Uji Kemampuan Campuran Trichoderma sp dan Aspergillus sp sebagai Biodekomposer Terhadap Laju Pengomposan Limbah Jerami Padi

i

UJI KEMAMPUAN CAMPURAN Trichoderma sp DAN
Aspergillus sp SEBAGAI BIODEKOMPOSER TERHADAP
LAJU PENGOMPOSAN LIMBAH JERAMI PADI

AHMAD HAMDANI
A14070086

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji kemampuan
Campuran Trichoderma sp dan Aspergillus sp sebagai Biodekomposer Terhadap

Laju Pengomposan Limbah Jerami Padi adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Ahmad Hamdani
NIM A14070086

ii

ABSTRAK
AHMAD HAMDANI. Uji Kemampuan Campuran Trichoderma sp dan
Aspergillus sp sebagai Biodekomposer Terhadap Laju Pengomposan Limbah
Jerami Padi. Dibimbing oleh RAHAYU WIDYASTUTI dan DYAH
TJAHYANDARI.
Biodekomposer adalah bahan aktif mengandung mikrob yang berperan dalam
mempercepat proses pengomposan limbah organik. Dalam penelitian ini

digunakan Biodekomposer A yang mengandung Trichoderma harzianum DT 38,
T. pseudokoningii DT 39 dan Aspergillus sp. Sebagai pembanding, digunakan
Biodekomposer B yang mengandung Trichoderma sp. Pengujian Biodekomposer
A dan B ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas keduanya dalam
merombak limbah jerami padi menjadi kompos. Percobaan dilakukan
menggunakan bak pengomposan yang terbuat dari bambu berukuran 1m x 1m x
1m. Bahan pengomposan yang digunakan adalah limbah jerami padi yang
dicampur dengan kotoran sapi, sedangkan perlakuannya adalah: 1) Kontrol (P1,
bahan pengomposan tanpa dekomposer), 2) Bahan pengomposan + Biodekoposer
A (P2) dan 3) Bahan Pengomposan + Biodekomposer B (P3). Parameter yang
diamati yaitu: suhu, nisbah C/N, kadar air, penyusutan volume dan warna
kompos. Hasil penelitian menunjukkan pada minggu pertama, tidak terlihat
perbedaan suhu pengomposan antar perlakuan, dengan nilai berkisarantara 53,8
o
C - 54,5 oC. Pada minggu kedua, penurunan suhu terendah terjadi pada perlakuan
P2 (32.1 oC),dan berbeda nyata dengan perlakuan P1(44,5 oC) dan P3 (44,4 oC).
Pada minggu ketiga dan keempat terjadi pola penurunan suhu yang sama dengan
minggu kedua, dimana pada minggu keempat, perlakuan P2 (31.4 oC) mengalami
penurunan terendah dan berbeda nyata dibanding perlakuan P1 (41,3 oC ) dan P3
(35.0 oC). Parameter rasio C/N menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata antar

perlakuan, namun demikian, adanya biodekomposer A pada P2 dan
biodekomposer B pada P3 menyebabkan kecepatan penurunan rasio C/N pada P2
dan P3 lebih cepat dibandingkan P1. Kadar air kompos menunjukkan perbedaan
nyata pada minggu ketiga dan keempat, dimana pada minggu keempat perlakuan
P2 memiliki kadar air yang lebih tinggi (68.30%) dibanding perlakuan P1 dan P3
(masing-masing 63.71% dan 62.75%). Data volume tumpukan kompos
menunjukkan penambahan biodekomposer A dan B pada P2 dan P3 cenderung
mengurangi volume tumpukan kompos lebih cepat dibanding kontrol (P1).
Sementara itu warna kompos pada perlakuan P2 tampak lebih gelap dibanding
kontrol.
Kata kunci: Biodekomposer, Kompos, Trichoderma harzianum DT 38, T.
pseudokoningii DT 39, Trichoderma sp, Aspergillus sp.

iii

ABSTRACT
AHMAD HAMDANI. Evaluation the Effectiveness of Trichoderma sp and
Aspergillus sp as Biodecomposer in Rice Straw Waste Composting Rate.
Supervied by RAHAYU WIDYASTUTI and DYAH TJAHYANDARI
Biodecomposer is an active substance that contains beneficial microbes

contributed in accelerating the process of composting organic waste. This research
used Biodecompocer A containing Trichoderma harzianum DT 38, DT 39 T.
pseudokoningii and Aspergillus sp. As a comparison, also used biodecomposer B
containing Trichoderma sp used for composting. The research aimed to evaluate
the effectiveness of biodecomposers to degrade rice straw waste in composting.
The experiment was performed using composting tubs made from bamboo with a
size of 1m x 1m x 1m. Rice straw waste were used as composting materials mixed
with cow manure. The treatments were 1) Control (P1, composting material
without decomposers), 2) Composting material with Biodecomposer A (P2) and
3) Composting material with Biodekomposer B (P3). The observed parameters
were: temperature, C/N ratio, water content, volume of composting material and
the color of compost. The results showed in the first week, there was no difference
of temperature between treatments, with range values between 53.8 ° C - 54.5 ° C.
In the second week, the lowest temperature occurred in the P2 (32.1 ° C), and
significantly different from P1 (44.5 ° C) and P3 (44.4 ° C). The pattern of
temperature in the third and fourth weeks, showed the same pattern with those in
the second week, whereas in the fourth week, P2 decrease significantly compared
to P1 and P3. C/N ratio indicated that there were no significant differences
between treatments; never the less, biodecomposer A (P2) and biodecomposer B
(P3) tended to have C/N ratio less than control (P1). The water content of the

