Performa Karkas dan Profil Asam Lemak Daging Entok (Cairina moschata) Umur 8 Minggu pada Peternakan Tradisional di Kabupaten Bogor

PERFORMA KARKAS DAN PROFIL ASAM LEMAK DAGING
ENTOK (CAIRINA MOSCHATA) UMUR 8 MINGGU PADA
PETERNAKAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BOGOR

ZURRAHMI FITRIA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Karkas dan
Profil Asam Lemak Daging Entok (Cairina mochata) Umur 8 Minggu pada
Peternakan Tradisional di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Zurrahmi Fitria
NIM D24100040

ABSTRAK
ZURRAHMI FITRIA.Performa Karkas dan Profil Asam Lemak Daging Entok
(Cairina moschata) Umur 8 Minggu Pada Peternakan Tradisional di Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh DWI MARGI SUCI dan RITA MUTIA.
Entok (Cairina moschata) merupakan unggas pedaging yang memiliki bobot
badannya dapat mencapai 3 kg sampai 6 kg. Akan tetapi pemanfaatan dan
budidayanya belum optimal, karena kurangnya informasi nutrisi yang dibutuhkan
dan kandungan gizi dari daging entok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kandungan nutrisi dari pakan yang umum diberikan oleh peternak entok
tradisional, performa karkas dan karakteristik asam lemak pada daging entok
umur 8 minggu. Penelitian ini dilakukan dengan penyebaran quesionaer ke

peternak-peternak tradisional di Kabupaten Bogor, pengambilan sampel pakan
dan entok, dan analisis di laboratorium. Dari analisis yang dilakukan, pakan yang
diberikan ke entok memiliki kandungan protein kasar yang rendah yaitu 9.03% 11%. Sehingga menyebabkan bobot badan yang dihasilkan rendah. Entok jantan
memiliki bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan entok betina.
Daging entok mengandung beberapa asam lemak saturated dan asam lemak
unsaturated baik MUFA dan PUFA yang kandungannya cukup tinggi. UFA atau
asam lemak tak jenuh yang dikandung lebih tinggi dibandingkan SFA atau asam
lemak jenuh. Asam lemak palmitat dan stearat merupakan asam lemak jenuh,
asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh tunggal, dan asam linoleat yang
merupakan asam lemak tak jenuh jamak merupakan beberapa asam lemak dengan
konsentrasi yang tinggi yang menyusun daging dada dan paha entok jantan.
Kandungan asam lemak-asam lemak tersebut berturut-turut mencapai 16.62%,
6.26%, 30.30%, dan 11.98%. Konsentrasi asam lemak pada daging paha
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi asam lemak pada daging
dada.
Kata kunci : Cairina moschata, pakan, karkas, jantan dan betina, asam lemak

ABSTRACT
ZURRAHMI FITRIA.Carcass Performance and Fatty Acid Profile in Muscovy
Duck (Cairina moschata) Meat at 8 Week of Age in Traditional Farming of

Bogor Regency. Dibimbing oleh DWI MARGI SUCI dan RITA MUTIA.
Muscovy duck (Cairina moschata) is one of poultry that the weight of
body can reach 3.5 kg to 6 kg. These advantages should make this waterfowl as a
source of protein for food. However, the cultivation are not optimal, because of
the lack information of feed nutrients and nutrient content of muscovy meat. This
study was aimed to determine the nutrient content of feed which commonly given
by the traditional muscovy breeder, carcass performance was and characteristics
of fatty acids at 8 weeks of age of muscovy duck meat. This study was conducted
through asking quesionaers to traditional breeders in Bogor, feed sampling, and
laboratory analysis. The informations showed that generally feed which given to

the muscovy in 6 traditional breeders have a low content of crude protein ranged
between 9.03% - 11%. The low nutrient content of feed cause a low weight body
in muscovy duck. Male duck has a higher weight than the female duck. Muscovy
meat contains some saturated and unsaturated fatty acids (MUFA and PUFA) are
both fairly high abortion. UFA concentration are higher more than SFA
concentration. Palmitic acid and Steraic acid which is a saturated fatty acid, Oleic
acid is a monounsaturated fatty acid, and Linoleic acid is an unsaturated fatty acid
are some fatty acids in highly concentrations produced muscovy breast meat and
thigh male. The amount of fatty acids respectively reached 16.62%, 6.26%,

30.30%, and 11.98%. The concentration of fatty acids in thigh meat tended to be
higher than the concentration of fatty acids in breast meat.
Keywords: Cairina moschata, feed, carcass, males and females muscovy duck,
fatty acid

PERFORMA KARKAS DAN PROFIL ASAM LEMAK DAGING
ENTOK (CAIRINA MOSCHATA) UMUR 8 MINGGU PADA
PETERNAKAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BOGOR

ZURRAHMI FITRIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Performa Karkas dan Profil Asam Lemak Daging Entok (Cairina
moschata) Umur 8 Minggu pada Peternakan Tradisional di
Kabupaten Bogor
Nama
: Zurrahmi Fitria
NIM
: D24100040

Disetujui oleh

Ir Dwi Margi Suci, MS
Pembimbing I

Dr Ir Rita Mutia, MAgr
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (

)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan limpahan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Performa Karkas dan Profil Asam Lemak
Daging Entok (Cairina moschata) Umur 8 Minggu pada Peternakan Tradisional
di Kabupaten Bogor”. Penelitian ini terlaksana dengan adanya penelitian
unggulan perguruan tinggi lintas fakultas dengan dana BOPTN 2013 yang
mendanai penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kandungan nutrisi dari pakan
yang diberikan untuk entok umur 8 minggu, mengamati perbedaan kualitas karkas
entok jantan dan betina, dan menganalisis karakteristik asam lemak daging entok
jantan dari 6 peternak tradisional di kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan

dengan menyebarkan quisionaer pada peternak tradisional di 6 kecamatan di
Kabupaten Bogor. Quisioner berisi tentang manajemen pemeliharaan, pakan yang
diberikan dan biosecurity yang dilakukan oleh peternak. Sebanyak 12 sampel
entok dianalisis bobot karkasnya dan kandungan asam lemak daging.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh
gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Zurrahmi Fitria

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode dan Pengumpulan Data
Peubah
Kandungan Nutrisi Pakan

Bobot Hidup, Bobot Potong, Persentase Karkas
Analisis Asam Lemak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Peternak Entok
Kondisi Pemeliharaan Entok
Perkandangan
Pemberian Pakan dan Nutrisi Pakan
Karkas Entok Umur 8 Minggu
Profil Asam Lemak Daging Entok Jantan 8 Minggu
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH

viii
1
2
2
2
3

3
3
3
3
4
5
6
6
7
8
12
13
17
17

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

5
6
7

Identitas umur peternak
Identitas pekerjaan utama peternak
Tingkat pendidikan peternak
Kandungan nutrisi pakan
Performa karkas entok betina
Performa karkas entok jantan
Profil asam lemak daging entok jantan

