Studi morfologiperbandingan induksi persembuhan kerusakan tulang oleh bahan implan tulang hidrosiapatit dan beta-trikalsiumfosfat
STUDI MORFOLOGI PERBANDINGAN INDUKSI
PERSEMBUHAN KERUSAKAN TULANG OLEH BAHAN
IMPLAN TULANG HIDROKSIAPATIT DAN
BETA-TRIKALSIUMFOSFAT
AGVINTA NILAM WAHYU YUDHICHIA
DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Morfologi
Perbandingan Induksi Persembuhan Kerusakan Tulang oleh Bahan Implan Tulang
Hidroksiapatit dan Beta-trikalsiumfosfat adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Agvinta Nilam Wahyu Yudhichia
NIM B04100060
ABSTRAK
AGVINTA NILAM WAHYU YUDHICHIA. Studi Morfologi Perbandingan
Induksi Persembuhan Kerusakan Tulang oleh Bahan Implan Tulang Hidroksiapatit
dan Beta-trikalsiumfosfat. Dibimbing oleh SRIHADI AGUNGPRIYONO dan
GUNANTI
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas dari bahan implan
komposit HA:β-TKF berbasis cangkang telur perbandingan 70:30 dan 60:40 dalam
menginduksi proses persembuhan kerusakan tulang domba dengan menggunakan
teknik pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Materi implan berukuran 5 mm
ditanam secara aseptis pada tulang tibia domba. Pengambilan data dilakukan pada
hari ke-30, ke-60 dan ke-90 setelah operasi. Tidak terdapat perbedaan pada
gambaran makroskopis dan mikroskopis tulang yang ditanam implan HA:β-TKF
70:30 dan 60:40 pada proses persembuhan tulang. Proses persembuhan pada tulang
kontrol terjadi lebih cepat dibandingkan dengan tulang yang ditanam implan HA:βTKF. Tubuh tidak melakukan penolakan terhadap materi HA:β-TKF yang ditanam.
Implan HA:β-TKF menunjukkan sifat osteoinduktif dan osteokonduktif walaupun
proses persembuhan tulang terjadi lambat dibandingkan dengan kontrol.
Kata kunci: Beta-trikalsiumfosfat, hidroksiapatit, implan tulang, persembuhan
tulang.
ABSTRACT
AGVINTA NILAM WAHYU YUDHICHIA. Morphological Study on the
Induction of Bone Remodelling by Hidroxyapatite and Beta-tricalciumphosphate
Bone Implant. Supervised by SRIHADI AGUNGPRIYONO and GUNANTI.
This study was conducted with aim to investigate the effectiveness implant
material of Hidroxyapatite (HA):Beta-tricalcium phosphate (β-TCP) bone implant
made from eggshell with ratio of HA:β-TCP 70:30 and 60:40 in inducing bone
remodelling process at macroscopic and microscopic levels. Five milimeters thick
implant was inserted aseptically in sheep tibia bone using surgical prosedures.
Data were collected at days 30, 60 and 90 after implanted. There were no
significant difference between HA:β-TCP with ratio 70:30 and 60:40 in bone
remodelling process at macroscopic and microscopic observation. Remodelling
process in control group was faster than HA:β-TCP implanted bone. There was no
sign of rejection against HA:β-TCP implant. HA:β-TCP showed osteoinductive and
osteoconductive characteristics although remodelling process was slower than the
controls.
Keywords: Beta-tricalcium phosphate, bone implant, hidroxyapatite, remodelling.
STUDI MORFOLOGI PERBANDINGAN INDUKSI
PERSEMBUHAN KERUSAKAN TULANG OLEH BAHAN
IMPLAN TULANG HIDROKSIAPATIT DAN
BETA-TRIKALSIUMFOSFAT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan Skripsi ini. Judul yang
dipilih dalam Skripsi hasil penelitian ini adalah “Studi Morfologi Perbandingan
Induksi Persembuhan Kerusakan Tulang oleh Bahan Implan Tulang Hidroksiapatit
dan Beta-trikalsiumfosfat”. Penyusunan Skripsi ini dilakukan sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada Prof Dr Srihadi
Agungpriyono, PhD PAVet(K) dan Dr Drh Gunanti, MS selaku dosen Pembimbing
Skripsi, Yuliana Wahyudi (Alm) dan Tri Lestari yang telah melimpahkan kasih
sayang, dukungan materiil serta spiritual. Teman-teman Acromion 47 yang telah
memberikan semangat dan dukungan, serta seluruh pihak yang membantu
terselesaikan skripsi hasil penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari kata sempurna, sehingga
bimbingan dan arahan yang membangun sangat diharapkan demi hasil yang lebih
baik. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya bagi
pembaca.
Bogor, Oktober 2014
Agvinta Nilam Wahyu Yudhichia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE PENELITIAN
3
Tempat dan Waktu Penelitian
3
Alat dan Bahan
3
Tahap Persiapan dan Pemeliharaan
3
Tahap Operasi
4
Tahap Pengamatan dan Pengambilan Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
5
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
RIWAYAT HIDUP
17
DAFTAR TABEL
1 Tabel 1 Karakteristik Pengamatan tulang dengan perbandingan HAβTKF 70 : 30, 60 : 40, dan kontrol
7
DAFTAR GAMBAR
1 Sayatan melintang tulang hari ke-30 setelah operasi yang ditanam dengan
sediaan implan HA:β-TKF 70:30 (A), sediaan kontrol (B) dan sediaan
implan HA:β-TKF 60:40 (C)
2 Sayatan melintang tulang hari ke-60 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF 70:30 (A), sediaan kontrol (B) dan
sediaan implan HA:β-TKF 60:40 (C)
3 Sayatan melintang tulang hari ke-90 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF 70:30 (A), sediaan kontrol (B) dan
sediaan implan HA:β-TKF 60:40 (C)
4 Sayatan melintang pada tulang hari ke-30 setelah operasi yang ditanam
sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 70:30 (A) dan gambaran
melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru (B) dengan perbesaran
100× menggunakan pewarnaan HE
5 Sayatan melintang pada tulang hari ke-30 setelah operasi yang ditanam
sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 60:40 (A) dan gambaran
melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru (B) dengan perbesaran
100× menggunakan pewarnaan HE
6 Sayatan melintang pada tulang kontrol hari ke-30 setelah operasi (A) dan
gambaran melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru (B) dengan
perbesaran 100× menggunakan pewarnaan HE
7 Sayatan melintang pada tulang hari ke-60 setelah operasi yang ditanam
sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 70:30 (A) dan gambaran
melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru (B) dengan perbesaran
100× menggunakan pewarnaan HE
8 Sayatan melintang pada tulang hari ke-60 setelah operasi yang ditanam
sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 60:40 (A) dan gambaran
melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru (B) dengan perbesaran
100× menggunakan pewarnaan HE
9 Tulang sayatan melintang pada tulang kontrol hari ke-60 setelah operasi
(A) dan gambaran melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru (B)
dengan perbesaran 100× menggunakan pewarnaan HE
5
6
6
9
10
11
12
12
13
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tulang berperan penting dalam mendukung proses kehidupan. Fungsi tulang
antara lain sebagai pembentuk rangka tubuh, alat gerak tubuh, tempat penyimpanan
kalsium dan pada tulang panjang terdapat sumsum tulang yang memiliki sifat
pluripoten yang dapat menghasilkan sel-sel lain bagi tubuh (Junqueira dan Carneiro
2005). Hewan sering mengalami kerusakan pada tulang. Persembuhan kerusakan
tulang membutuhkan waktu persembuhan lama dan kompleks serta memerlukan
matriks protein dan deposit mineral yang cukup (Millet et al. 2001).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong ilmuwan untuk
membuat suatu bahan atau biomaterial yang dapat menginduksi proses
persembuhan kerusakan dengan lebih baik. Biomaterial sintetik yang tepat adalah
biomaterial yang memiliki sifat alamiah tulang. Biomaterial yang digunakan harus
memiliki sifat osteokonduktif, nontoksik, bioresorbabel, dan nonantigenik (Steven
et al. 2000)
Salah satu fasa kalsium fosfat pada tulang dan gigi yang banyak
dikembangkan sebagai biomaterial pengganti tulang adalah hidroksiapatit (HA).
Hidroksiapatit selain memiliki sifat bioaktif juga merupakan komponen utama dan
bahan anorganik alami yang terdapat pada tulang dan gigi. Hidroksiapatit adalah
bentuk senyawa kalsium fosfat yang paling stabil pada tulang dan memiliki
biokompatibilitas yang baik terhadap kontak langsung dengan tulang. Sifat ion
kalsium (Ca2+) pada hidroksiapatit dapat mengubah ion-ion logam berat yang
beracun dan menyerap unsur-unsur kimia organik dalam tubuh (Hench 1991; Salahi
dan Heinrich 2003). Berdasarkan hasil penelitian, serbuk kulit telur mengandung
kalsium dengan berat sebesar 401±7,2 gram atau sekitar 39% kalsium, dalam
bentuk kalsium karbonat, sehingga cangkang telur berpotensi digunakan sebagai
bahan pengganti tulang atau bahan implan. Salah satu fase kalsium yang terdapat
pada cangkang telur adalah HA (Sari et al. 2008).
Trikalsiumfosfat merupakan senyawa yang lebih dikenal dengan sebutan
tribasic calcium phosphate (TCP) atau abu tulang. Senyawa ini dapat diserap
sempurna dalam bentuk beta-trikalsiumfosfat (β-TKF) (Schwartz et al. 2004). βTKF secara alami berada didalam tulang dan gigi, sehingga ketika senyawa ini
digunakan sebagai implan, bahan ini akan diserap oleh tulang dan persembuhan
kerusakan tulang akibat fraktura akan terjadi dengan lebih baik. Komponen lain
yang diperlukan dalam kombinasi HA dan β-TKF adalah kitosan. Kitosan
digunakan sebagai perekat komposit HA dan β-TKF.
Pada penelitian sebelumnya, kombinasi HA dan kitosan tidak terbukti dapat
menginduksi proses persembuhan kerusakan tulang segmental dengan cepat, akan
tetapi tubuh tidak menunjukkan penolakan terhadap implan tersebut (Berlianti
2010). Bahan implan tersebut tidak dapat diserap oleh tubuh sehingga implan tetap
utuh pada tulang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan kombinasi
HA dan β-TKF dalam menginduksi proses persembuhan kerusakan tulang
segmental, mengetahui perbandingan yang tepat kombinasi HA:β-TKF agar proses
persembuhan kerusakan tulang segmental menjadi lebih cepat dan bahan implan
dapat terserap dengan baik oleh tulang.
2
Efektifitas penggunaan bahan implan perbandingan HA:β-TKF dilihat secara
makroskopis dan mikroskopis tulang. Pada gambaran makroskopis, dikatakan
efektif apabila implan telah diserap oleh jaringan tulang dan bahan implan telah
digantikan oleh jaringan tulang baru, sedangkan pada gambaran mikroskopis akan
muncul osteoblas dan osteosit disekitar jaringan tulang yang ditanam implan.
Osteoblas merupakan sel-sel berbentuk kumparan yang akan muncul saat awal
perkembangan tulang.
Perumusan Masalah
Proses persembuhan tulang pada luka segmental memerlukan waktu yang
relatif lama dan komplek, maka dari itu dibutuhkan beberapa metode untuk
mempercepat persembuhan tulang tersebut. Salah satu metode yang digunakan
adalah penanaman dengan bahan implan. Implan yang digunakan terbuat dari
cangkang telur. Pada penelitian ini dapat dilihat perbedaan antara proses
persembuhan kerusakan tulang tibia domba yang diberi implan dengan non-implan,
penyerapan bahan implan oleh sel tulang dan efektifitas implan HA:β-TKF
perbandingan 70:30 dan 60:40 dalam menginduksi proses persembuhan kerusakan
tulang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas bahan implan komposit
HA;β-TKF berbasis cangkang telur perbandingan 70:30 dan 60:40 dalam
menginduksi proses persembuhan kerusakan tulang tibia domba pada pengamatan
makroskopis dan mikroskopis.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah memberikan gambaran penggunaan HA:βTKF berbasis cangkang telur sebagai bahan implan pada kasus kerusakan tulang
pada hewan dan manusia, serta untuk mengetahui perbandingan HA:β-TKF 70:30
dan 60:40 dalam menginduksi proses persembuhan kerusakan tulang.
