Pertumbuhan Bibit Shorea stenoptera Burck. F. terhadap Aplikasi Kompos Serasah Shorea sp. dan Fungi Scleroderma columnare pada Tanah Latosol

PERTUMBUHAN BIBIT Shorea stenoptera Burck. F. TERHADAP
APLIKASI KOMPOS SERASAH Shorea sp. DAN FUNGI Scleroderma
columnare PADA TANAH LATOSOL

MOHAMAD SAEFUDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pertumbuhan bibit
Shorea stenoptera Burck. F. terhadap Aplikasi Kompos Serasah Shorea sp. dan
Fungi Scleroderma columnare pada Tanah Latosol” merupakan gagasan dan
karya saya beserta pembimbing yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir Tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Mohamad Saefudin
NIM E451110151

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
MOHAMAD SAEFUDIN. Pertumbuhan bibit Shorea stenoptera Burck. F.
terhadap Aplikasi Kompos Serasah Shorea sp. dan Fungi Scleroderma columnare
pada Tanah Latosol. Dibimbing oleh BASUKI WASIS dan ERDY SANTOSO.
Shorea stenoptera Burck. F. memiliki serasah yang lama terdekomposisi.
Serasah terdekomposisi secara alami setelah 9 bulan. Serasah yang jatuh dilantai
hutan merupakan salah satu siklus produksi hutan. Produksi hara dalam hutan
tergantung pada kecepatan dekomposisi dikarenakan tanaman membutuhkan
ketersediaan hara yang cukup seimbang. Upaya untuk memaksimalkan siklus hara
dengan memanfaatkan mikroorganisme sebagai pengurai (dekomposisi) bahan
organik salah satunya dengan aktifator EM4 (Efectivitas Microorganisme).

Aktifator ini merupakan formula yang mengandung 13 jenis mikroorganisme,
salah satunya adalah bakteri dan fungi. Aktifator EM4 (Efectivitas
Microorganisme) dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik dari 3
bulan menjadi 7-14 hari.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dinamika bakteri N dan P
dalam proses pengomposan serasah Shorea stenoptera Burck. F. dan mengamati
pemberian inokulasi fungi Scleroderma columnare dan kompos terhadap
pertumbuhan bibit Shorea stenoptera Burck. F. Perlakuan dekomposisi serasah
dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Total satu
perlakuan dengan pengulangan sebanyak 15 kali ulangan sampel di pertidish.
Perlakuan aplikasi kompos dengan fungi dilakukan sebanyak 15 ulangan tanaman.
Perlakuan dirancang menggunakan analisis RAL 2 Faktorial, yaitu faktor kompos
dan fungi Scleroderma columnare. Faktor kompos terdiri dari 3 taraf yaitu tanpa
kompos, kompos utuh, dan kompos cacah, sedangkan faktor fungi Scleroderma
columnare terdiri dari 2 taraf, yaitu pemberian Scleroderma columnare dan tanpa
Scleroderma columnare. Total satu perlakuan sebanyak 30 kali ulangan. Bahan
tanaman yang digunakan adalah benih Shorea stenoptera Burck. F. Serasah yang
digunakan adalah serasah dibawah tegakan pohon Shorea stenoptera di kebun
percobaan Dramaga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap perlakuan memberikan respon

yang berbeda nyata. Perlakuan pengomposan menunjukkan hasil yang berbeda
nyata terhadap parameter penyusutan dan total koloni bakteri. Hilangnya bahan
organik yang digunakan pada pengomposan sekitar 30%. Respon terbaik oleh
tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, bobot basah daun dan bobot kering
batang didapatkan pada perlakuan A1B0 (kompos cacah:tanpa Scleroderma).
Respon terbaik oleh bobot basah batang dan presentase koloni didapatkan dengan
perlakuan A2B1 (kompos utuh:Scleroderma), sedangkan respon terbaik oleh total
bobot akar didapatkan pada perlakuan A0B1 (tanpa kompos:Scleroderma).

Kata kunci: Benih Shorea stenoptera, Serasah, Fungi Scleroderma columnare.

SUMMARY
MOHAMAD SAEFUDIN. Growth of Shorea stenoptera Burck. F. seeds to
Application Shorea sp. Litter Compost and Fungi Scleroderma columnare on
Latosol Soil. Supervised by Dr Ir Basuki Wasis, MS and Dr Ir Erdy Santoso, MSi.
Shorea stenoptera Burck. F. has a long composed litter. Shorea stenoptera
Litter naturally decomposes after 9 months. Litter fall to forest floor is one of the
production cycle of the forest. Nutrients production the forest depends on the
speed of decomposition due to the need of fairly balanced nutrients availability.
One of the efforts to maximize the nutrient cycle by utilizing microorganisms as

decomposers (decomposition) of organic material is using EM4 activator
(effective microorganisms). This activator is a formula that contains 13 kinds of
microorganisms, one of which is a bacteria and fungi. EM4 Activator (effective
microorganisms) can accelerate the decomposition process of organic matter from
3 months to 7-14 days.
The purpose of this study was to analyze the dynamics of Nitrogen fixing
bacterial and P solubling bacteria in the composting process of Shorea stenoptera
Burck. F. litter. And to observe the effect of Scleroderma columnare fungi
inoculation and compost on Shorea stenoptera Burck.F. seedlings growth. Litter
decomposition treatment is designed using a completely randomized design
(CRD), a total of one treatment with 15 repetitions samples in petridish.
Treatment with fungal compost applications with composting consists of 15
replicates plants. The treatment is designed using 2 Factorial RAL analysis i.e
compost and fungi Scleroderma columnare factor. Compost factors consists of
three levels i.e without compost, compost intact, compost chopped whereas fungi
Scleroderma columnare factor consists of two levels i.e giving Scleroderma
columnare and without Scleroderma Scleroderma columnare. A total of 30
repetitions for a treatment. The plant material used is seed Shorea stenoptera
Burck. F. Litter used is litter under Shorea stenoptera stands in the Dramaga
experiment Garden.

The results showed that each treatment give significantly different responses.
Composting treatment showed significantly different results on the shrinkage
parameter and total bacterial colonies. The loss of organic materials used in the
composting was about 30%. The best response of plant height, number of leaves,
stem diameter, leaf fresh weight and dry weight of stem obtained from A1B0
treatment (chopped compost:without Scleroderma). The best response by the wet
weight and the percentage of colonies obtained rod from A2B1 treatment
(composting intact:Scleroderma), while the best response by the total weight of
the roots obtained from treatment A0B1 (without compost:Scleroderma).
Keywords: Shorea stenoptera Burck. F., Litter, Fungi Scleroderma columnare

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PERTUMBUHAN BIBIT Shorea stenoptera Burck.F TERHADAP
APLIKASI KOMPOS SERASAH Shorea sp. DAN FUNGI
Scleroderma columnare PADA TANAH LATOSOL

MOHAMAD SAEFUDIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Omo Rusdiana, M. For.Sc


Judul Tesis : Pertumbuhan Bibit Shorea stenoptera Burck. F. terhadap Aplikasi
Kompos Serasah Shorea sp. dan Fungi Scleroderma columnare
pada Tanah Latosol
Nama
: Mohamad Saefudin
NIM
: E451110151

