = jumlah upaya penangkapan untuk menangkap sumber
daya ikan (unit)
Sehingga keuntungan bersih usaha penangkapan ikan (N) adalah :
Keterangan: π
keuntungan Rp
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ikan tembang (Sardinella fimbriata)
Ikan tembang (Sardinella fimbriata) memiliki badan panjang, perut bulat,
bagian bawah lebih cembung dibanding ikan lemuru atau selar. Terdapat ventral
scute dari sirip dada sampai sirip dubur. Pada sisi badan terdapat sabuk berwarna
keemasan. Awal sirip punggung sedikit ke depan dari pertengahan badan, berjarijari lemah 16-19. Tapis insang halus, berjumlah 60-80 pada busur insang pertama
bagian bawah. Warna sirip-siripnya pucat kehijauan dan tembus cahaya. Beberapa
dari jenis sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama lainnya. Perbedaan
morfologis seperti warna tubuh dapat menandakan bahwa ikan itu berbeda
spesiesnya. Sardinella fimbriata (Valenciennes) memiliki warna hijau kebiruan
pada bagian badan atas, sedangkan Sardinella lemuru (Bleeker) warna biru gelap
di bagian yang sama (Sardjono 1979 in Yuwana 2011).
Ikan ini hidup bergerombol membentuk gerombolan besar, pemakan
plankton, dapat mencapai panjang 19 cm, umumnya 12,5 cm. Hidup pada area
yang luas bersama ikan lemuru sehungga sering tertangkap bersama ikan lemuru
sampai pada kedalaman sekitar 200 m. Telur dan larva ikan tembang ditemukan di
sekitar perairan mangrove dan bakau. Saat juvenil, ikan ini masih ada yang hidup
di mangrove dan mulai memasuki daerah yang memiliki kadar garam sedang.
Ketika dewasa spesies ini hidup bergerombol bersama ikan lemuru dan banyak
ditemukan di dekat pantai sampai ke arah laut (www.fishbase.org). Menurut
Ernawati dan Kamal (2011), ikan tembang banyak ditemukan di perairan yang
memiliki hutan mangrove binaan yang terpelihara dan luasan perairan dangkalnya
luas. Ikan tembang memiliki sifat fototaksis positif terhadap cahaya. Ikan-ikan
yang bersifat fototaksis positif secara berkelompok akan bereaksi terhadap
datangnya cahaya dengan mendatangi arah datangnya cahaya dan berkumpul di
sekitar cahaya pada jarak dan rentang waktu tertentu. Selain menghindar dari
serangan predator (pemangsa), beberapa teori menyebutkan bahwa berkumpulnya
ikan di sekitar lampu untuk kegiatan mencari makan (Subani 1972 in Rosyidah
2009). Frekuensi panjang ikan tembang di PPN Karangantu tahun 2013 berkisar
antara 80 mm-189 mm. Pola pertumbuhan ikan tembang di PPN Karangantu yaitu
allometrik positif atau pertumbuhan bobot lebih dominan daripada pertumbuhan
panjang (Simarmata 2013). Di laguna Ologe, Lagos, Nigeria panjang rata-rata
ikan tembang yang tertangkap dengan spesies S. Maderensis adalah 129,7 mm
(Johnson dan Ndimele 2010).
6
Komposisi Hasil Tangkapan di TPI Blanakan
Komposisi hasil tangkapan di TPI Blanakan meliputi ikan pelagis kecil,
ikan pelagis besar, ikan demersal, dan ikan karang. Komposisi hasil tangkapan
ikan di TPI Blanakan pada tahun 2012 disajikan pada Gambar 2.
350,000
285,229
Jumlah Tangkapan (Kg)
300,000
291,174
250,000
210,540
193,770
200,000
150,000
100,000
125,036
75,546
78,762
131,623
91,521
50,000
0
Jenis Tangkapan
Gambar 2 Komposisi Hasil Tangkapan di TPI Blanakan Tahun 2012
Hasil tangkapan pada Gambar 2 merupakan hasil tangkapan dari berbagai
jenis alat tangkap. Komposisi hasil tangkapan terbesar yaitu ikan peperek (291
174 kg), ikan duri kawat (285 229 kg), ikan tigawaja (210 540 kg), ikan layang
(193 770 kg), dan ikan tembang merupakan ikan pelagis kecil dengan hasil
tangkapan sebesar 131 623 kg. Alat tangkap yang dominan untuk menangkap Ikan
tembang adalah purse seine dengan menggunakan kapal motor berukuran 3-28
GT. Daerah penangkapan ikan tembang disekitar cilamaya, eretan, pondok bali,
tetapi pada musim paceklik nelayan mencari ikan sampai ke perairan Banten,
Jakarta, Jawa tengah, Jawa Timur, lampung, Bangka belitung dan Batam. Para
nelayan melakukan penangkapan pada musim puncak yaitu pada bulan September
sampai dengan bulan Oktober atau biasa disebut dengan musim timur dikarenakan
pada bulan tersebut tidak ada halangan untuk menangkap ikan. Komposisi hasil
tangkapan dari alat tangkap purse seine pada tahun 2012 disajikan pada Gambar 3.
7
Harga (Rp)
25,000
200,000
24,000
193,770
20,000
14,000
12,500
100,000
10,000
5,000
150,000
131,623
15,000
10,000
50,000
6,000
4,000
28,072
21,777
20,947
16,555
Jumlah Tangkapan (Kg)
250,000
30,000
0
0
Layang
Tembang Cumi-cumi Kembung
Selar
Bawal
Jenis Tangkapan
Harga (Rp)
Jumlah Tangkapan (Kg)
Gambar 3 Komposisi hasil tangkapan dan harga ikan yang ditangkap alat
tangkap purse seine tahun 2012
Tangkapan utama dari alat tangkap purse seine yaitu ikan layang (193 770
kg) dengan harga Rp 6000/kg dan tembang (131 623 kg) dengan harga Rp
4000/kg. Ikan selar, ikan kembung, ikan bawal, ikan tembang dan cumi-cumi
merupakan hasil tangkapan sampingan alat tangkap purse seine. Ikan dengan hasil
tangkapan tinggi belum tentu memiliki harga yang tinggi, ikan tembang
merupakan ikan dengan nilai ekonomis penting karena banyak diminati oleh
masyarakat setempat dan memiliki harga yang rendah.
Hasil dan Upaya Tangkapan ikan tembang
200000
180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
2000
1800
160600
160100
1600
131600
140100
1400
133700 135500
1200
1078
106700
1000
924
909
907
800
77500
766
600
415
399
400
384
200
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Upaya Tangkapan (Trip)
Hasil Tangkapan (Kg)
Hasil tangkapan ikan tembang di TPI Blanakan pada tahun 2005-2012
diperoleh dari laporan statistik TPI Blanakan. Hasil tersebut disajikan dalam
bentuk grafik pada Gambar 4.
Tahun
Hasil Tangkapan
Upaya Tangkapan
Gambar 4 Hasil dan upaya tangkapan ikan tembang di TPI Blanakan tahun
2005-2012
8
Hasil tangkapan ikan tembang di TPI Blanakan cenderung mengalami
penurunan pada tahun 2006 dan mengalami peningkatan pada tahun 2007. Pada
tahun 2010-2011 mengalami penurunan yang sangat tajam dikarenakan terjadi
penurunan jumlah armada penangkapan. Hasil tangkapan tertinggi terdapat pada
tahun 2005 yaitu sekitar 160 600 kg dan hasil tangkapan terendah terdapat pada
tahun 2011 yaitu sekitar 77 500 kg. Peningkatan produksi pada tahun 2007 hingga
2009 terjadi karena penurunan upaya penangkapan yang pada tahun sebelumnya
terus mengalami peningkatan, dengan begitu suatu sumberdaya ikan akan
memiliki kesempatan untuk kembali pulih. Saat kondisi pulih, sumberdaya ikan
akan kembali melimpah dan hasil tangkapan yang diperoleh nelayan akan
meningkat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nabunome (2007) bahwa setiap
spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas
produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen (tidak lebih dan tidak
kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan
(sustainable). Sebaliknya, penurunan produksi dapat terjadi karena adanya
peningkatan upaya penangkapan yang dilakukan tanpa adanya peraturan. Upaya
penangkapan yang tinggi dapat mengeksploitasi sumberdaya ikan yang ada.
Kondisi ini berpengaruh terhadap populasi ikan tembang yang akan terus
mengalami penurunan. Menurut Salmah et al. (2012), jumlah produksi lestari
akan terus meningkat seiring dengan peningkatan upaya sampai mencapai tingkat
maksimum. Akan tetapi pada saat upaya melebihi tingkat maksimum akan
menurunkan produksi lestari seiring dengan peningkatan pada jumlah upaya.
Selain itu, penurunan produksi juga terjadi akibat kondisi lingkungan perairan dan
ketersediaan makanan yang tidak mendukung bagi sumberdaya ikan. Saat
lingkungan perairan sudah tidak sesuai bagi sumberdaya ikan, maka ikan
cenderung melakukan ruaya ke daerah lain. Begitu pula saat makanan tidak
tersedia di lingkungan. Upaya penangkapan ikan tembang di TPI Blanakan mulai
tahun 2005-2012 (Gambar 4) didapatkan dari data statistik TPI Blanakan untuk
alat tangkap purse seine. Upaya penangkapan ikan tembang pada tahun 2006
mengalami penurunan dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2007.
Pada tahun 2010 mengalami penurunan upaya tangkapan yang sangat tajam.
Upaya penangkapan tertinggi terdapat pada tahun 2005 yaitu sekitar 1078 trip dan
upaya penangkapan terendah terdapat pada tahun 2011 yaitu sekitar 384 trip.
Penurunan upaya tangkapan terjadi karena adanya pengurangan armada
penangkapan ikan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan biaya operasional yang
lebih tinggi dibandingkan dengan penerimaannya. Kegiatan perikanan di
Indonesia cenderung mengedepankan hasil tangkapan. Saat hasil tangkapan yang
diperoleh sedikit, nelayan akan terus meningkatkan upaya penangkapan. Begitu
pula saat hasil tangkapan yang diperoleh tinggi maka nelayan pun akan terus
meningkatkan upaya penangkapan karena kondisi tersebut menguntungkan.
Menurut Susilo (2010), pada perikanan terbuka (open acces fishery) dimana
terdapat kebebasan bagi nelayan untuk ikut serta menangkap ikan sehingga
terdapat kecenderungan pada nelayan untuk menangkap sebanyak mungkin
sebelum didahului oleh nelayan lainnya. Padahal upaya penangkapan yang
meningkat tidak selalu meningkatkan hasil tangkapan.
9
Tangkapan per satuan upaya ikan tembang
Menurut Suseno (2007) bahwa salah satu ciri overfishing yaitu grafik
penangkapan dalam satuan waktu berfluktuasi atau tidak menentu dan penurunan
produksi secara nyata. Nilai CPUE berbanding terbalik dengan upaya
penangkapan. Semakin tinggi upaya penangkapan maka nilai CPUE semakin
rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber daya ikan tembang telah
mengalami overfishing. Terjadinya tangkap lebih dikarenakan adanya upaya
penangkapan yang kurang baik, misalnya dengan penggunaan alat tangkap yang
merusak lingkungan sehingga merusak habitat ikan, alat tangkap dengan ukuran
mata jaring yang terlalu kecil sehingga banyak ikan-ikan kecil yang tertangkap,
adanya upaya penangkapan yang terus-menerus sehingga tidak memberi
kesempatan pada ikan untuk tumbuh dan berkembang biak mengakibatkan stok
ikan berkurang. Hasil CPUE disajikan dalam bentuk grafik dibawah ini (Gambar
5).