8 Konsentrasi SFA, MUFA, PUFA, omega-3 dan omega-6

4
4
5
6
7
7

9
11

1

PENDAHULUAN
Dewasa ini banyak sekali peminat hasil dari hewan ternak. Indonesia
merupakan salah satu negara yang mengkonsumsi daging unggas contohnya ayam
dan itik sebagai sumber protein hewani. Unggas adalah salah satu hewan ternak
yang paling diminati. Istilah unggas mencakup ayam, itik, kalkun, entok dan
burung (burung unta, burung puyuh, dan burung dara). Daging unggas merupakan
sumber protein hewani yang baik, karena kandungan asam amino esensialnya
yang lengkap. Serat dagingnya juga pendek dan lunak, sehingga mudah dicerna.
Banyaknya kalori yang dihasilkan daging unggas lebih rendah dibandingkan
dengan nilai kalori daging sapi atau babi. Entok merupakan ternak unggas
penghasil daging yang sudah lama dikenal dan dipelihara oleh petani di Indonesia.
Akan tetapi berbeda dengan ayam dan itik yang sudah umum digunakan sebagai
salah satu komoditas unggas konsumsi, entok yang merupakan unggas pedaging
masih jarang dikonsumsi. Entok atau muscovy duck adalah unggas air yang
termasuk dalam keluarga atau genus Cairina (Cairina moschata) berasal dari
Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Berikut merupakan taksonomi
entok menurut Rose (1997):
Kingdom
Subkingdom
Filum
Subfilum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Species

: Animalia
: Metazoa
: Chordata
: Vertebrata
: Aves
: Anseriformisales
: Anatidaceae
: Cairina
: C. moschata

Ternak entok bukanlah ternak unggas asli Indonesia namun sudah
beradaptasi dengan kondisi lingkungan di Indonesia. Dibandingkan dengan ayam
dan kalkun yang sering dikonsumsi masyarakat, masih sedikit penelitian untuk
mengeahui komposisi asam lemak dan stabilitas lemak dalam entok dengan
pemeberian pakan secara intensif (Schiavone et al. 2007). Menurut Ensminger
(1980) entok merupakan unggas pedaging yang paling besar dan bobotnya bisa
mencapai 3.5 kg sampai 6 kg. Bobot entok sangat dominan dibanding dengan itik
petelur afkir yang hanya 1.6 kg, dan Itik Mandalung yang hanya 2.5 kg (Dijaya
2003). Hal ini merupakan kelebihan entok sehingga dapat dijadikan salah satu
komoditi unggas konsumsi seperti ayam dan itik. Dewasa ini masyarakat
khususnya konsumen komoditas unggas pedaging sudah mulai peka terhadap
kesehatan dan memperhatikan kualitas dari daging yang mereka konsumsi. Suatu
penelitian di Amerika pada tahun 1980 yang dilakukan Hu et al. (2001) telah
menunjukkan bahwa asam lemak jenuh meningkatkan risiko penyakit jantung
sebesar 17%, sementara meta-analisis dari 4 penelitian yang dilakukan oleh
Mozaffarian et al. (2006) mendapatkan peningkatan 2% asupan energi dari asam
lemak trans dikaitkan dengan peningkatan kejadian penyakit jantung koroner
sebesar 23%. Asam lemak tak jenuh rantai panjang (PUFA) memiliki peran aktif

2

untuk mengurangi risiko pengyakit jantung koroner, hipertensi dan diabetes
(Simopoulus 2000). Daging yang baik mengandung komposisi omega 6 dan
omega 3 dalam asam lemak yang seimbang (Wood et al. 2003). Sedangkan di
Indonesia sendiri belum diketahui bagaimana pakan yang diberi dan dampaknya
terhadap performa dan status asam lemak dari daging entok yang dipelihara pada
peternakan tradisional. Oleh karena, itu perlu diadakan penelitian terhadap
performa karkas dan bagaimana profil asam lemak entok dalam hal ini status asam
lemaknya pada peternakan entok tradisional yang ada di kabupaten Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kandungan nutrisi dari pakan yang
diberikan untuk entok umur delapan minggu, mengamati perbedaan kualitas
karkas entok jantan dan betina, dan menganalisis karakteristik asam lemak daging
entok jantan dari enam peternakan tradisional di kabupaten Bogor.

MATERI DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 6 sampel pakan
yaitu dedak dan nasi kering dari 6 peternakan, dua belas ekor entok yang masingmasing dua sampel entok yaitu jantan dan betina dari enam peternakan dan 6
sampel daging entok jantan bagian dada dan paha untuk dianalisis profil asam
lemak. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan, cawan, oven 1050 dan
chromatography gas.

Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2013 hingga Januari 2014.
Wawancara kuisioner dan pengambilan sampel entok dan pakan dilakukan di
enam peternakan tradisional di Kabupaten Bogor. Enam peternakan yang
dijadikan lokasi penelitian adalah Kecamatan Taman Sari, Kecamatan Nanggung,
Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong, Kecamatan Tenjolaya, dan
Kecamatan Pamijahan. Perhitungan performa karkas dilakukan di Laboratorium
Ilmu Nutrisi Unggas, analisis proksimat pakan dilakukan di Laboratorium PAU
IPB Bogor dan analisis kandungan asam lemak daging entok dilakukan di
Laboratorium Terpadu IPB Pasca Baranangsiang.

Prosedur
Penelitian ini dilakukan dengan metode survey menggunakan kuisioner
yang berisi tentang manajemen pemeliharaan, pemberian pakan, dan biosecurity
peternakan. Sedangkan analisis data yang dipakai berupa analisis deskriptif yang
terdiri dari dua belas sampel entok yaitu enam ekor jantan dan enam ekor betina
dari enam peternak.

3

Metode dan Pengumpulan Data
Informasi-informasi karakteristik peternak dan sistem pemeliharaan
diperoleh dengan wawancara langsung pada peternak entok melalui kuisioner.
Penyebaran kuisioner dilakukan pada enam peternak entok yang berada di daerah
Bogor. Keenam peternak ini berlokasi di Kecamatan Taman Sari, Kecamatan
Nanggung, Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong, Kecamatan Tenjolaya,
dan Kecamatan Pamijahan.
Kedua belas sampel entok ditimbang bobot hidupnya kemudian dipotong
diLaboratorium unggas Fakultas Peternakan, kampus IPB Dramaga. Entok yang
sudah dipotong kemudian dibului dan ditimbang untuk mengetahui bobot
karkasnya. Setelah itu dilakukan pemisahan daging dengan tulang untuk
dilakukan analisis profil asam lemak daging.

Peubah
1.
2.

3.

4.

5.

