Pengaruh Trichoderma sp. dan Molase pada Pengomposan Sampah Daun dalam Lubang Resapan Biopori terhadap Laju Pengomposan dan Laju Peresapan Air

PENGARUH Trichoderma sp. DAN MOLASE PADA PENGOMPOSAN
SAMPAH DAUN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI TERHADAP
LAJU PENGOMPOSAN DAN LAJU PERESAPAN AIR

DYAN ROSE MARIA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Trichoderma
sp. dan Molase pada Pengomposan Sampah Daun dalam Lubang Resapan Biopori
terhadap Laju Pengomposan dan Laju Peresapan Air adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Dyan Rose Maria
NIM A14090048

ABSTRAK
DYAN ROSE MARIA. Pengaruh Trichoderma sp. dan Molase pada
Pengomposan Sampah Daun dalam Lubang Resapan Biopori terhadap Laju
Pengomposan dan Laju Peresapan Air. Dibimbing oleh KAMIR R BRATA dan
LILIK TRI INDRIYATI.
Trichoderma sp. merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat
digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi, sedangkan molase merupakan
limbah hasil pengolahan tebu menjadi gula yang dapat dimanfaatkan untuk
sumber energi bagi mikroorganisme dalam proses dekomposisi. Tujuan dari
penelitian ini adalah mempelajari pengaruh penambahan Trichoderma sp. dan
molase terhadap laju dekomposisi sampah daun dalam lubang resapan biopori dan
laju presapan air. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan
tiga kelompok sebagai ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah: (i) kontrol

(tanpa sampah daun, P0), (ii) sampah daun (P1), (iii) sampah daun + molase. (P2),
(iv) sampah daun + Trichoderma sp (P3), dan (v) sampah daun + kombinasi
Trichoderma sp. dan molase (P4). Selama proses dekomposisi berlangsung terjadi
penurunan kandungan karbon dari sampah daun. Kandungan karbon terendah
terjadi pada perlakuan P4 (18% C). Sedangkan untuk nitrogen total yang
dihasilkan cenderung bervariasi. Kandungan nitrogen total yang paling tinggi
terdapat pada perlakuan P3 (0.72% N). Nisbah karbon nitrogen terendah
dihasilkan dari perlakuan P3 (26.41). Selama proses dekomposisi fosfor dan
kalium dari kompos mengalami penurunan. Semua perlakuan dengan penambahan
bahan organik mengakibatkan peningkatan laju peresapan air dalam lubang
resapan biopori.
Kata kunci: dekomposisi, kompos, molase, Trichoderma sp., uji peresapan air

ABSTRACT
DYAN ROSE MARIA. Effect of Trichoderma sp. and molasses in leaf litter
decomposition in biopore hole to decomposition rate and water infiltration rate.
Supervised by KAMIR R BRATA and LILIK TRI INDRIYATI.
Trichoderma sp. is typical microorganism that could increase the
decomposition rate of organic materials, whereas by-product of sugar processing
molasse can be used as energy source for support their growth. The aim of this

research was to study the effect of Trichoderma sp. and molasses addition on rate
of litters decomposition within biopore infiltration hole and water infiltration rate.
This research used rendomized block design with three replications. The
treatments applied, are (i) control (without leaf litter, P0), (ii) leaf litter (P1), (iii)
leaf litter + molasses (P2), (iv) leaf litter + Trichoderma sp. (P3), and (v) leaf litter
+ combined Trichoderma sp. and molasses (P4). During the decomposition
process, carbon (C) concentration in leaf litters was tended to decrease. The
lowest carbon concentration contained in compost was found in treatment of P4
(18% C), whereas total nitrogen was varied among the treatments. The highest
total nitrogen concentration was observed in treatment of P3 (0.72% N). The
lowest C/N value was resulted in treatment of P3 (26.41). Phospore (P) and
potassium (K) in compost was decreased during the decomposition process. All
treatments with organic materials addition resulted in the increase of infiltration
rate of biopore infiltration hole.
Keywords : compost, decomposition, molasses, Trichoderma sp., water
infiltration rate

PENGARUH Trichoderma sp. DAN MOLASE PADA PENGOMPOSAN
SAMPAH DAUN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI TERHADAP
LAJU PENGOMPOSAN DAN LAJU PERESAPAN AIR


DYAN ROSE MARIA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Trichoderma sp. dan Molase pada Pengomposan Sampah
Daun dalam Lubang Resapan Biopori terhadap Laju Pengomposan
dan Laju Peresapan Air
Nama
: Dyan Rose Maria

NIM
: A14090048

Disetujui oleh

Ir Kamir R Brata, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Lilik Tri Indriyati, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
dekomposisi bahan organik, dengan judul Pengaruh Trichoderma sp. dan Molase
pada Pengomposan Sampah Daun dalam Lubang Resapan Biopori terhadap Laju
Pengomposan dan Laju Peresapan Air.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Kamir R Brata dan Ibu Lilik
Tri Indriyati selaku dosen pembimbing selama penelitian ini dilaksanakan, serta
Bapak Dwi Putro Tejo Baskoro selaku dosen penguji. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada staf laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah, Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah membantu selama analisis
dan pengumpulan data. Terima kasih juga kepada teman-teman SOIL 46 yang
telah membantu dan mendukung selama penelitian dilaksanakan. Terima kasih
kepada teman-teman YoNM dan The Breakers Youth untuk semangat dan doanya.
Juga untuk teman-teman seperjuangan di Jaika (Selvi, Ragil, Fita, Eci, Ena).
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua tersayang AGUS
SUDJATMIKO dan MURTININGSIH, serta seluruh keluarga, atas segala
dukungan doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Dyan Rose Maria

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA

1
2
2
2
2

Trichoderma sp.
Molase
Lubang Resapan Biopori
METODE

2
3
3
4


Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Persiapan dan Dosis Molase dan Trichoderma sp.
Pembuatan Lubang Resapan Biopori
Pengambilan Contoh Bahan Kompos
Analisis Sifat Kima Contoh Bahan Kompos dan Sifat Fisik Tanah
Rancangan Penelitian
Analisis Statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN

4
4
5
5
6
6
6
7
7


Kondisi Awal Serasah Daun
Karbon Organik Kompos
Kandungan Nitrogen Total Kompos
Nisbah Karbon/Nitrogen (C/N) Bahan Kompos
Kandungan Fosfor dan Kalium dalam Kompos Sampah Daun
Laju Peresapan Air
SIMPULAN DAN SARAN

7
7
9
11
12
13
15

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA


15
16
16

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

25

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Hasil analisis komposisi molase di Indonesia
3
Sifat kimia molase
5
Kandungan C-organik, N-total, dan kadar air awal sampah daun
7
Kandungan C-organik selama proses dekomposisi
8
Kandungan N-total selama proses dekomposisi
10
Nisbah karbon nitrogen selama proses dekomposisi
11
Kandungan P-total dan K-total kompos pada awal dan akhir proses
dekomposisi
12
8 Hasil uji laju peresapan air di dalam lubang resapan biopori
14

