Pertumbuhan dan Produksi Tomat (Lycopersicon esculantum Mill.) Toleran Naungan pada Pola Tanam Tumpang Sari

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TOMAT
(Lycopersicon esculantum Mill.) TOLERAN NAUNGAN PADA
POLA TANAM TUMPANG SARI

FARIDATUL KHUMAIROT

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan dan
Produksi Tomat (Lycopersicon esculantum Mill.) Toleran Naungan pada Pola
Tanam Tumpang Sari adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014

Faridatul Khumairot
NIM A24100082

ABSTRAK
FARIDATUL KHUMAIROT. Pertumbuhan dan Produksi Tomat (Lycopersicon
esculantum Mill.) Toleran Naungan pada Pola Tanam Tumpang Sari. Dibimbing
oleh MA CHOZIN.
Intensitas cahaya rendah menjadi faktor pembatas dalam budidaya secara
tumpang sari. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh naungan
terhadap pertumbuhan dan produksi tomat toleran naungan pada pola tanam
tumpang sari. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan,
Dramaga Bogor pada bulan Februari-Juni 2014. Percobaan ini menggunakan
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Percobaan
terdiri atas 6 perlakuan pola tanam tumpang sari, 3 monokultur tomat varietas
Rempai, Bogor, dan Palupi, serta 2 monokultur jagung dengan jarak tanam 80 cm
x 40 cm dan 100 cm x 40 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam

tumpang sari menurunkan pertumbuhan dan produksi tomat, kecuali pada varietas
Palupi yang meningkat pada tumpang sari dibandingkan dengan monokulturnya.
Pola tanam tumpang sari tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi jagung.
Tumpang sari tomat-jagung dapat meningkatkan produktivitas lahan dengan
nisbah kesetaraan lahan (NKL) =1.56-3.60. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
secara agronomi penanaman tomat secara tumpang sari lebih menguntungkan
dibandingkan dengan monokulturnya.
Kata kunci: Intensitas cahaya rendah, NKL, tumpang sari

ABSTRACT
FARIDATUL KHUMAIROT. Growth and Production of Shade Tolerant Tomato
(Lycopersicon esculentum Mill.) in Intercropping System. Supervised by MA
CHOZIN.
Low light intensity is a limiting factor in the cultivation of intercropping.
The purpose of this research was to study the effect of shade on growth and
production of shade tolerant tomato in intercropping system. The treatments was
conducted in IPB experimental farm in Cikabayan from February to June 2014.
The treatments was arranged in randomized complete block design with three
replications. The experiment consisted of 6 intercropping treatments, 3
monoculture of tomatoes (Rempai, Bogor, Palupi) and 2 monoculture of corn with

80 cm x 40 cm and 100 cm x 40 cm planting distance. The result showed that
intercropping system decreased tomatoes plant growth and production, except
Palupi which is increase on intercropping treatment than it’s monoculture.
However, intercropping system doesn’t affected growth and production of corn.
The intercropped of tomatoes and corn gave the land equivalent ratio (LER) =
1.56-3.60, indicating that agronomically intercropping system were more
adventageous than those in the monoculture system.
Keywords: Intercropping system, LER, low light intensity

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TOMAT
(Lycopersicon esculantum Mill.) TOLERAN NAUNGAN PADA
POLA TANAM TUMPANG SARI

FARIDATUL KHUMAIROT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai bulan Juni
2014 ini ialah naungan, dengan judul Pertumbuhan dan Produksi Tomat
(Lycopersicon esculantum Mill.) Toleran Naungan pada Pola Tanam Tumpang
Sari.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir MA Chozin, MAgr
selaku dosen pembimbing atas saran, waktu, dan kesempatan yang telah diberikan
dalam membimbing dan mengarahkan penulis selama penelitian dan penyusunan
skripsi ini. Penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Anas D
Susila, MSi serta Ibu Dr Ir Diny Dinarti, MSi selaku dosen penguji. Ungkapan
terima kasih penulis sampaiakan juga kepada Beasiswa BIDIK MISI yang telah

mendanai penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayahanda Ahmad Saiful dan Ibunda tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya.
Teman-teman Edelweiss 47 atas bantuan, doa dan dukungannya. Sahabat Pondok
Iswara atas kekeluargaan, kebersamaan, dan semangatnya. Selain itu, ucapan
terima kasih disampaiakan juga kepada staf kebun Cikabayan IPB dan laboran
(Pak Milin dan Bu Ismi) atas kerjasamanya selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014
Faridatul Khumairot

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

METODE

2


Waktu dan Tempat

2

Bahan dan Alat

3

Prosedur Penelitian

3

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

6


Kondisi Umum

6

Pertumbuhan dan Produksi Tomat

9

Pertumbuhan dan Produksi Jagung

13

Produktivitas Lahan

13

SIMPULAN

14


Simpulan

14

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1. Perlakuan pola tanam monokultur dan tumpang sari tomat-jagung
2. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pola tanam monokultur dan
tumpang sari terhadap pertumbuhan dan produksi tomat dan

jagung
3. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah daun tomat dalam pola
tanam monokultur dan tumpang sari tomat-jagung
4. Rata-rata jumlah bunga per tanaman, jumlah buah per tanaman,
bobot per buah, dan diameter buah dalam pola tanam monokultur
dan tumpang sari tomat-jagung
5. Rata-rata nilai PTT, kekerasan buah, dan warna buah tomat pada
pola monokultur dan tumpang sari tomat-jagung
6. Rata-rata tinggi, jumlah daun, bobot tongkol dengan kelobot,
bobot tongkol tanpa kelobot, panjang tongkol, diameter tongkol,
dan produksi jagung per hektar dalam pola tanam monokultur dan
tumpang sari tomat-jagung
7. Rata-rata produksi per hektar tomat dan jagung, serta nisbah
kesetaraan lahan (NKL) dalam pola tanam tumpang sari tomatjagung