Kandungan nutrisi sampel pakan dari 6 peternak tradisional entok yang terdiri
dari 6 sampel dedak halus dan 6 sampel nasi sisa.
Bobot hidup
Bobot hidup merupakan bobot entok sebelum dilakukan penyembelihan.
Bobot hidup dinyatakan dalam gram per ekor.
Bobot Potong
Bobot potong merupakan bobot atau berat entok setelah dipotong dan
dikeluarkan darahnya.
Bobot karkas
Bobot karkas diperoleh dengan cara menimbang entok setelah tanpa bulu,
kepala dan kaki.
Analisis Asam Lemak (AOAC 2005)
Pertama sampel diambil untuk pengukuran persentase lemak pada daging
menggunakan metode Soxhlet kemudian contoh lemak ditimbang sebesar 2040 mg lemak untuk dihidrolisis dan esterifikasi. Kemudian, dipisahkan fase
cairnya untuk analisis asam lemak yang selanjutnya diinjeksikan ke
kromatografi gas. Ekstrak asam lemak ditentukan dengan kromatografi gas
untuk analisis kualitatif asam lemak dan kuantitatif secara lebih rinci. Metode
ini harus menggunakan proses esterifikasi agar asam lemak bisa lebih volatil
sehingga analisa kromatografi gas dapat digunakan. Dengan membandingkan
kromatogram dari kromatografi gas dengan standard maka dapat diketahui
jenis asam lemak pada daging dan dengan menggunakan lebar alas
kromatogram dapat diketahui kadar dari asam lemak yang ada pada daging
entok.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Peternak Entok
Karakteristik peternak entok pada enam kecamatan dikelompokan
berdasarkan umur, mata pencaharian dan tingkat pendidikan. Peternak yang
dipilih sebagai responden merupakan peternak yang memiliki peternakan
tradisional disekitar rumahnya dan memelihara beberapa entok. Identitas
responden peternak entok di Kecamatan Taman Sari, Kecamatan Nanggung,
Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong, Kecamatan Tenjolaya, dan
Kecamatan Pamijahan berdasarkan umur disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Identitas responden peternak di Kecamatan Taman Sari, Kecamatan
Nanggung, Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong, Kecamatan
Tenjolaya, dan Kecamatan Pamijahan berdasarkan umur
Umur
20-50

Kecamatan

>50
Jumlah
(orang)
4

Persentase
(%)
40

Jumlah

Taman Sari

Jumlah
(orang)
6

Persentase
(%)
60

Nanggung

8

80

2

20

10

Cijeruk

5

50

5

50

10

Cigombong

8

80

2

20

10

Tenjolaya

3

30

7

70

10

Pamijahan

9

90

1

10

10

10

Angka tersebut menunjukkan sebagian besar responden dikeenam lokasi
penelitian termasuk dalam kategori usia produktif sehingga memiliki kemampuan
kerja berdasarkan kondisi fisiknya untuk beternak entok. Dari wawancara yang
dilakukan terhadap responden dapat diketahui bahwa kegiatan beternak entok
sebagai hobi dan tambahan penghasilan apabila sewaktu-waktu peternak
membutuhkan uang dan untuk dikonsumsi sendiri. Selain itu, hasil dari
wawancara petani peternak di enam kecamatan penelitian ini menganggap bahwa
usaha ternak yang dilakukan hanya sebagai usaha sambilan untuk menambah
pengasilan. Hasil survey di keenam kecamatan tersebut menyebutkan
pemeliharaan yang dilakukan hanya dalam skala kecil, untuk mengisi waktu luang
setelah bertani atau bekerja lainnya. Tidak ditemukan peternak dari keenam
kecamatan yang memelihara unggas ini sebagai pekerjaan utama.
Data selanjutnya tersaji pada Tabel 2 yang menyajikan bahwa lebih dari
60% penduduk di 6 kecamatan bermatapencaharian dalam sektor pertanian. Mata
pencaharian responden umumnya sebagai petani, baik yang memiliki lahan sendiri
maupun sebagai buruh tani. Hanya sebagian kecil saja responden yang bekerja
diluar sektor pertanian, diantaranya sebagai supir angkot, tukang parkir, dan
pedagang.

5

Tabel 2

Identitas responden petani peternak di Kecamatan Taman Sari,
Kecamatan Nanggung, Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong,
Kecamatan Tenjolaya, dan Kecamatan Pamijahan berdasarkan
pekerjaan utama
Mata Pencaharian
Sektor Pertanian
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
8
80

Kecamatan

Taman Sari

Di luar Sektor Pertanian
Jumlah
Persentase
(orang)
(%)
2
20

Jumlah
10

Nanggung

8

80

2

20

10

Cijeruk

6

60

4

40

10

Cigombong

7

70

3

30

10

Tenjolaya

6

60

4

40

10

Pamijahan

6

60

4

40

10

Tabel 3 Jumlah dan persentase responden peternak di Kecamatan Taman Sari,
Kecamatan Nanggung, Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Cigombong,
Kecamatan Tenjolaya, dan Kecamatan Pamijahan berdasarkan tingkat
pendidikan
Tingkat Pendidikan
SD

Kecamatan

SMP

SMA

Jumlah
(orang)

Persentase
(%)

Jumlah
(orang)

Persentase
(%)

Jumlah
(orang)

Persentase
(%)

Jumlah

Taman Sari

9

90

1

10

-

-

10

Nanggung

8

80

2

20

-

-

10

Cijeruk

8

80

2

20

-

-

10

Cigombong

9

90

1

10

-

-

10

Tenjolaya

6

60

3

30

1

10

10

Pamijahan

10

100

-

-

-

-

10

Mayoritas tingkat pendidikan responden di keenam kecamatan adalah
lulusan sekolah dasar. Persentase dari keenam kecamatan peternak yang
merupakan tamatan atau berhenti disekolah dasar lebih dari 60%. Pendidikan
merupakan faktor yang cukup berpengaruh dalam mengadopsi teknologi dan
pengetahuan dan menjadi faktor penentu keberhasilan usaha ternak entok.
Rendahnya tingkat pendidikan responden merupakan suatu hambatan bagi
pengembangan usaha ternak entok di enam kecamatan penelitian ini.