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi pembuatan lubang resapan biopori
5
2 Tata letak perlakuan teracak dalam setiap kelompok
6
3 Perubahan kandungan C-organik sampah daun selama proses
dekomposisi
9
4 Perubahan kandungan N-organik sampah daun selama proses
dekomposisi
11
5 Laju peresapan air dalam lubang resapan biopori
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Analisis sidik ragam C-organik (%)
Analisis sidik ragam N-total (%)
Analisis sidik ragam C/N ratio
Analaisis sidik ragam P-total (%)
Analisis sidik ragam K-total (%)
Analisis sidik ragam uji peresapan air (liter/jam)
Gambar hasil dekomposisi serasah daun

18
19
21
22
23
23
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sampah daun banyak dihasilkan di lahan-lahan pertanian baik milik
pribadi maupun instansi, tetapi kebanyakan petani lebih memilih membakar
sampah daun tersebut untuk mempercepat dalam membersihkan sampah daun
yang gugur daripada memanfaatkan untuk dikomposkan seperti yang terjadi pada
petani jati di Kabupaten Karanganyar (Anonim 2013). Pemanfaatan sampah yang
belum maksimal mengakibatkan banyak masalah yang ditimbulkan, di antaranya
adalah masalah banjir dan pencemaran lingkungan. Lubang resapan biopori
(LRB) telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat untuk
menangani masalah sampah organik dan untuk meresapkan air, contohnya di salah
satu sekolah di Surabaya yang membuat lubang resapan biopori untuk meresapkan
air hujan (Anonim 2013), serta di Jakarta yang memanfaatkan lubang resapan
biopori untuk menanggulangi masalah banjir (Kartiadi 2009). Tidak semua
sampah organik dapat didekomposisikan dengan mudah dan dalam waktu yang
cepat. Beberapa sampah organik tergolong ke dalam sampah organik yang sulit
didekomposisikan seperti serasah daun. Menurut Sulistyanto (2005), serasah daun
yang memiliki nisbah C/N yang tinggi akan sulit untuk didekomposisikan dalam
waktu yang cepat.
Sampah organik yang dimasukkan kedalam LRB akan dimanfaatkan oleh
fauna tanah sebagai sumber bahan makanan. Populasi dan aktivitas fauna tanah
yang meningkat di dalam lubang resapan biopori akan memperkecil ukuran
sampah organik. Sampah organik yang telah dihancurkan oleh fauna tanah
kemudian didekomposisikan oleh mikroorganisme tanah. Penambahan
Trichoderma sp. dan molase diharapkan dapat membantu mempercepat proses
dekomposisi sampah organik. Molase merupakan limbah hasil pengolahan tebu
menjadi gula yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan sumber makanan bagi
mikroorganisme, sedangkan Trichoderma sp. merupakan fungi yang berperan
dalam
mendegradasi
komponen
lignoselulolitik
sehingga
mudah
didekomposisikan. Komponen lignoselulolitik merupakan komponen organik
yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Widaryanto 2013). Alhamd et
al. (2004) menjelaskan bahwa bakteri, fungi, dan organisme tanah memiliki
peranan penting dalam proses dekomposisi serasah. Gaur (1981) menjelaskan
bahwa perubahan sampah organik menjadi kompos sangat didominasi oleh
aktivitas organisme tanah dan mempengaruhi kandungan karbon dan nitrogen
dalam sampah yang dikomposkan.
Mobilitas organisme tanah dalam lubang resapan biopori akan membentuk
biopori tanah. Biopori memiliki bentuk seperti terowongan kecil di dalam tanah
dan bercabang-cabang yang sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke
dalam tanah. Apabila biopori yang dibuat organisme tanah semakin banyak, maka
kemampuan tanah dalam meresapkan air juga akan semakin meningkat.
Pada penelitian ini akan diulas mengenai pengaruh Trichoderma sp. dan
molase terhadap laju pengomposan sampah daun dalam lubang resapan biopori
dan laju peresapan airnya.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan
Trichoderma sp. dan molase terhadap laju dekomposisi sampah daun dalam
lubang resapan biopori serta laju peresapan air.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui peranan
Trichoderma sp. dan molase dalam mempengaruhi proses pengomposan sampah
daun dalam lubang resapan biopori dan laju peresapan air.

Hipotesis
1.

2.

Penambahan Trichoderma sp., molase, atau campuran keduanya
meningkatkan laju dekomposisi sampah daun di dalam lubang resapan
biopori.
Laju peresapan air dalam lubang resapan biopori meningkat dengan
penambahanTrichoderma sp., molase, atau campuran keduanya.

TINJAUAN PUSTAKA
Trichoderma sp.
Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal sebagai biofungisida
adalah jamur Trichoderma dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA).
Mikroorganisme ini merupakan jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari
perakaran tanaman kedelai. Trichoderma sp. sebagai organisme pengurai, dapat
pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Peran
Trichoderma adalah mengeluarkan enzim selulosa yang mampu merombak
dinding sel patogen, sehingga patogen mati dan tanaman akan rentan terhadap
penyakit. Selanjutnya, ketersediaan hara terutama nitrogen dan fosfor yang rendah
akan mendorong pertumbuhan mikoriza. Peran mikoriza untuk meningkatkan
ketersediaan P untuk tanaman sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman. Infeksi mikoriza pada tanaman dapat disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain suhu, pH, kelembaban, cahaya, dan ketersediaan unsur hara. Suhu yang
tinggi akan meningkatkan aktivitas mikoriza dan Trichoderma sp. karena
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman inang (Charisma et al. 2012).
Trichoderma sp. banyak dijumpai hampir pada semua jenis tanah dan merupakan
salah satu jenis jamur yang dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati pengendali
patogen tanah (Uruilal et al. 2012). Trichoderma koningii Oud. dapat
menghambat pertumbuhan patogen Sclerotium rolfsii, Fusarium oxysporium, dan
Rhizoctonia solani secara in-vitro masing-masing sebesar 58.8%, 59.6%, dan
68.3%. Widyastuti et al., (2000) dalam Uruial et al. (2012) menambahkan bahwa