compost material showed significant differences in the third and fourth weeks. In
the fourth week P2 treatment had a higher moisture content (68.30%) compared to
P1 and P3 treatment (63.71% and 62.75%, respectively). Compost pile volume
showed the addition of biodecomposer A (P2) and biodecomposer B (P3) tended
to reduce the volume of the compost pile faster than control (P1). While the color
of the compost in the P2 appeared darker than the control.
Keywords: Biodecomposer, Compost, Trichoderma harzianum DT 38, T.
pseudokoningii DT 39, Trichoderma sp, Aspergillus sp.

iv

v

UJI KEMAMPUAN CAMPURAN Trichoderma sp DAN
Aspergillus sp SEBAGAI BIODEKOMPOSER TERHADAP
LAJU PENGOMPOSAN LIMBAH JERAMI PADI

AHMAD HAMDANI
A14070086
Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Petanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

vi

vii

Judul Skripsi : Uji Kemampuan Campuran Trichoderma sp dan Aspergillus sp
sebagai Biodekomposer Terhadap Laju Pengomposan Limbah
Jerami Padi
Nama
: Ahmad Hamdani

NIM
: A14070086

Disetujui oleh

Dr. Rahayu Widyastuti, M. Sc.
Pembimbing I

Dr.Ir.R.A. Dyah Tjahyandari S, Mappl Sc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Baba Barus, M. Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

viii


PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Uji Kemampuan
Campuran Trichoderma sp dan Aspergillus sp sebagai Biodekomposer Terhadap
Laju Pengomposan Limbah Jerami Padi, sebagai salah satu syarat kelulusan dari
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Skripsi ini tidak akan pernah
selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung sehingga kesulitan yang penulis hadapi dapat
teratasi.

1.

2.
3.
4.

5.

6.
7.


Terima kasih tak terhingga penulis ingin ucapkan kepada:
Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi pertama,
untuk bimbingan selama penyelesaian skripsi ini. Terutama untuk
kesabaran beliau menghadapi penulis yang sering kali meninggalkan
tanggung jawab penyelesaian skripsi ini.
Dr. Ir. Dyah Tjahjandari Suryaningtyas, M.Appl selaku dosen pembimbing
kedua atas kebaikan dan saran-saran yang diberikan beliau.
Ir. Fahrizal Hazra, M.Sc. selaku dosen penguji skripsi ini atas nasehatnasehat yang membangun.
Seluruh staf Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Laboratorium Kimia
dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, IPB (Bu Asih, Bu Julaeha, Bu Yeti, Bu Laela,
Almarhumah Mbak Nia, Mbak Nina, Pak Jito) yang telah memberikan
bantuan selama melakukan analisis di laboratorium.
Kedua orang tua penulis, almarhum bapak Hasbullah (Ae bolla) dan Ibu
Maryam (Mak Iyung) serta semua saudara penulis yang seperti tak
memiliki batas kesabaran untuk terus memberikan dukungan dan
bimbingan untuk penulis.
Kawan-kawan yang tak pernah bosan mengingatkan penulis pada tugas
skripsi ini.

Pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi
ini, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih
membutuhkan saran serta kritik. Namun, penulis berharap agar tulisan ini dapat
memberikan manfaat dalam rangka pembelajaran bagi penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Ahmad Hamdani

ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR


x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Hipotesis

2

METODOLOGI PENELITIAN

3

Tempat dan Waktu Penelitian

3

Bahan dan Alat

3

Metode Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Suhu Pengomposan

5

Kadar air

7

Volume Kompos

8

Morfologi Kompos

8

Rasio C/N

9

KESIMPULAN

11

DAFTAR PUSTAKA

11

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

17

x

DAFTAR TABEL
No
1

Teks
Pengaruh pemberian biodekomposer A dan B terhadap suhu
pengomposan (oC) limbah jerami padi ...........................................

2

5

Pengaruh pemberian biodekomposer A dan B terhadap kadar air
(%) bahan pengomposan limbah jerami padi ..................................

3

Halaman

7

Pengaruh pemberian biodekomposer A dan B terhadap rasio C/N
pada proses pengomposan limbah jerami padi ................................

10

DAFTAR GAMBAR
No

Teks

Halaman

1

Wadah pengomposan ....................................................................... 3

2

Suhu selama proses pengomposan limbah jerami padi ...................

6

3

Kadar air pada proses pengomposan limbah jerami padi ................

7

4

Volume kompos pada proses pengomposan limbah jerami padi
yang ditambah dekomposer .............................................................

5

Bahan kompos pada minggu ke 4: (a) Kontrol, (b) Perlakuan P2
dan (c) Perlakuan P3 .......................................................................

