Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) yang Didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten

(1)

YANG

DIDARATKAN

DI PPP LABUAN,

KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN

RINA SHELVINAWATI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) yangDidaratkandi PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012

Rina Shelvinawati C24080033


(3)

Rina Shelvinawati. C24080033. Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) yang Didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Dibimbing oleh Yonvitner dan Mennofatria Boer.

Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan ikan pelagis kecil ekonomis tinggi di perairan Indonesia dan memiliki potensi yang sangat besar. Permasalahan terkait ikan tembang adalah eksploitasi berlebih, pertumbuhan dan rantai makanan yang terganggu karena kerusakan lingkungan. Untuk memastikan ikan tembang mampu berkembang dan stok dapat terjaga diperlukan kajian aspek reproduksi, perkembangan reproduksi dan pertumbuhan yang menjadi indikator ketersediaan ikan tembang di masa mendatang. Tujuan kajian aspek reproduksi ikan tembang bisa digunakan untuk mendapatkan informasi terkait perkembangan dan potensi reproduksinya. Periode pemijahan merupakan indikator yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan.

Ikan contoh diambil dari nelayan yang mendaratkan ikan tembang di PPP Labuan Banten dengan metode pengambilan contoh acak sederhana. Daerah tangkapan di sekitar pulau Sebesi, pulau Rakata dan pulau Panaitan. Pengambilan ikan contoh dilakukan dari bulan April 2011 sampai Oktober 2011 dengan selang waktu 1 bulan. Pengambilan ikan contoh dilakukan sebanyak 7 kali yang mencapai 612 ekor ikan tembang berukuran antara 100-187 mm.

Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi ikan tembang betina dan jantan tidak seimbang (1:1.7). Ikan jantan lebih banyak tertangkap dibandingkan ikan betina. Ikan betina mulai memasuki TKG III (matang gonad) pada selang ukuran 143-154 mm. Sedangkan ikan jantan mulai matang gonad pada selang ukuran 132-155 mm. Persentase tertinggi dominan matang gonad terjadi pada bulan juni (74% dan 70%). Musim pemijahan ikan tembang terjadi pada bulan April – Juni. Hubungan antara fekunditas dengan bobot total ikan TKG III dan TKG IV sangat erat (R2 = 0,75). Pola sebaran diameter telur menunjukan asanya dua modus yang merupakan indikasi bahwa ikan tembang termasuk ikan yang memijah secara bertahap (partial spawner).


(4)

YANG

DIDARATKAN

DI PPP LABUAN,

KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN

RINA

SHELVINAWATI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(5)

Judul

:

Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) yang Didaratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten

Nama : Rina Shelvinawati Nomor Pokok : C24080033

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Yonvitner, S. Pi, M.Si Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA NIP. 197508252005011003 NIP. 195709281981031006

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002


(6)

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) yangDidaratkandi PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis yang dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan Oktober 2011 di Pangkalan Pendaratan Ikan Labuan Banten. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana perikanan pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas waktu, saran, arahan, serta dukungan dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan mengharapkan saran dan kritik untuk penyempurnaan karya ilmiah ini selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, bagi upaya pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2012


(7)

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Yonvitner, S. Pi, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA masing-masing sebagai pembimbing I dan pembimbing II skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Dr. Rahmat Kurnia, S.Pi, M.Si, sebagai pembimbing akademik atas dukungannya kepada penulis selama menuntut ilmu di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

3. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS sebagai penguji tamu.

4. Keluarga tercinta: Mama Kurnia, Papa Heri, Abang Hendri, Rika, Irfan serta seluruh keluarga besar atas doa, kasih sayang, dan dukungan baik moril maupun materil yang telah diberikan kepada penulis.

5. Para sahabat : Lia Yulistiana, Firstadian MI, Risa Rafiati Annur, Anna Dzurianty dan Maria Susianti

6. Teman-teman terdekat di MSP : Ade Irma Listiani, Elfrida Megawati, Nissa Izzani, Fawzan Bhakti Sofa, Rio Putra Ramadhan dan Rendra Danang Saputra 7. Teman seperjuangan dalam penelitian ini Fauzia, Fadhilatul, Rani, Rikza, Ennie,

Hilda, Precia, Nimas, Rena, Ayu, Rizal, Doni, Yuli, Aprianti atas bantuan dan semangat selama penelitian hingga penyusunan skripsi.

8. Teman-teman MSP 45 dan teman-teman yang lain yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu.


(8)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Juli 1990 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Heri Basri dan Kurnia. Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis berawal dari SD Negeri Semeru 7 Bogor (1996-2002), SLTP Negeri 6 Bogor (2002-2005) dan SMA Negeri 2 Bogor (2005-2008). Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI, di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi Asisten Praktikum Mata kuliah Sumberdaya Perikanan (2010/2011), Asisten Praktikum Mata Kuliah Biologi Perikanan (2011/2012) dan Koordinator Asisten Laboratorium Model dan Simulasi (MOSI). Penulis juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan (BEM FPIK) sebagai anggota Pengembangan Bidang Olahraga dan Seni (2009-2010), di Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) sebagai anggota Pengembangan Bidang Olahraga dan Seni (2010-2011) serta turut aktif mengikuti seminar maupun berpatisipasi dalam berbagai kepanitiaan di lingkungan kampus IPB.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) yang Didaratkandi PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten ”.


(9)

vi

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... viii  DAFTAR GAMBAR ... ix  DAFTAR LAMPIRAN ... xi 

1. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not 1.1. Latar Belakang ... Error! Bookmark not 1.2. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not 1.3. Tujuan ... Error! Bookmark not 1.4. Manfaat ... Error! Bookmark not 2.TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not 2.1. Ikan Tembang Sardinella fimbriata ... Error! Bookmark not 2.2. Reproduksi ... Error! Bookmark not 2.2.1. Faktor kondisi ... Error! Bookmark not 2.2.2. Rasio kelamin ... Error! Bookmark not 2.2.3. Fekunditas ... Error! Bookmark not 2.2.4. Diameter telur dan pola pemijahan ... Error! Bookmark not 2.2.5. Ukuran pertama kali matang gonad ... Error! Bookmark not 2.2.6. Tingkat kematangan gonad ... Error! Bookmark not 2.2.7. Indeks kematangan gonad ... Error! Bookmark not 2.2.8. Potensi reproduksi ... Error! Bookmark not 3.METODOLOGI ... Error! Bookmark not 3.1. Waktu dan Lokasi ... Error! Bookmark not 3.2. Informasi Alat Tangkap ... Error! Bookmark not 3.3. Alat dan Bahan... Error! Bookmark not 3.4. Prosedur Kerja ... Error! Bookmark not 3.5. Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not 3.5.1. Pengumpulan ikan contoh ... Error! Bookmark not 3.5.2. Panjang dan berat ikan contoh ... Error! Bookmark not 3.5.3. Morfologi gonad ... Error! Bookmark not 3.5.4. Fekunditas ... Error! Bookmark not 3.5.5. Diameter telur ... Error! Bookmark not 3.6. Analisis Data ... Error! Bookmark not 3.6.1. Rasio ... Error! Bookmark not 3.6.2. Tingkat kematangan gonad (TKG) ... Error! Bookmark not 3.6.3. Indeks kematangan gonad (IKG) ... Error! Bookmark not 3.6.4. Fekunditas ... Error! Bookmark not 3.6.5. Diameter telur ... Error! Bookmark not 3.6.6. Penentuan Ukuran pertama kali matang gonad ... Error! Bookmark not


(10)

vii

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not 4.1. Organ Reproduksi ... Error! Bookmark not 4.2. Rasio Kelamin ... Error! Bookmark not 4.3. Faktor kondisi ... Error! Bookmark not 4.4. Tingkat kematangan gonad (TKG) ... Error! Bookmark not 4.5. Ukuran pertama kali matang gonad ... Error! Bookmark not 4.6. Indeks kematangan gonad (IKG) ... Error! Bookmark not 4.7. Fekunditas ... Error! Bookmark not 4.8. Diameter telur ... Error! Bookmark not 4.9. Pendugaan musim pemijahan ... Error! Bookmark not 4.10.Pengelolaan ... Error! Bookmark not 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not 5.1. Kesimpulan ... Error! Bookmark not 5.2. Saran ... Error! Bookmark not DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not LAMPIRAN ... Error! Bookmark not


(11)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tahapan TKG berdasarkan hasil modifikasi Cassie (Effendie 1997) ... Error! Bookmark not 2. Tahapan TKG ikan tembang (S.maderensis) diperairan Teluk Jakarta ... Error! Bookmark not 3. Rasio kelamin ikan tembang menggunakan uji Chi-square ... Error! Bookmark not


(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan tembang (S. fimbriata) ... Error! Bookmark not 2. Peta daerah penelitian (DKP Labuan, Banten) ... Error! Bookmark not 3. Morfologi gonad ikan tembang (S. Fimbriata) betina (A), jantan (B) ... Error! Bookmark not 4. Rasio kelamin ikan tembang (A) bulan April. (B) bulan Juni, (C) bulan Juli,

(D) bulan Agustus, (E) bulan september, (F) bulan Oktober ... Error! Bookmark not 5. Rasio total selama penelitian ... Error! Bookmark not 6. Faktor kondisi rata-rata ikan tembang (S. fimbriata) betina (A) dan jantan

(B) berdasarkan bulan pengamatan ... Error! Bookmark not 7. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada

bulan April ... Error! Bookmark not 8. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada

bulan Juni ... Error! Bookmark not 9. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada

bulan Juli ... Error! Bookmark not 10. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada

bulan Agustus ... Error! Bookmark not 11. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada

bulan September ... Error! Bookmark not 12. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada

bulan Oktober... Error! Bookmark not 13. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada

setiap selang kelas ... Error! Bookmark not 14. Indeks kematangan gonad ikan tembang ikan tembang betina (A) dan

jantan (B) pada setiap bulan pengamatan ... Error! Bookmark not 15. Indeks kematangan gonad ikan tembang ikan tembang betina (A) dan

jantan (B) pada setiap TKG ... Error! Bookmark not 16. Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan tembang (S.fimbriata) ... Error! Bookmark not


(13)

x

17. Hubungan fekunditas dengan bobot total ikan tembang (S.fimbriata) ... Error! Bookmark not 18. Sebaran diameter telur TKG III (A) dan TKG IV (B) ikan tembang (S.

Fimbriata) betina ... Error! Bookmark not 19.Tingkat kematangan gonad ikan betina (A) jantan (B) , Indeks kematangan

gonad ikan betina (C) jantan (D) bulan Agustus, Faktor kondisi ikan betina


(14)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Alat- alat yang digunakan selama melakukan penelitian ... Error! Bookmark not 2. Bahan-bahan yang digunakan selama melakukan penelitian ... Error! Bookmark not 3. Rasio kelamin ikan tembang (Sardinella fimbriata) ... Error! Bookmark not

4. Faktor kondisi ikan tembang (Sardinella fimbriata) selama tujuh bulan

pengamatan ... Error! Bookmark not

5. Indeks kematangan ikan tembang (Sardinella fimbriata) ... Error! Bookmark not

6. Tingkat kematang gonad (TKG) ikan tembang (S. Fimbriata) ... Error! Bookmark not 7. Data panjang, bobot, jenis kelamin, TKG, berat gonad dan IKG ... Error! Bookmark not 8. Nilai fekunditas ikan tembang (Sardinella fimbriata) ... Error! Bookmark not


(15)

1

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki perairan yang luasnya sekitar 2,6 juta km2. Perairan yang luas tersebut memiliki kekayaan sumberdaya ikan yang sangat tinggi, salah satunya ikan tembang. Besarnya potensi ikan tembang yang didaratkan di PPP Labuan Bantem yang ada memungkinkan PPP Labuan dapat dijadikan sentra pengembangan komoditas unggulan (Rahardjo et al. 1999).

Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan salah satu hasil sumberdaya ikan penting yang terdapat di perairan Selat Sunda dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Ikan tembang selain untuk dikonsumsi, biasanya dijadikan bahan baku olahan menjadi ikan asin, ikan pindang dan ikan kaleng. Tingginya tingkat pemanfaatan dan peluang pengelolaan, menuntut upaya pengelolaan yang baik, terutama dimasa mendatang. Pengelolaan yang baik adalah pengelolaan yang didasarkan pada indikator yang tepat seperti data biologi, ekologi dan sosial ekonomi masyarakat. Salah satu indikator biologi yang harus dijadikan pertimbangan adalah aspek biologi reproduksi. Informasi tentang aspek reproduksi ikan tembang yang berasal dari perairan Selat Sunda belum banyak dikaji. Padahal informasi ini sangat diperlukan dalam pengelolaan agar keberlanjutan ikan ini dimasa mendatang dapat terwujud.

Pertumbuhan populasi ikan di alam sangat tergantung pada strategi reproduksi dan respons dari perubahan lingkungan. Pemijahan adalah salah satu dari proses reproduksi ikan, dan proses lainnya seperti seksualitas, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG) dan fekunditas. Fekunditas merupakan salah satu fase yang memegang peranan penting untuk kelangsungan populasi dengan dinamikanya. Akibat penangkapan ikan tembang yang tidak terkendali tidak jarang ikan yang matang gonad dan siap memijah tertangkap oleh para nelayan.


(16)

2

Oleh karena itu, jenis ikan ini perlu dilestarikan melalui pengelolaan habitat dan populasi yang rasional, sehingga diperlukan informasi dan data tentang reproduksinya agar pengelolaannya dapat berkelanjutan.

1.2. Rumusan Masalah

Semakin tinggi permintaan pasar terhadap ikan tembang, akan menyebabkan intensitas penangkapan ikan tembang tidak terkendali. Upaya penangkapan ikan tembang yang terus meningkat juga akan menyebabkan ukuran ikan yang tertangkap makin kecil yang pada akhirnya akan menurunkan jumlah hasil tangkapan. Hal ini diduga karena ikan tembang telah mengalami eksploitasi berlebihan.

Keberadaan ikan tembang di alam harus tetap dijaga kelestariannya agar tidak tejadi kepunahan demi keberlanjutan dalam pemanfaatannya. Dengan demikian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kajian aspek reproduksi ikan tembang yang di daratkan di TPI Labuan Banten.

2. Biologi reproduksi ikan tembang yang meliputi rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, fekunditas dan musim pemijahan.

3. Waktu yang tepat untuk melakukan penangkapan ikan tembang terkait aspek reproduksi dan perkembangan gonad.

1.3. Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat produktifitas populasi ikan tembang (Sardinella fimbriata) melalui kajian parameter reproduksi baik ikan jantan maupun ikan betina.

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aspek reproduksi ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang didaratkan di PPP Labuan, Banten dan sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan ikan tembang di Labuan, Banten agar berkelanjutan serta dalam upaya mengurangi dampak


(17)

3

overfishing. Selain itu juga sebagai bahan masukan dalam penetapan kebijakan bagi dinas setempat dalam pengelolaan perikanan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(18)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata)

Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Cluipeidae Subfamili : Incertae sedis Genus : Sardinella

Spesies : Sardinella fimbriata (Cuvier and Valenciennes 1847) Nama umum : Fringescale sardinella (fishbase.org)

Nama lokal : Tembang (Jakarta), Mangida (Bali), Sintring (Madura), Jurung (Pekanbaru) Matasa (Seram), Masa-masa (Buton) (Syakila 2009)

Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

Ikan tembang memiliki bentuk badan memanjang dan pipih. Lengkung kepala bagian atas sampai di atas mata agak hampir lurus, dari sebelah mata sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Tinggi badan lebih besar daripada panjang kepala. Kepala dan badan bagian atas abu-abu kehijauan, sedangkan bagian bawah putih keperakan (Peristiwady 2006).


(19)

5

Ikan tembang (S. fimbriata) memiliki rangka terdiri atas tulang benar dan bertutup insang. Kepala simetris, sirip punggung terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku-buku atau berbelah, bersisik, tidak bersungut dan tidak berjari-jari keras pada punggung. Bertulang dahi belakang, sirip dada senantiasa sempurna. Perut sangat pipih. Perut bersisik tebal yang bersiku. Sirip perut sempurna, rahang sama panjang, daun insang satu sama lain tidak melekat, bentuk mulut terminal (posisi mulut terletak di bagian depan ujung hidung), tajam serta bergerigi. Gigi lengkap pada langit-langit, sambungan tulang rahang dan lidah (Saanin 1984).

Bentuk badan fusiform, pipih dengan sisik duri di bagian bawah badan, awal sirip punggung sebelum pertengahan badan dan berjari-jari lemah 17-20, dasar sirip dubur pendek dan jauh di belakang dasar sirip dorsal serta berjari-jari lemah 16-19, tapisan insang halus, berjumlah 60-80 pada busur insang pertama bagian bawah dan pemakan plankton. Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama lainnya, beberapa ada yang mempunyai perbedaan morfologis, yang menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo 1982). Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang terlihat pada Sardinella fimbriata (Valenciennes 1847) dengan warna hijau kebiruan pada bagian badan atas, sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama pada Sardinella lemuru Bleeker (Syakila 2009).

Ikan tembang adalah ikan permukaan dan hidup di perairan pantai serta suka bergerombol pada area yang luas sehingga sering tertangkap bersama ikan lemuru sampai pada kedalaman sekitar 200m. Telur dan larva ikan tembang ditemukan disekitar perairan mangrove/bakau. Saat juvenil ikan ini masih ada yang hidup di mangrove dan mulai memasuki daerah yang memiliki kadar garam sedang. Ketika dewasa spesies ini hidup bergerombol bersama ikan lemuru dan banyak ditemukan didekat pantai sampai ke arah laut (www.fishbase.org).

2.2. Reproduksi

Reproduksi ialah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya. Kegiatan reproduksi pada setiap jenis


(20)

6

hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi lingkungannya (Fujaya 2004). Sjafei et al. (2009) in Rizal (2009) menyatakan bahwa pada umumnya proses reproduksi pada ikan dibagi kedalam tiga periode yaitu periode pre-spawning, periode spawning dan periode post-spawning. Pada periode pre-spawning, berlangsung penyiapan gonad untuk menghasilkan telur dan sperma, peningkatan kematangan gonad dan penyiapan telur dan sperma yang akan dikeluarkan. Periode pre-spawning merupakan bagian dari proses reproduksi yang paling panjang dibandingkan dengan proses lainnya. Periode spawning pada ikan adalah proses pengeluaran telur dan spermatozoa dan pembuahan telur oleh sperma. Pada umumnya periode spawning berlangsung dalam waktu singkat, sedangkan pada periode post-spawning terjadi perkembangan telur yang telah dibuahi, penetasan telur dan perkembangan dari telur menjadi embrio, larva sampai menjadi anak. Dalam periode post-spawning diperlukan faktor-faktor yang mendukung keberlangsungan hidupnya antara lain, kondisi perairan yang baik dan makanan yang cukup. Dalam reproduksi, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan gonad ada 2 yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal antara lain suhu, makanan, periode cahaya dan musim sedangkan faktor internal antara lain kelainan bentuk anatomi, kelainan fungsi endokrin-hormon dan penyakit.

2.2.1. Faktor kondisi

Menurut Lagler (1961) in Effendie (1979) faktor kondisi merupakan suatu keadaan yang menyatakan kemontokan ikan atau disebut juga dengan ponderal indeks. Penentuan faktor kondisi memiliki berbagai tujuan, misalnya faktor kondisi atau yang dilambangkan dengan K(t), apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan yang mendadak dari kondisi ikan itu, sehingga situasi demikian dapat segera dideteksi dan memungkinkan untuk cepat diselidiki. Apabila kondisinya kurang baik dapat diindikasikan bahwa populasi terlalu padat, atau sebaliknya jika kondisi baik hal tersebut memungkinkan terjadi pengurangan populasi atau tersedia makanan yang mendadak (Effendie 1979).


(21)

7

Peningkatan faktor kondisi dapat berhubungan dengan perubahan makanan yang berasal dari ikan pemakan plankton berubah menjadi ikan karnivor. Selain itu nilai faktor kondisi yang tinggi juga dapat disebabkan oleh (Effendie 2002).

Menurut Couprof dan Benson in Adisti (2010) faktor kondisi dapat menggambarkan kecocokan terhadap lingkungan dan musim menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi faktor kondisi. Dari hasil penelitian didapat nilai K ikan tembang jantan berbeda dengan ikan tembang betina. Hal ini diduga faktor kondisi dipengaruhi oleh jenis kelamin dan musim. Dari hasil studi Baginda (2006) menyatakan bahwa ikan tembang (S. maderensis) diperairan Ujung Pangkah, Jawa Timur memiliki nilai K berisar antara 1-3 yang menunjukan kondisinya relatif kurus. Hal ini dikarenakan pertumbuhan panjang cenderung tidak diikuti pertumbuhan berat.

2.2.2. Rasio kelamin

Rasio kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi, kondisi rasio kelamin yang ideal yaitu rasio 1:1. Rasio kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan populasi ikan. Rasio kelamin dapat menduga keseimbangan populasi dengan asumsi bahwa perbandingan ikan jantan dan betina dalam suatu populasi yang seimbang adalah 1:1 (Purwanto et al. 1986 in Susilawati 2000). Perbandingan 1:1 ini sering menyimpang, antara lain disebabkan oleh perbedaan tingkah laku ikan jantan dan ikan betina, perbedaan laju mortalitas dan laju pertumbuhannya. Pada ikan yang melakukan ruaya untuk melakukan pemijahan, terjadi perubahan nisbah jantan dan betina secara teratur yaitu pada awal pemijahan didominasi oleh ikan jantan kemudian seimbang saat terjadi pemijahan dan didominasi ikan betina sampai pemijahan selesai (Nikolsky 1969 in Nasution 2003). Pada umumnya ikan tembang memiliki perbandingan 1:1, yaitu seimbang. Perbedaan jumlah ikan jantan dan ikan betina disebabkan oleh aktifitas ikan didalam perairan, kemampuan beradaptasi dan faktor genetiknya (Ismail 2006).


(22)

8

Perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama proses pemijahan apabila dilihat dari segi laju pemijahan (Nikolsky 1963 in Adisti 2010). Perbandingan jenis kelamin dapat digunakan untuk menduga keberhasilan pemijahan, yaitu dengam melihat imbangan jumlah ikan jantan dan ikan betina di suatu perairan, juga berpengaruh terhadap produksi, rekuitmen dan konservasi sumberdaya ikan tersebut.