3
T. harzianum mampu menghambat jamur R. lignosus, S. rolfsii, dan jamur akar
putih (Ganoderma philipii) pada Acacia spp.. Trichoderma adalah jamur saprofit
atau parasit yang dikenal sebagai penyerang akar dan berkembang dengan cepat di
lingkungan akar. Jamur ini juga dikenal sebagai askomisetes selulolitik yang
dapat mendegradasi selulosa yang dijumpai pada hampir semua tanah pertanian
dan di lingkungan lainnya seperti kayu yang melapuk (Handayanto dan Hairiah
2007).
Molase
Molase (tetes tebu) adalah sisa dari proses pembuatan gula yang telah
dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulang kali sehingga tidak mungkin lagi
menghasilkan gula dengan kristalisasi konvensional. Molase yang dihasilkan
sekitar 4.5% dari proses pembuatan gula, dapat digunakan sebagai pupuk, pakan
ternak. Selain itu, molase juga dapat digunakan sebagai bahan baku fermentasi
yang dapat menghasilkan etanol, asam asetat, asam sitrat, monosodium glutamat
(MSG), asam laktat, dan lain-lain (Trisno 2012).
Molase berupa cairan kental, berbau, berasa pahit, dan berwarna hitam
kecoklatan dengan komposisi yang ditunjukkan pada Tabel 1 (Rahmasari 2001).
Menurut Paturau (1982) molase sebagai hasil sampingan pabrik gula memiliki
kandungan gula sekitar 40-45%.
Tabel 1 Komposisi molase
Komponen

Persentase (%)

Total gula
Sukrosa
Protein
Air
Abu

55.37
30.62
3.89
20.33
13.09

Sumber : Rahmasari (2001)

Molase dapat digunakan sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan
oleh mikroorganisme tanah sehingga diharapkan dapat membantu mempercepat
proses pengomposan sampah daun. Meskipun molase yang digunakan memiliki
nisbah C/N yang tinggi, molase tergolong dalam bahan yang mudah untuk
didekomposisikan. Menurut Brady (1990) gula merupakan senyawa organik yang
sangat mudah didekomposisi dibandingkan dengan selulosa dan lignin.

Lubang Resapan Biopori
Menurut Brata dan Nelistya (2009) biopori adalah ruang atau pori di dalam
tanah yang dibentuk oleh biota tanah, seperti mikroorganisme tanah dan akar
tanaman. Bentuk biopori menyerupai liang (terowongan kecil) di dalam tanah dan
bercabang-cabang dan sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dalam
tanah. Liang pori terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar
tanaman, serta aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah, rayap, dan semut di

4
dalam tanah. Sampah organik yang dimasukkan ke dalam lubang resapan dapat
dijadikan sebagai kompos, sekaligus meningkatkan kesuburan tanah. Jumlah
sampah organik yang cukup dan kondisi lubang yang kondusif untuk fauna tanah
akan mendorong fauna tanah terus beraktivitas di dalam lubang. Fauna tanah akan
memperkecil ukuran sampah organik dan mencampurkan dengan mikroorganisme
tanah sehingga proses pengomposan berjalan lebih cepat (Brata dan Nelistya
2009).
Lubang resapan biopori (LRB) dibuat dengan menggali lubang secara vertikal
ke dalam tanah dengan diameter lubang 10 cm dan kedalaman 100 cm atau tidak
melebihi kedalaman permukaan air tanah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
luas permukaan resapan melalui dinding lubang resapan. Air yang masuk ke
dalam lubang resapan akan di resapkan ke dalam tanah melalui pori-pori tanah
pada dinding lubang. Lubang resapan biopori harus diisi oleh sampah organik
sampai penuh dan terus-menerus untuk menjaga agar lubang tidak terkena sinar
matahari langsung dan tidak tersumbat oleh lumut yang dapat mengganggu
peresapan air serta menghindari adanya sedimen halus yang dapat menyumbat
pori. Aktivitas fauna tanah dalam lubang resapan biopori akan memperlancar
peresapan air ke dalam tanah (Brata dan Nelistya 2009).

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB di atas
lahan yang relatif datar. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai
Juli 2013. Analisis kimia bahan kompos dilaksanakan di Laboratorium
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah molase (tetes
tebu) yang diperoleh dari pabrik gula PT Rajawali II Unit Sindanglaut, dan
Trichoderma sp. yang diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB,
sampah daun yang diperoleh dari kebun percobaan Cikabayan, serta bahan untuk
analisis di laboratorium di antaranya bahan kompos, H2SO4 pekat, H3BO3 4%,
H2O2, Selenium mix, parafin cair, indikator conway, aquadest, NaOH 50%, HCl
0.1N, Ascorbic Acid, Ammonium molybdate, anthimony potassium tartrate dan
lain-lain. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya bor biopori,
oven, tanur, Flamephotometer, Spectrophotometer.

5
Persiapan dan Dosis Molase dan Trichoderma sp.
Sifat kimia dari molase yang digunakan tertera pada Tabel 2. Molase yang
digunakan memiliki kandungan karbon (C) yang cukup tinggi (53.62%) sehingga
diharapkan mampu menyediakan tambahan sumber energi bagi organisme tanah.
Tabel 2 Sifat Kimia Molase
Parameter
N-total (%)
C-organik (%)
Nisbah C/N

Hasil
0.28
53.62
191.50

Volume molase yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10% dari 800
gram sampah daun yang dikomposkan yaitu 65 ml molase (80 gram molase
dengan bobot jenis 1.23 gr/ml). Sebelum dicampurkan dengan sampah daun, 65
ml molase tersebut dicampurkan dengan air sebanyak 367 ml untuk mendapatkan
kadar air kompos 60%. Menurut Hamdi et al. (2013) kadar air kompos 60%
merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme tanah, apabila
kadar air lebih rendah dari 60% maka mikroorganisme akan mati, sedangkan
kadar air kompos lebih dari 60% dapat menyebabkan kondisi anaerob yang dapat
mengganggu pertumbuhan mikroorganisme tanah.
Trichoderma sp. yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0.4 ml untuk
800 gram sampah daun yang dikomposkan dan dicampurkan dengan air sebanyak
432 ml untuk mendapatkan kadar air kompos 60% (Hamdi et al. 2013).

Pembuatan Lubang Resapan Biopori
Pembuatan lubang resapan biopori dibuat dengan bor yang berdiameter 4
inci dengan kedalaman 100 cm di Kebun Percobaan Cikabayan. Lubang yang
dibuat berjumlah 15 lubang dengan lima perlakuan dan tiga ulangan dengan jarak
antar lubang 2 meter. Setiap lubang diisi dengan serasah daun sampai penuh
sebanyak 800 gram sesuai dengan kapasitas lubang resapan biopori, kecuali
lubang untuk perlakuan kontrol (P0). Lima perlakuan yang dicobakan, adalah: P0:
kontrol (tanpa sampah daun), P1: sampah daun, P2: sampah daun dan molase
(P1+molase), P3: sampah daun dan Trichoderma sp. (P1+Trichoderma sp.), dan
P4: kombinasi serasah daun kering, Trichoderma sp. dan molase (P3+molase).

Gambar 1 Lokasi pembuatan lubang resapan biopori

6
Pengambilan Contoh Bahan Kompos
Pengambilan contoh bahan kompos dilakukan dengan metode komposit.
Contoh bahan kompos diaduk terlebih dahulu agar kompos dari setiap kedalaman
dalam lubang resapan biopori terwakili, kemudian contoh bahan kompos diambil
sebagian untuk dilakukan analisis di laboratorium. Pengambilan contoh bahan
kompos untuk analisis dilakukan setiap minggu mulai dari minggu ke-1 sampai
minggu ke-7 dari masa pengomposan.