3
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Proses penelitian berlangsung dari bulan Juni sampai November 2013. Proses
operasi implantasi dilakukan di Laboratorium Bagian Bedah dan Radiologi,
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan dan perawatan hewan coba setelah operasi
dilakukan di Kandang Percobaan yang dikelola oleh Unit Pengelolaan Hewan
Laboratorium (UPHL) FKH-IPB. Pembuatan preparat histopatologi dilakukan di
Laboratorium Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi
(KRP), sedangkan pengamatan mikroskopis preparat histopatologi dilakukan di
Laboratorium Bagian Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan
Farmakologi (AFF), FKH-IPB.
Alat dan Bahan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 ekor domba lokal
jantan, sehat, berumur 1-1,5 tahun dengan kisaran berat badan 18-20 kg. Domba
tersebut dibagi kedalam 3 kelompok (kelompok hari ke-30, ke-60 dan ke-90).
Setiap kelompok terdiri dari 6 ekor domba (3 ekor diimplantasi dengan HA:β-TKF
70:30 dan 3 ekor diimplantasi dengan HA:β-TKF 60:40). Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah albendazole, atropin sulfat, induksi xylazine 10%,
ketamin 10%, enrofluksasin, flunixin.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, stetoskop,
penlight, alat cukur, alat bedah minor, alat bedah orthopedic, perlengkapan operator
dan asisten bedah serta kamera digital. Pembuatan dan pengamatan preparat
histopatologi antara lain : alat pemotong tulang, inkubator, tissue cassette, water
bath, mikrotom, pencetak parafin, gelas objek, gelas penutup, mikroskop
OLYMPUS BX51 dan alat mikrofotografi MD 130 electric evepiece.
Tahap Persiapan dan Pemeliharaan
Bahan implan dibuat di Departemen Fisika, Fakultas MIPA, Institut Pertanian
Bogor. Implan terbuat dari bahan biphasic calcium phosphate. Biphasic calcium
phosphate merupakan jenis kalsium yang mengandung dua fase yaitu hidroksiapatit
(HA) dan beta-trikalsiumfosfat (β-TKF). Perbandingan HA dan β-TKF adalah
70:30 dan 60:40. Pembuatan bahan implan melalui proses presipitasi dengan
sumber kalsium dari hasil kalsinasi cangkang telur ayam. Bahan implan dibuat
dalam bentuk pellet dengan diameter 5 mm.
Domba yang digunakan diadaptasi selama 1 minggu untuk menghindari
stress dan kondisi yang tidak diinginkan saat proses operasi dan setelah operasi.
Pemeriksaan fisik (physical examination) dilakukan untuk mengetahui kelayakan
dilakukannya operasi pada domba. Pemeriksaan fisik dilakukan sebelum operasi,
saat operasi dan setelah operasi. Pemeriksaan fisik mencakup frekuensi nafas,
denyut jantung, temperatur tubuh, reflek pupil, gerakan rumen, berat badan, dan
capillary refille time (CRT).
4
Pemeliharaan domba mencakup pemeliharaan sebelum operasi dan setelah
operasi. Domba diberi makan berupa hijauan dan dedak dua kali sehari sebanyak 1
kg/hari. Pemberian minum secara ad-libitum. Pemeliharaan yang dilakukan setelah
operasi adalah pemberian antibiotik enrofloxacin dosis 4 mg/kg BB (IM) (OD) dan
analgesik flunixin dosis 2 mg/kg BB (IM) (OD). Pemberian antibiotik dan analgesik
dilakukan selama 5 hari setelah operasi.
Tahap Operasi
Operasi implantasi yang dilakukan sesuai dengan prosedur bedah aseptis.
Domba dianaestesi dengan premedikasi atropin sulfat, induksi xylazine 10% dan
maintenance ketamin 10%. Dosis premedikasi atropin sulfat 0,05 mg/kg BB (SC),
xylazine 0,2 mg/kg BB (IV), dan ketamin 5 mg/kg (IV).
Pemasangan implan dilakukan pada bagian medial dari ujung proksimal
tulang tibia kaki kanan. Tulang tersebut dilubangi dengan bor tulang sesuai dengan
ukuran bahan implan. Tulang tibia kaki kiri pada bagian yang sama digunakan
sebagai kontrol, dengan cara membuat lubang dengan ukuran yang sama dan
dibiarkan kosong tanpa bahan implan. Luka sayatan operasi ditutup dengan jahitan
periosteum otot, subkutan, dan kulit dengan jahitan sederhana (Fossum et al. 2007).
Bekas luka sayatan diberi iodine tincture, antibiotik topikal dan dibalut dengan
kasa.
Tahap Pengamatan dan Pengambilan Data
Pengambilan data mencakup data makroskopis dan mikroskopis, sedangkan
pengolahan data dilakukan secara deskriptif. Pengambilan data dilakukan pada hari
ke-30, ke-60 dan ke-90 setelah operasi implantasi. Data makroskopis tulang diambil
dengan cara memotong secara melintang bagian tulang tempat implan ditanam dan
bagian tulang kontrol setelah domba disembelih. Penentuan lokasi pemotongan
berdasarkan gambaran radiografi tulang. Potongan tulang kemudian difoto dengan
menggunakan kamera digital. Parameter yang diamati adalah aspek keadaan, warna,
bentuk dan tingkat degradasi implan serta pertumbuhan jaringan baru kedalam
implan. Tulang hasil potongan melintang direndam dalam larutan buffer netral
formalin (BNF) 10 % untuk pembuatan preparat tulang dekalsifikasi.
Tulang yang telah direndam dalam larutan formalin 10 % kemudian direndam
dalam larutan asam nitrat 20% selama ±2 minggu atau hingga tulang lunak.
Menurut Nandi et al. (2009) ciri-ciri tulang terdekalsifikasi adalah strukturnya
menjadi lebih fleksibel, tranparan dan dapat ditusuk. Tulang yang telah lunak
dipotong sesuai dengan ukuran tissue cassette untuk proses dehidrasi. Proses
dehidrasi dilakukan dengan menggunakan larutan alkohol bertingkat masingmasing selama 2 jam, kemudian direndam dalam larutan silol bertingkat masingmasing selama 40 menit. Proses selanjutnya adalah embedding atau pencetakan
sampel tulang pada parafin cair (60 °C) selama 2 jam untuk kemudian dimasukkan
dalam blok pencetak. Blok parafin tulang kemudian dimasukkan dalam refrigerator
dan dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5-6 µm. Sayatan diletakan
pada permukaan air hangat, kemudian ditempel pada glass obyek untuk dikeringkan
pada inkubator (suhu 60 °C) selama 1 malam. Preparat diwarnai dengan
Hematoksilin-Eosin (HE).
5
Parameter yang diamati dalam evaluasi mikroskopis tulang adalah
regenerasi tulang, kondisi implan, jaringan ikat baru dan tanda-tanda inflamasi
disekitar implan (Sunil et al. 2008). Beberapa indikator proses regenerasi tulang
dilihat dari keberadaan osteosit, osteoblas, haversian system, dan jaringan ikat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanaman materi implan pada hewan coba tidak mengakibatkan gangguan
fisiologis, hal tersebut menunjukkan bahwa tubuh tidak melakukan penolakan
terhadap materi kombinasi HA dan β-TKF. Temperatur tubuh, frekuensi jantung,
frekuensi nafas dan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) menunjukkan hasil
yang normal berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fharantyka (2014) pada
penelitian yang sama. Tidak adanya reaksi penolakan menunjukkan bahwa materi
implan memiliki sifat biokompatibel. Sifat biokompatibel merupakan sifat yang
dimiliki oleh kitosan. Kitosan merupakan materi yang digunakan untuk merekatkan
kombinasi HA dan β-TKF. Kitosan memiliki kemampuan bakteristatik dan
bakterisidal terhadap bakteri Gram positif dan negatif (No et al. 2002). Selain itu
kitosan juga memiliki sifat osteoinduktif, yang dapat meningkatkan proses osteosis
pada penanganan kerusakan tulang (Wanpen et al. 2002). Darwis dan Yessy (2008)
menyatakan bahwa HA memiliki biokompabilitas yang baik terhadap tulang dan
gigi.
Pengambilan data dilakukan pada hari ke-30, ke-60 dan ke-90 setelah operasi
penanaman implan dilakukan. Data yang diambil adalah data makroskopis tulang
dan data mikroskopis tulang dengan menggunakan metode dekalsifikasi. Pada
pengamatan makroskopis masa implan yang ditanam pada tulang memiliki
penampakan putih dengan ukuran sekitar 5 mm. Secara makroskopis, tulang yang
diimplan HA:β-TKF dengan perbandingan 70:30 dan perbandingan 60:40 tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata, masa HA:β-TKF yang digunakan sebagai
bahan implan masih dalam keadaan utuh, tanpa adanya proses penyerapan oleh
jaringan tulang.
Gambar 1 Sayatan melintang tulang hari ke-30 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF 70:30 (A) sediaan kontrol (B) dan
sediaan implan HA:β-TKF 60:40 (C). Bar = 1 cm.
Pada sediaan tulang yang diimplan dengan HA:β-TKF hari ke-30 setelah
operasi (Gambar 1A, 1C) menunjukkan masih adanya massa implan putih yang
mengisi daerah perlukaan. Massa implan yang ditanam tidak menunjukkan adanya
penyerapan atau resorbsi bahan implan, massa implan terlihat utuh mengisi
6
perlukaan (pengeboran pada tulang). Terbentuk jaringan baru pada bagian yang
tidak terisi oleh implan seperti pada periosteum sehingga implan terbungkus dan
tertutupi oleh periosteum. Periosteum merupakan lapisan jaringan fibrosa kuat yang
menyelubungi tulang.
Pada tulang yang digunakan sebagai kontrol (Gambar 1B) terlihat proses
penyembuhan yang ditandai dengan terisinya bagian perlukaan oleh tulang baru.
Tulang baru yang terbentuk masih sangat lunak dan tidak penuh mengisi ruang
perlukaan. Bagian tulang yang mengalami perlukaan menunjukkan terbentuknya
massa tulang yang menyembul keluar. Massa tersebut disebut dengan Bone callus.
Bone callus merupakan material tulang rawan dan tulang yang menjadi jembatan
penghubung pada kerusakan tulang selama persembuhan tulang baru. Dua hingga
tiga minggu setelah terjadi kerusakan, material pembentuk tulang secara berangsurangsur mengalami perkembangan. Bone callus diresorbsi sekitar 6-12 bulan
(Arnold Palmer Medical Center Foundation 2012)
Gambar 2 Sayatan melintang tulang hari ke-60 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF 70:30 (A) sediaan kontrol (B) dan
sediaan implan HA:β-TKF 60:40 (C). Bar = 1 cm
Pada sediaan tulang yang diimplan dengan HA:β-TKF hari ke-60 setelah
operasi (Gambar 2A, 2C) tidak menunjukkan adanya perbedaan dengan
makroskopis tulang hari ke-30 setelah operasi. Terdapat materi implan yang masih
utuh tanpa adanya resorbsi oleh tulang. Materi implan mengisi perlukaan tulang
yang ditunjukkan dengan materi putih yang terbungkus oleh periosteum.
Pada sediaan tulang kontrol hari ke-60 setelah operasi (gambar 2B)
menunjukkan proses persembuhan yang lebih baik dibandingkan dengan tulang
perlakuan. Tidak terlihat bekas perlukaan (pengeboran tulang) pada tulang. Akan
tetapi masih ada bagian tulang yang lunak pada perlukaan dibandingkan dengan
bagian lain yang tidak mengalami perlukaan. Tulang mengalami proses
persembuhan, walaupun persembuhan tulang belum terjadi secara sempurna.
Proses persembuhan pada kasus kerusakan segmental tulang (fraktura) terjadi
dalam waktu yang berbeda-beda sesuai dengan lokasinya. Pada kasus kerusakan
tulang tibia, proses persembuhan tulang terjadi sekitar 4-6 minggu, tergantung
tingkat keparahannya.
7
Gambar 3 Sayatan melintang tulang hari ke-90 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF 70:30 (A) sediaan kontrol (B) dan
sediaan implan HA:β-TKF 60:40 (C). Bar = 1 cm
Pada sediaan tulang yang diimplan dengan HA:β-TKF pada hari ke-90 setelah
operasi menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan tulang perlakuan hari ke-30
dan ke-60 setelah operasi. Tulang yang mengalami perlukaan atau kerusakan tetap
terisi oleh materi implan tanpa menunjukkan proses persembuhan atau
pembentukan tulang baru (remodelling). Materi implan dalam keadaan utuh tanpa
adanya perubahan, baik bentuk, warna ataupun konsistensi. Terlihat periosteum
yang membungkus tulang dan materi implan yang lebih tebal dibandingkan dengan
tulang pada hari ke-30 dan ke-60 setelah operasi.
Gambaran makroskopis tulang kontrol pada hari ke-90 setelah operasi
menunjukkan penyembuhan kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang
sempurna. Tidak dapat dibedakan antar tulang yang baru terbentuk dengan tulang
yang tidak mengalami kerusakan (tulang normal).