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Basuki Wasis, MS
Ketua

Dr Ir Erdy Santoso, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Silvikultur Tropika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 Desember 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai Juni
2014, yang berjudul “Pertumbuhan bibit Shorea stenoptera Burck. F. terhadap
Aplikasi Kompos Serasah Shorea sp. dan Fungi Scleroderma columnare pada
Tanah Latosol" telah dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Megister Sains Mayor Silvikultur Tropika, Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Basuki Wasis MS dan
Bapak Dr Ir Erdy Santoso MS yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Yanto dan Sira dari Laboratorium
Mikrobiologi di Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi,
dan teman-teman di IPB yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Mohamad Saefudin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis

1
1
2
2
2

2 METODE
Bahan

Alat
Metode Penelitian

2
3
3
3

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dinamika Pengomposan Serasah
Pembahasan

9
9
9
18

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

23
23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

28

DAFTAR TABEL
1 Dinamika populasi bakteri P dan N
2 Analisis kandungan serasah Shorea stenoptera Burck. F.
3 Perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap berbagai
komponen pertumbuhan, biomassa tanaman dan presentasi kolonisasi
mikoriza
4 Hasil uji Ducan pengaruh antar perlakuan kompos dan fungi
Scleroderma columnare terhadap pertumbuhan, biomassa tanaman dan
presentase koloni mikoriza.

11
13

15

16

DAFTAR GAMBAR
1 Peta pengambilan serasah dan fungi Scleroderma columnare
2 Diagram alir kegiatan penelitian
3 Kesusutan serasah Shorea stenoptera Burck. F. selama proses
pengomposan.
4 Total koloni kompos utuh dan kompos cacah pada media pykovskaya
(PBF) dan carboxy methyl cellulose (CMC).
5 Kondisi lingkungan tumpukan serasah selama 5 bulan. K.C
(kelembaban di kompos cacah), K.NC (kelembaban dikompos utuh),
S.C (Suhu dikompos utuh), S.NC (suhu di kompos utuh), pH.C (pH di
kompos cacah), pH.NC (pH di kompos cacah).
6 Hasil aplikasi PCR ITS2 pada media pikovskaya (1) dan carboxy
methyl cellulose (2).
7 Pertumbuhan bibit Shorea stenoptera Burck. F. selama 4 bulan setelah
tanam (BST). (1) tinggi tanaman: (2) jumlah daun: (3) diameter (4)
bobot kering dan bobot basah. A0B0 (tanpa kompos:tanpa
Scleroderma), A1B0 (kompos cacah:tanpa Scleroderma), A2B0
(kompos utuh:tanpa Scleroderma), A0B1 (tanpa kompos:Scleroderma),
A1B1 (kompos cacah:Scleroderma), A2B1 (kompos utuh:Scleroderma).
Daun BB, Daun BK, Batang BB, Batang BK,
8 Penampang akar dengan perbesaran 100 µm: (1) A0B0 (tanpa
kompos;tanpa Scleroderma), (2) A1B0 (kompos cacah:tanpa
Scleroderma), (3) A2B0 (kompos utuh:tanpa Scleroderma), (4) A0B1
(tanpa kompos:Scleroderma), (5) A1B1 (kompos cacah:Scleroderma),
(6) A2B1 (kompos utuh:Scleroderma). (h) hartig net, (m) mantle, (ree)
radial elongation epidermis.
9 Pelapukan serasah selama mendapatkan rasio C/N sesuai standar
pengomposan
10 Pertumbuhan bibit Shorea stenoptera Burck. F. selama 4 bulan (bulan
setelah tanam).
11 Morfologi akar antar perlakuan; (1) A0B0 (tanpa kompos:tanpa
Scleroderma), (2) A1B0 (kompos cacah:tanpa Scleroderma), (3) A2B0
(tanpa kompos:Scleroderma), (4) A0B1 (kompos utuh:kompos cacah),
(5)
A1B1
(kompos
cacah:Scleroderma),
A2B1
(kompos
utuh:Scleroderma)

3
4
9
10

12
14

18

20
20
21

22

DAFTAR LAMPIRAN
1

2

3
4
5
6

7
8

Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dan satu species
dari GenBank (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) kemudian di alignment
dari EBL-EBI (http://www.ebi.ac.uk). Media pykovskaya (PBF)
Runutan sekuen mat-K Alignment runutan nukleotida dan satu species
dari GenBank (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) kemudian di alignment
dari EBL-EBI (http://www.ebi.ac.uk). Media carboxy methyl cellulose
(CMC)
Data analisis kadar klorofil
Data analisis media
Kondisi Mikroklimat Greenhouse
Hasil pengamatan pengaruh tanpa kompos, kompos utuh, kompos cacah,
fungi Scleroderma columnare dan tanpa Scleroderma columnare
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang
Tabel perbandingan antar perlakuan terhadap tinggi tanaman, jumlah
daun dan diameter batang
Riwayat Hidup

28

29
31
32
33

34
35
36

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Shorea stenoptera Burck. F. merupakan pohon yang mendominasi hutan
hujan tropis (tropical rain forest). Shorea stenoptera Burck. F. memiliki serasah
yang lama terkomposisi. Serasah terdekomposisi secara alami setelah 9 bulan
(Osono dan Takeda 2002). Serasah merupakan sisa-sisa tumbuhan yang berada
pada lapisan teratas permukaan tanah yang terdiri atas sisa tumbuhan (Millilo et
al.1982). Sisa tumbuhan akan terdekomposisi menjadi partikel yang lebih kecil
yang mudah diserap oleh tanaman (Vitovsek et al.1994; Sallata et al.1990).
Serasah berjatuhan di lantai hutan salah satu jalur hara dalam siklus
produksi hutan (Hindersah dan Simarmarta 2004). Produksi hara dalam hutan
tergantung pada kecepatan dekompoisi karena tanaman membutuhkan
ketersediaan unsur hara yang cukup dan seimbang. Hara yang seimbang
diindikasikan adanya keberadaan mikroba, sehingga dekomposisi bahan organik
lebih cepat (Patel et al. 2013).
Usaha untuk memaksimalkan siklus hara dengan memanfaatkan
mikroorganisme sebagai pengurai (dekomposisi) bahan organik salah satunya
dengan aktifator EM4 (Efectivitas Microorganisme). Higa dan Widadana (1993)
mengemukakan bahwa aktifator EM4 dapat mempercepat proses dekomposisi
bahan organik dari 3 bulan menjadi 7-14 hari. Aktifator ini merupakan formula
yang mengandung 13 jenis mikroorganisme, salah satunya adalah bakteri dan
fungi. Mikroorganisme yang terpilih ini bekerja secara sinergik dalam proses
dekomposisi sehingga senyawa organik dapat diserap oleh akar tanaman.
Dekomposisi dengan cepat dapat membantu keberadaan fungi di bawah
tegakan pohon Shorea stenoptera Burck. F. Selain itu juga dapat membantu
proses perkecambahan benih yang berjatuhan di lantai hutan. Siklus unsur hara
memiliki hubungan simbiosis dengan fungi (Smith dan Read 2008), keberadaan
fungi di area perakaran dapat membantu pertumbuhan pohon Shorea stenoptera
Burck. F. (Das dan Patel 2011).
Pemanfaatan kompos serasah Shorea sp. dengan menggunakan percepatan
EM4 (Efectivitas Microorganisme) memberikan hasil lebih baik terhadap
pertumbuhan, biomassa tanaman. Pemanfaatan kompos utuh dengan fungi
Scleroderma columnare memberikan hasil lebih baik terhadap jumlah daun, bobot
basah batang dan presentase koloni. Pemberian 3 ml tanpa memberikan kompos
dapat meningkatkan hasil bobot total akar. Yumandhany (2001) menyatakan
bahwa penambahan fungi pada pupuk organik mampu memperbaiki struktur tanah,
menambah aktivitas biologis dan penambahan N bebas dari atmosfer, serta
melarutkan P dan K pada media tumbuh. Hal ini memberikan harapan bahwa
keberadaan fungi di bawah tegakan memberikan peran baik terhadap kebutuhan
hara. Oleh karena itu penelitian mengenai hubungan simbiosis antara benih
berjatuhan di lantai hutan, serasah dan keberadaan fungi diperakaran penting
untuk dikaji.