Analisis Sifat Kimia Contoh Bahan Kompos dan Sifat Fisik Tanah
Sifat kimia yang dianalisis adalah: C-organik dengan menggunakan
metode pengabuan kering, N-total dengan metode Kjeldahl, serta P-total dan Ktotal dengan cara pengabuan basah menggunakan H2SO4 pekat dan H2O2.
Sifat fisik tanah yang diamati adalah laju peresapan air di dalam lubang
resapan biopori. Uji laju peresapan air dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada
hari ke-1 (setelah lubang diisi dengan sampah), pertengahan (hari ke-28), dan di
akhir perlakuan (setelah hari ke-49). Laju peresapan air diukur dengan mengukur
volume air yang dapat dimasukkan ke dalam lubang selama satu jam dan
dinyatakan dengan liter/jam.

Rancangan Penelitian
Rancangan lingkungan dari penelitian ini digunakan rancangan acak
kelompok dengan lima perlakuan dan tiga ulangan, sehingga terdapat 15 satuan
percobaan. Lubang dibuat pada lahan yang relatif datar. Berikut adalah tata letak
lubang percobaan yang digunakan:
Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Gambar 2 Tata letak perlakuan teracak dalam setiap kelompok

Model matematika yang digunakan adalah :
Yij = μ + αi + βj + cij
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ = Nilai rata-rata pengamatan

7
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
βj = Pengaruh kelompok ke-j
cij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Analisis Statistik
Data analisis C-organik, N-total, nisbah C/N, P-total, K-total, serta uji laju
peresapan air yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan ANOVA.
Apabila perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata, maka uji dilanjutkan
dengan uji BNT pada selang kepercayaan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Awal Serasah Daun
Hasil analisis dari sampah daun yang diambil dari kebun percobaan
Cikabayan menunjukkan nilai nisbah C/N yang cukup tinggi yaitu 54.46 (Tabel
3).
Tabel 3 Kandungan C-organik, N-total, nisbah C/N, dan kadar air awal sampah
daun
Parameter

Nilai

C-organik (%)
N-total (%)
C/N
Kadar Air (%)

49
0.91
54.46
10.80

Tabel 3 menunjukkan bahwa sampah daun yang akan dikomposkan dalam
lubang resapan biopori memiliki kandungan karbon yang cukup tinggi (49%) Ntotal masing-masing sebesar 0.91%. Nisbah C/N pada sampah daun tergolong
tinggi (54.46) sehingga diduga proses pengomposan berlangsung dalam waktu
yang cukup lama. Menurut Yuwono (2007) bahan organik yang mempunyai
kandungan C terlalu tinggi menyebabkan proses penguraian terlalu lama.

Karbon Organik Kompos
Hasil analisis kandungan karbon dari contoh bahan kompos selama 49 hari
proses pengomposan ditunjukkan pada Tabel 4.

8
Tabel 4 Kandungan C-organik selama proses dekomposisi
Kandungan C-organik (%) pada hari kePerlakuan
0

7

14

21

28

35

42

49

P1
P2
P3
P4

49
49
49
49

46
42
38
48

37
32
37
29

33
32
37
38

28
21
26
22

27
30
30
25

22
27
22
23

20 (59.2%)a
20 (59.2%)
19 (61.2%)
18 (63.3%)

BNT 5%

-

15.87

14.64

10.83

9.84

11.82

9.11

7.52

a

angka dalam kurung menunjukkan persentase penurunan kandungan C-organik pada hari ke-49
dibandingkan dengan hari ke-0

Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kandungan C-organik
sampah daun yang dikomposkan (Lampiran 1) menunjukkan bahwa perlakuan
yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan karbon contoh bahan
kompos. Tabel 4 menunjukkan bahwa secara umum semua perlakuan (P1, P2, P3,
dan P4) terjadi penurunan kandungan karbon dari bahan kompos selama 49 hari
proses pengomposan. Zaman dan Sutrisno (2007) menjelaskan bahwa kehilangan
karbon terjadi karena proses penguraian karbon selama proses pengomposan yang
disebabkan dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme di mana karbon
dikonsumsi sebagai sumber energi dengan membebaskan CO2 dan H2O melalui
proses respirasi sehingga konsentrasi karbon berkurang.
Perlakuan P4 menunjukkan laju dekomposisi yang lebih cepat
dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang ditunjukkan oleh kandungan Corganik terendah pada akhir proses pengomposan dibandingkan dengan perlakuan
lain yaitu 18% (menurun 63.3% dibandingkan dengan minggu ke-0), diikuti
perlakuan P3 dengan kandungan C-organik yang tersisa pada akhir proses
pengomposan yaitu 19% (menurun 61.2% dibandingkan dengan minggu ke-0).
Perlakuan P1 dan P2 memiliki kandungan C-organik pada akhir pengomposan
yaitu 20% (menurun 59.2% dibandingkan dengan minggu ke-0). Penurunan
kandungan C-organik yang tinggi pada perlakuan P3 dan P4 ini diduga
disebabkan oleh meningkatnya populasi dan aktivitas mikroorganisme di dalam
tanah dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2 yang hanya terdapat
mikroorganisme indigenous saja. Gaur (1981) menyatakan bahwa sebagian besar
karbon hilang melalui proses respirasi dan sebagian kecil digunakan untuk
membentuk tubuh mikroorganisme. Hal ini didukung oleh penelitian Lestari
(2013) yang menunjukkan bahwa penambahan Trichoderma sp. dan molase
meningkatkan jumlah mikroorganisme tanah yang mengakibatkan peningkatan
kehilangan karbon melalui proses respirasi. Proses dekomposisi akan
menghasilkan CO2 pada kondisi aerasi yang baik, sehingga CO2 sering kali
dijadikan sebagai indikator kecepatan dekomposisi. Soepardi (1983) menyatakan
bahwa pelapukan bahan organik merupakan proses oksidasi atau pembakaran
yang melibatkan mikroorganisme dalam tanah. Lubang resapan biopori
merupakan tempat kondusif untuk perkembangan mikroorganisme karena
memiliki kelembaban dan ketersediaan makanan yang cukup untuk pertumbuhan
mikroorganisme tanah dibandingkan pada permukaan tanah. Populasi organisme
dalam lubang resapan biopori yang tinggi dapat meningkatkan respirasi tanah.

