Penambahan Jamu Ternak Dalam Pakan Ruminansia Dan Efeknya Terhadap Profil Fermentasi Rumen Secara In Vitro

PENAMBAHAN JAMU TERNAK DALAM PAKAN
RUMINANSIA DAN EFEKNYA TERHADAP PROFIL
FERMENTASI RUMEN SECARA
IN VITRO

FADLAH NURUSSILMAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambahan Jamu
Ternak dalam Pakan Ruminansia dan Efeknya terhadap Profil Fermentasi Rumen
secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Fadlah Nurussilmah
NIM D24110037

ABSTRAK
FADLAH NURUSSILMAH. Penambahan Jamu Ternak dalam Pakan Ruminansia
dan Efeknya terhadap Profil Fermentasi Rumen secara In vitro. Dibimbing oleh
ANURAGA JAYANEGARA dan HERI AHMAD SUKRIA.
Pakan hijauan memiliki peranan penting terhadap kebutuhan nutrien dan
fermentasi rumen. Pakan sapi perlu diperhatikan baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Upaya untuk meningkatkan kualitas pakan yaitu dengan cara pemberian
nutrien yang cukup dan penambahan feed additive. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi pengaruh penambahan jamu ternak dalam pakan ruminansia

terhadap profil fermentasi rumen. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Bahan
feed additive pada penelitian ini adalah temulawak, kunyit, jahe, dan bawang
putih yang dibuat dalam bentuk tepung jamu. Penggunaan jamu pada taraf 1%-4%
mengandung senyawa aktif flavonoid, triterpenoid, dan quinon. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0.05)
terhadap produksi gas dan kinetika gas. Perlakuan kelima (kontrol+4% jamu)
menunjukkan nilai NH3 (amonia) yang optimal (20.78 mM). Nilai kecernaan
bahan kering (70.19%) dan bahan organik (69.99%) tertinggi dihasilkan pada
perlakuan kelima (kontrol+4% jamu).
Kata kunci: fermentasi rumen, jamu ternak, senyawa aktif

ABSTRACT
FADLAH NURUSSILMAH. The Addition of Cattle Herbal in Feed Ruminant
and Their Effect on Rumen Fermentation Profiles with In Vitro. Supervised by
ANURAGA JAYANEGARA and HERI AHMAD SUKRIA.
Forage has an important role to the needs of nutrients and ruminal
fermentation. Feeding the cows need to be considered in terms of both quality and
quantity. The efforts to improve the quality of feed is by providing sufficient
nutrients and the addition of the feed additive. This study aimed at evaluating the

effect of adding herbs into ruminant livestock feed against rumen fermentation
profile. The experimental design used was a Randomized Block Design (RBD)
with 5 treatments and 3 replications. Material of feed additive in this study are
ginger, turmeric, ginger, and garlic made in the form of flour herbs. The use of
herbs at the level of 1%-4% contain active compounds flavonoids, triterpenoids,
and quinone. The results showed that each treatment had no significant effect (P>
0.05) on the production of gas and gas kinetics. The fifth treatment (control+4%
herbal) indicated the value of NH3 (ammonia) which is optimal (20.78 mM). The
value of dry matter digestibility (70.19%) and organic matter (69.99%) were
resulted in the highest fifth treatment (control+4% herbal).
Keywords :cattle herbal, rumen fermentation, the active compound

PENAMBAHAN JAMU TERNAK DALAM PAKAN
RUMINANSIA DAN EFEKNYA TERHADAP PROFIL
FERMENTASI RUMEN SECARA
IN VITRO

FADLAH NURUSSILMAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Penambahan Jamu Ternak dalam Pakan Ruminansia dan Efeknya terhadap Profil
Fermentasi Rumen secara In Vitro”. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian
yang telah dilaksanakan penulis pada bulan Mei hingga Juni 2015 di
Laboratorium Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini memuat informasi tentang komposisi proksimat (BK, Abu,
PK, LK, SK, dan BETN), total produksi gas, kinetika gas, kecernaan bahan kering
dan bahan organik serta fermentabilitas NH3 (amonia) ternak terhadap

penggunaan jamu pada taraf 1%-4% secara in vitro. Jamu ternak digunakan
karena mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kecernaan.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dan
menambah wawasan dalam dunia peternakan bagi pembaca dan penulis
khususnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
Fadlah Nurussilmah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Alat
Bahan
Waktu dan Lokasi
Prosedur
Persiapan Substrat Pakan Hijauan dan Konsentrat

Persiapan Tepung Jamu Ternak
Analisis Fitokimia Kualitatif Jamu Ternak
Pengambilan Cairan Rumen
Pembuatan Larutan Buffer
Pelaksanaan Uji In Vitro
Pengukuran Total Produksi Gas dan Kinetika Gas
Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Analisis NH3 (Amonia)
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Peubah yang Diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Kimia Pakan
Kandungan Senyawa Aktif Jamu Ternak
Total Produksi Gas dan Kinetika Gas
Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik
Konsentrasi NH3 (Amonia)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
x
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
4
4

4
5
5
6
6
6
7
9
10
11
11
11
11
14
15

DAFTAR TABEL
1
2
3

4
5
6

Komposisi kimia pakan yang diujikan
Hasil analisis fitokimia kualitatif jamu ternak
Total produksi gas selama 24 jam inkubasi
Kinetika produksi gas selama 72 jam inkubasi
Rataan hasil analisis kecernaan bahan kering dan bahan organik
Rataan hasil analisis konsentrasi NH3 (Amonia)

6
7
8
8
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1

2
3
4

Hasil sidik ragam produksi gas
Hasil sidik ragam kecernaan bahan kering
Hasil sidik ragam kecernaan bahan organik
Hasil sidik ragam analisis NH3 (Amonia)

14
14
14
14

PENDAHULUAN
Pakan hijauan memiliki peranan penting terhadap pemenuhan kebutuhan
nutrien, produktivitas dan kelangsungan hidup ternak ruminansia terutama sapi.
Hijauan dalam jumlah banyak dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia karena
memiliki saluran pencernaan yang kompleks untuk mencerna hijauan. Sapi
merupakan ternak penyedia protein hewani di Indonesia.