Rasio jenis kelamin terlihat seimbang pada penelitian Sardinella aurita di Mediterania, begitu juga pada penelitian S. aurita di daerah Venezuela. Namun pada perairan Tunisia dan Senegal jumlah betina lebih mendominasi. Di daerah perairan Libia juga menunjukkan perbedaan rasio yang juga menunjukkan perbedaan secara seksual pada pertumbuhan, mortalitas dan reproduksi (Tsikliras dan Antonopoulou 2006).

2.2.3. Fekunditas

Fekunditas adalah jumlah telur yang sudah masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan memijah. Menurut Nikolsky (1963), jumlah telur dalam ovarium ikan didefinisikan sebagai fekunditas individu, mutlak dan fekunditas total. Fekunditas merupakan ukuran yang paling umum dipakai untuk mengukur potensi reproduksi ikan karena relatife lebih mudah dihitung, yaitu jumlah telur dalam ovary ikan betina. Dari fekunditas secara tidak langsung dapat menduga jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pola jumlah ikan dalam selang kelas umur yang bersangkutan. Selain itu, fekunditas merupakan suatu subjek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi terutama dengan respon terhadap makanan.

Hubungan antara fekunditas dan bobot ikan dapat lebih erat dibandingkan panjang tubuh ikan (Effendie 2005). Menurut Makmur (2006) bobot ikan itu lebih mendekati kondisi ikan tersebut dibndingkan dengan panjang tubuh. Sedangkan menurut Effendie (2002) in Rizal (2009) Fekunditas lebih sering dihubungkan dengan panjang daripada bobot, karena panjang penyusutannya relatif kecil, tidak seperti bobot yang dapat berkurang dengan mudah. Ikan yang


(23)

9

memiliki ukuran dan bobot tubuh lebih besar juga akan memiliki fekunditas yang lebih besar (Makmur 2006).

Fekunditas dibagi menjadi beberapa definisi antara lain fekunditas mutlak atau total dan fekunditas relatif. Fekunditas total adalah jumlah telur dari generasi tahun tersebut yang akan dikeluarkan tahun itu pula. Sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan bobot atau panjang (Effendie 2002). Menurut Effendie (1979) pada kenyataannya fekunditas dihitung terhadap ikan yang belum terlalu matang gonadnya tetapi sudah dapat dipisahkan, sehingga penentuan TKG harus dilakukan dengan tepat untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya. Menurut Brojo et al. (2001) in Mulyoko (2010) fekunditas ikan di alam akan bergantung pada kondisi lingkungannya, apabila ikan hidup pada kondisi yang banyak ancaman predator maka jumlah telur yang dikeluarkan akan semakin banyak atau fekunditas akan semakin tinggi sebagai bentuk upaya untuk mempertahankan regenerasi keturunannya, sedangkan ikan yang hidup di habitat yang sedikit predator maka telur yang dikeluarkan akan sedikit atau fekunditasnya rendah.

2.2.4. Diameter telur dan pola pemijahan

Diameter telur merupakan garis tengah dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran telur dipakai untuk menentukan kuantitas kandungan telur. Telur yang berukuran besar biasanya akan menghasilkan larva yang berukuran lebih besar daripada yang telurnya berukuran kecil (Effendie 2005). Tampubolon (2008) menyebutkan perkembangan diameter telur semakin meningkat dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad, karena semakin mendekati waktu pemijahan.

Menurut Prabhu (1956) dan Kagwade (1968) in Warjono (1990), tipe pemijahan ikan berhubungan dengan perkembangan diameter telur dalam ovarium. De Jong (1940) in Warjono (1990) menyatakan bahwa apabila telur yang berada dalam ovarium berukuran sama, maka sifat pemijahan spesies tersebut pendek (total). Sebaliknya apabila telur yang berada dalam ovarium tidak


(24)

10

berukuran sama, maka sifat pemijahan spesies tersebut panjang (partial). Pola pemijahan untuk setiap spesies ikan berbeda-beda, ada pemijahan yang berlangsung dalam waktu singkat atau disebut juga dengan total spawning (isochronal) dan ada pula dalam waktu yang panjang atau disebut dengan pemijahan sebagian (partial spawning heterochronal). Ikan betina biasanya tetap tinggal di daerah pemijahan selama proses pemijahan belum selesai dan jika pemijahan sudah selesai maka ikan jantan yang akan tinggal di daerah itu untuk waktu yang lebih lama dibandingkan ikan betina (Effendie 2002).

Sebaran diameter telur tiap TKG akan mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut. Spesies juga mempengaruhi ukuran diameter telur. Ovarium yang mengandung telur masak yang berukuran sama, menunjukan waktu pemijahan yang pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai dengan bervariasinya ukuran telur didalam ovarium.

Ikan tembang di perairan Ujung Pangkah memiliki pola pemijahan total (total spawner) yang berarti ikan tembang langsung mengeluarkan telur masak dalam ovariumnya yang telah siap dipijahkan pada satu musim pemijahan (Ismail 2006)

2.2.5. Ukuran pertama kali matang gonad

Ukuran pertama kali matang gonad menurut Effendi (2002) merupakan salah satu faktor penting dalam siklus reproduksi ikan. Ikan dengan spesies yang sama pada waktu pertama kali matang gonad memiliki ukuran yang berbeda-beda. Hal ini terlihat dari ikan yang spesiesnya sama jika tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari lima derajat maka akan terdapat perbedaan ukuran dan umur ketika mencapai tingkat kematangan gonad untuk pertama kalinya .

Faktor-faktor yang memengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad terdiri dari dua faktor yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar yang mempengaruhi adalah hubungan antara lamanya terang dan gelap (photoperiodicity), suhu, dan arus. Tingkat kematangan gonad pada tiap waktu akan bervariasi, yang tertinggi umumnya didapatkan pada saat pemijahan akan tiba yang biasanya pada saat musim penghujan (Effendie 2002).


(25)

11

Menurut Tsikliras dan Antonopoulou (2006) ikan jantan yang terdapat di daeran Aegean memiliki ukuran yang lebih kecil dan lebih muda pada saat matang gonad dibandingkan yang betina. Perairan Mediterania, ikan ini mencapai tingkat kematangan gonad pada ukuran yang lebih kecil. Umur dan ukuran pada saat matang gonad awal beragam antar spesies yang kerabatnya dekat, antar spesies dengan kerabat yang sama, antar individu dalam populasi dan antar populasi dalam spesies yang menunjukkan bahwa ada respon terhadap perubahan dan seleksi alami.

2.2.6. Tingkat kematangan gonad

Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah suatu tahapan perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah (Effendie 2005). Kematangan gonad ikan diperlukan antara lain untuk mengetahui perbandingan antara ikan yang sudah matang gonad dengan yang belum matang gonad dari suatu umur ikan (Effendie 2002). Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum melakukan pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolism tertuju kepada perkembangan gonad. Penentuan TKG dapat dilakukan berdasarkan struktur anatomis dan histologist. Untuk penentuan secara anatomis dapat dilihat dari bentuk, panjang, berat dan warna serta perkembangan isi gonad, sedangkan secara histologist dapat dilihat dari stuktur jaringan gonadnya.

Menurut Lagler in Effendie (2005) ada dua faktor yang mempengaruhi waktu ikan pertama kali matang gonad yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam seperti perbedaan spesies, umur, ukuran serta sifat fisiologis ikan tersebut seperti kemampuan beradaptasi dengan lingkungan. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi adalah makanan dan lingkungan. Pada ikan betina cenderung lebih cepat matang gonad daripda ikan jantan (Sulistiono 2006). Tahapan tingkat kematangan gonad disajikan pada Tabel 1 (Effendie 1997).


(26)

12

Tabel 1. Tahapan TKG berdasarkan hasil modifikasi Cassie (Effendie 1997)

No TKG Betina Jantan

1 I Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan tubuh, warna jernih, permukaan licin

Testes seperti benang, lebih pendek, ujungnya di rongga tubuh, warna jernih 2 II Ukuran lebih besar, pewarnaan gelap

kekuning-kuningan, telur belum terlihat jelas

Ukuran testes lebih besar, pewarnaan putih susu, bentuk lebih jelas dari TKG I 3 III Ovari berwarna kuning, secara

morfologi telur sudah kelihatan butirnya dengan mata

Permukaan testes nampak bergerigi, warna makin putih, dalam keadaan diawetkan mudah putus

4 IV Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan, butir minyak tak tampak, mengisi ½ - 2/3

rongga tubuh, usus terdesak

Seperti TKG III tampak lebih jelas, testes semakin pejal dan rongga tubuh mulai penuh, warna putih susu

5 V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di dekat pelepasan

Testes bagian belakang kempis dan bagian dekat pelepasan masih terisi

Adisti melakukan penelitian terhadap ikan tembang (S.Maderensis) di Teluk Jakarta. Penentuan TKG ikan tembang menurut Adisti tidak berbeda jauh dengan tabel penentuan modifikasi Cassie. Tahapan tingkat kematangan gonad disajikan pada Tabel 2 (Adisti 2010).

Tabel 2. Tahapan TKG ikan tembang (S.maderensis) diperairan Teluk Jakarta (Adisti 2010)

No TKG Betina Jantan

1 I Tidak ditemukan selama penelitian Testes sangat kecil, warna jernih keputihan. Pendek terlihat di ujung rongga tubuh

2 II Pewarnaan putih susu kemerahan. Butiran telur masih menyatu dan belum dapat dipisahkan. Panjang gonad antara 1/3-1/2 dari panjang rongga tubuh

Warna testes seperti putih susu, tampak lebih jelas dan licin

3 III Ukuran ovari lebih panjang dan besar. Butiran telur mulai terlihat, panjang gonad bervariasi antara ½-2/3 dari panjang rongga tubuh

Warna testes putih pekat, ukuran lebih jelas, ukuran lebih besar dari TKG II. Permukaan dan bagian pinggir gonad tidak rata dan bergerigi

4 IV Ovari makin besar, semua telur berwarna kuning. Mudah dipisahkan dan terlihat jelas dibawah mikroskop. Mengisi 2/3-3/4 rongga tubuh

Warna testes putih pekat, ukuran lebih besar, pejal dan lekukan (gerigi) semakin besar


(27)

13 2.2.7. Indeks kematangan gonad

Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan suatu nilai persentase dari perbandingan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan termasuk gonad dikalikan dengan 100% (Effendie 2005). Peningkatan IKG akan meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad. Perubahan nilai IKG juga berhubungan dengan tahap perkembangan telur. Pada saat ikan melakukan pemijahan nilai IKG akan meningkat, sebaliknya akan menurun setelah melakukan pemijahan (Sulistiono 2006). Dari awal perkembangan gonad sampai memijah, garis tengah telur yang dikandungnya semakin besar. Dengan demikian akan diperoleh hubungan antara IKG dan diameter telur. Berdasarkan Effendie 2002 penentuan Tingkat Kematangan Gonad dapat dihubungkan dengan IKG yang pengamatannya berdasarkan ciri-ciri morfologi.

