Kajian Morfologi Proses Persembuhan Kerusakan Segmental Pada Tulang Domba Yang Diimplan Dengan Komposit Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat (HA-TKF)

KAJIAN MORFOLOGI PROSES PERSEMBUHAN
KERUSAKAN SEGMENTAL PADA TULANG DOMBA
YANG DIIMPLAN DENGAN KOMPOSIT
HIDROKSIAPATIT-TRIKALSIUM FOSFAT (HA-TKF)

ASMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kajian Morfologi Proses
Persembuhan Kerusakan Segmental pada Tulang Domba yang Diimplan dengan
Komposit Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat (HA-TKF) adalah karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.


Bogor, Februari 2011
Asmawati
NIM B04061859

ABSTRAK

ASMAWATI. Kajian Morfologi Proses Persembuhan Kerusakan Segmental pada
Tulang Domba yang Diimplan dengan Komposit Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat
(HA-TKF). Dibimbing oleh SRIHADI AGUNGPRIYONO dan GUNANTI.
Penelitian ini bertujuan mengkaji secara in vivo proses regenerasi tulang
tibia domba yang diimplan dengan bahan pengganti tulang berupa komposit
hidroksiapatit-trikalsium fosfat (HA-TKF) dan potensi osteogenesis (persembuhan
dan pertumbuhan tulang) dari bahan tersebut. Penanaman implan dilakukan
dengan melakukan operasi secara aseptis di bagian proksimal medial tulang tibia
domba sebelah kiri sebagai kelompok perlakuan sedangkan pada tulang tibia
sebelah kanan dilakukan operasi yang sama tanpa dilakukan penanaman implan
dan dibiarkan kosong sebagai kelompok kontrol. Kemudian tulang dipanen
setelah 30, 60 dan 90 hari pascaoperasi. Tulang diproses dan diamati secara
makroskopis dan mikroskopis dengan mengamati bentuk, tingkat degradasi,

ikatan antara implan dan tulang, pertumbuhan pertulangan baru ke dalam implan,
dan adanya reaksi inflamasi. Hasil penelitian ini menunjukkan proses regenerasi
tulang dan persembuhan tulang pada kelompok kontrol terjadi lebih cepat
dibandingkan dengan persembuhan tulang pada kelompok perlakuan. Proses
degradasi pada implan tulang sudah terjadi pada kelompok perlakuan hari ke-30
pascaoperasi. Implan HA-TKF yang ditanam menunjukkan sifat
biokompatibilitas, bioresorbabilitas, biodegradabilitas, osteokonduktivitas, dan
tidak menimbulkan reaksi inflamasi sehingga dianggap memiliki potensi untuk
digunakan sebagai bahan implan pengganti tulang pada kerusakan tulang yang
memerlukan waktu persembuhan sekitar 30 hari.
Kata kunci: osteogenesis, implan tulang, hidroksiapatit-trikalsium fosfat, domba

ABSTRACT

ASMAWATI. Morphological Study of Segmental Defect Healing Process on
Sheep’s Bone Implanted with Hydroxyapatite-Tricalcium Phosphate (HA-TCP)
Composite. Under direction of SRIHADI AGUNGPRIYONO and GUNANTI.
This study was aimed to evaluate in vivo osteogenesis potency of bones
implanted with graft of hydroxyapatite-tricalcium phosphate (HA-TCP)
composite. This study also observed the potential use of HA-TCP as bone

substitution material. Three local sheeps were used in this study. The implant was
inserted under aseptic surgery on the proximal medial of the left tibia bone and as
control the proximal medial of the right tibia bone was drilled without implant.
Bones were harvested after 30, 60, and 90 days post-surgery and observed
macroscopic and microscopically. The parameters of observation were the
condition, shape and degradation degree of the implant, bonding between implant
and host bone, new bone growth into the implant and signs of inflammation
reaction around the implant. The result showed that the healing process on control
bone was faster than those of the implanted bone. The bone implant had been
already degradated in treated group of day 30 post-surgery. HA-TCP bone implant
shown some signs for its biocompatibility, biodegradability, bioresorbability and
osteoconductivity properties. Therefore, it is suggested that HA-TCP implant
might be used as bone substitution in the bone lesions with approximately 30 days
of recovery.
Keywords: osteogenesis, bone implant, hydroxyapatite-tricalcium phosphate,
sheep

 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN MORFOLOGI PROSES PERSEMBUHAN
KERUSAKAN SEGMENTAL PADA TULANG DOMBA
YANG DIIMPLAN DENGAN KOMPOSIT
HIDROKSIAPATIT-TRIKALSIUM FOSFAT (HA-TKF)

ASMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Skripsi


Nama
NIM

: Kajian Morfologi Proses Persembuhan Kerusakan Segmental
pada Tulang Domba yang Diimplan dengan Komposit
Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat (HA-TKF)
: Asmawati
: B04061859

Disetujui

drh. Srihadi Agungpriyono, Ph. D, PAVet(K)
Pembimbing I

Dr. drh. Hj. Gunanti, MS
Pembimbing II

Diketahui


Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian ini
dilaksanakan sejak tahun 2009 sampai 2010 dengan judul “Kajian Morfologi
Proses Persembuhan Kerusakan Segmental pada Tulang Domba yang Diimplan
dengan Komposit Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat (HA-TKF)”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan studi di Program
Sarjana Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor untuk mencapai
gelar Sarjana Kedokteran Hewan.
Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing hingga skripsi
ini selesai disusun. Ucapan terima kasih ini disampaikan kepada:
1. Ibunda Sutimi AMa.Pd dan adinda Asriyadi atas segala kasih sayang,
perhatian, dukungan dan doa yang selalu diberikan kepada penulis.

2. Bapak drh. Srihadi Agungpriyono, Ph.D, PAVet(K) dan Ibu Dr. drh.
Gunanti, MS selaku pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan
waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu drh. Titiek Sunartatie, M.Si. selaku pembimbing akademik dan penguji
ujian akhir S.KH atas saran dan arahan yang diberikan dalam penulisan
skripsi.
4. Bapak drh. Adi Winarto, Ph.D selaku dosen penilai seminar yang telah
memberikan kritik dan saran untuk skripsi ini.
5. Bapak drh. Riki Siswandi, Bapak drh. Fahrul Ulum, Bapak Kosasih,
Bapak Dahlan, Bapak Katim dan staf penunjang di Laboratorium Bagian
Bedah dan Radiologi FKH IPB atas bantuan yang telah diberikan untuk
penulis.
6. Ibu Dr. drh. Savitri Novelina, M.Si, Bapak Dr. drh. Nurhidayat, Ibu Dr.
drh. Sri Wahyuni, Bapak drh. Supratikno, M.Si, Bapak Budi, Bapak Bayu,
dan staf penunjang di Laboratorium Bagian Anatomi, Histologi dan
Embriologi yang telah membantu penulis selama penelitian.
7. Bapak Kasnadi dan staf di Laboratorium Histopatologi atas bantuan yang
diberikan untuk penulis.
8. Tim penelitian “Shaker” (Ayu Berlianty, Rachmat Ayu DH, Santi