2

Perumusan Masalah
Serasah Shorea sp. merupakan organ tumbuhan yang mati, terdapat di
lantai hutan. Serasah Shorea sp. terdekomposisi menjadi partikel lebih kecil
membutuhkan waktu yang lama. Semakin bertambahnya waktu, serasah akan
menumpuk di lantai hutan. Tumpukan serasah ini dapat mengganggu
keberadaannya fungi Scleroderma comunare. Perumusan masalah antara serasah,
keberadaan fungi dibawah tegakan pohon Shorea stenoptera Burck. F. terhadap
pertumbuhan benih penting untuk dikaji. Penelitian yang diajukan adalah :
1. Bagaimana dinamika bakteri N dan P dalam proses pengomposan Shorea
stenoptera Burck. F.
2. Bagaimana peran inokulasi fungi Scleroderma columnare dan pemberian
kompos terhadap pertumbuhan bibit Shorea stenoptera Burck. F.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengkaji dinamika bakteri N dan P dalam proses pengomposan Shorea
stenoptera Burck. F.
2. Mengamati pemberian inokulasi fungi Scleroderma columnare dan kompos
terhadap pertumbuhan bibit Shorea stenoptera Burck. F.

Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini yaitu:
1. Pada perlakuan pengomposan dengan pencacahan dapat mempercepat
pengomposan dan merespon pertumbuhan lebih cepat.
2. Kelompok antar perlakuan A1B0 (kompos cacah:tanpa Scleroderma), A2B1
(kompos utuh:Scleroderma), A0B1 (tanpa kompos:Scleroderma) memberikan
respon pertumbuhan dan infeksi lebih baik dibanding dengan A0B0 (tanpa
kompos:tanpa Scleroderma).

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April 2013 sampai Juni 2014.
Pengambilan serasah meranti Shorea stenoptera Burck. F. dilakukan di
Kebun Percobaan Dramaga (Gambar 1). Dekomposisi serasah dilakukan di
Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Contoh
tanah latosol diambil di lahan IPB Dramaga. Pengambilan benih Shorea
stenoptera Burck. F. di Kebun Penelitian Haurbentes Jasinga Bogor.

3

Gambar 1 Peta pengambilan serasah dan fungi Scleroderma columnare

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serasah Shorea sp. dan
fungi Scleroderma columnare. Bahan kimia yang digunakan untuk identifikasi
bakteri N dan P adalah media pikovskoya terdiri atas glukosa, NaCl. Ca (PO ) ,
(NH ).SO , MgSO , FeSO , MnSO , Yeast Ekstrak, Agar, Aquadest 250 mL, pH
7,2. Media Carboxy methyl Cellulose (CMC) terdiri atas NaNo , K HPO ,
MgSO , CMC Sodiumsal, Pepton, Agar, Aquades, pH 6,8. 0.5. Pewarnaan gram
negatif dan positif adalah Methylen blue, Safranin, Crystal Violet. Elektroforesis
adalah aquades, buffer TAE. 0.8 gram agarosa dan larutan etidium bromide (EtBr).
PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah Go Taq Master Mix, Dd H2O, Primer
27F, Primer 1492 R dan 60 μl aquabidest steril.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi; laminar air flow cabinet,
mikroskop, autoklaf, timbangan analitik, labu erlenmeyer, mikropipet dan tip,
colony counter, hot plate stirrer dan stirre bar, pipet ukur, pipet tetes, tabung
reaksi, labu erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, pembakar bunsen, jarum
inokulum, pinset, pipet filler, motar, pH indikator universal, open, kertas parafilm,
UV transluminator, elektroforesis, kamera Bio-red dan Axygen scientific.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilakukan melalui 2 (dua) tahapan yaitu tahap
pertama identifikasi bakteri, tahap kedua inokulasi fungi Scleroderma columnare

4
dan anatomi akar. Tahap penelitian pertama yaitu analisis dekomposisi serasah,
media bakteri, isolasi bakteri selulosa dan fosfat, identifikasi molekuler, analisis
data. Tahap penelitian kedua adalah pengambilan tanah, penyemaian, penanaman,
komposisi fungi Scleroderma columnare, inokulasi fungi Scleroderma columnare,
pengamatan pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang,
bobot kering dan bobot basah tanaman, analisis serapan unsur hara pada daun dan
media meliputi C-Organik, N, P, K, KTK, kadar klorofil, analisis data.
Serasah
meranti
Dekomposisi serasah

serasah
Serasah cacah

Serasah utuh

Pengamatan
a) Dinamika populasi mikroba b) Penyusutan (cm) c) Identifikasi molekuler
Tanpa kompos, kompos utuh, kompos
cacah ,fungi Scleroderma columnare dan
tanpa Scleroderma columnare
Pengamatan parameter pertumbuhan
seminggu sekali (mulai 2 MST)

Analisis media tanam
(C,N, P, K, KTK)

Analisis
serapan hara

Kadar
klorofil

Inokulasi fungi
dan anatomi akar

Analisis data
Hasil
Peneli

Gambar 2 Diagram alir kegiatan penelitian

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu tahap mengamati
dinamika bakteri merombak serasah meranti dan identifikasi bakteri. Tahap kedua
mengkaji inokulasi fungi Scleroderma columnare dan kompos terhadap
pertumbuhan bibit Shorea stenoptera Burck. F.