2.2.8. Potensi reproduksi

Potensi reproduksi suatu ikan dapat terlihat dari nilai fekunditas. Fekunditas dan diameter telur yang diamati berasal dari ikan yang mencapai tahap perkembangan TKG III sampai IV dan sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme dimanfaatkan bagi keperluan perkembangan gonadnya dan gonad akan semakin besar baik ukuran maupun diameter telurnya (Effendie 2002). Menurut Nikolsky (1963) jumlah telur dalam ovarium ikan didefinisikan sebagai fekunditas individu, mutlak dan fekunditas total. Fekunditas merupakan ukuran yang paling umum dipakai untuk mengukur potensi reproduksi ikan karena relatife lebih mudah dihitung, yaitu jumlah telur dalam ovari ikan betina. Dari fekunditas secara tidak langsung dapat menduga jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pola jumlah ikan dalam selang kelas umur yang bersangkutan. Selain itu, fekunditas merupakan suatu subjek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi terutama dengan respon terhadap makanan.


(28)

14

3.

METODOLOGI

3.1. Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan selama bulan Maret sampai Oktober 2011. Analisis reproduksi dilakukan di Laboratoriun Biologi Perikanan bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Lokasi pengambilan contoh ikan tembang di TPI Labuan banten disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta daerah penelitian (DKP Labuan, Banten)

3.2. Informasi Alat Tangkap

Alat tangkap yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan tembang di perairan Selat Sunda adalah purse seine, pancing obor, dan gillnet. Ukuran mata jaring purse seine adalah 2 inch dan 1¾ inch. Dalam kegiatan penangkapan ikan tembang di Labuan, alat tangkap purse seine merupakan alat tangkap utama. Sedangkan alat tangkap pancing obor dan gillnet, bukan merupakan alat tangkap untuk tujuan pengangkapan ikan tembang.


(29)

15 3.3. Alat dan Bahan

Alat-alat yang diperlukan selama penelitian aspek biologi reproduksi ikan tembang adalah alat bedah, botol contoh, kaca preparat, cover glass, timbangan digital, kertas label, tissue, penggaris, jarum pentul, kantong plastik, cawan petri, gelas ukur, pipet tetes, mikroskop, kalkulator dan penggaris. Bahan yang digunakan selama penelitian adalah ikan tembang, formalin 4% dan aquades.

3.4. Prosedur Kerja

Ikan disiapkan, kemudian ditimbang bobotnya dan diukur panjang tubuhnya. Setelah itu ikan dibedah, kemudian gonad ikan dikeluarkan (diusahakan agar jangan sampai putus) dan TKG ditentukan dari gonad tersebut. Penentuan tingkat kematangan gonad ikan tembang ditentukan secara morfologi, menggunakan klasifikasi dari modifikasi Cassie (Tabel 1). Gonad betina dan jantan ditimbang dengan menggunakan timbangan digital, kemudian dipisahkan antara gonad jantan dengan gonad betina, karena hanya gonad betina TKG III dan TKG IV saja yang akan diamati. Selanjutnya hitung volume gonad, kemudian ambil contoh dari gonad ikan betina dari bagian anterior, tengah dan posterior, kemudian ditimbang kembali bobot dan volume gonad contoh tersebut. Campurkan gonad dengan air pada cawan petri dengan air sampai 10 ml, ambil gonad yang sudah diencerkan tersebut sebanyak 1cc (20 tetes) kemudian hitung jumlah telur pada masing-masing contoh. Lima puluh butir telur ikan di atas kaca preparat, kemudian diameter telur ikan diukur menggunakan mikroskop dengan mikrometer yang sudah ditera.

3.5. Pengumpulan Data 3.5.1. Pengumpulan ikan contoh

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer. Data primer diperoleh dari pengambilan contoh yang dilakukan secara acak terhadap ikan tembang yang hanya tertangkap di perairan Selat Sunda dan di daratkan di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pengambilan ikan contoh dilakukan


(30)

16

selama delapan bulan dengan interval waktu pengambilan satu bulan sekali. Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan metode Penarikan Contoh Acak Sederhana. Pada masing-masing gundukan ikan tembang, ikan contoh dipilih secara acak sebanyak lebih kurang 100 ekor.

3.5.2. Panjang dan bobot ikan contoh

Panjang ikan tembang yang diukur adalah panjang total. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekornya. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan penggaris panjang 30 cm dengan skala terkecil 1 mm. Sedangkan bobot ikan tembang yang ditimbang adalah bobot basah total. Bobot basah total adalah bobot total jaringan tubuh ikan dan air yang terdapat di dalamnya. Bobot basah total ikan tembang ditimbang menggunakan timbangan digital dengan skala terkecil 0,0001 gram.

3.5.3. Morfologi gonad

Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pembedahan ikan melalui pengamatan gonadnya. Ikan dibedah mulai dari bagian anus hingga kepala dengan tidak merusak organ pada ikan yang dianalisis. Selanjutnya dilakukan pemisahan organ reproduksi untuk diawetkan pada formalin 4% pada botol film. Penentuan tingkat kematangan gonad didasarkan pada ciri morfologis berdasarkan bentuk, ukuran, warna dan gonad. Gonad jantan dan ganad betina dipisahkan, setelah itu gonad diamati secara morfologis. Tahap Tingkat kematangan gonad mengacu pada tabel 1.

3.5.4. Fekunditas

Penentuan fekunditas dilakukan dengan menggnakan metode gabungan. Gonad ikan TKG III dan TKG IV yang sebelumnya telah diawetkan formalin 4%, dekeringkan lalu ditimbang bobot total gonadnya (G), kemudian ambil 3 bagian secara acak dari satu gonad yang akan diamati, lalu ditimbang bobotnya (Q).


(31)

17

Gonad contoh lalu diencerkan kedalam 10ml air (V). Sebanyak 1ml volume pengenceran diambil dengan menggunakan pipet tetes untuk dihitung jumlah telurnya (X).

3.5.5. Diameter telur

Pengukuran diameter dilakukan pada telur contoh yang sudah mencapai TKG III dan TKG IV. Kemudian telur contoh diambil dari 3 bagian (posterior, tengah dan anterior). Telur yang diambil disusun kedalam gelas objek. Selanjutnya telur diamati dibawah mikroskop yang telah dilengkapi mikrometer. Data diameter telur yang telah diukur kemudian dicatat kedalam form data sheet yang telah disiapkan.

3.6. Analisis Data

3.6.1. Rasio kelamin (Sex – rasio)

Rasio penting untuk melihat perbandingan (rasio) dari masing-masing jenis kelamin ikan yang ada di perairan. Pendugaan ratio ini kemudian dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan dalam produksi, rekruitmen dan konservasi sumberdaya ikan tersebut. Dalam statistika konsep rasio adalah rasio populasi tertentu terhadap total populasi yang dilihat dengan bilangan rasio (Walpole 1993). Sebagai berikut:

p =

100% N

n

Keterangan:

p = Rasio ikan (jantan atau betina) (%) n = Jumlah jantan atau betina (Ind)

N = Jumlah total ikan (jantan + betina) (Ind)

3.6.2. Tingkat kematangan gonad (TKG)

Tingkat kematangan gonad diamati secara morfologis dengan memperhatikan warna, bentuk, ukuran panjang dan bobot ikan contoh. Perkembangan isi gonad kemudian disajikan dalam bentuk diagram batang. Gonad dipisahkan antara gonad jantan dan gonad betina, setelah itu gonad diamati


(32)

18

secara morfologis. Adapun tahap Tingkat kematangan gonad mengacu pada tabel 1.

3.6.3. Indeks kematangan gonad (IKG)

Indeks kematangan gonad (IKG) atau Gonado Somatic Index (GSI) dihitung dengan menggunakan hasil pengukuran bobot gonad dan bobot tubuh termasuk gonad (bobot ikan total) melalui hubungan (Sulistiono et al. 2006) :

Keterangan :

IKG = Indeks kematangan gonad (%) BG = Bobot gonad (gram)

BT = Bobot tubuh (gram)

3.6.4. Fekunditas

Fekunditas mempunyai keterkaitan dengan umur, panjang atau bobot individu dan spesies ikan (Nasution 2003). Prosedur penentuan fekunditas dilakukan dengan metode gabungan antara gravimetri dan volometrik. Gonad ikan betina TKG III dan TKG IV yang sebelumnya diawetkan dengan formalin 4% dikeringkan kemudian ditimbang bobot total gonad (G). Kemudian ambil 3 bagian secara acak dari satu gonad yang akan diamati, lalu ditimbang bobotnya (Q). Gonad contoh lalu diencerkan kedalam 10ml air (V). Sebanyak 1ml volume pengenceran diambil dengan menggunakan pipet tetes untuk dihitung jumlah telurnya (X). Untuk mendapatkan nilai fekunditas dapat dihitung dengan menggunakan hubungan sebagai berikut (Effendie 2002):

F =

Keterangan :

F = fekunditas (butir) G = bobot gonad (gram) V = volume pengenceran (ml) X = jumlah telur tiap ml (butir) Q = bobot telur contoh (gram)


(33)

19

Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang tubuh daripada bobot karena penyusutan panjang relatif lebih kecil, tidak seperti bobot yang dapat berkurang dengan mudah (Effendie 2002). Hubungan seperti itu dapat dirumuskan sebagai berikut :

F = aL

b

Keterangan :

F = fekunditas total (butir) a = konstanta

b = konstanta

L = panjang total ikan (mm)

3.6.5. Diameter telur

Data diameter telur yang telah diperoleh dikonversi terlebih dahulu, dengan cara mengalikannya dengan nilai konversi 0,025. Selanjutnya data diameter telur dikelompokan kedalam selang kelas yang masing-masing memiliki frekuensi khususnya untuk ikan-ikan yang memiliki TKG III dan TKG IV. Informasi ini diperlukan untuk menentukan pola pemijahan ikan.

3.6.6. Penentuan Ukuran pertama kali matang gonad

Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan tembang yang pertama kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber (Udupa 1986 in Adisti 2010):

m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad


(34)

20

pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi. Sehingga kisaran ukuran pertama kali matang gonad diperoleh melalui perhitungan antilog dari m:

   


(35)

21

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Organ Reproduksi

Jenis kelamin ikan ditentukan setelah melakukan pembedahan terhadap ikan tembang. Tingkat kematangan gonad ditentukan dengan menggunakan klasifikasi tingkat kematangan gonad yang dimodifikasi Cassie (Effendie 1997) yang telah disajikan pada Tabel 1.

TKG II TKG III

A

TKG IV TKG V

B

Gambar 3. Morfologi gonad ikan tembang (S. Fimbriata) betina (A), jantan (B) (Dokumentasi pribadi)

Tahapan tingkat kematangan gonad merupakan proses yang penting dalam reproduksi. Dari gambar dapat dilihat bahwa ikan tembang betina dengan TKG II


(36)

22

pewarnaan putih susu kemerahan, butiran telur masih menyatu dan belum dapat dipisahkan. Panjang gonad antara 1/3-1/2 dari panjang rongga tubuh. Ikan betina dengan TKG III ukuran ovari lebih besar dan butiran telur mulai terlihat. Sedangkan untuk ikan tembang jantan dengan TKG IV warna testis putih pekat, ukurannya semakin besar, pejal dan lekukan (gerigi) semakin besar sedangkan ikan dengan TKG V testis bagian anterior kempis.

4.2. Rasio Kelamin

Rasio kelamin merupakan perbandingan ikan jantan dan betina yang didaratkan di PPP Labuan Banten. Penentuan jenis kelamin jantan dan betina ikan tembang dilakukan dengan mengamati bentuk dan warna gonad. Hasil pengamatan rasio kelamin ikan tembang disajikan pada gambar berikut.