Populasi ternak sapi di Indonesia tercatat sebanyak ±16 juta ekor. Provinsi
Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah berdasarkan catatan statistik merupakan
provinsi dengan sapi potong terbesar di Indonesia sebanyak 4.7 juta ekor dan 1.9
juta ekor atau 31.93% dari total sapi potong seluruh Indonesia. Populasi sapi
potong yang cukup banyak juga dimiliki oleh provinsi lain yaitu Sulawesi Selatan
984 ribu ekor (6.65%), Nusa Tenggara Timur 778 ribu ekor (5.26%), Lampung
742 ribu ekor (5.02%), Nusa Tenggara Barat 685 ribu ekor (4.63%), Bali 637 ribu
ekor (4.31%) dan Sumatera Utara 541 ribu ekor (3.66%) dari populasi sapi potong
di Indonesia. Populasi sapi perah terbesar adalah Jawa Timur sekitar 296 ribu ekor
atau 49.61% dari total populasi sapi perah Indonesia. Provinsi lain yang memiliki
populasi sapi perah cukup besar adalah Jawa Tengah dan Jawa Barat masingmasing 149 ribu ekor atau 25.11% dan 140 ribu ekor atau 23.44% dari total
populasi sapi perah Indonesia (Ditjenak 2011). Data tersebut menunjukkan bahwa
Indonesia berpotensi sebagai penyedia daging dan susu namun masih ada kendala
yang harus dihadapi yaitu peningkatan kualitas pakan dan produktivitas.
Produktivitas ternak dapat ditingkatkan dengan cara pemilihan bibit ternak yang
unggul, manajemen pemeliharaan, pemberian air minum yang cukup dan bersih,
manajemen pemberian pakan, dan manajemen kandang seperti sanitasi.
Produktivitas ternak sangat erat kaitannya dengan kualitas pakan yang diberikan.
Kualitas pakan dapat ditingkatkan dengan beberapa upaya yaitu dengan cara
pengolahan pakan yang baik dan penambahan feed additive dalam pakan. Feed
additive merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam pakan untuk
mengoptimalkan kinerja nutrien dan biasanya ditambahkan dalam jumlah yang
relatif sedikit. Penambahan feed additive dapat meningkatkan kecernaan,
penambah nafsu makan, kesehatan dan pertumbuhan.
Jamu ternak merupakan salah satu contoh feed additive yang belum banyak
dikembangkan dan digunakan dalam pakan ruminansia terutama sapi. Penggunaan
jamu sangat aman digunakan jika dibandingkan dengan obat antibiotik, karena
dapat memperkecil keberadaan zat cemaran dalam tubuh ternak. Keunggulan
penggunaan jamu yaitu lebih ekonomis, mudah didapat dan tidak ada efek
samping.
Jamu ternak terbuat dari bahan-bahan alami seperti temulawak, kunyit, jahe,
dan bawang putih. Rimpang temulawak merupakan bahan alami yang paling
utama dijadikan obat. Menurut WHO (1999) rimpang temulawak diketahui
memiliki banyak manfaat salah satunya yaitu berpotensi sebagai antioksidan.
Komponen aktif yang berfungsi sebagai antioksidan dalam rimpang temulawak
adalah kurkumin (Masuda et al. 1992). Kurkumin lebih aktif dibanding dengan
vitamin E dan β-karoten (Rao 1995). Kandungan utama rimpang kunyit adalah
minyak atsiri, kurkumin, resin, lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi (Rahardjo
dan Rostiana 2005). Komponen-komponen lain yang terkandung pada bahan-

2
bahan alami pembuatan jamu adalah mineral, flavonoida, terpenoida, sulfur,allicin,
saponin, sativin, vitamin A, B, C dan D. Senyawa-senyawa aktif tersebut
memiliki fungsi sebagai antibakteri, antioksidan, penambah nafsu makan,
antikanker, mempercepat pertumbuhan sel, dan antitoksin. Penggunaan jamu
diharapkan dapat meningkatkan penyerapan zat-zat makanan sehingga dapat
meningkatkan konsumsi pakan dan kecernaan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi pengaruh penambahan jamu ternak dalam pakan ruminansia
terhadap profil fermentasi rumen.

METODE
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital, saringan,
blender, botol vial injection 100 ml, crimper tools botol vial, syringe plastik, serta
alat-alat laboratorium lainnya untuk menganalisis sampel (analisis proksimat dan
in vitro).
Bahan
Bahan yang digunakan adalah tepung jamu (temulawak, kunyit, jahe,
bawang putih), rumput gajah (Pennisetum purpureum), konsentrat (dedak halus,
jagung, pollard, bungkil kedelai), cairan rumen, dan larutan buffer.

Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2015. Analisis
proksimat, pengujian in vitro, pengukuran produksi gas, kinetika gas, amonia,
kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik dilakukan di Laboratorium
Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis fitokimia kualitatif jamu
ternak dilakukan di Laboratorium Biofarmaka Bogor.
Prosedur
Persiapan Substrat Pakan Hijauan dan Konsentrat
Substrat yang digunakan dalam uji in vitro terdiri atas hijauan dan
konsentrat dengan proporsi 60:40. Substrat hijauan yang digunakan adalah
rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang diperoleh dari kebun hijauan
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, sedangkan substrat konsentrat yang
digunakan adalah konsentrat buatan. Konsentrat buatan tersebut tersusun atas
campuran 30% dedak halus, 36% jagung, 26% pollard, dan 8% bungkil kedelai
dengan protein kasar minimal 14% dan TDN minimal 69%.