5
Penelitian Identifikasi Bakteri
Penelitian tahap pertama mengamati dinamika bakteri merombak serasah
meranti dan mengetahui jenis bakteri. Tahap penelitian pengomposan serasah
meranti yaitu analisis dekomposisi serasah, media tumbuh bakteri, teknik
identifikasi molekuler.
Analisis dekomposisi serasah
Analisis dekomposisi serasah Shorea stenoptera Burck. F. bertujuan
mengetahui dinamika bakteri selulosa dan fosfat yang merombak bahan organik
dan jenis bakteri yang potensial. Yuliarti (2009) menyatakan bahwa tinggi
pengomposan dengan tinggi ketebalan 25 cm, sedangkan tinggi ketebalan yang
dilakukan penelitian ini adalah 67 cm. Pemotongan serasah pada perlakuan
kompos cacah adalah 0.7-1 cm2. Pengomposan dilakukan selama 5 bulan dengan
pengukuran temperature dan kesusutan (cm) dilakukan setiap 2 minggu (Higa dan
Widana 1993).
Media
Penyediaan media bakteri dalam dekomposisi merupakan proses
mengetahui jenis dan dinamika bakteri yang terdapat pada serasah meranti.
adapun media yang digunakan dalam proses isolasi bakteri ini terdiri atas media
pikovskaya (BPF) dan carboxy methyl cellulose (CMC). Komposisi media sebagai
berikut: Media pikovskoya terdiri atas 2.5 gram glukosa, 0.05 g NaCl. Ca (PO )
1.22 g, (NH ).SO 0.12 g, MgSO .7H O 0.05 g, FeSO 0.03 g, MnSO 0.03 g,
Yeast Ekstrak 0.12 g, Agar 5 g, Aquadest 250 mL, pH 7.2. Media Carboxy methyl
cellulose (CMC) terdiri atas NaNo 0.25 g, K HPO 0.25 g, MgSO 0.125 g,
CMC Sodiumsal 1 g, Pepton 0.5 g, Agar 8.5 g, Aquades 250 mL, pH 6,8 (Rao
2011).
Isolasi bakteri selulosa dan fostat
Bakteri selulosa dan fosfat diambil dari serasah meranti yang
terdekomposisi pada proses pengomposan. Sampel serasah diambil sebanyak 1 ml
dimasukan ke dalam tabung reaksi pertama yang berisi 9 ml aquades steril, dari
tabung reaksi pertama di ambil lagi sebanyak 0,1 ml dan dimasukan ke tabung
reaksi kedua. Proses serupa dilakukan sampai tabung ke delapan sehingga terjadi
seri pengenceran 10-1-10-8. Setelah seri pengenceran selesai kemudian di masukan
ke dalam media pikovskaya (BPF) dan carboxy methyl cellulose (CMC).
Pengamatan bakteri dilakukan setiap 24 jam dengan mencatat jumlah bakteri
selama 1 minggu. Karakteristik bakteri yang diamati meliputi sel coccus, rod,
shortrod. Tahap berikutnya dengan dilanjutkan dengan uji gram positif dan
negatif (Dworkin et al. 2006).
Identifikasi bakteri molekuler
Identifikasi bakteri secara molekuler dilakukan untuk mengetahui jenis
bakteri sampai tingkat spesies. Proses identifikasi ini dilakukan dengan 4 tahapan
isolasi bakteri usia 24 jam, elektroforesis DNA, polymerase chain reaction
sekuensing DNA.

6
Isolasi Bakteri. Koloni bakteri dalam medium diremajakan selama 24 jam.
koloni di ambil sebanyak 1 ose dimasukan kedalam tabung eppendof steril berisi
40 μl aquabidest steril. DNA yang telah dicairkan tersebut siap digunakan untuk
elektroforesis atau disimpan sebagai stock pada suhu 20ºC. Proses Elektorforesis
DNA. Larutkan 10x bufer TAE diencerkan menjadi 0.5 bufer TAE. Kemudian
dibuat gel agarosa 0.8% yaitu 0.8 gram agarosa. Setelah membeku diletakkan
kedalam tangki elektroforesis yang telah berisi 0.5x bufer TAE sehingga gel
terendam. Sebanyak 2μl dari masing-masing DNA dicampur dengan 3 μl loading
bufer sebagai pembobot. Suspensi larutan DNA dengan loading bufer diinjeksikan
kedalam sumur-sumur pada gel elektroforesis. Setelah semua sumur terisi, power
supply perangkat elektroforesis dinyalakan dengan voltase sebesar 110 V selama
± 45 menit. Gel hasil elektroforesis di angkat dan selanjutnya direndam dalam
larutan etidium bromide (EtBr) selama 10 menit untuk pewarnaan (staining) dan
destaining dalam akuades selama 5 menit. Selanjutnya DNA dapat dilihat dan
difoto menggunakan kamera Biored.
Proses Polymerase Chain Reaction (PCR) diawali dengan pembuatan
campuran komponen reaksi untuk PCR sebanyak 50 μl komposisi sebagai berikut:
Go Taq Master Mix 75 ml , Dd H2O 48 ml, Primer 27F ml, Primer 1492 R 6 μl
dan 60 μl aquabidest steril. PCR dilakukan sebanyak 30 siklus dengan kondisi
sebagai berikut, denaturasi siklus awal atau pra-denaturasi untuk siklus
selanjutnya pada suhu 94ºC selama 5 menit, diikuti denaturasi untuk siklus
selanjutnya pada suhu 94ºC selama 30 detik. Penempelan primer (annealing)
dilakukan selama 30 detik pada suhu 50ºC. Polimerisasi dilakukan selama 2
menit pada suhu 72ºC dan pada siklus terakhir, yaitu siklus ke-30 dilakukan
perpanjangan waktu polimerisasi selama 7 menit. Terakhir dilakukan penurunan
suhu ke 4ºC untuk menghentikan reaksi PCR. Produk hasil PCR divisualisasi
dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa 1.0 % dalam 0.5x bufer TAE
dengan voltase 110 volt selama ± 45 menit (Patel et al. 2013).
Pengurutan DNA hasil amplifikasi dilakukan dengan memanfaatkan jasa
perusahaan sekuensing 2st Base di Singapura. Sekuensing yang diperoleh
dijajarkan dengan data GenBank menggunakan program Basic Local Aligument
Search Tool-Aligument Seach Tool Nucleotide 6-frame translation-protein
(BLAST) dan Basic local Alignument Search Tool Nucleotide 6-frame translationprotein (BLAST-N) dari situs National Center for biotechnology information
(NCBI) melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov untuk mengetahui tingkat kemiripan
gen dan 16 rRNA dari isolat yang di analisis.
Analisis data
Analisis data pada penelitian pengomposan serasah dengan deskripsi.
Rancangan penelitian dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), total
satu perlakuan dengan pengulangan sebanyak 15 kali ulangan sampel di petridish.

7
Aplikasi kompos serasah Shorea sp. dan fungi Scleroderma columnare
Setelah identifikasi bakteri pada proses pengomposan daun meranti,
selanjutnya dilakukan penelitian tahap kedua, yaitu aplikasi di lapangan dengan
menggunakan fungi Scleroderma columnare pada perlakuan fungi Scleroderma
columnare yang dikombinasikan dengan kompos dari serasah Shorea sp. terhadap
pertumbuhan bibit Shorea stenoptera Burck. F. Tahap pelaksanaan penelitian
adalah :
Pengambilan tanah
Pengambilan tanah di IPB Dramaga dengan menggunakan metode
Sulaeman dan Evianti (2009), Tanah latosol di ambil dari kampus IPB dengan
melakukan pengeboran sedalam 20 cm pada 5 titik. Setiap titik pengambilan tanah
dilakukan pengayakan hingga mendapatkan partikel tanah yang seragam (Brady
dan Weil 2002). Tanah yang sudah seragam ukuran partikelnya dilakukan
sterilisasi dengan menggunakan autoclaf pada suhu 105oC selama 8 jam. Tanah
yang steril di analisis kandungan C-organik, N, P, K, KTK.
Penyemaian
Benih Shorea stenoptera Burck.F. diambil di Kebun Percobaan Hourbentes
Jasinga Bogor. Benih direndam dengan menggunakan air biasa bertujuan untuk
membersihkan kotoran. Tahap selanjutnya menyeleksi benih dengan melihat
bentuk fisik masih baik dan ukuran seragam. Penyeleksian selesai, benih
disetrilisasi dengan menggunakan fungisida selama 2 jam bertujuan untuk
mengeluarkan bahan organik yang menempel pada benih. Benih disemai pada
tanah dalam keadaan steril selama 1 bulan.
Penanaman
Benih berumur 1 bulan di seragamkan tinggi tanamannya, perlakuan yang
diberikan fungi Scleroderma columnare dengan memberikan 3 tetes kebagian akar
Shore stenoptera Burck. F. Penanaman benih dengan menggunakan polybag
berukuran 10x15 cm.
Komposisi fungi Scleroderma columnare
Fungi Scleroderma columnare ditimbang 0,15 gram kemudian dicampur
dengan air 0,3 liter dengan 3 tetes polyoxthylen sorbitan monolaurat, aduk
komposisi fungi sampai rata. Suspensi spora tersebut digunakan pada 150 bibit
(SNI 2006). Rumus perhitungan fungi dengan menggunakan metode Brundrett et
al (1995), perhitungan fungi Scleroderma columnare :
Persen Kolonisasi =

keterangan:
Ʃ
= jumlah
PAT = panjang akar terinfeksi
PATT = panjang akar tidak terinfeksi