350
317
CPUE (kg/trip)
300
267
250
200
150
202
175
149
149
173
154
100
50
0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Gambar 5 Tangkapan per satuan unit ikan tembang di TPI Blanakan tahun
2005-2012
Model Surplus Produksi
Analisis potensi sumber daya ikan tembang di TPI Blanakan dilakukan
dengan 5 model yaitu model Schaefer, Fox, Walter-Hilbron, Schnute dan Clarke
Yoshimoto Pooley. Berikut menunjukkan perbandingan antara 5 model yang
dicobakan. Berdasarkan Tabel 1, dapat dibandingkan koefisien determinasi R2 sumber
daya ikan tembang yang didaratkan di TPI Blanakan antar lima model surplus
produksi.
10
Tabel 1 Perbandingan parameter koefisien determinasi (R2) antara lima model
surplus produksi sumber daya ikan tembang yang didaratkan di TPI
Blanakan
R2
Model
Schaefer
0.6877
Fox
0.7493
Walter-Hilborn
0.6908
Schnute
0.2078
Clarke Yoshimoto Pooley
0.5284
Penelitian ini menggunakan 5 model dan model yang memiliki R2 yang
paling tinggi yaitu model Fox, akan tetapi setelah dilakukan analisis bioekonomi
model Walter-Hilborn merupakan model yang paling baik digunakan. Tabel 2
(Lampiran 3) merupakan data hasil produksi ikan tembang yang didaratkan di TPI
Blanakan dari tahun 2005-2012.
Tabel 2 Data hasil tangkapan Walter-Hilbron (1976)
Tahun
C (kg)
E (Trip)
CPUE
CPUEt+1
(CPUEt+1/CPUE)-1
2005
160 600
1078
148.98
174.54
0.1716
2006
133 700
766
174.54
149.39
-0.1441
2007
135 500
907
149.39
154.13
0.0317
2008
140 100
909
154.13
173.27
0.1242
2009
160 100
924
173.27
267.42
0.5434
2010
106 700
399
267.42
201.82
-0.2453
2011
77 500
384
201.82
317.11
0.5712
2012
131 600
415
317.11
0.00
0.0000
Hasil yang diperoleh dari persamaan regresi tersebut mendapatkan koefisien
determinasi (R2) sebesar 69%. Hal ini menandakan model Walter-Hilbron (1976)
cocok digunakan untuk menduga upaya optimum (fmsy) dan Maximum
Sustainable Yield (MSY) karena dapat mewakili keadaan sebenarnya sebesar 69%.
Model Walter-Hilbron (1976) menduga upaya optimum (fmsy) sebesar 142 trip
per tahun dan Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 171 940 kg per tahun.
Pada tahun 2005 sampai 2012 upaya penangkapan telah melebihi upaya optimum
sehingga hasil tangkapan kurang dari Maximum Sustainable Yield (MSY).
Keadaan ini dapat mengindikasikan bahwa ikan tembang yang didaratkan di TPI
Blanakan telah mengalami tangkap lebih (overfishing).
11
350
CPUE (kg/trip)
300
y = -0.1831x + 330.64
R² = 0.6878
250
200
150
100
50
0
0
200
400
600
800
1000
1200
Upaya (Trip)
Gambar 6 Kurva hubungan CPUE dengan jumlah upaya tangkapan Effort
Gambar 6, menunjukan bahwa model produksi surplus Walter-Hilborn
memiliki persamaan CPUE = 330.6 - 0,183F. Persamaan ini menunjukan bahwa
semakin bertambahnya upaya penangkapan maka akan mengurangi nilai CPUE.
Analisis Bioekonomi
Hasil model bioekonomi dengan kondisi aktual, MEY dan MSY. Kondisi
aktual merupakan kondisi yang terjadi pada tahun 2012. Produksi lestari yang dalam
penelitian ini terbagi menjadi produksi lestari maksimum (MSY) dan produksi
lestari secara ekonomi (MEY). Pada estimasi produksi lestari MSY hanya
digunakan parameter biologi saja, sedangkan pada estimasi MEY tidak hanya
menggunakan parameter biologi namun juga parameter ekonomi. Berdasarkan
analisis yang dilakukan dengan Walter-Hilbron (1976), diperoleh parameter
biologi dan ekonomi tersebut (Tabel 3).
Tabel 3 Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi
Parameter
Nilai
Laju pertumbuhan intrinsik (r) (%/tahun)
2.9929
Koefisien kemampuan alat tangkap (q) (kg/trip)
0.0106
Daya dukung perairan (K) (kg/tahun)
229 798.13
Harga (p) (Rp)
4 375
Biaya (c) (Rp)
744 456
Harga ikan tembang (p) dan biaya operasional (c) diperoleh dari hasil
wawancara dengan nelayan. Parameter biologi r, q dan K mempengaruhi nilai
hasil tangkapan sehingga upaya penangkapan harus disesuaikan agar mampu
mencapai sistem perikanan tangkap yang berkelanjutan. Laju pertumbuhan
instrinsik (r) mengartikan pertumbuhan biomassa ikan tembang secara alami tanpa
adanya gangguan sebesar 2.9929 kg per tahun. Daya dukung (K) sebesar
12
mengartikan kemampuan atau kapasitas lingkungan perairan untuk menampung
biomassa ikan tembang sebesar 229 798.13 kg per tahun. Koefisien kemampuan
alat tangkap (q) mengartikan bahwa setiap peningkatan upaya penangkapan per
trip per tahun akan berpengaruh terhadap aspek biologi ikan tembang sebesar
0.0106 kg per tahun. Berdasarkan nilai parameter biologi dan ekonomi yang
disajikan pada tabel 3, maka dapat ditentukan jumlah tangkapan lestari dari rezim
pengelolaan diantaranya rezim MEY, MSY, dan Open Access. Berikut merupakan
hasil perhitungan dari ketiga rezim tersebut (Tabel 4).
Tabel 4 Hasil bioekonomi ikan tembang dalam berbagai kondisi pengelolaan
Kondisi
Variabel
MEY
MSY
Aktual
OA
171 095
171 940
131 600
44 827
132
142
415
263
Total pemasukan (Rp)
748 542 722
752 238 281
575 750 000
196 118 349
Total pengeluaran (Rp)
98 059 174
105 450 293
308 949 365
196 118 349
Keuntungan ekonomi (Rp)
650 483 548
646 787 988
266 800 635
0
Hasil tangkapan (h) (kg)
Upaya (f) (Trip)
Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil tangkapan maksimal pada perairan
ditunjukkan dengan nilai MSY yaitu sebesar 171 940 kg dengan upaya maksimal
142 trip. Pada kondisi MEY upaya yang dilakukan lebih rendah sebesar 132 trip
namun menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibanding MSY. Wu, et al.
(2010) menyatakan bahwa tangkapan maksimum lestari (MSY), upaya
penangkapan untuk mencapai MSY (FMSY) dan biomssa MSY dapat diduga
dengan mengasumsikan laju perubahan biomassa adalah nol sepanjang tahun.
Kondisi MEY memiliki beberapa keuntungan yang tinggi. Konsep ini
memberikan berbagai peluang yang lebih baik seperti pendapatan yang lebih baik
bagi nelayan dan mendapatkan ikan yang lebih murah (Widodo & Suadi, 2006).
Analisis bioekonomi diperoleh bahwa kondisi yang lebih baik yaitu kondisi MEY
dikarenakan pada kondisi pengelolaan MEY mendapatkan nilai total pengeluaran
dan effort yang lebih rendah tetapi mendapatkan rente ekonomi yang lebih tinggi
dibandingkan MSY. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fauzi (2010) bahwa
pengelolaan yang optimal dan efisien secara sosial ada pada kondisi MEY.
Kondisi MEY ini dapat diperoleh jika perikanan dikendalikan dengan kepemilikan
yang jelas atau “Sole Owner”. Oleh karena itu untuk memperoleh keuntungan
secara fisik (biologi) dan ekonomis untuk kelestarian sumber daya ikan maka
input dalam usaha perikanan yang ideal berada pada titik MEY (Anderson & Seijo
2010). Menurut Zulbainarni (2012) rente ekonomi yang tinggi menunjukan bahwa
pada tingkat produksi ini tingkat upaya penangkapan sudah dilakukan dengan
efisien sehingga diperoleh hasil tangkapan yang lebih baik yang kemudian diikuti
oleh perolehan keuntungan yang maksimum.
Pada kondisi open acces (OA) upaya yang dilakukan melebihi batas
maksimal yaitu sebesar 263 trip. Zulbainarni (2012) menyatakan bahwa Open
Access (OA) adalah kondisi pemanfaatan secara bebas tanpa adanya pengaturan,
sehingga pelaku perikanan dapat terus meningkatkan upaya penangkapan. Kondisi
13
Open access merupakan kondisi yang sangat tidak disarankan untuk dilakukan
karena pada kondisi ini upaya yang dilakukan lebih besar namun hasil tangkapan
yang diperoleh lebih sedikit dan keuntungan ekonominya pun sama dengan nol.
Keseimbangan open acces dicirikan dengan terlalu banyak input sehingga stok
sumberdaya akan diekstraksi sampai pada titik yang terendah sebaliknya pada
tingkat MEY input tidak terlalu banyak tetapi keseimbangan biomas pada tingkat
yang lebih tinggi. Kondisi aktual adalah kondisi pada tahun terakhir pengambilan
data hasil tangkapan (h) dan upaya penangkapan (e) yang dilakukan pada
penelitian ini. Pada tahun 2012 upaya yang dilakukan sebesar 415 trip dengan
hasil tangkapan sebanyak 131 600 kg melebihi kondisi open acces. Hal ini
diakibatkan oleh perubahan daerah penangkapan ikan pada musim paceklik yang
terjadi pada bulan desember sehingga nelayan melakukan kegiatan penangkapan
ikan disekitar perairan banten, jakarta, jawa tengah, lampung, bangka belitung dan
batam.
Penelitian ini diperoleh nilai effort aktual lebih besar jika dibandingkan
dengan effort MEY dan juga effort MSY. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber
daya ikan tembang yang didaratkan di TPI Blanakan telah mengalami overfishing
secara biologi maupun secara ekonomi. Economic overfishing merupakan situasi
kegiatan perikanan yang menghasilkan rente (manfaat) ekonomi yang rendah
bahkan nihil dikarenakan pemanfaatan input (effort) yang berlebihan. Biological
overfishing merupakan suatu peristiwa penangkapan ikan secara berlebihan
hingga melampui batas optimum lestari yang mengakibatkan ikan tidak dapat
melakukan proses pemulihan (recovery) (Fauzi, 2010). Menurut Clark (1985) in
Hasanuddin (2005), masalah overfishing secara ekonomi terjadi melalui dua cara,
pertama, pada perikanan yang tidak diatur dimana nelayan menangkap ikan yang
kecil-kecil (immature size) sehingga menghilangkan benefit ekonomi yang
potensial di kemudian hari, kedua, peningkatan jumlah armada perikanan (fishing
capacity) pada perikanan yang tidak diatur sampai terjadi keseimbangan ekonomi
dimana total pengeluaran sama dengan total penerimaan. Ikan tembang
sebenarnya belum bisa dikatakan overfishing secara biologi jika hanya dilihat dari
upaya tangkapan pada kondisi aktual lebih besar dari upaya tangkapan pada
kondisi MSY. Overfishing secara biologi dapat dilihat dari growth overfishing dan
recruitment overfishing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gulland (1991) dalam
Mulyani et al. (2005) bahwa ada dua pengertian tentang kondisi tangkap lebih
yaitu tangkap lebih pertumbuhan (growth overfishing) dan tangkap lebih
peremajaan (recruitment overfishing). Kondisi tangkap lebih pertumbuhan terjadi
manakala kegiatan perikanan banyak menangkap individu-individu ikan yang
terlalu muda, sehingga tidak ada kesempatan bagi mereka untuk mencapai ukuran
dewasa. Sedangkan terjadinya tangkap lebih peremajaan manakala kegiatan
perikanan tangkap banyak tertangkap individu-individu yang siap memijah
(spawning stock), sehingga peluang untuk memproduksi individu-individu ikan
muda mengecil (terancam). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan tembang
telah mengalami overfishing secara ekonomi dan ikan ini belum bisa dikatakan
telah mengalami overfishing secara biologi, karena tidak mengkaji tentang
petumbuhan dan rekruitmen ikan tembang yang didaratkan di TPI Blanakan.