Kondisi Pemeliharaan Entok
Manajemen pemeliharan entok di keenam kecamatan tergolong semi
intensif yakni pagi sampai sore diumbar, dan sore menjelang malam

6

dikandangkan. Ternak entok dibiarkan berkeliaran sepanjang hari di sekitar
pekarangan kandang. Ternak entok yang dimiliki tiap peternak umumnya berumur
8 minggu, sedangkan entok afkir atau dewasa hanya dimiliki paling banyak 1
sampai 2 ekor tiap peternak. Sistem pemeliharaan entok yang demikian sesuai
seperti laporan Bambang dan Khairul (1998) tentang pemeliharaan entok di
pedesaan yang masih bersifat tradisional dengan cara ternak digembalakan.
Perkandangan
Tujuan peternak menyediakan kandang hanya untuk tempat berteduh
apabila hujan. Keadaan kandang pada responden di enam kecamatan sangat
sederhana dengan bahan dari bambu dan kayu. Kandang dibangun di pekarangan
rumah peternak. Peternak tidak membuat kandang entok secara khusus, entok
biasanya dikandangkan di bawah kandang ayam. Penggunaan kandang kolong ini
tidak baik dilakukan karena tidak ada pertukaran udara dari dan ke dalam
kandang, kandang kolong juga cenderung sulit untuk dibersihkan, selain itu sangat
sedikit mendapatkan cahaya. Untuk itu perlu adanya usaha peningkatan
pengetahuan beternak entok yang baik yang dapat dilaksanakan melalui
penyuluhan.
Pemberian Pakan dan Nutrisi Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ternak. Pakan yang diberikan ke ternak harus memiliki kandungan nutrisi yang
dibutuhkan oleh ternak. Pakan yang baik adalah pakan yang dapat memenuhi
segala kebutuhan hidup ternak, baik untuk aktivitas, pertumbuhan, produksi dan
reproduksi. Pakan harus mengandung protein sebagai zat pembangun sel tubuh.
Ternak yang kekurangan protein tidak akan tumbuh dengan baik. Ternak entok
yang dipelihara oleh responden di enam kecamatan diberi pakan sebanyak dua
kali dalam sehari yaitu pagi sekitar pukul 09:00 WIB dan 16:00 WIB. Pakan yang
umum diberikan ke entok adalah dedak padi. Pemberian dedak padi dilakukan
dengan cara mencampur dedak dengan air dan ditambah sisa nasi dari peternak.
Dari wawancara yang dilakukan dengan responden di enam kecamatan ditemukan
bahwa tidak ada ternak entok yang diberi pakan komersil. Dalam pemberian
pakannya pun peternak tidak menggunakan takaran sehingga sangat sulit untuk
menghitung jumlah dan biaya pakan yang dikeluarkan oleh peternak entok, tetapi
dapat dikatakan bahwa pemberian pakan dedak lebih dominan dibandingkan nasi.
Muscovy duck secara nyata berbeda dengan itik lain dalam kurva
pertumbuhan maupun komposisi tubuhnya. Kandungan nutrisi pakan yang
diberikan ke entok pada penelititan ini dapat dilihat pada Tabel 4. Menurut Dean
(2001) kandungan protein ransum untuk entok bisa bermacam-macam tetapi hal
ini dibatasi oleh kandungan energi ransum. Mohammed et al. (1984) menyatakan
kebutuhan energi untuk entok hampir sama dengan ayam broiler. Kandungan
nutrisi pakan yang dibutuhkan jauh berbeda dengan hasil analisis proksimat pakan
yang didapatkan dari tiap peternak. Entok yang dipelihara diberikan pakan 2 kali
dalam satu hari. Jumlah pakan yang diberikan sekitar 500 gram dedak per ekor
perharinya dengan ditambahkan nasi sisa. Salah satu penelitian mengatakan
bahwa kebutuhan protein untuk pertumbuhan optimal dari entok umur 0-3 minggu
sekitar 12%-18%. Entok pada penelitian ini merupakan entok umur 8 minggu.
Siregar et al. (1982) menganjurkan 18%-19% dengan energi 3000 kkal/kg

7

ransum. Rendahnya nutrisi pakan yang diberikan tentu akan berpengaruh terhadap
performa karkas yang dihasilkan oleh entok baik jantan maupun betina.
Tabel 4 Kandungan nutrisi pakan pada 6 peternakan tradisional
KA
(%)1)

ABU
(%)1)

PK
(%)1)

LK
(%)1)

SK
(%)1)

GE
(Kkal/kg)2)

Peternak 1

10.39

9.11

10.05

8.3

13

2949

Peternak 2

11.05

8

9.72

7.7

11

2922

Peternak 3

11.23

8.05

9.5

7.21

13

3004

Peternak 4

10.76

9.05

9.9

8.01

12.9

2503

Peternak 5

10.09

10

11

7.8

17

2901

Peternak 6

10.65

9

9.95

7.5

13.4

2877

0.64

9.03

1.96

0.72

4013

Pakan

Dedak
Halus

Nasi Kering

12.58

Keterangan: Hasil analisis diperoleh dari

1)Lab.PAU

IPB dan

2)Lab.

PBMT Fapet IPB

Karkas Entok Umur 8 Minggu
Bobot karkas merupakan produk yang diharapkan dari pemeliharaan
entok. Menurut Ensminger (1980) entok merupakan unggas pedaging yang paling
besar dan bobotnya bisa mencapai 3.5 kg sampai 6 kg. Hal ini tidak terlihat pada
hasil perhitungan dari bobot entok yang dijadikan sampel pada Tabel 5 dan Tabel
6.
Tabel 5 Performa karkas entok betina umur 8 minggu
Peubah

N

Entok

Bobot Badan
(gram) Penelitian

Persentase (%)

Bobot Hidup

6

Betina

888.8 ± 60.48

-

Bobot Potong

6

Betina

841.1 ± 57.61

94.6

Bobot Karkas

6

Betina

528.3 ± 47.89

62.8

Bobot Daging Dada

6

Betina

83.3 ± 7.25

15.7

Bobot Daging Paha

6

Betina

57 ± 8.73

10.7

Tabel 6 Performa karkas entok jantan umur 8 minggu
Peubah

N

Entok

Bobot Badan
(gram)
Penelitian

Persentase
(%)

Bobot Badan
(gram)
Intensif*

Bobot Hidup

6

Jantan

987.1 ± 56.27

-

2536 ± 32

Bobot Potong

6

Jantan

945.1 ± 36.08

95.7

-

Bobot Karkas

6

Jantan

622.1 ± 74.78

65.8

1642 ± 126

Bobot Daging Dada

6

Jantan

128.1 ± 33.16

20.6

325 ± 35

Bobot Daging Paha

6

Jantan

84.6 ± 6.37

13.6

-

Keterangan: *) bobot entok pada 62 hari, sumber didapat dari Sciavone et al. (2010)