3

8
9


10
12

13

14

DAFTAR GAMBAR

1. Rata-rata intensitas cahaya di atas kanopi tanaman tomat pada 8

MST
2. Perlakuan pola tanam
3. Rata-rata produksi per tanaman tomat

7
8
11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tomat merupakan salah satu komoditas pertanian yang bernilai ekonomi
tinggi dan banyak peminatnya. Produksi tomat di Indonesia tergolong masih
rendah dan belum cukup memenuhi permintaan pasar. Produksi tomat di
Indonesia tahun 2012 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2011
yaitu dari 954.05 ton menjadi 887.56 ton (BPS 2012). Data dari Dirjen
Hortikultura (2013) menyatakan bahwa pada tahun 2012 Indonesia masih
mengimpor tomat sebesar 9 857 ton. Rendahnya produksi tomat tersebut antara
lain disebabkan oleh konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang
cukup tinggi.
Upaya peningkatan produksi tomat dapat dilakukan dengan intensifikasi dan
ekstensifkasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan produktivitas lahan melalui sistem pertanaman berganda seperti
tumpang sari. Tujuan dari pola tanam tumpang sari adalah memanfaatkan faktor
produksi yang dimiliki petani secara optimal. Pada umumnya pola tanam tumpang
sari lebih menguntungkan dibandingkan dengan monokultur karena produktivitas
lahan menjadi tinggi, jenis komoditas yang dihasilkan beragam, hemat dalam
pemakaian sarana produksi dan resiko kegagalan dapat diperkecil (Beets 1982).
Disamping keuntungan tersebut, pola tanam tumpang sari juga dapat memperkecil
erosi, bahkan cara ini berhasil mempertahankan kesuburan tanah (Francis 1986).
Meskipun demikian, keberhasilan tumpang sari ditentukan oleh kesesuaian jenis
tanaman. Penanaman secara tumpang sari antar tanaman yang kurang sesuai dapat
menyebabkan terjadinya kompetisi. Unsur-unsur yang dipersaingkan meliputi
unsur hara, cahaya, air, dan ruang (Tsubo et al. 2003). Persaingan terjadi apabila
masing-masing dua atau lebih spesies tanaman memerlukan kebutuhan hidup yang
sama (Harjadi 1996). Oleh sebab itu, dalam penanaman tumpang sari harus dipilih
dua atau lebih tanaman yang sesuai sehingga mampu memanfaatkan ruang dan
waktu secara efisien dan dapat memperkecil terjadinya kompetisi (Safuan et al.
2008).
Tomat termasuk dalam tanaman C3 dengan kebutuhan cahaya yang tidak
terlalu banyak, salah satu tanaman yang dapat ditumpangsarikan dengan tomat
adalah jagung. Jagung termasuk tanaman C4 dengan kebutuhan cahaya cukup
banyak dengan perakaran yang relatif dalam. Namun demikian, pola tanam
tumpang sari tomat-jagung menimbulkan efek naungan bagi tanaman tomat, yang
dapat menurunkan produksi sehingga diperlukan varietas yang toleran terhadap
naungan untuk pengembangannya. Tomat banyak digunakan sebagai tanaman
pekarangan dan dapat dikembangkan sebagai tanaman dalam wadah, yang
umumnya tidak memperoleh cahaya penuh. Pranoto (2011) dan Bahrun (2012)
dalam disertasinya menemukan bahwa tanaman tomat merupakan salah satu dari 9
tanaman semusim yang berpotensi dikembangkan dengan sistem agroforestri di
DAS Ciliwung Hulu dan DAS Cianjur. Hal ini mengindikasikan tomat cukup
toleran terhadap intensitas cahaya rendah. Walaupun tomat cukup toleran,
intensitas cahaya matahari yang rendah dapat mempengaruhi proses fotosintesis.

2
Penelitian Baharuddin et al. (2013), menyatakan bahwa berdasarkan
produksi relatif pada tingkat naungan 50% dari genotipe tomat yang diuji, terdapat
4 kelompok varietas tomat yaitu, peka, moderat, toleran, dan senang terhadap
naungan. Varietas tomat tersebut perlu diuji pada kondisi naungan alami seperti
pada pola tumpang sari untuk mengetahui sejauh mana tanaman tomat dapat
digunakan dalam pola penanaman berganda yang ditanam diantara tanaman
semusim maupun di bawah tegakan pohon sebagai penyusun komponen
agroforestri.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari pengaruh naungan terhadap
pertumbuhan dan produksi tomat toleran naungan pada pola tanam tumpang sari.
Tujuan khusus penelitian ini antara lain:
1. Mempelajari pertumbuhan dan produksi tomat berbeda varietas pada pola
tanam tumpang sari
2. Mempelajari pertumbuhan dan produksi jagung manis dengan populasi berbeda
pada pola tanam tumpang sari
3. Menghitung produktivitas lahan pada pola tanam tumpang sari antara tomat
dan jagung manis.
Hipotesis
Penelitian ini disusun dengan hipotesis bahwa:
1. Pertumbuhan dan produksi tomat akan berbeda antar perlakuan pada pola
tanam tumpang sari
2. Pertumbuhan dan produksi jagung manis akan berbeda antar perlakuan pada
pola tanam tumpang sari
3. Pola tanam tumpang sari antara tomat dan jagung manis akan menghasilkan
nisbah kesetaraan lahan (NKL) yang lebih tinggi.

METODE

Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Juni 2014 di
Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor dengan elevasi 250 meter di
atas permukaan laut dan Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri atas benih tomat varietas Rempai, Bogor, dan
Palupi, serta benih jagung manis varietas Laksmi. Pupuk yang digunakan adalah,
pupuk daun, pupuk kandang dengan dosis 20 ton ha-1, Za 200 kg ha-1, Urea 200 kg
ha-1, SP36 270 kg ha-1, dan KCl 220 kg ha-1. Bahan lain yang diperlukan adalah
kompos dan furadan.
Peralatan yang digunakan antara lain: bak persemaian, alat budi daya, lux
meter, jangka sorong, penetrometer, hand refraktometer, timbangan analitik,
indeks skala warna buah tomat, dan alat-alat penunjang penelitian lainnya.
Prosedur Penelitian
Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
dengan 3 ulangan. Denah percobaan disajikan dalam Lampiran 1. Perlakuan
terdiri atas pola tanam monokultur dan tumpang sari seperti yang disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Perlakuan pola tanam monokultur dan tumpang sari tomat-jagung
Kode perlakuan Keterangan
T1
Monokultur tomat varietas Rempai
T2
Monokultur tomat varietas Bogor
T3
Monokultur tomat varietas Palupi
J1
Monokultur jagung populasi rendah
J2
Monokultur jagung populasi tinggi
T1J1
Tumpang sari tomat Rempai dan jagung populasi rendah
T2J1
Tumpang sari tomat Bogor dan jagung populasi rendah
T3J1
Tumpang sari tomat Palupi dan jagung populasi rendah
T1J2
Tumpang sari tomat Rempai dan jagung populasi tinggi
T2J2
Tumpang sari tomat Bogor dan jagung populasi tinggi
T3J2
Tumpang sari tomat Palupi dan jagung populasi tinggi
Ketiga varietas tomat yang diuji adalah varietas tomat yang mempunyai
tingkat toleransi yang berbeda terhadap intensitas cahaya rendah (naungan), yaitu
Rempai (peka), Bogor (toleran), dan Palupi (senang) (Baharuddin et al. 2013).
Jagung populasi tinggi (31 250 tan/ha) diperoleh dengan jarak tanam 80 cm x 40
cm, sedangkan jagung populasi rendah (25 000 tan/ha) diperoleh dengan jarak
tanam 100 cm x 40 cm.
Model matematika percobaan ini mengikuti model Gomez dan Gomez
(1995) sebagai berikut:
Yij = μ +τi+ βj +εij
Keterangan:
Yij = pengamatan pada perlakuan ke –i dan kelompok ke j
μ
= rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
βj
= pengaruh kelompok ke- j
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