14
Pengelolaan Ikan tembang
Pengelolaan sumberdaya perikanan bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan para nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri,
penghasil devisa, dan mengetahui porsi optimum pemanfaatan oleh armada
penangkapan ikan serta menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan
berdasarkan tangkapan maksimum lestari (Boer dan Aziz 2007). Pengelolaan
perikanan terkadang sulit dilakukan karena kurangnya data dan pengelola sering
menghadapi pertentangan dari masyarakat sekitar atau nelayan (McAllister &
Peterman, 1992). Menurut Widodo & Suadi (2006), perikanan perlu dikelola
untuk menjamin bahwa sumberdaya dimanfaatkan secara berkesinambungan dan
bertanggung jawab serta potensi ekonominya tidak dihamburkan secara efisien
dan bahkan keuntungan itu menjadi kecil atau tidak ada lagi. Prinsip pengelolaan
perikanan terdiri dari sistem manajemen perikanan, pemantauan, pengendalian,
dan pengawasan serta sistem perikanan berbasis peradilan. Tiga prinsip
pengelolaan perikanan ini satu sama lain saling tergantung untuk kesuksesan.
Ketiganya merupakan mata rantai yang jika salah satu dari prinsip ini tidak
terlaksana dengan baik akan mengakibatkan kegagalan dalam pengelolaan
terhadap sumberdaya perikanan secara keseluruhan (Puthy & Kristofersson 2007).
Pengelolaan perikanan tidak hanya sebatas menyediakan sumber daya secara
berkelanjutan tetapi juga mencapai manfaat ekonomi secara efisien (Strydom &
Nieuwoudt 1998).
Berdasarkan hasil perhitungan, hasil tangkapan ikan tembang dan upaya
penangkapan ikan tembang telah melebihi hasil tangkapan dan upaya
penangkapan yang lestari. Menurut staf dan nelayan di TPI Blanakan, hingga saat
ini belum ada batasan upaya penangkapan dan hasil tangkapan yang
diperbolehkan. Kondisi tersebut harus diatasi dengan cara mengurangi jumlah
hasil tangkapan dan mengurangi upaya penangkapan terhadap ikan tembang. Hal
tersebut dilakukan agar sumberdaya ikan tembang yang didaratkan di TPI
Blanakan tetap lestari dan nelayan memperoleh keuntungan maksimal. Menurut
Fauzi dan Anna (2005) dasar dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah
bagaimana memanfaatkan sumberdaya sehingga menghasilkan manfaat ekonomi
yang tinggi bagi pengguna, namun kelestariannya tetap terjaga. Dengan adanya
ketiga kondisi pengelolaan yaitu MSY, MEY, dan Open access maka nelayan
disarankan untuk melakukan kegiatan penangkapan pada kondisi MEY. Sehingga
dalam pengaturan upaya penangkapan batasan yang ditetapkan sebesar 132 trip,
akan tetapi jika pengelolaan yang digunakan kondisi MSY maka nelayan harus
mengurangi upaya penangkapan sebesar 142 trip dan menghasilkan keuntungan
yang lebih kecil dibandingkan padakondisi MEY. Menurut Widodo dan Suadi
(2006) dengan perbaikan pengelolaan akan menurunkan biaya produksi melalui
pengurangan upaya penangkapan. Pengaturan upaya penangkapan cukup sulit
untuk dilakukan karena sebagian besar nelayan di TPI Blanakan memiliki
pekejaan utama sebagai nelayan. Namun, hal tersebut tentunya dapat dilakukan
secara bertahap. Informasi mengenai hasil penelitian ini, dapat disosialisasikan
kepada nelayan di TPI Blanakan khususnya nelayan yang menangkap ikan
tembang.
Berdasarkan hasil wawancara, pengelolaan yang dapat dilakukan di TPI
Blanakan adalah dengan membatasi jumlah trip penangkapan ikan tembang,
15
mengatur daerah tangkapan ikan tembang, dan memberikan penyuluhan kepada
nelayan baik dari pihak pemerintah maupun dari pihak KUD Mina Fajar Sidik
setempat selaku pengelola TPI Blanakan mengenai betapa pentingnya mencari
pekerjaan disamping menjadi nelayan. Langkah utama dari kebijakan tersebut
adalah kerjasama antara pemerintah dengan nelayan. Pemerintah dapat
menciptakan pekerjaan sampingan untuk nelayan dan ketetapan tentang jumlah
hasil tangkapan sehingga upaya penangkapan ikan tembang dapat dikurangi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa sumber daya ikan tembang
(Sardinella fimbriata) yang didaratkan di TPI Blanakan telah mengalami tangkap
lebih secara ekonomi (MEY). Pemanfaatan sumber daya ikan tembang dapat
dilakukan dengan cara menurunkan upaya penangkapan hingga titik optimum
pada kondisi MEY. Penangkapan dari 415 trip/tahun menjadi 132 trip/tahun,
sehingga nelayan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 650 483 548.
Saran
Diperlukan penelitian lanjutan mengenai pola dan laju rekruitmen ikan
tembang (Sardinella fimbriata) yang didaratkan di TPI Blanakan, sehingga dapat
mengetahui status overfishing secara biologi.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson LG dan Sijo JC. 2010. Bioeconomics of Fisheries Management. A John
Willey & Sons, Ltd, Publication. USA. 11-21 hlm.
Boer M dan Aziz KA. 1995. Prinsip-Prinsip Dasar Pengelolaan Sumberdaya
Perikanan Melalui Pendekatan Bio-Ekonomi. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan
Dan Perikanan Indonesia.III : 109-119
Coppola and Pascoe S. 1998. A Suplus Production Model with a Nonliner CatchEffort Relationship. Marine Resource Economic Journal. Vol. 13 : 37-50
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang. 2008. Statistik Penangkapan
Laut 2008. DKP. Subang.
Ernawati Y, Kamal MM. 2010. Pengaruh Laju Eksploitasi Terhadap Keragaan
Reproduktif Ikan tembang (Sardinella gibbosa) di Perairan Pesisir Jawa
Barat. J Biologi Indonesia 6(3):393-403. ISSN: 0854-4425.
Fauzi A dan Anna S. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Fauzi A. 2010. Ekonomi Perikanan. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
16
Fitriani H. 2001. Analisis Bioekonomi Model Gordon-Schaefer Untuk
Pengusahaan Sumberdaya Ikan Layang Di Peraian Utara Jawa.
[Skripsi].Bogor : Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.93 hlm.
Gulland JA. 1983. Manual of Methods for Fish Sock Assesment Part I. Fish
Population Analysis, FAO Rome.
Hasanuddin CN. 2005. Analisis Bioekonomi Perikanan Pelagis Besar di Teluk
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [tesis]. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hilborn R. and Walters CJ. 1992. Quantitative Fisheries Stock Assessment:
Choice, Dynamics, and Uncertainty. Chapman and Hall. New York.
London.
Johnson CAK and Ndimele PA. 2010. Length-weight reletionship and condition
factors of twenty-one fish species in Ologe Lagoon, Lagos, Nigeria. Asian
Journal of Agricultural Sciences, Volume 2(4): 174-179.
McAllister MK, Peterman RM. 1992. Experimental design in the management of
fisheries: a review. North American Journal of Fisheries Management
12(1):1-18
Moses BS. 2000. A review ofartisanal marine and brackishwater fisheries of
South-Eastern Nigeria. Fisheries Research 47(2000):81-92.
Mulyani S, Subiyanto, Bambang A N. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri
dengan alat Tangkap Payang Janur Melalui Pendekatan Bio-Ekonomi di
Perairan Tegal. PDF created with pdf Factory Pro trial version.
Nabunome W. 2007. Model Analisis Bioekonomi dan Pengelolaaan Sumberdaya Ikan
Demersal (Studi Empiris Di Kota Tegal), Jawa Tengah [tesis]. Sekolah
Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Serang.
Noordiningroom R, Anna Z, Suryana A A H. 2012. Analisis Bioekonomi Model
Gordon-Schaefer Studi Kasus Pemanfaatan Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) di Perairan Umum Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat.
Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3): 263-274.
Rosyidah IF, Faris A, Arisandi A, Nugraha WA. 2009. Efektivitas Alat Tangkap
mini Purse Seine menggunakan sumber cahaya berbeda terhadap hasil
tangkap ikan kembung (Rastrelliger sp.) J Kelautan 2(1):51-59.
ISSN:1907-9931.
Puthy EM. 2007. Marine Fisheries Resource Management Potential for Mackerel
Fisheries of Cambodia.Department of Economics, University of Iceland.
(5): 8-9
Saanin H. 1984. Taksonomi Dan Kunci Identifikasi Ikan. Vol I Dan II Binacipta.
Jakarta : 448 hlm.
Salmah T, Nanaban B O, Sehabuddin U. 2012. Opsi Pengelolaan Ikan tembang
(Sardinella fimbriata) di Perairan Kabupaten Subang, Jawa Barat. Jurnal
Sosek KP. 7(1): 19-32
Simarmata R. 2013. Kajian Stok Sumber Daya Ikan tembang (Sardinella
fimbriata Valenciennes, 1847) Di Perairan Teluk Banten Yang Didaratkan
Di PPN Karangantu, Banten.
Suseno, 2007.Presentasi Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya
Ikan, di Semarang, 31 Mei 2007. Departemen Kelautan dan Perikanan,
Direktur JendralPerikanan Tangkap, Direktur Sumberdaya ikan, Jakarta.
17
Strydom MB and Nieuwoudt WL. 1998. An Economic Analysis of Restructuring
the South African Hake Quota Market. Agrekon. (3): 3-4.
Susilo H. 2010. Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Pelagis Besar di Perairan Bontang. Jurnal EPP 7(2): 25-30.
Sparre P. dan Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku emanual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan
Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm
Thanh N. V. 2011. Sustainable Management of Shrimp Trawl in Tonkin Gulf,
Vietnam. Applied Economics Journal. 18(2): 65-81.
Tinungki GM. 2005. Evaluasi Model Produksi Dalam Menduga Hasil Tangkapan
Maksimum Lestari untuk Menunjang Kebijakan Pengelolaan Perikanan
Lemuru di Selat Bali [Disertasi].Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 215 hlm
Widodo J dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gajah Mada
University Press.Yogyakarta.252 Hlm.
Wu CC, Ou CH, Tsai WP, Liu KM. 2010. Estimate of The Maximum Sustainable
Yield of Sergestid Shrimp In The Waters Off Southwestern Taiwan. Journal
of Marine Science and Technology 18: 652-658.
www.fishbase.org. Sardinella fimbriata (Valenciennes 1847) Fringescale
sardinella.[terhubung berkala].http://www.fishbase.org/Summary/
Sardinella-fimbriata.html [24 Juni 2013].