A B C

D E F

Gambar 3. Rasio kelamin ikan tembang (A) bulan April. (B) bulan Juni, (C) bulan Juli, (D) bulan Agustus, (E) bulan september, (F) bulan Oktober

Dari gambar dapat diketahui rasio ikan tembang jantan dan betina setiap bulannya berbeda-beda. Pada bulan April rasio ikan tembang betina sebesar


(37)

23

55,56%, sedangkan ikan tembang jantan sebesar 44,44%. Pada bulan Juni rasio ikan tembang betina sebesar 51%, sedangkan ikan tembang jantan sebesar 49%. Pada bulan Juli rasio ikan tembang betina sebesar 62%, sedangkan ikan tembang jantan sebesar 38%. Pada bulan Agustus rasio ikan tembang betina sebesar 56,8%, sedangkan ikan tembang jantan sebesar 43.2%. Pada bulan September rasio ikan tembang betina sebesar 35%, sedangkan ikan tembang jantan sebesar 65%. Pada bulan Oktober rasio ikan tembang betina sebesar 37%, sedangkan ikan tembang jantan sebesar 63%.

Gambar 4. Rasio total selama penelitian

Gambar 4 menyajikan rasio ikan contoh yang diambil untuk dijadikan contoh di PPP Labuan Banten selama bulan April 2011 sampai Oktober 2011 (612 ekor), yang terdiri atas 229 ekor ikan betina (37%) dan 383 ekor ikan jantan (63%). Pada umumnya ikan jantan lebih dominan dibandingkan dengan ikan betina, perbedaan ukuran dan jumlah salah satu jenis kelamin dalam populasi disebabkan adanya perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan umur pertama kali matang gonad dan bertambahnya jenis ikan baru pada suatu populasi ikan yang sudah ada (Nikolsky 1963). Menurut Febianto (2007) umumnya perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap oleh nelayan berkaitan dengan pola tingkah laku ruaya ikan, baik untuk memijah ataupun mencari makan. Hasil uji Chi-square ikan tembang (S.fimbriata) betina dan jantan tiap bulan pengamatan disajikan pada Tabel 3.


(38)

24

Tabel 3. Rasio kelamin ikan tembang menggunakan uji Chi-square Bulan

Pengamatan

Rasio

Uji Chi-square Jantan (n) Betina (n)

April 0.78 (44) 1 (55) Tidak seimbang Juni 0.96 (49) 1 (51) Tidak seimbang

Juli 0.61 (38) 1 (62) Seimbang Agustus 1.33 (54) 1 (41) Tidak seimbang September 1.86 (65) 1 (35) Tidak seimbang Oktober 1.7 (63) 1 (37) Tidak seimbang Total 1.7 (383) 1 (229) Tidak seimbang

Tabel 3 menunjukan bahwa pada bulan pengamatan April-Juli ikan tembang betina lebih banyak tertangkap daripada ikan tembang jantan. Sedangkan pada bulan Agustus-Oktober ikan jantan lebih banyak tertangkap dibandingkan dengan ikan betina. Namun rasio total menujukan bahwa ikan tembang jantan lebih dominan ditangkap dibandingkan dengan ikan betina. Setelah uji Chi-square diperoleh hasil bahwa rasio ikan tembang betina dan jantan dalam populasi tersebut dalam keadaan tidak seimbang (Lampiran 5). Hal ini juga dihasilkan pada penelitian Adisti (2010) pada ikan tembang (S. maderensis) di perairan Teluk Jakarta, rasio ikan tembang jantan dan betina dalam keadaan tidak seimbang. Rasio jenis kelamin terlihat seimbang pada penelitian Sardinella aurita di Mediterania, begitu juga pada penelitian S. aurita di daerah Venezuela. Namun pada perairan Tunisia dan Senegal jumlah betina lebih mendominasi. Di daerah perairan Libia perbedaan rasio juga menunjukkan perbedaan secara seksual pada pertumbuhan, mortalitas dan reproduksi (Tsikliras dan Antonopoulou 2006).

4.3. Faktor kondisi

Faktor kondisi merupakan keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan data panjang dan bobot (Effendie 1997). Kondisi ikan dikatakan baik apabila ikan mampu bertahan hidup dan melakukan proses reproduksi dengan baik dan akan dikatakan kurang baik apabila tidak mampu bertahan hidup dan melakukan proses reproduksinya dengan baik. Gambar 5 merupakan grafik FK (faktor kondisi) ikan tembang betina dan jantan yang diamati selama enam bulan pengamatan .


(39)

25

A B

Gambar 5. Faktor kondisi rata-rata ikan tembang (S. fimbriata) betina (A) dan jantan (B) berdasarkan bulan pengamatan

Nilai Faktor kondisi ikan betina pada bulan Juni cenderung meningkat, diduga karena ikan tembang mengalami kematangan gonad yang tinggi dan sedang mengalami musim pemijahan. Pada bulan Juli nilai faktor kondisi kembali menurun diduga karena ikan tembang cenderung beradaptasi dengan lingkungan, mengakibatkan kondisi tubuh ikan yang semakin menurun karena pemanfaatan energi untuk pertumbuhan cenderung digunakan untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

Secara keseluruhan nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dari ikan jantan, namun perbedaanya tidak terlalu nyata. Hal ini diduga karena pada ikan betina memiliki kondisi lebih baik dengan mengisi gonadnya dengan cell sex untuk proses reproduksi dibandingkan dengan ikan jantan (Effendie 1997). Nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan menunjukan bahwa ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik untuk bertahan hidup dan melakukan proses reproduksi lebih baik dibandingkan ikan jantan.

4.4. Tingkat kematangan gonad (TKG)

Tingkat kematangan gonad ikan menunjukan tingkat perkembangan gonad ikan. Jenis kelamin ditentukan setelah melakukan pembedahan dengan menggunakan klasifikasi tingkat kematangan gonad yang dimodifikasi Cassie (Effendie 1997) yang telah disajikan pada Tabel 1. Analisis tingkat kematangan gonad ditampilkan pada Gambar 6 sampai Gambar 12.


(40)

26

Gambar 6. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada bulan April

Gambar 6 menunjukan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan betina dan jantan pada selang kelas panjang total ikan yang diperoleh pada bulan April 2011. Ikan betina TKG II (38%) mendominasi selang kelas 148-155 mm, TKG III (53%) mendominasi selang kelas 172-179 mm dan TKG IV (44%) mendominasi selang kelas 164-171 mm. Pada ikan jantan TKG I (100%) mendominasi selang kelas 132-139, TKG II (26%) mendominasi selang kelas 148-155 mm, TKG III (30%) mendominasi selang kelas 148-155 mm dan TKG IV mendominasi selang kelas 164-171 mm.

Gambar 7. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada bulan Juni

Gambar 7 menyajikan bahwa Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan betina dan jantan pada selang kelas panjang total ikan yang diperoleh pada bulan

a b


(41)

27

Juni 2011. Ikan betina TKG I (50%) mendominasi selang kelas 124-131, TKG II (50%) mendominasi selang kelas 124-131 mm, TKG III (50%) mendominasi selang kelas 116-123 mm dan TKG IV (100%) mendominasi selang kelas 156-179 mm. Ikan jantan TKG I (67%) mendominasi selang kelas 116-123 mm, TKG II (39%) mendominasi selang kelas 132-139 mm, TKG III (70%) mendominasi selang kelas 140-147 mm dan TKG IV (100%) mendominasi selang kelas 156-163 mm .

Gambar 8. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada bulan Juli

Gambar 8 menjelaskan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan betina dan jantan pada selang kelas panjang total ikan yang diperoleh pada bulan Juli 2011. Ikan betina TKG 1 (77%) mendominasi pada bulan ini dan ikan betina TKG 2 (23%) . Begitu pula pada ikan jantan didominasi oleh TKG 1 (93%) dan TKG 2 (7%).


(42)

28

Gambar 9. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada bulan Agustus

Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan betina dan jantan pada selang kelas panjang total ikan yang diperoleh pada bulan Agustus disajikan pada Gambar 9. Ikan betina TKG 1 (68%) mendominasi selang kelas 132-139 mm, TKG II (68%) mendominasi selang kelas 140-147 dan 156-163 mm, TKG III (100%) mendominasi selang kelas 116-123 mm. Ikan jantan TKG I (29%) mendominasi selang kelas 132-139 mm, TKG II (100%) mendominasi selang kelas 164-171 mm, TKG III (100%) mendominasi selang kelas 108-115 mm dan TKG IV (100%) mendominasi selang kelas 124-131 mm .

Gambar 10. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada bulan September

Berdasarkan Gambar 10 dapat terlihat bahwa Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan betina dan jantan pada selang kelas panjang total ikan yang diperoleh pada bulan September 2011. Ikan betina TKG I (30%) mendominasi selang kelas

a b


(43)

29

132-139 mm, TKG II (100%) mendominasi selang kelas 156-163 mm dan TKG III (45%) mendominasi selang kelas 164-171 mm. Ikan jantan TKG I (30%) mendominasi selang kelas 156-163 mm, TKG II (65%) mendominasi selang kelas 132-139 mm, TKG III (100%) mendominasi selang kelas 164-171 mm dan TKG IV (8%) mendominasi selang kelas 140-147 mm .

A B

Gambar 11. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada bulan Oktober

Gambar 11 menunjukan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan betina dan jantan pada selang kelas panjang total ikan yang diperoleh pada bulan Oktober 2011. Ikan tembang betina didominasi oleh TKG II (35%) dan TKG III (65%). Pada ikan jantan TKG II (10%) hanya sedikit selang kelas 140-147 mm, TKG III (85%) mendominasi selang kelas 148-155 mm, TKG IV (48%) mendominasi selang kelas 172-179 mm dan TKG V (50%) mendominasi selang kelas 172-179 mm.


(44)

30

Gambar 12. Tingkat kematangan gonad ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada setiap selang kelas

Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa Tingkat Kematangan Gonad pada selang kelas panjang total ikan selama penelitian. Pada ikan betina TKG I (100%) mendominasi selang kelas 108-115 mm, TKG II (40%) mendominasi selang kelas 140-147 mm, TKG III (62%) mendominasi selang kelas 180-187 mm dan TKG IV (50%) mendominasi selang kelas 145-155 mm. Ikan jantan TKG I (100%) mendominasi selang kelas 100-107 mm, TKG II (29%) mendominasi selang kelas 132-139 mm, TKG III (62%) mendominasi selang kelas 140-147 mm , TKG IV (48%) mendominas selang kelas 172-179 mm dan TKG V didominasi selang kelas 172-179 mm.