4
Pelaksanaan Penelitian
1. Pengolahan Lahan
Sebelum penanaman, tanah diolah sedalam 30 cm, selanjutnya digaru dan
diratakan dengan cangkul. Lahan percobaan dibagi menjadi 33 petak percobaan
dengan ukuran 4 m x 3 m dengan jarak antar petak 30 cm. Pemberian pupuk
kandang dan kapur dilakukan setelah pembuatan petakan, kemudian ditunggu
selama 2 minggu sebelum penanaman.
2. Penyemaian Tomat
Benih tomat disemai terlebih dahulu di bak semai. Media persemaian yang
digunakan berupa kompos. Bibit yang telah disemai ditempatkan pada tempat
yang tidak secara langsung terkena sinar matahari dan air hujan. Penyiraman
dilakukan sehari 2 kali, yaitu pagi dan sore hari. Pemberian pupuk daun (Gandasil
D) dilakukan setiap hari dengan konsentrasi 1 g l-1. Bibit dipindahkan ke lapang
setelah 4 minggu.
3. Penanaman
Penanaman benih jagung dan penanaman bibit tomat dilakukan dalam
waktu yang bersamaan. Bibit tomat yang ditanam dipilih yang seragam
pertumbuhannya, tidak terserang hama dan penyakit dan warna daun hijau segar.
Bibit tomat ditanam di antara 2 baris tanaman jagung dengan jarak dalam baris 40
cm untuk pola tanam tumpang sari, sedangkan penanaman monokultur
menggunakan jarak tanam 50 cm x 70 cm. Benih jagung manis ditanam sebanyak
2 benih per lubang dengan jarak tanam sesuai dengan perlakuan J1 dan J2. Setelah
penanaman, dilakukan pemberian furadan untuk menghindari serangan hama.
4. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, pengajiran
pada tanaman tomat, penyiangan gulma, pembubunan, dan pemupukan.
Penyulaman dilakukan 1 minggu setelah tanam (MST) dengan mengganti
tanaman yang mati atau pertumbuhannya tidak normal. Pengajiran dilakukan pada
1 MST agar tanaman tidak mudah rebah dan memudahkan pemeliharaan.
Penyiangan dan pembumbunan dilakukan secara bersamaan ketika berumur 2
MST.
Tanaman tomat baik monokultur maupun tumpang sari dipupuk sebanyak
200 kg Za, 170 kg SP36, dan 120 kg KCl per hektar, sedangkan tanaman jagung
manis dipupuk sebanyak 200 kg Urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl per hektar.
Sepertiga dosis pupuk Za dan KCl serta seluruh pupuk SP36 diberikan pada saat
tanam, kemudian setengah sisa pupuk Za dan KCl diberikan pada saat tanaman
tomat berumur 10 hari setelah tanam (HST), kemudian sisanya diberikan saat 30
HST. Pemupukan jagung dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu dua per tiga dosis Urea,
seluruh dosis SP36 dan KCl diberikan pada saat tanam, kemudian sisa Urea
diberikan pada saat 40 HST.
5. Pemanenan
Pemanenan tomat dilakukan pada tanaman yang telah berumur 7-11 MST.
Pemanenan dilakukan dengan cara memetik buah pada tahap light red. Tanaman
jagung manis dipanen pada umur 72 HST. Jagung dipanen pada fase masak susu,
ciri jagung siap panen apabila buah jagung ditekan mengeluarkan air seperti susu,
kelobot berwarna cokelat muda dan kering serta rambut jagung kering.

5
6. Pengamatan
Parameter yang diamati pada percobaan ini meliputi komponen
pertumbuhan dan produki tomat, komponen pertumbuhan dan produksi jagung,
dan produktivitas lahan. Tanaman contoh yang diamati masing-masing berjumlah
5 tanaman tomat dan 5 tanaman jagung manis per petak. Pengamatan terhadap
intensitas cahaya dilakukan di atas kanopi tanaman tomat menggunakan lux meter,
dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST.
A. Komponen Pertumbuhan dan Produksi Tomat:
1) Tinggi tanaman (cm). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu
sejak 3-6 MST dengan cara mengukur tinggi tanaman dari permukaan tanah
hingga titik tumbuh tanaman.
2) Jumlah daun (helai). Penghitungan jumlah daun dilakukan setiap minggu
dari 3-6 MST dengan cara menghitung semua daun majemuk.
3) Jumlah bunga per tanaman. Perhitungan jumlah bunga dilakukan setelah
bunga muncul.
4) Jumlah buah per tanaman. Perhitungan jumlah buah yang diperoleh dari
panen pertama hingga panen terakhir dari tiap tanaman.
5) Bobot per buah per tanaman (g). Pengukuran bobot per buah menggunakan
timbangan analitik.
6) Diameter buah (cm). Pengukuran panjang buah dilakukan pada bagian
terpanjang buah dan diameter diukur bagian tengah buah yang paling lebar
dengan menggunakan jangka sorong.
7) Kekerasan buah (mm 50 g-1 5 s-1). Pengukuran kekerasan buah
menggunakan penetrometer, dilakukan pada 3 titik yang berbeda yaitu
bagian pangkal, tengah, dan ujung buah.
8) Padatan Terlarut Total (ºBrix). Kandungan padatan terlarut total diukur
dengan mnggunakan hand refraktrometer.
9) Perubahan warna buah. Perubahan warna ditentukan berdasarkan indeks
skala warna tomat.
B. Komponen Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis:
1) Tinggi tanaman (cm). Pengamatan tinggi tanaman jagung dimulai dari
pangkal batang sampai keujung daun tertinggi dengan meluruskan daun.
Pengamatan dilakukan setiap minggu, mulai pada umur 3 MST sampai
tanaman mengeluarkan bunga jantan.
2) Jumlah daun (helai). Daun yang dihitung yaitu daun yang telah membuka
penuh serta minimal 30% masih berwarna hijau.
3) Berat tongkol dengan kelobot (g). Pengamatan terhadap berat tongkol
dengan kelobot (ada tangkai, rambut jagung dan kelobot) pada setiap
tanaman sampel dihitung pada saat panen.
4) Berat tongkol tanpa kelobot (g). Pengamatan terhadap berat tongkol tanpa
kelobot (tanpa tangkai, tanpa rambut jagung, dan tanpa kelobot) dihitung
saat panen.
5) Hasil (ton ha-1). Perhitungan produksi per hektar dikonversi dari panen
ubinan dengan luasan berkisar 3.2–5.6m2.
C. Produktivitas Lahan
Nisbah kesetaraan lahan (NKL) dihitung bedasarkan produksi tomat dan
jagung pada pola tanam tumpang sari. Nilai NKL menggambarkan suatu areal
yang dibutuhkan untuk total produksi monokultur yang setara dengan 1 ha