Tabel 1 Karakteristik pengamatan tulang kontrol, tulang yang implan dengan
HA:β-TKF 70: 30 dan 60:40
Karakteristik
pengamatan
Regenerasi
tulang
a
Tidak
ada
Hari ke-30
b
c
Tidak
Ada
ada
Periode pengamatan
Hari ke-60
a
b
c
Tidak Tidak
Ada
ada
ada
a
Tidak
ada
Hari ke-90
b
c
Tidak
Ada
ada
Jaringan ikat
baru
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Peradangan
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Materi implan
Utuh
Utuh
-
Utuh
Utuh
-
Utuh
Utuh
-
Keterangan :
a : Materi implan HA:β-TKF 70:30
b : Materi implan HA:β-TKF 60:40
c : Kontrol
Pengamatan makroskopis tulang dapat digunakan untuk menunjukkan proses
persembuhan tulang. Tulang yang mengalami persembuhan tulang secara sempurna
ditunjukkan dengan tidak terlihatnya defek bekas pengeboran, yaitu ditunjukkan
oleh Gambar 3 (B). Proses persembuhan kerusakan tulang segmental secara normal
dapat terjadi melalui beberapa fase, yaitu fase hemoragi, fase pembentukan jaringan
8
granulasi, pembentukan bone callus, pembentukan tulang rawan, dan pembentukan
tulang baru (remodelling).
Proses persembuhan tulang diawali dengan munculnya eksudat yang berisi
serum dan darah akibat pecahnya pembuluh darah, proses ini terjadi sekitar 24-48
jam (Watson 1952). Tulang yang mengalami pendarahan kemudian mengalami
nekrosa yang mengakibatkan osteosit mati karena kekurangan nutrisi,
penggumpalan darah berubah menjadi jaringan granulasi untuk melindungi
jaringan. Sel radang seperti monosit mulai menginfiltrasi luka dan berubah menjadi
makrofag yang berperan dalam proses persembuhan tulang. Proses selanjutnya
adalah infiltrasi sel-sel osteogenik pada bagian bekuan darah saat 48 jam setelah
terjadinya kerusakan tulang. Sel-sel osteogenik berasal dari periosteun, endosteum
dan sumsum tulang. Setelah sel-sel osteogenik yang berproliferasi mulai
berdiferensiasi menjadi kondroblas dan tulang rawan mulai terbentuk dalam waktu
sekitar satu minggu. Tulang rawan berangsur-angsur akan menjadi woven bone.
Osteoblas menghasilkan osteoid dengan susunan yang lebih teratur, molekul
kolagen berorientasi disekeliling pembuluh darah untuk membentuk haversian
system. Osteoklas kemudian melekat pada permukaan trabekula untuk meresorbsi
tulang. Woven bone perlahan-lahan menjadi cortical bone, dan kalus mengalami
remodelling (Cheville 2006).
Secara makroskopis materi implan yang ditanam pada tulang yang
mengalami kerusakan tidak terlihat menginduksi persembuhan kerusakan tulang
dengan lebih cepat dibandingkan kontrol. Materi implan yang terdiri dari HA dan
β-TKF tetap mengisi tulang yang mengalami kerusakan tanpa adanya penyerapan
oleh tubuh. Hal tersebut dikarenakan kombinasi HA dan β-TKF dianggap oleh
tubuh sebagai bahan pengganti tulang yang rusak akibat pengeboran dan bukan
dianggap sebagai benda asing yang dimasukkan kedalam tubuh. Pada dasarnya HA
merupakan komponen utama material anorganik penyusun tulang yang bersifat
stabil (Mathew dan Shozo 2001), sehingga sulit untuk diserap oleh tubuh. Selain
itu HA tidak memiliki sifat osteokonduktif dan sifat mekanik rendah (Darwis dan
Yessy 2008).
Penggunaan β-TKF sebagai kombinasi ditujukan untuk mempermudah
penyerapan materi oleh tubuh, karena β-TKF memiliki sifat biodegradable (Cai et
al. 2009), sehingga memungkinkan tubuh untuk menyerap materi implan tersebut
dengan cepat (Bohner 2000). Selain itu β-TKF memiliki sifat osteokonduktif
(Laurenchin et al. 2006), sehingga mampu menginfiltrasi prekursor osteogenik
pada tulang yang mengalami kerusakan. Walaupun HA telah dikombinasikan
dengan β-TKF, tubuh tetap belum mampu untuk menyerap materi tersebut,
kemungkinan hal tersebut dikarenakan oleh perbandingan komposisi dari masingmasing zat.
Materi implan yang ditanam pada bagian tulang yang mengalami kerusakan,
perbandingan komposisi HA adalah 70 %, sedangkan β-TKF adalah 30 %. Materi
implan yang lain memiliki komposisi HA 60% dan β-TKF 40%. Kedua komposisi
tersebut tidak memberikan perbedaan dari segi induksi persembuhan kerusakan
tulang jika dilihat dari pemeriksaan makroskopis. Menurut Turck et al. (2007),
kesesuaian komposisi bahan penyusun komposit atau materi implan berperan
penting terhadap suatu sifat material. Selain itu bentuk materi yang padat dianggap
oleh tubuh sebagai rintangan fisik yang menghambat pertumbuhan tulang karena
akan menghambat proliferasi pembuluh darah (Nandi et al. 2009).
9
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2014), gambaran
radiografi tulang perlakuan hari ke-30, ke-60, ke-90 setelah operasi menunjukkan
kondisi implan yang masih utuh. Implan terlihat sebagai massa radiopague (putih)
berada pada tulang yang diberi perlakuan. Pada gambaran radiografi tulang kontrol
hari ke-90 setelah operatif persembuhan tulang akibat kerusakan segmental berjalan
dengan baik, hal tersebut dibuktikan dengan tidak terlihatnya bekas kerusakan
tulang akibat pengeboran.
Efektifitas materi implan dalam menginduksi persembuhan kerusakan tulang
selain dapat dilihat dari pemeriksaan makroskopis tulang, juga dapat dilihat dari
pemeriksaan mikroskopis. Pada pemeriksaan mikroskopis akan didapatkan
gambaran yang lebih jelas mengenai regenerasi tulang, sel-sel pengisi tulang seperti
osteosit, osteoblas, osteoklas, haversian system, dan pembentukan jaringan ikat.
Tulang tersusun dari osteoklas, osteosit, osteoblas, osteoprogenitor,
haversian system, gambaran sumsum tulang, dan pembuluh darah. Osteklas
merupakan sel tulang yang mampu mengubah kalsium fosfat tidak larut menjadi
garam-garam kalsium larut yang dibawa keluar oleh darah. Osteoklas mampu
melakukan absorbsi bagian tulang yang tidak diperlukan. Osteoklas bersama
dengan osteoblas berperan aktif dalam masa pertumbuhan, osteoblas menghasilkan
tulang, dan osteoklas membuang tulang untuk mempertahankan bentuk dan
proporsi tulang. Contoh peran osteoblas dan osteoklas dalam pertumbuhan tulang
antara lain : osteoblas mendeposisi tulang silinder, sementara osteoklas
mengabsorpsi tulang permukaan dalamnya untuk memperbesar rongga sumsum
dan mencegah tulang menjadi terlalu berat.
Osteosit adalah sel utama pada tulang dewasa dan menempati lakuna yang
dikelilingi oleh matriks berkapur (Dellmann dan Brown 1989). Osteosit merupakan
sel dewasa pada tulang yang mengisi sebagian besar populasi sel-sel tulang. Sel ini
berbentuk jaring laba-laba (spider-shaped) yang ditemukan pada lakuna (ruang
kecil pada pertemuan lamela). Hanya satu osteosit yang ditemukan pada setiap
lakuna. Osteosit dapat mensintesis dan mengabsorsi matriks tulang. Jika osteosit
mati, maka akan terjadi aktivitas dari osteoklas yang kemudian diikuti oleh
perbaikan atau remodelling oleh aktivitas osteoblas. Sel lain yang menyusun tulang
adalah osteoprogenitor (Akers dan Michael 2008).
Secara mikroskopis tidak terdapat perbedaan antara tulang yang diimplan
dengan HA:β-TKF perbandingan 70:30 dengan perbandingan 60:40. Daerah pada
tulang dilakukan pengeboran atau bagian yang ditanam implan dengan HA:β-TKF
perbandingan 70:30 dan perbandingan 60:40 terlihat sebagai daerah kosong akan
tetapi pada beberapa preparat materi implan masih tersisa dan mengisi sebagian dari
daerah perlukaan. Materi implan yang hilang diakibatkan oleh perendaman pada
larutan asam nitrat 20%. Asam nitrat merupakan asam kuat yang dapat bereaksi
secara langsung dengan alkali, oksida-oksida dan bahan dasar lain membentuk
garam. Selain itu, β-TKF yang digunakan sebagai materi implan merupakan materi
dengan tingkat kerapuhan tinggi sehingga sangat mudah terdegradasi oleh cairan
asam (Viswanath et al. 2008).
10
A
B
Gambar 4 Sayatan melintang tulang hari ke-30 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 70:30 (A). Gambaran
sayatan melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru dengan
perbesaran 100× (B). Keterangan gambar: JI = jaringan ikat, MI =
materi implan, h = haversian system, Os = osteosit, Ob = osteoblas.
Pewarnaan HE. Bar = 10 µm.
Pemeriksaan mikroskopis tulang implan hari ke-30 setelah operasi
menunjukkan adanya osteosit yang tersusun tidak teratur pada daerah defek yang
tidak terisi implan. Jaringan ikat terbentuk diantara tulang yang mengalami defek
dengan bagian yang ditanam materi implan. Tidak ditemukan osteosit pada daerah
yang ditanam implan ataupun yang berikatan dengan sisa-sisa implan yang tersisa.
Pada kerusakan tulang yang ditanam dengan sediaan implan HA:β-TKF 70:30
terlihat beberapa haversian system yang dikelilingi oleh osteoblas (Gambar 4),
osteosit juga sudah mulai terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa materi implan
memiliki sifat osteokonduktif. Materi implan terlihat memiliki struktur yang tidak
padat, terlihat pori-pori seperti ruang kosong pada materi implan. Menurut Nandi
et al. (2009) sebuah implan yang baik harus memiliki pori yang sesuai sehingga
proses penetrasi bisa dilakukan dan prekursor osteogenesis dapat dibentuk.
A
B
Gambar 5 Sayatan melintang tulang hari ke-30 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 60:40. (A). Gambaran
sayatan melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru dengan
perbesaran 100× (B). Keterangan gambar: JI = jaringan ikat, MI =
materi implan, h = haversian system, os = osteosit, ST = sumsum tulang,
RBC : Sel darah merah. Pewarnaan HE. Bar = 10 µm.
11
Sayatan melintang tulang secara mikroskopis menunjukkan tidak terlihatnya
adanya osteosit maupun osteoblas mengisi daerah perlukaan pada kerusakan tulang
yang ditanam dengan sediaan implan HA:β-TKF 60:40. Daerah perlukaan
didominasi oleh jaringan ikat (Gambar 5). Jaringan ikat terlihat menyelubungi
materi implan dan langsung berbatasan dengan sumsum tulang. Terlihat adanya
vaskularisasi pada daerah perlukaan yang menunjukkan bahwa materi implan
bersifat osteokonduktif.
A
B
Gambar 6 Gambaran sayatan melintang pada tulang kontrol hari ke-30 setelah
operasi. Gambaran sayatan melintang tulang yang dibatasi oleh kotak
biru dengan perbesaran 100× (B). Keterangan gambar: Df = defek
tulang, h = haversian system, os = osteosit. Pewarnaan HE. Bar = 10
µm.
Pemeriksaan mikroskopis tulang kontrol hari ke-30 setelah operasi
menunjukkan adanya proses persembuhan tulang. Hal tersebut terlihat dengan
adanya osteosit-osteosit yang mengisi daerah kerusakan tulang. Osteosit tersusun
tidak teratur, hal tersebut diakibatkan karena proses persembuhan yang belum
sempurna. Proses persembuhan kerusakan tulang terjadi secara sempurna dalam
waktu sekitar 3-6 bulan atau lebih tergantung pada usia dan kondisi kesehatan
(Kalfas 2001). Terlihat kumparan osteosit yang tidak teratur dan adanya osteoblas
mengindikasikan adanya proses persembuhan. Osteoblas merupakan sel tulang
yang berperan aktif dalam proses persembuhan kerusakan tulang segmental.