Yuwana KE. 2011. Pengelolaan Sumberdaya Ikan tembang(Sardinella fimbriata)
Di Teluk Banten, yang Didaratkan Di Pelabuhan Perikanan Pantai
Karangantu, Serang, Provinsi Banten [Skripsi]. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Zulbainarni N. 2012. Pemodelan Bioekonomi dalam Pengelolaan Perikanan
Tangkap.IPB Press. Bogor. 310 hlm
18
LAMPIRAN
Lampiran 1 Biaya Operasional Penangkapan Ikan
Biaya Operasional
No
Nama
BBM
Es Batu Konsumsi
1
Tarkim
1.500.000
720.000
4.280.000
2
Karman
1.500.000
720.000
4.130.000
3
Sarlim
1.750.000
840.000
4.410.000
4
Darma
1.750.000
960.000
4.290.000
5
Amud
2.000.000
720.000
5.780.000
6
Romli
1.750.000
600.000
3.650.000
7
Sulton
1.750.000
600.000
3.650.000
8
Rasdinah
520.000
60.000
320.000
Total
Rata-rata
Total
6.500.000
6.350.000
7.000.000
7.000.000
8.500.000
6.000.000
6.000.000
900.000
48.250.000
6.031.250
Lampiran 2 Harga Ikan tembang
Alat
tangkap
Purse Seine
Lampiran 3
Nama
Tarkim
Karman
Sarlim
Darma
Amud
Romli
Sulton
Rasdinah
Harga
Ikan
4000
4000
4000
4000
5000
5000
5000
4000
Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang di TPI
Blanakan dari tahun 2005-2012
Tahun
Produksi Tangkapan
Effort
2005
160600
1078
2006
133700
766
2007
135500
907
2008
140100
909
2009
160100
924
2010
106700
399
2011
77500
384
2012
131600
415
19
Lampiran 4 Analisis bioekonomi ikan tembang dengan model Walter Hilborn
Tahun
Produksi
Tangkapan
X2
X1
Effort
CPUE
CPUEt+1
Y
(CPUEt+1/CPUEt)
-1
2005
160600
1078
148,9796
174,5431
0,1716
2006
133700
766
174,5431
149,3936
-0,1441
2007
135500
907
149,3936
154,1254
0,0317
2008
140100
909
154,1254
173,2684
0,1242
2009
160100
924
173,2684
267,4185
0,5434
2010
106700
399
267,4185
201,8229
-0,2453
2011
77500
384
201,8229
317,1084
0,5712
2012
131600
415
317,1084
0,0000
-1,0000
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R
0,8312
R Square
Adjusted R
Square
0,6908
Standard Error
0,3288
0,5672
Observations
8
ANOVA
df
SS
MS
F
5,5860
Regression
2
1,2076
0,6038
Residual
5
0,5404
0,1081
Total
7
1,7480
Standard
Error
t Stat
2,9929
1,2346
2,4241
X Variable 1
-0,0012
0,0008
X Variable 2
-0,0106
0,0036
Coefficients
Intercept
Significance
F
0,0532
Lower 95%
Upper
95%
Lower
95,0%
Upper
95,0%
0,0598
-0,1809
6,1666
-0,1809
6,1666
-1,5560
0,1804
-0,0033
0,0008
-0,0033
0,0008
-2,9433
0,0321
-0,0198
-0,0013
-0,0198
-0,0013
P-value
20
Lampiran 5 Data Bioekonomi
q
K
r
Kq (a)
b
p
c
Variabel
h
E
TR
TC
Keuntungan
model WH
0.0106
rk/4
229 798.1274
1+(c/pqk)
2.9929
1-(c/pqk)
2.9929
r/2q
-0.0012
rc/pq
4 375
r/q
744 456
k/2
MEY
171 095
132
748 542 722
98 059 174
650 483 548
MSY
171 940
142
752 238 281
105 450 293
646 787 988
Lampiran 6 Alat dan bahan yang digunakan
171 940.1785
1.0701
0.9299
141.6474
48 205.8481
283.2948
114 899.0637
OA
44 827
263
196 118 349
196 118 349
0
Aktual
131 600
415
575 750 000
308 949 365
266 800 635
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 31 Desember 1991 dari pasangan
Bapak Teguh Wagiantoro dan Ibu Atisah. Penulis merupakan anak Pertama dari dua
bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di TK Al Jihad Sukamandi. Setelah
itu penulis melanjutkan pendidikan di SDN Warung Nangka dan lulus di tahun 2003.
Pada tahun 2003-2006, penulis meneruskan pendidikan di SMPN 1 Ciasem.
Kemudian, pada tahun 2006-2009 menempuh pendidikan di SMAN 1 Ciasem. Pada
tahun 2009, penulis masuk Institut Perta
SUMBER DAYA IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) YANG
DIDARATKAN DI TPI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT
FAUZIA ANUGRAHILLAH WAGIANTORO
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Bioekonomi
untuk Pengelolaan Sumber Daya ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang
Didaratkan Di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Fauzia Anugrahillah Wagiantoro
C24090033
ABSTRAK
FAUZIA ANUGRAHILLAH WAGIANTORO. Analisis Bioekonomi Untuk
Pengelolaan Sumber Daya Ikan tembang (Sardinella fimbriata)yang didaratkan di
TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan
YONVITNER.
Ikan tembang merupakan ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis
penting. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kondisi populasi ditinjau dari
aspek ekonomi ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang didaratkan di TPI
Blanakan, Subang, Jawa Barat. Model produksi surplus yang digunakan pada
penelitian ini yaitu model Schaefer, Fox, Walter Hilborn, CYP, Schnute. Model
Walter Hilborn memiliki nilai R2 yang lebih besar yaitu 69% dibandingkan model
produksi surplus lainnya. Model Walter Hilborn mendapatkan hasil tangkapan
lestari (MSY) sebesar 171 940 kg/tahun dan upaya penangkapan (Fmsy) sebesar
142 trip/tahun. Analisis bioekonomi mendapatkan nilai MEY sebesar 171 095
kg/tahun Fmey sebesar 132 trip/tahun. Analisis bioekonomi menunjukan nilai
Faktual lebih besar dari nilai Fmsy dan Fmey. Hal ini mengindikasikan bahwa
ikan tembang (Sardinella fimbriata) telah mengalami overfishing secara ekonomi.
Pengelolaan yang lebih baik yaitu kondisi MEY karena pada kondisi ini
mendapatkan nilai upaya penangkapan dan Total Pengeluaran yang lebih kecil
dan keuntungan yang lebih besar dibandingkan kondisi MSY dan open access.
Rencana pengelolaan ikan tembang di TPI Blanakan yaitu pengaturan upaya
penangkapan.
Kata Kunci : analisis bioekonomi, model produksi surplus, (Sardinella fimbriata),
tangkap lebih, TPI Blanakan.
ABSTRACT
FAUZIA ANUGRAHILLAH WAGIANTORO. Bioeconomic Analysis for
Management of Fringescale sardinella (Sardinella fimbriata) Landed in TPI
Blanakan, Subang, West Java. Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and
YONVITNER.
Fringescale sardinella (Sardinella fimbriata) is a small pelagic fish which has
economically important. The purpose of this study is to find out the economic aspects
condition of the Fringescale sardinella (Sardinella fimbriata) population from the Bay
of Banten. The models used in this study were Schaefer, Fox, Walter Hilborn, CYP,
and Schnute surplus production models. Walter Hilborn models had a highest
coefficient of determination (R2) value than the others surplus production models.
This coefficient of determination (R2) value model was 69%, with maximum
sustainability yield (MSY) was 171 940 kg/year and its effort (Fmsy) was 142 trip/year.
Bioeconomic analysis of MEY was 171 095 kg/year and Fmey was 132 trip/year.
Bioeconomic analysis showed that Factual value greater than Fmsy and Fmey. It indicate
that Fringescale sardinella has been in overfishing condition economically. The better
management regime is a regime management of MEY because it gets a catch effort
and Total Cost that was smaller and larger profit than management of MSY and
oppen access. As plan for fish management for Fringescale sardinella in TPI
Blanakan are controlling the catches effort.
Keywords: bioeconomic analysis, surplus production models, Fringescale sardinella,
overfishing, TPI Blanakan.
ANALISIS BIOEKONOMI UNTUK PENGELOLAAN
SUMBER DAYA IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) YANG
DIDARATKAN DI TPI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT
FAUZIA ANUGRAHILLAH WAGIANTORO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Bioekonomi Untuk Pengelolaan Sumber Daya
Nama
NIM
Ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang Didaratkan Di TPI
Blanakan, Subang, Jawa Barat
: Fauzia Anugrahillah Wagiantoro
: C24090033
Disetujui oleh
Dr Ir Achmad Fahrudin, M Si
Pembimbing I
Dr Yonvitner S Pi, M Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Anaiis:s Bioekonomi Untuk Pengelolaan Sumber Daya
Nama
NIM
Ikan tembang (Sardin ella fimbriata) yang Didaratkan Di TPI
Blanakan. Subang, Jawa Bar"at
: Fauzia :-\nugrahillah Wagiantoro
: C24090033
Disetujui oleh
Dr Yonv" ner S Pi M Si
Pembimbing II
Dr Ir Achmad Fahrudin, M Si
Pembimbing I
MSc
Tanggal Lulus:
0 4 0 22 0 1 4
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Skripsi
Berjudul “Analisis Bioekonomi Untuk Pengelolaan Sumber Daya Ikan tembang
(Sardinella fimbriata) yang Didaratkan Di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Dr Ir Achmad Fahrudin, M.Si dan Dr Yonvitner, S.Pi, M.Si sebagai
pembimbing skripsi yang telah membimbing, menuntun, mengarahkan serta
memberikan masukan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan
skripsi ini.
2. Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc sebagai dosen penguji tamu dan Dr Ir
Yunizar Ernawati, MS sebagai komisi pendidikan yang telah memberikan
kritik dan saran yang sangat penting dalam penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi sebagai pembimbing akademik yang telah
mendukung dan memberikan arahan selama perkuliahan hingga
penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh dosen MSP dan Staf Tata Usaha MSP yang telah memberikan ilmu
dan pengalaman serta saran selama perkuliahan.
5. Staf KUD Mina Fajar Sidik dan DKP Subang sebagai pihak yang telah
memfasilitasi serta kontribusinya selama pelaksaan penelitian.
6. Keluarga tercinta; Mama Ade, Papa Teguh, Ardiza atas doa, kasih sayang
dan dukungannya selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan MSP 46 (Syarif, Arni, Viska, Gilang, Ara,
Nanda, Anggi, Dewi, Janty, Nisa, Tyas, Ika, Arinta, Conny, Adam, Devi,
dan teman-teman yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu),
8. Fikri Gumilar dan Rifky Maulana atas semangat dan saran yang diberikan
untuk penulisan skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusuan skripsi ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di
masa depan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Fauzia Anugrahillah Wagiantoro
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
METODE
Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Pengumpulan Data
Data primer
Data sekunder
Prosedur Analisis Data
Analisis model surplus produksi
Model Walter - Hilborn (1976)
Analisis model bioekonomi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ikan tembang (Sardinella fimbriata)
Komposisi Hasil tangkapan di TPI Blanakan
Hasil dan Upaya Tangkapan ikan tembang
Tangkapan Per Satuan Upaya ikan tembang
Model Surplus Produksi
Analisis Bioekonomi
Pengelolaan ikan tembang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
1
1
1
2
2
2
3
3
3
3
3
4
4
5
5
6
7
9
9
11
14
15
15
15
15
18
21
DAFTAR TABEL
1 Perbandingan parameter koefisien determinasi (R2) antara lima model
surplus produksi sumber daya ikan tembang yang didaratkan di TPI
Blanakan
2 Data hasil tangkapan Walter Hilborn (1976)
3 Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi
4 Hasil bioekonomi ikan tembang dalam berbagai kondisi pengelolaan
10
10
11
12
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Lokasi Penelitian
2 Komposisi Hasil Tangkapan di TPI Blanakan Tahun 2012
3 Komposisi hasil tangkapan dan harga ikan yang ditangkap alat tangkap
purse seine tahun 2012
4 Hasil dan upaya tangkapan ikan tembang di TPI Blanakan tahun 20052012
5 Tangkapan per satuan unit ikan tembang di TPI Blanakan tahun 20052012
6 Kurva hubungan CPUE dengan jumlah upaya tangkapan Effort
2
6
7
7
9
11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Biaya Operasianal Penangkapan Ikan
2 Harga Ikan Tembang
3 Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang di TPI Blanakan dari
tahun 2005-2012
4 Analisis bioekonomi ikan tembang dengan model Walter Hilborn
5 Data Bioekonomi
6 Bahan dan Alat yang digunakan
18
18
18
19
20
20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten yang potensial untuk
kegiatan perikanan tangkap. Kabupaten subang memiliki empat Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) yaitu terdapat di Kecamatan Blanakan, Legon Kulon,
Pusakanegara dan Sukasari. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan merupakan
salah satu Tempat Pelelangan ikan yang cukup berpengaruh di Kabupaten Subang,
karena memiliki jumlah nelayan dan infrastruktur yang memadai. Perairan Subang
terletak di bagian utara Provinsi Jawa Barat yang berhadapan langsung dengan
Laut Jawa dan perairan tersebut berkontribusi dalam pemanfaatan sumber daya
ikan pelagis kecil di (WPP 712) Laut Jawa. Produksi perikanan tangkap di TPI
Blanakan mengalami penurunan yang sangat drastis ketika musim barat tiba yaitu
antara bulan Januari-April. Penurunan produksi perikanan tangkap ini dikarenakan
banyak nelayan yang tidak beroperasi melakukan kegiatan penangkapan ikan.