4.5. Ukuran pertama kali matang gonad

Berdasarkan perhitungan ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan metode Sperman-Karber, ikan tembang (S. fimbriata) pertama kali matang gonad terdapat pada selang ukuran panjang 143-154 mm (ikan betina) dan 132-155 mm (ikan jantan). Hal ini menunjukan bahwa ikan jantan lebih cepat matang gonad dibandingkan ikan betina. Panjang pada saat pertama kali matang gonad bergantung pada faktor genetik dan lingkungan, serta tekanan akibat penangkapan yang berlangsung lama (Mustac dan Sinovcic 2011). Ikan jantan akan cenderung lebih awal matang secara seksual, seperti yang terdapat pada perairan mediterania (TL50=15.50 cm pada jantan dan TL50=16.83 cm pada betina). Ukuran pertama kali matang gonad pada penelitian Tsikliras dan


(45)

31

Antonopoulou (2006) di Perairan Mediterania terjadi pada selang 135-205 mm (ikan jantan) dan pada selang 136-215 mm (ikan betina). Mustac dan Sinovcic (2011) di Adriatik Timur Tengah pada penelitian ikan tembang (S. aurita) , ukuran pertama kali matang gonad terdapat pada selang kelas 150 mm (ikan jantan) dan 155 mm (ikan betina). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Adisti (2010) terhadap ikan tembang (S. madarensis) di Perairan Teluk Jakarta, ukuran pertama kali matang gonad terdapat pada ukuran panjang 153-170 mm (ikan betina dan 192-208 (ikan jantan).

Adanya perbedaan ukuran pertama kali matang gonad pada ikan tembang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Ukuran ikan pertaama kali matang gonad mungkin dipengaruhi oleh kelimpahan dan ketersediaan makanan, suhu, periode, cahaya dan faktor lingkungan pada suatu habitat atau perairan yang berbeda-beda (Nikolsky 1963).

4.6. Indeks kematangan gonad (IKG)

Tahapan perkembangan tingkat kematangan gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan indeks kematangan gonad (IKG) yaitu sebagai hasil perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh dikalikan 100.

A B

Gambar 13. Indeks kematangan gonad ikan tembang ikan tembang betina (A) dan jantan (B) pada setiap bulan pengamatan

Indeks kematangan gonad ikan tembang berfluktuasi tiap bulannya, nilai IKG tergantung dari tingkat kematangan gonad sehingga nilai IKG betina lebih


(46)

32

besar dibandingkan ikan jantan. Hal ini disebabkan bobot gonad ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan.

Dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad (pertumbuhan gonad). Pada saat ikan melakukan pemijahan, nilai IKG akan meningkat, sebaliknya akan menurun setelah melakukan pemijahan (Sulistiono 2006). Secara umum IKG meningkat sejalan dengan perkembangan gonad ikan, nilai tertinggi terdapat pada TKG IV (Gambar 14). Kemudian menurun setelah melakukan pemijahan (TKG V). Terjadinya penurunan nilai IKG pada TKG V disebabkan karena pada tahap tersebut isi gonad sebagian besar telah dikeluarkan sewaktu terjadinya pemijahan dan pada saat itu IKG ikan hampir sama dengan TKG I dan TKG II. Hal ini menunjukan bahwa bobot gonad akan mencapai maksimal saat ikan memijah, kemudian menurun secara cepat selama berlangsung pemijahan sampai pemijahan selesai (Effendie 1997).

Gambar 14. Indeks kematangan gonad ikan tembang ikan tembang betina (a) dan jantan (b) pada setiap TKG

4.7. Fekunditas

Fekunditas adalah jumlah telur yang sudah masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan memijah (fekunditas mutlak). Fekunditas ikan berhubungan erat dengan lingkungan, karena lingkungan mempengaruhi panjang dan bobot ikan. Fekunditas mutlak sering dihubungkan dengan bobot, karena bobot lebih mendekati kondisi ikan daripada panjang, walaupun bobot dapat berubah setiap


(47)

33

saat, apabila terjadi perubahan lingkungan dan kondisi fisiologis pada ikan. Fekunditas dihitung pada ikan-ikan dengan TKG III dan TKG IV (65 gonad). Fekunditas pada ikan tembang betina dengan TKG III dan IV berada pada kisaran 8251-294500 butir. Potensi reproduksi yang didapatkan selama penelitian cukup tinggi. Pada umumnya individu yang mengalami pertumbuhan yang cepat akan menghasilkan nilai fekunditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang pertumbuhannya lambat pada ukuran yang sama.

Hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan TKG III dan TKG IV ditunjukan melalui persamaan y = 72698-4180x (R2 = 0.28) Nilai ini menunjukan bahwa 28% dari keragaman nilai fekunditas ikan tembang dapat dijelaskan oleh panjang tubuh total (Gambar 15). Didapat nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.53, yang menunjukan bahwa hubungan fekunditas dengan panjang kurang erat. Menurut Ismail (2006) tidak adanya hubungan yang erat antara panjang total dengan fekunditas terhadap ikan tembang di perairan Ujung Pangkah disebabkan karena adanya variasi fekunditas pada ukuran panjang total yang sama.

Gambar 15. Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan tembang (S.fimbriata)

Hubungan fekunditas dengan bobot total ikan tembang ditunjukan melalui persamaan y = -35860+52049x (R2 = 0.75). Nilai ini menunjukan 75% dari keragaman nilai fekunditas ikan tembang dapat dijelaskan oleh bobot total ikan.


(48)

34

Koefisien korelasi (r) sebesar 0.86, menunjukan hubungan fekunditas dengan bobot total ikan sangat erat. Semakin besar bobot gonad maka fekunditasnya semakin besar, hal ini sesuai dengan pernyataan Makmur (2006) yang menyatakan bahwa ikan yang memiliki ukuran dan bobot tubuh lebih besar juga akan memiliki fekunditas yang lebih besar (Gambar 16).

Gambar 16. Hubungan fekunditas dengan bobot total ikan tembang (S.fimbriata)

4.8. Diameter telur

Diameter telur merupakan garis tengah dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Ukuran telur dipakai untuk menentukan kuantitas kandungan telur. Diameter telur ikan dapat mengindikasikan pola pemijahan ikan termasuk ke dalam pemijahan total atau bertahap. Sebaran frekuensi diameter telur diamati untuk menduga sebaran pemijahan yaitu pada TKG III dan TKG IV (Gambar 17).


(49)

35

Gambar 17. Sebaran diameter telur TKG III (a) dan TKG IV (b) ikan tembang (S. Fimbriata) betina

Gambar 17 menyajikan jumlah telur terbanyak berada pada selang ukuran diameter telur 0,24 – 0,3 mm (TKG III) sebanyak 660 butir telur dan 0,265-0,325 mm (TKG IV) sebanyak 901 butir. Dari gambar 16 dan Gambar 17 juga menunjukkan bahwa terdapat lebih dari satu modus. Morfologi ikan tembang berbentuk bulat (Ismail 2006). Pola pemijahan dari ikan tembang adalah partial spawner. Partial spawner adalah tipe pemijahan yang bertahap dimana ikan melepaskan telurnya sedikit demi sedikit sebanyak dua kali musim pemijahan. Puncak yang pertama pada sebaran diameter adalah yang pertama kali dikeluarkan saat memijah dan kemudian disusul dengan pemijahan kedua pada telur yang berada pada puncak kedua.

4.9. Pendugaan musim pemijahan

Musim pemijahan berkaitan dngan waktu ikan akan memijah. Hal ini dapat dilihat dengan adanya hubungan antara TKG, IKG dan Faktor kondisi rata-rata menurut waktu penelitian. Dari hasil hubungan TKG, IKG dan faktor kondisi rata-rata ikan tembang (S. fimbriata) berdasarkan waktu pengamatan maka diduga musim pemijahan berlangsung sekitar bulan Juni (Gambar 18). Ikan jantan dan betina yang memiliki TKG III dan IV hampir ditemukan ditiap bulan pengamatan. Pada ikan betina dan jantan, persentasi tertinggi tingkat kematangan gonad ditemukan pada bulan Juni (70% dan 74%). Adanya ikan yang memiliki TKG III dan TKG IV mengindikasikan adanya ikan yang memijah diperairan tersebut. Sehingga dapat diduga musim pemijahan ikan ini berlangsung sekitar bulan Juni.


(50)

36

Ikan tembang yang tertangkap diperairan Teluk Jakarta berdasarkan nilai TKG berkisar antara januari sampai maret dan puncak pemijahannya terjadi pada bulan februari (Adisti 2010). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa musim pemijahan ikan tembang berlangsung sepanjang tahun.

Gambar 18.Tingkat kematangan gonad ikan betina (a) jantan (b) , Indeks kematangan gonad ikan betina (c) jantan (d) bulan Agustus, Faktor

kondisi ikan betina (e) jantan (f) setiap bulan pengamatan

a b

c d


(51)

37 4.10. Pengelolaan

Ikan tembang merupakan ikan pelagis kecil yang berada di perairan Indonesia, memiliki potensi yang sangat besar dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Semakin tinggi permintaan pasar terhadap ikan tembang, maka akan menyebabkan intensitas penangkapan ikan tembang cenderung tidak terkendali. Upaya penangkapan ikan tembang yang terus meningkat juga akan menyebabkan ukuran ikan yang tertangkap masih kecil yang pada akhirnya akan menurunkan jumlah hasil tangkapan. Keberadaan ikan tembang di alam harus tetap dijaga kelestariannya agar tidak tejadi kepunahan demi keberlanjutan dalam pemanfaatannya. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang tepat untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya ikan di alam, yaitu melakukan pengaturan waktu penangkapan, jenis dan ukuran ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap.

Dalam penelitian diperoleh ikan tembang betina banyak ditemukan pada selang kelas ukuran 148-155 mm dan ikan tembang jantan pada selang kelas ukuran 140-147 mm. Pada selang kelas tersebut banyak ditemukan ikan tembang telah matang gonad. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan yang boleh ditangkap adalah ikan-ikan yang ukuran panjangnya diatas 148-155 mm (ikan betina) dan 140-147 (ikan jantan). Hal ini menunjukan agar ikan-ikan yang telah matang gonad diberi kesempatan untuk memijah terlebih dahulu sehingga keberadaan ikan tembang di alam tetap stabil. Untuk menghindari tertangkapnya ikan-ikan yang berukuran dibawah 140 mm perlu dilakukan selektifitas alat tangkap dengan memperbesar ukuran mata jaring.

Berdasarkan penelitian, bulan Juni merupakan musim pemijahan bagi ikan-ikan tembang sehingga sebaiknya penangkapan ikan-ikan-ikan-ikan tembang dilakukan sebelum atau sesudah bulan Juni.


(52)

38

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Ikan tembang (Sardinella fimbriata) yang didaratkan di PPP Labuan, Banten pada bulan Maret hingga Oktober 2011 memiliki rasio kelamin yang tidak seimbang (1:1.7), sehingga ikan jantan lebih banyak tertangkap dibandingkan ikan betina. Hal ini diduga rekuitmen ikan tembang di alam rendah, sehingga keberlanjutan populasi ikan tembang menurun. Ikan tembang jantan cenderung lebih cepat matang gonad pada selang ukuran 132-155 mm, sedangkan ikan betina pada selang ukuran 143-154 mm. Ikan tembang (S. fimbriata) termasuk ikan yang memijah secara bertahap (partial spawner). Potensi reproduksi yang didapatkan selama penelitian cukup tinggi dengan kisaran fekunditas 8251-294500 butir. Bulan Juni merupakan musim pemijahan bagi ikan-ikan tembang sehingga sebaiknya penangkapan dilakukan sebelum atau sesudah bulan Juni.

5.2. Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan ikan tembang di Labuan yang dilakukan selama satu tahun beserta kondisi lingkungannya. Diharapkan dari penelitian lanjutan dapat diketahui lebih jelas biologi reproduksi ikan tembang di Labuan Banten, yang dapat digunakan dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan di Labuan Banten yang berkelanjutan (sustainable).