6

8

9

Rasio C/N pada pengomposan limbah jerami padi .......................... 10

DAFTAR LAMPIRAN
No

Teks

Halaman

1

Sidik ragam suhu ...............................................................................

13

2

Sidik ragam kadar air ......................................................................... 14

3

Sidik ragam rasio C/N........................................................................

4

Rekapitulasi sidik ragam terhadap peubah pengamatan .................... 16

15

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akhir-akhir ini mulai tampak gejala dan dampak yang ditimbulkan oleh
pertanian anorganik, baik pada produksi pertanian maupun lingkungan.
Penggunaan pupuk kimia yang terus menerus dan cenderung dalam jumlah yang
berlebihan tanpa mengembalikan bahan organik ke dalam tanah, mengakibatkan
dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak yang timbul antara lain adalah
adanya pencemaran tanah dan air, menurunkan tingkat kesuburan tanah, dan
ketergantungan petani secara ekonomi dan sosial (Udiyani dan Setyawan, 2003).
Penyebab rusaknya tanah ini tidak terlepas dari rusaknya fungsi biologis tanah,
seperti terganggunya organisme tanah yang berperan sebagai penyedia hara dan
pembuat struktur tanah yang baik. Mengutip Rao (1994), humus, polisakarida dan
poliuronida yang dihasilkan oleh mikrob tanah membantu merekatkan partikelpartikel tanah bersama-sama sementara jamur berbenang memberikan tambahan
sokongan mekanis.
Organisme tanah mempunyai peran yang signifikan pada kualitas tanah.
Peranan organisme yang terdapat di tanah tidaklah kecil. Akumulasi bahan
organik, siklus unsur hara, dan pembentukan struktur tanah yang stabil sangat
dipengaruhi oleh kegiatan organisme tanah (Hardjowigeno, 2003).
Pemberian bahan organik sangat diperlukan bagi praktik pertanian sebagai
usaha untuk memperbaiki kondisi organisme tanah. Selain itu, bahan organik
merupakan penyumbang sebagian besar unsur hara yang diperlukan tanaman (N,
P dan S), khususnya yang tidak diberi input dari luar (Yulipriyanto, 2010).
Pemberian bahan organik bisa dilakukan dengan cara menambahkan secara
langsung pada tanah atau dikomposkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan ke
tanah.
Salah satu permasalahan yang sering ditemukan pada proses pengomposan
adalah dibutuhkannya waktu yang cukup lama untuk menghasilkan kompos yang
baik, sehingga banyak petani enggan melakukannya. Penambahan mikrob tertentu,
seperti fungi dari kelompok Trichoderma dan Aspergillus diketahui mampu
mempercepat proses pengomposan limbah oganik. Pada penelitian ini pemberian
biodekomposer yang mengandung mikrob dari jenis Trichoderma harzianum DT
38, T. pseudokoningii DT 39 dan Aspergillus sp, pada proses pengomposaan
jerami padi diharapkan dapat mempercepat pelapukan dan pematangan kompos.
Dekomposisi bahan organik yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan
lignin berlangsung sangat lambat. Jerami padi termasuk bahan organik yang
mengandung selulosa dan lignin yang sulit didegradasi (Herawati dan Wibawa,
2010). Taherzadeh dan Karimi (2008) menyatakan untuk mempercepat proses
degradasi bahan organik yang mengandung lignoselulosa perlu dilakukan
pretreatment bahan baku. Jin dan Chen, (2006) meneliti jerami padi dipotong 5-8
cm kemudian dimasak dengan steam 220°C selama 5 menit akan meningkatkan
yield gula dan hidrolisis enzimatis.
Menurut Marianah (2013), pengomposan secara alami akan memakan
waktu 2-3 bulan akan tetapi jika menggunakan jamur sebagai dekomposer hanya
membutuhkan waktu 14 - 21 hari. Kapang Trichoderma sp. memiliki manfaat
diantaranya sebagai organisme pengurai, pembantu proses dekomposisi dalam