Purwanti, Dwi Kolina P, Gendis Aurum P dan Raditya P) atas perjuangan,
kerja sama dan motivasi yang telah diberikan selama penelitian.
9. Novi Tandria, Nina Maria BL, Krisna NF, Gita Nelfa, Hadi P, Binol, Soni,
Sifa, Edo, Fiona, Ipin, Ardinta, Galuh, Indra dan keluarga besar
Aesculapius 43 atas dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.
10. Sahabat-sahabatku (Yona Shylena, Gina Ramadyana, Endah Febrianty,
Citra Resmi) yang selalu memberikan motivasi, semangat dan doa untuk
penulis.
11. Penghuni WH dan Bateng 69 (Ibu guru Poppy, Memey, Mira, Jamil, Tia,
Ria, Nadia, Sri, Eping, Kelly, Megumi) atas dukungan, semangat dan doa
untuk penulis.

12. Keluarga besar UKM UKF yang telah memberikan semangat dan doa
untuk penulis.
13. Keluarga besar HIMAKOMET (Yuni, Catur, Arum, Azis, Yunus, Damas)
atas dukungan, motivasi dan doa yang diberikan kepada penulis.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna
sehingga penulis terbuka terhadap saran dan kritik yang diberikan. Semoga skripsi
ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2011

Asmawati

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro-Lampung pada tanggal
22 Juli 1988. Penulis adalah anak pertama dari dua
bersaudara pasangan bapak Ahmad (alm) dan ibu Sutimi,
AMa, Pd.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah
dasar pada tahun 2000 di SD N 2 Tempuran dan pada tahun
yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMP N 1
Metro hingga lulus pada tahun 2003. Pendidikan sekolah
menengah umum diselesaikan tahun 2006 di SMU N 1
Metro. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan untuk melanjutkan
pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI). Setelah masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB, penulis
memilih mayor Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di berbagai organisasi
eksternal dan internal kampus yaitu, Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga
Mahasiswa Lampung (OMDA KEMALA), UKM Uni Konservasi Fauna (UKF)
sejak tahun 2006-sekarang aktif menjadi staf Divisi Konservasi Karnivora (DKK),

tahun 2007-2008 tercatat sebagai staf Departemen Kemasyarakatan UKM UKF
IPB, dan pada tahun 2008-2009 penulis menjabat sebagai Bendahara Internal
UKM UKF IPB. Di kampus FKH IPB, penulis aktif dalam Himpunan Minat dan
Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HIMPRO HKSA) dan mengikuti
beberapa magang profesi, serta mengikuti berbagai kepanitiaan di dalam dan di
luar kampus. Salah satu kepanitiaan yang pernah diikuti adalah The First
Congress of South East Asia Veterinary School Association (SEAVSA) yang
diadakan oleh FKH IPB tahun 2010.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

xi
xii
xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................
Manfaat Penelitian ...........................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Tulang ..............................................................................................
Komponen Seluler Tulang ......................................................
Komponen Matriks Ekstraseluler Tulang ...............................
Klasifikasi Tulang ...................................................................
Osteogenesis (Proses Pembentukan Tulang) ..........................
Remodelling Tulang ................................................................
Proses Persembuhan Fraktur Tulang.......................................
Biomaterial (Bone Graft) ................................................................
Klasifikasi Bone Graft.............................................................
Mineral Apatit .........................................................................
Hidroksiapatit ..........................................................................
Trikalsium Fosfat ....................................................................
Karakteristik Implan Hidroksiapatit-Trialsium fosfat .............
Fisiologi Perbaikan Tulang dengan Bone Graft ...............................
Domba sebagai Hewan Coba ...........................................................

4
4
7
8
11
13
14
17
18
19
20
20
21
22
23

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ...........................................................................
Alat dan Bahan .................................................................................
Metode Penelitian ............................................................................
Pemeliharaan Hewan Coba .....................................................
Operasi Penanaman Implan HA-TKF .....................................
Perawatan Hewan Coba Pascaoperasi .....................................
Pemeriksaan Makroskopis dan Mikroskopis ..........................
Metode Pengamatan .........................................................................

25
25
25
25
26
27
27
29

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Makroskopis ................................................................
Pengamatan Mikroskopis .................................................................
Gambaran Mikroskopis Preparat Tulang Gosok .....................
Gambaran Mikroskopis Preparat Tulang Dekalsifikasi ..........
Kajian Morfologi Persembuhan Tulang ...........................................

30
33
33
37
45

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ......................................................................................

51

Saran.................................................................................................

51

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
LAMPIRAN ............................................................................................

52
57

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Persembuhan luka pada fraktur tulang tipe uncomplicated .........

17

2. Perubahan makroskopis jaringan tulang tibia dan implan HATKF pada berbagai periode pemanenan .......................................

30

3. Perubahan mikroskopis jaringan tulang tibia dan implan HATKF pada berbagai periode pemanenan .......................................

37

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1. Gambar permukaan luar tulang (periosteum) dan permukaan dalam
tulang (endosteum) .............................................................................

5

2. Gambar osteoblas, osteosit, matriks tulang ........................................

6

3. Gambar osteoklas, Howslip’ lacuna atau resorption bay ...................

7

4. Gambar struktur tulang .......................................................................

12

5. Gambar proses remodelling tulang .....................................................

13

6. Gambaran makroskopis persembuhan dan regenerasi tulang pada
kerusakan segmental tulang tibia domba yang diimplan dengan HATKF dan tanpa implan .......................................................................

32

7. Gambaran mikroskopis persembuhan tulang perlakuan (A) dan
tulang kontrol (B) pada hari ke-30 pascaoperasi. ...............................

34

8. Gambaran mikroskopis persembuhan tulang perlakuan (A) dan
tulang kontrol (B) pada hari ke-60 pascaoperasi ................................

35

9. Gambaran mikroskopis persembuhan tulang kontrol pada hari ke-60
pascaoperasi ........................................................................................

35

10. Gambaran mikroskopis persembuhan tulang perlakuan (A) dan
tulang kontrol (B) pada hari ke-90 pascaoperasi. ...............................

36

11. Gambaran mikroskopis persembuhan tulang perlakuan pada hari ke30 pascaoperasi. ..................................................................................

38

12. Gambaran mikroskopis persembuhan tulang perlakuan pada hari ke30 pascaoperasi. ..................................................................................