(53)

39

DAFTAR PUSTAKA

Adisti. 2010. Kajian biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838) di perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di PPP Muara Angke, Jakarta Utara [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Baginda, H. 2006. Biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella fimbriata) pada bulan Januari-Juni Di Perairan Ujung pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Dwiponggo A. 1982. Beberapa aspek biologi ikan lemuru,Sardinella spp.P.75-89. In : Prosiding : Seminar perikanan lemuru Banyuwangi 18-21 Januari 1982. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.

Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Sri. Bogor. 112 Halaman

Effendi MI. 2005. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Febianto S. 27. Aspek biologi reproduksi ikan lidah pasir (Cynoglossus idalamgua HamiltonBuchanan, 1822) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Fujaya Y. 2004. Fisiologi Hewan Air Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta: Rineka Cipta.

Ismail MI. 2006. Beberapa aspek biologi reproduksi ikan tembang (Clupea platygaster) di perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur [skripsi]

King M. Fisheries Biology : assessment and management. Oxford : Marston Book Services

Makmur S dan Prasetyo D. 2006. Kebiasaan Makan, Tingkat Kematangan Gonad dan Fekunditas Ikan Haruan Channa striata Bloch. di Suaka Perikanan Sungai Sambujur DAS Barito Kalimantan Selatan. 13 (1): 1-82


(54)

40

Monintja D, Zulkarnaen R dan Mawardi W. 1994. Studi tentang kelimpahan ikan tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Pelabuhan Ratu (tahap I: recruitment dan fishing mortality) [Laporan Penelitian]. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 104 hlm.

Mulyoko. 2010. Kajian aspek reproduksi sebagai upaya menekan penurunan populasi ikan tilan (Mustacembelus erythrotaenia, Bleeker 1850) di Sungai Musi [skripsi]. Departemen Manajamen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 3-4.

Mustac B dan Sinovcic G. 2010. Differences in reproduction cycle between sarnine (Sardine pilchardus Walb 1792) and gilt sardine (Sardine aurita Val 1847) in the Middle Wastren Adriatic. 39: 600.

Mustac B dan Sinovcic G. 2012. Reproductive cycle of gilt sardine (Sardinella aurita Valenciennes 1847) in the Eastern Middle Adriatic Sea. 28: 46-50

Nasution SH. dan Sulistiono. 2003. Kematangan Gonad Ikan Endemik Rainbow Selebensis Telmatherina celebensis Boulenger Di Danau Towuti Sulawesi Selatan. 10 (2): 65-128.

Nikolsky GV. 1963. The Ecology of fishes. Academic Press; London and New York

Peristiwady T.2006. Ikan-ikan laut ekonomis penting di Indonesia. LIPI Press. Jakarta. Xiv + 270 hlm.

Rahardjo MF, M Imron, G Yulianto dan A Arifin. 1999. Studi Komoditas Unggulan Perikanan Laut di Provinsi Jawa Barat. Kerjasama Dinas Perikanan Laut di Provinsi Jawa Barat dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rizal DA. 2009. Studi biologi reproduksi ikan senngirangan (Puntius johorensis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi, Sumatera Selatan. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. 50 hlm

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bina Cipta. Bandung. 508 hlm.

Syakila S. 2009. Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(55)

41

Sulistiono dan Arwani M. 2006. Kematangan Gonad dan Kebiasaan Makanan Ikan Janjan Bersisik Parapocryptes sp. di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. 13 (2): 83-175.

Susilawati R. 2000. Aspek Reproduksi, Makanan dan Pola Pertumbuhan Ikan Biji Nangka ( Upeneus moluccensis Blkr. ) di Perairan Teluk Banten, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tampubolon PA. 2008. Biologi reproduksi ikan motan (Thynchthys thynnoides Bleeeker, 1852) di perairan Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri Riau [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor: Bogor. 62 hlm

Tsikliras AC dan Antonopoulou. 2006. Reproductive biology of round sardinella (Sardinella aurita) in the north-eastern Mediterranean. 70(2) : 281-290

Walpole RE.1993. Pengantar statistic. Edisi 3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Warjono J. 1990. Studi beberapa aspek biologi reproduksi ikan betutu (Oxyeleotris marmorata Bleeker) di Sungai Cisadane Kabupaten Tangerang dan di Waduk Saguling Kabupaten Bandung, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemem Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Yustina dan Arnentis. 2002. Aspek Reproduksi Ikan Kapiek (Puntius schwanefeldi Bleeker) di Sungai Rangau – Riau, Sumatra .7(1) . 5-13

www.fishbase.org. Sardinella fimbriata. [terhubung berkala]. http://www.fishbase.org/. [April 2011].


(56)

42


(57)

43

Lampiran 1. Alat- alat yang digunakan selama melakukan penelitian

Timbangan digital Mikroskop

Botol sampel Cawan petri


(58)

44 Lampiran 1. (Lanjutan)

Gelas ukur Mikrometer

Kaca preparat Alat bedah


(59)

45

Lampiran 2. Bahan-bahan yang digunakan selama melakukan penelitian

Formalin Akuades


(60)

46

Lampiran 3. Rasio kelamin ikan tembang (Sardinella fimbriata)

Bulan Pengamatan

Jumlah Rasio (%)

Jantan Betina Jantan Betina

April 44 55 44.44 55.56

Juni 49 51 49,00 51,00

Juli 38 62 38,00 62,00

Agustus 54 41 56.80 43.20

September 65 35 65,00 35,00

Oktober 63 37 63,00 37,00


(61)

47

Lampiran 4. Faktor kondisi ikan tembang (Sardinella fimbriata) selama tujuh bulan pengamatan

Bulan Betina Jantan

FK STDEV FK STDEV

April 0.407373 0.016324 0.404022 0.020336

Juni 0.845878 0.107287 0.629486 0.081468

Juli 0.459842 0.078996 0.539359 0.020034

Agustus 0.592902 0.076790 0.728136 0.038259

September 0.588994 0.064047 0.449781 0.025971


(62)

48 Lampiran 4. (Lanjutan)


(63)

49

Lampiran 5. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan tembang (S. fimbriata) dengan metode Sperman-Karber

 Betina

sk  Nt  xi  Ni  Nb  Pi  1‐Pi (Qi)  x(i+1)‐xi  Pi*Qi  Ni‐1  Pi*Qi/Ni‐1 

110  118  114  2.0569  5  0  0.0000  1.0000  0.0000  4  0.0000 

119  127  123  2.0899  21  3  0.1429  0.8571  0.0330  0.1224  20  0.0061 

128  136  132  2.1206  47  4  0.0851  0.9149  0.0307  0.0779  46  0.0017 

137  145  141  2.1492  48  18  0.3750  0.6250  0.0286  0.2344  47  0.0050 

146  154  150  2.1761  73  34  0.4658  0.5342  0.0269  0.2488  72  0.0035 

155  163  159  2.2014  62  41  0.6613  0.3387  0.0253  0.2240  61  0.0037 

164  172  168  2.2253  20  14  0.7000  0.3000  0.0239  0.2100  19  0.0111 

173  181  177  2.2480  4  3  0.7500  0.2500  0.0227  0.1875  3  0.0625 

182  190  186  2.2695  1  1  1.0000  0.0000  0.0215  0.0000  0  0.0000 

total                 4.1800  4.8200  0.2126        0.0935 

rata2                       0.0266        0.0104 

sm =


(64)

50 Lampiran 5. (Lanjutan)

 Jantan

Sk Nt xi Ni Nb Pi 1-Pi (Qi) x(i+1)-xi Pi*Qi Ni-1 Pi*Qi/Ni-1 100 108 104 2,0170 1 0 0,0000 1,0000 0,0360 0,0000 0 0,0000 109 117 113 2,0531 3 1 0,3333 0,6667 0,0333 0,2222 2 0,1111 118 126 122 2,0864 17 3 0,1765 0,8235 0,0309 0,1453 16 0,0091 127 135 131 2,1173 31 7 0,2258 0,7742 0,0289 0,1748 30 0,0058 136 144 140 2,1461 75 42 0,5600 0,4400 0,0271 0,2464 74 0,0033 145 153 149 2,1732 102 80 0,7843 0,2157 0,0255 0,1692 101 0,0017 154 162 158 2,1987 60 42 0,7000 0,3000 0,0241 0,2100 59 0,0036 163 171 167 2,2227 42 16 0,3810 0,6190 0,0228 0,2358 41 0,0058 172 180 176 2,2455 2 1 0,5000 0,5000 0,2500 1 0,2500 total 3,6609 5,3391 0,2285 0,3903 rata2 0,0286 0,0434

sm =


(65)

51

Lampiran 6. Indeks kematangan ikan tembang (Sardinella fimbriata)

 Jantan

IKG STDEV

TKG I 0.007574 0.009169 TKG II 0.027459 0.022509 TKG III 0.037695 0.017792 TKG IV 0.038170 0.018282 TKG V 0.051112 0.027321

 Betina

IKG STDEV

TKG I 0.012387 0.011293 TKG II 0.030883 0.017846 TKG III 0.036784 0.017645 TKG IV 0.087682 0.039028 TKG V 0.050951 0.00282


(66)

52 Lampiran 6. (Lanjutan)


(67)

53 Lampiran 6. (Lanjutan)


(68)

54

Lampiran 7. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan tembang (S. Fimbriata)

 Betina

BULAN TKG Jumlah

I II III IV V

APRIL 11 10 22 11 0 54

JUNI 2 11 9 29 0 51

JULI 49 13 0 0 0 62

AGUSTUS 3 23 12 1 2 41

SEPTEMBER 3 22 10 0 0 35

OKTOBER 0 13 24 0 0 37

 Jantan

BULAN TKG Jumlah

I II III IV V

APRIL 17 9 13 6 0 45

JUNI 6 9 29 5 0 49

JULI 35 3 0 0 0 38

AGUSTUS 5 18 16 15 0 54

SEPTEMBER 1 3 47 4 0 55


(69)

55 Lampiran 7. (Lanjutan)

SK

Jumlah ikan (betina) Jumlah ikan (jantan) TKG

I

TKG II

TKG III

TKG IV

TKG V

TKG I

TKG II

TKG III

TKG IV

TKG V

100-107 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0

108-115 3 0 0 0 0 2 1 0 0 0

116-123 8 2 2 0 0 9 1 0 0 0

124-131 26 8 2 0 0 17 1 3 3 0

132-139 16 10 1 2 0 11 15 13 3 0

140-147 3 31 14 11 1 5 16 56 9 0 148-155 6 25 18 15 1 8 16 49 10 0 156-163 5 11 27 8 0 10 4 17 10 2

164-171 1 4 10 4 0 1 2 9 7 1

172-179 0 2 3 0 0 0 0 0 1 1


(70)

56

Lampiran 8. Data panjang, bobot, jenis kelamin, TKG, berat gonad dan IKG

 April 2011

No P (mm) B(gr) K

(mm) TKG JK

B Gonad (GR)