Beberapa nelayan hanya beroperasi menangkap ikan harian (one day fishing) dan
lokasi penangkapan dekat dengan pantai.
Ikan tembang merupakan salah satu ikan pelagis kecil di TPI Blanakan dan
memiliki nilai ekonomis tinggi. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Subang (2008), jenis ikan yang dominan dihasilkan adalah ikan
tembang. Ikan tembang digunakan untuk pembuatan tepung ikan, minyak dan
pupuk. Keunggulan tersebut menunjukkan perlunya perhatian terhadap kelestarian
ikan tembang. Jika pemanfaatan ikan ini tidak dikontrol dari sekarang, maka akan
mengancam kelestarian atau kepunahan bagi sumberdaya ikan tembang di masa
mendatang. Untuk mengontrol tingkat eksploitasi perikanan tembang di
Kabupaten Subang maka perlu dilakukan analisis bioekonomi, dimana secara
biologi ikan tembang dapat lestari dan secara ekonomi nelayan dapat tetap
memperoleh keuntungan dari pemanfaatan ikan tembang tersebut.
Perumusan Masalah
Sumberdaya perikanan memiliki kemampuan untuk dapat memperbaiki
diri (renewable), namun apabila dimanfaatkan melebihi batas kelestariannya akan
mengakibatkan kepunahan. Kelompok ikan pelagis kecil mendapat perhatian
khusus untuk dijaga kelestariannya karena sebagian besar produksi perikanan
berasal dari kelompok ikan pelagis kecil yang termasuk ikan tembang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi populasi ditinjau dari
aspek ekonomi ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang didaratkan di TPI
Blanakan, Subang, Jawa Barat.
2
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di TPI Blanakan, Kecamatan Ciasem, Kabupaten
Subang, Provinsi Jawa Barat. Ikan contoh yang diperoleh merupakan hasil
tangkapan nelayan di sekitar perairan Laut Jawa. Pengambilan data primer dan
data sekunder dilaksanakan pada tanggal 22 Juli 2013 hingga 20 Agustus 2013 di
TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat tulis, laptop, daftar
pertanyaan (kuisioner), dan alat dokumentasi (kamera digital). Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tembang (Sardinella fimbriata).
3
Pengumpulan Data
Data primer
Data primer yang digunakan berupa wawancara kepada nelayan purse seine
yang melakukan pendaratan ikan tembang di TPI blanakan. Nelayan purse seine
dipilih sebagai responden karena purse seine merupakan alat tangkap yang
dominan untuk menangkap ikan tembang di TPI Blanakan. Metode yang
digunakan adalah metode purposive sampling. Jumlah responden yang
diwawancarai sebesar 20% dari jumlah nelayan yang mendaratkan ikan tembang
(Sardinella fimbriata) dalam 1 hari yaitu sebanyak 8 orang. Data primer yang
dikumpulkan meliputi biaya operasional tangkapan, harga ikan, fisihing ground
dan musim penangkapan.
Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari KUD Mina Fajar Sidik Blanakan dan Data
statistik Dinas Perikanan dan Kelautan Subang. Data yang dikumpulkan meliputi
data upaya penangkapan ikan (trip), data produksi ikan tembang dari tahun 2005
sampai 2012, dan data harga ikan. Aspek biologi ikan tembang diperoleh dari
literatur pada tahun 2013.
Prosedur Analisis Data
Analisis model surplus produksi
Analisis model surplus produksi merupakan analisis produksi maksimum
lestari perikanan atau Maximum Sustainble Yield (MSY) dilakukan dengan
menggunakan metode surplus produksi dari Schaefer yaitu hubungan linier antara
hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) dengan upaya penangkapan (Sparre dan
Venema 1999). Penentuan tingkat upaya penangkapan optimum (FMSY) dan
hasil tangkapan maksimum lestari (MSY) dari unit penangkapan dengan
menggunakan lima model dan dicobakan pada penelitian ini yaitu terdiri dari
model Shaefer, Fox, Walter-Hilborn, Schnute, serta model Clarke Yoshimoto
Pooley. Dengan menggunakan model surplus produksi yang didasarkan pada sifat
biologis dapat diketahui potensi produksi dari sumberdaya ikan sekaligus tingkat
produksi maksimum yang dapat dicapai (Cooppola and Pascoe, 1998).
Syarat yang harus dipenuhi dalam menganalisis model surplus produksi
adalah ketersediaan ikan pada tiap-tiap periode tidak mempengaruhi daya tangkap
relatif, distribusi ikan menyebar rata, dan masing-masing alat tangkap memilki
kemampuan menangkap yang seragam (Gulland, 1983). Hilborn & Walters (1992)
menyatakan bahwa situasi surplus produksi dapat diintegrasikan sebagai stok ikan
yang meningkat pada saat taraf konstan.
Model surplus produksi yang telah dikenalkan oleh para ahli akan
diterapkan ke dalam data runut waktu tahunan tangkapan dan upaya tangkapan
ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang dilakukan oleh nelayan di TPI Blanakan,
Subang, Jawa Barat.
4
Model Walter-Hilborn (1976)
Walter-Hilborn (1976) yang diacu dalam Tinungki (2005),
mengembangkan jenis lain dari model produksi surplus, yang dikenal sebagai
model regresi. Model Walter-Hilborn ini, menggunakan persamaan diferensial
sederhana, dengan persamaan sebagai berikut:
Untuk memperoleh persamaan a, b, dan c diperoleh dengan meregresikan
koefisien berikut:
Sedangkan untuk memperoleh parameter K, q, dan r adalah:
Keterangan:
ft
CPUEt
r
K
q
m
MSY
fopt
: Upaya penangkapan tahun ke-t
: Hasil tangkapan per satuan upaya tahun ke-t (Ct/ft)
: Parameter pertumbuhan
: Daya dukung lingkungan
: Koefisien penangkapan
: Parameter tambahan
: Tangkapan Maksimum Lestari (Maximum Sustainable Yield)
: Upaya tangkapan optimal
Analisis model bioekonomi
Statistik hasil tangkapan dan upaya merupakan persyaratan dasar dari
penilaian sederhana untuk perikanan berkelanjutan yang berdasarkan model
surplus produksi (Moses, 2000). Analisis model bioekonomi biasanya dikenal
dengan GS (Gordon –Schaefer). Model bioekonomi yang digunakan adalah model
bioekonomi statik dengan harga tetap. Model ini disusun dari parameter biologi,
biaya operasional tangkapan dan harga ikan. Asumsi yang dipergunakan dalam
model statik Gordon Schaefer ini adalah harga ikan per kg (p) dan biaya
penangkapan per unit upaya tangkapan. Model ini juga digunakan untuk model
surplus produksi Schaefer, sedangkan untuk model surplus produksi Fox dikenal
dengan model bioekonomi Gomperts-Fox (Thanh 2011).
Total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan (TR) adalah:
Keterangan : TR = total revenue (penerimaan total) (Rp)
p = harga rata-rata ikan survey per kg (Rp)
Y = jumlah produksi ikan (Kg)
Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan:
5
Keterangan : TC = total cost (biaya penangkapan total) (Rp)
C = total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp)
F = jumlah upaya penangkapan untuk menangkap sumber
daya ikan (unit)
Sehingga keuntungan bersih usaha penangkapan ikan (N) adalah :
Keterangan: π
keuntungan Rp
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ikan tembang (Sardinella fimbriata)
Ikan tembang (Sardinella fimbriata) memiliki badan panjang, perut bulat,
bagian bawah lebih cembung dibanding ikan lemuru atau selar. Terdapat ventral
scute dari sirip dada sampai sirip dubur. Pada sisi badan terdapat sabuk berwarna
keemasan. Awal sirip punggung sedikit ke depan dari pertengahan badan, berjarijari lemah 16-19. Tapis insang halus, berjumlah 60-80 pada busur insang pertama
bagian bawah. Warna sirip-siripnya pucat kehijauan dan tembus cahaya. Beberapa
dari jenis sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama lainnya. Perbedaan
morfologis seperti warna tubuh dapat menandakan bahwa ikan itu berbeda
spesiesnya. Sardinella fimbriata (Valenciennes) memiliki warna hijau kebiruan
pada bagian badan atas, sedangkan Sardinella lemuru (Bleeker) warna biru gelap
di bagian yang sama (Sardjono 1979 in Yuwana 2011).
Ikan ini hidup bergerombol membentuk gerombolan besar, pemakan
plankton, dapat mencapai panjang 19 cm, umumnya 12,5 cm. Hidup pada area
yang luas bersama ikan lemuru sehungga sering tertangkap bersama ikan lemuru
sampai pada kedalaman sekitar 200 m. Telur dan larva ikan tembang ditemukan di
sekitar perairan mangrove dan bakau. Saat juvenil, ikan ini masih ada yang hidup
di mangrove dan mulai memasuki daerah yang memiliki kadar garam sedang.
Ketika dewasa spesies ini hidup bergerombol bersama ikan lemuru dan banyak
ditemukan di dekat pantai sampai ke arah laut (www.fishbase.org). Menurut
Ernawati dan Kamal (2011), ikan tembang banyak ditemukan di perairan yang
memiliki hutan mangrove binaan yang terpelihara dan luasan perairan dangkalnya
luas. Ikan tembang memiliki sifat fototaksis positif terhadap cahaya. Ikan-ikan
yang bersifat fototaksis positif secara berkelompok akan bereaksi terhadap
datangnya cahaya dengan mendatangi arah datangnya cahaya dan berkumpul di
sekitar cahaya pada jarak dan rentang waktu tertentu. Selain menghindar dari
serangan predator (pemangsa), beberapa teori menyebutkan bahwa berkumpulnya
ikan di sekitar lampu untuk kegiatan mencari makan (Subani 1972 in Rosyidah
2009). Frekuensi panjang ikan tembang di PPN Karangantu tahun 2013 berkisar
antara 80 mm-189 mm. Pola pertumbuhan ikan tembang di PPN Karangantu yaitu
allometrik positif atau pertumbuhan bobot lebih dominan daripada pertumbuhan
panjang (Simarmata 2013). Di laguna Ologe, Lagos, Nigeria panjang rata-rata
ikan tembang yang tertangkap dengan spesies S. Maderensis adalah 129,7 mm
(Johnson dan Ndimele 2010).
6
Komposisi Hasil Tangkapan di TPI Blanakan
Komposisi hasil tangkapan di TPI Blanakan meliputi ikan pelagis kecil,
ikan pelagis besar, ikan demersal, dan ikan karang. Komposisi hasil tangkapan
ikan di TPI Blanakan pada tahun 2012 disajikan pada Gambar 2.