39

13. Gambaran mikroskopis persembuhan tulang kontrol pada hari ke-30
pascaoperasi ........................................................................................

40

14. Gambaran mikroskopis persembuhan tulang perlakuan pada hari ke60 pascaoperasi ...................................................................................

42

15. Gambaran mikroskopis persembuhan tulang kontrol pada hari ke-60
pascaoperasi ........................................................................................

43

16. Gambaran mikroskopis persembuhan tulang perlakuan pada hari ke90 pascaoperasi. ..................................................................................

44

17. Gambaran mikroskopis persembuhan tulang kontrol pada hari ke-90
pascaoperasi........................................................................................

44

 



 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan berbagai kasus penyakit tulang pada manusia seperti kanker
tulang, periodontitis, patah tulang dan lain-lain semakin meningkatkan kebutuhan
graft tulang atau biomaterial yang sesuai (Darwis 2008). Setiap tahun, jutaan
orang di seluruh dunia menderita kerusakan tulang yang diakibatkan oleh trauma,
tumor atau penyakit tulang. Persembuhan spontan pada beberapa kerusakan tulang
tersebut tidak mampu mengembalikan stabilitas fisiologis yang diperlukan. Dalam
kasus-kasus

tersebut

bahan

pengganti

tulang

sering

diperlukan

untuk

merekonstruksi morfologi anatomi dan memulihkan stabilitas tulang (Huber et al.
2009). Bahan pengganti tulang yang kurang ideal akan memperburuk keadaan
(Murugan & Ramakrishna 2004).
Biomaterial dapat didefinisikan sebagai inert yang diimplantasikan ke
dalam sistem hidup sebagai pengganti fungsi jaringan atau organ (Baht 2002).
Biomaterial juga dapat didefinisikan sebagai suatu material baik alami maupun
buatan manusia (sintetis) yang digunakan dalam berkontak dengan sistem biologi.
Tujuan penggunaan biomaterial adalah memperbaiki (repair), memulihkan
(restore), mengganti (replace) jaringan yang rusak/sakit atau sebagai interface
dengan lingkungan fisiologis (Darwis 2008). Biomaterial sintetik yang digunakan
sebagai bahan pengganti tulang yang ideal memiliki sifat bioaktif, biodegradabel,
bioresorbabel, dan biokompatibel dengan tubuh dalam waktu yang lama (Lane et
al. 1992). Selain itu, bahan pengganti tulang tidak bersifat toksik sehingga aman
dalam tubuh. Bahan pengganti tulang yang ideal juga memiliki sifat
osteokonduktif, osteoinduktif, dan dapat berintegrasi pada struktur tulang
(Laurencin & Yusuf 2009).
Substansi mineral penyusun tulang yang paling banyak terdiri dari apatit
(95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) (Broto 2004). Apatit dalam tulang
disebut apatit biologis. Komponen utama senyawa apatit adalah kalsium fosfat
yang terdiri dari berbagai fase, salah satunya adalah fase hidroksiapatit (HA) yang
merupakan bentuk paling stabil dibandingkan yang lainnya (Saraswathy et al.
2001). Hidroksiapatit dapat ditemukan pada tulang dan gigi manusia, serta


 

merupakan komponen yang lazim digunakan dalam mengisi kekosongan tulang.
Keterbatasan jumlah apatit biologis memicu perkembangan riset di bidang
biomaterial. Untuk mengatasinya dilakukan pembuatan HA secara kimia atau
apatit sintetik (Purnama 2006).
Percobaan pemasangan implan dengan HA pertama kali diteliti pada
hewan anjing dengan kerusakan tulang di bagian proksimal tulang tibia. Pada
studi ini persembuhan tulang terjadi dengan baik, cepat dan tanpa efek samping
(Karabatsos et al. 2001). HA memiliki sifat stabil, namun bahan ini memerlukan
waktu yang lama untuk dapat diserap tubuh. Maka untuk mengimbanginya
ditambahkan trikalsium fosfat (TKF) yang dapat diserap lebih cepat oleh tubuh.
Penggabungan HA-TKF diharapkan dapat digunakan dalam implantasi tulang dan
ideal untuk manusia.
Domba merupakan salah satu hewan yang dapat digunakan dalam
penelitian ortopedik seperti patah tulang, osteoporosis dan osteoarthritis (Martini
et al. 2001). Selain itu, domba cocok digunakan dalam pengujian bahan
implantasi tulang karena memiliki dimensi tulang panjang yang sesuai untuk
implantasi (Newman et al. 1995). Penggunaan domba dalam eksperimental juga
sering diterapkan untuk pengujian biokompatibilitas berbagai biomaterial
(Hunziker 2003). Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui bioaktivitas yang
berkaitan dengan resorpsi, integrasi dari bahan yang ditanam ke dalam tulang
(Hing et al. 1998). Struktur morfologi tulang panjang pada domba sesuai dengan
fungsi dan beban mekanik serta memiliki kesamaan metabolisme tulang yang
sesuai dengan manusia (Nuss et al. 2006). Berbagai riset menunjukkan bahwa
domba dan manusia memiliki pola yang sama pada pertumbuhan tulang ke implan
berpori dalam hal remodelling tulang (Pearce et al. 2007).
Oleh karena itu, peneliti mencoba menguji potensi dari bahan implan HATKF pada tulang tibia domba sebagai bahan pengganti tulang. Material implan
yang diuji telah melalui proses karakterisasi baik secara fisika, mekanika, dan
kimiawi. Pengujian secara in vivo ini dilakukan untuk mempelajari tingkat serta
kecepatan pertumbuhan tulang dan nasib implan HA-TKF pada persembuhan
kerusakan tulang segmental melalui kajian morfologi tulang.


 

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji morfologi proses persembuhan implan
tulang dengan bahan pengganti tulang sintetik HA-TKF dan mengevaluasi aspekaspek yang mungkin terkait dengan biokompatibilitas, osteokonduktivitas,
biodegradabilitas dan bioresorbabilitas implan HA-TKF.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai potensi implan
HA-TKF sebagai bahan pengganti tulang (bone graft) sintetik. Informasi ini
diharapkan dapat menunjang penelitian selanjutnya sehingga dihasilkan
biomaterial yang dapat digunakan sebagai bahan pengganti tulang yang ideal.