8

Bobot hidup entok pada penelitian ini berkisar antara 913-1085 gram pada
entok jantan dan 836-994 gram pada entok betina. Rendahnya bobot hidup dari
entok lokal di daerah penelitian ini disebabkan karena rendahnya nutrisi pakan
yang diberikan. Menurut Anggorodi (1995) tingkat protein ransum berpengaruh
sangat nyata terhadap bobot badan. Hal ini terjadi karena protein merupakan zat
pembangun sel-sel tubuh.
Data pada Tabel 5 menunjukan bobot hidup, bobot potong, karkas, daging
dada, dan daging paha pada entok jantan lebih tinggi dibandingkan pada entok
betina Hal ini artinya ukuran tubuh entok jantan lebih besar dibandingkan dengan
entok betina pada 6 peternak tradisional di Kabupaten Bogor. Ogah (2009)
melaporkan bahwa entok jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ukuran tubuh entok betina. Oleh karena itu, Yakubu (2011)
menyatakan bahwa entok jantan dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging
sedangkan entok betina digunakan untuk program pemuliaan. Penelitian yang
dilakukan Raji et al. (2009) menyatakan bahwa bobot badan dan ukuran tubuh
yang berbeda antara jantan dan betina disebabkan karena efisiensi dan konversi
pakan yang berbeda antara keduanya. Konversi pakan entok jantan umur 8
minggu mencapai 2.83 hal ini sama seperti itik komersil yang memiliki nilai
konversi pakan sebesar 2.9-2.77 (Wu et al. 2012). Pada umur 8 minggu bobot
daging dada pada entok lebih besar dibandingkan bobot daging paha entok. Hal
ini dikarenakan deposisi lemak entok pada masa pertumbuhan terjadi pada bagian
dada. Akan tetapi entok afkir akan memiliki bobot daging paha yang lebih besar
dibandingkan pada bobot daging dada karena deposisi lemak terjadi pada bagian
paha. Keadaan seperti ini berbanding terbalik dengan itik afkir yang akan
memiliki bobot daging bagian dada lebih besar dibandingkan bobot daging pada
bagian paha.
Bobot hidup, bobot karkas dan bobot daging dada pada penelitian
Schiavone et al. (2010) jauh lebih tinggi. Perbedaan bobot yang jauh ini
disebabkan karena sistem pemeliharaan dan pakan yang diberikan pada penelitian
mengandung nutrisi yang rendah. Penelitian Schiavone et al. (2010) pemeliharaan
entok bersifat intensif dengan menggunakan fish oil sebanyak 20 g kg-1 tiap
pemberiannya.

Profil Asam Lemak
Walaupun keduanya merupakan unggas tetapi konsentrasi asam lemak
yang dikandung oleh entok berbeda dengan itik. Hal ini dikarenakan secara
genetik itik dan entok merupakan spesies yang berbeda. Haqiqi (2008)
menjelaskan bahwa itik merupakan filum dari chordate, subfilum vertebrata, kelas
aves, subkelas neornites, famili anatidae, dan genus anas. Terdapat beberapa asam
lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh rantai tunggal juga asam lemak tak jenuh
rantai jamak yang terkandung dalam daging dada dan paha pada entok jantan.
Analisis profil asam lemak pada daging entok hanya dilakukan pada
daging entok jantan, hal ini dikarenakan variasi bobot entok jantan dari enam
peternak tidak terlalu beragam dan memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan
dengan daging entok betina. Entok yang hanya diberikan pakan dedak dan

9

terkadang dicampur oleh nasi dengan kandungan lemak pakan yang rendah
mengandung beberapa asam lemak.
Tabel 7 Kandungan asam lemak daging dada dan paha entok jantan umur 8
minggu dari 6 sampel peternak
Jenis Asam
Lemak

Asam lemak
jenuh (SFA)

Nama Asam Lemak

Asam Lemak
Daging Dada
(%)
2.11*

Asam Lemak
Daging Paha
(%)
4.06*

Caprilic acid (C8:0)

0.03 ± 0.015

0.02 ± 0.02

Capric acid (C10:0)

0.02 ± 0.011

0.02 ± 0.018

Lauric Acid (C12:0)

0.32 ± 0.182

0.31 ± 0.51

Myristic Acid (C14:0)

0.58 ± 0.177

0.63 ± 0.222

Palmitic Acid (C16:0)

15.04 ± 2.781

16.62 ± 1.179

Steraic Acid (C18:0)

6.26 ± 0.969

5.56 ± 0.426

Arachidic Acid (C20:0)

0.19 ± 0.011

0.19 ± 0.035

Behenic Acid (C22:0)

0.11 ± 0.041

0.06 ± 0.004

Heptadecanoic Acid (C17:0)

0.11 ± 0.052

0.09 ± 0.016

Nervonic Acid (C24:1)

0.04 ± 0.012

0.02 ± 0.016

Myristoleic Acid (C14:1)

0.03 ± 0.008

0.02 ± 0.019

Elaidic Acid (C18:1n9)

0.16 ± 0.044

0.17 ± 0.022

Palmitoleic Acid (C16:1)

1.02 ± 0.322

1.20 ± 0.227

Oleic Acid (C18:1n9)

24.97 ± 5.051

30.30 ± 2.333

Cis-11-Elicosenoic Acid (C20:1)

0.28 ± 0.062

0.37 ± 0.056

Linolenic Acid (C18:3n3)

0.36 ± 0.084

0.36 ± 0.02

Linoleic Acid (C18:2n6)

8.91 ± 1.359

11.98 ± 3.38

Gama-Linoleic Acid (C18:3n6)

0.02 ± 0.008

0.02 ± 0.0154

Arachidonic Acid (C20:4n6)

2.60 ± 1.911

1.18 ± 0.337

Cis-11,14-Elicosedienoic Acid (C20:2)

0.12 ± 0.014

0.16 ± 0.037

Cis-8,11,14-Elicosetrionic Acid (C20:3n6)

0.24 ± 0.136

0.09 ± 0.052

Cis-5,8,11,14,17-Elicosapentaenoic Acid (C22:6)

0.14 ± 0.107

0.05 ± 0.027

Cis-4,7,10,13,16,19-Docosahexaenoic Acid
(C22:6)

0.55 ± 0.479

0.20 ± 0.154

Monounsaturaed Fatty Acid

Polyunsaturated Fatty Acid
Asam lemak
tak jenuh

Keterangan: *) kadar lemak daging hasil analisis didapat dari Lab. IPB Terpadu

Kandungan asam lemak daging entok yang cukup tinggi diantaranya
adalah asam palmitat (palmitic acid) dan asam stearat (steraic acid) yang
merupakan asam lemak jenuh, asam oleat (oleic acid) yang merupakan asam
lemak tak jenuh tunggal dan asam linoleat (linoleic acid) yang merupakan asam