2

pembuatan pupuk bokashi dan kompos. Hasil penelitian Mardhiansyah dan
Widyastuti (2007) menunjukkan Trichoderma spp. memiliki kemampuan sebagai
dekomposer (T. koningii), dan pengendali hayati (T. reesei dan T. harzianum).
Menurut Alexander (1976), genus Aspergillus dan Trichoderma merupakan
kapang perombak bahan organik yang mengurai sisa-sisa tanaman khususnya
yang mengandung hemiselulosa, selulosa, dan lignin.
Selain mempercepat pelapukan dan pematangan kompos, beberapa
kelompok fungi Trichoderma diketahui dapat berfungsi sebagai musuh alami bagi
mikrob lain yang merugikan. Achmad et al. (2010), melaporkan bahwa
Trichoderma harzianum dan T. Pseudokoningii dapat menghambat pertumbuhan
Fusarium oxysporum dan R. Solani. Penelitian Mukarlina et al. (2010)
menunjukkan bahwa T. harzianum dalam kondisi in vitro mampu menekan
pertumbuhan Fusarium spp. yang menginfeksi tanaman cabai dengan persentase
antagonis antara 71,2 % sampai dengan 94,2%. Penelitian Sudarma dan Suprapta,
(2011), menunjukkan bahwa fungi Aspergillus Spp. (Aspergillus nidulans, A.
Niger dan A. Terreus) dan Trichoderma spp. dapat mengendalikan penyakit layu
Fusarium pada pisang dengan menghambat pertumbuhan Fusarium oxysporum
f.sp.cubense.
Selain mempercepat laju dekomposisi, berdasarkan hasil penelitian yang
telah disebutkan di atas, diharapkan kompos yang dibuat dengan pemberian
biodekomposer berbahan aktif mikrob Trichoderma harzianum DT 38, T.
pseudokoningii DT 39 dan Aspergillus sp, dan biodekomposer berbahan aktif
Trichoderma sp dapat memberikan manfaat pada praktik-praktik pertanian tanpa
menimbulkan kerusakan pada lingkungan.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu: mempelajari efektifitas biodekomposer A
dengan bahan aktif mikrob Trichoderma harzianum DT 38, T. pseudokoningii DT
39 dan Aspergillus sp, dan biodekomposer B dengan bahan aktif Trichoderma sp
pada proses pengomposan limbah jerami padi serta menganalisis pengaruhnya
pada percepatan proses pengomposan limbah jerami padi.
Hipotesis
1. Aktivitas mikroba meningkat dengan penambahan biodekomposer A dan
B pada proses pengomposan jerami padi.
2. Peningkatan aktivitas mikroba akan mempercepat laju pelapukan kompos
jerami padi.
3. Aktivitas perombakan jerami padi oleh mikroba pada proses pengomposan
dengan penambahan biodekomposer A dan B lebih tinggi dibandingkan
dengan proses pengomposan tanpa biodekomposer A dan B.

3

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan (University Farm,
IPB), Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan Laboratorium Bioteknologi
Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanaian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada Mei 2013 hingga Juli
2013.
Bahan dan Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu antara lain: wadah
pengomposan yang terbuat dari bambu (Gambar 1), cangkul, garpu, ember,
timbangan, polybag, oven, inkubator, termometer, erlenmeyer, CHNS analyzer,
plastik dan kertas. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah jerami dan
kotoran sapi basah sebagai bahan kompos, biodekomposer A dengan bahan aktif
mikroba Trichoderma harzianum DT 38, T. pseudokoningii DT 39 dan
Aspergillus sp, dan biodekomposer B dengan bahan aktif Trichoderma sp. yang
merupakan koleksi dari laboratorium bioteknologi tanah, IPB.

Gambar 1. Wadah pengomposan
Metode Penelitian
1. Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Kompos
Pertama, mempersiapkan wadah pengomposan sebanyak 3 kotak yang
masing-masing berukuran 1 m3. Kemudian bahan kompos berupa jerami dan
kotoran sapi dengan perbandingan 10:1 (v/v) dimasukkan ke dalam kotak
pengomposan secara lapis demi lapis antara jerami padi dan kotoran sapi.

4

Perlakuan yang diberikan adalah: Wadah 1 merupakan kontrol tanpa pemberian
biodekomposer (P1), wadah 2 ditambahkan biodekomposer A (P2) dan wadah 3
ditambahkan biodekomposer B (P3). Setelah itu masing-masing kotak dibasahi
dengan air hingga basah merata, dengan tujuan menjaga kelembaban optimum
(sekitar 60%) agar mikrob di dalam tumpukan kompos bisa hidup dan
melaksanakan aktivitasnya dengan baik. Pembalikan bahan kompos dilakukan
apabila suhu tumpukan kompos meningkat > 50 oC. Pembalikan dilakukan terus
hingga suhu pengomposan stabil sekitar 30 oC
Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan kimia
kompos. Sifat fisik meliputi suhu, kadar air, volume, dan morfologi. Sedangkan
sifat kimia yang diamati adalah rasio C/N bahan kompos.
A. Suhu Pengomposan
Suhu kompos diukur tiap minggu. Pengukuran dilakukan di empat titik
dalam kotak kompos agar mewakili keseluruhan bagian kotak kompos.
Pengukuran suhu dilakukan dengan menancapkan termometer sedalam setengah
dari tinggi kompos (mengikuti penyusutan tinggi kompos).
B. Kadar Air
Pengambilan sampel untuk analisis kadar air dilakukan setiap minggu
hingga minggu keempat, secara subsampel sebanyak 4 titik pada masing-masing
kotak perlakuan. Subsampel diambil masing-masing sebanyak 10 gram bahan
kompos.
Kadar air diukur dengan metode gravimetri. Secara prinsip, metode ini
dilakukan dengan menguapkan semua air yang ada pada bahan, kemudian dilihat
perubahan beratnya. Pengukuran dilakukan dengan menimbang 10 gram bahan
kompos, kemudian dikeringkan di dalam oven. Hasilnya dihitung dengan rumus:
Kadar Air

x 100%

C. Volume
Volume kompos diukur dengan melihat perubahan tinggi (penyusutan)
pada tumpukan kompos. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan rumus
mengikuti volume kubus = panjang x lebar x tinggi.
D. Morfologi
Morfologi kompos ditentukan dengan pengamatan pada perubahan warna
dan bentuk kompos. Pengambilan data dilakukan dengan mengambil gambar
menggunakan kamera. Pengamatan dilakukan tiap minggu.
E. Rasio C/N
Pengambilan sampel untuk analisis rasio C/N dilakukan setiap minggu
hingga minggu keempat, secara subsampel sebanyak 4 titik pada masing-masing
kotak perlakuan. Subsampel diambil masing-masing sebanyak 10 gram bahan
kompos. Analisis kandungan karbon dan nitrogen total dilakukan dengan
menggunakan alat CHNS analyzer.