6
produksi tumpang sari. Tanaman yang saling menguntungkan maka nilai NKL > 1.
Apabila salah satu spesies tanaman tertekan maka nilai NKL < 1. Nilai NKL
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
NKL = Nisbah kesetaraan lahan
Yab = Produktivitas tomat pola tanam tumpang sari
Yaa = Produktivitas tomat pola tanam monokultur
Yba = Produktivitas jagung manis pola tanam tumpang sari
Ybb = Produktivitas jagung manis pola tanam monokultur
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Uji F). Apabila
menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Data dari BMKG Dramaga (2014) menunjukkan bahwa rata-rata suhu udara
di lokasi percobaan sebesar 26 oC, rata-rata kelembaban udara sebesar 85.67%,
dan rata-rata curah hujan dari bulan Maret-Juni 2014 adalah 363 mm bulan-1.
Naika et al. (2005) menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan tomat
di lapang 20-24 ºC. Maskar dan Gafur (2006) juga menambahkan bahwa curah
hujan yang baik untuk tomat 100-200 mm bulan-1. Berdasarkan kesesuaian data
iklim tersebut, terlihat bahwa tomat yang ditanam di dataran rendah Bogor
pertumbuhannya kurang optimal karena syarat kondisi iklim tidak terpenuhi
dengan baik.
Kondisi lahan yang lembab dengan curah hujan dan suhu yang tinggi
berpotensi mengundang hama dan penyakit. Pada minggu pertama hingga kedua
penanaman, terlihat gejala putusnya pangkal batang hingga tanaman menjadi
rebah. Hal ini diduga akibat serangan belalang yang memakan batang tanaman
muda. Belalang (Oxya chinensis L Mischenko) merupakan hama utama yang
menyerang saat fase vegetatif awal. Hama yang menyerang saat fase generatif
yaitu ulat penggerek buah (Helicoverpa armigera B Scholz), ulat grayak
(Spodoptera litura W Leedham), dan kepik hijau (Nezara viridula J Wessels).
Serangan hama tersebut tidak begitu besar dalam populasi sehingga masih dapat
dikendalikan. Kerusakan yang ditimbulkan hanya mengurangi kualitas buah yang
dihasilkan.

7
Penyakit yang teridentifikasi menyerang tanaman tomat selama percobaan
antara lain, penyakit gemini virus yang disebabkan oleh virus TMV (Tobacco
Mosaic Virus C Chen), penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri
Pseudomunas solanacearum EF Smith, dan penyakit bercak daun yang
disebabkan oleh cendawan Alternaria solani T Cooke. Tidak hanya tanaman
tomat yang terserang penyakit, beberapa tanaman jagung pun terkena penyakit
bulai yang disebabkan oleh serangan jamur Peronosclerospora maydis Rac Shaw.
Gejala yang umum dari infeksi gemini virus adalah daun berkerut dan
keriting, daun menjadi kecil, daun menguning, daun mengecil dan cupping (daun
melengkung ke atas), penebalan tulang dan anak tulang daun, penguningan lamina
daun, dan tanaman menjadi kerdil (Aidawati 2006). Gejala yang terlihat seperti
klorosis pada anak tulang daun dari daun muda menyebar kesuluruh bagian
tanaman, hingga tampak tanaman menguning. Infeksi lanjut dari gemini virus
dapat menyebabkan daun-daun mengecil, tanaman menjadi kerdil, sehingga
menghambat pertumbuhan yang akan mengakibatkan menurunnya hasil dan
kematian tanaman. Penyakit ini banyak menyerang pada pola tanam monokultur.
Varietas tomat yang paling banyak terserang adalah varietas Palupi.

Gambar 1 Rata-rata intensitas cahaya di atas kanopi tanaman tomat pada 8 MST
M = monokultur; T1 = Tumpang sari tomat dan jagung populasi rendah;
T2 = tumpang sari tomat dan jagung populasi tinggi
Pola tanam tumpang sari mengakibatkan terjadinya penurunan intensitas
cahaya yang diterima oleh tanaman tomat. Hasil pengukuran intensitas cahaya di
atas kanopi tanaman tomat pada umur 8 MST disajikan dalam Gambar 1. Ratarata intensitas cahaya pada tomat monokultur sebesar 286 lux lebih tinggi
dibandingkan dengan intensitas cahaya pada tumpang sari tomat dan jagung
populasi rendah 160 lux dan jagung populasi tinggi 118 lux. Perbedaan intensitas
cahaya antar pola tanam tersebut menunjukkan bahwa kapasitas menaungi dari
tanaman jagung manis J1 dan J2 pada pola tanam tumpang sari berturut-turut
sebesar 44.06% dan 58.74%.

8

b

a

d

c

e

Gambar 2 Perlakuan pola tanam (a) monokultur tomat, (b) monokultur jagung
populasi rendah, (c) monokultur jagung populasi tinggi, (d) tumpang
sari tomat dan jagung populasi rendah, (e) tumpang sari tomat dan
jagung populasi tinggi
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pola tanam berpengaruh
nyata terhadap parameter yang diamati pada tomat, kecuali Padatan Terlarut Total
(PTT). Berbeda dengan tomat, pengamatan pada jagung menunjukkan bahwa
perlakuan pola tanam tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan
produksi jagung manis. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pola tanam tumpang
sari dan monokultur terhadap pertumbuhan dan produksi tomat dan jagung manis
disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pola tanam tumpang sari dan
monokultur terhadap pertumbuhan dan produksi tomat dan jagung
Parameter
F-hit KK (%)
Parameter
F-hit KK (%)
----------------------Tomat-----------------------------------Jagung manis---------------**
9.37 Tinggi tanaman (cm)
tn
8.88
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah daun (helai)
**
5.08 Jumlah daun (helai)
tn
10.21
Jumlah bunga per
**
11.97 Diameter tongkol (mm)
tn
16.07
tanaman
Jumlah buah per
Bobot dengan kelobot
**
14.46
tn
22.82
tanaman
(g)
Produksi per tanaman (g) **
16.08 Bobot tanpa kelobot (g)
tn
26.21
Bobot per buah (g)
**
17.43 Panjang tongkol (cm)
tn
7.66
Kekerasan buah
Produksi per hektar
**
7.70
tn
15.42
(mm 50 g-1 5 s-1)
(ton)
Diameter buah (mm)
**
8.80
Warna buah
**
6.80
PTT (ºBrix)
tn
13.61
** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak berbeda nyata;
KK = Koefisien keragaman