3
Persiapan Tepung Jamu Ternak
Jamu ternak ini diambil dari beberapa bahan rempah-rempah yang terdiri
atas temulawak, jahe, kunyit, dan bawang putih. Bahan-bahan tersebut didapat
dari pasar tradisional Ciampea Bogor. Kunyit, temulawak dan jahe dibersihkan
dari sisa-sisa tanah yang masih menempel pada bagian luarnya dan bawang putih
dikupas bagian kulit luarnya. Keempatnya diiris tipis memanjang lalu timbang
masing-masing bahan, kunyit ditimbang sebanyak 200 gram, temulawak 300
gram, jahe 50 gram dan bawang putih 50 gram. Semua bahan dicampur kedalam
kantong plastik atau dibungkus dengan koran lalu dimasukkan ke dalam oven
60ᵒC selama 48 jam. Bahan yang sudah kering dihaluskan dengan blender.
Tepung jamu disaring kembali agar ukuran partikelnya sama.
Analisis Fitokimia Kualitatif Jamu Ternak
Jamu ternak yang terdiri dari jahe, kunyit, temulawak, dan bawang putih,
dianalisa kandungan fitokimianya secara kualitatif di Laboratorium Uji
Biofarmaka, Pusat Studi Biofarmaka Bogor. Sampel jamu ternak sebanyak 100
gram disiapkan untuk dibawa ke laboratorium. Analisis fitokimia dilakukan untuk
mengetahui kandungan senyawa aktif, seperti kandungan zat alkaloid, flavonoid,
phenol hydro, triterpenoid, tanin, dan saponin secara kualitatif (visualisasi warna).
Pengambilan Cairan Rumen
Cairan rumen yang digunakan diambil dari sapi peranakan Frisian Holstein
(PFH) berfistula di kandang Badan Penelitian Ternak (Balitnak), Ciawi-Bogor
pada pagi hari sebelum sapi diberi pakan. Cairan rumen kemudian disaring
menggunakan 4 lapisan kain kasa, dimasukan kedalam termos dan dibawa ke
laboratorium. Termos sebelumnya diisi dengan air hangat hingga mencapai suhu
39ᵒC. Air didalam termos dibuang sebelum cairan rumen dimasukkan.
Pengambilan cairan rumen dilakukan sebanyak 3 kali.
Pembuatan Larutan Buffer
Pembuatan buffer dilakukan berdasarkan metode HFT (Hohenheim Footer
Test). Bahan-bahan diantaranya Amonium bicarbonate (1.62 g), Natrium
bicarbonate (14.53 g), N2HPO4 (1.56 g), PH2PO4 (2.59 g), MgSO4.7H2O (0.25 g),
Resazurin 500 l, dan Micromineral 400 l (CaCl.2H2O (6.6 g), MnCl.4H2O (5 g),
CoCl.6H2O (0.5 g), dan FeCl3.6H2O (4 g) yang dicampur dengan dH2O sebanyak
100 ml). Semua bahan-bahan tersebut dicampurkan dengan penambahan dH2O
sebanyak 1676 ml. Selanjutnya ditambahkan 124 ml larutan Pereduksi (Cystein
HCl (0.77 g), NaOH (4.96 ml), dan Na2S (0.77 g) yang dicampur dengan dH2O
sebanyak 124 ml), dan 200 ml cairan rumen. Penambahan larutan pereduksi dan
cairan rumen dibuat dan ditambahkan disaat buffer akan digunakan.
Pelaksanaan Uji In Vitro
Teknik fermentasi in vitro dilakukan berdasarkan metode Theoudorou et al.
(1994). Sebanyak 0.75 gram substrat perlakuan dimasukan kedalam botol vial
berukuran 100 ml, kemudian kedalam botol tersebut dimasukan 75 ml cairan
buffer HFT sebagai media inkubasi yang telah dijenuhkan menggunakan gas CO2
dengan komposisi (dalam 2000 ml) sebagai berikut: larutan mikromineral 400 l,
resazurin 500 l, larutan pereduksi 6%, cairan rumen 10%, dan air terdestilasi

4
1676 ml. Campuran antara substrat perlakuan dan cairan buffer rumen
dimasukkan kedalam botol kemudian ditutup menggunakan penutup karet dan
diperkuat oleh penutup alumunium, yang selanjutnya diinkubasikan dalam
waterbath pada suhu 39ᵒC selama 24 jam untuk total produksi gas dan 72 jam
untuk kinetika gas. Selama masa inkubasi, dilakukan pengocokan botol secara
manual setiap satu jam sekali pada 4 jam pertama, dan 2 jam sekali setelahnya
hingga masa inkubasi.
Pengukuran Total Produksi Gas dan Kinetika Gas
Gas diukur sebanyak 6 kali dengan waktu 1x24 jam untuk total produksi gas,
yaitu pada jam ke-0, 2, 4, 8, 12, 24. Kinetika gas diukur 1x72 jam dari pertama
waktu inkubasi, yaitu pada jam ke-0, 2, 4, 8, 12, 24, 36, 48, 60, 72. Pengukuran
gas dilakukan dengan menggunakan syringe yang dihubungkan langsung dengan
cara ditusukkan pada tutup botol. Volume gas akan terbaca pada syringe dan
dicatat pada form data yang disediakan kemudian data diolah. Volume gas yang
terbentuk dikurangi volume gas blanko lalu dikonversi ke dalam ml g-1 BK.
Pengukuran Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Campuran antara substrat perlakuan dan cairan buffer rumen yang
dimasukan kedalam botol setelah inkubasi selama 24 jam kemudian disaring
dengan menggunakan kertas Whatman no.41 yang sudah diketahui bobot awalnya
dengan bantuan pompa vakum (Rotary model 2X-0.5). Sisa tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam cawan porselen yang kemudian dipanaskan pada oven bersuhu
105oC selama 24 jam. Cawan yang telah dipanaskan selama 24 jam kemudian
ditimbang dengan timbangan digital untuk mengetahui BK residu sampel. Cawan
yang telah ditimbang selanjutnya dimasukan pada tanur 800ᵒC selama dua jam dan
kemudian ditimbang kembali bobotnya untuk mengetahui BO residu sampel.
Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
%�

�=

x 100 %

%�

O=

x 100 %

Analisis NH3 (Amonia)
Pengukuran NH3 dilakukan dengan menggunakan metode Mikrodifusi
Conway (General Laboratory Procedure, Departement of Dairy Science,
University of Wisconsin 1966). Cawan Conway diolesi dengan vaselin pada
bagian bibir dan tutupnya. Supernatan sebanyak 1 ml ditempatkan pada salah satu
ruang sekat cawan dan sisi lain dengan Na2CO3 jenuh (tidak boleh bercampur saat
cawan Conway masih dalam kondisi terbuka), larutan asam borat berindikator
merah metil sebanyak 1 ml ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di
tengah cawan Conway, kemudian cawan Conway langsung ditutup rapat hingga
kedap udara. Setelah itu cawan Conway digoyang-goyangkan hingga supernatan
dan Na2CO3 jenuh tercampur rata. Setelah 24 jam asam borat berindikator dititrasi

5
dengan larutan H2SO4 0.02 N hingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi
merah. Konsentrasi NH3 dihitung dengan rumus :
N NH3 (mM)= ml titrasi x N H2SO4 x 1000

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Perlakuan
Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
P1 = 60% Hijauan : 40% Konsentrat (Kontrol)
P2 = Kontrol + 1% Jamu
P3 = Kontrol + 2% Jamu
P4 = Kontrol + 3% Jamu
P5 = Kontrol + 4% Jamu
Rancangan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan (5x3),
setiap ulangan terdiri atas perbedaan waktu pengambilan cairan rumen. Model
matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + τi + βj + εij
Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan kelompok ke-i dan perlakuan ke-j
µ = Rataan umum
τi = Pengaruh kelompok ke-i
βj = Pengaruh perlakuan ke-j dan
εij = Galat kelompok ke-i dan perlakuan ke-j
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) Steel dan
Torrie (1991), apabila terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji
Polinomial Ortogonal.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah komposisi proksimat
substrat pakan (BK, Abu, PK, LK, SK, dan BETN), kandungan senyawa aktif
jamu, total produksi gas, kinetika gas, kecernaan bahan kering dan kecernaan
bahan organik serta fermentabilitas NH3 (Amonia).

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Kimia Pakan
Hasil analisis komposisi kimia pakan disajikan pada Tabel 1. Bahan pakan
yang diuji secara tunggal dan campuran menunjukkan hasil yang bervariasi.
Kandungan bahan kering rumput gajah tunggal yaitu 94.39% dan rumput yang
sudah dicampur konsentrat (60:40) yaitu 91.80%. Nilai %BK rumput yang
digunakan sudah dalam bentuk tepung dan mengalami proses pengeringan
sehingga dihasilkan %BK yang tinggi. Protein kasar yang terdapat pada rumput
gajah yang dicampur konsentrat yaitu 13.13%, lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan protein pada rumput gajah tunggal (8%-12%). Kualitas substrat pakan
tersebut cukup baik untuk ternak ruminansia karena protein kasar merupakan
sumber vitamin dan mineral yang diperlukan mikroorganisme untuk tumbuh
optimal dan beraktivitas dalam sintesis protein mikroba (Luh 1991).
Tabel 1 Komposisi kimia pakan yang diujikan
Bahan
Peubah
(%)
Rumput Gajah
Konsentrat
RG:KS
Jamu
BK
94.39*
87.92
91.80*
89.21
Abu
9.69
7.06
8.68
0.13
PK
11.26
16.17
13.13
td
LK
2.62
3.93
3.12
td
SK
38.36
11.10
27.91
td
BETN
38.05
61.72
47.12
td
Keterangan: RG:KS = Rumput Gajah:Konsentrat 60:40 (w/w), *sudah dalam
bentuk tepung, td = tidak diujikan
Pakan substrat dengan proporsi rumput gajah dan konsentrat (60:40)
mengandung serat kasar yang lebih rendah (27.91%) dibandingkan dengan serat
kasar rumput gajah tunggal (38.36%). Konsentrat yang digunakan merupakan
pakan tinggi sumber energi (jagung, dedak halus, pollard) sehingga dengan
tercukupinya sumber energi dapat digunakan oleh mikroba untuk kebutuhan
hidupnya dan dapat meningkatkan kinerjanya dalam mendegradasi serat kasar
substrat (Harry 2007).
Kandungan Senyawa Aktif Jamu Ternak
Senyawa aktif yang terdapat pada jamu ternak berdasarkan analisis
fitokimia yaitu positif mengandung flavonoid, triterpenoid, dan quinon. Hasil
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Flavonoid merupakan bagian dari komponen
senyawa fenol suatu tanaman selain tanin yang berguna sebagai penambah nafsu
makan. Pemberian senyawa flavonoid tidak menimbulkan efek yang negatif pada
ternak (Wu et al. 2009). Parubak (2013) menyatakan bahwa flavonoid sebanyak
0.37% dapat berfungsi sebagai antioksidan, antitumor, antibakteri dan antivirus
pada ruminansia. Fungsi lain dari flavonoid terhadap ruminansia yaitu dapat
meningkatkan performa pedet saat masa sapih, imunitas humoral serta