9
Respirasi tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah (Anas
1989). Respirasi tanah merupakan proses yang menghasilkan CO2 dan mengambil
O2.
Sisa tanaman merupakan sumber karbon utama yang masuk ke dalam
tanah (Handayanto dan Hairiah 2007). Sampah daun yang dimasukkan ke dalam
lubang resapan biopori akan menarik fauna tanah yang ada di sekitar lubang
resapan untuk masuk ke dalam lubang resapan dan memakan sampah daun di
dalam lubang. Aktivitas fauna tanah dalam memanfaatkan sampah daun sebagai
makanan akan memperkecil ukuran sampah daun yang kemudian akan
dimanfaatkan oleh mikroorganisme tanah untuk didekomposisikan lebih lanjut
(Lampiran 7). Handayanto dan Hairiah (2007) menjelaskan bahwa
mikroorganisme tanah menggunakan sisa bahan organik sebagai substrat untuk
energi dan sumber karbon dalam membentuk jaringan tubuhnya. Selama 49 hari
proses pengomposan terjadi penurunan kandungan C-organik yang relatif cepat
hingga hari ke-28 dan kemudian relatif melambat pada hari ke-35 hingga hari ke49 (Gambar 3)
60

60

50

50

40

40

%C-organik

30

30

20 y = 0.0066x2 - 0.9303x + 49.917
10
R² = 0.9858

20

0
0

7

14

21

28

35

42

49

0
0

(P1)
60

60

50

50

40

40

30

30

20
10

y = 0.0123x2 - 1.1029x + 48.125
R² = 0.8487

10

20

y = 0.0024x2 - 0.6667x + 46.5
R² = 0.9064

10

7

14

21

28

(P2)

35

42

49

y = 0.0095x2 - 1.0935x + 50.167
R² = 0.8393

0

0
0

7

14

21

28

(P3)

35

42

49

0

7

14

21

28

35

42

49

(P4)

Waktu Pengomposan (Hari ke-)

Gambar 3 Perubahan kandungan C-organik serasah daun kering selama proses
dekomposisi

Kandungan Nitrogen Total Kompos
Selama 49 hari proses pengomposan, kandungan N-total dalam sampah
daun yang dikomposkan dalam lubang resapan biopori mengalami penurunan
(Tabel 5).

10
Tabel 5 Kandungan nitrogen total selama proses dekomposisi
Kandungan N-total (%) pada hari kePerlakuan
P1
P2
P3
P4
BNT 5%

0

7

14

21

28

35

42

49

0.91
0.91
0.91
0.91

0.91
0.98
0.78
0.93

0.74
0.79
1.00
0.94

0.81
0.73
0.87
0.83

0.76
0.63
0.68
0.65

0.79
0.78
0.81
0.66

0.59
0.74
0.69
0.73

0.50
0.61
0.72
0.59

-

0.15

0.79

0.38

0.30

0.27

0.35

0.25

Analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kandungan N-total sampah
daun yang dikomposkan menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan N-total contoh bahan kompos (Lampiran
2). Pada hari ke-49, perlakuan P3 memiliki kandungan N-total lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 0.72%. Hal ini diduga dengan
penambahan Trichoderma sp., lebih banyak nitrogen yang diimobilisasikan dalam
tubuh mikroorganisme. Perlakuan P1 cenderung memiliki kandungan N-total
lebih rendah (0.50%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga
bahwa pada perlakuan P1 proses pencucian nitrogen yang terjadi selama
perlakuan uji laju peresapan air dari bahan kompos lebih tinggi dibandingkan
dengan nitrogen yang diimobilisasikan dalam tubuh mikroorganisme. Torreta dan
Takeda (1999) menambahkan bahwa berkurangnya kandungan nitrogen dapat
disebabkan oleh pencucian selama pengomposan berlangsung. Pada hari ke-49,
perlakuan P2 memiliki kandungan N-total yang lebih besar (0.61%) dibanding
perlakuan P4 (0.59%). Hal ini diduga pada perlakuan P2, molase yang
ditambahkan digunakan sebagai sumber energi oleh mikroorganisme tanah dan
mengimobilisasikan nitrogen karena memiliki C-organik yang cukup tinggi (Tabel
2). Jacob et al. (2009) menyatakan bahwa mikroorganisme memiliki peran
penting dalam proses dekomposisi dan mineralisasi hara. Hasil penelitian Lestari
(2013) menunjukkan bahwa perlakuan P4 memiliki peningkatan total
mikroorganisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain.
Peningkatan populasi mikroorganisme dalam proses dekomposisi dan mineralisasi
N dari bahan kompos terjadi karena adanya penambahan molase yang digunakan
sebagai sumber energi. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan N yang relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan yang diimobilisasikan dalam tubuh
mikroorganisme. Kehilangan N dari bahan kompos juga dapat disebabkan oleh
pencucian.
Isaac dan Achuthan (2005) menyebutkan bahwa penurunan kandungan
nitrogen total dalam sampah daun yang dikomposkan disebabkan oleh perubahan
nitrogen organik menjadi bentuk nitrogen anorganik (N-amonium dan N-nitrat)
serta adanya aktivitas organisme berupa imobilisasi. Selama proses dekomposisi
terjadi penurunan kandungan N-total cukup jelas dijabarkan dengan pola regresi
linier yang diduga masih akan terjadi penurunan nitrogen setelah hari ke-49
(Gambar 4). Pada setiap perlakuan kandungan nitrogen dari bahan kompos
menurun secara konstan dari hari ke-0 sampai hari ke-49.

11
1

1
0.8

0.8

0.6

0.6

0.4

0.4

y = -0.0074x + 0.9333
R² = 0.7856

0.2

0.2
0

0

%N-Total
%N-total

y = -0.0058x + 0.9142
R² = 0.6259

0

7

14

21

28

35

(P1)

42

0

49

1

1

0.8

0.8

0.6

14

21

28

(P2)

35

42

49

0.6

y = -0.0043x + 0.9133
R² = 0.4269

0.4

7

y = -0.0072x + 0.9575
R² = 0.7862

0.4

0.2

0.2

0

0
0

7

14

21

28

35

42

49

0

7

14

21

28

35

42

49

(P4)

(P3)
Waktu Pengomposan (Hari ke-)

Gambar 4 Perubahan Kandungan N-total selama proses pengomposan

Nisbah Karbon/Nitrogen (C/N)Bahan Kompos
Berdasarkan data pada Tabel 6 nisbah C/N dari kompos selama 49 hari
proses pengomposan mengalami penurunan.
Tabel 6 Nisbah karbon/nitrogen selama proses dekomposisi
Nisbah C/N pada hari kePerlakuan
P1
P2
P3
P4
BNT 5%
a

0

7

14

21

28

35

42

49

54.46
54.46
54.46
54.46

49.86
42.99
48.95
51.45

54.68
42.95
39.92
34.92

41.50
45.21
42.50
47.34

37.70
35.34
37.54
32.81

34.80
38.75
37.17
37.75

37.28
38.19
32.53
31.29

40.60 ba
33.61 ab
26.41 a
29.18 a

12.00

35.28

14.50

14.63

7.40

11.09

11.55

angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 5%

Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap nisbah C/N menunjukkan
bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah C/N
contoh bahan kompos sampai hari ke-42 (Lampiran 3), tetapi pada hari ke-49
perlakuan P3 dan P4 nyata menurunkan nisbah C/N dibandingkan dengan
perlakuan P1. Tabel 6 menunjukkan bahwa selama 49 hari proses pengomposan
nisbah C/N dari sampah daun yang dikomposkan cenderung mengalami
penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya penurunan kandungan Corganik (Tabel 4) dan N-total (Tabel 5) dari serasah daun kering. Selama proses