Ʃ PAT
X 100%
Ʃ PAT+ Ʃ PATT

8

Analisis Histologi
Analisis anatomi akar dengan menggunakan metode Sass (1985). Metode
dimulai dengan merendam akar menggunkan FAA (formaldehid Acetic Acid
alcohol) selama 24 jam. Tahap dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat
30%, 50%, 70%, 95% dan 100% masing-masing selama 3 menit. Proses ini
dilanjutkan parafin, dengan menggunakan alkohol dan xylol secara bergantian,
pergantian tahapan dalam perendaman akar selama 5 menit lalu di strectcher (hot
plate) suhu 55ºC. Hasil parafin dilakukan tahap pewarnaan akar, proses
pewarnaan yaitu preparat direndam dengan asetat 10% selama 5 detik kemudian
preparat dicuci dengan pewarna safranin 0,5% dan alcia blue 1% selama 12 jam.
Preparat direndam dengan seri pengenceran bertingkat alkohol 30%, 50%, 70%,
95% dan 100% masing-masing selama 3 menit. Setelah diwarnai dengan fastgreen dalam alkohol absolut I, alkohol absolut II dan alkohol absolut I lalu carbolxilol dan xilol I, xilol 2 dan xilol III perendaman selama 3 menit. Hasil parafin
kemudian dicetak dan hasil potongan dengan menggunakan mikrotom dengan
ukuran 5-10 µm. Perekatan (mounting) pada gelas objek yang berisi preparat
ditetesi etellan lalu tutup secara hati-hati. Preparat yang sudah ditetesi ettelan di
keringkan pada pemanas (hot plate) suhu 55oC. Pengamatan preparat akar dengan
menggunakan mikroskop nikon N-STORM Super Resolution Microscope dengan
perbesaran 100 µm.
Pengamatan Pertumbuhan Shorea stenoptera Burck. F.
Parameter yang diamati pada pertumbuhan Shorea stenoptera Burck. F
adalah tinggi tanaman, diameter, jumlah daun, bobot kering total dan bobot basah
total.
Analisis serapan unsur hara
Analisis kandungan unsur hara pada penelitian ini adalah kadungan unsur
hara tanah dan jaringan tanaman. Analisis dilakukan pada awal dan akhir
penanaman, yang akan di analisis kandungan meliputi C-Organik, N, P, K, KTK
dan pH.
Analisis data
Penelitian dirancang menggunakan analisis RAL 2 Faktorial yaitu faktor
kompos dan fungi Scleroderma columnare. Faktor kompos terdiri dari 3 taraf
yaitu tanpa kompos, kompos utuh, kompos cacah sedangkan faktor fungi
Scleroderma columnare terdiri dari 2 taraf yaitu pemberian Scleroderma
columnare dan tanpa Scleroderma columnare. Perlakuan dilakukan pengulangan
sebanyak 3 kali ulangan tanaman. Total satu perlakuan sebanyak 30 kali ulangan
tanaman.
Analisis uji lanjut
Analisis data dengan menggunakan Anova untuk mengetahui respon dari
faktor kompos dan fungi Scleroderma columnare terhadap pertumbuhan bibit
Shorea stenoptera Burck. F. kemudian dilakukan uji lanjut dengan DMRT
(Duncan’s Multiple Range Test) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dinamika Pengomposan Serasah

Penyusutan Serasah (cm)

Serasah diambil di kebun percobaan Dramaga Bogor. Kebun percobaan
menurut administrasi pemerintahan termasuk ke dalam wilayah Situ Gede dan
Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Madya Bogor. Batasan secara Geografis
lokasi penelitian terletak pada 6033’8”LS dan 106044’55” sampai 1060105’19” BT.
Jarak lokasi 9 meter dari arah barat.
Luas kebun percobaan 60 ha dan statusnya sebagai kebun penelitian
Departemen Kehutanan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Iklim
curah hujan setahun 3.552 mm, hari hujan 187. Temperatur maksimum sebesar
30,1oC minimum sebesar 20,1oC dengan kelembaban sebesar 88,33%. Kondisi
tersebut merupakan tipe A yang merupakan iklim Tropika Basah. Topografi
kebun percobaan datar sampai agak berombak dengan kelerengan 0-6% dan
terletak pada ketinggian 220 meter atas permukaan laut.
Pengambilan serasah di petak no 178 dengan jenis tanaman Shorea
stenoptera Burck. F. dengan kelompok Depterocarpace asal Kalimantan yang
ditanam pada tahun 1974 dengan jumlah tanaman sebanyak 8 pohon dengan jarak
tanam 5 meter. Dinamika penyusutan tinggi pengomposan serasah ditunjukkan
Gambar 3.
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0

kompos cacah

0

14

28

42

56

70

84

98

kompos utuh

112 126 140 154

Waktu (Hari)
Gambar 3 Penyusutan serasah Shorea stenoptera Burck. F. selama proses
pengomposan

Tumpukan serasah yang akan digunakan dalam pengomposan memiliki
ketinggian serasah sebesar 67 cm. Gambar 3 menunjukan bahwa laju penyusutan
serasah kompos cacah lebih tinggi dibandingkan dengan serasah kompos utuh.
Kompos utuh pada hari ke-14 mengalami penurunan sebanyak 1,3 cm, sedangkan
kompos cacah penurunannya sebanyak 2,6 cm. Pengamatan yang sama dilakukan
pada kompos matang (hari ke-150) tetap mengalami perbedaan dalam banyaknya
penyusutan. Pada kompos utuh mengalami penyusutan sebanyak 1,8 cm,
sedangkan pada kompos cacah penurunan sebanyak 3,2 cm. Total penyusutan

10
pada perlakuan kompos utuh dengan kompos cacah yaitu kompos utuh sebesar 18
cm sedangkan kompos cacah sebesar 32 cm. Penyusutan dapat terjadi karena
penurunan kandungan tanin sehingga menghambat pertumbuhan pathogen yang
tidak menguntungkan (Higa dan Wididana 1994).
Pertumbuhan bakteri yang menguntungkan telah dilakukan pengamatan
setiap 2 minggunya. Hasil pengamatan dinamika populasi bakteri pada
pengomposan disajikan pada Gambar 4.