10

lemak tak jenuh jamak. Besarnya asam lemak-asam lemak tersebut berturut-turut
mencapai 16.62%, 6.26%, 30.30%, dan 11.98%. Hasil analisis asam lemak daging
entok disajikan pada Tabel 7. Asam lemak merupakan suatu asam
monokarboksilat dengan rantai yang panjang. Asam lemak adalah asam organik
berantai panjang yang mempunyai atom karbon 4-24, memiliki gugus karboksil
tunggal dan ujung hidrokarbon. Konsentrasi asam lemak tak jenuh Oleic acid
dalam daging entok sangat tinggi. Kandungan lemak dan konsentrasi dari asam
lemak yang terkandung pada daging dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Pakan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi kandungan asam
lemak daging selain genetik. Kandungan lemak dari pakan yang dikonsumsi
sangat memepengaruhi profil asam lemak pada daging entok. Parrado et al.
(2006) mengungkapkan bahwa komposisi asam lemak pada dedak padi
didominasi oleh asam oleat yaitu sebanyak 42.4% dan asam linoleat adalah
36.4%.
Konsentrasi oleic acid yang dikandung dalam daging entok tidak jauh
berbeda apabila dibandingkan dengan penelitian Ahmed et al. (1997) dimana
konsentrasi oleic acid juga mencapai 30.20% pada daging entok yang diberi pakan
soybean meal. Entok dalam penelitian ini dipelihara dengan sistem semi intensif
dengan pemberian pakan yang rendah nutrisi sedangkan entok pada penelitian
Ahmed et al. (1997) dipelihara secara intensif dengan susunan ransum yang
berbeda. Hasil pada penelitian Aronal et al. (2012) didapati konsentrasi oleic acid
40%. Konsentrasi asam lemak daging yang tinggi dapat dipengaruhi oleh umur
entok. Penelitian Aronal et al. (2012) menggunakan entok yang berumur 16
minggu sehingga kadar lemak dagingnya lebih tinggi. Oleic acid adalah asam
lemak tak jenuh rantai tunggal yang merupakan asam lemak yang baik karena
bekerja menurunkan LDL tanpa menurunkan kadar HDL darah, berbeda dengan
asam lemak tak jenuh rantai jamak contohnya Linoleic acid yang lebih sensitif
dan mudah teroksidasi sehingga dapat berubah menjadi asam lemak trans dan
asam lemak jenuh yang kurang baik bagi kesehatan. Konsentrasi linoleic acid
yang merupakan asam lemak tak jenuh rantai jamak tidak terlalu berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Aronal et al. (2012) sebesar 12.69% dan pada
penelitian ini 11.98%.
Asam lemak jenuh bekerja menurunkan kadar HDL darah dan menaikkan
kadar LDL darah, contohnya saja asam lemak stearic yang nantinya akan
menyebabkan trombogenik atau pembekuan darah, hipertensi, kanker dan obesitas
(Grundy 1997). Akan tetapi hal ini bisa dihindari dengan menurunkan kadar
stearic dalam daging entok yaitu dengan menggorengnya sehingga akan terjadi
oksidasi asam lemak. Umumnya kerusakan akibat oksidasi terjadi pada asam
lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100°C atau lebih, asam
lemak jenuh pun dapat teroksidasi (Jacobsen 2004). Palmitic acid yang dikandung
masih termasuk rendah apabila dibandingkan dengan penelitian mengenai daging
entok yang konsentrasi palmitic acidnya mencapai 21.38%─22.61% dan untuk
pekin antara 20%─24% (Aronal 2012).
Kelebihan dari daging entok sendiri apabila dibandingkan dengan daging
unggas lainnya, seperti itik, terlihat pada kadar lemak daging. Pada entok kadar
lemak daging berkisar antara 21.0%-21.7% dan pada itik 35%-37.5% (Siregar et
al. 1982). Konsentrasi asam lemak pada bagian paha lebih besar apabila
dibandingkan pada bagian dada. Hal ini disebabkan karena fat content atau lemak

11

kasar yang terkandung dalam daging paha lebih besar dibandingkan lemak kasar
pada daging bagian dada.
Tabel 8 Konsentrasi SFA, MUFA, PUFA, omega-3 dan omega-6 pada daging
dada dan paha entok jantan
Jenis Asam Lemak

Total Konsentrasi %
Penelitian

Total Konsentrasi %
Intensif*

Daging Dada

Daging Paha

Daging Dada

Daging Paha

22.7

23.5

34.40

-

26.46

32.06

40.87

-

11.61

13.17

21.47

-

Omega-3

0.36

0.36

3.70

-

Omega-6

8.93

12

14.97

-

Asam lemak jenuh (SFA)
Asam lemak tak jenuh tunggal
(MUFA)
Asam lemak tak jenuh jamak
(PUFA)

Keterangan : Sumber konsentrasi asam lemak pemeliharaan intensif dengan menggunakan fish oil pada
Schiavone et al. (2010)

SFA, MUFA, PUFA, Omega-3 dan Omega-6
Entok mengandung asam lemak tak jenuh (SFA) yang lebih tinggi
dibanding itik yang mengandug asam lemak jenuh yang lebih bervariasi. Salma et
al. (2007) menyatakan kardiovaskular dapat dihindari dengan menurunkan
konsumsi dari asam lemak jenuh dan meningkatkan konsumsi dari asam lemak
tak jenuh (UFA). Konsentrasi SFA pada daging entok jantan lebih rendah
dibandingkan dengan konsentrasi UFA (Tabel 8), hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Aronal et al. (2012). SFA pada daging entok jantan bagian paha
lebih tinggi konsentrasinya dibandingkan dengan SFA yang dikandung daging
ayam broiler dimana SFA pada bagian dada lebih tinggi konsentrasinya
dibandingkan pada bagian paha (Ahn et al. 1995). SFA dapat meningkatkan risiko
kardiovaskuler, sehingga saat ini masyarakat mulai memperbaikii nutrisi makanan
yang dikonsumsi dengan mengurangi makanan yang mengandung SFA yang
terlalu tinggi (Krauss et al. 2000).
Asam lemak tak jenuh yang dominan dalam daging entok merupakan asam
lemak tak jenuh tunggal (MUFA) sedangkan komposisi asam lemak penyusun
daging ayam didominasi oleh asam lemak tak jenuh rantai jamak (PUFA) yaitu
berkisar antara 27.11% (Suksombat et al. 2007). Leonel et al. (2007) menyatakan
bahwa MUFA pada ayam bagian dada lebih rendah dibanding pada bagian paha,
sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan dimana entok mengandug
MUFA yang lebih tinggi pada bagian paha dibandingkan dengan bagian dada.
Kekurangan dari tingginya konsentrasi asam lemak tak jenuh jamak adalah lebih
mudah rusak atau lebih mudah teroksidasi hingga akan lebih sulit dalam
penyimpanan yang terlalu lama. Konsentrasi asam lemak tak jenuh rantai tunggal
yang terkandung dalam daging entok tidak jauh berbeda dengan konsentrasi asam