12
dekomposisi, karbon akan diubah menjadi karbon dioksida, sedangkan nitrogen
menjadi senyawa inorganik seperti amonium dan nitrat (Brady 1990).
Perlakuan P3 memiliki nisbah C/N terendah (26.41) dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Hal ini diduga dengan penambahan Trichoderma sp. proses
pengomposan menjadi lebih cepat karena karbon dimanfaatkan mikroorganisme
tanah sebagai sumber energi untuk mempertahankan populasi fauna dan
mikroorganisme tanah, sehingga mendukung kelangsungan proses konversi
karbon organik menjadi karbon dioksida serta imobilisasi nitrogen yang lebih
banyak.
Perlakuan P1 memiliki nisbah C/N yang lebih tinggi (40.60) dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Hal ini karena pada perlakuan P1 memiliki kandungan
karbon yang cukup tinggi dan kandungan nitrogen yang rendah, sehingga
menghasilkan nisbah C/N yang tinggi. Perlakuan P4 memiliki nisbah C/N sebesar
29.18. Penambahan Trichoderma sp. dan molase pada perlakuan P4 dapat
menurunkan nisbah C/N dari bahan kompos meskipun nisbah C/N yang
dihasilkan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P3. Perlakuan P2
memiliki nisbah C/N sebesar 33.61. Menurut Notohadiprawiro (1999) nisbah C/N
berguna sebagai penanda kemudahan perombakan bahan organik dan kegiatan
mikroorganisme tanah. Aprianis (2011) juga menyatakan bahwa nisbah C/N
merupakan indikator kematangan dari bahan yang dikomposkan karena
perombakan bahan organik akan menurunkan nisbah C/N.

Kandungan Fosfor dan Kalium dalam Kompos Sampah daun
Selama 49 hari proses pengomposan kandungan fosfor dan kalium dalam
sampah daun yang dikomposkan mengalami penurunan (Tabel 7). Kandungan
fosfor dan kalium dari bahan yang dikomposkan diamati pada hari ke-7 dan ke-49.
Tabel 7 Kandungan fosfor dan kalium dalam kompos pada awal dan akhir proses
dekomposisi
Kandungan P-total (%)
Perlakuan

Kandungan K-total (%)
Hari ke-

7

49

7

P1
P2
P3
P4

0.19
0.20
0.20
0.19

0.12ba (36.8%)b
0.12 b (40.0%)
0.14 a (30.0%)
0.15 a (21.1%)

0.11
0.12
0.12
0.14

BNT 5%

0.01

0.02

0.10

49
0.03 (72.7%) c
0.02 (83.3%)
0.03 (75.0%)
0.03 (78.6%)
0.01

a

angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 5%;
persentase penurunan P-total dari hari ke-7 ke hari ke-49; c persentase penurunan K-total dari hari
ke-7 ke hari ke-49

b

Fosfor dan kalium merupakan unsur penting yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Persentase penurunan kandungan fosfor lebih kecil
dibandingkan persentase penurunan kalium selama 49 hari proses pengomposan
(Tabel 7). Fosfor merupakan unsur hara esensial makro seperti halnya nitrogen

13
dan karbon. Tanaman memperoleh unsur P dari tanah atau dari pemupukan serta
hasil dekomposisi bahan organik. Penambahan Trichoderma sp. dan molase pada
perlakuan P4 cenderung memiliki kandungan P-total yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, dan P3. Hal ini diduga disebabkan oleh
adanya imobilisasi P pada tubuh mikroorganisme yang dapat menghambat
penurunan kandungan P-total pada perlakuan P3 dan P4 selama 49 hari proses
pengomposan.
Penurunan kandungan P-total tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu
sebesar 40%. Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan P2 terjadi kehilangan
fosfor yang cukup tinggi selama proses pengomposan yang diduga sebagai akibat
dari adanya proses pencucian selama proses pengomposan. Mineralisasi P
merupakan proses enzimatik yang melibatkan enzim fosfatase yang dikeluarkan
dari tubuh mikroorganisme sebagai katalis berbagai reaksi yang melepaskan fosfat
dari senyawa fosfor organik ke dalam larutan tanah. Perlakuan P4 menunjukkan
penurunan kandungan P-total terendah diantara semua perlakuan. Hal ini diduga
karena terjadi proses imobilisasi fosfor dalam tubuh mikroorganisme tanah.
Selama proses pengomposan dalam lubang resapan biopori terjadi
kehilangan kalium yang tinggi dibandingkan dengan kehilangan fosfor (Tabel 7).
Kehilangan kalium terbesar terjadi pada perlakuan P2 sebesar 83.3% yaitu dari
0.12% pada hari ke-7 menjadi 0.02% pada hari ke-49. Kalium merupakan unsur
yang sangat mobil dan sangat mudah tercuci baik di tanah maupun tanaman.
Sulistiyanto et al. (2005) menyatakan bahwa pencucian hara K umumnya terjadi
pada serasah yang mengalami pelapukan didukung oleh mikroorganisme
pendekomposisi. Kehilangan kalium terendah terdapat pada perlakuan P1 sebesar
72.7% yaitu 0.11% pada hari ke-7 menjadi 0.03% pada hari ke-49. Perlakuan P1
masih terdapat kalium yang cukup tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain
yang diduga disebabkan oleh proses pengomposan yang hanya dilakukan oleh
mikroorganisme indigenous saja, sehingga proses pengomposan berlangsung lebih
lambat dibandingkan dengan perlakuan lain.
Perlakuan P3 dan P4 menunjukkan penurunan kandungan kalium berturutturut yaitu 0.12% pada hari ke-7 menjadi 0.03% pada hari ke-49 (menurun 75.0%
dibandingkan dengan hari ke-7) pada perlakuan P3 dan 0.14% pada hari ke-7
menjadi 0.03% pada hari ke-49 (menurun 78.6% dibandingkan dengan hari ke-7).
Kehilangan unsur hara selama proses pengomposan disebabkan oleh adanya
pergerakan air bebas secara vertikal ke bawah dan secara horizontal melalui
dinding LRB dan dijerap oleh koloid klei serta koloid organik tanah.

Laju Peresapan Air
Hasil pengamatan laju peresapan air yang dilakukan pada hari ke-1, hari ke28, dan hari ke-49 ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan selama proses
pengomposan laju peresapan air dalam lubang resapan biopori pada masingmasing perlakuan mengalami peningkatan kecuali pada perlakuan P0.