9
Pertumbuhan dan Produksi Tomat
Pertumbuhan Tanaman
Kompetisi dalam memperoleh cahaya matahari pada pola tanam tumpang
sari tomat-jagung menjadi salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman tomat. Kondisi ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman
jagung yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan tomat sehingga menghambat
penetrasi cahaya ke kanopi tanaman tomat.
Tinggi tanaman tomat varietas Rempai pada tumpang sari tomat dan jagung
populasi tinggi (T1J2) adalah 57.99 cm dan jagung populasi rendah (T1J1) adalah
53.67 cm, keduanya lebih tinggi dan berbeda nyata dengan monokultur (T1)
adalah 47.59 cm. Pola yang sama juga terjadi pada dua varietas lainnya, Bogor
dan Palupi (Tabel 4). Banyak penelitian pada beberapa tanaman, Zulkarnain
(2002) pada selada, Sasmita et al.(2006) dan Supijatno (2012) pada padi gogo,
Permanasari (2012) pada kedelai, serta Azmi (2013) dan Sanura (2013) pada
tomat, yang menunjukkan terjadinya peningkatan tinggi tanaman pada cekaman
intensitas cahaya rendah. Kondisi cahaya rendah berakibat pada berkurangnya laju
fotosintesis serta mundurnya reaksi metabolisme di dalam tanaman (Lakitan 1993).
Tanaman yang ternaungi akan mengalami pemanjangan sel, khususnya pada
batang. Hal ini terjadi karena produksi auksin pada pucuk meningkat dan
ditranslokasikan secara basipetal yang akan mendorong pemanjangan sel
(Salisbury dan Ross 1995). Peningkatan tinggi tanaman pada kondisi ternaungi
digunakan tanaman untuk meningkatkan efisiensi penyerapan cahaya, sehingga
laju fotosintesis dapat dipertahankan.
Tabel 3 Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah daun tomat dalam pola tanam
monokultur dan tumpang sari tomat-jagung
a
Perlakuan
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah daun (helai)
47.59 de
18.67 b
T1
41.57 e
21.00 a
T2
46.62 de
17.67 bc
T3
53.67 cd
16.67 cd
T1J1
48.40 cde
18.67 b
T2J1
T3J1
66.31 ab
15.67 de
T1J2
57.99 bc
14.00 f
T2J2
55.09 cd
15.33 def
T3J2
70.04 a
14.33 ef
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
DMRT 5%
a
Kode perlakuan dapat di lihat dalam Tabel 1

Pola tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tomat. Jumlah daun
tomat varietas Rempai pada tumpang sari tomat dan jagung populasi tinggi (T1J2)
sebanyak 14.00 helai dan tumpang sari tomat dan jagung populasi rendah (T1J1)
sebanyak 16.67 helai, keduanya lebih rendah dan berbeda nyata dengan
monokultur (T1) 18.67 helai. Pola tersebut juga sama pada dua varietas lainnya,
Bogor dan Palupi (Tabel 3). Hasil yang sama telah dilaporkan oleh Sanura (2013)
yang menyatakan bahwa naungan secara nyata menurunkan jumlah daun tomat.
Tanaman yang ditanam secara tumpang sari memperoleh cahaya yang lebih

10
rendah dibandingkan dengan monokultur, hal tersebut menyebabkan energi foton
yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis menjadi berkurang dan mengakibatkan
fotosintat yang dihasilkan berkurang sehingga pertumbuhan vegetatif terutama
daun menjadi terhambat (Musyarofah et al. 2007; Tripatmasari et al. 2010).
Pemberian naungan mengakibatkan penurunan suhu udara. Suhu udara
menentukan laju difusi zat cair dalam tanaman, apabila suhu udara turun maka
kekentalan air naik, sehingga kegiatan fotosintesis turun dan mengakibatkan
fofosintat yang dihasilkan rendah (Sudaryono 2004).
Komponen Produksi dan Produksi
Hasil pengamatan terhadap komponen produksi menunjukkan bahwa ketiga
varietas tomat yang diuji memiliki respon yang berbeda terhadap kondisi cahaya
rendah dalam pola tanam tumpang sari. Pola tanam tumpang sari nyata
menurunkan jumlah bunga dan jumlah buah per tanaman pada varietas yang diuji,
kecuali varietas senang naungan (Palupi). Hasil yang sama telah dilaporkan oleh
Baharuddin (2013) yang menyatakan bahwa pada tingkat naungan 50% terjadi
penurunan jumlah buah pada semua genotipe yang diuji kecuali genotipe senang
naungan.
Rata-rata bobot per buah varietas Rempai dan Bogor pada pola tanam
monokultur berturur-turut sebesar 14.91 g dan 17.31 g, keduanya tidak berbeda
nyata pada pola tanam tumpang sari dengan jagung populasi rendah maupun
jagung populasi tinggi (Tabel 4). Berbeda dengan Rempai dan Bogor, varietas
Palupi (senang naungan) mampu menghasilkan bobot per buah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan varietas peka (Rempai) maupun toleran (Bogor) pada pola
tanam tumpang sari. Hal ini diduga karena kemampuan varietas tersebut untuk
membentuk buah yang lebih besar dan mampu mengefisienkan cahaya yang
diterima.
Tabel 4 Rata-rata jumlah bunga pe tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot per
buah, dan diameter buah dalam pola tanam monokultur dan tumpang sari
tomat-jagung
Jumlah bunga Jumlah buah
Bobot per
Diameter
Perlakuana
per tanaman
per tanaman
buah (g)
buah (mm)
T1
47.64 a
31.75 a
14.91 c
30.01 bc
T2
44.36 ab
25.50 b
17.31 c
25.50 de
T3
24.35 d
9.28 d
23.07 bc
30.17 bc
T1J1
42.32 ab
25.08 b
13.41 c
29.37 bcd
T2J1
40.07 ab
21.59 bc
16.33 c
28.89 cd
T3J1
24.35 d
9.80 d
27.45 b
33.02 ab
T1J2
39.05 bc
21.00 bc
12.59 c
27.67 cde
T2J2
34.17 c
16.88 c
14.85 c
24.12 e
T3J2
24.60 d
11.20 d
33.26 a
34.41 a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
DMRT 5%
a
Kode perlakuan dapat di lihat dalam Tabel 1