350,000
285,229
Jumlah Tangkapan (Kg)
300,000
291,174
250,000
210,540
193,770
200,000
150,000
100,000
125,036
75,546
78,762
131,623
91,521
50,000
0
Jenis Tangkapan
Gambar 2 Komposisi Hasil Tangkapan di TPI Blanakan Tahun 2012
Hasil tangkapan pada Gambar 2 merupakan hasil tangkapan dari berbagai
jenis alat tangkap. Komposisi hasil tangkapan terbesar yaitu ikan peperek (291
174 kg), ikan duri kawat (285 229 kg), ikan tigawaja (210 540 kg), ikan layang
(193 770 kg), dan ikan tembang merupakan ikan pelagis kecil dengan hasil
tangkapan sebesar 131 623 kg. Alat tangkap yang dominan untuk menangkap Ikan
tembang adalah purse seine dengan menggunakan kapal motor berukuran 3-28
GT. Daerah penangkapan ikan tembang disekitar cilamaya, eretan, pondok bali,
tetapi pada musim paceklik nelayan mencari ikan sampai ke perairan Banten,
Jakarta, Jawa tengah, Jawa Timur, lampung, Bangka belitung dan Batam. Para
nelayan melakukan penangkapan pada musim puncak yaitu pada bulan September
sampai dengan bulan Oktober atau biasa disebut dengan musim timur dikarenakan
pada bulan tersebut tidak ada halangan untuk menangkap ikan. Komposisi hasil
tangkapan dari alat tangkap purse seine pada tahun 2012 disajikan pada Gambar 3.
7
Harga (Rp)
25,000
200,000
24,000
193,770
20,000
14,000
12,500
100,000
10,000
5,000
150,000
131,623
15,000
10,000
50,000
6,000
4,000
28,072
21,777
20,947
16,555
Jumlah Tangkapan (Kg)
250,000
30,000
0
0
Layang
Tembang Cumi-cumi Kembung
Selar
Bawal
Jenis Tangkapan
Harga (Rp)
Jumlah Tangkapan (Kg)
Gambar 3 Komposisi hasil tangkapan dan harga ikan yang ditangkap alat
tangkap purse seine tahun 2012
Tangkapan utama dari alat tangkap purse seine yaitu ikan layang (193 770
kg) dengan harga Rp 6000/kg dan tembang (131 623 kg) dengan harga Rp
4000/kg. Ikan selar, ikan kembung, ikan bawal, ikan tembang dan cumi-cumi
merupakan hasil tangkapan sampingan alat tangkap purse seine. Ikan dengan hasil
tangkapan tinggi belum tentu memiliki harga yang tinggi, ikan tembang
merupakan ikan dengan nilai ekonomis penting karena banyak diminati oleh
masyarakat setempat dan memiliki harga yang rendah.
Hasil dan Upaya Tangkapan ikan tembang
200000
180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
2000
1800
160600
160100
1600
131600
140100
1400
133700 135500
1200
1078
106700
1000
924
909
907
800
77500
766
600
415
399
400
384
200
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Upaya Tangkapan (Trip)
Hasil Tangkapan (Kg)
Hasil tangkapan ikan tembang di TPI Blanakan pada tahun 2005-2012
diperoleh dari laporan statistik TPI Blanakan. Hasil tersebut disajikan dalam
bentuk grafik pada Gambar 4.
Tahun
Hasil Tangkapan
Upaya Tangkapan
Gambar 4 Hasil dan upaya tangkapan ikan tembang di TPI Blanakan tahun
2005-2012
8
Hasil tangkapan ikan tembang di TPI Blanakan cenderung mengalami
penurunan pada tahun 2006 dan mengalami peningkatan pada tahun 2007. Pada
tahun 2010-2011 mengalami penurunan yang sangat tajam dikarenakan terjadi
penurunan jumlah armada penangkapan. Hasil tangkapan tertinggi terdapat pada
tahun 2005 yaitu sekitar 160 600 kg dan hasil tangkapan terendah terdapat pada
tahun 2011 yaitu sekitar 77 500 kg. Peningkatan produksi pada tahun 2007 hingga
2009 terjadi karena penurunan upaya penangkapan yang pada tahun sebelumnya
terus mengalami peningkatan, dengan begitu suatu sumberdaya ikan akan
memiliki kesempatan untuk kembali pulih. Saat kondisi pulih, sumberdaya ikan
akan kembali melimpah dan hasil tangkapan yang diperoleh nelayan akan
meningkat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nabunome (2007) bahwa setiap
spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas
produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen (tidak lebih dan tidak
kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan
(sustainable). Sebaliknya, penurunan produksi dapat terjadi karena adanya
peningkatan upaya penangkapan yang dilakukan tanpa adanya peraturan. Upaya
penangkapan yang tinggi dapat mengeksploitasi sumberdaya ikan yang ada.
Kondisi ini berpengaruh terhadap populasi ikan tembang yang akan terus
mengalami penurunan. Menurut Salmah et al. (2012), jumlah produksi lestari
akan terus meningkat seiring dengan peningkatan upaya sampai mencapai tingkat
maksimum. Akan tetapi pada saat upaya melebihi tingkat maksimum akan
menurunkan produksi lestari seiring dengan peningkatan pada jumlah upaya.
Selain itu, penurunan produksi juga terjadi akibat kondisi lingkungan perairan dan
ketersediaan makanan yang tidak mendukung bagi sumberdaya ikan. Saat
lingkungan perairan sudah tidak sesuai bagi sumberdaya ikan, maka ikan
cenderung melakukan ruaya ke daerah lain. Begitu pula saat makanan tidak
tersedia di lingkungan. Upaya penangkapan ikan tembang di TPI Blanakan mulai
tahun 2005-2012 (Gambar 4) didapatkan dari data statistik TPI Blanakan untuk
alat tangkap purse seine. Upaya penangkapan ikan tembang pada tahun 2006
mengalami penurunan dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2007.
Pada tahun 2010 mengalami penurunan upaya tangkapan yang sangat tajam.
Upaya penangkapan tertinggi terdapat pada tahun 2005 yaitu sekitar 1078 trip dan
upaya penangkapan terendah terdapat pada tahun 2011 yaitu sekitar 384 trip.
Penurunan upaya tangkapan terjadi karena adanya pengurangan armada
penangkapan ikan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan biaya operasional yang
lebih tinggi dibandingkan dengan penerimaannya. Kegiatan perikanan di
Indonesia cenderung mengedepankan hasil tangkapan. Saat hasil tangkapan yang
diperoleh sedikit, nelayan akan terus meningkatkan upaya penangkapan. Begitu
pula saat hasil tangkapan yang diperoleh tinggi maka nelayan pun akan terus
meningkatkan upaya penangkapan karena kondisi tersebut menguntungkan.
Menurut Susilo (2010), pada perikanan terbuka (open acces fishery) dimana
terdapat kebebasan bagi nelayan untuk ikut serta menangkap ikan sehingga
terdapat kecenderungan pada nelayan untuk menangkap sebanyak mungkin
sebelum didahului oleh nelayan lainnya. Padahal upaya penangkapan yang
meningkat tidak selalu meningkatkan hasil tangkapan.
9
Tangkapan per satuan upaya ikan tembang
Menurut Suseno (2007) bahwa salah satu ciri overfishing yaitu grafik
penangkapan dalam satuan waktu berfluktuasi atau tidak menentu dan penurunan
produksi secara nyata. Nilai CPUE berbanding terbalik dengan upaya
penangkapan. Semakin tinggi upaya penangkapan maka nilai CPUE semakin
rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber daya ikan tembang telah
mengalami overfishing. Terjadinya tangkap lebih dikarenakan adanya upaya
penangkapan yang kurang baik, misalnya dengan penggunaan alat tangkap yang
merusak lingkungan sehingga merusak habitat ikan, alat tangkap dengan ukuran
mata jaring yang terlalu kecil sehingga banyak ikan-ikan kecil yang tertangkap,
adanya upaya penangkapan yang terus-menerus sehingga tidak memberi
kesempatan pada ikan untuk tumbuh dan berkembang biak mengakibatkan stok
ikan berkurang. Hasil CPUE disajikan dalam bentuk grafik dibawah ini (Gambar
5).
350
317
CPUE (kg/trip)
300
267
250
200
150
202
175
149
149
173
154
100
50
0
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Gambar 5 Tangkapan per satuan unit ikan tembang di TPI Blanakan tahun
2005-2012
Model Surplus Produksi
Analisis potensi sumber daya ikan tembang di TPI Blanakan dilakukan
dengan 5 model yaitu model Schaefer, Fox, Walter-Hilbron, Schnute dan Clarke
Yoshimoto Pooley. Berikut menunjukkan perbandingan antara 5 model yang
dicobakan. Berdasarkan Tabel 1, dapat dibandingkan koefisien determinasi R2 sumber
daya ikan tembang yang didaratkan di TPI Blanakan antar lima model surplus
produksi.
10
Tabel 1 Perbandingan parameter koefisien determinasi (R2) antara lima model
surplus produksi sumber daya ikan tembang yang didaratkan di TPI
Blanakan
R2
Model
Schaefer
0.6877
Fox
0.7493
Walter-Hilborn
0.6908
Schnute
0.2078
Clarke Yoshimoto Pooley
0.5284
Penelitian ini menggunakan 5 model dan model yang memiliki R2 yang
paling tinggi yaitu model Fox, akan tetapi setelah dilakukan analisis bioekonomi
model Walter-Hilborn merupakan model yang paling baik digunakan. Tabel 2
(Lampiran 3) merupakan data hasil produksi ikan tembang yang didaratkan di TPI
Blanakan dari tahun 2005-2012.
Tabel 2 Data hasil tangkapan Walter-Hilbron (1976)
Tahun
C (kg)
E (Trip)
CPUE
CPUEt+1
(CPUEt+1/CPUE)-1
2005
160 600
1078
148.98
174.54
0.1716
2006
133 700
766
174.54
149.39
-0.1441
2007
135 500
907
149.39
154.13
0.0317
2008
140 100
909
154.13
173.27
0.1242
2009
160 100
924
173.27
267.42
0.5434
2010
106 700
399
267.42
201.82
-0.2453
2011
77 500
384
201.82
317.11
0.5712
2012
131 600
415
317.11
0.00
0.0000
Hasil yang diperoleh dari persamaan regresi tersebut mendapatkan koefisien
determinasi (R2) sebesar 69%. Hal ini menandakan model Walter-Hilbron (1976)
cocok digunakan untuk menduga upaya optimum (fmsy) dan Maximum
Sustainable Yield (MSY) karena dapat mewakili keadaan sebenarnya sebesar 69%.
Model Walter-Hilbron (1976) menduga upaya optimum (fmsy) sebesar 142 trip
per tahun dan Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 171 940 kg per tahun.
Pada tahun 2005 sampai 2012 upaya penangkapan telah melebihi upaya optimum
sehingga hasil tangkapan kurang dari Maximum Sustainable Yield (MSY).
Keadaan ini dapat mengindikasikan bahwa ikan tembang yang didaratkan di TPI
Blanakan telah mengalami tangkap lebih (overfishing).
11
350
CPUE (kg/trip)
300
y = -0.1831x + 330.64
R² = 0.6878
250
200
150
100
50
0
0
200
400
600
800
1000
1200
Upaya (Trip)
Gambar 6 Kurva hubungan CPUE dengan jumlah upaya tangkapan Effort
Gambar 6, menunjukan bahwa model produksi surplus Walter-Hilborn
memiliki persamaan CPUE = 330.6 - 0,183F. Persamaan ini menunjukan bahwa
semakin bertambahnya upaya penangkapan maka akan mengurangi nilai CPUE.
Analisis Bioekonomi
Hasil model bioekonomi dengan kondisi aktual, MEY dan MSY. Kondisi
aktual merupakan kondisi yang terjadi pada tahun 2012. Produksi lestari yang dalam
penelitian ini terbagi menjadi produksi lestari maksimum (MSY) dan produksi
lestari secara ekonomi (MEY). Pada estimasi produksi lestari MSY hanya
digunakan parameter biologi saja, sedangkan pada estimasi MEY tidak hanya
menggunakan parameter biologi namun juga parameter ekonomi. Berdasarkan
analisis yang dilakukan dengan Walter-Hilbron (1976), diperoleh parameter
biologi dan ekonomi tersebut (Tabel 3).