14
Tabel 8 Laju peresapan air di dalam lubang resapan biopori
Perlakuan

Hari ke-1

P0
P1
P2
P3
P4

117.12
148.70
164.98
147.20
112.40

BNT 5%

125.09

Hari ke-28

Hari ke-49

Laju Peresapan Air (liter/jam)
67.00 ba (-74.8%)b
112.67 a
178.83 a (16.9%)
265.00 b
192.33 a (14.2%)
239.67 ab
195.67 a (24.8%)
233.33 ab
183.33 a (38.7%)
170.67 a
63.94

(-3.9%)c
(43.9%)
(31.9%)
(36.9%)
(34.1%)

70.12

a

angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan
5%; bangka dalam kurung menunjukkan persentase peningkatan laju peresapan air pada hari ke-28
dibandingkan dengan hari ke-1; cangka dalam kurung menunjukkan persentase peningkatan laju
peresapan air pada hari ke-49 dibandingkan dengan hari ke-1. Tanda negatif berarti penurunan

Tabel 8 menunjukkan bahwa pada hari ke-1 lubang yang tidak berisi
sampah daun (P0) memiliki laju peresapan air yang lebih rendah dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga pada lubang yang tidak berisi sampah
terjadi penyumbatan pori-pori tanah oleh koloid klei yang terbawa pada saat air
masuk ke dalam lubang resapan biopori. Pada perlakuan dengan penambahan
sampah daun (P1, P2, P3, dan P4) memiliki laju peresapan air yang lebih tinggi.
Sampah daun yang dimasukkan ke dalam lubang resapan biopori akan
menghalangi bahan halus tanah yang dapat menyumbat pori-pori tanah yang
terbawa oleh aliran air yang masuk ke dalam lubang resapan. Akibatnya laju
peresapan air pada lubang yang berisi sampah lebih tinggi karena tidak terjadi
penyumbatan pori tanah.
Pada hari ke-28 semua perlakuan dengan penambahan sampah daun (P1, P2,
P3, dan P4) secara nyata dapat meningkatkan laju peresapan air dibandingkan
dengan P0. Dinding LRB dapat memperluas permukaan resapan di mana air yang
masuk ke dalam LRB akan meresap ke dalam tanah secara vertikal dan horizontal
melalui permukaan dinding LRB. Populasi dan aktivitas organisme tanah
meningkat dengan penambahan bahan organik ke dalam tanah sehingga
meningkatkan pembentukan biopori. Semakin banyak biopori yang dibuat oleh
organisme tanah, maka kemampuan tanah dalam meresapkan air baik secara
vertikal maupun horizontal melalui dinding LRB akan meningkat. Penurunan laju
peresapan air yang terjadi pada perlakuan P0 diduga disebabkan terjadinya
penyumbatan pori pada permukaan dinding dan dasar LRB oleh sedimen klei
yang terangkut aliran permukaan yang masuk ke dalam LRB yang tidak diisi
sampah. Peningkatan laju peresapan air tertinggi terjadi pada perlakuan P3. Hal
ini disebabkan oleh sinergi aktivitas mikroorganisme dan fauna tanah dalam
meningkatkan dan memantapkan pori dinding LRB. Laju peresapan air pada
semua perlakuan dengan penambahan sampah daun meningkat kecuali perlakuan
P4 (Gambar 4).

15
laju peresapan air(liter/jam)

300.00
250.00
200.00
150.00

hari ke-1

100.00

hari ke-28
hari ke-49

50.00
0.00
P0

P1

P2

P3

P4

perlakuan

Gambar 5 Laju peresapan air dalam lubang resapan biopori

Perlakuan P1, P2, dan P3 memiliki kemampuan meresapkan air yang terus
meningkat dari hari ke-1 sampai hari ke-49. Hasil analisis ragam pengaruh
perlakuan terhadap laju peresapan air (Lampiran 6) menunjukkan bahwa
pemberian sampah daun nyata meningkatkan laju peresapan air dibandingan
dengan lubang yang tidak berisi sampah daun. Pada hari ke-49, perlakuan P1
menunjukkan peningkatan laju peresapan air sebesar 43.9% dibandingan dengan
hari ke-1. Peningkatan laju peresapan air perlakuan P1 yang lebih tinggi diantara
semua perlakuan pada hari ke-49 diduga karena di dalam LRB masih terdapat
sumber energi yang cukup untuk kelangsungan hidup fauna dan aktivitas fauna
tanah yang membantu meningkatkan pembentukan biopori di dalam tanah.
Perlakuan P2 memiliki laju peresapan air sebesar 239.67 liter/jam (meningkat
31.9% dibandingkan dengan hari ke-1). Perlakuan P3 memiliki laju peresapan air
sebesar 233.33 liter/jam (meningkat 36.9% dibandingkan dengan hari ke-1).
Pada perlakuan P4 terjadi peningkatan laju peresapan air pada hari ke-28
kemudian menurun pada hari ke-49. Hal ini diduga terjadi penyumbatan pada
dinding lubang resapan oleh bahan halus karena jumlah bahan yang dikomposkan
sudah mulai habis sehingga dinding lubang yang awalnya tertutup oleh sampah
daun menjadi terbuka dan tersumbat oleh bahan halus serta semakin sedikit fauna
tanah yang beraktivitas di dalam lubang tersebut. Pada saat bahan kompos dalam
lubang resapan mulai habis fauna tanah mulai berpindah dan mencari tempat
makanan yang lain. Hal ini didukung oleh penelitian Lestari (2013) menunjukkan
bahwa pada akhir proses pengomposan total fauna pada perlakuan P4 lebih rendah
dibandingkan dengan perlakuan P1, P2, dan P3.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Selama proses pengomposan, hara yang terkandung dalam sampah daun
yang dikomposkan cenderung mengalami penurunan. Penambahan Trichoderma

16
sp. dapat meningkatkan laju dekomposisi dari sampah daun yang dikomposkan
dalam lubang resapan biopori yang ditunjukkan dengan nisbah C/N yang lebih
rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Penambahan sampah daun dalam lubang resapan bipori dapat
meningkatkan laju peresapan air di dalam lubang selama 49 hari proses
pengomposan.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat laju pengomposan
beberapa jenis sampah yang berbeda, sehingga dapat diperhitungkan jumlah
sampah organik yang dapat ditambahkan ke dalam setiap lubang.