Pada parameter diameter buah, tomat varietas peka (Rempai) memiliki
diameter buah yang tidak berbeda nyata antar pola tanam monokultur dan
tumpang sari. Tomat varietas toleran naungan (Bogor) memiliki diameter buah

11
terbesar pada kondisi tumpang sari dengan jagung populasi rendah (T2J1) sebesar
28.89 mm, sedangkan tomat senang naungan (Palupi) diameter buah terbesar
terdapat pada pola tanam tumpang sari dengan jagung populasi tinggi (T3J2)
sebesar 34.41 mm.
600

Produksi (gram)

500
400
M
300

T1
T2

200
100
0
Rempai

Bogor

Palupi

Gambar 3 Rata-rata produksi per tanaman tomat.
M = monokultur; T1 = tumpang sari tomat dan jagung populasi rendah;
T2 = tumpang sari tomat dan jagung populasi tinggi
Ketiga varietas tomat yang diuji memiliki respon yang berbeda terhadap
perlakuan pola tanam. Produksi per tanaman dipengaruhi oleh jumlah buah
(Muhsanati et al. 2009) dan ukuran buah (Sandra et al. 2003) yang dihasilkan.
Rata-rata produksi buah per tanaman varietas Rempai (peka) pada pola tanam
monokultur adalah 466.50 g, sedangkan pada pola tanam tumpang sari dengan
jagung populasi rendah (T1J1) adalah 336.91 g dan jagung populasi tinggi (T1J2)
adalah 264.36 g, masing-masing turun 27.78% dan 56.67% (Gambar 3). Pola yang
sama juga terjadi pada varietas Bogor (toleran) yang ditunjukkan dengan
penurunan sebesar 19.52% pada tumpang sari dengan jagung populasi rendah
(T2J1) dan 43.89% pada jagung populasi tinggi (T2J2). Penurunan produksi pada
pola tanam tumpang sari disebabkan oleh intensitas cahaya yang diterima oleh
tanaman tomat rendah. Intensitas cahaya rendah mengakibatkan terganggunya
laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat, sehingga fotosintat yang dihasilkan
rendah (Vijayalaksmi et al. 1991).
Pola tanam tumpang sari jagung populasi rendah dan jagung populasi tinggi
meningkatkan produksi per tanaman varietas Palupi sebesar 25.64% dan 73.99%.
Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Baharuddin et al. (2013) yang
menyatakan bahwa tomat Palupi termasuk tomat senang naungan. Peningkatan
produksi pada varietas senang naungan diduga pemberian naungan dapat
menurunkan suhu sampai pada titik yang mungkin dapat mengurangi tingkat
respirasi. Penurunan tingkat respirasi akan menurunkan proses pembakaran
karbohidrat, sehingga akan lebih banyak terakumulasi pada buah.

12
Kualitas Buah
Pengukuran nilai PTT buah dapat digunakan untuk mengukur kadar gula
dalam buah, karena gula merupakan komponen utama dari bahan terlarut yang
menentukan rasa dan aroma buah (Kader 2008). Pada percobaan ini, pola tanam
tidak berpengaruh nyata terhadap nilai PTT, demikian juga untuk setiap varietas,
nilai PTT buah tomat pada pola tanam monokultur tidak berbeda nyata dengan
pola tanam tumpang sari. Rata-rata nilai PTT buah tomat varietas Rempai pada
pola tanam monokultur (T1), tumpang sari dengan jagung populasi rendah (T1J1),
dan jagung populasi tinggi (T1J2) berturut-turut adalah 5.17 oBrix, 4.82 oBrix, dan
4.75 oBrix (Tabel 5).
Tabel 5 Rata-rata nilai PTT, kekerasan buah, dan warna buah tomat pada pola
monokultur dan tumpang sari tomat-jagung
Kekerasan buah
Perlakuana
PTT (oBrix)
Warna buah
(mm 50 g-1 5 s-1)
T1
5.17
78.18 a
5.23 ab
T2
4.87
70.31 b
4.87 abc
T3
5.46
39.03 e
4.53 bcd
T1J1
4.82
68.61 bc
5.53 a
T2J1
4.79
57.86 d
4.87 abc
T3J1
4.94
36.11 e
3.67 d
T1J2
4.75
65.96 c
5.67 a
T2J2
4.77
56.52 d
4.93 abc
T3J2
4.92
35.00 e
4.27 cd
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
DMRT 5%
a
Kode perlakuan dapat di lihat dalam Tabel 1

Kekerasan buah merupakan salah satu parameter penting dari kualitas buah
tomat. Menurut Wijayani (2005) kekerasan buah tomat sangat terkait erat dengan
kadar air yang dikandung buah tersebut. Pratiwi (2012) menambahkan bahwa
tingkat kekerasan bergantung pada tebalnya kulit luar, kandungan total zat padat
dan kandungan pati yang terdapat pada bahan. Pengukuran nilai kekerasan buah
menggunanakan alat penetrometer. Nilai kekerasan buah menunjukkan tingkat
kedalaman jarum yang ditusukkan ke buah, semakin dalam tusukan atau semakin
besar nilai kekerasan buah menunjukkan buah tersebut semakin lunak. Hasil
analisis menunjukkan bahwa varietas tomat mempunyai tingkat kekerasan buah
yang berbeda nyata. Tingkat kekerasan buah varietas Palupi (T3) adalah 39.03
mm 50 g-1 5 s-1 , berbeda nyata dan lebih rendah dibandingkan dengan varietas
Rempai (78.18 mm 50 g-1 5 s-1) dan Bogor (70.31 mm 50 g-1 5 s-1). Hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa pola tanam berpengaruh nyata terhadap
tingkat kekerasan buah. Tingkat kekerasan buah tomat varietas Rempai pada pola
tanam monokultur adalah 78.18 mm 50 g-1 5 s-1 , lebih tinggi dan berbeda nyata
dengan pola tanam tumpang sari dengan jagung populasi rendah (T1J1) dan
jagung populasi tinggi (T1J2) yang menghasilkan buah tomat dengan tingkat
kekerasan berturut-turut 68.61 mm 50 g-1 5 s-1 dan 65.96 mm 50 g-1 5 s-1 . Pola
yang sama juga terjadi pada varietas Bogor (toleran). Hal ini diduga karena
cahaya yang tinggi pada pola tanam monokultur dapat mempercepat pematangan
buah dan menjadikan buah cepat lunak (Sanura 2013).