1 151 35,06 74 2 JANTAN 0,55

2 158 39,95 76 1 JANTAN 0,4

3 163 46,25 80 1 JANTAN 0,95

4 155 38,21 68 1 JANTAN 0,12

5 152 33,06 70 1 JANTAN 0,17

6 163 41,36 71 3 BETINA 1,13

7 163 41,96 72 1 JANTAN 0,23

8 152 35,99 67 2 BETINA 0,25

9 152 34,86 67 2 JANTAN 0,6

10 163 43,41 71 3 BETINA 0,46

11 160 39,21 70 1 JANTAN 0,27

12 160 37,46 70 3 BETINA 0,9

13 158 39,77 75 4 JANTAN 0,53

14 153 33,69 67 4 JANTAN 0,46

15 163 40,98 76 3 BETINA 0,7

16 163 47,83 76 3 BETINA 0,96

17 156 38,01 73 2 JANTAN 0,37

18 157 36,7 70 3 BETINA 0,78

19 160 43,34 76 3 BETINA 1,01

20 152 34,98 70 4 JANTAN 0,66

21 159 41,34 76 2 BETINA 0,48

22 159 37,84 70 1 BETINA 0,4

23 159 38,19 70 1 BETINA 0,32

24 154 35,86 64 2 BETINA 0,6

25 161 42,03 75 3 BETINA 1,3

26 150 32,97 70 3 JANTAN 0,5

27 156 38,9 75 3 BETINA 1,15

28 161 46,26 80 3 BETINA 0,9

29 154 36,82 72 3 JANTAN 0,4

30 160 40,48 75 3 JANTAN 0,67

31 164 44,48 78 4 BETINA 1,14

32 164 48,54 79 4 BETINA 2,37

33 151 33,85 70 1 BETINA 0,29

34 167 48,52 81 3 BETINA 0,85

35 149 34,19 70 2 JANTAN 0,19

36 153 37,61 71 3 JANTAN 0,67

37 152 35,87 70 2 BETINA 0,57

38 153 35,49 72 2 JANTAN 0,53

39 160 39,47 75 3 BETINA 0,88


(1)

68

P (mm) B(gr) K (mm) TKG JK (GR) 150 30,12 75 3 JANTAN 0,8888 150 27,4 75 3 JANTAN 0,8380 150 29,44 78 3 JANTAN 0,9280 150 28,4 70 2 BETINA 0,8564 150 27,55 76 2 BETINA 0,7397 152 27,37 73 2 BETINA 0,6619 153 31,91 76 3 JANTAN 1,3076 153 29,87 77 3 JANTAN 1,2066 153 28,75 73 3 JANTAN 0,3386 154 35,72 85 4 JANTAN 1,5344 154 28,41 73 2 BETINA 1,1344 154 32,99 80 3 JANTAN 1,2532 155 28,05 76 3 BETINA 0,9375 155 30,21 76 3 JANTAN 1,1547 155 31,06 78 2 JANTAN 0,8108 156 27,87 76 3 JANTAN 1,1662 156 28,26 72 1 JANTAN 1,6082 158 33,99 81 3 JANTAN 1,0936 160 37,52 83 2 BETINA 1,2572 169 43,3 85 3 BETINA 0,6472 169 40,88 84 2 BETINA 0,9958 170 37,99 82 3 JANTAN 0,6412

 Oktober 2011

P (mm) B(gr) K

(mm) TKG JK

B Gonad (GR) 139 23,03 68 2 BETINA 2,6783 140 30,87 76 2 BETINA 1,3328 140 24,26 70 2 BETINA 1,2590 142 26,41 70 3 JANTAN 1,1280 144 41,03 85 3 JANTAN 1,3781 145 30,55 80 2 BETINA 1,0246 145 27,18 70 3 JANTAN 1,5042 146 26,24 72 3 JANTAN 1,9649 147 27,8 73 3 JANTAN 1,5096 147 26,65 72 3 JANTAN 1,6325 147 28,19 76 2 JANTAN 4,2992 147 26,83 71 2 BETINA 1,1931 147 28,51 75 3 JANTAN 1,5473


(2)

69 P (mm) B(gr)

K

(mm) TKG JK

B Gonad (GR) 148 29,81 80 3 JANTAN 0,7294 149 25,18 70 3 JANTAN 1,1605 150 30,9 77 3 JANTAN 0,9820 150 28,81 74 3 JANTAN 1,3280 150 28,82 77 3 JANTAN 2,0316 150 31,24 78 4 JANTAN 1,1508 150 27,35 70 3 JANTAN 0,9646 150 31,4 74 3 JANTAN 1,4687 150 29,67 75 3 JANTAN 2,6740 151 28 70 3 JANTAN 1,4997 151 32,36 79 3 JANTAN 0,8004 151 26,58 75 3 JANTAN 1,2874 151 30,19 74 2 BETINA 1,6620 151 31,19 76 3 JANTAN 0,2965 152 31,27 76 3 JANTAN 1,7050 152 30,55 76 3 JANTAN 3,8175 152 35,87 80 3 BETINA 2,1420 152 37,41 88 3 BETINA 3,0206 152 31,17 75 2 JANTAN 0,8264 152 31,41 75 3 JANTAN 1,8826 152 33,78 78 3 BETINA 1,0932 153 32,13 80 3 BETINA 0,3845 153 32,22 80 3 JANTAN 2,0357 154 33,21 79 4 JANTAN 1,4250 154 30,99 75 3 JANTAN 1,1084 155 31,34 75 2 BETINA 2,3100 155 31,33 76 2 BETINA 1,2557 155 25,47 78 3 JANTAN 1,3882 155 34,09 80 3 BETINA 1,2058 155 33,54 80 2 JANTAN 1,3533 155 30,53 75 3 JANTAN 2,1305 155 34,55 77 3 BETINA 1,0292 155 33,65 80 3 JANTAN 1,2884 156 30,31 76 3 JANTAN 2,2704 156 32,63 76 4 JANTAN 1,1811 156 31,37 76 3 JANTAN 2,4516 156 33,55 80 3 BETINA 2,1645 157 33,85 77 3 JANTAN 1,9134 157 31,71 77 2 BETINA 1,4308 157 36,45 83 5 JANTAN 1,8249


(3)

70

P (mm) B(gr) (mm) TKG JK (GR) 158 32,95 80 3 JANTAN 1,5960 159 33,67 79 3 JANTAN 1,4237 160 33,74 78 2 BETINA 1,3648 160 37,98 81 4 JANTAN 0,8046 160 34,83 80 3 JANTAN 1,3259 160 35,92 80 3 BETINA 0,8290 160 37,06 80 4 JANTAN 2,0868 160 38,11 81 2 BETINA 2,1608 160 33,97 77 3 JANTAN 1,9976 160 38,31 80 3 BETINA 1,5454 160 38,61 82 3 JANTAN 0,7935 161 34,33 79 3 BETINA 1,9684 161 36,12 80 3 JANTAN 1,2627 161 42,35 88 3 BETINA 2,2164 161 38,88 83 3 BETINA 1,2255 161 39,65 88 3 BETINA 0,8237 161 38,6 84 3 BETINA 2,8197 161 42,56 88 3 BETINA 1,3446 162 38,6 81 5 JANTAN 1,7750 162 35,94 80 4 JANTAN 1,1795 163 44,02 87 3 BETINA 1,8962 163 37,33 80 3 BETINA 2,7309 164 40,57 85 4 JANTAN 1,0370 164 36,5 83 3 BETINA 1,8015 164 39,65 82 3 JANTAN 2,4496 165 38,8 85 3 JANTAN 1,6896 166 43,45 90 3 BETINA 1,6234 166 39,44 82 3 JANTAN 2,0280 166 42,39 84 3 BETINA 1,8683 167 45,66 90 4 JANTAN 3,2556 167 40,19 85 2 JANTAN 1,0622 167 41,77 85 4 JANTAN 1,0129 167 42,57 83 3 JANTAN 1,0478 167 37,89 82 2 BETINA 1,3764 169 41,89 83 3 JANTAN 1,9067 170 41,9 87 5 JANTAN 3,6584 170 51,4 98 3 BETINA 1,6254 170 45,03 90 3 BETINA 2,0033 170 41,97 80 4 JANTAN 1,5614 171 40,15 80 3 JANTAN 1,8733


(4)

71 P (mm) B(gr)

K

(mm) TKG JK

B Gonad (GR) 172 41,93 83 2 JANTAN 2,4504 174 47,28 89 2 BETINA 3,7505 176 58,7 103 5 JANTAN 1,2378 185 50,8 90 3 BETINA 1,8801


(5)

72 L

(mm) W (gr) JK G V Q X (butir) F (Butir)

163 41.36 BETINA 1.13 1 0.1529 526 38873.77 163 43.41 BETINA 0.46 0.5 0.2288 504 10132.87 163 47.83 BETINA 0.96 1 0.1461 337 22143.74 160 43.34 BETINA 1.01 1 0.3851 501 13139.70 156 38.9 BETINA 1.15 1.5 0.3496 501 16480.26 161 46.26 BETINA 0.9 1 0.2097 287 12317.60 164 44.48 BETINA 1.14 1 0.6012 615 11661.68 164 48.54 BETINA 2.37 2 0.6633 945 33765.26 167 48.52 BETINA 0.85 1 0.2998 461 13070.38 163 49.24 BETINA 2.29 2 0.9786 923 21598.92 162 46.18 BETINA 1.42 1 0.6012 615 14525.94 160 40.86 BETINA 1.46 1.2 0.6767 750 16181.47 170 53.99 BETINA 1.63 1.5 0.7364 745 16490.36 150 40.44 BETINA 0.69 1 0.2256 445 13610.37 170 56.21 BETINA 1.02 1 0.5217 422 8250.72 156 41.52 BETINA 1 1 0.3641 554 15215.60 174 51.14 BETINA 1.08 1.2 0.5083 552 11728.51 154 37.28 BETINA 0.95 1 0.3429 734 20335.37 154 36.56 BETINA 1.51 1.2 0.6242 929 22473.41 156 39.28 BETINA 1.64 1.2 0.5889 726 20218.03 146 25.4 BETINA 2.2158 2 0.6401 384 144890.68 165 40 BETINA 3.9075 4 1.3124 532 172651.71 151 32.84 BETINA 4.9929 4 0.9092 492 294499.82 155 33.66 BETINA 3.2101 4 1.2642 308 85247.18 154 33.2 BETINA 3.9567 4 1.6741 504 129840.07 150 28.76 BETINA 3.3975 3.8 1.089 604 205397.44 150 33.23 BETINA 3.8909 3 1.3567 366 114412.59 141 25.51 BETINA 2.676 3 0.8648 384 129517.41 141 25.91 BETINA 2.407 3 1.3468 523 101882.87 142 25.92 BETINA 2.547 3.5 1.3004 424 90519.96 155 41.12 BETINA 4.726 5 1.23487 312 130152.82 146 29.2 BETINA 2.7156 2.5 1.0051 436 128401.33 146 28.51 BETINA 3.3011 3.5 1.0869 324 107260.69


(6)

73 L

(mm) W (gr) JK G V Q X (butir) F (Butir)

143 27.42 BETINA 2.1789 3 0.6731 342 120673.06 150 28.29 BETINA 3.5976 4 1.03 511 194546.33 135 38.74 BETINA 2.4107 3.5 1.2946 383 77737.91 145 27.46 BETINA 2.5832 3 0.8094 439 152716.46 145 27.63 BETINA 2.8688 2.4 0.7388 437 184961.49