5

2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 3 perlakuan, yaitu: 1) tanpa pemberian biodekomposer (kontrol) (P1),
pemberian biodekomposer A (P2), dan 3) pemberian biodekomposer B (P3).
Pengambilan sampel untuk analisis laboratorium dilakukan pada 4 titik pada
masing-masing kotak perlakuan sehingga diperoleh 12 subsampel. Data yang
diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik ragam dan
kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf 5%. Model linier yang digunakan adalah:
Yij = μ + τi + εij
Dimana:
i
= 1, 2, ...., t dan j= 1, 2, ...., r
Yij
= Pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- j
μ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh perlakuan ke- i
εij
= Pengaruh acak pada perlakuan ke- i ulangan ke- j

HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Aminah et al (2003), kompos merupakan hasil dari proses
biokimiawi yang melibatkan mikrob sebagai agensia (perantara) yang merombak
bahan organik menjadi bahan yang mirip dengan humus. Menurut Storm (1985),
pengendalian kompos pada tingkat mikrob meliputi 4 faktor yang saling berkaitan
yaitu: kelembaban, panas akibat metabolisme, temperatur dan aerasi. Faktor lain
selain keempat faktor tersebut yaitu rasio C/N dan kondisi bahan awal (De
Bertoldi et al, 1983).
Suhu Pengomposan
Aktivitas mikrob pada proses pengomposan dapat dilihat dari perubahan
suhu pada bahan yang dikomposkan. Suhu yang tinggi mengindikasikan tingginya
aktivitas mikrob, sedangkan suhu yang rendah menunjukkan sebaliknya. Fluktuasi
suhu masing-masing pada perlakuan P1, P2, dan P3 dapat dilihat pada Tabel 1 dan
Gambar 2.
Tabel 1. Pengaruh pemberian biodekomposer A dan B terhadap suhu
pengomposan (oC) limbah jerami padi
Suhu (oC) pada minggu ke
Perlakuan
1
2
3
4
Kontrol (P1)
53.8a
44.5a
45.4a
41.3a
Biodekomposer A (P2)
54.5a
32.1b
35.2c
31.4c
Biodekomposer B (P3)
54.0a
44.4a
40.5b
35.0b
Keterangan: a, b, dan c menunjukkan tingkat berbeda nyata taraf 5% pada masingmasing perlakuan tiap minggunya.

6

Tabel 1 menunjukkan, perbedaan nyata pada masing-masing perlakuan
baru terlihat setelah minggu ke tiga dan ke empat. Pada minggu pertama tidak ada
perbedaan nyata antar perlakuan, sedangkan pada minggu ke dua perbedaan nyata
tejadi hanya antara P2 dengan P1 dan P3. Pada minggu ke tiga, P1 dan P2 (45,4 oC
dan 35,2 oC) mengalami sedikit peningkatan suhu, sedangkan P3 (40,5 oC) terus
mengalami penurunan. Penurunan suhu pada P3 ini dikarenakan kompos sedang
dalam proses pematangan (data rasio C/N). Kemudian pada minggu keempat,
suhu semua perlakuan menurun, yaitu P1 41,3 oC, P2 31,4 oC, dan P3 35 oC.
Penurunan suhu ini terjadi karena semakin sedikitnya aktivitas mikrob yang
disebabkan oleh semakin berkurangnya bahan organik sebagai sumber energi bagi
mikrob. Pada fase ini, semua perlakuan mengalami proses pematangan kompos.
Proses pematangan kompos pada perlakuan P2 lebih cepat dibandingkan
perlakuan P3, sedangkan perlakuan kontrol (P1) menunjukkan penurunan suhu
paling lambat. Adanya pemberian biodekomposer A dan B pada perlakuan P2 dan
P3 mempengaruhi hal tersebut.
Naik dan turunnya suhu terjadi pada proses pengomposan karena
perubahan aktivitas mikrob. Menurut Chen (1994) proses pengomposan meliputi
tiga fase: fase mesofilik, fase thermofilik dan fase mesofilik. Proses pengomposan
yang optimum akan melahirkan temperatur optimum kira-kira 45o-60oC
(Yuliprianto, 2010). Pada pengamatan ini, fase mesofilik terjadi pada minggu ke
nol, fase thermofilik terjadi pada minggu pertama, fase mesofilik berikutnya
terjadi pada minggu kedua sampai keempat.
60.0

Suhu (°C)

50.0
40.0
30.0

P1

20.0

P2

10.0

P3

0.0
1

2

3

4

Waktu Pengomposan (Minggu)