Jumlah bakteri x1010 CFU/g

3
2,5

PC
PNC

2
CC
1,5

CNC

1
0,5
0
0

15

30

45

60

75

90

105 120 135 150

Waktu (hari)

Gambar 4 Total koloni kompos utuh dan kompos cacah. PC (Kompos cacah media
pykovskaya), PNC (kompos utuh media pykovskaya), CC (kompos cacah
media selulosa), CNC (kompos utuh media selulosa).

Dinamika populasi bakteri pada pengomposan di media pykovskaya (BPF)
dan carboxy methyl cellulose (CMC) menunjukan bahwa populasi bakteri
mengalami penurunan (Gambar 4). Penghitungan bakteri dilakukan dengan
menggunakan metode total plate count (TPC). Ketentuan dalam penghitungan
koloni adalah 30-300 koloni. Hasil pengamatan koloni pada hari ke-0 (awal
running reaktor) terhitung 2,9x10-10cfu/g. Setelah dilakukan pengamatan selama
150 hari pada kompos utuh, total koloni pada media pykovskaya (BPF) mengalami
penurunan sebanyak 1,1 cfu/g, sementara pada media carboxy methyl cellulose
(CMC) penurunannya sebanyak 1,1 cfu/g. Pengamatan yang sama juga dilakukan
pada kompos cacah. Penurunan jumlah koloni pada media pykovskaya (BPF)
terhitung sebanyak 1,2 cfu/g dan media carboxy methyl cellulose (CMC) sebanyak
1,3 cfu/g. Total dinamika populasi bakteri minggu setelah pengamatan (MSP)
diberikan pada Tabel 1.

11
Tabel 1. Dinamika populasi bakteri P dan N

Hari ke

kompos
Cacah

Jumlah sel bakteri (sel/ml)
BPF
CMC
kompos
kompos
kompos
utuh
Cacah
utuh

0
2,6
2,6
2,6
2,6
15
2,7
2,6
1,8
2,4
30
2
1,8
1,6
1,5
45
1,7
1
1,6
1,1
60
1,5
1,3
1,6
1,4
75
1,4
1,2
1,1
1,3
90
1,7
1,1
1,6
1,1
105
1,5
1,3
1,6
1,4
120
1,4
1,2
1,1
1,3
135
1,4
1,2
1,5
1,2
150
1,2
1,3
1,1
1,1
Ket: BPF (media Pykovskaya), CMC (media carboxy methyl cellulose).
Dinamika populasi selama pengomposan menunjukkan bahwa terjadi
penurunan populasi bakteri (Tabel 1). Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan
bahwa total koloni selama 15 hari mengalami peningkatan pada fase stasioner,
posisi stasioner tidak terjadi penurunan populasi bakteri. Fase stasioner
merupakan fase dimana sel-sel mulai tumbuh tidak tumbuh lagi. Hal ini
disebabkan oleh penyusutannya nutrien pada tumpukan serasah, keterbatasan
oksigen bagi organisme. Bakteri N dan P merombak bahan organik dengan
membentuk kista (Madigan et al. 1997) dan vesikel (Insam et al. 2002).
Populasi bakteri menurun karena bakteri memerlukan sumber karbon bagi
pertumbuhan dengan cara mengubah karbon tersebut menjadi material sel melalui
proses asimilasi. Bakteri N dan P menggunakan senyawa organik sebagai sumber
karbonnya (Lim 1998). Sumber karbon yang digunakan oleh bakteri adalah
molases. Molases mengandung kadar gula sekitar 45-58% yang tersusun dari
sukrosa, glukosa, fruktosa dan komponen lainnya sehingga masih dapat
digunakan sebagai sumber karbon yang baik bagi pertumbuhan bakteri (Novita
2001).
Kemampuan mikroba untuk memperoleh energi pada kondisi lingkungan
(Gambar 5) bergantung pada kemampuan metabolisme untuk mengoksidasi
senyawa karbon (bahan organik) sebagai sumber energi utama. Karbon dalam
metabolismenya berperan penting untuk menghasilkan energi melalui oksidasi
senyawa tersebut dan menyediakan unsur C untuk membentuk material sel
(Pascott et al. 2000).
Bakteri didalam tumpukan serasah memerlukan kalsium terutama dalam
bentuk ion Ca2+ sebagai kafaktor enzim tertentu dan fosfor terutama dalam bentuk
fosfat yang diperlukan oleh bakteri sebagai komponen struktur sel dan simpanan
energi (Volk dan Wheeler 1984).

12

70
K.c
K.nc
S.c
S.nc
pH.c
pH.nc

60
50
40
30
20
10
0
7
14
21
28
35
42
49
56
63
70
77
84
91
98
105
112
119
126
133
140
147
154

Kelembaban (%), ,Suhu (°C), dan pH

Bakteri yang tumbuh ditumbukan serasah salah satunya mendapatkan asam
amino. Asam amino ini digunakan oleh bakteri sebagai sumber nutirsi. Kebutuhan
asam amino dapat disediakan sebagai asam amino bebas yang dapat didegrasi oleh
bakteri N dan P sebelum atau setelah masuk kedalam sel. Sel yang didalam
menghasilkan asam organik di dalam siklus Tricarboxylic (TCA). Asam amino
yang dihasilkan dari diaminasi akan berubah menjadi sumber nitrogen untuk
biosintesis (Lim 1998).
Faktor penyebab terjadinya perubahan dinamika pertumbuhan bakteri
adalah kandungan nutrisi pada tumpukan kompos, pemberian aerasi, pH,
ketersediaan oksigen dan suhu. Faktor ini mempengaruhi populasi mikroba pada
tumpukan serasah dan peran mikroba dalam penyusutan serasah Shorea sp. Faktor
penyebab terjadinya perubahan dinamika pertumbuhan adalah kandungan nutrisi
pada media, pemberian aerasi, pH, ketersediaan oksigen, suhu, dan kelembaban
(Guo dan Sim 1999). Faktor ini mempengaruhi populasi mikroba dalam tumpukan
serasah dan peran bakteri dalam proses penyusutan.
Kondisi lingkungan yang stabil dapat membantu adaptasi bakteri dalam
proses perombakan bahan organik menjadi lebih cepat. Namun suhu yang lebih
tinggi dari 60oC dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Keterbatasan nutrisi di
tumpukan serasah seperti karbohidrat, protein, nitrogen dan oksigen juga dapat
mempengaruhi perkembangan bakteri (White1995).
Suhu lingkungan pengomposan dijaga supaya tidak melebihi 60 oC dengan
menggunakan karung goni. Karung goni ini memiliki lubang pori-pori di semua
sisinya yang berfungsi untuk menstabilkan suhu di tumpukan serasah Shorea sp.
Stabilisasi kondisi tumpukan serasah dapat membantu adaptasi dan perkembangan
bakteri yang disajikan pada Gambar 5 dan Tabel 1. Bakteri dari media pikovskaya
dan carboxy methyl cellulose dianalisis molekuler untuk mengetahui jenis bakteri.
Hasil analisis molekuler kedua media tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Waktu (hari)

Gambar 5 Kondisi lingkungan di tumpukan serasah selama 5 bulan. K.C (kelembaban di
kompos cacah), K.NC (kelembaban dikompos utuh), S.C (Suhu dikompos utuh),
S.NC (suhu di kompos utuh), pH.C (pH di kompos cacah), pH.NC (pH di kompos
cacah).