4   
 

 

TINJAUAN PUSTAKA
Tulang
Kerangka tubuh terbentuk dari tulang rawan, tulang dan persendian.
Tulang merupakan jaringan ikat khusus, karena mempunyai fungsi khusus serta
komponennya terdiri dari sel-sel khusus yang berbeda dengan jaringan ikat
lainnya (Astawan 2002). Tulang memiliki fungsi penting bagi tubuh yaitu
melindungi dan menyokong organ-organ internal dan sebagai tempat melekatnya
otot dan tendon (Price & Wilson 2006). Tulang juga berperan dalam fungsi
metabolik dengan menyediakan sumber kalsium untuk memelihara keseimbangan
kadar kalsium dalam darah serta menyediakan beberapa faktor pertumbuhan
(growth factor) seperti transforming growth factor (TGF-ß) yang berperan dalam
remodelling (Dellmann & Eurell 1998).
Tulang dapat dibentuk dari differensiasi jaringan ikat secara langsung atau
bagian dari perubahan dan pertumbuhan tulang rawan sebelumnya. Jaringan ini
memiliki kemampuan sebagai tempat penyimpanan mineral, khususnya kalsium
dan hampir sebagian besar berupa kristal hidroksiapatit. Bahan tersebut yang
membedakan tulang dengan jaringan ikat lainnya, termasuk tulang rawan
(Samuelson 2007).
Tulang memiliki komponen seluler yang terdiri dari berbagai macam sel
tulang. Sel tersebut antara lain prekursor osteogenik atau osteoprogenitor,
osteoblas, osteosit dan osteoklas serta elemen hematopoetik dari sumsum tulang
(Kalfas 2001). Sedangkan komponen ekstraseluler terdiri dari bahan organik dan
anorganik pembentuk matriks (Samuelson 2007).
Komponen Seluler Tulang
Bagian luar permukaan tulang dikelilingi oleh lapisan jaringan yang
disebut periosteum, kecuali pada bagian ujung persendian sinovial (Samuelson
2007). Periosteum terdiri dari pembuluh darah, lapisan tebal jaringan ikat fibrosa
(kapsul) dan stem sel atau sel osteogenik (Gambar 1A) yang akan berkembang
menjadi sel osteoblas. Tulang memiliki ruang internal yaitu ruang sentral atau
ruang sumsum tulang. Ruang tersebut dilapisi oleh selapis jaringan tipis yang
disebut endosteum (Gambar 1B). Lapisan endosteum terdiri dari selapis sel


 

 

osteogenik dan memiliki jaringan ikat yang sangat sedikit dibandingkan dengan
lapisan periosteum (Samuelson 2007).

A

Gambar 1

B

A. Gambaran permukaan luar tulang, lapisan fibrosa (3), lapisan
osteogenik (9), sumsum tulang (5), periosteum (10), B. Permukaan
dalam tulang, endosteum (2), osteosit (8) dengan pewarnaan
Hematoksilin Eosin (HE) (Bacha & Bacha 2000)

Komponen seluler tulang terdiri dari sel osteogenik atau osteoprogenitor,
osteoblas, osteosit, osteoklas, (Samuelson 2007; Dellman & Eurell 1998) dan
unsur-unsur hematopoetik dari sumsum tulang (Kalfas 2001).
Sel osteogenik atau sel osteoprogenitor memiliki peranan penting dalam
perkembangan dan remodelling tulang (Samuelson 2007). Sel tersebut terdapat
pada lapisan periosteum, saluran Haver’s, Volkmann, dan kanalis medullaris. Sel
osteoprogenitor merupakan sel primitif turunan sel mesenkimal yang dapat
membentuk sel osteoblas (Mills 2007).
Osteoblas adalah sel yang bertanggung jawab untuk mensintesis,
mentransfer dan mengatur komponen bahan organik matriks tulang yang disebut
osteoid atau prebone (Mills 2007). Bahan organik tersebut berupa kolagen,
proteoglycans dan glycoprotein. Osteoblas berasal dari sel osteogenik yang ada
pada permukaan tulang. Bentuk osteoblas dalam keadaan metabolisme aktif
cenderung lebih kuboid dan basophilic. Saat osteoblas dalam keadaan tidak aktif
mensintesis osteoid, sel ini berbentuk gepeng dan bersifat kurang basophilic
(Samuelson 2007).
Osteoblas yang masuk ke dalam matrik tulang maka dinamakan osteosit.
Osteosit muda sebenarnya tidak benar-benar bermigrasi ke dalam matriks tulang,
tetapi terisolasi di sekitar matriks, dengan demikian osteosit merupakan osteoblas
dewasa yang terkapsulasi dan termineralisasi oleh matriks tulang. Sel tersebut
berada pada ruang berbentuk oval atau disebut lakuna. Penjuluran dari sel-sel


 

 

osteosit akan membentuk kanalikuli. Penjuluran kanalikuli terbentuk secara radial.
Antara kanalikuli tersebut saling dihubungkan dengan formasi gab junction.
Koneksi filopodial gap junctions ini berfungsi sebagai ”life support line” yaitu
menyediakan jalur lintasan nutrisi dan jalur lintasan sisa-sisa metabolisme dari sel
ke sel lainnya (Samuelson 2007).
Osteosit memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan osteoblas,
memiliki sedikit organel dan sitoplasma. Peranan osteosit adalah memelihara
lingkungan ekstraseluler yang termineralisasi. Ketika distimulasi oleh hormon
paratiroid (PTH), osteosit mampu mengeluarkan mineral berupa kalsium secara
cepat dengan mensekresikan enzim hidrolase. Proses ini dikenal dengan osteolisis
osteosit (Samuelson 2007).

Gambar 2 Osteoblas, osteosit, matriks tulang (Caceci 2007)
Osteoklas adalah multinukleat giant sel yang memiliki 6-50 atau lebih inti
sel yang berperan dalam penyerapan dan remodelling jaringan tulang (Samuelson
2007). Ukuran diameternya sekitar 40 sampai 100µm (Dellman & Eurell 1998).
Sitoplasma bersifat acidophilic, kaya akan lisosom, memiliki banyak mitokondria
dan apparatus Golgi. Osteoklas berasal dari organ sumsum tulang dan merupakan
derivat dari gabungan monosit. Pada proses pertumbuhan dan dalam remodelling
tulang, osteoklas akan secara kontinyu melakukan penyerapan (osteoclasia).
Proses ini merupakan hasil sekresi dari beragam material yaitu asam laktat dan
asam sitrat yang memiliki pH rendah dan memfasilitasi pembebasan mineral, serta


 

 

enzim hidrolitik kuat (acid hydrolase, collagenase, dll) yang mampu mencerna
matriks ekstraseluler (ECM).