Osteoblas dihasilkan oleh osteoprogenitor yang terdapat pada innercells, celluler
layer periosteum, endosteum, dan batas pembuluh darah pada matriks tulang (Akers
dan Denbow 2008). Dalam proses persembuhan kerusakan tulang, sel osteoblas
berusaha menghasilkan sel-sel osteogenik, hal tersebut dibuktikan dengan
munculnya osteosit-osteosit muda yang tersusun tidak teratur pada daerah sekitar
defek.
12
B
A
Gambar 7 Sayatan melintang tulang hari ke-60 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 70:30 (A). Gambaran
sayatan melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru dengan
perbesaran 100× (B) Keterangan gambar: JI = jaringan ikat, MI =
Materi implan, h = haversian system, os = osteosit, Df = defek.
Pewarnaan HE. Bar = 10 µm.
Pada sayatan melintang tulang hari ke-60 setelah operasi yang diimplan
dengan sediaan HA:β-TKF 70:30 terlihat susunan yang kurang teratur. Terdapat
daerah-daerah kosong yang belum terisi oleh jaringan ikat maupun komponen
tulang. Materi implan terlihat menyusup dan bergabung dengan komponen tulang
dalam jumlah yang sedikit. Tidak terlihat adanya osteoblas pada daerah kerusakan.
haversian system yang dikelilingi oleh osteosit terlihat tidak teratur.
A
B
Gambar 8 Sayatan melintang pada tulang hari ke-60 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 60:40 (A). Gambaran
sayatan melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru dengan
perbesaran 100× (B). Keterangan gambar: MI = materi implan, h =
haversian system, os = osteosit. Pewarnaan HE. Bar = 10 µm
Pada sayatan melintang tulang hari ke-60 setelah operasi yang dimplan
dengan sediaan HA:β-TKF 60:40 menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan HA:β-TKF 70:30. Hal tersebut terlihat dari susunan penyusun tulang seperti
haversian system, osteosit dan adanya osteoblas yang tersusun lebih teratur. Pada
sediaan tersebut terlihat adanya materi implan yang berikatan dengan sel-sel tulang.
Hal tersebut menujukan bahwa adanya penyerapan materi oleh tulang, walaupun
penyerapan tidak terjadi dengan cepat. Selain itu, dengan adanya materi implan
13
yang berikatan dengan komponen-komponen tulang menunjukkan bahwa materi
implan bersifat bioaktif. Proses penyerapan dipengaruhi oleh kepadatan dari materi
implan. Semakin padat suatu materi implan maka semakin sedikit pula pori-pori
dari suatu sediaan implan. Adanya pori-pori didalam implan akan meningkatkan
kemampuan ikatan sehingga menghasilkan bioresorbsi yang tinggi (Nandi et al.
2009).
A
B
Gambar 9 Tulang sayatan melintang pada tulang kontrol hari ke-60 setelah
operasi. Gambaran sayatan melintang tulang yang dibatasi oleh kotak
biru dengan perbesaran 100× (B). Keterangan gambar: h = haversian
system, os = osteosit, Df = defek. Pewarnaan HE. Bar = 10 µm.
Mikroskopis tulang kontrol hari ke-60 setelah operasi menunjukkan daerah
yang tidak teratur. Osteosit, haversian system, dan matriks tulang tersusun acak dan
terdapat daerah-daerah kosong (Gambar 9). Komponen-komponen tulang berusaha
melakukan remodelling. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya osteosit pada
daerah defek walaupun belum pada semua bagian tulang yang mengalami
kerusakan. Dibandingkan dengan tulang kontrol hari ke-30 setelah operasi, susunan
dan komponen penyusun tulang seperti osteosit dan haversian system tersusun lebih
rapat dan teratur.
Tulang yang diimplan dengan perbandingan β-TKF lebih tinggi diharapkan
memberikan hasil yang lebih efektif. Hal tersebut dikarenakan micropore pada TKF
menyediakan substrat yang lebih baik dan microenvironment yang berperan dalam
pembentukan sel-sel osteoblastik (Velard et al. 2013). Micropore memiliki peran
penting dalam perkembangan sel tulang dan metabolisme tulang (Okuda et al.
2007). Selain itu osteokonduktifitas dari TKF lebih tinggi dibandingkan HA jika
diukur dengan Score Van Hemert (Onodera et al. 2013). Hal tersebut menunjukkan
bahwa kandungan β-TKF yang lebih tinggi akan meningkatkan efektifitas dari
materi implan. Selain itu adanya micropore menentukan absorbability dari bahan
implan.
Sifat osteokonduktif materi implan ditunjukkan dengan adanya vascular
invasion, infiltrasi seluler, dan munculnya pembentukan tulang baru, sedangkan
osteoinduktif ditunjukkan dengan adanya osteoblas yang berdiferensiasi menjadi
bentuk sel tulang dewasa (mature cell) (Steven et al. 2000). Materi implan yang
ditanam pada tulang yang mengalami kerusakan menunjukkan sifat biokompatibel,
osteoinduktif, osteokonduktif, dan bioresorbabel. Proses pembentukan tulang baru
(remodelling) pada tulang yang diimplan dengan sediaan HA:β-TKF perbandingan
14
70:30 dan 60:40 terjadi lebih lambat dibandingkan tulang kontrol. Materi implan
tidak dapat menginduksi proses persembuhan tulang baru dengan cepat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tidak terdapat perbedaan pada kombinasi HA:β-TKF 70:30 dan 60:40 dalam
menginduksi persembuhan kerusakan tulang. Proses persembuhan tulang lebih
jelas terlihat pada tulang kontrol, akan tetapi tubuh tidak melakukan reaksi
penolakan terhadap materi implan. Proses persembuhan pada tulang kontrol
membutuhkan waktu minimal 90 hari untuk melakukan remodelling secara
sempurna.
Saran
Diperlukan pengamatan dengan waktu yang lebih panjang untuk mengetahui
penyerapan HA:β-TKF oleh jaringan, dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai materi implan dengan perbandingan HA:β-TKF lebih bervariasi pada
tingkat kerusakan yang lebih besar serta diperlukan penentuan morfologi (besar
micropore) dari materi implan.
DAFTAR PUSTAKA
Akers RM, Michael D. 2008. Anatomy and Physiology of Domestic Animals. USA
: Blackwell Publishing.
Berlianti A. 2010. Kajian Morfologi Proses Persembuhan Kerusakan Segmental
pada Tulang Domba yang Diimplan dengan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan
(Ha-K) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bohner M. 2000. Calcium orthophosphates in medicine: from ceramics to calcium
phosphate cements. Inj Prev 4: 37-47.
Cai S, Xu GH, Yu XZ, Zhang WJ, Xiao ZY, Yao KD. 2009. Fabrication and
biological characteristics of β-tricalcium phosphate porous ceramics scaffolds
reinforced with calcium phosphate glass. J Mater Sci 20: 351-358.
Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology 3th Edition. USA :
Blackwell Publishing.
Darwis D, Yessy W. 2008. Sintesis dan karakterisasi komposit hidroksiapatit (HA)
sebagai graft tulang sintetik. A Scientific Journal for The Application of
Isotopes and Radiation. Vol 4(2)
Dellman HD, Brown EM. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. R Hartono,
penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari : Textbook of Veterinary
Histology.
15
Fharantyka I. 2014. Kajian Klinis Persembuhan Kerusakan Segmental Tulang
Domba dengan Implan Biphasic Calcium Phosphat [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Fossum TW, Hedlund CS, Hulse DA, Johnson AL, Seim HB, Willard MD, Carrol
GL. 2007. Small Animal Surgery 3rd edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Hench. 1991. Biomaterials-the Interfacial Problem. Mater Res Soc Symp P 5: 35150.
Hidayat TA. 2014. Evaluasi Radiografi Tandur Tulang BCP pada Domba sebagai
Hewan Model untuk Manusia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Junqueira LC, Carneiro J. 2005. Basic Histology Text and Atlas Second Edition.
Poule : Mc. Grow-Hill Medical.
Kalfas IH. 2001. The principles of bone healing. Neurosurg focus 10: 1-10.
Laurenchin CT, Khan Y, El Amin SF. 2006. Bone graft substitute. Expert Rev Med
Devices 3(1): 49-57.
Mathew M, Shozo T. 2001. Structure of Biological Minerals in Dental Research of
The National of Standard and Technology. 106: 1035-1004
Millet PJ, Cohen B, Allen MJ, Rushton N. 2001. Bone Mineral Density Changes
During Fracture Healing : A Densitometric Study in Rats. The Hospital for
Special Surgery. New York. [Internet] [2014 Mei 29] tersedia dalam
http://www.uni.Duesseldorf.De//www/Med Fak/Orthopaedie/jo.
Nandi SK, Biswanath K, Someswar D, Dipak K, Debabrata B. 2009. The Repair of
segmental bone defects with porous bioglass: an experimental study in goat.
Res Vet Sci 86: 162-173.
No HK, Na YP, Shin HL, Samuel PM. 2002. Antibacterial activity of chitosan and
chitosan oligomers with different molecular weight. Int J Food Microbiol 74
(1): 65-72
Okuda T, Ioku K, Yonezawa I. 2007. The effect of the microstructure of betatricalcium phosphate on the metabolism of subsequently formed bone tissue.
Biomater 28: 2612–2621
Onodera J, Eiji K, Nobuyuki O, Daisuke U, Tomonori Y, Kazunori Y. 2013. Betatricalcium phosphate shows superior absorption rate and osteoconductivity
compared to hydroxyapatite in open-wedge high tibial osteotomy. Knee Surg
Sports Traumatol Arthrosc. doi: 10.1007/s00167-013-2681-y
Salahi E, Heinrich JG. 2003. Synthesis and thermal behaviour of β- TCP
precipitated from aqueous solutions. British Ceram T 102: 79-82.
Sari YW, Maddu A, Dahlan K, Fajriyah HI, Dewi SU, Soejoko DS. 2008. In situ
synthesis of composite of calcium phosphate carbonate-polyglycolide. Jurnal
Nanosains & Nanoteknologi 1(2): 63-66.
Schwartz C, Lecestre P, Fraysinet P, Liss P. 2004. Bone subtitues. Eur J Orthop
Surg Tr 13: 161-165.
Steven CL, Joseph MK, Scott DB. 2000. Osteoinductive bone graft subtitutes. Eur
Spine J. 9: 119-125.
Sunil P, Goel SC, Rastogi A. Arrya NC, 2008. Incorporation and biodegradation of
hydroxyapatite-tricalsiumphosphate implant in large metaphyseal defects-an
animal study. Indian J Exp Biol 46:836-841.
Arnold Palmer Medical Center Foundation. 2012. Bone Remodelling. Columbia St.
[Internet] [2014 Okt 8] tersedia dalam www.orlandohealthdocs.com.
16
Turck C et al. 2007. Histological evaluation of novel ossicular chain replacement
prostheses: an animal study in rabbits. Acta Oto-Laryngol 127(8):801-808.
Velard F, Braux J, Amedee J, Laquerriere P. 2013. Inflammatory cell response to
calcium phosphate biomaterial particles: an overview. Acta Biomater 9:4956–
4963
Viswanath B, Raghavan R, Guarao NP, Ramamurty U, Ravishankar N. 2008.
Mechanical properties of tricalcium phosphate single crystals grown by
molten salt synthesis. Acta Biomater 4(5): 1448-54. (Epub 2008 Apr 1
PubMed)
Wanpen T, Takeshi S, Mitsuru A. 2002. Inorganic-organic polymer Hybrid
Scaffold for tissue enginering-II partial enzymatic degradation of
hidroksiapatit-chitosan hybrid. J. Biomater. Sci Ed. Vol. 42, No. 9.
Watson JR. 1952. Fractures and Joint Injuries. 4th edition. Edinburgh: E&S
Livingstone.
17
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali tanggal 8 Agustus 1992 dari ayah yang
bernama Yuliana Wahyudi (Alm) dan ibu yang bernama Tri Lestari. Lahir sebagai
anak sulung dari 4 bersaudara. Alamat asal penulis berada di Jalan Segaran 1 No.
28 RT : 01/01 Simo, Simo, Boyolali, Jawa Tengah.
Sekolah lanjutan pertama diselesaikan pada tahun 2007, di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Simo Boyolali dan sekolah lanjutan atas diselesaikan
pada tahun 2010, di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Simo Boyolali.
Penulis diterima menjadi mahasiswa Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2010 melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa aktif di
Institut Pertanian Bogor penulis mengikuti beberapa organisasi yaitu Uni
Konservasi Fauna (UKF), Gentra Kaheman, Gita Klinika, BEM FKH IPB,
IMAKAHI cabang Bogor dan Himpunan Profesi SATWA LIAR. Pada tahun 2014
penulis menjadi asisten praktikum Ilmu Bedah Khusus Veteriner 1.