13
Perubahan kondisi lingkungan yang diamati pada tumpukan serasah
selama 5 bulan meliputi perubahan suhu, kelembaban, dan pH (Gambar 5). Semua
parameter mengalami peningkatan pada hari ke-7 sampai hari ke-84, selanjutnya
mengalami penurunan. Parameter yang tidak mengalami penurunan yaitu pH.
Pengukuran pH pada minggu pertama (7 hari) sebesar 6,8 kemudian mengalami
penurunan menjadi 5 pada minggu ke 11 dan 12 (77-84 hari).
pH pengombosan mengalami perubahan karena adanya pembentukan asam
organik pada proses dekomposisi bahan organik. Kondisi asam akan membantu
pertumbuhan bakteri dalam mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan
pengomposan. Selama pengomposan berlangsung, asam organik akan berubah
menjadi netral. Perubahan dapat terjadi karena kondisi aerobik berkembang
selama pengomposan. Kondisi erobik dapat dijaga dengan mengembalikan
tumpukan kompos, hak tersebut untuk mengurangi kehilangan nitrogen dan
menjaga kondisi asam. Nitrogen yang tersimpan akan digunakan oleh tanaman
pada proses pertumbuhan (Higa dan Widadana 1993).
Karakteristik kompos yang sudah matang dapat dilihat dari perubahan
warna menjadi hitam, bentuk awal sudah melapuk, tidak bau dan suhu tumpukan
kompos mendekati suhu ruang bila di raba (Insam et al. 2002). Hal tersebut dapat
dilihat pada Gambar 9. Komposan yang sudah matang, kemudian dianalisis
kandungan haranya. Hasil analisis kandungan hara pada kompos serasah Shorea
sp. selama 5 bulan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis kandungan serasah Shorea stenoptera Burck. F.
Analisis

perlakuan
1 Kompos cacah
Kompos utuh
2 Kompos cacah
Kompos utuh

kadar air
32,55
16,7

C-organik N

C/N P

K

25,55 1,64
22,21 1,58

16 0,05 0,08
14 0,05 0,11

29,72 2,04

15 0,02 0,12

36,32 2,13

17 0,02 0,11

Ket: N (nitrogen), C/N (C-organik/nitrogen), P (fosfat), K (kalium).

Hasil analisis kandungan kompos menunjukkan bahwa penggunaan karung
goni dapat menjaga kestabilan temperatur, kelembaban dan pH dengan baik. Hal
ini dapat dilihat dari nilai rasio C/N kompos serasah Shorea sp. yang kurang dari
20 (Tabel 2). Rasio C/N yang kurang dari 20 menunjukkan bahwa serasah
terdekomposisi dengan cepat dan mudah diserap oleh tanaman (Setyorini et al.
2006). Rasio C/N kurang dari 20 ini menunjukan kebutuhan N dalam bentuk NO3
dan Ion NH4 tercukupi sedangkan rasio C/N lebih tinggi dari 20 terjadi persaingan
akan kebutuhan N tersedia.
Hasil pengamatan dinamika populasi bakteri, penyusutan serasah dan
kondisi lingkungan pada tumpukan serasah selama 5 bulan dilanjutkan dengan
menganalisis molekuler pada bakteri yang paling berpotensi pada perlakuan
kompos utuh dan kompos cacah. Analisis dilakukan dengan menggunakan PCR.
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan teknik analisis DNA yang dapat
mengetahui jenis spesies berdasarkan DNA atau filogenetik. Analisis ini
menggunakan reagen ITS2 dengan panjang fragmen disajikan pada Gambar 6.

14

6000 bp

3000 bp
1000 bp

2500
bp

300 bp
250 bp

Gambar 6 Hasil aplikasi PCR ITS2 pada bakteri dari media pikovskaya (1) dan carboxy
methyl cellulose (2).

Hasil aplikasi PCR ITS2 pada bakteri yang berasal dari media (1)
menunjukan band yang terlihat jelas dengan amplifikasi 3000 bp. Namun band
bakteri yang berasal dari media (2) tidak terlihat jelas. Hal ini diduga terjadi
karena sampel kurang murni. Upaya untuk memperoleh pita DNA yang utuh dan
baik dapat dilakukan dengan ekstraksi DNA secara hati-hati dan pemberian
kosentrasi primer dengan tepat (Insam et al. 2002).
Pertumbuhan bibit Shorea Stenoptera Burck. F. terhadap Aplikasi
Kompos Serasah Shorea sp. dan Fungi Scleroderma columnare pada Tanah
Latosol
Perlakuan pada penelitian ini adalah faktor kompos, terdiri dari 3 taraf yaitu
kompos, kompos utuh, dan kompos cacah. Faktor Scleroderma columnare terdiri
dari 2 taraf yaitu pemberian Scleroderma columnare dan tanpa Scleroderma
columnare. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan,
jumlah daun, diameter, biomassa tanaman dan presentase koloni mikoriza.
Parameter yang diamati dianalisis dengan uji duncan untuk mengetahui pengaruh
kompos dan fungi Scleroderma columnare terhadap pertumbuhan, biomasa
tanaman dan presentase koloni mikoriza. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 4.
Perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap pertumbuhan,
biomassa tanaman dan presentase koloni mikoriza disajikan pada Tabel 3.
Pengomposan pada penelitian ini menggunakan serasah Shorea sp. yang
menumpuk di bawah tegakan pohon Shorea stenoptera Burck. F. Kompos
merupakan material yang menyediakan sumber nutrien penting dalam mendukung
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme. Ketersediaan kompos dan
keberadaan fungi Scleroderma columnare memiliki peran yang berbeda,
hubungan antara perlakuan terhadap pertumbuhan dan biomassa tanaman
diberikan pada Gambar 7.

15

Tabel 3 Perbandingan pengaruh antar kelompok perlakuan terhadap berbagai komponen pertumbuhan, biomassa
tanaman dan presentasi kolonisasi mikoriza.

Perlakuan
A0B0 x A0B1
A0B0 x A1B0
A0B0 X A2B0
A0B0 X A1B1
A0B0 X A2B1
A1B0 X A1B1
A1B0 x A2B0
A1B0 x A2B1
A1B1 x A2B0
A1B1 x A2B1
A2B0 X A2B1

Tinggi
tanaman
(cm)
ns
**
*
*
*
*
*
**
ns
*
**

Jumlah Diameter Bobot
daun
batang
basah
(helai) (mm)
daun (g)
ns
ns
ns
*
*
**
*
*
**
ns
ns
*
*
*
*
ns
*
*
ns
ns
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
ns
ns
*

Peubah
Bobot
basah
batang (g)
*
*
ns
*
**
*
*
*
*
ns
**

Bobot
kering
daun (g)
*
*
*
*
ns
*
ns
*
*
ns
*

Bobot
kering
batang (g)
ns
ns
ns
ns
ns
*
*
*
ns
ns
ns

Bobot Persentasi
akar
kolonisasi
(g)
mikoriza (%)
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
ns
*
*
*
ns
*
*
*
ns
*
*
*

Ket: A0B0 (tanpa kompos:tanpa Scleroderma), A1B0 (kompos cacah:tanpa Scleroderma), A2B0 (kompos utuh:tanpa Scleroderma), A0B1 (tanpa
kompos:Scleroderma), A1B1 (kompos cacah:Scleroderma), A2B1 (kompos utuh:Scleroderma). ns: Tidak berbeda nyata; *:Berbeda nyata (α =
5%).