Gambar 3 Osteoklas, Howslip’ lacuna atau resorption bay (Caceci 2007)
Setiap osteoklas melalui proses enzimatik kemudian mendepres bagian
matriks yang disebut Howslip’s lacuna atau resorption bay (Gambar 3). Selama
tulang aktif melakukan penyerapan, sel tersebut akan berkontak langsung dengan
bony matrik (Samuelson 2007; Mills 2007)

Komponen Matriks Ekstraseluler Tulang
Sebagian besar komposisi tulang berupa matriks ekstraseluler, dua
pertiganya adalah bahan anorganik dan sisanya merupakan bahan organik
(Samuelson 2007). Sebagian besar bahan organik tersebut berupa serabut kolagen
tipe I dan sejumlah kecil bahan dasar (dalam bentuk amorphous). Bahan
anorganiknya berupa bahan mineral kalsium yang ditemukan dalam beberapa
varian

hidroksiapatit

[Ca10(PO4)6(OH)2].

Bahan

mineral

lainnya

seperti

bikarbonat, magnesium, natrium, kalium, tembaga, seng, mangan dan lainnya.
Secara umum tulang tersusun oleh 30% substansi organik, 55% substansi
anorganik dan 10% air (Aoki 1994)
Kristal hidroksiapatit disusun dalam tata cara yang terorganisasi dalam
mengatur pembuatan serabut kolagen dan dengan gap regionya. Molekul-molekul
proteoglycan yang berjumlah sedikit memiliki komponen utama yang terdiri dari
glycosaminoglycans sulfat, chondroitin 4 sulfat dan keratin sulfat yang melekat
pada hyaluronans, dan membentuk komponen agrecans yaitu hyaloronic
proteoglycan aggregate yang melapisi kristal hidroksiapatit.


 

 

Proteoglycans dalam komposisi tersebut adalah instrumen dalam inisiasi
dan inhibisi (penghambat) mineralisasi tulang. Selama terjadi proses mineralisasi
secara normal berlangsung, jumlah proteoglycans di dalam matriks ekstraseluler
(ECM) relatif menurun. Jadi terdapat hubungan timbal balik antara jumlah
proteoglycans dan derajat mineralisasi pada pertumbuhan tulang (Samuelson
2007). Bahan dasar yang terutama terdiri dari komponen agregat tersebut,
memungkinkan air untuk berkontak dengan kristal dan terjadi pertukaran ion.
Glycoprotein terdiri dari osteocalcin dan osteopontin, keduanya dapat mengikat
kristal kemudian pada bahan lain integrin termasuk protein transmembran yang
berasosiasi dengan osteoblas dan osteoklas dan banyak tipe sel yang lain termasuk
fibroblast. Sialoprotein adalah matrik yang mempunyai fungsi adhesif, dapat
mengikat integrin dari sel pembentuk tulang dan komponen matriks tulang.
Proses mineralisasi di dalam ECM tulang tidak sepenuhnya diketahui.
Secara tidak pasti mempengaruhi kehadiran vesikel matriks, dikeluarkan ke
osteoid oleh osteoblas. Vesikel dipenuhi oleh kalsium dan ion fosfat dengan cyclic
adenosine monophosphate (AMP), adenosine triphosphate (ATP) dan adenosine
triphosphatase (ATPase) kemudian dua enzim lainnya yaitu alkaline phosphatase
dan pyrophosphatase, serta protein yang mengikat kalsium. Selain itu, vesikel
memiliki pompa kalsium yang memungkinkan pergerakan lebih jauh dari elemen
ini ke dalam ECM. Setiap vesikel berada pada beberapa level struktur autonom
yang dapat membentuk kristal hidroksiapatit di luar sitoplasma dari osteoblas dan
osteosit dan di daerah ECM prebone. Sebagai kristal yang dikeluarkan dari
vesikel dan ditimbun di sepanjang permukaan dekat dengan molekul kolagen,
kemudian daerah tersebut menjadi mikrosenter dari lanjutan kalsifikasi dan
mineralisasi setelah periode terakhir dengan berangsur-angsur kehilangan air.

Klasifikasi Tulang
Klasifikasi tulang dapat dilihat dari segi perkembangannya, konfigurasi
dan pengaturannya. Berdasarkan perkembangannya, tulang dibedakan menjadi
tulang dewasa (mature) dan tulang yang masih belum dewasa (immature). Tulang
yang belum dewasa ada pada tulang fetus, primer, spogiosa dan postnatal.
Kemudian tulang dewasa (mature) adalah tulang yang secara umum lebih kompak


 

 

dari pada tulang yang belum dewasa, tersusun dari matriks yang tertimbun oleh
serabut kolagen.
Berdasarkan konfigurasinya, tulang dibagi ke dalam dua tipe yaitu
spongiosa (trabekular) dan tipe kompakta (kortikal). Tulang spongiosa terdiri dari
tulang cancellous merupakan jaringan yang umumnya memiliki bentuk
berlubang-lubang seperti spon. Jarak antara lubangnya (interoseus) lebih besar
dari pada tulang kompakta. Tipe tulang ini sering dideskripsikan sebagai tulang
yang belum dewasa (immature bone), terutama pada pertumbuhan bagian dari
epifisis dan diafisis dari tulang panjang (Samuelson 2007). Tulang trabekular
(cancellous atau medullary) memiliki berat 20% dari keseluruhan massa tulang.
Didapatkan pada bagian dalam tulang dan terutama pada tulang vertebra. Terdiri
dari spikula tipis tulang yang meluas dari korteks menuju ruang medula. Jaringjaring spikula tulang terlihat sebagai garis yang muncul pada beberapa daerah
yang terdapat osteoblas dan osteoklas serta sel-sel yang terlibat pada remodelling
tulang. Tulang trabekula secara konstan akan disintesa dan diserap oleh elemen
seluler. Tulang kompak (kortikal) menempati 80% dari keseluruhan massa tulang
dan merupakan lapisan terluar (korteks) tulang. Sel tulang kortikal terdiri dari
jaringan padat yang sebagian besar tersusun dari mineral tulang dan elemen
matriks ekstraseluler, terpisahkan oleh penetrasi pembuluh darah dan sekumpulan
osteosit yang ada di dalam tulang. Osteosit ini saling berhubungan satu sama lain
dengan osteoblas pada permukaan tulang yang disebut kanalikuli dimana terjadi
proses penyebarluasan osteosit seluler. Hubungan ini memungkinkan perpindahan
Ca2+ dari dalam tulang ke permukaan, proses ini biasa disebut osteolisis osteosit.
Kepadatan tulang kortikal menghasilkan suatu kekuatan terhadap beban yang
berat yang mengenai tulang-tulang panjang (Baron & Emile 2003).
Berdasarkan pengaturannya tulang padat dibedakan antara tulang lamellar
dan tipe tulang osteon. Tulang lamellar terdiri dari lapisan-lapisan atau lamellamel tulang yang berada pada daerah periosteum dan endosteum. Sedangkan tipe
tulang osteonal terdiri dari lamel-lamel yang tersusun secara silinder atau disebut
osteon (Haversian sistem).
Tulang dewasa sebagian besar komponennya terdiri dari satu unit struktur
yang bersifat silindris dinamakan osteon atau sistem Haversian. Setiap osteon