PERSEMBUHAN KERUSAKAN TULANG OLEH BAHAN
IMPLAN TULANG HIDROKSIAPATIT DAN
BETA-TRIKALSIUMFOSFAT
AGVINTA NILAM WAHYU YUDHICHIA
DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Morfologi
Perbandingan Induksi Persembuhan Kerusakan Tulang oleh Bahan Implan Tulang
Hidroksiapatit dan Beta-trikalsiumfosfat adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Agvinta Nilam Wahyu Yudhichia
NIM B04100060
ABSTRAK
AGVINTA NILAM WAHYU YUDHICHIA. Studi Morfologi Perbandingan
Induksi Persembuhan Kerusakan Tulang oleh Bahan Implan Tulang Hidroksiapatit
dan Beta-trikalsiumfosfat. Dibimbing oleh SRIHADI AGUNGPRIYONO dan
GUNANTI
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas dari bahan implan
komposit HA:β-TKF berbasis cangkang telur perbandingan 70:30 dan 60:40 dalam
menginduksi proses persembuhan kerusakan tulang domba dengan menggunakan
teknik pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Materi implan berukuran 5 mm
ditanam secara aseptis pada tulang tibia domba. Pengambilan data dilakukan pada
hari ke-30, ke-60 dan ke-90 setelah operasi. Tidak terdapat perbedaan pada
gambaran makroskopis dan mikroskopis tulang yang ditanam implan HA:β-TKF
70:30 dan 60:40 pada proses persembuhan tulang. Proses persembuhan pada tulang
kontrol terjadi lebih cepat dibandingkan dengan tulang yang ditanam implan HA:βTKF. Tubuh tidak melakukan penolakan terhadap materi HA:β-TKF yang ditanam.
Implan HA:β-TKF menunjukkan sifat osteoinduktif dan osteokonduktif walaupun
proses persembuhan tulang terjadi lambat dibandingkan dengan kontrol.
Kata kunci: Beta-trikalsiumfosfat, hidroksiapatit, implan tulang, persembuhan
tulang.
ABSTRACT
AGVINTA NILAM WAHYU YUDHICHIA. Morphological Study on the
Induction of Bone Remodelling by Hidroxyapatite and Beta-tricalciumphosphate
Bone Implant. Supervised by SRIHADI AGUNGPRIYONO and GUNANTI.
This study was conducted with aim to investigate the effectiveness implant
material of Hidroxyapatite (HA):Beta-tricalcium phosphate (β-TCP) bone implant
made from eggshell with ratio of HA:β-TCP 70:30 and 60:40 in inducing bone
remodelling process at macroscopic and microscopic levels. Five milimeters thick
implant was inserted aseptically in sheep tibia bone using surgical prosedures.
Data were collected at days 30, 60 and 90 after implanted. There were no
significant difference between HA:β-TCP with ratio 70:30 and 60:40 in bone
remodelling process at macroscopic and microscopic observation. Remodelling
process in control group was faster than HA:β-TCP implanted bone. There was no
sign of rejection against HA:β-TCP implant. HA:β-TCP showed osteoinductive and
osteoconductive characteristics although remodelling process was slower than the
controls.
Keywords: Beta-tricalcium phosphate, bone implant, hidroxyapatite, remodelling.
STUDI MORFOLOGI PERBANDINGAN INDUKSI
PERSEMBUHAN KERUSAKAN TULANG OLEH BAHAN
IMPLAN TULANG HIDROKSIAPATIT DAN
BETA-TRIKALSIUMFOSFAT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan Skripsi ini. Judul yang
dipilih dalam Skripsi hasil penelitian ini adalah “Studi Morfologi Perbandingan
Induksi Persembuhan Kerusakan Tulang oleh Bahan Implan Tulang Hidroksiapatit
dan Beta-trikalsiumfosfat”. Penyusunan Skripsi ini dilakukan sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada Prof Dr Srihadi
Agungpriyono, PhD PAVet(K) dan Dr Drh Gunanti, MS selaku dosen Pembimbing
Skripsi, Yuliana Wahyudi (Alm) dan Tri Lestari yang telah melimpahkan kasih
sayang, dukungan materiil serta spiritual. Teman-teman Acromion 47 yang telah
memberikan semangat dan dukungan, serta seluruh pihak yang membantu
terselesaikan skripsi hasil penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini jauh dari kata sempurna, sehingga
bimbingan dan arahan yang membangun sangat diharapkan demi hasil yang lebih
baik. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya bagi
pembaca.
Bogor, Oktober 2014
Agvinta Nilam Wahyu Yudhichia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE PENELITIAN
3
Tempat dan Waktu Penelitian
3
Alat dan Bahan
3
Tahap Persiapan dan Pemeliharaan
3
Tahap Operasi
4
Tahap Pengamatan dan Pengambilan Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
5
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
RIWAYAT HIDUP
17
DAFTAR TABEL
1 Tabel 1 Karakteristik Pengamatan tulang dengan perbandingan HAβTKF 70 : 30, 60 : 40, dan kontrol
7
DAFTAR GAMBAR
1 Sayatan melintang tulang hari ke-30 setelah operasi yang ditanam dengan
sediaan implan HA:β-TKF 70:30 (A), sediaan kontrol (B) dan sediaan
implan HA:β-TKF 60:40 (C)
2 Sayatan melintang tulang hari ke-60 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF 70:30 (A), sediaan kontrol (B) dan
sediaan implan HA:β-TKF 60:40 (C)
3 Sayatan melintang tulang hari ke-90 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF 70:30 (A), sediaan kontrol (B) dan
sediaan implan HA:β-TKF 60:40 (C)
4 Sayatan melintang pada tulang hari ke-30 setelah operasi yang ditanam
sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 70:30 (A) dan gambaran
melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru (B) dengan perbesaran
100× menggunakan pewarnaan HE
5 Sayatan melintang pada tulang hari ke-30 setelah operasi yang ditanam
sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 60:40 (A) dan gambaran
melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru (B) dengan perbesaran
100× menggunakan pewarnaan HE
6 Sayatan melintang pada tulang kontrol hari ke-30 setelah operasi (A) dan
gambaran melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru (B) dengan
perbesaran 100× menggunakan pewarnaan HE
7 Sayatan melintang pada tulang hari ke-60 setelah operasi yang ditanam
sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 70:30 (A) dan gambaran
melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru (B) dengan perbesaran
100× menggunakan pewarnaan HE
8 Sayatan melintang pada tulang hari ke-60 setelah operasi yang ditanam
sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 60:40 (A) dan gambaran
melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru (B) dengan perbesaran
100× menggunakan pewarnaan HE
9 Tulang sayatan melintang pada tulang kontrol hari ke-60 setelah operasi
(A) dan gambaran melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru (B)
dengan perbesaran 100× menggunakan pewarnaan HE
5
6
6
9
10
11
12
12
13
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tulang berperan penting dalam mendukung proses kehidupan. Fungsi tulang
antara lain sebagai pembentuk rangka tubuh, alat gerak tubuh, tempat penyimpanan
kalsium dan pada tulang panjang terdapat sumsum tulang yang memiliki sifat
pluripoten yang dapat menghasilkan sel-sel lain bagi tubuh (Junqueira dan Carneiro
2005). Hewan sering mengalami kerusakan pada tulang. Persembuhan kerusakan
tulang membutuhkan waktu persembuhan lama dan kompleks serta memerlukan
matriks protein dan deposit mineral yang cukup (Millet et al. 2001).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong ilmuwan untuk
membuat suatu bahan atau biomaterial yang dapat menginduksi proses
persembuhan kerusakan dengan lebih baik. Biomaterial sintetik yang tepat adalah
biomaterial yang memiliki sifat alamiah tulang. Biomaterial yang digunakan harus
memiliki sifat osteokonduktif, nontoksik, bioresorbabel, dan nonantigenik (Steven
et al. 2000)
Salah satu fasa kalsium fosfat pada tulang dan gigi yang banyak
dikembangkan sebagai biomaterial pengganti tulang adalah hidroksiapatit (HA).
Hidroksiapatit selain memiliki sifat bioaktif juga merupakan komponen utama dan
bahan anorganik alami yang terdapat pada tulang dan gigi. Hidroksiapatit adalah
bentuk senyawa kalsium fosfat yang paling stabil pada tulang dan memiliki
biokompatibilitas yang baik terhadap kontak langsung dengan tulang. Sifat ion
kalsium (Ca2+) pada hidroksiapatit dapat mengubah ion-ion logam berat yang
beracun dan menyerap unsur-unsur kimia organik dalam tubuh (Hench 1991; Salahi
dan Heinrich 2003). Berdasarkan hasil penelitian, serbuk kulit telur mengandung
kalsium dengan berat sebesar 401±7,2 gram atau sekitar 39% kalsium, dalam
bentuk kalsium karbonat, sehingga cangkang telur berpotensi digunakan sebagai
bahan pengganti tulang atau bahan implan. Salah satu fase kalsium yang terdapat
pada cangkang telur adalah HA (Sari et al. 2008).
Trikalsiumfosfat merupakan senyawa yang lebih dikenal dengan sebutan
tribasic calcium phosphate (TCP) atau abu tulang. Senyawa ini dapat diserap
sempurna dalam bentuk beta-trikalsiumfosfat (β-TKF) (Schwartz et al. 2004). βTKF secara alami berada didalam tulang dan gigi, sehingga ketika senyawa ini
digunakan sebagai implan, bahan ini akan diserap oleh tulang dan persembuhan
kerusakan tulang akibat fraktura akan terjadi dengan lebih baik. Komponen lain
yang diperlukan dalam kombinasi HA dan β-TKF adalah kitosan. Kitosan
digunakan sebagai perekat komposit HA dan β-TKF.
Pada penelitian sebelumnya, kombinasi HA dan kitosan tidak terbukti dapat
menginduksi proses persembuhan kerusakan tulang segmental dengan cepat, akan
tetapi tubuh tidak menunjukkan penolakan terhadap implan tersebut (Berlianti
2010). Bahan implan tersebut tidak dapat diserap oleh tubuh sehingga implan tetap
utuh pada tulang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan kombinasi
HA dan β-TKF dalam menginduksi proses persembuhan kerusakan tulang
segmental, mengetahui perbandingan yang tepat kombinasi HA:β-TKF agar proses
persembuhan kerusakan tulang segmental menjadi lebih cepat dan bahan implan
dapat terserap dengan baik oleh tulang.
2
Efektifitas penggunaan bahan implan perbandingan HA:β-TKF dilihat secara
makroskopis dan mikroskopis tulang. Pada gambaran makroskopis, dikatakan
efektif apabila implan telah diserap oleh jaringan tulang dan bahan implan telah
digantikan oleh jaringan tulang baru, sedangkan pada gambaran mikroskopis akan
muncul osteoblas dan osteosit disekitar jaringan tulang yang ditanam implan.
Osteoblas merupakan sel-sel berbentuk kumparan yang akan muncul saat awal
perkembangan tulang.
Perumusan Masalah
Proses persembuhan tulang pada luka segmental memerlukan waktu yang
relatif lama dan komplek, maka dari itu dibutuhkan beberapa metode untuk
mempercepat persembuhan tulang tersebut. Salah satu metode yang digunakan
adalah penanaman dengan bahan implan. Implan yang digunakan terbuat dari
cangkang telur. Pada penelitian ini dapat dilihat perbedaan antara proses
persembuhan kerusakan tulang tibia domba yang diberi implan dengan non-implan,
penyerapan bahan implan oleh sel tulang dan efektifitas implan HA:β-TKF
perbandingan 70:30 dan 60:40 dalam menginduksi proses persembuhan kerusakan
tulang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas bahan implan komposit
HA;β-TKF berbasis cangkang telur perbandingan 70:30 dan 60:40 dalam
menginduksi proses persembuhan kerusakan tulang tibia domba pada pengamatan
makroskopis dan mikroskopis.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah memberikan gambaran penggunaan HA:βTKF berbasis cangkang telur sebagai bahan implan pada kasus kerusakan tulang
pada hewan dan manusia, serta untuk mengetahui perbandingan HA:β-TKF 70:30
dan 60:40 dalam menginduksi proses persembuhan kerusakan tulang.
3
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Proses penelitian berlangsung dari bulan Juni sampai November 2013. Proses
operasi implantasi dilakukan di Laboratorium Bagian Bedah dan Radiologi,
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan dan perawatan hewan coba setelah operasi
dilakukan di Kandang Percobaan yang dikelola oleh Unit Pengelolaan Hewan
Laboratorium (UPHL) FKH-IPB. Pembuatan preparat histopatologi dilakukan di
Laboratorium Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi
(KRP), sedangkan pengamatan mikroskopis preparat histopatologi dilakukan di
Laboratorium Bagian Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan
Farmakologi (AFF), FKH-IPB.