7
meningkatkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Semakin banyak
senyawa flavonoida masuk kedalam rumen diharapkan dapat meningkatkan
fermentabilitas. Suratiningsih et al. (2013) menyatakan bahwa flavonoid dapat
menstabilkan pH rumen sehingga meningkatkan populasi bakteri yang akan
mencerna karbohidrat.
Berdasarkan hasil analisis fitokimia jamu ternak negatif mengandung tanin
dan saponin. Saponin dapat meningkatkan kualitas pakan karena dapat
menghambat pertumbuhan protozoa. Selain itu dapat meningkatkan sintesis
protein mikroba rumen dan menurunkan degradabilitas protein dalam rumen.
Tanin merupakan agen defaunasi yang dapat menurunkan populasi protozoa
(Makkar 2003). Suhando et al. (2013) menyatakan bahwa golongan triterpenoid
merupakan ekstrak yang paling aktif sebagai antioksidan. Triterpenoid merupakan
senyawa metabolit sekunder yang dapat mengobati kerusakan hati juga berfungsi
sebagai antibakteri (Widiyati 2005). Fungsi quinon menurut Maryani dan
Kristiana (2008) yaitu memiliki kemampuan sebagai antibiotik.
Tabel 2 Hasil analisis fitokimia kualitatif jamu ternak
Fitokimia Kualitatif Jamu Ternak
Peubah
Hasil
Alkaloid
Steroid
Flavonoid
+
Tanin
Saponin
Triterpenoid
+
Quinon
+
Hasil analisis fitokimia kualitatif jamu ternak di Laboratorium Biofarmaka Bogor
(2015)

Total Produksi Gas dan Kinetika Gas
Data produksi gas setelah 24 jam inkubasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Produksi gas tertinggi selama 24 jam waktu inkubasi dihasilkan pada perlakuan ke
empat (kontrol+3% jamu) yaitu 123.72 ml. Produksi gas yang dihasilkan
menunjukkan terjadinya proses fermentasi dalam rumen. Produksi gas yang tinggi
menunjukkan bahwa fermentasi pakan oleh mikroba dalam rumen juga
meningkat. Produksi gas yang paling rendah dihasilkan pada perlakuan tanpa
penambahan jamu (kontrol) yaitu 115.46 ml.
Produksi gas yang rendah menunjukkan bahwa aktivitas mikroba rumen
menurun karena substrat yang dapat difermentasi juga semakin berkurang
sehingga laju produksi gas in vitro menurun (Jayanegara dan Sofyan 2008).
Produksi gas tiap perlakuan menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, hal
tersebut menunjukkan bahwa penambahan jamu tidak memberikan pengaruh
nyata (P>0.05) terhadap produksi gas. Selain itu dapat juga disebabkan karena
kadar senyawa aktif dalam jamu negatif mengandung saponin dan tanin. Saponin
dapat melisiskan protozoa, sehingga populasi bakteri pendegradasi serat

8
meningkat. Fermentasi dalam rumen akan meningkat jika banyaknya serat yang
didegradasi oleh mikroba rumen.
Tabel 3 Total produksi gas selama 24 jam inkubasi
Perlakuan
Kontrol
Kontrol + 1% Jamu
Kontrol + 2% Jamu
Kontrol + 3% Jamu
Kontrol + 4% Jamu

Produksi Gas (ml g-1 BK)
115.46 ± 10.16
120.11 ± 19.02
118.01 ± 15.80
123.72 ± 18.10
121.63 ± 21.80

Kinetika gas atau pergerakan gas yang terus meningkat dari jam ke-0
sampai jam ke-24 disebabkan karena penambahan jamu ternak tidak memberikan
pengaruh nyata sehingga tidak mengganggu kondisi dan aktivitas mikroba dalam
rumen. Tabel 4 menunjukkan bahwa produksi gas rata-rata yang terbentuk dari
jam ke-0 hingga jam ke-2 masing-masing perlakuan yaitu 7.68 ml g-1 BK dan
masing-masing perlakuan meningkat sekitar 0.44 ml g-1 BK pada jam ke-4
menjadi 8.12 ml g-1 BK. Produksi gas yang terbentuk akan meningkat seiring
dengan berjalannya waktu inkubasi. Pada jam ke-4 hingga jam ke-8 rata-rata laju
produksi gas meningkat 10.08 ml g-1 BK sehingga yang terbentuk menjadi 18.2
ml g-1 BK. Waktu inkubasi jam ke-12 hingga jam ke-24 merupakan waktu puncak
produksi gas (57 ml g-1 BK).
Tabel 4 Kinetika produksi gas selama 72 jam inkubasi
Kinetika Gas (ml g-1 BK)
Waktu
(Jam)
K
KJ1
KJ2
KJ3
KJ4
0
0
0
0
0
0
2
7
7
7.5
7.9
9
4
15
15
16
16
17
8
33
33
34
35
35
12
57
59
60
60
62
24
112
116
117
116
120
36
152
156
157
157
160
48
179
184
185
183
187
60
195
200
202
200
203
72
206
211
214
211
214
Keterangan: K= kontrol ; KJ1= kontrol+1% jamu; KJ2= kontrol+2% jamu; KJ3=
kontrol+3% jamu; KJ4=kontrol+4% jamu.
Kurva kinetika gas tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Kisaran produksi
gas yang terbentuk dari masing-masing perlakuan pada jam ke-72 adalah 206-214
ml g-1 BK. Hasil pada Gambar 1 menunjukkan bahwa kinetika gas masing-masing
perlakuan memiliki pola yang sama, kurva akan terlihat linier pada jam ke-72 dan
seterusnya karena masih belum didapatkan perlambatan. Pada penelitian lain
menjelaskan bahwa butuh waktu hingga 96 jam inkubasi untuk mengevaluasi
kinetika produksi gas yang lebih akurat (Tiemann et al. 2008).