Tabel 3 Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi
Parameter
Nilai
Laju pertumbuhan intrinsik (r) (%/tahun)
2.9929
Koefisien kemampuan alat tangkap (q) (kg/trip)
0.0106
Daya dukung perairan (K) (kg/tahun)
229 798.13
Harga (p) (Rp)
4 375
Biaya (c) (Rp)
744 456
Harga ikan tembang (p) dan biaya operasional (c) diperoleh dari hasil
wawancara dengan nelayan. Parameter biologi r, q dan K mempengaruhi nilai
hasil tangkapan sehingga upaya penangkapan harus disesuaikan agar mampu
mencapai sistem perikanan tangkap yang berkelanjutan. Laju pertumbuhan
instrinsik (r) mengartikan pertumbuhan biomassa ikan tembang secara alami tanpa
adanya gangguan sebesar 2.9929 kg per tahun. Daya dukung (K) sebesar
12
mengartikan kemampuan atau kapasitas lingkungan perairan untuk menampung
biomassa ikan tembang sebesar 229 798.13 kg per tahun. Koefisien kemampuan
alat tangkap (q) mengartikan bahwa setiap peningkatan upaya penangkapan per
trip per tahun akan berpengaruh terhadap aspek biologi ikan tembang sebesar
0.0106 kg per tahun. Berdasarkan nilai parameter biologi dan ekonomi yang
disajikan pada tabel 3, maka dapat ditentukan jumlah tangkapan lestari dari rezim
pengelolaan diantaranya rezim MEY, MSY, dan Open Access. Berikut merupakan
hasil perhitungan dari ketiga rezim tersebut (Tabel 4).
Tabel 4 Hasil bioekonomi ikan tembang dalam berbagai kondisi pengelolaan
Kondisi
Variabel
MEY
MSY
Aktual
OA
171 095
171 940
131 600
44 827
132
142
415
263
Total pemasukan (Rp)
748 542 722
752 238 281
575 750 000
196 118 349
Total pengeluaran (Rp)
98 059 174
105 450 293
308 949 365
196 118 349
Keuntungan ekonomi (Rp)
650 483 548
646 787 988
266 800 635
0
Hasil tangkapan (h) (kg)
Upaya (f) (Trip)
Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil tangkapan maksimal pada perairan
ditunjukkan dengan nilai MSY yaitu sebesar 171 940 kg dengan upaya maksimal
142 trip. Pada kondisi MEY upaya yang dilakukan lebih rendah sebesar 132 trip
namun menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibanding MSY. Wu, et al.
(2010) menyatakan bahwa tangkapan maksimum lestari (MSY), upaya
penangkapan untuk mencapai MSY (FMSY) dan biomssa MSY dapat diduga
dengan mengasumsikan laju perubahan biomassa adalah nol sepanjang tahun.
Kondisi MEY memiliki beberapa keuntungan yang tinggi. Konsep ini
memberikan berbagai peluang yang lebih baik seperti pendapatan yang lebih baik
bagi nelayan dan mendapatkan ikan yang lebih murah (Widodo & Suadi, 2006).
Analisis bioekonomi diperoleh bahwa kondisi yang lebih baik yaitu kondisi MEY
dikarenakan pada kondisi pengelolaan MEY mendapatkan nilai total pengeluaran
dan effort yang lebih rendah tetapi mendapatkan rente ekonomi yang lebih tinggi
dibandingkan MSY. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fauzi (2010) bahwa
pengelolaan yang optimal dan efisien secara sosial ada pada kondisi MEY.
Kondisi MEY ini dapat diperoleh jika perikanan dikendalikan dengan kepemilikan
yang jelas atau “Sole Owner”. Oleh karena itu untuk memperoleh keuntungan
secara fisik (biologi) dan ekonomis untuk kelestarian sumber daya ikan maka
input dalam usaha perikanan yang ideal berada pada titik MEY (Anderson & Seijo
2010). Menurut Zulbainarni (2012) rente ekonomi yang tinggi menunjukan bahwa
pada tingkat produksi ini tingkat upaya penangkapan sudah dilakukan dengan
efisien sehingga diperoleh hasil tangkapan yang lebih baik yang kemudian diikuti
oleh perolehan keuntungan yang maksimum.
Pada kondisi open acces (OA) upaya yang dilakukan melebihi batas
maksimal yaitu sebesar 263 trip. Zulbainarni (2012) menyatakan bahwa Open
Access (OA) adalah kondisi pemanfaatan secara bebas tanpa adanya pengaturan,
sehingga pelaku perikanan dapat terus meningkatkan upaya penangkapan. Kondisi
13
Open access merupakan kondisi yang sangat tidak disarankan untuk dilakukan
karena pada kondisi ini upaya yang dilakukan lebih besar namun hasil tangkapan
yang diperoleh lebih sedikit dan keuntungan ekonominya pun sama dengan nol.
Keseimbangan open acces dicirikan dengan terlalu banyak input sehingga stok
sumberdaya akan diekstraksi sampai pada titik yang terendah sebaliknya pada
tingkat MEY input tidak terlalu banyak tetapi keseimbangan biomas pada tingkat
yang lebih tinggi. Kondisi aktual adalah kondisi pada tahun terakhir pengambilan
data hasil tangkapan (h) dan upaya penangkapan (e) yang dilakukan pada
penelitian ini. Pada tahun 2012 upaya yang dilakukan sebesar 415 trip dengan
hasil tangkapan sebanyak 131 600 kg melebihi kondisi open acces. Hal ini
diakibatkan oleh perubahan daerah penangkapan ikan pada musim paceklik yang
terjadi pada bulan desember sehingga nelayan melakukan kegiatan penangkapan
ikan disekitar perairan banten, jakarta, jawa tengah, lampung, bangka belitung dan
batam.
Penelitian ini diperoleh nilai effort aktual lebih besar jika dibandingkan
dengan effort MEY dan juga effort MSY. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber
daya ikan tembang yang didaratkan di TPI Blanakan telah mengalami overfishing
secara biologi maupun secara ekonomi. Economic overfishing merupakan situasi
kegiatan perikanan yang menghasilkan rente (manfaat) ekonomi yang rendah
bahkan nihil dikarenakan pemanfaatan input (effort) yang berlebihan. Biological
overfishing merupakan suatu peristiwa penangkapan ikan secara berlebihan
hingga melampui batas optimum lestari yang mengakibatkan ikan tidak dapat
melakukan proses pemulihan (recovery) (Fauzi, 2010). Menurut Clark (1985) in
Hasanuddin (2005), masalah overfishing secara ekonomi terjadi melalui dua cara,
pertama, pada perikanan yang tidak diatur dimana nelayan menangkap ikan yang
kecil-kecil (immature size) sehingga menghilangkan benefit ekonomi yang
potensial di kemudian hari, kedua, peningkatan jumlah armada perikanan (fishing
capacity) pada perikanan yang tidak diatur sampai terjadi keseimbangan ekonomi
dimana total pengeluaran sama dengan total penerimaan. Ikan tembang
sebenarnya belum bisa dikatakan overfishing secara biologi jika hanya dilihat dari
upaya tangkapan pada kondisi aktual lebih besar dari upaya tangkapan pada
kondisi MSY. Overfishing secara biologi dapat dilihat dari growth overfishing dan
recruitment overfishing. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gulland (1991) dalam
Mulyani et al. (2005) bahwa ada dua pengertian tentang kondisi tangkap lebih
yaitu tangkap lebih pertumbuhan (growth overfishing) dan tangkap lebih
peremajaan (recruitment overfishing). Kondisi tangkap lebih pertumbuhan terjadi
manakala kegiatan perikanan banyak menangkap individu-individu ikan yang
terlalu muda, sehingga tidak ada kesempatan bagi mereka untuk mencapai ukuran
dewasa. Sedangkan terjadinya tangkap lebih peremajaan manakala kegiatan
perikanan tangkap banyak tertangkap individu-individu yang siap memijah
(spawning stock), sehingga peluang untuk memproduksi individu-individu ikan
muda mengecil (terancam). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan tembang
telah mengalami overfishing secara ekonomi dan ikan ini belum bisa dikatakan
telah mengalami overfishing secara biologi, karena tidak mengkaji tentang
petumbuhan dan rekruitmen ikan tembang yang didaratkan di TPI Blanakan.
14
Pengelolaan Ikan tembang
Pengelolaan sumberdaya perikanan bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan para nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri,
penghasil devisa, dan mengetahui porsi optimum pemanfaatan oleh armada
penangkapan ikan serta menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan
berdasarkan tangkapan maksimum lestari (Boer dan Aziz 2007). Pengelolaan
perikanan terkadang sulit dilakukan karena kurangnya data dan pengelola sering
menghadapi pertentangan dari masyarakat sekitar atau nelayan (McAllister &
Peterman, 1992). Menurut Widodo & Suadi (2006), perikanan perlu dikelola
untuk menjamin bahwa sumberdaya dimanfaatkan secara berkesinambungan dan
bertanggung jawab serta potensi ekonominya tidak dihamburkan secara efisien
dan bahkan keuntungan itu menjadi kecil atau tidak ada lagi. Prinsip pengelolaan
perikanan terdiri dari sistem manajemen perikanan, pemantauan, pengendalian,
dan pengawasan serta sistem perikanan berbasis peradilan. Tiga prinsip
pengelolaan perikanan ini satu sama lain saling tergantung untuk kesuksesan.
Ketiganya merupakan mata rantai yang jika salah satu dari prinsip ini tidak
terlaksana dengan baik akan mengakibatkan kegagalan dalam pengelolaan
terhadap sumberdaya perikanan secara keseluruhan (Puthy & Kristofersson 2007).
Pengelolaan perikanan tidak hanya sebatas menyediakan sumber daya secara
berkelanjutan tetapi juga mencapai manfaat ekonomi secara efisien (Strydom &
Nieuwoudt 1998).
Berdasarkan hasil perhitungan, hasil tangkapan ikan tembang dan upaya
penangkapan ikan tembang telah melebihi hasil tangkapan dan upaya
penangkapan yang lestari. Menurut staf dan nelayan di TPI Blanakan, hingga saat
ini belum ada batasan upaya penangkapan dan hasil tangkapan yang
diperbolehkan. Kondisi tersebut harus diatasi dengan cara mengurangi jumlah
hasil tangkapan dan mengurangi upaya penangkapan terhadap ikan tembang. Hal
tersebut dilakukan agar sumberdaya ikan tembang yang didaratkan di TPI
Blanakan tetap lestari dan nelayan memperoleh keuntungan maksimal. Menurut
Fauzi dan Anna (2005) dasar dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah
bagaimana memanfaatkan sumberdaya sehingga menghasilkan manfaat ekonomi
yang tinggi bagi pengguna, namun kelestariannya tetap terjaga. Dengan adanya
ketiga kondisi pengelolaan yaitu MSY, MEY, dan Open access maka nelayan
disarankan untuk melakukan kegiatan penangkapan pada kondisi MEY. Sehingga
dalam pengaturan upaya penangkapan batasan yang ditetapkan sebesar 132 trip,
akan tetapi jika pengelolaan yang digunakan kondisi MSY maka nelayan harus
mengurangi upaya penangkapan sebesar 142 trip dan menghasilkan keuntungan
yang lebih kecil dibandingkan padakondisi MEY. Menurut Widodo dan Suadi
(2006) dengan perbaikan pengelolaan akan menurunkan biaya produksi melalui
pengurangan upaya penangkapan. Pengaturan upaya penangkapan cukup sulit
untuk dilakukan karena sebagian besar nelayan di TPI Blanakan memiliki
pekejaan utama sebagai nelayan. Namun, hal tersebut tentunya dapat dilakukan
secara bertahap. Informasi mengenai hasil penelitian ini, dapat disosialisasikan
kepada nelayan di TPI Blanakan khususnya nelayan yang menangkap ikan
tembang.