Alat dan Bahan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 ekor domba lokal
jantan, sehat, berumur 1-1,5 tahun dengan kisaran berat badan 18-20 kg. Domba
tersebut dibagi kedalam 3 kelompok (kelompok hari ke-30, ke-60 dan ke-90).
Setiap kelompok terdiri dari 6 ekor domba (3 ekor diimplantasi dengan HA:β-TKF
70:30 dan 3 ekor diimplantasi dengan HA:β-TKF 60:40). Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah albendazole, atropin sulfat, induksi xylazine 10%,
ketamin 10%, enrofluksasin, flunixin.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, stetoskop,
penlight, alat cukur, alat bedah minor, alat bedah orthopedic, perlengkapan operator
dan asisten bedah serta kamera digital. Pembuatan dan pengamatan preparat
histopatologi antara lain : alat pemotong tulang, inkubator, tissue cassette, water
bath, mikrotom, pencetak parafin, gelas objek, gelas penutup, mikroskop
OLYMPUS BX51 dan alat mikrofotografi MD 130 electric evepiece.
Tahap Persiapan dan Pemeliharaan
Bahan implan dibuat di Departemen Fisika, Fakultas MIPA, Institut Pertanian
Bogor. Implan terbuat dari bahan biphasic calcium phosphate. Biphasic calcium
phosphate merupakan jenis kalsium yang mengandung dua fase yaitu hidroksiapatit
(HA) dan beta-trikalsiumfosfat (β-TKF). Perbandingan HA dan β-TKF adalah
70:30 dan 60:40. Pembuatan bahan implan melalui proses presipitasi dengan
sumber kalsium dari hasil kalsinasi cangkang telur ayam. Bahan implan dibuat
dalam bentuk pellet dengan diameter 5 mm.
Domba yang digunakan diadaptasi selama 1 minggu untuk menghindari
stress dan kondisi yang tidak diinginkan saat proses operasi dan setelah operasi.
Pemeriksaan fisik (physical examination) dilakukan untuk mengetahui kelayakan
dilakukannya operasi pada domba. Pemeriksaan fisik dilakukan sebelum operasi,
saat operasi dan setelah operasi. Pemeriksaan fisik mencakup frekuensi nafas,
denyut jantung, temperatur tubuh, reflek pupil, gerakan rumen, berat badan, dan
capillary refille time (CRT).
4
Pemeliharaan domba mencakup pemeliharaan sebelum operasi dan setelah
operasi. Domba diberi makan berupa hijauan dan dedak dua kali sehari sebanyak 1
kg/hari. Pemberian minum secara ad-libitum. Pemeliharaan yang dilakukan setelah
operasi adalah pemberian antibiotik enrofloxacin dosis 4 mg/kg BB (IM) (OD) dan
analgesik flunixin dosis 2 mg/kg BB (IM) (OD). Pemberian antibiotik dan analgesik
dilakukan selama 5 hari setelah operasi.
Tahap Operasi
Operasi implantasi yang dilakukan sesuai dengan prosedur bedah aseptis.
Domba dianaestesi dengan premedikasi atropin sulfat, induksi xylazine 10% dan
maintenance ketamin 10%. Dosis premedikasi atropin sulfat 0,05 mg/kg BB (SC),
xylazine 0,2 mg/kg BB (IV), dan ketamin 5 mg/kg (IV).
Pemasangan implan dilakukan pada bagian medial dari ujung proksimal
tulang tibia kaki kanan. Tulang tersebut dilubangi dengan bor tulang sesuai dengan
ukuran bahan implan. Tulang tibia kaki kiri pada bagian yang sama digunakan
sebagai kontrol, dengan cara membuat lubang dengan ukuran yang sama dan
dibiarkan kosong tanpa bahan implan. Luka sayatan operasi ditutup dengan jahitan
periosteum otot, subkutan, dan kulit dengan jahitan sederhana (Fossum et al. 2007).
Bekas luka sayatan diberi iodine tincture, antibiotik topikal dan dibalut dengan
kasa.
Tahap Pengamatan dan Pengambilan Data
Pengambilan data mencakup data makroskopis dan mikroskopis, sedangkan
pengolahan data dilakukan secara deskriptif. Pengambilan data dilakukan pada hari
ke-30, ke-60 dan ke-90 setelah operasi implantasi. Data makroskopis tulang diambil
dengan cara memotong secara melintang bagian tulang tempat implan ditanam dan
bagian tulang kontrol setelah domba disembelih. Penentuan lokasi pemotongan
berdasarkan gambaran radiografi tulang. Potongan tulang kemudian difoto dengan
menggunakan kamera digital. Parameter yang diamati adalah aspek keadaan, warna,
bentuk dan tingkat degradasi implan serta pertumbuhan jaringan baru kedalam
implan. Tulang hasil potongan melintang direndam dalam larutan buffer netral
formalin (BNF) 10 % untuk pembuatan preparat tulang dekalsifikasi.
Tulang yang telah direndam dalam larutan formalin 10 % kemudian direndam
dalam larutan asam nitrat 20% selama ±2 minggu atau hingga tulang lunak.
Menurut Nandi et al. (2009) ciri-ciri tulang terdekalsifikasi adalah strukturnya
menjadi lebih fleksibel, tranparan dan dapat ditusuk. Tulang yang telah lunak
dipotong sesuai dengan ukuran tissue cassette untuk proses dehidrasi. Proses
dehidrasi dilakukan dengan menggunakan larutan alkohol bertingkat masingmasing selama 2 jam, kemudian direndam dalam larutan silol bertingkat masingmasing selama 40 menit. Proses selanjutnya adalah embedding atau pencetakan
sampel tulang pada parafin cair (60 °C) selama 2 jam untuk kemudian dimasukkan
dalam blok pencetak. Blok parafin tulang kemudian dimasukkan dalam refrigerator
dan dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5-6 µm. Sayatan diletakan
pada permukaan air hangat, kemudian ditempel pada glass obyek untuk dikeringkan
pada inkubator (suhu 60 °C) selama 1 malam. Preparat diwarnai dengan
Hematoksilin-Eosin (HE).
5
Parameter yang diamati dalam evaluasi mikroskopis tulang adalah
regenerasi tulang, kondisi implan, jaringan ikat baru dan tanda-tanda inflamasi
disekitar implan (Sunil et al. 2008). Beberapa indikator proses regenerasi tulang
dilihat dari keberadaan osteosit, osteoblas, haversian system, dan jaringan ikat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanaman materi implan pada hewan coba tidak mengakibatkan gangguan
fisiologis, hal tersebut menunjukkan bahwa tubuh tidak melakukan penolakan
terhadap materi kombinasi HA dan β-TKF. Temperatur tubuh, frekuensi jantung,
frekuensi nafas dan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) menunjukkan hasil
yang normal berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fharantyka (2014) pada
penelitian yang sama. Tidak adanya reaksi penolakan menunjukkan bahwa materi
implan memiliki sifat biokompatibel. Sifat biokompatibel merupakan sifat yang
dimiliki oleh kitosan. Kitosan merupakan materi yang digunakan untuk merekatkan
kombinasi HA dan β-TKF. Kitosan memiliki kemampuan bakteristatik dan
bakterisidal terhadap bakteri Gram positif dan negatif (No et al. 2002). Selain itu
kitosan juga memiliki sifat osteoinduktif, yang dapat meningkatkan proses osteosis
pada penanganan kerusakan tulang (Wanpen et al. 2002). Darwis dan Yessy (2008)
menyatakan bahwa HA memiliki biokompabilitas yang baik terhadap tulang dan
gigi.
Pengambilan data dilakukan pada hari ke-30, ke-60 dan ke-90 setelah operasi
penanaman implan dilakukan. Data yang diambil adalah data makroskopis tulang
dan data mikroskopis tulang dengan menggunakan metode dekalsifikasi. Pada
pengamatan makroskopis masa implan yang ditanam pada tulang memiliki
penampakan putih dengan ukuran sekitar 5 mm. Secara makroskopis, tulang yang
diimplan HA:β-TKF dengan perbandingan 70:30 dan perbandingan 60:40 tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata, masa HA:β-TKF yang digunakan sebagai
bahan implan masih dalam keadaan utuh, tanpa adanya proses penyerapan oleh
jaringan tulang.
Gambar 1 Sayatan melintang tulang hari ke-30 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF 70:30 (A) sediaan kontrol (B) dan
sediaan implan HA:β-TKF 60:40 (C). Bar = 1 cm.
Pada sediaan tulang yang diimplan dengan HA:β-TKF hari ke-30 setelah
operasi (Gambar 1A, 1C) menunjukkan masih adanya massa implan putih yang
mengisi daerah perlukaan. Massa implan yang ditanam tidak menunjukkan adanya
penyerapan atau resorbsi bahan implan, massa implan terlihat utuh mengisi
6
perlukaan (pengeboran pada tulang). Terbentuk jaringan baru pada bagian yang
tidak terisi oleh implan seperti pada periosteum sehingga implan terbungkus dan
tertutupi oleh periosteum. Periosteum merupakan lapisan jaringan fibrosa kuat yang
menyelubungi tulang.
Pada tulang yang digunakan sebagai kontrol (Gambar 1B) terlihat proses
penyembuhan yang ditandai dengan terisinya bagian perlukaan oleh tulang baru.
Tulang baru yang terbentuk masih sangat lunak dan tidak penuh mengisi ruang
perlukaan. Bagian tulang yang mengalami perlukaan menunjukkan terbentuknya
massa tulang yang menyembul keluar. Massa tersebut disebut dengan Bone callus.
Bone callus merupakan material tulang rawan dan tulang yang menjadi jembatan
penghubung pada kerusakan tulang selama persembuhan tulang baru. Dua hingga
tiga minggu setelah terjadi kerusakan, material pembentuk tulang secara berangsurangsur mengalami perkembangan. Bone callus diresorbsi sekitar 6-12 bulan
(Arnold Palmer Medical Center Foundation 2012)
Gambar 2 Sayatan melintang tulang hari ke-60 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF 70:30 (A) sediaan kontrol (B) dan
sediaan implan HA:β-TKF 60:40 (C). Bar = 1 cm
Pada sediaan tulang yang diimplan dengan HA:β-TKF hari ke-60 setelah
operasi (Gambar 2A, 2C) tidak menunjukkan adanya perbedaan dengan
makroskopis tulang hari ke-30 setelah operasi. Terdapat materi implan yang masih
utuh tanpa adanya resorbsi oleh tulang. Materi implan mengisi perlukaan tulang
yang ditunjukkan dengan materi putih yang terbungkus oleh periosteum.
Pada sediaan tulang kontrol hari ke-60 setelah operasi (gambar 2B)
menunjukkan proses persembuhan yang lebih baik dibandingkan dengan tulang
perlakuan. Tidak terlihat bekas perlukaan (pengeboran tulang) pada tulang. Akan
tetapi masih ada bagian tulang yang lunak pada perlukaan dibandingkan dengan
bagian lain yang tidak mengalami perlukaan. Tulang mengalami proses
persembuhan, walaupun persembuhan tulang belum terjadi secara sempurna.
Proses persembuhan pada kasus kerusakan segmental tulang (fraktura) terjadi
dalam waktu yang berbeda-beda sesuai dengan lokasinya. Pada kasus kerusakan
tulang tibia, proses persembuhan tulang terjadi sekitar 4-6 minggu, tergantung
tingkat keparahannya.
7
Gambar 3 Sayatan melintang tulang hari ke-90 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF 70:30 (A) sediaan kontrol (B) dan
sediaan implan HA:β-TKF 60:40 (C). Bar = 1 cm
Pada sediaan tulang yang diimplan dengan HA:β-TKF pada hari ke-90 setelah
operasi menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan tulang perlakuan hari ke-30
dan ke-60 setelah operasi. Tulang yang mengalami perlukaan atau kerusakan tetap
terisi oleh materi implan tanpa menunjukkan proses persembuhan atau
pembentukan tulang baru (remodelling). Materi implan dalam keadaan utuh tanpa
adanya perubahan, baik bentuk, warna ataupun konsistensi. Terlihat periosteum
yang membungkus tulang dan materi implan yang lebih tebal dibandingkan dengan
tulang pada hari ke-30 dan ke-60 setelah operasi.
Gambaran makroskopis tulang kontrol pada hari ke-90 setelah operasi
menunjukkan penyembuhan kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang
sempurna. Tidak dapat dibedakan antar tulang yang baru terbentuk dengan tulang
yang tidak mengalami kerusakan (tulang normal).