DAFTAR PUSTAKA
Anas I. 1989. Biologi tanah dalam Praktek. Bogor (ID): IPB Pr.
Anonim. 2013. Pengomposan, pengumpulan sampah dan penambahan lubang
resapan biopori ala SMA Sari Praja [Internet]. [ diunuh 2013 Des 26].
Tersedia pada : http//surabayaecoschool.tunashijau.org
Anonim. 2013. Daun jati kering mengapa harus dibakar. E Petani [Internet].
(diperbaharui pada 16 April 2013, [diunduh 2013 Des 19]). Tersedia pada:
http//epetani.deptan.go.id/pupuk/daun-jati-kering-mengapa-harus-dibakar8033
Alhamd L, Syoko A, Akio H. 2004. Decomposition of leaf litter of four tree
species in a subtropical evergreen broadpleaved forest, Okinawa Island,
Japan. J Foreco. 202(1):1-11
Aprianis Y. 2011. Produksi dan laju dekomposisi serasah Acacia crassicarpa A.
Cunn.di PT. Araraabadi. J Tekno Hutan Tanaman. 4(1):41-47
Brady NC. 1990. The Nature and Properties of Soils 10th Edition. New York
(US): Macmillan Publishing Company
Brata KR, Nelistya A. 2009. Lubang Resapan Biopori. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Charisma AM, Yuni SR, Isnawati. 2012. Pengaruh kombinasi kompos
Trichoderma dan mikoriza vesikular arbuskular (mva) terhadap
pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill) pada media
tumbuh tanam tanah kapur. Lentera Bio. 1(3):111-116
Gaur AC. 1981. Project Field Document No 15 : A manual of rural composting.
Food and Agriculture Organization of The United Nations.
Hamdi Z, Sukartono, Suwardji. 2013. Penggunaan arang hayati (biochar) sebagai
bahan pencampur (bulking agent) pada proses pengomposan kotoran sapi.
Jurnal Ilmiah [Internet]. [Diunduh 2013 Des 12]. Tersedia pada:
http//fp.unram.ac.id/data/2013/03/jurnal-ilmiah.pdf
Handayanto E, Hairiah K. 2007. Biologi Tanah: Landasan Pengelolaan Tanah
Sehat. Malang (ID): Pustaka Adipura

17
Isaac SR, Nair MA. 2005. Biodegradation of leaf litter in the warm humid tropics
of Kerala, India. Soil Biology & Biochemistry. 37(9):1656-1664
Jacob M, Weland N, Platner C, Schaefer M, Leuschner C, Thomas M. 2009.
Nutrient release from decomposition leaf litter of temperate decidious
forest trees along a gradient of increasing tree species diversity. Soil
Biology & Biochemistry. 41(10):2122-2130
Kartiadi E. 2009. Lima juta lubang biopori di Jakarta. [Internet]. [diunduh 2013
Des 19]. Tersedia pada : http//bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologipengendalian-banjir/lubang-resapan-biopori/
Lestari DS. 2013. Pengaruh Trichoderma sp. dan Molase terhadap Sifat Biologi
Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori pada Tanah Latosol Darmaga
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Notohadiprawiro T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Paturau JM. 1982. By Product Of The Cane Sugar Industry. Amsterdam (NL):
Elsevier Publishing Co
Rahmasari D. 2001. Mempelajari proses pemurnian molases dengan metoda
koagulasi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sulistiyanto Y, Rieley JO, Limin SH. 2005. Laju dekomposisi dan pelepasan hara
dari serasah pada dua sub-tipe hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah. J
Man Hut Trop. 11(2):1-14
Tottera NK, Takeda H. 1999. Carbon and nitrogen dynamics of decomposing leaf
litter in a tropical hill evergreen forest. Eur J Soil Biol. 35(2):57-63
Trisno I. 2012. Konsep zero waste pada agroindustri (Industri Pabrik Gula)
[Internet]. [diunduh 2013 Des 01]. Tersedia pada: http//litbang.patikab.go.id
Uruilal C, Kalay AM, Kaya E, A Siregar. 2012. Pemanfaatan kompos ela sagu,
sekam, dan dedak sebagai media perbanyakan agens hayati Trichoderma
harzianum Rifai. Agrologia J Ilmu Budidaya Tanaman. 1(1):21-30
Widaryanto A. 2013. C/N-Rasio Kompos, Kandungan Fosfor (P), Keasaman
(PH), dan Tekstur Kompos Hasil Pengomposan Sampah Organik Pasar
dengan Starter Em4 (Effective Microorganism 4) dalam Berbagai Dosis
[Skripsi]. Semarang (ID): IKIP PGRI Semarang
Yuwono D. 2007. Kompos. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Zaman B, Sutrisno E. 2007. Studi pengaruh pencampuran sampah domestik ,
sekam padi dan ampas tebu dengan metode Mac Donald terhadap
kematangan kompos. J Presipitasi. 2(1):1-76

18

LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis sidik ragam C-organik (%)
Lampiran1a Analisis ragam C-organik (%) hari ke-7
Sumber
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
3
6
11

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

17.73
173.45
378.53
569.72

8.87
57.82
63.09

F hitung
0.14
0.92

F tabel 5%

4.76

Lampiran 1b Analisis ragam C-organik (%) hari ke-14
Sumber
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
3
6
11

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

228.47
156.93
322.17
707.57

114.23
52.31
53.70

F hitung
2.13
0.97

F tabel 5%

4.76

Lampiran 1c Analisis ragam C-organik (%) hari ke-21
Sumber
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

2
3
6
11

68.73
67.59
176.17
312.49

34.36
22.53
29.36

F hitung

F tabel 5%

1.17
0.77

4.76

Lampiran 1d Analisis ragam C-organik (%) hari ke-28
Sumber
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

2
3
6
11

28.77
88.09
145.45
262.31

14.39
29.36
24.24

F hitung

F tabel 5%

0.59
1.21

4.76

19
Lampiran 1e Analisis ragam C-organik (%) hari ke-35
Sumber
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

2
3
6
11

196.35
58.66
210.01
465.02

98.17
19.55
35.00

F hitung

F tabel 5%

2.80
0.56

4.76

Lampiran 1f Analisis ragam C-organik (%) hari ke-42
Sumber
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

2
3
6
11

145.08
58.90
124.65
328.63

72.54
19.63
20.78

F hitung

F tabel 5%

3.49
0.95

4.76

Lampiran 1g Analisis ragam C-organik (%) hari ke-49
Sumber
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas
2
3
6
11

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

37.56
15.83
84.99
138.38

18.78
5.28
14.16

F hitung
1.33
0.37

F tabel 5%

4.76

Lampiran 2 Analisis ragam N-total (%)
Lampiran 2a Analisis ragam N-total (%) hari ke-7
Sumber
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

2
3
6
11

0.01
0.07
0.03
0.11

0.00
0.02
0.01

F hitung

F tabel 5%

0.68
4.42

4.76

Lampiran 2b Analisis ragam N-total (%) hari ke-14
Sumber
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

2
3
6
11

0.03
0.14
0.95
1.11

0.01
0.05
0.16

F hitung

F tabel 5%

0.08
0.29

4.76

20
Lampiran 2c Analisis ragam N-total (%) hari ke-21
Sumber
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

2
3
6
11

0.07
0.03
0.22
0.32

0.03
0.01
0.04

F hitung

F tabel 5%

0.96
0.32

4.76

Lampiran 2d Analisis ragam N-total (%) hari ke-28
Sumber
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat
Tengah

2
3
6
11

0.03
0.03
0.14
0.19

0.01
0.01
0.02

F hitung

F tabel 5%

0.61
0.44

4.76

Lampiran 2e Analisis ragam N-total (%) hari ke-35
Sumber
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total

Derajat
Bebas

Juml