10 
 

 

terdiri atas: a) matriks tulang yang berupa lamel-lamel konsentris (lamel-lamel
khusus) yang mengelilingi saluran Haver’s (canalis centralis). Pada saluran ini
terdapat pembuluh darah dan syaraf yang menyuplai nutrisi ke osteon; b) lakuna
yang berisi osteosit, terletak pada lamel-lamel tulang; c) kanalikuli, merupakan
penjuluran-penjuluran osteosit yang tersusun secara radial terhadap saluran
Haver’s. Kanalikuli ini berhubungan dengan saluran Haver’s dan membantu difusi
nutrisi maupun sisa metabolisme baik dari pembuluh darah ke osteosit maupun
sebaliknya (Samuelson 2007; Dellmann & Eurell 1998)
Diantara osteon-osteon terdapat sisa-sisa lamel osteon sebelumnya dan
dinamakan lamel-lamel interstitial. Panjang sumbu osteon sejajar atau paralel
dengan sumbu tulang. Serabut kolagen tulang tersusun paralel satu dengan lainnya
pada lamel-lamel khusus, sehingga potongan memanjangnya menyerupai kayu.
Pada sisi luar osteon, terdapat lamel-lamel umum luar (outer circumferential
lamellae), sedangkan lamel-lamel umum dalam (inner circumferential lamellae)
terdapat disebelah dalam osteon berbatasan dengan sumsum tulang (Samuelson
2007; Dellmann & Eurell 1998).
Saluran Volkmann (perporating canal) merupakan saluran yang
menghubungkan dua saluran Haver’s dan juga merupakan saluran tempat
pembuluh darah dan syaraf berjalan mulai dari permukaan periosteum dan
endosteum sampai mencapai saluran Haver’s (Gambar 4). Saluran ini tidak
dikelilingi oleh lamel dan merupakan ciri khusus dalam identifikasi secara
histologi (Samuelson 2007; Dellmann & Eurell 1998). Berikut gambaran sistem
Haversian dan lamelar ditunjukkan pada Gambar 4.

11 
 

 

Gambar 4 Struktur tulang (Lerro 2007).

Osteogenesis (Proses Pembentukan Tulang)
Osteogenesis atau proses pembentukan tulang dapat diklasifikasikan
menjadi dua cara, yaitu osifikasi intramembranous dan osifikasi endokhondral.
Pembentukan tulang langsung dari jaringan ikat, proses ini dinamakan osifikasi
intramembranous sedangkan proses pembentukan tulang dimulai dari tulang
rawan disebut osifikasi endokhondral atau osifikasi intrakartilagous (Samuelson
2007).

Osifikasi Intramembranous
Proses terjadinya osifikasi intramembranous dimulai dari vaskularisasi di
jaringan ikat. Kemudian terjadi kondensasi sel-sel mesenkim ke tempat tulang
yang akan dibentuk. Sel osteoprogenitor berdeferensiasi menjadi osteoblas. Sel
tersebut mulai mensintesis dan mensekresikan osteoid. Komponen utama yang
disekresikan

oleh

osteoid

adalah

kolagen.

Selama

awal

osifikasi

intramembrenous, osteoblas dikelilingi oleh sebagian matriks yang dimineralisasi
dan berisi serabut kolagen. Osteoid banyak diproduksi, diikuti oleh mineralisasi

12 
 

 

lengkap. Sebagian osteoblas menjadi terisolasi di lakuna dan menjadi osteosit.
Sebagian kecil menjadi pusat osifikasi. Dari pusat osifikasi kemudian menyebar
ke beberapa arah membentuk trabekular (Dellman & Eurell 1998).
Saat osteoblas mensintesis dan mensekresikan bahan organik matriks,
plasmalemmma buds, disebut vesikel matriks, bentuk selnya panjang dan saling
berdekatan di pinggir dengan osteoid dan dalam posisi menjepit. Vesikel matriks
berisi lipid, akumulasi ion kalsium, dan memiliki ativitas alkaline phosphatase,
semua ini dibutuhkan untuk menginisiasi dan memelihara mineralisasi
(Samuelson 2007).

Osifikasi Endokhondral
Osifikasi endokhondral merupakan proses pertumbuhan atau pembentukan
tulang yang berasal dari tulang rawan hialin atau kartilago (Mills 2007). Hampir
semua tubuh awalnya tumbuh sebagai tulang rawan pada tingkat embrio, namun
pertumbuhannya dilanjutkan dengan proses osifikasi endokhondral. Pada tingkat
seluler, sel-sel kartilago akan berubah menjadi osteoblas kemudian osteosit. Pada
osifikasi ini dikenal pusat osifikasi primer (primary center of ossification) di
diafisis serta pusat osifikasi sekunder (secondary ossification center) di epifisis
(Samuelson 2007; Mills 2007).
Pada diafisis, sel-sel kartilago mengalami tiga hal, yaitu hipertropi,
kalsifikasi matriks serta kematian sel-selnya. Selain itu, perikhondrium akan
mengalami vaskularisasi sehingga sel-sel kartilago akan berubah menjadi
osteoblas. Perikhondrium yang merupakan bagian permukaan dari kartilago
berubah menjadi periosteum. Pemanjangan tulang berlangsung hanya pada
perbatasan antara diafisis dan epifisis (lempeng epifisis). Hal ini dikarenakan
hanya sel-sel kartilago di bagian inilah yang mampu berproliferasi. Mendekati
diafisis, sel-sel ini mengalami hipertropi dan matriksnya akan mengalami
kalsifikasi. Osifikasi pertama kali terjadi di diafisis, yaitu pusat osifikasi primer,
pada akhir masa embrionik.
Pada waktu lahir, sebagian besar diafisis telah mengalami osifikasi,
sedangkan epifisis masih berupa kartilago. Osifikasi sekunder baru berlangsung
pada tahun-tahun pertama usia bayi. Karena osifikasi dari dua arah, dari epifisis

13 
 

 

dan diafisis, hanya daerah di tengah-tengah kedua daerah itulah (lempeng epifisis)
yang masih berupa kartilago. Kartilago ini akan terus berproliferasi yang diikuti
dengan osifikasi. Saat seluruh lempeng epifisis telah mengalami osifikasi, berarti
masa pertumbuhan tulang telah berhenti.