Tabel 1 Karakteristik pengamatan tulang kontrol, tulang yang implan dengan
HA:β-TKF 70: 30 dan 60:40
Karakteristik
pengamatan
Regenerasi
tulang
a
Tidak
ada
Hari ke-30
b
c
Tidak
Ada
ada
Periode pengamatan
Hari ke-60
a
b
c
Tidak Tidak
Ada
ada
ada
a
Tidak
ada
Hari ke-90
b
c
Tidak
Ada
ada
Jaringan ikat
baru
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Peradangan
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Materi implan
Utuh
Utuh
-
Utuh
Utuh
-
Utuh
Utuh
-
Keterangan :
a : Materi implan HA:β-TKF 70:30
b : Materi implan HA:β-TKF 60:40
c : Kontrol
Pengamatan makroskopis tulang dapat digunakan untuk menunjukkan proses
persembuhan tulang. Tulang yang mengalami persembuhan tulang secara sempurna
ditunjukkan dengan tidak terlihatnya defek bekas pengeboran, yaitu ditunjukkan
oleh Gambar 3 (B). Proses persembuhan kerusakan tulang segmental secara normal
dapat terjadi melalui beberapa fase, yaitu fase hemoragi, fase pembentukan jaringan
8
granulasi, pembentukan bone callus, pembentukan tulang rawan, dan pembentukan
tulang baru (remodelling).
Proses persembuhan tulang diawali dengan munculnya eksudat yang berisi
serum dan darah akibat pecahnya pembuluh darah, proses ini terjadi sekitar 24-48
jam (Watson 1952). Tulang yang mengalami pendarahan kemudian mengalami
nekrosa yang mengakibatkan osteosit mati karena kekurangan nutrisi,
penggumpalan darah berubah menjadi jaringan granulasi untuk melindungi
jaringan. Sel radang seperti monosit mulai menginfiltrasi luka dan berubah menjadi
makrofag yang berperan dalam proses persembuhan tulang. Proses selanjutnya
adalah infiltrasi sel-sel osteogenik pada bagian bekuan darah saat 48 jam setelah
terjadinya kerusakan tulang. Sel-sel osteogenik berasal dari periosteun, endosteum
dan sumsum tulang. Setelah sel-sel osteogenik yang berproliferasi mulai
berdiferensiasi menjadi kondroblas dan tulang rawan mulai terbentuk dalam waktu
sekitar satu minggu. Tulang rawan berangsur-angsur akan menjadi woven bone.
Osteoblas menghasilkan osteoid dengan susunan yang lebih teratur, molekul
kolagen berorientasi disekeliling pembuluh darah untuk membentuk haversian
system. Osteoklas kemudian melekat pada permukaan trabekula untuk meresorbsi
tulang. Woven bone perlahan-lahan menjadi cortical bone, dan kalus mengalami
remodelling (Cheville 2006).
Secara makroskopis materi implan yang ditanam pada tulang yang
mengalami kerusakan tidak terlihat menginduksi persembuhan kerusakan tulang
dengan lebih cepat dibandingkan kontrol. Materi implan yang terdiri dari HA dan
β-TKF tetap mengisi tulang yang mengalami kerusakan tanpa adanya penyerapan
oleh tubuh. Hal tersebut dikarenakan kombinasi HA dan β-TKF dianggap oleh
tubuh sebagai bahan pengganti tulang yang rusak akibat pengeboran dan bukan
dianggap sebagai benda asing yang dimasukkan kedalam tubuh. Pada dasarnya HA
merupakan komponen utama material anorganik penyusun tulang yang bersifat
stabil (Mathew dan Shozo 2001), sehingga sulit untuk diserap oleh tubuh. Selain
itu HA tidak memiliki sifat osteokonduktif dan sifat mekanik rendah (Darwis dan
Yessy 2008).
Penggunaan β-TKF sebagai kombinasi ditujukan untuk mempermudah
penyerapan materi oleh tubuh, karena β-TKF memiliki sifat biodegradable (Cai et
al. 2009), sehingga memungkinkan tubuh untuk menyerap materi implan tersebut
dengan cepat (Bohner 2000). Selain itu β-TKF memiliki sifat osteokonduktif
(Laurenchin et al. 2006), sehingga mampu menginfiltrasi prekursor osteogenik
pada tulang yang mengalami kerusakan. Walaupun HA telah dikombinasikan
dengan β-TKF, tubuh tetap belum mampu untuk menyerap materi tersebut,
kemungkinan hal tersebut dikarenakan oleh perbandingan komposisi dari masingmasing zat.
Materi implan yang ditanam pada bagian tulang yang mengalami kerusakan,
perbandingan komposisi HA adalah 70 %, sedangkan β-TKF adalah 30 %. Materi
implan yang lain memiliki komposisi HA 60% dan β-TKF 40%. Kedua komposisi
tersebut tidak memberikan perbedaan dari segi induksi persembuhan kerusakan
tulang jika dilihat dari pemeriksaan makroskopis. Menurut Turck et al. (2007),
kesesuaian komposisi bahan penyusun komposit atau materi implan berperan
penting terhadap suatu sifat material. Selain itu bentuk materi yang padat dianggap
oleh tubuh sebagai rintangan fisik yang menghambat pertumbuhan tulang karena
akan menghambat proliferasi pembuluh darah (Nandi et al. 2009).
9
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2014), gambaran
radiografi tulang perlakuan hari ke-30, ke-60, ke-90 setelah operasi menunjukkan
kondisi implan yang masih utuh. Implan terlihat sebagai massa radiopague (putih)
berada pada tulang yang diberi perlakuan. Pada gambaran radiografi tulang kontrol
hari ke-90 setelah operatif persembuhan tulang akibat kerusakan segmental berjalan
dengan baik, hal tersebut dibuktikan dengan tidak terlihatnya bekas kerusakan
tulang akibat pengeboran.
Efektifitas materi implan dalam menginduksi persembuhan kerusakan tulang
selain dapat dilihat dari pemeriksaan makroskopis tulang, juga dapat dilihat dari
pemeriksaan mikroskopis. Pada pemeriksaan mikroskopis akan didapatkan
gambaran yang lebih jelas mengenai regenerasi tulang, sel-sel pengisi tulang seperti
osteosit, osteoblas, osteoklas, haversian system, dan pembentukan jaringan ikat.
Tulang tersusun dari osteoklas, osteosit, osteoblas, osteoprogenitor,
haversian system, gambaran sumsum tulang, dan pembuluh darah. Osteklas
merupakan sel tulang yang mampu mengubah kalsium fosfat tidak larut menjadi
garam-garam kalsium larut yang dibawa keluar oleh darah. Osteoklas mampu
melakukan absorbsi bagian tulang yang tidak diperlukan. Osteoklas bersama
dengan osteoblas berperan aktif dalam masa pertumbuhan, osteoblas menghasilkan
tulang, dan osteoklas membuang tulang untuk mempertahankan bentuk dan
proporsi tulang. Contoh peran osteoblas dan osteoklas dalam pertumbuhan tulang
antara lain : osteoblas mendeposisi tulang silinder, sementara osteoklas
mengabsorpsi tulang permukaan dalamnya untuk memperbesar rongga sumsum
dan mencegah tulang menjadi terlalu berat.
Osteosit adalah sel utama pada tulang dewasa dan menempati lakuna yang
dikelilingi oleh matriks berkapur (Dellmann dan Brown 1989). Osteosit merupakan
sel dewasa pada tulang yang mengisi sebagian besar populasi sel-sel tulang. Sel ini
berbentuk jaring laba-laba (spider-shaped) yang ditemukan pada lakuna (ruang
kecil pada pertemuan lamela). Hanya satu osteosit yang ditemukan pada setiap
lakuna. Osteosit dapat mensintesis dan mengabsorsi matriks tulang. Jika osteosit
mati, maka akan terjadi aktivitas dari osteoklas yang kemudian diikuti oleh
perbaikan atau remodelling oleh aktivitas osteoblas. Sel lain yang menyusun tulang
adalah osteoprogenitor (Akers dan Michael 2008).
Secara mikroskopis tidak terdapat perbedaan antara tulang yang diimplan
dengan HA:β-TKF perbandingan 70:30 dengan perbandingan 60:40. Daerah pada
tulang dilakukan pengeboran atau bagian yang ditanam implan dengan HA:β-TKF
perbandingan 70:30 dan perbandingan 60:40 terlihat sebagai daerah kosong akan
tetapi pada beberapa preparat materi implan masih tersisa dan mengisi sebagian dari
daerah perlukaan. Materi implan yang hilang diakibatkan oleh perendaman pada
larutan asam nitrat 20%. Asam nitrat merupakan asam kuat yang dapat bereaksi
secara langsung dengan alkali, oksida-oksida dan bahan dasar lain membentuk
garam. Selain itu, β-TKF yang digunakan sebagai materi implan merupakan materi
dengan tingkat kerapuhan tinggi sehingga sangat mudah terdegradasi oleh cairan
asam (Viswanath et al. 2008).
10
A
B
Gambar 4 Sayatan melintang tulang hari ke-30 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 70:30 (A). Gambaran
sayatan melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru dengan
perbesaran 100× (B). Keterangan gambar: JI = jaringan ikat, MI =
materi implan, h = haversian system, Os = osteosit, Ob = osteoblas.
Pewarnaan HE. Bar = 10 µm.
Pemeriksaan mikroskopis tulang implan hari ke-30 setelah operasi
menunjukkan adanya osteosit yang tersusun tidak teratur pada daerah defek yang
tidak terisi implan. Jaringan ikat terbentuk diantara tulang yang mengalami defek
dengan bagian yang ditanam materi implan. Tidak ditemukan osteosit pada daerah
yang ditanam implan ataupun yang berikatan dengan sisa-sisa implan yang tersisa.
Pada kerusakan tulang yang ditanam dengan sediaan implan HA:β-TKF 70:30
terlihat beberapa haversian system yang dikelilingi oleh osteoblas (Gambar 4),
osteosit juga sudah mulai terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa materi implan
memiliki sifat osteokonduktif. Materi implan terlihat memiliki struktur yang tidak
padat, terlihat pori-pori seperti ruang kosong pada materi implan. Menurut Nandi
et al. (2009) sebuah implan yang baik harus memiliki pori yang sesuai sehingga
proses penetrasi bisa dilakukan dan prekursor osteogenesis dapat dibentuk.
A
B
Gambar 5 Sayatan melintang tulang hari ke-30 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 60:40. (A). Gambaran
sayatan melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru dengan
perbesaran 100× (B). Keterangan gambar: JI = jaringan ikat, MI =
materi implan, h = haversian system, os = osteosit, ST = sumsum tulang,
RBC : Sel darah merah. Pewarnaan HE. Bar = 10 µm.
11
Sayatan melintang tulang secara mikroskopis menunjukkan tidak terlihatnya
adanya osteosit maupun osteoblas mengisi daerah perlukaan pada kerusakan tulang
yang ditanam dengan sediaan implan HA:β-TKF 60:40. Daerah perlukaan
didominasi oleh jaringan ikat (Gambar 5). Jaringan ikat terlihat menyelubungi
materi implan dan langsung berbatasan dengan sumsum tulang. Terlihat adanya
vaskularisasi pada daerah perlukaan yang menunjukkan bahwa materi implan
bersifat osteokonduktif.
A
B
Gambar 6 Gambaran sayatan melintang pada tulang kontrol hari ke-30 setelah
operasi. Gambaran sayatan melintang tulang yang dibatasi oleh kotak
biru dengan perbesaran 100× (B). Keterangan gambar: Df = defek
tulang, h = haversian system, os = osteosit. Pewarnaan HE. Bar = 10
µm.
Pemeriksaan mikroskopis tulang kontrol hari ke-30 setelah operasi
menunjukkan adanya proses persembuhan tulang. Hal tersebut terlihat dengan
adanya osteosit-osteosit yang mengisi daerah kerusakan tulang. Osteosit tersusun
tidak teratur, hal tersebut diakibatkan karena proses persembuhan yang belum
sempurna. Proses persembuhan kerusakan tulang terjadi secara sempurna dalam
waktu sekitar 3-6 bulan atau lebih tergantung pada usia dan kondisi kesehatan
(Kalfas 2001). Terlihat kumparan osteosit yang tidak teratur dan adanya osteoblas
mengindikasikan adanya proses persembuhan. Osteoblas merupakan sel tulang
yang berperan aktif dalam proses persembuhan kerusakan tulang segmental.
Osteoblas dihasilkan oleh osteoprogenitor yang terdapat pada innercells, celluler
layer periosteum, endosteum, dan batas pembuluh darah pada matriks tulang (Akers
dan Denbow 2008). Dalam proses persembuhan kerusakan tulang, sel osteoblas
berusaha menghasilkan sel-sel osteogenik, hal tersebut dibuktikan dengan
munculnya osteosit-osteosit muda yang tersusun tidak teratur pada daerah sekitar
defek.