9

Gambar 1 Kinetika gas selama 72 jam inkubasi.
kontrol,
kontrol + 1%
jamu,
kontrol + 2% jamu,
kontrol + 3% jamu,
kontrol +
4% jamu
Kecernaan Bahan Kering (KBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KBO)
Kecernaan bahan kering dan bahan organik merupakan salah satu faktor
penentu kualitas suatu bahan pakan. Hasil rataan kecernaan bahan kering dan
bahan organik dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
masing-masing perlakuan dibandingkan dengan kontrol tidak memberikan
pengaruh nyata (P>0.05) terhadap nilai KBK dan KBO.
Tabel 5 Rataan hasil kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik
Perlakuan
Kontrol
Kontrol + 1% Jamu
Kontrol + 2% Jamu
Kontrol + 3% Jamu
Kontrol + 4% Jamu

Peubah
%KBK
66.20 ± 9.36
63.85 ± 8.54
65.14 ± 4.33
66.90 ± 5.10
70.19 ± 8.11

%KBO
66.21 ± 9.34
63.60 ± 8.80
64.54 ± 4.94
66.67 ± 4.28
69.99 ± 7.60

Penambahan salah satu bahan feed additive pada penelitian lain
menunjukkan bahwa penambahan tepung temulawak dalam pakan sampai taraf
1.5% tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan ternak ruminansia (Damasto
2008). Rataan kecernaan bahan kering masing-masing perlakuan berkisar 63.85%70.19%. Nilai kecernaan bahan kering yang tinggi didapat pada perlakuan kelima
yaitu 70.19% dengan penambahan jamu sebanyak 4%. Nilai KBK dan KBO yang
tinggi disebabkan karena banyaknya zat nutrisi yang dicerna oleh mikroba rumen
(Anitasari 2010). Kecernaan nutrien yang meningkat dapat dipengaruhi oleh
karbohidrat mudah larut (pati) dan protein kasar (Fonnesbeck et al. 1981; De
Boever et al. 2005). Kandungan karbohidrat mudah larut dalam pakan diduga
cukup banyak karena substrat pakan dengan proporsi 40% konsentrat terbuat dari
bahan-bahan sumber energi, sehingga pakan mudah didegradasi oleh mikroba

10
rumen. Kandungan serat kasar yang cukup tinggi dalam pakan dapat
mempengaruhi nilai KBK dan KBO. Semakin banyak serat kasar yang
didegradasi maka nilai KBK dan KBO akan meningkat. Daya cerna pakan
berhubungan erat dengan komposisi kimianya dan serat kasar mempunyai
pengaruh terbesar terhadap daya cerna (Tillman et al. 1998).
Rataan kecernaan bahan organik yaitu 63.60%-69.99%. Pemberian jamu
ternak sebanyak 1% pada Tabel 5 menunjukkan nilai KBO (63.60%) dan KBK
(63.85%) yang rendah. Hal tersebut diduga karena bakteri pendegradasi serat
menurun.

Konsentrasi NH3 (Amonia)
Produk utama dari proses deaminasi asam amino adalah amonia (NH3) dan
sebagai faktor penentu kecukupannya dalam rumen untuk memasok sebagian
besar N untuk pertumbuhan mikroba merupakan prioritas utama dalam
mengoptimalkan fermentasi hijauan (Wallace dan Cotta 1988; Leng 1990). Rataan
hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan jamu pada taraf 1%-4% tidak
memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terhadap produksi NH3 jika dibandingkan
dengan perlakuan tanpa penambahan jamu (kontrol). Hal tesebut sejalan dengan
penelitian lain bahwa ekstrak senyawa aktif pada tanaman herbal tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap konsentrasi NH3 (Suratiningsih et al. 2013).
Alasan tersebut diperjelas oleh Liang et al. (1985) menyatakan bahwa penggunaan
jamu kebanyakan hanya dapat meningkatkan nafsu makan dan konsumsi pakan.
Tabel 6 Rataan hasil analisis konsentrasi NH3(amonia)
Perlakuan
Kontrol
Kontrol + 1% Jamu
Kontrol + 2% Jamu
Kontrol + 3% Jamu
Kontrol + 4% Jamu

NH3 (mM)
22.94 ± 5.61
23.83 ± 5.76
22.17 ± 8.93
23.61 ± 1.55
20.78 ± 2.09

Konsentrasi NH3 dalam rumen dipengaruhi oleh kandungan protein dalam
substrat pakan. Konsentrasi amonia yang tinggi dapat menunjukkan proses
degradasi protein pakan lebih cepat daripada proses pembentukan protein mikroba
sehingga amonia yang dihasilkan terakumulasi dalam rumen. Produksi NH3
maksimum dicapai pada 2-4 jam setelah makan, bergantung terhadap sumber
protein yang digunakan dan mudah tidaknya protein tersebut didegradasi serta
dipengaruhi oleh waktu setelah makan (Wohlt et al. 1976).
Perlakuan kedua (kontrol+1% jamu) menunjukkan produksi NH3 yang
tinggi (23.83 mM) dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut dapat terjadi
karena banyaknya protein substrat pakan yang mudah didegradasi. Perlakuan
kelima menunjukkan produksi NH3 yang rendah (20.78 mM). Rataan hasil setiap
perlakuan menunjukkan bahwa produksi NH3 diatas 12 mM, berarti protein pakan
mudah dirombak oleh mikroba rumen namun hanya perlakuan kelima (20.78 mM)
yang sesuai dengan pernyataan McDonald et al. (2002) bahwa kisaran optimum
NH3 dalam rumen berkisar antara 6-21 mM. Kebutuhan amonia untuk mikroba