Gambar 2. Suhu selama proses pengomposan limbah jerami padi
Gambar 2 menunjukkan bahwa rata-rata suhu pada minggu pertama
tertinggi dibanding minggu-minggu setelahnya, yang menunjukkan aktivitas
mikrob yang tinggi. Pada minggu pertama ini hampir semua perlakuan memiliki
suhu diatas 50 oC (Tabel 1) dan tidak berbeda nyata antar perlakuan. Pada minggu
kedua, suhu pengomposan semua perlakuan mengalami penurunan. Suhu P1 dan
P3 (44,5 oC dan 44,4 oC) masih relatif sama, namun P2 mengalami penurunan
yang tajam. Menurut Sutanto (2002), selama proses pengomposan, perubahan
kualitatif dan kuantitatif terjadi pada tahap awal akibat perubahan lingkungan.
Beberapa spesies jamur menjadi aktif dan berkembang dalam waktu relatif singkat,

7

dan kemudian hilang untuk memberikan kesempatan pada jenis lain untuk
berkembang.
Kadar air
Kandungan air di dalam kompos sangat menentukan aktivitas dan
keberlangsungan mikrob yang bekerja sebagai dekomposer. Menurut Yuliprianto
(2010), mikrob hanya dapat menggunakan molekul organik yang larut dalam air.
Kandungan air optimum bagi tumpukan kompos berkisar antara 40-60 %.
Tabel 2. Pengaruh pemberian biodekomposer A dan B terhadap kadar air (%)
bahan pengomposan limbah jerami padi
Kadar air (%) pada minggu ke
Perlakuan
1
2
3
4
Kontrol (P1)
62.23a
68.68a
66.42b
63.71ab
Biodekomposer A (P2)
68.56a
71.84a
70.83a
68.30a
BiodekomposerB (P3)
65.35a
68.05a
67.01b
62.75b
Keterangan: a, b, dan c menunjukkan tingkat berbeda nyata taraf 5% pada masingmasing perlakuan tiap minggunya.

Kadar air (%)

Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar air masing-masing perlakuan tidak
berbeda nyata pada minggu pertama dan ke dua. Perbedaan nyata kadar air terlihat
pada minggu ketiga dan keempat antara P1 dan P3 dengan P2. Seperti yang
terlihat pada Gambar 4, kadar air pada P2 selalu lebih tinggi dibandingkan P1 dan
P3 setiap minggunya, terutama pada minggu ke tiga dan ke empat. Menurut
Soepardi (1983), fungi sangat peka terhadap aerasi. Aerasi yang buruk akan
menekan perkembangan fungi. Dengan demikian, tingginya kadar air pada P2 ini
mengakibatkan pertumbuhan fungi terhambat, sehingga kerja fungi yang ada pada
P2 kurang optimum. Mengutip Alexander (1976), apabila oksigen tersedia dalam
kadar rendah, organisme yang terdapat dalam jumlah yang banyak adalah bakteri,
karena fungi bersifat aerob atau membutuhkan oksigen.
74
72
70
68
66
64
62
60
58
56

P1
P2
P3
1

2

3

4

Waktu Pengomposan (Minggu)

Gambar 3. Kadar air pada proses pengomposan limbah jerami padi

8

Volume Kompos

Volume (m3)

Selama proses dekomposisi volume kompos berkurang disebabkan oleh
penguapan air dan gas. Pada waktu mikrob tumbuh dan berkembang biak pada
pengomposan, digunakan karbon untuk menyusun bahan selular sel-sel mikrob
dengan membebaskan karbon dioksida, metana, dan bahan-bahan lain yang
mudah menguap (Rao, 1994). Penguapan tersebut mengakibatkan berkurangnya
volume kompos. Besarnya pengurangan volume ini tergantung besaran bahan
organik yang dimanfaatkan oleh mikrob di dalam kompos.
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

P1
P2
P3
1

2

3

4

Waktu Pengomposan (Minggu ke-)

Gambar 4. Volume kompos pada proses pengomposan limbah jerami padi yang
ditambah dekomposer
Gambar 4 menunjukkan penyusutan volume kompos per minggu tidak
berbeda nyata antar perlakuan. Meskipun demikian terlihat adanya kecenderungan
penyusutan volume kompos yang lebih cepat pada perlakuan yang diberi
dekomposer A maupun B, dibanding kontrol, khususnya pada minggu terakhir
pengamatan.
Pada awal proses pengomposan, aktivitas mikrob dalam mengurai sampah
masih rendah. Hal ini disebabkan karena penyesuaian diri mikrob pengomposan
dengan lingkungan dan adanya seleksi secara alami (Budiyanto, 2004 ). Pada
minggu ketiga dan keempat penyusutan volume kompos per minggu pada
perlakuan P2 (58% dan 66%) dan P3 (62% dan 64%) lebih tinggi dibandingkan
P1 (57% dan 62%). Penambahan bioaktivator A dan B pada P1 dan P2
mempengaruhi kecepatan berkurangnya volume kompos pada P1 dan P2
walaupun dalam penelitian ini pengaruhnya masih tidak terlihat nyata.
Morfologi Kompos
Selain nilai rasio C/N, morfologi bahan kompos, yaitu warna dan bentuk,
dapat dijadikan faktor untuk menilai tingkat kematangan kompos.Warna kompos
yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih
berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos

9

tersebut masih belum matang. Gambar 5 menunjukkan warna bahan kompos pada
minggu ke empat.