12

lemak tak jenuh rantai tunggal yang terkandung pada daging ayam, yaitu 30.30%
untuk daging entok dan 30.47% untuk daging ayam (Leonel et al. 2007).
Jumlah konsentrasi baik SFA, MUFA, PUFA, omega-3 dan omega 6 dari
daging entok jantan pada penelitian ini adalah rendah. Apabila dibandingkan
konsentrasi asam lemak daging entok pada penelitian yang dilakukan Schiavone
et al. (2010) lebih tinggi, bahkan konsentrasi MUFA dapat mencapai 40.87%.
perbedaan ini dapat disebabkan karena sistem pemeliharaan intensif yang
dilakukan dengan pemberian pakan yang tinggi nutrisi. Pakan yang dipakai pada
penelitian Schiavone et al. (2010) menggunakan fish oil sebanyak 20 g kg-1. Fish
oil yang diberikan mengandung asam lemak oleic acid sebesar 52%. Hasil ini
menjelaskan bahwa sistem pemeliharaan dan pakan yang diberikan sangat
mempengaruhi konsentrasi dari asam lemak yang dikandung daging entok.
Konsentrasi asam lemak pada entok yang dipelihara secara intensif akan lebih
tinggi, dengan pemberian pakan yang tinggi akan asam lemak tak jenuh.
Omega-3 sangat baik bagi tubuh dan merupakan bagian penting yang
dibutuhkan baik untuk masa pertumbuhan dan orang dewasa (Simopoulus 1991).
Telah banyak dilakukan penelitian untuk mempertahankan dan meningkatkan
konsentrasi Linolenic acid (omega-3) dalam daging seperti memperbaiki pakan
yang diberikan. Konsumsi omega-3 harus dipadukan dengan mengkonsumsi
Linoleic acid atau omega-6 (Simopoulus 2000). Rasio atau perbandingan yang
baik dari omega-6 dan omega-3 ini menurut Simopoulus (1991) adalah 4:1 sampai
5:1 dapat menurunkan mortalitas karena cardiovascular sebesar 70%. Rasio
omega-6 dan omega-3 pada penelitian ini adalah 10:1. Untuk memperbaiki dan
meingkatkan konsentrasi asam lemak tak jenuh dapat dilakukan perbaikan pakan.
salah satunya adalah dengan pemberian pakan yang mengandung asam lemak
yang baik contohnya fish meal dan fish oil. Ahmed et al. (1997) menyatakan
dengan pemberian fish meal dapat meningkatkan omega-3 hingga 10%.

SIMPULAN
Pakan yang diberikan oleh para peternak memiliki kandungan nutrisi yang
rendah yaitu protein kasar yang berkisar antara 9.03% - 11% sehingga bobot yang
dihasilkan rendah yaitu dibawah 1000 gram. Perbedaan bobot badan antara entok
jantan dan entok betina sangat terlihat dari bobot hidup, bobot potong, karkas,
daging dada, dan daging paha yang dihasilkan dimana entok jantan memiliki berat
yang lebih tinggi dibandingkan dengan entok betina. Apabila dibandingkan
dengan itik, entok mengandung kadar lemak yang lebih rendah. Daging entok
mengandung asam lemak tak jenuh (UFA) yang lebih tinggi konsentrasinya
dibandingkan dengan asam lemak jenuhnya (SFA). Sistem pemeliharaan dan
nutrisi yang dikandung oleh pakan mempengaruhi konsentrasi asam lemak dan
bobot badan yang dihasilkan. Pemeliharaan intensif dengan pakan yang
mengandung nutrisi yang baik dapat meningkatkan konsentrasi asam lemak dan
bobot yang dihasilkan entok.

13

DAFTAR PUSTAKA
Ahmed AE, Mona OB, Youssef AA, Ashraf SE. 1997. Effect of feeding Muscovy
ducklings different protein sources: performance, ∞-3 fatty acids content,
and acceptability of their tissues. JAOCS. 74: 999-1009.
Ahn DUFH, Wolfe, Sim JS. 1995. Dietary T-linolenic acid and mixed tocopherols
and packaging influences on lipid stability in broiler chicken breast and
leg muscle. J Food Sci. 60: 1013-1018.
Anggorodi HR. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (ID): Gramedia
Pustaka Utama.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of
Analysis. Washington DC (US): Association of Official Analytical
Chemists.
Aronal AP, Huda N, Ahmad R. 2012. Amino acid and fatty acid profiles of peking
and Muscovy duck meat. Int J Poult Sci. 11(3):229-236.
Bambang S, Amri K. 1998. Beternak Itik Secara Intensif. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Dean. 2001. Nutrient Requirements of meat - Type ducks dalam Duck Production
Science and world Practice. England (GB): University of New England
Armilade.
Dijaya AS. 2003. Penggemukan Itik Jantan Potong. Edisi ke-1. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Ensminger ME. 1980. Poultry Science. Danville (US): The intersate printer and
publisher Inc.
Grundy SM. 1997. What is the desirable ratio of saturated, polyunsaturated and
monounsaturated fatty acids in the diet?. Am J Nutr. 66: 988-990.
Haqiqi SH. 2008. Mengenal Beberapa Jenis Itik Petelur Lokal. Malang (ID):
Universitas Brawijaya.
Hu FB, Manson JE, Willet WC. 2001. Types of dietary fat and risk of coronary
heart disease: a critical review. J Am Coll Nutr. 20: 5-19.
Jacobsen C. 2004. Developing Polyunsaturated Fatty Acids as Functional
Ingredients. Arnoldi A, editor. Boca raton (US): CRC Pr.
Krauss RM, Eckel RH, Howard B,Appel LJ, Daniels SR, Deckelbaum RJ, Edman
JW, Kris-Etherton P, Goldberg IJ, Kotchen TA. 2000. A statement for
healthcare professionals from the nutrition committee of the American
Health Association. 102:2284-2299.
Leonel FR, Oba A, Pelicano ERL, Zola NMBL, Boiago MM, Scatolini AM, Lima
TMA, Souza PA, Souza HBA. 2007. Performance, carcass yield and
qualitative characterictics of berast and leg muscles of broilers fed diets
supplemented with vit E at different ages. Braz Poult Sci. 9:91-97.
Mohammed KB, Leclercq AA, El-Alaily H, Solaiman H. 1984. A comparative
study of metabolisable energy in ducklings and domestic chicks. Austr J
Agric. 33:857.
Mozaffarian D, katan MB, Asseherio A, Stampfer MJ, Willet WC. 2006. Trans
fatty acids and cardiovascular disease. The N Engl J Med. 354: 1601-1613