11
rumen tetap hidup adalah 3.57 mM (Satter dan Slyter 1974). Konsentrasi amonia
yang turun dalam cairan rumen selain mencerminkan proses fermentasi yang
berjalan baik, juga menunjukkan penurunan asupan N atau turunnya degradasi
protein (Ramos et al. 2009).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Penambahan jamu ternak pada taraf penggunaan 1%-4% tidak
mempengaruhi kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, konsentrasi
NH3, dan total produksi gas karena gas cenderung naik.
Saran
Penelitian lanjutan mengenai penambahan bahan-bahan alami sebagai feed
additive secara in vitro perlu dilakukan namun untuk suplementasinya tidak
dijadikan satu ramuan (jamu). Hal tersebut disarankan agar senyawa aktif yang
dihasilkan lebih efektif kinerjanya terhadap fermentabilitas rumen, sehingga
analisis fitokimia secara kuantitatif terhadap bahan-bahan alami pun perlu
diketahui agar kadar senyawa aktif bekerja lebih optimal. Taraf penggunaan feed
additive perlu ditingkatkan karena diharapkan dapat meningkatkan fermentabilitas
rumen.

DAFTAR PUSTAKA
Anitasari A. 2010. Pemanfaatan senyawa bioaktif kembang sepatu (hibiscus rosasinensis) untuk menekan produksi gas metan pada ternak ruminansia
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Damasto PE. 2008. Pengaruh penambahan tepung temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb) dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan
bahan organik pada domba lokal jantan[skripsi]. Surakarta (ID): Universitas
Sebelas Maret.
De Boever JL, Aerts JM, Vanacker JM, de Brabander DL. 2005. Evaluation ofthe
nutritive value of maize silages using a gas production technique. J Anim
Feed Sci Technol. 123-124:255-265.
[Ditjenak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Populasi
Ternak di Indonesia. Jakarta (ID).
Fonnesbeck PV, Christiansen JL, Harris LE. 1981. Factors affecting digestibility
of nutrients by sheep. J Anim Sci. 52:363-376.

12
General Laboratory Procedure. 1966. Report of Dairy Science. Madison (US):
Departement of Dairy Science University of Wisconsin.
Harry TU. 2007. Peningkatan nilai nutrisi ampas sagu (Metroxylon Sp.) melalui
biofermentasi. J Ilmu Ternak. 7(1):26-31.
Jayanegara A, Sofyan A. 2008. Penentuan aktifitas biologis tannin beberapa
hijauan secara in vitro menggunakan “Hohenheim Gas Test” dengan
polietilen glikol sebagai determinan. Med Pet. 31(1):44-52.
Leng RA, 1990. Factors affecting the utilization of „poor quality‟ forages by
ruminants particularly under tropical condition. Di dalam: Nutrition
Research Reviews. Vol 3. Smith RH, editor. Cambridge University Press,
Cambridge (GB).
Liang OB, Apsarton Y, Widjaja Y, Purba S. 1985. Beberapa aspek isolasi,
identifikasi dan penggunaan komponen-komponen curcuma xanthorriza
roxb dan curcuma domestica val. Prosiding Simposium Nasional
Temulawak; 2012 Nov 7; Bandung, Indonesia. Lembaga Penelitian
Universitas Padjajaran Bandung (ID): hlm. 85-92.
Luh B. 1991. Rice Utilization. Ed ke-2. New York (AS). Van Nostrand Reinhold.
[diunduh 2015 Juli 20]. Tersedia pada : https://books.google.co.id/books?id
/Rice, Volume 2 Utilization - Bor S. Luh - Google Buku.htm
Makkar HPS. 2003. Quantification of Tannins in Tree and Shrub Foliage
Netherlands (NL): Kluwer Academic Publishers, Dordrecht.
Maryani H, Kristiana L. 2008. Khasiat dan Manfaat Rosela. Jakarta (ID):
Agromedia Pustaka.
Masuda T, Isobe J, Jitoe A, Naktani, Nobuji. 1992. Antioxidative curcuminoids
from rhizomes of Curcuma xanthorrhiza. Phytochemistry. 31(10):36453647.
McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition.
6 th Edition. England (GB): Pearson Education Limited. Harlow
Parubak AS. 2013. Senyawa flavonoid yang bersifat antibakteri dari akway
(Drimys beccariana Gibbs). Chem Prog. 6(1):34-37.
Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatika. Sirkuler ke-11. 2005. Tersedia pada :
http://www.balitro.go.id/includes/Kunyit.pdf.
Ramos S, Tejido ML, Martinez ME, Ranilla MJ, Carro MD. 2009. Microbial
protein synthesis, ruminal digestion, microbial populations, and nitrogen
balance in sheep fed diets varying in forage-to-concentrate ratio and type of
forage. J Anim Sci.87:2924-2934.
Rao MNA. 1995. Antioxidant properties of curcumin. Proceeding of the
International Symphosium on Curcumin Pharmacochemistry (ISCP); 1995
August 29-31; Yogyakarta, Indonesia. Aditya Media Yogyakarta (ID): hlm
39-47.
Satter LD, Slyter LL. 1974. Effect of ammonia concentration rumen microbial
protein production in vitro. Brit J Nutr. 32:194-208.
Suratiningsih S, Rahayu S, Suhartiati FM. 2013. Suplementasi ekstrak etanol daun
bambu petung (Dendrocalamus asper) pengaruhnya terhadap konsentrasi NNH3 dan VFA total secara in vitro. J Ilmiah Peternakan. 1(2):590-596.
Suhando AKDP, Santoni A, Efdi M. 2013. Isolasi triterpenoid dan uji antioksidan
ekstrak kulit batang sirsak (Annona muricata Linn.). J Kimia Unand.
2(1):87-91.