(a)

(b)

(c)
Gambar 5. Bahan kompos pada minggu ke 4: (a) Kontrol, (b) Perlakuan P2 dan
(c) Perlakuan P3
Pada Gambar 5 terlihat warna kompos pada perlakuan P2 (Gambar 5b) dan
P3(Gambar 5c) lebih gelap dan bentuknya sudah hancur dibanding dengan
perlakuan kontrol (Gambar 5a). Perubahan warna dan bentuk dari aslinya ini
terjadi karena adanya aktivitas dekomposisi bahan organik oleh mikrob menjadi
kompos matang. Dengan demikian, dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa proses
pematangan kompos P2 dan P3 lebih cepat jika dibandingkan kontrol (P1).
Rasio C/N
Pada waktu mikrob tumbuh dan berkembang biak pada bahan organik,
mikrob menggunakan karbon untuk menyusun bahan selular sel-sel mikroba
dengan membebaskan karbon dioksida, metana, dan bahan-bahan lain yang
mudah menguap. Selain itu, mikrob juga mengasimilasi nitrogen yang terikat di
dalam protoplasma sel. Oleh karena itu rasio C/N ditentukan oleh sejauh mana
bahan organik dimanfaatkan oleh mikrob yang tergantung pada kandungan
oksigen dan biomassa mikroba pada tahap dekomposisi tersebut (Rao, 1994).

10

Tabel 3. Pengaruh pemberian biodekomposer A dan B terhadap rasio C/N pada
proses pengomposan limbah jerami padi
Perlakuan

1
34.27a
36.22a
31.21a

Kontrol (P1)
Biodekomposer A (P2)
Biodekomposer B (P3)

Nilai rasio C/N pada minggu ke
2
3
4
20.55a
16.81a
15.26a
18.89a
15.33a
14.37a
18.62a
15.83a
14.46a

Keterangan: a dibelakang angka menunjukkan tingkat berbeda nyata taraf 5 %
pada masing-masing perlakuan tiap minggunya.

C/N
Rasio

Hasil analisis sidik ragam statistik rasio C/N pada masing-masing perlakuan
tidak berbeda nyata, baik pada minggu pertama maupun minggu-minggu
berikutnya. Walau demikian, pemberian biodekomposer A dan biodekomposer B
cenderung menyebabkan proses pematangan kompos pada P2 dan P3 lebih cepat
jika dibandingkan kontrol (P1). Hal ini dapat dilihat dari kompos pada kontrol
(P1) belum matang hingga minggu ke-2 dengan nilai rasio C/N 20,55 (Gambar 2),
sedangkan kompos pada P2 dan P3 sudah matang dengan nilai rasio C/N masingmasing 18,89 dan 18,62. Menurut Novizan (2001), jika rasio C/N telah mencapai
angka 12-20 berarti unsur hara yang terikat pada humus telah dilepaskan melalui
proses mineralisasi sehingga dapat digunakan oleh tanaman. Umumnya, rasio C/N
yang baik digunakan pada lahan berkisar antara 15 – 20 (Kayhanian dan
Tchobanoglous, 1993). Namun rasio C/N yang memiliki nilai 10 lebih disarankan
untuk hasil yang ideal (Mathur, 1991).
Kompos yang memiliki nilai rasio C/N di atas 20 sangat tidak disarankan
atau harus dihindari penggunaannya pada lahan pertanian karena akan
memberikan dampak yang tidak baik pada pertumbuhan tanaman (Golueke, 1977).
Hal ini karena kompos yang memiliki nilai rasio C/N yang terlalu tiggi akan
menyebabkan immobilisasi nitrogen (Hampton et al., 2001). Immobilisasi ini
terjadi akibat terjadinya persaingan antara tanaman dan mikrob untuk
mengkonsumsi N, sehingga tumbuhan hanya memperoleh sedikit nitrogen dari
tanah (Soepardi, 1983).
40
35
30
25
20
15
10
5
0

P1
P2
P3

1

2

3

4

Waktu Pengomposan (Minggu ke-)

Gambar 6. Rasio C/N pada pengomposan limbah jerami padi

11

Seperti dijelaskan diatas, penurunan rasio C/N merupakan indikasi
semakin banyaknya bahan organik yang terdekomposisi. Gambar 6 menunjukkan
penambahan biodekomposer A pada perlakuan P2 dan biodekomposer B pada P3
cenderung menyebabkan penurunan rasio C/N yang lebih cepat dibandingkan
kontrol (P1) setiap minggunya.