12
B
A
Gambar 7 Sayatan melintang tulang hari ke-60 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 70:30 (A). Gambaran
sayatan melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru dengan
perbesaran 100× (B) Keterangan gambar: JI = jaringan ikat, MI =
Materi implan, h = haversian system, os = osteosit, Df = defek.
Pewarnaan HE. Bar = 10 µm.
Pada sayatan melintang tulang hari ke-60 setelah operasi yang diimplan
dengan sediaan HA:β-TKF 70:30 terlihat susunan yang kurang teratur. Terdapat
daerah-daerah kosong yang belum terisi oleh jaringan ikat maupun komponen
tulang. Materi implan terlihat menyusup dan bergabung dengan komponen tulang
dalam jumlah yang sedikit. Tidak terlihat adanya osteoblas pada daerah kerusakan.
haversian system yang dikelilingi oleh osteosit terlihat tidak teratur.
A
B
Gambar 8 Sayatan melintang pada tulang hari ke-60 setelah operasi yang ditanam
dengan sediaan implan HA:β-TKF perbandingan 60:40 (A). Gambaran
sayatan melintang tulang yang dibatasi oleh kotak biru dengan
perbesaran 100× (B). Keterangan gambar: MI = materi implan, h =
haversian system, os = osteosit. Pewarnaan HE. Bar = 10 µm
Pada sayatan melintang tulang hari ke-60 setelah operasi yang dimplan
dengan sediaan HA:β-TKF 60:40 menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan HA:β-TKF 70:30. Hal tersebut terlihat dari susunan penyusun tulang seperti
haversian system, osteosit dan adanya osteoblas yang tersusun lebih teratur. Pada
sediaan tersebut terlihat adanya materi implan yang berikatan dengan sel-sel tulang.
Hal tersebut menujukan bahwa adanya penyerapan materi oleh tulang, walaupun
penyerapan tidak terjadi dengan cepat. Selain itu, dengan adanya materi implan
13
yang berikatan dengan komponen-komponen tulang menunjukkan bahwa materi
implan bersifat bioaktif. Proses penyerapan dipengaruhi oleh kepadatan dari materi
implan. Semakin padat suatu materi implan maka semakin sedikit pula pori-pori
dari suatu sediaan implan. Adanya pori-pori didalam implan akan meningkatkan
kemampuan ikatan sehingga menghasilkan bioresorbsi yang tinggi (Nandi et al.
2009).
A
B
Gambar 9 Tulang sayatan melintang pada tulang kontrol hari ke-60 setelah
operasi. Gambaran sayatan melintang tulang yang dibatasi oleh kotak
biru dengan perbesaran 100× (B). Keterangan gambar: h = haversian
system, os = osteosit, Df = defek. Pewarnaan HE. Bar = 10 µm.
Mikroskopis tulang kontrol hari ke-60 setelah operasi menunjukkan daerah
yang tidak teratur. Osteosit, haversian system, dan matriks tulang tersusun acak dan
terdapat daerah-daerah kosong (Gambar 9). Komponen-komponen tulang berusaha
melakukan remodelling. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya osteosit pada
daerah defek walaupun belum pada semua bagian tulang yang mengalami
kerusakan. Dibandingkan dengan tulang kontrol hari ke-30 setelah operasi, susunan
dan komponen penyusun tulang seperti osteosit dan haversian system tersusun lebih
rapat dan teratur.
Tulang yang diimplan dengan perbandingan β-TKF lebih tinggi diharapkan
memberikan hasil yang lebih efektif. Hal tersebut dikarenakan micropore pada TKF
menyediakan substrat yang lebih baik dan microenvironment yang berperan dalam
pembentukan sel-sel osteoblastik (Velard et al. 2013). Micropore memiliki peran
penting dalam perkembangan sel tulang dan metabolisme tulang (Okuda et al.
2007). Selain itu osteokonduktifitas dari TKF lebih tinggi dibandingkan HA jika
diukur dengan Score Van Hemert (Onodera et al. 2013). Hal tersebut menunjukkan
bahwa kandungan β-TKF yang lebih tinggi akan meningkatkan efektifitas dari
materi implan. Selain itu adanya micropore menentukan absorbability dari bahan
implan.
Sifat osteokonduktif materi implan ditunjukkan dengan adanya vascular
invasion, infiltrasi seluler, dan munculnya pembentukan tulang baru, sedangkan
osteoinduktif ditunjukkan dengan adanya osteoblas yang berdiferensiasi menjadi
bentuk sel tulang dewasa (mature cell) (Steven et al. 2000). Materi implan yang
ditanam pada tulang yang mengalami kerusakan menunjukkan sifat biokompatibel,
osteoinduktif, osteokonduktif, dan bioresorbabel. Proses pembentukan tulang baru
(remodelling) pada tulang yang diimplan dengan sediaan HA:β-TKF perbandingan
14
70:30 dan 60:40 terjadi lebih lambat dibandingkan tulang kontrol. Materi implan
tidak dapat menginduksi proses persembuhan tulang baru dengan cepat.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tidak terdapat perbedaan pada kombinasi HA:β-TKF 70:30 dan 60:40 dalam
menginduksi persembuhan kerusakan tulang. Proses persembuhan tulang lebih
jelas terlihat pada tulang kontrol, akan tetapi tubuh tidak melakukan reaksi
penolakan terhadap materi implan. Proses persembuhan pada tulang kontrol
membutuhkan waktu minimal 90 hari untuk melakukan remodelling secara
sempurna.
Saran
Diperlukan pengamatan dengan waktu yang lebih panjang untuk mengetahui
penyerapan HA:β-TKF oleh jaringan, dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai materi implan dengan perbandingan HA:β-TKF lebih bervariasi pada
tingkat kerusakan yang lebih besar serta diperlukan penentuan morfologi (besar
micropore) dari materi implan.
DAFTAR PUSTAKA
Akers RM, Michael D. 2008. Anatomy and Physiology of Domestic Animals. USA
: Blackwell Publishing.
Berlianti A. 2010. Kajian Morfologi Proses Persembuhan Kerusakan Segmental
pada Tulang Domba yang Diimplan dengan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan
(Ha-K) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bohner M. 2000. Calcium orthophosphates in medicine: from ceramics to calcium
phosphate cements. Inj Prev 4: 37-47.
Cai S, Xu GH, Yu XZ, Zhang WJ, Xiao ZY, Yao KD. 2009. Fabrication and
biological characteristics of β-tricalcium phosphate porous ceramics scaffolds
reinforced with calcium phosphate glass. J Mater Sci 20: 351-358.
Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology 3th Edition. USA :
Blackwell Publishing.
Darwis D, Yessy W. 2008. Sintesis dan karakterisasi komposit hidroksiapatit (HA)
sebagai graft tulang sintetik. A Scientific Journal for The Application of
Isotopes and Radiation. Vol 4(2)
Dellman HD, Brown EM. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. R Hartono,
penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari : Textbook of Veterinary
Histology.
15
Fharantyka I. 2014. Kajian Klinis Persembuhan Kerusakan Segmental Tulang
Domba dengan Implan Biphasic Calcium Phosphat [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Fossum TW, Hedlund CS, Hulse DA, Johnson AL, Seim HB, Willard MD, Carrol
GL. 2007. Small Animal Surgery 3rd edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Hench. 1991. Biomaterials-the Interfacial Problem. Mater Res Soc Symp P 5: 35150.
Hidayat TA. 2014. Evaluasi Radiografi Tandur Tulang BCP pada Domba sebagai
Hewan Model untuk Manusia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Junqueira LC, Carneiro J. 2005. Basic Histology Text and Atlas Second Edition.
Poule : Mc. Grow-Hill Medical.
Kalfas IH. 2001. The principles of bone healing. Neurosurg focus 10: 1-10.
Laurenchin CT, Khan Y, El Amin SF. 2006. Bone graft substitute. Expert Rev Med
Devices 3(1): 49-57.
Mathew M, Shozo T. 2001. Structure of Biological Minerals in Dental Research of
The National of Standard and Technology. 106: 1035-1004
Millet PJ, Cohen B, Allen MJ, Rushton N. 2001. Bone Mineral Density Changes
During Fracture Healing : A Densitometric Study in Rats. The Hospital for
Special Surgery. New York. [Internet] [2014 Mei 29] tersedia dalam
http://www.uni.Duesseldorf.De//www/Med Fak/Orthopaedie/jo.
Nandi SK, Biswanath K, Someswar D, Dipak K, Debabrata B. 2009. The Repair of
segmental bone defects with porous bioglass: an experimental study in goat.
Res Vet Sci 86: 162-173.
No HK, Na YP, Shin HL, Samuel PM. 2002. Antibacterial activity of chitosan and
chitosan oligomers with different molecular weight. Int J Food Microbiol 74
(1): 65-72
Okuda T, Ioku K, Yonezawa I. 2007. The effect of the microstructure of betatricalcium phosphate on the metabolism of subsequently formed bone tissue.
Biomater 28: 2612–2621
Onodera J, Eiji K, Nobuyuki O, Daisuke U, Tomonori Y, Kazunori Y. 2013. Betatricalcium phosphate shows superior absorption rate and osteoconductivity
compared to hydroxyapatite in open-wedge high tibial osteotomy. Knee Surg
Sports Traumatol Arthrosc. doi: 10.1007/s00167-013-2681-y
Salahi E, Heinrich JG. 2003. Synthesis and thermal behaviour of β- TCP
precipitated from aqueous solutions. British Ceram T 102: 79-82.
Sari YW, Maddu A, Dahlan K, Fajriyah HI, Dewi SU, Soejoko DS. 2008. In situ
synthesis of composite of calcium phosphate carbonate-polyglycolide. Jurnal
Nanosains & Nanoteknologi 1(2): 63-66.
Schwartz C, Lecestre P, Fraysinet P, Liss P. 2004. Bone subtitues. Eur J Orthop
Surg Tr 13: 161-165.
Steven CL, Joseph MK, Scott DB. 2000. Osteoinductive bone graft subtitutes. Eur
Spine J. 9: 119-125.
Sunil P, Goel SC, Rastogi A. Arrya NC, 2008. Incorporation and biodegradation of
hydroxyapatite-tricalsiumphosphate implant in large metaphyseal defects-an
animal study. Indian J Exp Biol 46:836-841.
Arnold Palmer Medical Center Foundation. 2012. Bone Remodelling. Columbia St.
[Internet] [2014 Okt 8] tersedia dalam www.orlandohealthdocs.com.
16
Turck C et al. 2007. Histological evaluation of novel ossicular chain replacement
prostheses: an animal study in rabbits. Acta Oto-Laryngol 127(8):801-808.
Velard F, Braux J, Amedee J, Laquerriere P. 2013. Inflammatory cell response to
calcium phosphate biomaterial particles: an overview. Acta Biomater 9:4956–
4963
Viswanath B, Raghavan R, Guarao NP, Ramamurty U, Ravishankar N. 2008.
Mechanical properties of tricalcium phosphate single crystals grown by
molten salt synthesis. Acta Biomater 4(5): 1448-54. (Epub 2008 Apr 1
PubMed)
Wanpen T, Takeshi S, Mitsuru A. 2002. Inorganic-organic polymer Hybrid
Scaffold for tissue enginering-II partial enzymatic degradation of
hidroksiapatit-chitosan hybrid. J. Biomater. Sci Ed. Vol. 42, No. 9.
Watson JR. 1952. Fractures and Joint Injuries. 4th edition. Edinburgh: E&S
Livingstone.
17
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali tanggal 8 Agustus 1992 dari ayah yang
bernama Yuliana Wahyudi (Alm) dan ibu yang bernama Tri Lestari. Lahir sebagai
anak sulung dari 4 bersaudara. Alamat asal penulis berada di Jalan Segaran 1 No.
28 RT : 01/01 Simo, Simo, Boyolali, Jawa Tengah.
Sekolah lanjutan pertama diselesaikan pada tahun 2007, di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Simo Boyolali dan sekolah lanjutan atas diselesaikan
pada tahun 2010, di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Simo Boyolali.
Penulis diterima menjadi mahasiswa Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2010 melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa aktif di
Institut Pertanian Bogor penulis mengikuti beberapa organisasi yaitu Uni
Konservasi Fauna (UKF), Gentra Kaheman, Gita Klinika, BEM FKH IPB,
IMAKAHI cabang Bogor dan Himpunan Profesi SATWA LIAR. Pada tahun 2014
penulis menjadi asisten praktikum Ilmu Bedah Khusus Veteriner 1.