13
Theodorou MK, Williams BA, Dhanoa MS, McAlan ADB, France J. 1994.A
simple gas production method using a pressure transducer to determine the
fermentation kinetics of ruminant feeds. J Anim Feed Sci Technol. 48:185–
197.
Tiemann TT, Avila P, Ramírez G, Lascano CE, Kreuzer M, Hess HD. 2008. In
vitro ruminal fermentation of tannin iferous tropical plants: plant-specific
tannin effects and counteracting efficiency of PEG. J Anim Feed Sci
Technol. 146:222-241.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S,
1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Wallace RJ, Cotta MA, 1988. Metabolism of nitrogen-containing compounds. Di
dalam: Hobson PN, editor. Appl Sci Microbial Ecosystem . London (UK):
Chapman.
Widiyati E. 2005. Penentuan adanya senyawa triterpenoid dan uji aktivitas
biologis pada beberapa spesies tanaman obat tradisional masyarakat
pedesaan Bengkulu. J Gradien. 2(1):116-122.
Wohlt JE, Clark JH, Balaisdell FS. 1976. Effects of sampling location, time and
method on concentration of ammonia nitrogen in rumen fluid. J Dairy Sci.
59(3):64-459.
Wu JW, Lin LC, Tsai TH. 2009. Drug-drug interactions of silymarin on the
perspective of pharmacokinetics. J Ethnopharmacol. 121:185-193.
[WHO] World Health Organization. 1999. Monograph on selected medicinal plant.
Vol 1.Jenewa. [diunduh 2015 Juli 23]. Tersedia pada :
https://books.google.co.id/books?id/WHO Monographs on Selected
Medicinal Plants-World Health Organization-Google Buku.htm

14
LAMPIRAN

Komponen
Perlakuan
Kelompok
Error
Total

Lampiran 1 Hasil sidik ragam produksi gas
JK
Db
KT
Fhit
130.267
4
32.567
1.496
2890.533
2
1445.267
66.398
174.133
8
21.767
216563.000
14

Komponen
Perlakuan
Kelompok
Error
Total

Lampiran 2 Hasil sidik ragam kecernaan bahan kering
JK
Db
KT
Fhit
62.667
4
15.667
0.320
159.6
2
79.8
1.63
391.733
8
48.967
65954.000
14

Komponen
Perlakuan
Kelompok
Error
Total

Lampiran 3 Hasil sidik ragam kecernaan bahan organik
JK
Db
KT
Fhit
Sig.
74.933
4
18.733
0.433
0.781
194.133
2
97.067
2.245
0.168
345.867
8
43.233
65428.000
14

Komponen
Perlakuan
Kelompok
Error
Total

Lampiran 4 Hasil sidik ragam analisis NH3 (Amonia)
JK
Db
KT
Fhit
20.267
4
5.067
0.144
32.533
2
16.267
0.461
282.133
8
35.267
7772.000
14

Sig.
0.290

Sig.
0.857
0.255

Sig.
0.961
0.646

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Juli 1994 di Bogor.
Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan
Bapak Sugiri M.Pd dan Ibu Rd. Kokom Komalaningsih.
Pendidikan Dasar diselesaikan pada tahun 2005 di SDN
Cibatok 1 Kec. Cibungbulang Kab. Bogor. Pendidikan
lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2008 di
MTs Mu‟allimien Muhammadiyah, Leuwiliang-Bogor dan
pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2011 di SMAN 1
Cibungbulang Bogor.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011
melalui SNMPTN Undangan. Penulis aktif sebagai bendahara Divisi Internal
BEM-D (Badan Eksekutif Mahasiswa-Fakultas Peternakan) IPB. Penulis juga
aktif sebagai Ketua Divisi Dana Usaha pada acara Dekan Cup 2013 dan aktif
sebagai anggota kegiatan PKM-K dengan judul “Boebumba Boneka Edukasi dari
Bulu Domba” pada tahun 2013 dan mengikuti seminar-seminar di Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirobbil‟alamin penulis ucapkan dengan penuh rasa syukur
kepada Allah SWT juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibunda
tercinta Rd. Kokom Komalaningsih dan Ayahanda Sugiri, M.Pd atas segala
pengorbanan, doa, dukungan, telah sabar mendidik, dan memberikan kasih sayang
yang tulus, serta penulis ucapkan kepada adik Khaira Fikra Arbatisin dan Kayyisa
Jihadas Sabila.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Anuraga Jayanegara,
S.Pt, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi serta
Bapak Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc Agr selaku dosen pembimbing skripsi.
Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Rita Mutia M.Agr selaku dosen pembahas
seminar penulis pada tanggal 23 Desember 2014. Terima kasih kepada Ibu Ir.
Dwi Margi Suci, MS dan Bapak Dr. Asep Gunawan selaku dosen penguji sidang
pada tanggal 3 September 2015. Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Widya Hermana,
S.Pt, M.Si selaku dosen panitia seminar dan ujian sidang.
Terima kasih kepada suami penulis Bayu Rizki Faoji, S.Pt yang telah setia
menemani dan membantu proses penelitian. Terima kasih kepada Nindria, Annisa,
Fairuz, Shabrina, Delina, Najmi, Ayu, Selly, Irna, Gina, Jeffri, Andi, Yudha,
Denny, Ka Tenti, Ka Dinar dan seluruh warga Cibadak Kaum yang telah
membantu selama proses perkuliahan dan penelitian di Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih kepada Rifki Putra Adimulia dan Gilang Sastrawijaya yang telah
menjadi rekan penelitian dan banyak membantu penulis serta teman-teman INTP
48 „DESOLATOR‟ yang telah memberikan dukungannya. Semoga skripsi ini
bermanfaat. Amin.