Remodelling Tulang
Remodelling merupakan reorganisasi atau renovasi struktur tulang lama.
Terjadi resorpsi jaringan tulang dan deposisi simultan tulang baru pada tulang
normal, kedua proses ini berada dalam keseimbangan yang dinamis (Dorland
2002). Menurut Mills (2007) remodelling adalah proses yang dinamis, pada
proses ini terjadi pengurangan dan penggantian tulang baik kortikal atau tulang
trabekular. Proses ini akan berlanjut sepanjang hidup untuk mempertahankan
massa tulang, integritas kerangka dan fungsi kerangka. Kejadiannya sangat
komplek dan sebagian dikontrol oleh sistem syaraf pusat melewati hormon
(contohnya leptin) dan induksi mekanik dari kerusakan kecil. Prosesnya juga
sangat bergantung pada integrasi gerakan dari osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Sel-sel tersebut secara bersamaan membentuk basic sellular unit dari tulang, pada
saat dewasa resorpsi dalam remodelling tulang kira-kira terjadi sebanyak 10% dari
jumlah kerangka pertahunnya (Mills 2007). Proses remodelling diawali pada
permukaan bony dan tergabung dalam beberapa tahapan aktivitas sel yaitu
aktivasi, resorpsi, reversal (pengembalian), dan formasi atau pembentukan tulang.
Rangkaian aktivitas remodelling tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Tahap aktivasi bergantung pada sel yang berdeferensiasi menjadi
osteoblas, yang ada di permukaan tulang atau sumsum tulang, bertindak pada
prekursor sel darah (hemapoetic cells) untuk membentuk osteoklas yang akan
menyerap tulang. Proses resorpsi terjadi di bawah lapisan sel (lining sel) (Gambar
5). Setelah fase reversal, osteoblas memulai untuk pembentukan tulang baru. Sisa
osteoblas di dalam tulang akan berubah menjadi osteosit. Masing-masing osteosit
akan berhubungkan satu sama lain dan dihubungkan juga ke permukaan osteoblas.
Fase resorpsi berakhir hanya pada beberapa minggu tetapi fase formasi terjadi
lebih lambat, yaitu berlangsung selama beberapa bulan untuk melengkapinya,

14 
 

 

sebagai lapisan yang banyak pada tulang baru dibentuk oleh berturut-turut
gelombang dari osteoblas.

Gambar 5 Proses remodelling tulang ( Lerro 2007).

Proses Persembuhan Fraktur Tulang
Kerusakan pada fraktur dapat terjadi karena trauma atau tenaga fisik.
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya (Price & Wilson
2006). Dalam kasus ini penggunaan bone graft mungkin diperlukan untuk
memperbaiki kerusakan tersebut.
Salah satu aplikasi bone graft yaitu dengan menanamkannya pada
kerusakan spinal fusion. Menurut Boden et al. (1995), proses penyatuan bone
graft di dalam spinal fusion model hampir sama dengan proses persembuhan
tulang yang terjadi dalam keadaan persembuhan fraktur.
Persembuhan fraktur akan mengembalikan jaringan yang rusak menjadi
jaringan tulang yang sesuai. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor lokal
maupun sistemik. Persembuhannya terjadi dalam empat tahap berbeda tetapi
saling tumpang tindih, antara lain: 1. Tahap hemoragi dan tahap awal inflamasi, 2.

15 
 

 

tahap perbaikan (pembentukan kalus) dan 3. tahap pembentukan tulang rawan dan
terakhir 4. tahap remodelling (Kalfas 2001).
1. Tahap Hemoragi dan Tahap Awal Inflamasi
Saat terjadi fraktur maka pembuluh darah akan mengalami kerusakan atau
ruptur dan terjadi hemoragi di dalam daerah fraktur, jika darah merembes
melewati periosteum di dalam otot. Kemudian darah mengalami koagulasi dan
mengisi ruang terjadinya fraktur (Cheville 2006), atau terjadi hematoma dalam
ruang fraktur (Kalfas 2001). Adanya trauma pada kejadian fraktur akan
menginduksi tahap inflamasi (Cheville 2006). Pada tahap ini, sel-sel peradangan
seperti monosit, limfosit, sel-sel polimorfonuklear dan fibroblast menginfiltrasi
tulang yang diperantarai oleh prostaglandin (Kalfas 2001). Monosit yang masuk
ke dalam daerah fraktur akan bertransformasi menjadi makrofag yang memainkan
peranan penting dalam persembuhan tulang (Tabel 1) (Cheville 2006). Hal ini
akan menyebabkan pembentukan jaringan granulasi, pertumbuhan jaringan
pembuluh darah (neovaskularisasi), dan migrasi dari sel-sel mesenkimal (Kalfas
2001). Tahap ini terjadi pada awal kerusakan yaitu satu sampai lima hari pertama
setelah terjadi kerusakan.
2. Tahap Perbaikan (Pembentukan Kalus)
Tahap perbaikan fraktur diawali dengan pembentukan kalus kemudian
sampai 48 jam setelah fraktur, darah yang mengendap akan diinfiltrasi oleh sel
osteogenik yang ada pada lapisan periosteum, endosteum dan sumsum tulang. Sel
tersebut berproliferasi di pinggir fraktur dan dengan cepat menghampiri endapan
dan perbatasan area nekrotik. Kalus merupakan jaringan baru antara dua ujung
fraktur yang kemudian akan berubah menjadi jaringan tulang (Dorland 2002).
Awalnya, terjadi jaringan granulasi (kalus lunak) dan kemudian berubah menjadi
kartilago atau tulang (kalus keras). Fase jaringan granulasi diperpanjang dan
formasi jaringan tulang rawan hialin akan menyokong sampai terjadi
pembentukan tulang di kalus.
3. Tahap Pembentukan Tulang Rawan
Dalam waktu satu minggu, proliferasi sel akan mulai berdeferensiasi
menjadi khondroblas. Material matriks yang dilepaskan dari permukaan
khondroblas yang tertimbun dalam lingkaran yang mengeliling sel. Dalam proses