KESIMPULAN
Pemberian biodekomposer A dengan bahan aktif Trichoderma harzianum
DT 38, T. pseudokoningii DT 39 dan Aspergillus sp, maupun B dengan bahan
aktif Trichoderma sp. pada proses pengomposan limbah jerami padi dapat
meningkatkan laju pengomposan. Hal ini dapat dilihat dari parameter penurunan
suhu (proses pematangan) yang lebih cepat dibanding kontrol, rasio C/N yang
memiliki nilai lebih rendah dibanding kontrol, dan penyusutan volume kompos
yang lebih cepat dibanding kontrol. Sedangkan morfologi kompos, yaitu warna
dan bentuk kompos, warna kompos pada perlakuan biodekomposer A dan B lebih
gelap dibandingkan dengan kontrol dan bentuk kompos menjadi lebih hancur.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, dkk. 2010. Aktivitas Antagonisme Dan Terhadap Patogen Lodoh In
Vitro Trichoderma harzianum dan Trichoderma pseudokoningii Terhadap
Patogen Lodoh Pinus merkusii. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol.7
No.5, Desember 2010, 233 - 240
Alexander, M.1976. Introduction to Soil Microbiology, 2nd Edition. Willey
Eastern Limited. New Delhi
Aminah S, Soedarsono G.B, Sastro Y. 2003. Teknologi Pengomposan. Jakarta
(ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Budiyanto, M.AK. 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang (ID): Penerbit
Universitas Muhamadiyah Malang
Chen, Sh.H. 1994. Survey on municipal demestic wastes composting technology
in maindland china. Chin. J. Environ. Sci., IS (1): 53-56
De Bertoldi M, Vallini G dan Pera A. 1983. The Biology of Composting: A review.
–Waste Management & Research 1: 157-176
Golueke, C.G. 1977. Biological reclamation of solid wastes. Rodale Press,
Emmauis, Pennsylvania, p.9.
Hampton MO, Obreza TA dan Stofella J. 2001. Weed Control in Vegetable Crops
with Composte Organic Mulches. Di dalam: Stofella PJ, Kahn BA, editor.
Compost Utilization in Horticultural Cropping System; 2001; Florida (US):
Lewis Publisher. Hlm 275-286
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Presindo
Herawati DA dan Wibawa AA. 2010. Pengaruh Pretreatment Jerami Padi pada
Produksi Biogas dari Jerami Padi dan Sampah Sayur Sawi Hijau Secara
Batch. Jurnal Rekayasa Proses. Vol. 4, No. 1, 2010. 25-29

12

Jin S and Chen H. 2006. Superfine Grinding of Steam Exploded Rice Straw and
Its Enzymatis Hydrolisis. Biochem Eng, J. 30: 225-230.
Kayhanian, M. dan G. Tchobanoglous. 1993. Computation of C/N ratio for
various organic fraction. Biocycle 33(5): 58-60
Mardhiansyah M dan Widyastuti SM. 2007. Potensi Trichoderma spp. Pada
Pengomposan Sampah Organik sebagai Media Tumbuh dalam Mendukung
Daya Hidup Semai Tusam (Pinus merkusii. Et de Vries). SAGU. Vol. 6 No.
1, Maret 2007: 29-33
Marianah L. 2013. Analisa Pemberian Trichoderma sp Terhadap Pertumbuhan
Kedelai. Jambi (ID): Balai Pelatihan Pertanian Jambi
Mathur, S.P. 1991. Composting processes, p. 147-183. In: A.M. Martin (ed).
Bioconversion of waste materials to industrial products. Elsevier Applied
Science, New York
Mukarlina, Khotimah S, dan Rianti R. 2010. Uji Antagonis Trichoderma
harzianum Terhadap Fusarium spp. Penyebab Penyakit Layu pada
Tanaman Cabai (Capsicum annum) Secara In Vitro. J. Fitomedika. 7 (2): 80
– 85
Novizan. 2001. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Tangerang (ID): Agromedia
Pustaka
Rao, S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Herawati
Susilo (penerjemah). Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Storm PF. 1985. Effect of temperature on bacterial species diversity in
thermophilic solid-waste composting. Appl Environ Microbiol. 50 (4): 899905.
Sudarma IM dan Suprapta DN. 2011. Potensi Jamur Antagonis Yang Berasal
Dari Habitat Tanaman Pisang dengan dan Tanpa Gejala Layu Fusarium
untuk Mengendalikan Fusarium oxysporum f.sp. cubense secara in vitro.
The Excellence Research Universitas Udayana. Hlm 161-166
Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta (ID): Penerbit
Kanisius
Taherzadeh MJ and Karimi K. 2008. Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to
Improve Ethanol and Biogas. A Review. International Journal of Molecular
Sci. 9: 1621-1651
Udiyani PM dan Setiawan MB. 2003. Kajian Terhadap Pencemaran Lingkungan
di Daerah Pertanian Berdasarkan Data Radioaktivitas Alam. Seminar
Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir – Jakarta. P2TRR –
BATAN. 11 Desember 2003, 172-18
Yuliprianto H. 2010. Biologi tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta
(ID): Graha Ilmu

13

Lampiran 1. Sidik ragam suhu
MSP Sumber
Keragaman
1
Perlakuan
Galat
Total koreksi
2
Perlakuan
Galat
Total koreksi
3
Perlakuan
Galat
Total koreksi
4
Perlakuan
Galat
Total koreksi

DB
2
9
11
2
9
11
2
9
11
2
9
11

Jumlah
kuadrat
1.17
17.25
18.42
404.29
10.88
415.17
210.29
30.88
241.17
199.63
9.94
209.56

Nilai
tengah
0.58
1.92

Nilai F

Pr > F

KK

0.30

0.74

2.56

202.15
1.21

167.29