16
Tabel 4. Hasil uji duncan pengaruh antar perlakuan kompos dan fungi Scleroderma columnare terhadap pertumbuhan,
biomassa tanaman dan presentase koloni mikoriza.
Komponen pertumbuhan dan presentasi mikoriza
Perlakuan

A0B0
A1B0
A2B0
A0B1
A1B1
A2B1

Tinggi
tanaman
(cm)
14.13dc
21.45a
18.43b
13.49d
15.05b
14.58dc

Jumlah
daun
(helai)
4.66b
13.49ba
5.67a
5.02ba
5.04ba
5.04d

Diameter
batang
(mm)
4.66b
5.48ba
5.67a
4.99ba
5.04ba
4.99ba

Bobot
basah
daun (g)
0.89d
1.84a
1.81ba
1.03d
1.80bc
1.53bc

Bobot
basah
batang (g)
0.68c
1.13bc
0.68c
1.35ba
1.45ba
1.75a

Bobot
kering
daun (g)
0.29b
0.43a
0.42a
0.35ba
0.36ba
0.38ba

Bobot
kering
batang (g)
0.16b
0.36a
0.19b
0.25b
0.26b
0.21b

Bobot
akar (g)
1.14b
4.09ba
4.90ba
6.20a
4.34ba
4.35ba

Persentasi
kolonisasi
mikoriza (%)
0.31c
4.02bc
5.06bac
14.65bac
17.56ba
24.40a

Ket: A0B0 (tanpa kompos:tanpa Scleroderma), A1B0 (kompos cacah:tanpa Scleroderma), A2B0 (kompos utuh:tanpa Scleroderma), A0B1 (tanpa
kompos:Scleroderma), A1B1 (kompos cacah:Scleroderma), A2B1 (kompos utuh:Scleroderma). Angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada α = 5%.

17

6,00

(1)
Jumlah daun

25,00

Tinggi (cm)

20,00
15,00
10,00
A0B0

A0B1

A1B0
A2B1

5,00
4,00
3,00

1,00

A1B0

0,00

0,00
2

3
4
5
6
Waktu (Minggu)

7

(3)

A0B0
A2B0
1

2

A0B1
A1B1
3
4
5
6
Waktu (Minggu)

A1B0
A2B1
7

1

8

8

Bobt basah dan Bobot kering

1

Diameter (cm)

A0B1
A1B1

2,00

5,00

4,00
3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00

A0B0
A2B0

(2)

2

2

3
4
5
6
Waktu (Minggu)

Daun BB
Batang BB

(4)

7

8

Daun BK
Batang BK

(

1,5

D)
1
0,5
0
A0B0

A0B1

A1B0 A2B0
Perlakuan

A1B1

A2B1

Gambar 7 Kurva pertumbuhan bibit Shorea Stenoptera Burck. F. selama 4 bulan setelah tanam
(BST). (1) tinggi tanaman; (2) jumlah daun; (3) diameter (4) Bobot kering dan bobot
basah. A0B0 (tanpa kompos:tanpa Scleroderma), A1B0 (kompos cacah:tanpa
Scleroderma), A2B0 (kompos utuh:tanpa Scleroderma), A0B1 (tanpa
kompos;Scleroderma), A1B1 (kompos cacah:Scleroderma), A2B1 (kompos
utuh:Scleroderma). Daun BB (daun bobot basah), Daun BK (daun bobot kering),
Batang BB (batang bobot basah), Batang BK (batang bobot kering).

Perbedaan perlakuan terhadap pertumbuhan, biomassa tanaman
pertumbuhan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa perlakuan A1B0 (kompos cacah:tanpa Scleroderma)
memiliki respon terbaik terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang,
bobot basah daun dan bobot kering batang. Perlakuan A2B1 (kompos
utuh:Scleroderma) menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata terhadap bobot
basah batang dan presentase infeksi koloni Scleroderma columnare terbaik di
antara perlakuan lainnya (Gambar 7 dan Tabel). Hal ini terjadi dikarenakan saat
media tanam diposisi pH 5, fungi Scleroderma columnare membantu awal
adaptasi tanaman sehingga hubungan simbiosis mutualisme dalam transportasi
hara berjalan dengan baik. Hasil pemberian kompos lebih baik dibanding dengan
pemberian Scleroderma columnare, hal ini terjadi dikarenakan unsur hara di
kompos mencukupi kebutuhkan tanaman sehingga peran fungi Scleroderma
columnare lebih lambat dalam transportasi hara.
Akar yang terinfeksi oleh fungi Scleroderma columnare akan memberikan
ruang jelajah akar lateral yang lebih luas (Lin et al.2012). Mekanisme ini terjadi
adanya sentuhan akar belum bermikoriza sehingga terjadi perubahan morfologi
akar maupun perkembangan inang. Histologi akar bibit Shorea stenoptera Burck.
F. terinfeksi fungi Scleroderma columnare selama 4 bulan disajikan pada Gambar
8.

18

(1)

(3)

(2)

m
m

m

(4)

(5)

(6)
h

reec

reec

m
ree
c

m
h

m

h

Gambar 8 Penampang akar dengan perbesaran 100 µm: (1) A0B0 (tanpa kompos:tanpa
Scleroderma), (2) A1B0 (kompos cacah:tanpa Scleroderma), (3) A2B0
(kompos utuh:tanpa Scleroderma), (4) A0B1 (tanpa kompos:Scleroderma), (5)
A1B1 (kompos cacah:Scleroderma), (6) A2B1 (kompos utuh:Scleroderma). (h)
hartig net, (m) mantle, (ree) radial elongation epidermis.

Gambar 8 penampang akar dengan perbesaran 100 µm menunjukkan peran
Scleroderma dalam menginfeksi jaringan akar. Letak infeksi Scleroderma
columnare pada akar yaitu Hartig net (h) terletak sebelum lapisan radial
elongation epidermis (ree). Akar yang terinfeksi fungi Scleroderma columnare
secara anatomi memiliki ciri-ciri terdapat hartig net (penebalan jaringan) dan
radial elongation epidermis (Riniarti et al. 2009; Petterson et al. 2004) sedangkan
perlakuan yang tidak terinfeksi berperan di penebalan mantel.
Pembahasan
Dinamika pengomposan merupakan suatu proses siklus hara bagi ekosistem
yang dialami oleh bahan organik dan dekomposisi bahan organik menjadi partikel
yang lebih kecil sehingga menjadi unsur hara yang terlarut. Dekomposisi serasah
terjadi melalui dua tahap. Pertama, ukuran menjadi lebih kecil bagian bunga ke
batang dari pohon yang besar dipecah menjadi bagian yang lebih kecil dan dapat
direduksi secara kimia. Kedua, bagian hasil pecahan kecil dari bahan organik
direduksi dan mineralisasi untuk melepaskan unsur dasar dari protein, karbohidrat,
lipid dan mineral yang dapat diserap oleh mikroorganisme atau dihanyutkan oleh
sistem (Vikman et al. 2002). Dinamika dekomposisi ini secara umum melibatkan
faktor penyusutan, suhu, kelembaban dan pH (Insam et al.2002).
Total penyusutan pada kompos utuh sebesar 18 cm sedangkan kompos
cacah sebesar 32 cm. Penyusutan pada proses pengomposan terjadi terus menerus
sampai tercapai suhu ruangan. Menurut lekasi e