Berdasarkan hasil wawancara, pengelolaan yang dapat dilakukan di TPI
Blanakan adalah dengan membatasi jumlah trip penangkapan ikan tembang,
15
mengatur daerah tangkapan ikan tembang, dan memberikan penyuluhan kepada
nelayan baik dari pihak pemerintah maupun dari pihak KUD Mina Fajar Sidik
setempat selaku pengelola TPI Blanakan mengenai betapa pentingnya mencari
pekerjaan disamping menjadi nelayan. Langkah utama dari kebijakan tersebut
adalah kerjasama antara pemerintah dengan nelayan. Pemerintah dapat
menciptakan pekerjaan sampingan untuk nelayan dan ketetapan tentang jumlah
hasil tangkapan sehingga upaya penangkapan ikan tembang dapat dikurangi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa sumber daya ikan tembang
(Sardinella fimbriata) yang didaratkan di TPI Blanakan telah mengalami tangkap
lebih secara ekonomi (MEY). Pemanfaatan sumber daya ikan tembang dapat
dilakukan dengan cara menurunkan upaya penangkapan hingga titik optimum
pada kondisi MEY. Penangkapan dari 415 trip/tahun menjadi 132 trip/tahun,
sehingga nelayan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 650 483 548.
Saran
Diperlukan penelitian lanjutan mengenai pola dan laju rekruitmen ikan
tembang (Sardinella fimbriata) yang didaratkan di TPI Blanakan, sehingga dapat
mengetahui status overfishing secara biologi.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson LG dan Sijo JC. 2010. Bioeconomics of Fisheries Management. A John
Willey & Sons, Ltd, Publication. USA. 11-21 hlm.
Boer M dan Aziz KA. 1995. Prinsip-Prinsip Dasar Pengelolaan Sumberdaya
Perikanan Melalui Pendekatan Bio-Ekonomi. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan
Dan Perikanan Indonesia.III : 109-119
Coppola and Pascoe S. 1998. A Suplus Production Model with a Nonliner CatchEffort Relationship. Marine Resource Economic Journal. Vol. 13 : 37-50
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang. 2008. Statistik Penangkapan
Laut 2008. DKP. Subang.
Ernawati Y, Kamal MM. 2010. Pengaruh Laju Eksploitasi Terhadap Keragaan
Reproduktif Ikan tembang (Sardinella gibbosa) di Perairan Pesisir Jawa
Barat. J Biologi Indonesia 6(3):393-403. ISSN: 0854-4425.
Fauzi A dan Anna S. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Fauzi A. 2010. Ekonomi Perikanan. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
16
Fitriani H. 2001. Analisis Bioekonomi Model Gordon-Schaefer Untuk
Pengusahaan Sumberdaya Ikan Layang Di Peraian Utara Jawa.
[Skripsi].Bogor : Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.93 hlm.
Gulland JA. 1983. Manual of Methods for Fish Sock Assesment Part I. Fish
Population Analysis, FAO Rome.
Hasanuddin CN. 2005. Analisis Bioekonomi Perikanan Pelagis Besar di Teluk
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [tesis]. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hilborn R. and Walters CJ. 1992. Quantitative Fisheries Stock Assessment:
Choice, Dynamics, and Uncertainty. Chapman and Hall. New York.
London.
Johnson CAK and Ndimele PA. 2010. Length-weight reletionship and condition
factors of twenty-one fish species in Ologe Lagoon, Lagos, Nigeria. Asian
Journal of Agricultural Sciences, Volume 2(4): 174-179.
McAllister MK, Peterman RM. 1992. Experimental design in the management of
fisheries: a review. North American Journal of Fisheries Management
12(1):1-18
Moses BS. 2000. A review ofartisanal marine and brackishwater fisheries of
South-Eastern Nigeria. Fisheries Research 47(2000):81-92.
Mulyani S, Subiyanto, Bambang A N. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri
dengan alat Tangkap Payang Janur Melalui Pendekatan Bio-Ekonomi di
Perairan Tegal. PDF created with pdf Factory Pro trial version.
Nabunome W. 2007. Model Analisis Bioekonomi dan Pengelolaaan Sumberdaya Ikan
Demersal (Studi Empiris Di Kota Tegal), Jawa Tengah [tesis]. Sekolah
Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Serang.
Noordiningroom R, Anna Z, Suryana A A H. 2012. Analisis Bioekonomi Model
Gordon-Schaefer Studi Kasus Pemanfaatan Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) di Perairan Umum Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat.
Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3): 263-274.
Rosyidah IF, Faris A, Arisandi A, Nugraha WA. 2009. Efektivitas Alat Tangkap
mini Purse Seine menggunakan sumber cahaya berbeda terhadap hasil
tangkap ikan kembung (Rastrelliger sp.) J Kelautan 2(1):51-59.
ISSN:1907-9931.
Puthy EM. 2007. Marine Fisheries Resource Management Potential for Mackerel
Fisheries of Cambodia.Department of Economics, University of Iceland.
(5): 8-9
Saanin H. 1984. Taksonomi Dan Kunci Identifikasi Ikan. Vol I Dan II Binacipta.
Jakarta : 448 hlm.
Salmah T, Nanaban B O, Sehabuddin U. 2012. Opsi Pengelolaan Ikan tembang
(Sardinella fimbriata) di Perairan Kabupaten Subang, Jawa Barat. Jurnal
Sosek KP. 7(1): 19-32
Simarmata R. 2013. Kajian Stok Sumber Daya Ikan tembang (Sardinella
fimbriata Valenciennes, 1847) Di Perairan Teluk Banten Yang Didaratkan
Di PPN Karangantu, Banten.
Suseno, 2007.Presentasi Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya
Ikan, di Semarang, 31 Mei 2007. Departemen Kelautan dan Perikanan,
Direktur JendralPerikanan Tangkap, Direktur Sumberdaya ikan, Jakarta.
17
Strydom MB and Nieuwoudt WL. 1998. An Economic Analysis of Restructuring
the South African Hake Quota Market. Agrekon. (3): 3-4.
Susilo H. 2010. Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Pelagis Besar di Perairan Bontang. Jurnal EPP 7(2): 25-30.
Sparre P. dan Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku emanual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan
Bangsa-Bangsa dengan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm
Thanh N. V. 2011. Sustainable Management of Shrimp Trawl in Tonkin Gulf,
Vietnam. Applied Economics Journal. 18(2): 65-81.
Tinungki GM. 2005. Evaluasi Model Produksi Dalam Menduga Hasil Tangkapan
Maksimum Lestari untuk Menunjang Kebijakan Pengelolaan Perikanan
Lemuru di Selat Bali [Disertasi].Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 215 hlm
Widodo J dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gajah Mada
University Press.Yogyakarta.252 Hlm.
Wu CC, Ou CH, Tsai WP, Liu KM. 2010. Estimate of The Maximum Sustainable
Yield of Sergestid Shrimp In The Waters Off Southwestern Taiwan. Journal
of Marine Science and Technology 18: 652-658.
www.fishbase.org. Sardinella fimbriata (Valenciennes 1847) Fringescale
sardinella.[terhubung berkala].http://www.fishbase.org/Summary/
Sardinella-fimbriata.html [24 Juni 2013].
Yuwana KE. 2011. Pengelolaan Sumberdaya Ikan tembang(Sardinella fimbriata)
Di Teluk Banten, yang Didaratkan Di Pelabuhan Perikanan Pantai
Karangantu, Serang, Provinsi Banten [Skripsi]. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Zulbainarni N. 2012. Pemodelan Bioekonomi dalam Pengelolaan Perikanan
Tangkap.IPB Press. Bogor. 310 hlm
18
LAMPIRAN
Lampiran 1 Biaya Operasional Penangkapan Ikan
Biaya Operasional
No
Nama
BBM
Es Batu Konsumsi
1
Tarkim
1.500.000
720.000
4.280.000
2
Karman
1.500.000
720.000
4.130.000
3
Sarlim
1.750.000
840.000
4.410.000
4
Darma
1.750.000
960.000
4.290.000
5
Amud
2.000.000
720.000
5.780.000
6
Romli
1.750.000
600.000
3.650.000
7
Sulton
1.750.000
600.000
3.650.000
8
Rasdinah
520.000
60.000
320.000
Total
Rata-rata
Total
6.500.000
6.350.000
7.000.000
7.000.000
8.500.000
6.000.000
6.000.000
900.000
48.250.000
6.031.250
Lampiran 2 Harga Ikan tembang
Alat
tangkap
Purse Seine
Lampiran 3
Nama
Tarkim
Karman
Sarlim
Darma
Amud
Romli
Sulton
Rasdinah
Harga
Ikan
4000
4000
4000
4000
5000
5000
5000
4000
Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan tembang di TPI
Blanakan dari tahun 2005-2012
Tahun
Produksi Tangkapan
Effort
2005
160600
1078
2006
133700
766
2007
135500
907
2008
140100
909
2009
160100
924
2010
106700
399
2011
77500
384
2012
131600
415
19
Lampiran 4 Analisis bioekonomi ikan tembang dengan model Walter Hilborn
Tahun
Produksi
Tangkapan
X2
X1
Effort
CPUE
CPUEt+1
Y
(CPUEt+1/CPUEt)
-1
2005
160600
1078
148,9796
174,5431
0,1716
2006
133700
766
174,5431
149,3936
-0,1441
2007
135500
907
149,3936
154,1254
0,0317
2008
140100
909
154,1254
173,2684
0,1242
2009
160100
924
173,2684
267,4185
0,5434
2010
106700
399
267,4185
201,8229
-0,2453
2011
77500
384
201,8229
317,1084
0,5712
2012
131600
415
317,1084
0,0000
-1,0000
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R
0,8312
R Square
Adjusted R
Square
0,6908
Standard Error
0,3288
0,5672
Observations
8
ANOVA
df
SS
MS
F
5,5860
Regression
2
1,2076
0,6038
Residual
5
0,5404
0,1081
Total
7
1,7480
Standard
Error
t Stat
2,9929
1,2346
2,4241
X Variable 1
-0,0012
0,0008
X Variable 2
-0,0106
0,0036
Coefficients
Intercept
Significance
F
0,0532
Lower 95%
Upper
95%
Lower
95,0%
Upper
95,0%
0,0598
-0,1809
6,1666
-0,1809
6,1666
-1,5560
0,1804
-0,0033
0,0008
-0,0033
0,0008
-2,9433
0,0321
-0,0198
-0,0013
-0,0198
-0,0013
P-value
20
Lampiran 5 Data Bioekonomi
q
K
r
Kq (a)
b
p
c
Variabel
h
E
TR
TC
Keuntungan
model WH
0.0106
rk/4
229 798.1274
1+(c/pqk)
2.9929
1-(c/pqk)
2.9929
r/2q
-0.0012
rc/pq
4 375
r/q
744 456
k/2
MEY
171 095
132
748 542 722
98 059 174
650 483 548
MSY
171 940
142
752 238 281
105 450 293
646 787 988
Lampiran 6 Alat dan bahan yang digunakan
171 940.1785
1.0701
0.9299
141.6474
48 205.8481
283.2948
114 899.0637
OA
44 827
263
196 118 349
196 118 349
0
Aktual
131 600
415
575 750 000
308 949 365
266 800 635
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 31 Desember 1991 dari pasangan
Bapak Teguh Wagiantoro dan Ibu Atisah. Penulis merupakan anak Pertama dari dua
bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di TK Al Jihad Sukamandi. Setelah
itu penulis melanjutkan pendidikan di SDN Warung Nangka dan lulus di tahun 2003.
Pada tahun 2003-2006, penulis meneruskan pendidikan di SMPN 1 Ciasem.
Kemudian, pada tahun 2006-2009 menempuh pendidikan di SMAN 1 Ciasem. Pada
tahun 2009, penulis masuk Institut Perta