13
Secara umum warna buah tomat bertambah merah seiring dengan tingkat
kematangan buah. Dalam percobaan ini, pola tanam tidak berpengaruh nyata
terhadap warna buah tomat, demikian juga untuk setiap varietas, warna buah
tomat pada pola tanam monokultur tidak berbeda nyata dengan pola tanam
tumpang sari. Rata-rata nilai warna buah tomat varietas Rempai pada pola tanam
monokultur (T1), tumpang sari dengan jagung populasi rendah (T1J1), dan jagung
populasi tinggi (T1J2) berturut-turut adalah 5.23, 5.53, dan 5.67.
Pertumbuhan dan Produksi Jagung
Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan, komponen produksi, produksi,
dan kualitas jagung disajikan dalam Tabel 6. Pola tanam tidak berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis. Rata-rata produksi
jagung populasi rendah (J1) dan populasi tinggi (J2) adalah 7.73 ton ha-1 dan 8.84
ton ha-1, tidak berbeda nyata dengan produksi jagung pada tumpang sari jagung
populasi tinggi dengan tomat varietas Rempai (7.19 ton ha-1), Bogor (8.17 ton ha1
), dan Palupi (8.27 ton ha-1). Penanaman tomat varietas Rempai, Bogor, dan
Palupi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
jagung manis.
Tabel 6 Rata-rata tinggi, jumlah daun, bobot tongkol dengan kelobot, bobot
tongkol tanpa kelobot, panjang tongkol, diameter tongkol, dan produksi
jagung per hektar dalam pola tanam monokultur dan tumpang sari
Perlakuana

Tinggi Jumlah
tanaman daun
(cm)
(helai)

Bobot
dengan
kelobot
(g)

Bobot
tanpa
kelobot
(g)

J1
J2
T1J1
T2J1
T3J1
T1J2
T2J2
T3J2

105.01
107.54
116.21
110.60
104.21
121.71
116.17
125.45

324.67
309.33
342.00
351.33
302.67
338.83
322.67
338.00

215.33
210.67
232.00
240.67
225.00
226.00
211.33
228.67

a

7.00
7.33
8.00
8.00
6.67
7.67
8.00
8.33

Panjang Diameter Produksi
tongkol tongkol
/hektar
(cm)
(mm)
(ton)b

18.50
18.84
20.07
20.20
18.72
19.41
19.90
21.27

42.70
45.62
43.71
45.87
46.05
45.34
45.09
44.36

7.73
8.84
7.16
7.12
7.24
7.19
8.17
8.27

Kode perlakuan dapat di lihat dalam Tabel 1
Produksi per hektar diperoleh dari konversi panen ubinan dengan luasan berkisar 3.2–5.6 m2

b

Produktivitas Lahan
Nisbah kesetaraan lahan (NKL) merupakan cara perhitungan yang biasa
digunakan untuk menghitung produktivitas lahan. Semua pola tanam tumpang sari
dalam penelitian ini menghasilkan NKL berkisar 1.56-3.60. Hal ini menunjukkan
bahwa pola tanam tumpang sari dapat meningkatkan produktivitas lahan sebesar
56-260% dibandingkan dengan pola tanam monokultur (Tabel 7).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa NKL pada pola tanam
tumpang sari berbeda antar varietas tomat dan berbeda antar populasi jagung.

14
Pada populasi tinggi, intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman tomat rendah,
nilai NKL dari tomat Rempai (T1J2) dan Bogor (T2J2) adalah 1.56 dan 1.66, jauh
lebih rendah dibandingkan dengan varietas Palupi yang menghasilkan nilai NKL
sebesar 3.60. Hal ini menguatkan penelitian Baharuddin et al. (2013) yang
menyatakan bahwa varietas Palupi adalah varietas yang menyenangi naungan,
sedangkan varietas Rempai adalah varietas yang peka naungan, dan Bogor
termasuk varietas yang toleran naungan.
Tabel 7 Rata-rata produksi per hektar tomat dan jagung, serta nisbah kesetaraan
lahan (NKL) dalam pola tanam tumpang sari tomat-jagung
(Produksi (ton ha-1)b
Perlakuana
NKL
Tomat
Jagung
T1
13.33
T2
12.58
T3
6.12
J1
7.73
J2
8.84
T1J1
11.22
7.16
1.77
T2J1
11.82
7.12
1.86
T3J1
8.97
7.24
2.40
T1J2
9.91
7.19
1.56
T2J2
9.27
8.17
1.66
T3J2
16.30
8.27
3.60
a

Kode perlakuan dapat di lihat dalam Tabel 1
Produksi per hektar diperoleh dari konversi panen ubinan dengan luasan berkisar 3.2–5.6 m2

b

SIMPULAN

Simpulan
Tiga varietas tomat yang diuji menunjukkan respon yang berbeda
terhadap kondisi cahaya rendah dalam pola tanam tumpang sari. Tomat varietas
Rempai dan Bogor menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang lebih rendah
pada pola tanam tumpang sari dibandingkan dengan monokulturnya, sedangkan
kelompok tomat senang naungan (Palupi) menghasilkan pertumbuhan dan
produksi yang lebih tinggi pada pola tanam tumpang sari. Pola tanam tumpang
sari tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi jagung. NKL tumpang sari
tomat-jagung sebesar 1.56-3.60, menunjukkan bahwa pola tanam tumpang sari
tomat-jagung dapat meningkatkan produktivitas lahan.