14

Ogah DM. 2009. Analysis of morphological traits of geographically separated
population of indigenous muscovy duck (Cairina moschata). Int J Poult
Sci. 8(2): 179-182.
Parrado J, Miramontes E, Jover M, Gutierrez JF, de Teran LC, Bautista J. 2006.
Preparation of a rice bran enzymatic extract with potential use as
functional food. Food Chemistry. 98: 742-748.
Raji AO, Igwebuike JU, Usman MT. 2009. Zoometrical body measurements and
their relation with live weight in matured local muscovy ducks in Borno
state Nigeria. J Agr Bio Sci. 4(3): 58-62.
Rose SP, 1997. Principles of Poultry Science. Inggris (GB): Cab International.
Salma U, Miah AG, Maki T, Nishimura M, Tsuiji H. 2007. Effect of dietary
rhodobacter capsulatus on cholesterol concentration and fatty acid
composition in broiler meat. Poult Sci. 86:1920-1926.
Schiavone A, Charini R, Marzoni M, Castillo A, Tassone S, Romboli I. 2007.
Breast meat traits of Muscovy ducks fed on a microalga (Crypthecodinium
cohnii) meal supplemented diet. Br Poult Sci. 48: 573-579.
Schiavone A, Marzoni M, Castillo A, Nery J, Romboli I. 2010. Dietary lipid
sources and vitamin E affect fatty acid composition or lipid stability of
breast meat from muscovy duck. Can J Anim Sci. 90: 371-378.
Simopoulos AP. 1991. Omega-3 fatty acids in health and disease and in growth
and development. Am J Clin Nutr. 54: 438-463.
Simopoulos AP. 2000. Human requirement for n-3 polyunsaturated fatty acids.
Poult Sci. 79: 961-970.
Siregar AP, Coming RB dan Farrel DJ. 1982. The nutrition of meat type duck.
Austr J Agric. 33: 857-864.
Suksombat W, Boonmee T, Lounglawan T. 2007 Effects of various levels of
conjugated linoleic acid supplementation on fatty acid content and carcass
composition of broilers. Poult Sci. 86:318-324.
Wood JD, Richardson RI, Nute CR, Fisher AV, Campo MM, Kasapidou E,
Sheard PR, Enser M. 2003. Effects of fatty acids on meat quality: A
review. Meat Sci. 66: 21-32.
Wu L, Guo X, Fang Y. 2012. Effect of diet dilution ratio at early age on growth
performance, carcass characteristics and hepatic lipogenesis of pekin
ducks. Braz Poult Sci. 14: 43-49.
Yakubu A. 2011. Discriminant analysis of sexual dimorphism inmorphological
traits of African Muscovy ducks. Arch Zootec. 60: 1115-1123.

15

QUISIONER PENELITIAN PEMELIHARAAN ENTOK (Muscovy duck)
No
A
1

Pertanyaan
KARAKTERISTIK USAHA
Apakah pemeliharaan entok
merupakan usaha :

2

Berapa lama Anda sudah melakukan
usaha peternakan?
Apa kendala dalam pemeliharaan
ternak?
Apa ketertarikan saudara dalam
memelihara entok?
Berapa umur entok yang dipasarkan
KARAKTERISTIK TERNAK
Ada berapa jenis ternak yang
dipelihara?
Berapa jumlah dan umur ternak yang
dipunyai?

3
4
5
B
6
7

8
C
9
10
11
12
13

14
15
16
17
18

E
19
20
21
22

Warna dominan entok yang dipelihara
PAKAN
Pakan entok
Bentuk pakan
Jenis bahan pakan tambahan dan
jumlah pemberian
Bagaimana mendapatkan bahan pakan
tambahan
Berapa jumlah pakan utama (komersil)
yang diberikan dalam satu kali
pemberian/ekor?
Frekuensi pemberian pakan per hari
Kapan saja pemberian pakan dilakukan
dalam satu hari?
Diberikan pakan tambahan dalam
bentuk
Berapa kira-kira biaya yang
dikeluarkan untuk pakan per hari
Apakah jumlah pakan tambahan
dibedakan antara anak entok dan entok
dewasa
AIR MINUM
Bagaimana cara pemberian air minum?
(Ad libitumatauterbatas)?
Darimana sumber air minum ternak
didapatkan?
Berapa jumlah air yang diberikan
dalam satu kali pemberian/ekor?
Kapan saja tempat air minum
dibersihkan?

Jawaban

16

23
F
24
25

42

Apakah diberikan vitamin tambahan
MANAJEMEN PEMELIHARAAN
Bagaimana pemeliharaan anak entok ?
Bagaimana pemeliharaan entok
dewasa ?
Apakah entok divaksin ?
Jumlah kematian anak entok ?
Jumlah kematian entok dewasa ?
Apakah menetaskan entok sendiri ?
Bagaimana caranya
KARAKTERISTIK KANDANG
Apakah entok dikandangkan ?
Bagaimana kondisi kandang (lihat dan
ukur)
Apakah dibedakan / dicampur kandang
untuk anak entok dan entok dewasa
Berapa jarak dari kandang kerumah?
Bagaimana penanganan limbah dari
peternakan Anda?
Apakah kandang dibersihkan?
PENYAKIT
Apa penyakit entok yang sering terjadi
?
Bagaimana caramen cegah ternak
Anda terserang penyakit?
Bagaimana cara menangani ketika
ternak Anda terserang penyakit?
Apa jenis obat yang sering digunakan
untuk mengobati penyakit?
Bagaimana penanganan terhadap
ternak mati?
PEMASARAN
Yang disukai masyarakat entok jantan
atau entok betina dewasa, kenapa ...
Berapa umur entok yang biasanya
Dijual
Berapa bobot badan entok yang dijual
dijual?
Berapa harga entok yang dijual

43

Kemana ternak Anda dijual?

26
27

G
28
29
30
31
32
33
H
34
35
36
37
38
I
39
40
41

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 23
April 1992. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara dari pasangan Bapak Bambang Rukyanto dan Ibu
Siti Yuliah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN
Semeru VII pada tahun 1998-2004. Pendidikan dilanjutkan di
SMPN 6 Bogor pada tahun 2004-2007 kemudian melanjutkan
pendidikan di SMAN 2 Bogor pada tahun 2007-2010.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2010 melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI).
Selama kuliah penulis pernah menjadi anggota dalam Lembaga kemahasiswaan
BEM Fapet dan HIMASITER . Kemudian menjadi bagian kepanitiaan di beberapa
kegiatan Fakultas Peternakan diantaranya Fapet Show Time 2011, Dekan Cup
2012,MPF 2012 dan lain-lain.

UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Dwi Margi Suci, MS dan Dr Ir
Rita Mutia, MAgr selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, kesabaran,
dukungan, sumbangan ide dan materi yang telah diberikan. Kepada Dr Ir Widya
Hermana, MSi selaku dosen pembahas seminar dan panitia seminar pada tanggal
18 Juli 2014. Terima kasih juga pada penelitian unggulan perguruan tinggi lintas
fakultas dengan dana BOPTN 2013 yang telah mendanai penelitian ini.
Di samping itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua
orang tua, dan adik tercinta atas segala doa, dukungan, perhatian dan kasih
sayangnya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman tim penelitian
yaitu Yanti, Kanipah, dan Yanto. Teman-teman yang telah menemani dan
memberikan semangat selama penelitian yaitu Susi Eka, Febrianti, Susi Hasrat,
Deti, Lastiti, Fifi, Trisa, Ica dan Gea serta temen-teman Nutrisi 47 atas semua
bantuan dan dukungannya.