16 
 

 

kalsifikasi tulang rawan, vesikel matriks kecil keluar dengan proses enzimatik
(alkaline fosfatase dan enzim untuk ATP-dependent calcium transport) yang
meningkatkan konsentrasi lokal dari orthofosfat yang akan berfungsi untuk
membentuk hidroksiapatit. Pada hari ke 7-10, pH di dalam kalus meningkat dan
akan menyokong endapan garam kalsium.
Tulang rawan yang terbentuk keberadaannya hanya sementara dan pada
akhirnya akan digantikan dengan tulang sebenarnya (woven bone) melalui tahap
remodelling, dan membutuhkan waktu untuk menjadi tulang lamellar (lamellar
bone). Matriks ekstraseluler tulang rawan mengalami kalsifikasi, kemudian
menyebabkan khondrosit mati. Tulang baru terbentuk sebagai tulang rawan yang
disintegrasi. Osteosit berkembang dari pluripoten mesenkim sel, fibroblast, dan
deposit osteoid. Selama tahap perbaikan, fibroblast menuju stroma yang akan
membantu pertumbuhan pembuluh darah (vaskular). Tahap perubahan tulang
rawan menjadi tulang terjadi melalui mekanisme osifikasi endokhondral.
4. Tahap Remodelling
Persembuhan fraktur akan sempurna selama tahap remodelling. Pada tahap
ini kerusakan tulang telah kembali mempunyai bentuk, struktur, dan kekuatan
mekanik seperti semula. Remodelling tulang terjadi secara perlahan selama
beberapa bulan bahkan tahun. Kekuatan tulang yang memadai akan dicapai dalam
tiga sampai enam bulan (Kalfas 2001).
Dalam pemasangan bone graft terdapat penggabungan antara tulang dan
biomaterialnya. Persembuhan ini tidak sepenuhnya mirip dengan keadaan
persembuhan fraktur. Seperti pemasangan bone graft (autograft) pada prosedur
cangkok tulang belakang, selama proses persembuhannya tulang dan graft
digabungkan oleh proses yang terintegrasi. Tulang lama mengalami nekrosis
secara perlahan dan diserap kembali dan sekaligus digantikan dengan tulang baru
yang lebih baik. Proses penggabungannya disebut “creeping subtitution’’(Lane et
al. 1992), sel-sel primitif mesenkim berdeferensiasi menjadi osteoblas yang
tersimpan di sekitar inti osteoid dari tulang yang nekrosis. Proses dari penggantian
dan remodelling pada akhirnya akan digantikan dari tulang yang nekrosis dalam
graft tersebut.

17 
 

 

Masa yang paling kritis dalam penyembuhan tulang adalah mingguminggu pertama sampai minggu kedua. Pada saat ini peradangan dan
revaskularisasi terjadi. Penggabungan dan remodelling tulang dari sebuah bone
graft membutuhkan sel-sel mesenkim yang memiliki akses vaskuler ke graft
untuk berdeferensiasi menjadi osteoblas dan osteoklas. Berbagai faktor sistemik
dapat menghambat penyembuhan tulang, contohnya malnutrisi, diabetes, rematik
arthritis, dan osteoporosis. Bone graft juga sangat dipengaruhi oleh faktor
mekanikal lokal selama tahap remodelling tulang, kepadatan, geometri, ketebalan,
dan orientasi trabekular tulang dapat berubah tergantung pada persyaratan
mekanik dari graft.

Tabel 1 Persembuhan luka pada fraktur tulang tipe sederhana (uncomplicated)
Waktu

Proses persembuhan

Immediate

Hemoragi dan pembentukan hematoma
Pembekuan darah pada perbatasan fraktur
Invasi makrofag untuk menghilangkan debris, RBC, dan fibrin
Nekrosis sel osteosit pada daerah fraktur

1-5 hari

Edema dan pengendapan fibrin pada jaringan sekitar fraktur
Invasi jaringan granulasi
Proliferasi khondrosit dan osteoblas dari pinggir periosteal dan endosteal

3-7 hari

Pembentukan provisional kalus sebagai tulang yang merupakan
penghubung oleh jaringan dan pulau-pulau granulasi dari tulang rawan

1-4 minggu

Bony kalus terbentuk oleh proses kalsifikasi, penghubung (jembatan) dari
provisional kalus dari hubungan trabekula osteoid yang diproduksi oleh
osteoblas

>4 minggu

Remodelling tulang: proses osteoclasia terus berlangsung dan
pembentukan oleh osteoblas; Penghilangan eksternal kalus; Pelekukan
internal kalus untuk membentuk sumsum tulang

(Cheville 2006)

Biomaterial (Bone graft)
Bone graft merupakan bahan pengganti tulang yang digunakan dalam
perbaikan fraktur yang kompleks. Bahan ini digunakan juga untuk perbaikan
kerusakan (defek) tulang karena cacat bawaan, traumatik, operasi kanker tulang
dan rekontruksi kranial atau fasial. Bone graft yang sering digunakan dalam
kasus-kasus tersebut adalah bahan autograft yaitu bahan cangkok tulang yang
diperoleh dari individu atau spesies itu sendiri, tulang pengganti yang sering

18 
 

 

digunakan adalah os ilium. Jaringan autograft memang merupakan jaringan yang
sangat ideal untuk bone graft karena memiliki karakteristik yang sesuai dalam
memicu pertumbuhan tulang seperti osteokonduktif, osteogenik dan osteoinduktif
(Laurencin & Yusuf 2009). Pemanenan tulang pengganti di bagian tulang lain
dapat menimbulkan komplikasi seperti inflamasi, infeksi, kerusakan kronis
apabila operasi tidak dilakukan dengan baik. Selain itu, jumlah jaringan yang
dapat dipanen sangat sedikit, sehingga menjadi kendala dalam ketersediaan.
Bone graft lainnya yang dapat digunakan yaitu allograft. Allograft adalah
bahan pengganti tulang yang diperoleh dari individu lain dari spesies yang sama.
Sebagai alternatif dari autograft, allograft dapat diambil dari donor manusia atau
kadaver. Namun penggunaannya memiliki resiko seperti adanya bahan pengawet
jaringan dan perlakuan jaringan sebelum dicangkokkan mengandung bahan
berbahaya seperti bahan pengawet ethylene oxide. Resiko lainnya, allograft
berpotensi menjadi transmisi penyakit-penyakit infeksius dari danor ke resipien
seperti hepatitis dan HIV AIDS. Sedangkan bone graft yang berasal dari hewan
sering disebut xenograft. Kedua bone graft ini terkadang menimbulkan reaksi
penolakan dari tubuh (Ratih et al. 2003). Sebagai alternatif lain pengganti tulang
(bone graft) juga dapat disintesis dari berbagai biomaterial, seperti hidroksiapatit,
trikalsium fosfat, hidrogel dan lain-lain.

Klasifikasi Bone Graft
Menurut (Laurencin et al. 2001), klasifikasi bone graft berdasarkan bahan
dasarnya antara lain:


Allograft-based bone graft substitutes, menggunakan allograft itu sendiri
atau dikombinasi dengan material lainnya.



Factor-based bone graft substitutes adalah berupa faktor pertumbuhan
yang alami atau rekombinan, digunakan dengan growth factor itu sendiri
atau dikombinasi dengan material lainnya, seperti transforming growth
factor-beta (TGF-beta), platelet-derived growth factor (PDGF), fibroblast
growth factor (FGF) dan bone morphogenetic protein (BMP).

19 
 

 


Cell-based

bone

graft

substitutes

menggu