15

DAFTAR PUSTAKA
Aidawati N. 2006. Keanekaragaman begomovirus pada tomat dan serangga
vektornya, B. tabaci Gennadinus (Hemiptera: aleyrodidae) serta pengujian
ketahanan genotipe tomat terhadap strain begomovirus [disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Azmi N. 2013. Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan dan produksi enam
varietas tomat (Lycopersicon esculantum Mill.). [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Baharuddin R, Chozin MA, Syukur M. 2013. Toleransi 20 genotipe tomat
terhadap naungan. J Agron Indonesia. 42(2):132-137.
Bahrun AH. 2012. Kajian ekofisiologi tanamn semusim penyusun agroforestri
pada beberapa zona agroklimat di DAS Ciliwung Hulu [disertasi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Beets WC. 1982. Multiple Cropping And Tropical Farming System. Inggris (GB):
Gower Publ Co. 156 p.
[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. 2014. Data curah hujan,
kembaban udara, dan suhu udara bulan Maret-Juni 2014 Dramaga Bogor.
Bogor (ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen Tomat Menurut Provinsi, 20082012. [internet]. [diunduh 2013 Mei 03]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id.
[Dirjen Horti] Direktorat Jendral Hortikultura. 2013. Volume produksi, impor dan
ekspor sayuran [internet]. [diunduh 2013 September 26]. Tersedia dari:
http:// hortikultura.deptan.go.id/?q=node/391.
Francis CA. 1986. Multiple Cropping Systems. New York (US): Macmillan
Publishing Company. p 161-182.
Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian.
Terjemahan dari: Stastitical Prosedur for Agricultural Research.
Penerjemah: E Sjamsudin dan JS Baharsjah. Jakarta (ID):UI Pr.
Harjadi SS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka. 197
hlm.
Kader AA. 2008. Flavor quality of fruits and vegetables. J Sci food Agric.
88:1863-1868.
Lakitan B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID): Rajawali
Grafindo.
Maskar, Gafur S. 2006. Budidaya Tomat. [internet]. [diunduh 2 September 2014].
Tersedia pada:http: // pfi3pdata. litbang. deptan. go. id/ dokumen/ one/34/
file/ 06-budidaya-tomat.pdf.
Muhsanati, Mayerni R, Sari TGP. 2009. Pengaruh pemberian naungan terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman stroberi (Fragaria x annasa). Jerami. 2(1):
31-34.
Musyarofah M, Susanto S, Aziz SA, Kartosoewarno S. 2007. Respon tanaman
pegagan (Cantella asiatica L. Urban) terhadap pemberian pupuk alami di
bawah naungan. Bul Agron. 35(3):217-224.
Naika S, J van Lidt de Jeude, M. de Goffau, M Hilmi, B van Dam. 2005.
Cultivation of Tomato. Wageningen: Didigrafi.

16
Permanasari I, Kastano D. 2012. Pertumbuhan tumpang sari jagung dan kedelai
pada perbedaan waktu tanam dan pemangkasan jagung. J Agrotek. 3(1):1320.
Pranoto H. 2011. Kajian agroekologi sistem agroforestri di Daerah Aliran Sungai
Cianjur [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pratiwi GC. 2012. Kajian penggunaan kemasan karton dan peti kayu terhadap
mutu buah tomat dalam transportasi darat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Safuan LO, Warsono IU, Ayu G, Prihastuti L, Wahyuni S, Hestin, Hernewa E,
Rudi, Desyanti, Elis, Suwena M. 2008. Pertanian terpadu suatu strategi
untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan. Walhi Jawa Barat, Bandung
(ID).
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Plant Physiology. 4th Edition. California (US):
Wadsworth Pub.
Sandra MA, Andriolo JL, Witter M, Ross TD. 2003. Effect of shading on tomato
plants grown under greenhouse. Hort Brasilias. 21:642–645.
Sanura CPE. 2013. Pengaruh naungan terhadap produksi dan kualitas buah enam
varietas tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sasmita P, Purwoko BS, Sujiprihati S, Hanarida I, Dewi IS, Chozin MA. 2006.
Evaluasi pertumbuhan dan produksi padi gogo haploid ganda toleran
naungan dalam sistem tumpang sari. Bul Agron. 34(2):79-86.
Setiawan AN. 2007. Pertumbuhan dan hasil tumpang sari kacang hijau+jagung
pada saat panen jagung berbeda. Agrovigor. 15(1):1-8.
Sudaryono. 2004. Pengaruh naungan terhadap iklim mikro pada budidaya
tanaman tembakau rakyat. J Tek Ling. 5(1):56-60.
Supijatno. 2012. Adaptasi padi gogo terhadap cekaman ganda lahan kering
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suwarto, Yahya S, Handoko, Chozin MA. 2005. Kompetisi tanaman jagung dan
ubikayu dalam sistem tumpang sari. Bul Agron. 33(2):1-7.
Suwarto, Setiawan A, Septariasari D. 2006. Pertumbuhan dan hasil dua klon
Ubijalar dalam tumpang sari dengan jagung. Bul Agron. 34(2):87-92.
Tsubo M, Mukhala E, Ogindo HO, Walker S. 2003. Productivity of maize-bean
intercropping in a semi-arid region of South Africa. Water SA 29:381-388.
Tripatmasari M, Wasonowati C, Alianti VR. 2010. Pemanfaatan naungan dan
pupuk kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan kandungan triterpenoid
pegagan (Centella asiatica L.). Agrovigor. 3(2):137-145.
Vijayalaksmi C, Radhakhrisman R, Nagaran M, Rajendran. 1991. Effect of solar
irradiation deficit on rice productivity. J Crop Sci. 167:184-187
Wijayani A, Widodo W. 2005. Usaha meningkatkan beberapa varietas tomat
dengan sistem budidaya hidroponik. JIPI 12(1):77-83.
Zulkarnain 2002. Pertumbuhan dan hasil selada pada berbagai kerapatan jagung
dalam pola tumpang sari. Stigma. 13(3):345-348.

Lampiran 1 Denah

U

U1

U2

U3

T3J1

T1J2

T1

J2

T1

T1J1

J1

T3J2

T3J1

T1

T2J1

J1

T2J1

T2

T3

T3

J1

T3J2

T2

T3

T1J1

T3J2

J2

T2J1

T1J2

T3J1

T2

T2J2

T1J1

T2J2

T1J1

T2J2

J2

Keterangan:
T1
= monokultur tomat varietas Rempai
T2
= monokultur tomat varietas Bogor
T3
= monokultur tomat varietas Palupi
J1
= monokultur jagung populasi rendah
J2
= monokultur jagung populasi tinggi
T1J1 = tumpang sari tomat rempai dan jagung populasi rendah
T2J1 = tumpang sari tomat Bogor dan jagung populasi rendah
T3J1 = tumpang sari tomat Palupi dan jagung populasi rendah
T1J2 = tumpang sari tomat Rempai dan jagung populasi tinggi
T2J2 = tumang sari omat Bogor dan jagung populasi tinggi
T3J2 = tumpang sari tomat palupi dan jagung populasi tinggi

=HG

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 8 Maret 1992 dari Ayah Ahmad
Saiful dan Ibu Lamini. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Penulis
menyelesaikan pendidikan akademik di SDN Jongbiru, SMPN 1 Kediri, SMAN 1
Kediri dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2010 melalui
Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Penulis merupakan penerima beasiswa Bidik Misi. Selama mengikuti
perkuliahan, penulis pernah aktif dalam organisasi Uni Konservasi Fauna pada
tahun 2010-2011 di Divisi Konservasi Reptil dan Amfibi (DKRA). Penulis juga
pernah aktif sebagai Sekretarisis Divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa
Agronomi dan Hortikultura. Selain itu penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan
besar di Departemen Agronomi dan Hortikultura seperti Festival Bunga dan Buah
Nusantara 2013 sebagai Koordinator Opening Ceremony. Penulis juga aktif dalam
bidang seni seperti teater dan baca puisi.